• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Konsentrasi Bating Agent Dan Waktu Bating Dalam Proses Bating Kulit Ikan Tuna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Konsentrasi Bating Agent Dan Waktu Bating Dalam Proses Bating Kulit Ikan Tuna"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KONSENTRASI

BATING AGENT

DAN WAKTU

BATING

DALAM PROSES

BATING

KULIT IKAN TUNA

HAFIZAH KHAERINA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penentuan Konsentrasi Bating Agent Dan Waktu Bating Dalam Proses Bating Kulit Ikan Tuna” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Hafizah Khaerina

(4)
(5)

ABSTRAK

HAFIZAH KHAERINA. Penentuan Konsentrasi Bating agent Dan Waktu

Bating Dalam Proses Bating Kulit Ikan Tuna. Dibimbing oleh ONO SUPARNO.

Bating merupakan salah satu proses yang sangat penting pada proses prapenyamakan (beamhouse) dan berpengaruh pada mutu kulit samak. Bating agent yang umum digunakan berasal dari ekstrak pankreas yang mengandung protease dan lipase. Konsentrasi bating agent dan waktu bating diduga akan mempengaruhi mutu kulit hasil bating. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap mutu kulit hasil bating. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik dari kedua faktor tersebut dalam menghasilkan respon sesuai dengan yang diharapkan. Konsentrasi bating agent yang digunakan adalah 0,5%, 1%, dan 1,5%, sedangkan waktu bating adalah 0,5, 1,5, dan 2,5 jam. Respon yang diamati mencakup penurunan ketebalan, kadar protein terlarut, kadar lemak, dan uji organoleptik. Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi bating

agent berpengaruh dalam menurunkan ketebalan, kadar lemak, dan

meningkatkan kadar protein terlarut secara signifikan. Waktu bating

berpengaruh dalam meningkatkan kadar protein terlarut dan menurunkan kadar lemak secara signifikan. Namun interaksi di antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap semua respon yang diamati. Perlakuan bating

terbaik dari penelitian ini adalah konsentrasi bating 1% dengan waktu bating 2,5 jam. Penurunan ketebalan pada kondisi terbaik sebesar 5,6%, kadar protein terlarut 1502 ppm, penurunan kadar lemak sebesar 1,6%, serta memiliki kelenturan dan ketahanan tekan yang baik

Kata kunci: bating, bating agent, konsentrasi, kulit samak, waktu bating.

ABSTRACT

HAFIZAH KHAERINA. Determination of Bating Agent Concentration And Bating Time In The Bating Process of Tuna Fish Skin. Supervised by ONO SUPARNO.

(6)

and fat content. But interaction between two factors did not significantly affect all observed respons. The best treatment in the research was bating agent concentration of 1% and bating time of 2.5 hours. The best treatment gave thickness reduction of 5.6%, dissolved protein of 1502 ppm, effectiveness of fat removal of 1.6%, and good elasticity and pressure strength.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENENTUAN KONSENTRASI

BATING AGENT

DAN WAKTU

BATING

DALAM PROSES

BATING

KULIT IKAN TUNA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Penentuan Konsentrasi Bating Agent Dan Waktu Bating Dalam Proses Bating Kulit Ikan Tuna

Nama : Hafizah Khaerina

NIM : F34100110

Disetujui oleh

Prof Dr Ono Suparno, STP, MT Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah teknologi hilir, dengan judul “Penentuan Konsentrasi Bating agent Dan Waktu

Bating Dalam Proses Bating Kulit Ikan Tuna”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ono Suparno, STP, MT selaku pembimbing, serta Ibu Rini dan Ibu Diah yang telah banyak memberi saran, dan Bapak Nurhadi selaku manajer produksi PT Lautan Niaga Jaya yang telah membantu dalam menyediakan bahan baku kulit ikan tuna. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Chilwan Pandji), ibu (Novie Srinovani), seluruh keluarga (Chilfi Furqan, Nisa Zahra, dan Zainati Fakhrina), serta para sahabat atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 2

Bahan 2

Alat 3

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Karakteristik Kulit Ikan Tuna 4

Penurunan Ketebalan 6

Kadar Protein 9

Kadar Lemak 11

Uji Organoleptik 14

Penentuan Kombinasi Perlakuan Terbaik 15

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

(13)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik kimiawi kulit ikan tuna 5

2 Hubungan konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap kelenturan dan ketahanan tekan kulit hasil bating 14

DAFTAR GAMBAR

1 Tuna sirip kuning 5

2 Hubungan konsentrasi bating agent dengan penurunan ketebalan 7 3 Proses pengikatan ion Ca2+ dalam kolagen kulit 8 4 Reaksi pengikatan ion kalsium oleh ion sulfat dan klorida 8 5 Hubungan konsentrasi bating agent terhadap kadar protein terlarut 9 6 Hubungan waktu bating terhadap kadar protein terlarut 9

7 Mekanisme hidrolisis protein oleh air 10

8 Hubungan konsentrasi bating agent dengan penurunan kadar lemak 12 9 Hubungan waktu bating dengan penurunan kadar lemak 12 10 Reaksi hidrolisis trigliserida (a) sangat cepat, (b) lambat, (c) sangat

lambat 13

11 Mekanisme hidrolisis trigliserida oleh air 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto alat dan bahan yang digunakan selama penelitian 19

2 Diagram alir proses bating kulit ikan tuna 20

3 Prosedur analisis pengujian 21

4 Foto sampel kulit selama penelitian 25

5 Hasil analisis varian/ragam pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap penurunan ketebalan kulit 26 6 Hasil analisis uji lanjut (Duncan) konsentrasi bating agent terhadap

penurunan ketebalan kulit 26

7 Hasil analisis varian/ragam pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap kadar protein terlarut 26 8 Hasil analisis uji lanjut (Duncan) konsentrasi bating agent terhadap

kadar protein terlarut 26

9 Hasil analisis uji lanjut (Duncan) waktu bating terhadap kadar protein

terlarut 27

10 Hasil analisis varian/ragam pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap penurunan kadar lemak 27 11 Hasil analisis uji lanjut (Duncan) konsentrasi bating agent terhadap

kadar lemak 27

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan tuna adalah salah satu hasil perikanan tangkap yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dunia, khususnya Jepang. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor ikan tuna terbanyak ke Jepang dan menduduki peringkat pertama kemudian diikuti oleh Srilanka, Australia, Thailand, dan Taiwan. Pada tahun 2007, Indonesia telah pengekspor 25.798 ton dari berbagai spesies ikan tuna ke Jepang (Satria et al. 2009).

Ikan tuna yang diekspor biasanya dalam bentuk fillet atau daging tanpa tulang, kulit, dan kepala. Hasil samping fillet tuna tersebut sering menjadi masalah karena dapat menjadi limbah yang mencemari lingkungan sekitar. Pada penelitian yang dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi (BBP4BKP), hasil samping perikanan dapat dikembangkan dan diolah berbasis lipida, selulosa, senyawa aktif dan nutraseutikal, dan kulit tersamak (Peranginangin et al. 2011).

Teknologi penyamakan kulit untuk mengolah limbah ikan merupakan teknologi yang masih terus dikembangkan oleh para peneliti. Meskipun tingkat komersialnya belum sama dengan penyamakan kulit sapi, domba, dan hewan mamalia lainnya, namun peluang usaha penyamakan kulit ikan tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif bisnis. Menurut Hastuti (2013), ketersediaan kulit ikan yang mencapai 3,4% dari total produksi ikan tuna di sebuah industri dapat dijadikan sebagai pilihan bahan baku karena kurangnya ketersediaan bahan baku kulit mamalia khususnya sapi. Di Indonesia, ketersediaan bahan baku kulit mentah konvensional tersebut sering menjadi kendala industri penyamakan kulit karena industri tersebut tidak mampu memenuhi banyaknya permintaan akan produk turunan kulit samak.

