• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Posisi Kekenduran Jaring Upaya Meningkatkan Jumlah Hasil Tangkapan Trammel Net

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbaikan Posisi Kekenduran Jaring Upaya Meningkatkan Jumlah Hasil Tangkapan Trammel Net"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBAIKAN POSISI KEKENDURAN JARING:

UPAYA MENINGKATKAN JUMLAH HASIL TANGKAPAN

TRAMMEL NET

RATU SARI MARDIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbaikan Posisi Kekenduran Jaring: Upaya Meningkatkan Jumlah Hasil Tangkapan Trammel net adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

3

RINGKASAN

RATU SARI MARDIAH. Perbaikan Posisi Kekenduran Jaring: Upaya Meningkatkan Jumlah Hasil Tangkapan Trammel Net. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan MUSTARUDDIN

Trammel net merupakan jaring tiga lapis yang terdiri atas 2 lapis jaring bagian luar dan 1 lapis bagian dalam. Kedua jaring dibuat dari material sintetis polyamide (PA) yang memiliki berat jenis 1,140 kgf/m3 yang lebih tinggi dari berat jenis air laut 1,025 kgf/m3 (Puspito 2009a). Jaring bagian dalam dibuat lebih tinggi dibandingkan dengan bagian luar. Hal ini menyebabkan sebagian jaring bagian dalam akan menumpuk pada posisi bagian bawah ketika trammel net ditenggelamkan ke dalam air. Jaring bagian dalam akan memiliki 2 kekenduran yang berbeda. Sebagian besar jaring dalam kondisi tegang dan sebagian kecil lainnya memiliki kekenduran yang tinggi. Konstruksi trammel net demikian mengakibatkan kemampuan bagian bawah trammel net dalam menangkap organisme demersal jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bagian atasnya. Oleh karena itu, perbaikan kekenduran trammel net sangat diperlukan agar setiap bagiannya memiliki kemampuan yang sama dalam menangkap organisme demersal.

Penelitian dibagi atas 2 tahap, yaitu persiapan penelitian dan uji coba di lapang. Pengujian lapang dilakukan dengan mengoperasikan 3 trammel net perlakuan. Perlakuan pertama adalah kekenduran trammel net hanya pada 1 bagian (TK), perlakuan kedua dibagi menjadi 2 posisi (TP2) dan perlakuan ketiga terdiri atas 3 posisi (TP3). Ketiga trammel net, yaitu trammel net kontrol TK, TP2 dan TP3, diujicoba secara bersamaan di laut. Prosedur ujicoba mengikuti metode pengoperasian nelayan. Tujuannya adalah untuk menentukan komposisi hasil tangkapan trammel net dan menentukan konstruksi trammel net yang memberikan hasil tangkapan tertinggi.

Trammel net dioperasikan selama 7 trip atau sebanyak 35 ulangan. Setiap trip berlangsung antara pukul 04.00-14.00 WIB. Seluruh hasil tangkapan disortir berdasarkan jenisnya, diidentifikasi dan diukur beratnya di atas perahu. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan statistik deskriptif komparatif dan rancangan acak lengkap (RAL) untuk melihat pengaruh perbaikan posisi kekenduran trammel net terhadap hasil tangkapan. Analisis rancangan acak lengkap dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu uji kenormalan dan homogenitas. Jika data menyebar normal, maka data selanjutnya dianalisis dengan uji homogenitas, rancangan acak lengkap (RAL) dan uji lanjut BNT.

(4)

analisis statistik RAL mendapatkan Fhitung=18,63 atau lebih besar dari Ftabel=3,09 pada a=0,05. Ini berarti Ho ditolak. Dengan demikian, jumlah hasil tangkapan ketiga jaring perlakuan berbeda nyata. Pengujian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Hasilnya adalah ketiga jaring memiliki rata-rata hasil tangkapan yang berbeda. Hasil tangkapan terendah didapat oleh trammel net TK dengan rata-rata 7,91. TP 2 mendapatkan nilai rata-rata tertinggi sebesar 19,60, sedangkan TP 3 (16,60).