Berdasarkan data yang diperoleh Kementrian Perindustrian, jumlah industri penyamakan kulit di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 tercatat sebanyak 53 industri penyamakan kulit dan meningkat menjadi 58 industri pada tahun 2010. Laju pertumbuhan industri tersebut juga meningkat sebesar 7,52% pada tahun 2011. Pada tahun 2007, produksi kulit samak untuk keperluan ekspor terus meningkat hingga tahun 2010. Pada tahun 2011, total kulit samak yang berhasil diekspor oleh industri tersebut mencapai 116.986.724 ton. Jenis barang kulit yang paling banyak diekspor adalah sepatu olah raga kulit, sandal, dan alas kaki lainnya.

Teknologi penyamakan kulit ikan memang tidak jauh berbeda dengan penyamakan kulit mamalia lainnya. Tahapan penyamakan tersebut meliputi tahap prapenyamakan, penyamakan, dan pascapenyamakan. Salah satu proses yang dilalui pada tahap prapenyamakan adalah bating (pelumatan). Proses bating ini bertujuan untuk menghilangkan sejumlah protein non kolagen dan lemak yang tidak diperlukan pada proses penyamakan. Proses ini akan memudahkan masuknya bahan penyamak untuk berdifusi ke dalam kulit dan akan berpengaruh pada mutu hasil kulit samak (Saravanbhavan et al. 2006).

(16)

2

termomekanikalnya lebih stabil (Krishnaraj 2010). Bahan penyamak yang masuk ke jaringan kulit akan meningkatkan daya tahan kulit terhadap lingkungan seperti suhu dan pengaruh mikrobiologis. Kulit samak akan memiliki suhu kerut yang lebih tinggi dibandingkan kulit mentah, tergantung dengan jenis bahan penyamak yang diberikan pada kulit. Selain itu, kulit samak juga tahan terhadap serangan mikroorganisme yang dapat merusak kulit mentah. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme tidak memiliki kemampuan untuk merusak ikatan crosslinking

antara kolagen kulit dengan bahan penyamak. Kedua hal ini akan meningkatkan mutu fisik kulit samak.

Proses bating biasanya dilakukan secara enzimatik. Pada industri penyamakan kulit, bating agent yang umumnya digunakan berasal dari ekstrak pankreas yang mengandung enzim protease dan lipase. Proses bating yang baik dipengaruhi beberapa faktor yaitu konsentrasi bating agent, waktu, pH, suhu, dan adanya aktivator. Konsentrasi bating agent dan waktu bating akan mempengaruhi banyaknya protein yang akan dipecah oleh enzim. Selain memecah protein, enzim ini juga turut memecah sejumlah lemak yang terkandung pada kulit sehingga akan berpengaruh pada ketebalan dan tekstur kulit hasil bating. Oleh karena itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kulit hasil bating

penting dilakukan untuk meningkatkan mutu kulit hasil bating.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi bating agent, waktu bating (pelumatan), dan interaksinya terhadap variabel penurunan ketebalan, kandungan protein terlarut, dan kadar lemak. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan perlakuan terbaik dari konsentrasi

bating agent (0,5%, 1%, dan 1,5%), waktu bating (0,5, 1,5, dan 2,5 jam) terhadap efektivitas pelumatan protein pada tahap bating, serta menentukan karakteristik kulit pada kondisi tersebut.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan utama untuk penelitian ini adalah kulit ikan tuna spesies Thunnus albacore. Bahan baku tersebut disimpan dalam kondisi beku yang diperoleh dari PT Lautan Niaga Jaya, Muara Baru, Jakarta. Bahan-bahan yang diperlukan untuk tahap prapenyamakan adalah akuades, natrium sulfida (Na2S), kapur tohor

(Ca(OH)2), non ammonia deliming agent (asam borat, natrium sitrat, dan asam

(17)

3 Alat

Alat yang digunakan selama penelitian berlangsung adalah sejumlah peralatan gelas seperti gelas ukur, gelas arloji, dan gelas piala. Selain itu, digunakan pula neraca analitik, sudip, dan botol jar. Dalam menganalisis pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating digunakan alat pengukur ketebalan thickness gauge (leather) merk CheckLine tipe J-40-L, tabung ulir, sentrifuse merk Hermle tipe Z 383 K dan spektrofotometer Hach. Alat-alat yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan beberapa tahap. Tahap pra penyamakan (pre-tanning) atau biasa disebut juga dengan beam house operation

ini dilakukan dengan soaking (pencucian), liming (pengapuran), deliming

(penghilangan kapur), dan bating (pelumatan). Pada penelitian ini dilakukan tahap persiapan berupa proses pencucian, pengapuran, penghilangan kapur, pelumatan, dan analisis pengaruh perlakuan pada proses pelumatan (Lampiran 2). Sebelum dilakukan proses prapenyamakan, kulit terlebih dahulu dianalisis proksimat agar kandungan kimiawi kulit diketahui, seperti kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, dan kadar karbohidrat (by difference) (Lampiran 3).

Kulit ikan tuna segar dicuci di bawah air mengalir hingga bersih. Setelah bersih, kulit dipotong dengan ukuran 6x6 cm2. Potongan kulit ikan tuna ditimbang sebagai bobot basah sebagai acuan bobot untuk bahan kimia yang akan digunakan pada proses liming. Potongan kulit ikan tuna direndam dalam larutan liming

(akuades 400%, Na2S 3%, Ca(OH)2 5%) dan diaduk dengan shaker bersuhu 30oC

selama 105 menit dengan kecepatan pengadukan 150 rpm. Penentuan komposisi larutan liming ini berdasarkan persentase bahan dari bobot basah sampel kulit. Kemudian sampel diangkat dan didiamkan selama 16 jam 15 menit. Sampel selanjutnya ditimbang sebagai lime weight sample (Ya-nan et al. 2013). Bobot bahan kimia yang digunakan dalam proses berikutnya (proses deliming dan proses

bating) ditimbang berdasarkan persentase lime weight sample.

Sampel kulit ikan tuna direndam dalam larutan non ammonia deliming agent 1,4% (asam borat, asam sitrat, dan natrium sitrat 2:1:1), degreasing agent

0,4%, akuades 200%, di dalam shaker bersuhu 29-30oC selama 120 menit dengan kecepatan pengadukan 150 rpm (Ya-nan et al. 2013, yang telah dimodifikasi). Sampel kemudian dicuci dengan air mengalir. Sampel kemudian dipotong separuhnya untuk diukur kadar lemaknya. Sampel sisa potongan tersebut selanjutnya diukur ketebalannya di tiga titik yang berbeda sebagai data ketebalan kulit sebelum perlakuan bating.

Perlakuan bating dilakukan dengan merendam sampel dalam larutan bating. Larutan ini dibuat dalam dalam akuades 100% yang mengandung bating agent sebanyak 0,5%, 1%, dan 1,5%. Sampel diaduk dengan shaker pada suhu 29-30oC dengan kecepatan pengadukan 150 rpm dengan pH yang dicapai 7-8 selama waktu yang dicoba yaitu 0,5, 1,5, 2,5 jam. Persentase kebutuhan bahan untuk bating

(18)

4

diukur kadar protein terlarut. Sampel kulit hasil bating digunakan untuk pengujian ketebalan sebagai data ketebalan setelah perlakuan bating. Setelah diukur ketebalannya, sampel kulit diuji kadar lemaknya.

Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah penurunan ketebalan, kandungan protein terlarut, kadar lemak pada kulit, dan organoleptik. Kadar protein terlarut dinyatakan dalam ppm (part per million), penurunan ketebalan dan kadar lemak pada kulit dalam satuan persen (%), dan uji organoleptik yang dilakukan adalah pengamatan tekstur kulit hasil bating (kelenturan dan ketahanan tekan) dengan scoring dalam skala 1-10. Pengukuran protein terlarut pada cairan

bating dilakukan dengan menggunakan metode Lowry dan pengujian kadar lemak sesuai standar AOAC tahun 2005 (Lampiran 2).

Aktivitas enzim yang terkandung pada bating agent turut diukur pada penelitian ini. Pengukuran aktivitas enzim protease dilakukan dengan metode Bergmeyer dan Grassl (1983), sedangkan aktivitas enzim lipase dengan metode Quinn et al. (1982) dan Shirai et al. (1982).

Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis data hasil bating kulit ikan tuna adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial 3x3 dengan dua kali ulangan. Faktor yang dicobakan adalah konsentrasi (A) dengan taraf 0,5%, 1%,

faktor waktu bating taraf ke-j dan ulangan ke-k : nilai rata-rata yang sesungguhnya (rata-rata populasi)

αi : pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor konsentrasi bating agent

βj : pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor waktu bating

(αβ)ij : pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor konsentrasi bating agent dan

taraf ke-j dari faktor faktor waktu bating

εk(ij) : galat (error) dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh

kombinasi perlakuan ij.

Variabel yang diperoleh dari penelitian ini diuji ragam (anova). Apabila ada pengaruh signifikan dari setiap perlakuan, maka dilakukan uji lanjut (Duncan). Analisis statistik ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS 16.00.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kulit Ikan Tuna

(19)

5 Spesies ini dapat ditangkap sepanjang tahun dengan daerah penyebaran di perairan tropis dan subtropis seperti Samudra Hindia, Pasifik, dan Atlantik. Suhu perairan yang tepat untuk menemukan spesies ini berada pada rentang 18-28oC. Menurut Sjarif et al. (2012), spesies ini memiliki bobot 10-70 kg per ekor dan bobot terbaik mutu ekspor adalah 30 kg. Penampakan tuna sirip kuning dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1 Karakteristik kimiawi kulit ikan tuna Komponen Persen (b/b) Persen (b/b)a

Kadar Air 46,52 56,40

Tabel 1 menunjukkan karakteristik kimiawi kulit ikan tuna. Karakteristik kimiawi ini diperoleh dari hasil analisis proksimat yang dilakukan terhadap komponen yang dimiliki oleh kulit ikan tuna. Terdapat beberapa perbedaan antara karakteristik kimiawi ikan tuna yang dihasilkan dengan karakteristik kimiawi pada literatur.

Komponen kulit ikan tuna paling banyak mengandung air karena kulit ini masih dalam keadaan segar yang ditandai dengan nilai kadar air yang paling tinggi, di antara komponen-komponen lainnya. Kandungan air pada kulit ikan ini adalah sebesar 46,52% dan nilai ini lebih rendah dari pada kandungan air yang berasal dari literatur yakni sebesar 56,4%.

Kulit ikan tuna juga mengandung protein sebesar 31,5% dan hal ini menunjukkan kandungan protein pada ikan lebih tinggi dari pada kandungan protein yang berasal dari literatur, yakni sebesar 22,42%. Perbedaan kandungan protein yang terdapat pada kulit ikan tuna disebabkan karena sampel yang diambil untuk analisis proksimat berasal dari letak bagian kulit yang berbeda. Bagian kulit yang berada di bagian perut mengandung protein lebih sedikit dibandingkan beberapa bagian lainnya seperti ekor dan punggung karena kulit pada bagian perut cenderung lebih banyak mengandung lemak.

Kadar abu pada kulit ikan tuna yang diperoleh adalah sebesar 0,33%. Kadar abu ini lebih rendah jika dibandingkan dengan literatur, yakni 2,68%. Hal ini dipengaruhi oleh adanya mineral seperti K, Na, Ca, Mg, P, Z, dan Fe (Yudhatama 2013).

(20)

6

Kulit ikan tuna mengandung lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 17,5%. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan literatur yang menyebutkan bahwa kandungan lemak pada kulit ikan tuna sebesar 17,51%. Hal ini dapat disebabkan karena lokasi pengambilan sampel pada bagian tubuh tuna tertentu dan masih adanya sisa-sisa daging yang masih menempel ketika pengulitan kulit ikan tuna. Kandungan serat kasar pada kulit ikan tuna ini sebesar 0,32% dan kadar karbohidrat sebesar 3,72% yang dihitung secara by difference.

Kulit ikan tuna merupakan salah satu bahan baku alternatif industri penyamakan kulit. Secara mikroskopis, kulit pada umumnya terdiri atas tiga lapisan, yaitu epidermis, kutis, dan subkutis (Judoamidjojo et al. 1979). Lapisan epidermis adalah lapisan yang terluar dari kulit ikan yang memiliki struktur ketebalan lebih tinggi dibandingkan bagian kulit yang lain. Epidermis ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari pengaruh eksternal, seperti lingkungan, dan biasanya ditumbuhi sisik pada ikan. Lapisan kutis atau corium berada pada lapisan antara epidermis dan subkutis. Lapisan kutis sebagian besar tersusun atas serat-serat tenunan pengikat. Lapisan subkutis merupakan lapisan terdalam dari lapisan-lapisan lainnya yang juga terdiri dari jaringan lemak.

Pada kulit, terdapat sejumlah protein. Ada dua jenis protein yang terdapat pada kulit yaitu protein globular dan protein fibril (serat). Protein globular adalah albumin dan globulin, sedangkan protein serat adalah keratin, elastin, dan kolagen. Pada kulit samak, kolagen inilah yang dimanfaatkan sebagai protein yang berikatan silang dengan bahan penyamak, sehingga sebagian besar proses prapenyamakan bertujuan untuk mempersiapkan kulit mentah menjadi kulit yang siap untuk diberi bahan penyamak.

Penurunan Ketebalan

Ketebalan kulit merupakan salah satu parameter mutu fisik pada hasil kulit samak. Ketebalan kulit ini dipengaruhi adanya proses prapenyamakan yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu liming (pengapuran), deliming (penghilangan kapur),

bating (pelumatan), dan pickling (pengasaman). Proses bating dapat mempengaruhi ketebalan kulit karena pada proses ini terjadi proses hidrolisis protein non kolagen dan lemak secara enzimatik, serta terlarutnya sejumlah kapur yang masih tersisa pada kulit hasil deliming.

Berdasarkan analisis ragam (anova) (Lampiran 5), konsentrasi bating agent

(21)

7

Gambar 2 menunjukkan pengaruh konsentrasi bating agent terhadap penurunan ketebalan kulit. semakin tinggi pula penurunan ketebalan yang dihasilkan kulit hasil bating. Menurut Covington (2011b), konsentrasi bating agent akan berpengaruh terhadap mutu kulit hasil bating. Hal ini disebabkan oleh enzim protease dan lipase yang dikandung bating agent mampu menghidrolisis protein non kolagen dan lemak, serta mengakibatkan hilangnya sejumlah substansi yang membuat ketebalan kulit menurun. Hal tersebut diduga dapat berupa sisa kapur yang masih menempel pada kulit hasil deliming.

Nilai rataan penurunan ketebalan kulit akibat pengaruh konsentrasi bating agent ditunjukkan dalam subset yang berbeda (Lampiran 6). Subset ini merupakan hasil pengelompokan Duncan (Duncan grouping). Nilai rataan yang memiliki subset yang berbeda menunjukkan bahwa ada pengaruh yang berbeda nyata akibat pengaruh konsentrasi bating agent di setiap tarafnya. Konsentrasi bating agent

0% (kontrol) berpengaruh nyata terhadap penurunan ketebalan kulit yang menggunakan bating agent 0,5%, 1%, dan 1,5%. Penggunaan bating agent 0,5% berpengaruh terhadap penurunan ketebalan kulit yang diberi bating agent 1% dan 1,5% secara signifikan. Konsentrasi bating agent 1% dan 1,5% memiliki subset yang sama, yang menandakan bahwa nilai penurunan ketebalan dengan kedua konsentrasi tersebut tidak berbeda nyata. Perlakuan kontrol menghasilkan penurunan ketebalan yang paling rendah diantara sampel dengan perlakuan penambahan bating agent. Hal ini disebabkan karena tidak adanya katalisator sebagaimana fungsi katalisator ini dimiliki oleh enzim (Winarno 2010).