(5)

5

SUMMARY

RATU SARI MARDIAH. Improvements of Net Slackness Position: Efforts to Increase Total Catch of Trammel net. Supervised by GONDO PUSPITO and MUSTARUDDIN.

Trammel net is a fishing gear consists of two outer nets and one inner net. Two kinds of its net are made from synthetic material polyamide (PA) with density of 1,140 kgf/m3. Its number is higher than density of water at the sea water, which is typically 1,025 kgf/m3 (Puspito 2009a). Inner net will take form as a stack of net at lower side of trammel net after the fishing gear drowned. It caused by the height of inner net is higher than the outer net itself. Furthermore, the slackness of net body will be affected by this existence of stack of net. At the time of fishing gear operation, the lower side of trammel net which has more slackness will lead to ensnare more organisms than the upper side of trammel net. The ability of fishing is only at the lower side of net, while the upper side of net will get more inelastic as long as the lower side net catch more organisms. Therefore, the improvement of trammel net slackness at every part of net body should be required.

This study was divided by two stages, preparation of study and field test. The field test conducted by operating three treatment of nets. First treatment is to distribute the slackness at two part of net body and the second one is to distribute the slackness at three part of net body. In this study, trammel net with slackness only at the lower side of net body was being used as fishing gear control. All of them are encoded as TC, TT2, and TT3 that was tested simultaneously at field. The procedure of field test follows fishing operation method by fisherman. The aim of this research is to determine the composition of trammel net catch and to determine construction of trammel net which gives the highest number of catch.

Trammel net was operated for 7 trip or 35 times repetition. Each trip conducted between 05.00 AM to 02.00 PM. All catch sorted and identified by its species and measured by its weight on the boat. All recorded data were analyzed using descriptive statistics and analysis of variants (ANOVA) to find out the effect of improving slackness distribution of trammel net in catching organisms. The analysis of variants is processed through several step of calculation, those were test of normality and test of homogeneity. If the data is distributed normally, the data is next analyzed by test of homogeneity, analysis of variants (ANOVA), and Least Significant Difference (LSD).

(6)

shows Fcalculate = 18,63 which is bigger than Ftable = 3,09 with a = 0,05. This result means that Ho is rejected or the catch of three trammel net each are significantly

different. Least significant difference test (LSD) also shows that the average catch value of three trammel net were different to each other. The lowest catch is on TC with an average value 7,91. TT 2 has the highest average value with 19,60, while TT 3 (16,60).

(7)

7

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

PERBAIKAN POSISI KEKENDURAN JARING: UPAYA

MENINGKATKAN JUMLAH HASIL TANGKAPAN TRAMMEL NET

RATU SARI MARDIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

9

(10)
(11)

11

PRAKATA

Trammel net yang digunakan oleh nelayan di Lontar memiliki konstruksi yang sama dengan trammel net yang biasa digunakan oleh nelayan umumnya. Alat tersebut digunakan apa adanya tanpa mempertimbangkan performa alat tangkap pada saat dioperasikan dan tingkah laku organisme yang menjadi sasaran tangkapnya. Berdasarkan observasi langsung, kelemahan utama trammel net terdapat pada kekendurannya jaring bagian dalamnya yang hanya terpusat pada posisi bawah jaring. Ini mengakibatkan organisme air umumnya hanya tertangkap pada posisi bawah jaring.

Penulis mencoba untuk mengatasi permasalahan di atas dengan cara memperbaiki posisi kekenduran trammel net, sehingga kekenduran jaring terdapat pada posisi lainnya. Cara ini diharapkan dapat menjadikan setiap bagian trammel net memiliki kemampuan yang sama dalam menangkap organisme air.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Gondo Puspito, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Mustaruddin, STP selaku anggota pembimbing yang telah mengarahkan dan mengajarkan banyak hal kepada penulis. Penyusunan tesis ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dosen dan staf pegawai Program Studi Teknologi Perikanan Laut yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB;

2. Keluarga besar di Serang atas motivasi yang diberikan selama ini; dan

3. Teman-teman seperjuangan TPL 2014 dan teman-teman di Laboratorium TAP atas kebersamaan yang terjalin erat selama ini.

Penulis berharap tesis ini dapat menjadi masukan yang berharga bagi para pembaca. Saran dan kritik sangat diharapkan untuk penyempurnaan isi tesis.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2016

(12)

DAFTAR ISI

Jumlah Hasil Tangkapan Berdasarkan Perbaikan Posisi Kekenduran 16

Sebaran Kelompok Organisme Hasil Tangkapan 17

Cara Organisme Tertangkap pada Trammel Net 20

4 KESIMPULAN DAN SARAN 24

3. Komposisi hasil tangkapan trammel net 15

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 3

2. Peta lokasi penelitian 5

3. Ilustrasi tampilan sisi trammel net 5

4. Susunan trammel net (a) dan arah penarikan trammel net terhadap arus (b)

(13)

xiii

5. Tampilan atas (a) dan sisi (b) trammel net selama proses penarikan

Berlangsung 10

6. Ilustrasi tampilan sisi ketiga konstruksi trammel net 12 7. Jumlah tangkapan berdasarkan kosntruksi trammel net 17 8. Jumlah tangkapan trammel net kontrol, perlakuan 2 dan 3 berdasarkan

kelompok organisme 18

9. Posisi tertangkapnya ikan oleh trammel net 22

10. Komposisi jumlah hasil tangkapan berdasarkan cara tertangkap 23

DAFTAR LAMPIRAN

1. Spesifikasi alat tangkap 29

2. Jenis-jenis ikan yang tertangkap 30

3. Dokumentasi penelitian 32

4. Data hasil tangkapan 34

(14)

DAFTAR ISTILAH

Bahan sintetis : Bahan yang terbuat dari proses kimia, yaitu unsur-unsur kimia yang sederhana digabung menjadi susunan baru

Bottom gillnet : Jaring insang yang dioperasikan di dasar perairan Entangled : Ikan terbelit atau terpuntal pada badan jaring Gaya eksternal : Gaya-gaya yang berasal dari luar alat tangkap

Gaya hidrodinamika : Gaya yang berasal dari tekanan air yang diakibatkan oleh aliran air yang melewati suatu benda, gerakan suatu benda pada kolom air atau kombinasi keduanya Gaya tarik : Tekanan perlawanan satu benda dengan benda

lainnya yang menimbulkan tegangan

Gaya gesek : Gaya yang terjadi ketika dua benda bergesekan Gilled : Ikan terjerat pada bagian belakang tutup insang oleh

mata jaring

Hanging ratio : Perbandingan antara panjang jaring terpasang pada tali ris atas dengan panjang jaring yang terentang penuh

HTU : Organisme yang menjadi tujuan utama penangkapan HTS : Seluruh organisme yang bukan menjadi tujuan utama

penangkapan

Kekenduran : Suatu keadaan yang bersifat tidak tegang Organisme demersal : Hewan laut yang hidup di dasar perairan

Organisme non demersal : Hewan laut yang hidupnya pada kolom perairan Snagged : Ikan terjerat pada bagian belakang mata ikan Trammel net : Jaring insang yang tersusun atas tiga lembar jaring Trammel net control : Trammel net yang digunakan oleh nelayan

Trammel net perlakuan 2 : Trammel net yang memiliki kekenduran pada 2 posisi, yaitu bawah dan atas

Trammel net perlakuan 3 : Trammel net yang memiliki kekenduran pada 3 posisi, yaitu bawah, tengah dan atas