Proses pada tahap prapenyamakan yang paling berpengaruh pada ketebalan kulit adalah proses liming. Liming (pengapuran) dilakukan dengan menambah kapur tohor (Ca(OH)2) dan natrium sulfida (Na2S). Proses ini bertujuan untuk

menghidrolisis protein kulit akibat penambahan Na2S, khususnya pada bagian

epidermis dan subkutis yang mengandung protein globular. Pada proses ini, kolagen relatif lebih sulit mengalami kerusakan akibat perlakuan basa, namun dapat meningkatkan pembuangan non-structural protein atau protein globular pada kulit (Covington 2011b). Kulit hasil liming akan bersifat basa (pH ±12), bertekstur kaku, dan mengalami pembengkakan atau swelling akibat penambahan kapur itu sendiri. Menurut Madhan et al. (2010), protein seperti albumin dan globulin memiliki kelarutan yang tinggi dalam kondisi basa pada proses liming.

Pada kulit yang bengkak, proses fleshing atau pembuangan sisa-sisa daging yang masih melekat akan lebih mudah dilakukan karena lapisan subkutis ikut terbuang. Sisa daging yang tersisa pada kulit akan mengakibatkan proses penyamakan

(22)

8

menjadi kurang sempurna karena sisa daging tersebut menghalangi bahan penyamak untuk masuk dan membentuk crosslinking dengan serat kolagen.

Pada proses liming kulit mengalami pembengkakan atau swelling karena struktur kulit mengikat ion Ca2+ dari Ca(OH)2. Mekanisme pembengkakan kulit

tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Pembengkakan kulit akan menyusut ketika proses deliming atau penghilangan kapur dengan deliming agent berupa garam amonium atau asam lemah. Proses ini akan menurunkan pH kulit hasil liming yang sebelumnya bersifat basa. Penggunaan garam amonium berdampak pada pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan nitrifikasi pada badan air (Colac dan Kilic 2007). Asam borat yang tergolong asam lemah dapat digunakan sebagai non-amonium deliming agent karena memiliki kemampuan penetrasi dan dapat mengurasi resiko terjadinya swelling pada kulit (Yunhang et al. 2011).

Pada industri penyamakan kulit, garam yang paling sering digunakan adalah garam amonium klorida dan amonium sulfat. Dengan adanya ion sulfat dan ion klorida, ion kalsium dapat terikat menjadi garam larut air. Mekanisme pengikatan ion Ca2+ oleh ion sulfat dan ion klorida dapat dilihat pada Gambar 4.

Sampel kulit yang diberi perlakuan bating akan memiliki nilai ketebalan yang lebih kecil dibandingkan sampel kulit hasil deliming karena zat-zat yang terbuang pada kulit akan semakin banyak. Zat-zat tersebut adalah protein, lemak, dan sisa kapur. Menurut Ya-nan et al. (2013), kulit yang diberi perlakuan bating

akan kehilangan sejumlah protein dan lemak yang dapat larut pada cairan bating.

Kapur yang terkandung pada kulit hasil deliming tidak akan hilang seluruhnya dan masih menyisakan 0,2-0,4% kapur (Ya-nan et al. 2013). Oleh karena itu, proses

bating juga berperan dalam penurunan ketebalan kulit.

Pada penelitian ini, konsentrasi bating agent terbaik adalah 1%, karena pada konsentrasi tersebut nilai penurunan ketebalan yang dimiliki lebih tinggi dibanding konsentrasi 0% dan 0,5%. Namun nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai penurunan ketebalan yang dihasilkan oleh konsentrasi 1,5%. Dengan pertimbangan efisiensi penggunaan bating agent juga maka konsentrasi 1% dipilih sebagai konsentrasi terbaik dalam menurunkan ketebalan. Pemilihan konsentrasi ini juga akan dipertimbangkan pada kedua respon lainnya, yaitu kadar protein terlarut dan penurunan kadar lemak kulit. Waktu terbaik dalam proses

bating adalah 0,5 jam. Hal ini disebabkan berbagai taraf waktu tidak berpengaruh Gambar 3 Proses pengikatan ion Ca2+ dalam kolagen kulit (Hendryanto 2013)

CaSO4 + 2OH-

CaCl2 + 2OH

-Ca(OH)2 + SO42-

Ca(OH)2 + Cl-

(23)

9 signifikan dan dapat dikatakan bahwa baik 0,5, 1,5, dan 2,5 jam memiliki pengaruh yang sama terhadap penurunan ketebalan kulit.

Kadar Protein

Bating (pelumatan) merupakan proses untuk menyempurnakan pembuangan protein non kolagen. Protein adalah senyawa kompleks yang terdiri atas asam-asam amino yang diikat satu sama lain dengan ikatan peptida (Winarno 2010). Asam amino terdiri atas rantai karbon (radikal, R), atom hidrogen, dan gugus karboksilat (COOH), dan terkadang gugus hidroksil (OH), belerang (S), serta gugus amino (NH2). Proses bating melanjutkan pembuangan protein yang

dilakukan pada proses sebelumnya, yaitu liming. Pada proses liming, protein yang terkandung pada lapisan epidermis dan subkutis dihidrolisis.

Berdasarkan analisis ragam (anova) (Lampiran 7) pada pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating, keduanya memiliki nilai signifikansi sebesar 0,00 (< 0,05) yang menandakan bahwa konsentrasi bating agent dan watu

bating berpengaruh pada variabel kadar protein terlarut. Pengaruh konsentrasi

bating agent dan waktu bating dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Interaksi antara faktor konsentrasi bating agent dan waktu bating tidak berpengaruh pada kadar protein terlarut yang ditandai dengan nilai signifikansi yang dihasilkan sebesar 0,16 (> 0,05).

Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan pengaruh konsentrasi bating agent

dan waktu bating terhadap kadar protein terlarut. Gambar 5 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi bating agent yang digunakan, semakin banyak pula kadar

Gambar 5 Hubungan konsentrasi bating agent terhadap kadar protein terlarut

(24)

10

protein yang terlarut dalam cairan hasil bating (Covington 2011b). Begitu pula dengan waktu (Gambar 6), semakin lama waktu bating akan meningkatkan laju reaksi hidrolisis protein yang ada pada kulit.

Nilai rataan kadar protein terlarut akibat pengaruh konsentrasi bating agent

(Lampiran 8) dan waktu bating (Lampiran 9) memiliki subset yang berbeda. Subset ini merupakan hasil pengelompokan Duncan (Duncan grouping). Nilai rataan yang memiliki subset yang berbeda menunjukkan bahwa ada pengaruh yang berbeda nyata akibat pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating di setiap tarafnya. Konsentrasi bating agent 0% (kontrol) berpengaruh pada kadar protein terlarut yang menggunakan bating agent 0,5%, 1%, dan 1,5% secara signifikan. Konsentrasi bating agent 0,5%, 1%, dan 1,5% memiliki subset yang sama, yang menandakan bahwa ketiga konsentrasi tersebut tidak memberikan berpengaruh dalam peningkatan kadar protein terlarut secara signifikan. Masing-masing perlakuan waktu bating (0,5, 1,5, 2,5 jam) memberikan nilai peningkatan kadar protein terlarut yang berbeda nyata. Hal ini ditandai dengan pengelompokan Duncan (Duncan grouping) yang didapatkan memiliki subset yang berbeda.

Bating agent yang umum digunakan oleh industri penyamakan kulit adalah enzim yang berasal dari ekstrak pankreas dengan berbagai macam merk dagang. Enzim protease merupakan salah satu enzim yang terkandung pada pankreas. Hal ini dibuktikan dengan adanya aktivitas enzim protease sebesar 1,13 U/g.menit pada bating agent yang digunakan. Kinerja bating agent pada proses pelumatan ditandai dengan banyaknya kandungan protein pada kulit yang menurun. Analisis kadar protein terlarut ini juga dapat dideteksi melalui larutan hasil bating dengan metode Lowry (Ya-nan et al. 2013; Madhan et al. 2010). Pengujian kadar protein ini bertujuan untuk mengukur protein dari kulit yang terlarut di dalam cairan hasil

bating.