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Trammel net merupakan salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan tradisional hampir di seluruh perairan pantai Indonesia untuk menangkap organisme demersal. Alat tangkap ini tersusun oleh tiga lapis jaring, yaitu 2 lapis jaring bagian luar dan 1 lapis jaring bagian dalam (Sainsburry 1989). Tinggi jaring lapisan luar lebih rendah dari jaring lapisan dalam. Ikan, udang atau kepiting yang menerobos jaring lapisan luar akan terperangkap dan terpuntal pada jaring bagian dalam. Kantong yang terbentuk oleh jaring bagian dalam disebabkan adanya mata jaring bagian luar yang berfungsi sebagai kerangka dan penguat jaring. Pengoperasian trammel net dilakukan dengan 2 cara, yaitu trammel net dihanyutkan mengikuti arus atau salah satu ujung tali ris atasnya ditarik membentuk ½ lingkaran (Puspito 2009a). Sapuan trammel net akan menangkap beragam organisme demersal yang hidup di dasar perairan.

Jumlah tangkapan trammel net banyak dan jenisnya beragam. Ini dikarenakan pengoperasiannya dilakukan secara aktif. Trammel net ditarik menyapu dasar perairan pantai yang memiliki keragaman spesies yang tinggi. Akibatnya, trammel net harus memiliki konstruksi yang kokoh dengan material yang kuat dan tahan terhadap gaya-gaya yang mengenainya pada saat pengoperasian. Bahan yang biasanya digunakan dalam pembuatan jaring trammel net adalah bahan sintetis.

Jenis material sintetis, menurut Klust (1983), tidak mudah membusuk, lebih kuat, memiliki kemuluran yang tinggi dan tidak menyerap air. Kemuluran yang tinggi pada badan jaring akan berpengaruh pada pembentukan kantong. Semakin tinggi kemuluran, maka kantong yang terbentuk akan semakin besar dan peluang terperangkapnya ikan semakin banyak.

Keberhasilan pengoperasian trammel net sangat dipengaruhi oleh jenis dan sifat bahan yang digunakan untuk membuat jaring. Sifat yang harus dimiliki oleh trammel net adalah elastis, kuat dan lentur. Elastisitas akan berpengaruh terhadap kestabilan bukaan mata jaring. Kekuatan putus bahan mengurangi kerusakan jaring akibat rontaan ikan yang tertangkap dan tarikan sewaktu jaring diangkat ke atas perahu. Kelenturan berpengaruh terhadap cara tertangkap organisme terutama secara terpuntal. Jenis bahan sintetis yang paling sesuai digunakan untuk membuat badan jaring trammel net adalah polyamide (PA). Salah satu sifat bahan polyamide (PA) adalah mudah tenggelam dalam air (Klust 1983), karena berat jenisnya 1,140 kgf/m3 yang lebih besar dibandingkan dengan air 1,025 kgf/m3 (Puspito 2009a).

Pengujian lapang terhadap trammel net telah dilakukan sebelumnya pada bulan April 2015. Sebagian besar ikan, udang dan kepiting tertangkap pada bagian bawah jaring dengan cara terpuntal. Bagian atas menangkap ikan, udang dan kepiting secara terjerat dengan jumlah sedikit. Ini terjadi karena adanya perbedaan kekenduran pada bagian atas dan bawah jaring.

(16)

ditujukan untuk menangkap jenis-jenis organisme demersal, sedangkan kekenduran posisi tengah dan atas untuk menangkap, baik organisme demersal maupun non demersal. Perbaikan konstruksi ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan setiap bagian jaring.

Penelitian yang membahas perbaikan kekenduran trammel net pada beberapa bagian untuk meningkatkan jumlah tangkapan belum pernah dilakukan sebelumnya. Tiga hasil penelitian yang ditemukan membahas materi yang berbeda. Irhamsyah (2002) membahas pembentukan kantong pada trammel net tanpa memperhitungkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Puspito (2009b) mengkaji pengaruh arus terhadap tegangan dan bentuk kelengkungan model trammel net untuk memperkirakan luas wilayah sapuan jaring selama operasi penangkapan. Stergiou et al. (2006) menganalisis komposisi spesies hasil tangkapan dan operasi penangkapan dengan trammel net di perairan Eropa selatan. Ketiga pustaka tersebut dijadikan sebagai bahan masukan dalam membahas hasil penelitian ini.