(25)

11 Mekanisme kerja enzim protease yang terkandung dalam bating agent

adalah dengan memutus ikatan peptida pada protein non kolagen, sehingga pada saat pengukuran kadar protein terlarut, asam-asam amino sebagai residu pada proses hidrolisis protein tersebut dinyatakan sebagai protein yang terhidrolisis yang larut di dalam cairan bating (Gambar 7). Enzim protease akan mempercepat proses hidrolisis protein yang terjadi. Hidrolisis protein adalah proses pemecahan kompleks protein dengan melibatkan air. Air yang tersedia dalam larutan bating

akan memecah ikatan peptida. Ion H+ akan berikatan dengan gugus amina pada suatu asam amino dan ion OH- akan berikatan dengan gugus karboksil yang ada pada asam amino lainnya.

Enzim memiliki keistimewaan berupa daya katalitik dan spesifisitas yang sangat tinggi (Winarno 2010). Protein kolagen tidak ikut terhidrolisis pada proses

bating tersebut karena kolagen relatif lebih stabil terhadap adanya enzim protease yang mengandung tripsin dan kimotripsin. Namun kolagen dapat terdenaturasi oleh panas dan dalam keadaan tersebut, kolagen dapat dengan mudah terhidrolisis oleh enzim protease. Enzim yang dapat menghidrolisis kolagen dalam keadaan belum terdenaturasi adalah enzim kolagenase yang mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap substrat yang memiliki asam amino prolin, hidroksiprolin, dan glisin (Winarno 2010).

Asam amino yang terlarut di dalam cairan bating agent berupa triptofan dan tirosin. Hal ini berdasarkan prinsip pengukuran kadar protein terlarut metode Lowry yaitu untuk mengetahui kandungan protein yang terlarut dalam suatu larutan. Reaksi antara Cu2+ dan ikatan peptida dengan mereduksi asam fosfolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan yang merupakan residu protein dan menghasilkan warna biru (Lowry et al. 1951). Kepekatan warna biru yang dihasilkan menandakan banyaknya residu protein yang terkandung pada cairan hasil bating. Kepekatan warna tersebut diukur dengan spektrofotometri untuk diukur nilai absorbansinya, sehingga konsentrasi protein terlarut (ppm) dapat diukur juga dari rumus persamaan garis yang diperoleh ketika membuat kurva standar.

Konsentrasi terbaik dalam proses bating belum dapat ditentukan pada respon kadar protein terlarut dengan berbagai taraf konsentrasi (0,5%, 1%, dan 1,5%) karena tidak berpengaruh pada respon tersebut secara signifikan. Namun konsentrasi terbaik sudah dapat ditentukan dari respon penurunan ketebalan yaitu pada konsentrasi 1%. Respon lain yang turut dipertimbangkan lebih lanjut dan dapat memperkuat alasan pemilihan konsentrasi tersebut adalah penurunan kadar lemak kulit. Waktu terbaik dalam proses bating adalah 2,5 jam karena pada waktu tersebut memiliki nilai kadar protein terlarut yang paling tinggi di antara kedua waktu lainnya (0,5 jam dan 1,5 jam). Nilai tersebut juga berbeda nyata dengan nilai-nilai kadar protein terlarut dengan berbagai waktu lainnya. Nilai kadar protein terlarut kondisi terbaik ini yaitu sebesar 1502 ppm.

Kadar Lemak

(26)

12

ekstrak pankreas yang digunakan sebagai bating agent. Lemak merupakan cadangan energi terbesar pada tubuh makhluk hidup. Lemak atau trigliserida terdiri atas gliserol dan asam lemak. Lipase yang dikandung pankreas merupakan enzim yang diproduksi dalam sel asiner pankreas dan dialirkan ke duodenum.

Berdasarkan analisis ragam (anova) (Lampiran 7) pada pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating masing-masing memiliki nilai signifikansi sebesar 0,00 dan 0,04 (< 0,05) yang menandakan bahwa baik konsentrasi bating agent maupun waktu bating berpengaruh pada variabel penurunan kadar lemak. Pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating

dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Interaksi antara faktor konsentrasi

bating agent dan waktu bating tidak berpengaruh pada penurunan kadar lemak yang ditandai dengan nilai signifikansi yang dihasilkan sebesar 0,88 (> 0,05).

Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan pengaruh konsentrasi bating agent

dan waktu bating terhadap penurunan kadar lemak. Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bating agent akan meningkatkan penurunan kadar lemak pada kulit. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi bating agent akan mempercepat laju reaksi hirolisis lemak yang terjadi (William 2013). Begitu juga dengan waktu bating yang semakin lama (Gambar 9). Hal ini akan berdampak pada penurunan kadar lemak yang semakin banyak jumlahnya. Waktu

bating yang tepat tentu akan membuat proses pemecahan lemak terjadi secara sempurna. Namun jika waktu bating yang digunakan terlalu sebentar, proses hidrolisis lemak ini belum terjadi secara sempurna yang ditandai dengan rendahnya penurunan kadar lemak yang terjadi.

Nilai rataan penurunan kadar lemak akibat pengaruh konsentrasi bating agent (Lampiran 8) dan waktu bating (Lampiran 9) memiliki subset yang berbeda. Subset ini merupakan hasil pengelompokan Duncan (Duncan grouping). Nilai

Gambar 8 Hubungan konsentrasi bating agent dengan penurunan kadar lemak

(27)

13 rataan yang memiliki subset yang berbeda menunjukkan bahwa ada pengaruh yang berbeda nyata akibat pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating di setiap tarafnya. Konsentrasi bating agent 0% (kontrol) berpengaruh pada penurunan kadar lemak yang menggunakan bating agent 0,5%, 1%, dan 1,5% secara signifikan. Konsentrasi bating agent 0,5% dan 1,5% memiliki subset yang sama, yang menandakan bahwa kedua konsentrasi tersebut tidak memberikan perubahan yang nyata terhadap penurunan kadar lemak. Namun penggunaan

bating agent 1% berpengaruh pada penurunan kadar lemak kulit yang diberi

bating agent 1,5%. Waktu bating 0,5 jam memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap kadar lemak kulit yang diberi perlakuan waktu selama 1,5 jam. Namun waktu bating 0,5 jam memberi nilai kadar lemak yang berbeda nyata dengan pengaruh waktu 2,5 jam. Hal ini ditandai dengan pengelompokan Duncan bahwa nilai-nilai ini memiliki subset yang berbeda.

Hidrolisis lemak yang terjadi pada proses bating dipengaruhi adanya enzim lipase yang dikandung pada bating agent berupa ekstrak pankreas. Aktivitas enzim lipase yang terdapat pada bating agent ini sebesar 0,051 U/g.menit. Enzim lipase berfungsi mengkatalisis penguraian trigliserida (lemak) menjadi digliserida dan asam lemak. Selain itu, lipase juga dapat menghidrolisis digliserida lebih lanjut menjadi monogliserida dan bahkan yang heterogen. Menurut Winarno (2010), hal ini berarti lipase sangat lambat kerjanya pada larutan lemak dalam air dan menjadi sangat cepat dalam keadaan emulsi.

Kerja lipase juga memiliki spesifitas terhadap lokasi atau posisi ester. Skema hidrolisis trigliserida dapat dilihat pada Gambar 10. Pada gambar tersebut, ester yang letaknya pada bagian luar molekul yaitu alkohol primer akan lebih dulu dipecah, kemudian diikuti oleh pemecahan alkohol sekunder yaitu posisi tengah.

Gambar 11 Mekanisme hidrolisis trigliserida oleh air (Ketaren 1986) Trigliserida (a)

(28)

14

Mekanisme hidrolisis lemak terjadi karena adanya keterlibatan air (Gambar 11). Air akan memutus ikatan karboksilat yang terdapat pada trigliserida. Ion H+ akan membentuk asam lemak sedangkan ion OH- akan membentuk gliserol dari hasil pemecahan trigliserida. Lemak yang hilang dari permukaan kulit akan membantu kulit untuk mempermudah penyerapan dan pembentukan crosslinking

antara bahan penyamak dan kolagen (Judoamidjojo 1979).