Perumusan Masalah

Posisi kekenduran pada jaring trammel net sangat mempengaruhi jumlah dan jenis hasil tangkapan. Kekenduran pada posisi bawah trammel net diakibatkan oleh jaring lapisan dalam yang lebih tinggi dari lapisan luar. Penumpukan jaring lapisan dalam pada posisi bawah trammel net terjadi ketika jaring berada di dalam air. Organisme air yang tertangkap pada posisi bawah trammel net akan terpuntal. Gaya tarik perahu terhadap jaring, tekanan air dan rontaan organisme air akan menyebabkan jaring lapisan dalam akan membentuk kantong.

Jaring bagian bawah yang menyapu permukaan dasar perairan akan memberikan tarikan pada bagian atas jaring. Gaya tarik akan semakin besar ketika permukaan dasar perairan tidak rata. Kekenduran jaring pada bagian atas akan semakin menurun ketika jumlah organisme air yang terpuntal pada bagian bawah jaring sangat banyak dan penarikan jaring semakin cepat. Akibatnya adalah ikan semakin sulit tertangkap oleh jaring bagian atas, karena ketegangan bagian atas meningkat.

Permasalahan di atas dapat diatasi dengan cara memperbaiki posisi kekenduran trammel net. Perbaikannya berupa penambahan kekenduran jaring pada beberapa posisi, sehingga kekendurannya tersebar di beberapa tempat. Hasil yang diharapkan adalah setiap posisi jaring memiliki kemampuan yang sama dalam menangkap organisme air, baik demersal maupun non demersal.

Kerangka Pemikiran

(17)

3

Keterangan :

Trammel net kontrol (TK) : Trammel net milik nelayan;

Trammel net perlakuan (TP2) : Trammel net memiliki kekenduran pada 2 posisi, yaitu bawah dan atas; dan

Trammel net perlakuan 3 (TP3) : Trammel net memiliki kekenduran pada 3 posisi, yaitu bawah, tengah dan atas.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Permasalahan Perikanan trammel net

Permasalahan:

1. Jaring lapisan dalam menumpuk pada bagian bawah 2. Kekenduran jaring pada bagian atas dan bawah berbeda

Hasil tangkapan belum optimal

Dinamika alat tangkap trammel net

- Gaya hidrodinamika

Membandingkan efektivitas penangkapan antara trammel net perlakuan dengan trammel net kontrol

Posisi kekenduran trammel net yang sesuai dengan fungsinya

Jumlah hasil tangkapan trammel net meningkat

Input

Proses

Output

(18)

Tujuan

Penelitian bertujuan untuk:

1. Menentukan komposisi hasil tangkapan trammel net, baik trammel net kontrol maupun trammel net yang memiliki 2 dan 3 kekenduran; dan

2. Membuktikan apakah perbaikan posisi kekenduran akan meningkatkan hasil tangkapan.

Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Arahan bagi nelayan agar dapat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya udang dan ikan demersal menggunakan trammel net;

2. Sumbangan bagi IPTEK perikanan terkait yang dapat meningkatkan jumlah tangkapan trammel net; dan

3. Sebagai acuan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait perbaikan atau penyempurnaan alat tangkap yang ada di Indonesia agar lebih produktif.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah perbaikan posisi kekenduran pada beberapa posisi jaring akan meningkatkan hasil tangkapan nelayan.