Konsentrasi bating agent terbaik yaitu pada konsentrasi 1%, karena pada konsentrasi tersebut nilai penurunan kadar lemak yang dimiliki lebih tinggi dibanding konsentrasi 0% dan 0,5%. Namun nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai kadar lemak yang dihasilkan pada konsentrasi 1,5%. Dengan pertimbangan efisiensi penggunaan bating agent juga maka konsentrasi 1% dipilih sebagai konsentrasi terbaik dalam penurunan kadar lemak. Waktu terbaik dalam proses bating adalah 2,5 jam karena pada waktu tersebut memiliki nilai penurunan kadar lemak yang paling tinggi di antara kedua waktu lainnya (0,5 jam dan 1,5 jam). Penurunan kadar lemak pada kondisi terbaik ini yaitu sebesar 1,6%.

Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik atau sensori adalah pengujian untuk menilai mutu suatu benda menggunakan indra yang dimiliki manusia (Setyaningsih et al. 2010). Mutu organoleptik kulit hasil bating dilakukan pada tekstur kulit melalui perabaan. Tekstur dijadikan sebagai salah satu parameter untuk menentukan mutu fisik kulit yang telah diproses, baik itu pada proses bating, maupun proses penyamakan. Parameter tekstur yang diamati adalah ketenturan dan ketahanan tekan kulit terhadap beban yang diberikan.

Tabel 2 menunjukkan hubungan antara konsentrasi bating agent dan waktu

bating terhadap mutu organoleptik tekstur. Data tersebut menunjukkan bahwa Tabel 2 Hubungan konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap

kelenturan dan ketahanan tekan kulit hasil bating

Konsentrasi

1-3 : agak lentur/tidak berbekas

4-7 : lentur/berbekas

(29)

15 semakin tinggi konsentrasi bating agent yang digunakan membuat kulit semakin lentur dan berbekas apabila ditekan dengan beban. Kelenturan menandakan bahwa kulit kehilangan kandungan protein non kolagen seperti elastin, keratin, sistin, dan lain sebagainya akibat proses bating. Elastin akan memberikan elastisitas yang baik pada kulit. Keratin merupakan protein yang terkandung pada kulit bagian epidermis yang memberikan tekstur kulit relatif lebih tebal dan keras dari pada bagian kulit lainnya. Begitu juga dengan sistin. Protein ini mengandung atom S (sulfur) yang berikatan dengan asam amino pembentuknya. Ketahanan tekan kulit yang rendah juga diakibatkan kehilangan protein dan juga lemak sehingga kulit nampak „kosong‟ dan cenderung sulit untuk kembali ke bentuk semula jika ditekan dengan suatu beban.

Pada industri penyamakan kulit, proses bating dapat dikatakan cukup apabila tekstur kulit hasil bating memiliki ketahanan tekan yang rendah (Judoamidjojo et al. 1979). Ini berarti bahwa apabila kulit ditekan dengan jari, kulit tidak mudah kembali ke bentuk semula dan meninggalkan bekas tekan. Namun, apabila kulit hasil bating masih agak keras dan tidak meninggalkan bekas tekan, biasanya industri melanjutkan bating dengan penambahan waktu. Terkait parameter tekstur, waktu bating perlu diperpanjang atau tidak, tergantung pada mutu kulit yang diinginkan.

Penentuan Kombinasi Perlakuan Terbaik

Penentuan kombinasi perlakuan terbaik pada penelitian ini dilakukan berdasarkan pada sifat fisik, kimiawi, dan mutu organoleptik yang dihasilkan. Proses bating dapat dikatakan cukup baik apabila kulit bating yang dihasilkan memiliki tekstur yang lentur dan apabila ditekan meninggalkan bekas tekan yang tidak mudah kembali ke bentuk semula kulit. Hal ini menandakan bahwa kandungan kimiawi kulit seperti protein dan lemak telah hilang atau dihidrolisis oleh bating agent. Selain itu pula, adanya sisa kapur yang terlarut pada kulit juga turut mempengaruhi tekstur kulit hasil bating. Kehilangan kandungan kimiawi ini akan berdampak pada sifat fisik seperti penurunan ketebalan.

Pada penelitian ini, kombinasi perlakuan terbaik yang dipilih adalah bating agent dengan konsentrasi 1% dan waktu 2,5 jam. Konsentrasi 1% merupakan konsentrasi terbaik karena pada beberapa parameter yang diuji secara umum menurut uji statistik (uji ragam dan uji lanjut) berpengaruh pada semua respon kulit hasil bating yang diberi konsentrasi 0,5%. Namun konsentrasi 1% tidak memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kulit hasil bating yang diberi konsentrasi 1,5%. Waktu 2,5 jam merupakan waktu terbaik karena bating agent

(30)

16

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Konsentrasi bating agent berpengaruh dalam menurunkan ketebalan, kadar lemak, dan meningkatkan kadar protein terlarut. Waktu bating berpengaruh dalam meningkatkan kadar protein terlarut dan menurunkan kadar lemak. Namun, interaksi kedua faktor tersebut tidak berpengaruh terhadap semua variabel yang diamati. Konsentrasi bating agent 1% dan waktu bating 2,5 jam merupakan kombinasi perlakuan terbaik dari penelitian ini. Penurunan ketebalan pada kondisi tersebut sebesar 5,6%, kadar protein terlarut 1502 ppm, dan penurunan kadar lemak sebesar 1,6%. Pada kondisi tersebut, mutu organoleptik kulit yang dihasilkan memiliki tekstur yang lentur dan berbekas apabila diuji ketahanan tekan.

Saran

Faktor konsentrasi bating agent dan waktu bating merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kulit hasil bating. Dalam melakukan penelitian ini, diperlukan suhu dan pH yang sesuai agar bating agent dapat bekerja secara sempurna. Kondisi yang sesuai untuk melakukan bating dengan menggunakan ekstrak pankreas yaitu suhu 30-40oC dan pH 7,5-8,5.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Tuna [internet]. [diacu 2014 20 Juli]. Tersedia dari http://pengetahuanumum.net/tuna/.

Colac SM, Kilic E. 2007. Deliming with Leak Acids: Effect on Leather Quality and Effluent. Journal of The Society of Leather Technologists and Chemists. 92 (3): 120-123.

Covington AD. 2011a. Tanning Chemistry The Science of Leather. Northampton (UK): The Royal Society of Chemistry.

Covington AD. 2011b. Prediction in Leather Processing: A Dark Art or a Clear Possibility? Procter Memorial Lecture. Journal of The Society of Leather Technologists and Chemists. 95 (6): 231-242.

Habibi A, Dwi A, Sugiyanta. 2011. Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Perikanan Tuna – Panduan Penangkapan dan Penanganan. Jakarta (ID): WWF-Indonesia.

Hastuti TU. 2013. Penyamakan Kulit Ikan Tuna (Thunnus Sp) dengan Kombinasi Penyamak Krom dan Nabati. Bogor (ID): IPB.

(31)

17 Judoamidjojo RM, Fahidin, Basuki. 1979. Komoditi Kulit di Indonesia. Bogor

(ID): Departemen Teknologi Hasil Pertanian.

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Press.

Krishnaraj K, Thanikaivelan, Chandrasekaran B. 2010. Effect of Chromium and Tanning Method on The Drape of Goat Suede Apparel Leathers. The Journal of The American Leather Chemists Association. 105: 71 – 77. Lowry OH, Nira JR, A Lewis F, Rose JR. 1951. Protein Measurement with The

Folin Phenol Reagent. The Journal of Biological Chemistry. 193: 265-275. Madhan B, J Rao, B Nair. 2010. Studies on The Removal of Interfibrillary

Materials Part I: Removal of Protein, Proteoglycans, Glycosoaminoglycans from Conventional Beamhouse Process. The Journal of The American Leather Chemists Association. 105 (5): 145-149.

Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID): Alfabeta. Peranginangin R, Agusman, dan Achmad P. 2011. Penelitian dan Pengembangan

Hasil Samping Industri Perikanan. Jurnal. Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan. ISBN 978-602-9619: 78-98.

Saravanbhavan S, Rao JR, Nair BU. 2006. A New Leather Making Process for Meeting Eco-Label Standards: Processing Goat Skins. The Journal of The American Leather Chemists Association. 105: 181-188.

Satria A, Eva A, Akhmad S. 2009. Globalisasi Perikanan: Reposisi Indonesia?.

Bogor (ID): IPB Press.

Setyaningsih D, Anton A, dan Maya PS. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press.

Sjarif B, Suwardiyono, Syahasta D G. 2012. Penangkapan dan Penanganan Ikan Tuna Segar di Kapal Rawai Tuna. Semarang (ID): Balai Besar Pengembangan dan Penangkapan Ikan.

Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC. Shirai K, Jackson RL. 1982. Lipoprotein Lipase-catalyzed Hydrolysis of

p-Nitrophenyl Butyrate. Interfacial Activation by Phospholipid Vesicles. Journal of Biological Chemistry. 257 (3): 1253-1258.

Quinn DM, Shirai K, Jackson RL, Harmony JAK. 1982. Lipoprotein Lipase Catalyzed Hydrolysis of Water-soluble p-Nitrophenyl Ester: Inhibition by Apolipoprotein-II. Biochemistry. 21:6872–6879.

William J. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim [internet]. [diacu 2014 12 Agustus]. Tersedia dari http://www.jendelasarjana.com/2013/09/ faktor-yang-mempengaruhi-kerja-enzim.html.

Winarno FG. 2010. Enzim Pangan. Bogor (ID): M-Brio Press.

Ya-nan W, Yunhang Z, Xuepin L, Wenhua Z, Bi S. 2013. Removal of Calcium from Pelt During Bating Process: An Effective Approach for Non-Ammonia

Bating. The Journal of The American Leather Chemists Association. 108 (4): 120-127.

Yudhatama R. 2013. Penentuan Konsentrasi Ca(OH)2 dan Suhu untuk Proses

(32)

18

(33)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

Shaker Sentrifuse merk Hermle tipe Z 383 K

Thickness gauge (leather) merk

CheckLine tipe J-40-L

(34)

20

Kulit ikan tuna hasil bating.

Sampel direndam dalam larutan bating yang berisi akuades 100%, K% bating agent (K=0,5, 1, 1,5) dalam shaker T=29-30oC, 150 rpm, pada waktu W jam (W=0,5, 1,5, 2,5).

Kulit ikan tuna bersih

Sampel dipotong dengan ukuran 6x6 cm2

Sampel direndam dalam larutan liming (akuades 400%, Na2S 3%, Ca(OH)2 5%) dalam shaker, T=30oC, 150 rpm,

t=105 menit.

Sampel diangkat dan didiamkan selama 16 jam 15 menit dalam shaker. Kemudian sampel dicuci sampai bersih.

Sampel direndam dalam larutan non ammonia deliming agent 1,4%, degreasing agent 0,4%, akuades 200%, dalam shaker T=29-30oC, t=120 menit, 150 rpm.

Sampel diukur ketebalan di tiga titik yang berbeda

Lampiran 2 Diagram alir proses bating kulit ikan tuna (modifikasi dari Wang et al.

2013)

(35)

21 Lampiran 3 Prosedur analisis pengujian

a. Kadar Air (AOAC 1980)

Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dalam cawan dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 8 jam. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung selama 4 jam. Sampel selanjutnya ditimbang dan dihitung kadar abunya.

Kadar air (%) = Bobot sampel terekstrak x 100% Bobot sampel

c. Kadar Protein Kasar (AOAC 1980)

Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambah selenium 0,25 gram dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian sampel dilakukan

destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan berwarna jernih. Setelah dingin, larutan ditambah 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40% lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% yang telah ditetesi indikator brom cresol

green-methyl red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan. Larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga berwarna merah muda, perlakuan yang sama juga dilakukan pada blanko. Jumlah titrasi ini kemudian diukur dan dimasukkan ke dalam perhitungan untuk didapatkan kadar nitrogen total.

Kadar N (%) = (ml titrasi sampel – ml titrasi blanko) x N HCl x 14 x 100% Bobot sampel awal (mg) x 1000

Keterangan: kadar N diperoleh dengan mengalikan kadar nitrogen dengan faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan yakni sebesar 5,18-6,38.

d. Kadar Serat Kasar (AOAC 1980)

Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1,25% dan

dipanaskan hingga mendidih. Kemudian sampel dilakukan destruksi selama 30 menit dan disaring dengan kertas saring yang dibantu dengan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu dilakukan destruksi kembali dengan NaOH 1,25% selama 30 menit. Lalu sampel disaring dengan cara yang sama seperti sebelumnya dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1,25% mendidih, 25 ml akuades

sebanyak 3 kali dan 25 ml alkohol. Residu dan kertas saring dipindahkan ke cawan porselen dan dikeringkan dalam oven 130oC selama 2 jam. setelah dingin, residu beserta cawan porselen ditimbang (A), lalu dimasukkan dalam tanur 600oC selama 30 menit, kemudan didinginkan dan ditimbang kembali (B).

Bobot serat kasar = W – Wo Keterangan:

(36)

22

= A – (bobot kertas saring + cawan)

= (bobot residu + kertas saring + cawan) – (bobot kertas saring + cawan) Wo = bobot residu setelah dibakar dalam tanur

= B – bobot cawan

= (bobot residu + cawan) – bobot cawan

Kadar serat kasar (%) = Bobot serat kasar x 100% Bobot sampel

e. Kadar Lemak (AOAC 2005)

Pengujian kadar lemak dilakukan pada sampel kulit sebelum dan sesudah proses bating. Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring

dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet.

Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40°C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar

lemak adalah sebagai berikut:

Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode carbohydrat by difference. Perhitungan dengan metode ini yakni: 100% - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak + kadar serat).

g. Pengukuran Ketebalan Kulit

Ketebalan sampel kulit sebelum bating dan sesudah bating diukur dengan menggunakan thickness gauge (leather). Cara mengukur ketebalan dengan menggunakan alat ini adalah dengan meletakkan kulit di antara beban dan meja alat. Kemudian sampel ditekan dengan beban tersebut selama ±10 detik hingga menghasilkan nilai ketebalan kulit yang stabil. Nilai yang ditampilkan oleh

display adalah nilai ketebalan dengan satuan mm atau inch. h. Kadar Protein Terlarut (Lowry 1951)

(37)

23 Preparasi sampel dilakukan dengan cara berikut:

1. Sampel harus berupa cairan. Jika sampel berwujud padatan, sampel harus dihancurkan terlebih dahulu ditambah air akuades. Sampel selanjutnya disaring dan disentrifus. Supernatan didekantasi untuk digunakan selanjutnya. Protein yang terukur pada supernatan adalah protein terlarut.

2. Jika sampel berwujud cairan berupa larutan protein konsentrat, isolat tidak keruh, maka sampel cukup diencerkan saja, tetapi jika sampel berupa cairan keruh harus dilakukan tahap berikut:

- Cairan atau ekstrak didistribusikan ke dalam tabung reaksi seperti penetapan standar dengan cara biuret. Kemudian cairan ditambahkan akuades sampai 1 ml.

- Cairan ditambahkan tricloroacetic acid (TCA) 10% sehingga protein dalam cairan terdenaturasi

- Cairan disentrifus pada 3000 rpm selama 10 menit

- Endapan kering hasil sentrifuse ditambah akuades sebanyak 4 ml - Larutan berisi endapan ditambah pereaksi biuret sebanyak 6 ml.

Pereaksi biuret terdiri dari 3 gram CuSO4.5H2O ditambah 9 gram Na.

K. Tartarat dalam 500 ml NaOH (natrium hidroksida) 0,2 N dan kemudian ditambah KI (kalium iodida). Larutan tersebut selanjutnya diencerkan dengan NaOH 0,2 N hingga volumenya 1 L)

3. Sampel cairan yang akan diukur kadar protein terlarutnya dipipet sebanyak 0,1-1 ml.

Adapun pereaksi yang digunakan dalam metode Lowry: 1. Na2CO3 2% dalam larutan NaOH 0,1 N

2. CuSO4 0,5% dalam larutan Na K Tartarat 1%

3. Larutan 1 dan 2 dicampurkan dengan perbandingan 50:1 4. Pereaksi Folin Ciocalteu yang dilarutkan dalam akuades 1:1

5. Larutan protein standar atau larutan Bovine Serum Albumin (BSA) 0,25 mg/ml

Cara kerja metode Lowry:

1. Larutan protein standar dibuat dengan mencampurkan BSA sebanyak 0, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, 1 ml ditambah akuades hingga volumenya 4 ml. Kemudian larutan ditambah 5,5 ml pereaksi (3) dan dibiarkan selama 10-15 menit.

2. Larutan protein standar ditambah 0,5 ml pereaksi (4) kemudian dikocok cepat

3. Larutan dibiarkan selama ±30 menit hingga terbentuk warna biru 4. Absorbansi masing-masing larutan pada 650 nm

5. Nilai absorbansi dicatat dan dibuat kurva standar

6. Langkah yang sama dilakukan pada sampel uji dengan menggunakan supernatan sampel sebanyak 1 ml.

i. Aktivitas Enzim Lipase (Quinn et al. 1982 dan Shirai et al. 1982) Larutan Pereaksi:

(38)

24

Prosedur:

1. Sejumlah ekstrak (enzim) dipipet sebanyak 0,45 ml dalam tabung reaksi

2. Sebanyak 0,54 ml larutan buffer fosfat 0,05 M, pH 7,0 dimasukaan dan dikocok dengan menggunakan alat kocok tabung reaksi (vorteks) 3. Sebanyak 0,01 ml larutan Para-nitro butirat 0,2 M dimasukkan dan

dikocok dengan menggunakan vorteks 4. Diinkubasi pada suhu 35oC selama 10 menit

5. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm, gunakan blanko dengan menggunakan akuades (0 ml ekstrak)

6. Standar Para-nitro fenol dibuat dengan konsentrasi 0, 10 hingga 100 µg dengan menggunakan pereaksi di atas.

j. Aktivitas Enzim Protease (Bergmeyer dan Grassl 1983)

Blanko (ml) Standar (ml) Sampel (ml)

Buffer Phospat (0.05 M, pH 7) 1 1 1

Substrat kasein 2% 1 1 1

Enzim - - 0,2

Tirosin standar (5 mM) - 0,2 -

Akuades 0,2 - -

Inkubasi pada suhu 37oC, selama 10 menit tepat

Trichloroacetic acids (0.1M) 2 2 2

Akuades - - 2

Enzim 2 2 -

Inkubasi 37oC, 10 menit. Sentrifugasi 4.000 rpm selama 10 menit

Filtrat 1,5 1,5 1,5

Na2CO3 ( 0,4 M) 5 5 5

Folin ciocalteau (1:2) 1 1 1

Inkubasi 37oC, 20 menit. Baca absorbansi pada = 578 nm Aktivitas protease dihitung dengan rumus:

Unit/ml.gram

(39)

25

Kulit ikan tuna yang diproses dalam jar

Kulit hasil liming

Kulit hasil deliming Kulit hasil bating

Sampel cairan hasil bating Preparasi sampel untuk pengujian protein terlarut

(40)

26

Lampiran 5 Hasil analisis varian/ragam pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap penurunan ketebalan kulit

Sumber Keragaman df SS MS F value Sig

Corrected Total 23 96,204

* Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 6 Hasil analisis uji lanjut (Duncan) konsentrasi bating agent terhadap penurunan ketebalan kulit

Lampiran 7 Hasil analisis varian/ragam pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap kadar protein terlarut

Sumber Keragaman df SS MS F value Sig

Corrected Model 11 3,028 x 106 275318,110 13,553 0,000 Intercept 1 2,536 x107 2,536 x 107 1,248 x103 0,000 Konsentrasi 3 1619384,475 539794,825 26,572 0,000*

Waktu 2 1172902,408 586451,024 28,869 0,000*

Konsentrasi*Waktu 6 236212,684 39368,781 1,938 0,155

Error 12 243769,810 20314,151

Total 24 2,863 x 107

Corrected Total 23 3272269,017 * Berpengaruh nyata pada taraf 5%

(41)

27 Lampiran 9 Hasil analisis uji lanjut (Duncan) waktu bating terhadap kadar protein terlarut

Waktu N Subset

1 2 3

0,5 8 7,4672 x 102

1,5 8 1,0504 x 103

2,5 8 1,2868 x 103

Sig. 1,000 1,000 1,000

Lampiran 10 Hasil analisis varian/ragam pengaruh konsentrasi bating agent dan waktu bating terhadap penurunan kadar lemak

Sumber Keragaman df SS MS F value Sig

Corrected Model 11 5,384 0,53 11,274 0,000

Intercept 1 32,667 32,667 694,543 0,000

Konsentrasi 3 5,352 1,784 37,930 0,000*

Waktu 2 0,375 0,188 3,991 0,047*

Konsentrasi*Waktu 6 0,106 0,018 0,377 0,880

Error 12 0,564 0,047

Total 24 39,065

Corrected Total 23 6,398

* Berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 11 Hasil analisis uji lanjut (Duncan) konsentrasi bating agent terhadap kadar lemak

Konsentrasi N Subset

1 2 3

0 6 0,3800

0.5 6 1,2250

1.5 6 1,4833 1,4833

1 6 1,5783

Sig. 1,000 0,061 0,463

Lampiran 12 Hasil analisis uji lanjut (Duncan) waktu bating terhadap kadar lemak

Waktu N Subset

1 2

0.5 8 0,9988

1.5 8 1,2025 1,2025

2.5 8 1,2988

(42)

28

RIWAYAT HIDUP

Hafizah Khaerina lahir di Bogor pada tanggal 25 Januari 1993 dari ayah bernama Chilwan Pandji dan ibu Novie Srinovani. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara, dengan kakak bernama Chilfi Furqan, Nisa Zahra, dan Zainati Fakhrina.

Penulis menempuh studi di SMPN 6 Bogor tahun 2004-2007, SMAN 6 Bogor tahun 2007-2010, dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) pada tahun 2010.

Selama masa studi di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Penyimpanan dan Penggudangan pada tahun 2014. Selain itu, penulis juga merupakan salah satu anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (Himalogin) sejak tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada bulan Juni-Agustus 2013 di PT Goodyear Indonesia Tbk, Bogor. Penulis memperdalam teori dan praktek mengenai Sistem Jaminan Mutu pada departemen

Gambar

Gambar 2 Hubungan konsentrasi bating agent dengan penurunan ketebalan
Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan pengaruh konsentrasi  dan waktu tinggi konsentrasi bating agent bating terhadap kadar protein terlarut
Gambar 7 Mekanisme hidrolisis protein oleh air (Sumardjo 2006)
Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan pengaruh konsentrasi bating agentkadar lemak pada kulit
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian aktivitas antibakteri pasta gigi ekstrak etanol bunga turi terhadap bakteri Streptococcus mutans belum dapat disimpulkan dengan pasti bahwa pasta gigi

Dari uraian tersebut di atas yang menyangkut pemberdayaan ekonomi umat manusia koperasi dan BMT merupakan suatu wadah yang sangat sesuai dengan pemberdayaan perekonomian menurut

Sasaran yang dituju adalah pengguna media sosial Instagram dan anggota WA grup PKK RT 001/ RW 04, banyak like yang menunjukkan respon positif dari para pengguna media

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2012 yang merupakan revisi dari Permentan Nomor 12 Tahun 2011 dan mulai berlaku 1 Januari 2012 menjelaskan komponen HPP

Ke tabel Retur Pembelian dan Retur PembelianDetil record terakhir Tampilkan satu record atribut Retur Pembelian dan Retur PembelianDetil Apabila tekan tombol “Laporan

2. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana

Total Bakteri Ayam Opor yang Disimpan di Plato Stainless Steel Tertutup pada Suhu Ruang. Hasil perhitungan total bakteri ayam opor yang disimpan di plato

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan keausan akibat beban gelinding-gesek dari perlakuan quench-hardening pada material baja AISI 1065.. Untuk