2

METODE

Waktu dan Tempat

(19)

5

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian diantaranya adalah perahu, trammel net, kamera, measuring board, jangka sorong, GPS, timbangan digital dan data sheet penelitian. Jumlah trammel net yang dipakai sebanyak 9 lembar yang terdiri atas 3 trammel net kontrol (TK) milik nelayan, 3 trammel net perlakuan2 (TP2) yang memiliki 2 kekenduran dan 3 trammel net perlakuan 3 (TP3) dengan 3 kekenduran. Trammel net kontrol (TK) hanya memiliki kekenduran pada posisi bawah jaring, TP2 pada posisi bawah dan tengah jaring, dan TP3 pada posisi bawah, tengah dan atas jaring jaring. Ilustrasi tampilan sisi trammel net yang digunakan pada penelitian disajikan pada Gambar 3 dan spesifikasi alat tangkap dituliskan pada Lampiran 1.

(20)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode percobaan. Caranya dengan mengoperasikan ketiga jenis trammel net secara bersamaan menggunakan satu perahu. Susunannya ditunjukkan pada Gambar 4(a). Trammel net uji diapit oleh 11 lembar jaring trammel net nelayan (TN). Pengopersian alat tangkap dilakukan antara pukul 04.00-14.00 WIB sebanyak 5 kali setting. Penelitian dilaksanakan sebanyak 7 trip. Kegiatan pengoperasian trammel net mengikuti kebiasaan nelayan sebagai berikut:

1. Persiapan menuju daerah penangkapan meliputi pengecekkan mesin perahu, pengisian bahan bakar, kesediaan alat tangkap trammel net, dan perbekalan ABK;

2. Perahu berangkat menuju daerah penangkapan ikan;

3. Penurunan jaring dilakukan setelah sampai di daerah penangkapan. Proses penurunan dimulai dengan menjatuhkan pemberat tambahan, pelampung tanda, seluruh badan jaring dan pemberat tambahan. Ujung tali ris atas pada lembar jaring terakhir dihubungkan ke perahu melalui tali selambar. Pada saat proses penurunan berlangsung, mesin perahu tidak dimatikan dan perahu tetap berjalan searah arus dengan kecepatan rendah. Waktu penurunan jaring ±10 menit. Posisi trammel net terhadap arus saat pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 4(b);

4. Penarikan jaring melawan arus dan membentuk ½ lingkaran. Lama penarikan ±45 menit;

5. Proses pengangkatan trammel net dimulai dengan pengangkatan pemberat tambahan, jaring, pemberat tambahan dan diakhiri pelampung tanda. Satu orang nelayan bertugas mengangkat tali ris atas dan satu orang lainnya mengangkat tali ris bawah dari perairan dan mengambil hasil tangkapan dari jaring untuk disimpan di tempat yang telah disediakan. Pengangkatan seluruh jaring membutuhkan ±20 menit. Ketika proses hauling selesai, nelayan menuju daerah penangkapan lainnya dan mengoperasikan trammel net dengan cara yang sama dengan sebelumnya. Pengangkatan maupun penurunan jaring dilakukan dari sisi kanan badan perahu; dan

6. Pengukuran hasil tangkapan dilakukan di atas perahu. Hasil tangkapan dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu hasil tangkapan utama (HTU) dan sampingan (HTS). HTU pada penelitian ini adalah udang, kepiting dan jenis-jenis ikan demersal, sedangkan HTS merupakan hasil tangkapan ikan non demersal.

(21)

7

Gambar 4 Susunan trammel net (a) dan arah penarikan trammel net terhadap arus (b) (Puspito 2009c)

Analisis Data

Analisis data hasil tangkapan trammel net menggunakan 2 macam analisis, yaitu deskriptif komparatif dan statistik. Analisis deskriptif komparatif dilakukan terhadap komposisi hasil tangkapan trammel net. Uji statistik rancangan acak lengkap (RAL) digunakan pada hasil pengujian rancangan baru trammel net. Rancangan acak lengkap digunakan untuk melihat pengaruh perbaikan posisi kekenduran terhadap hasil tangkapan. Tabulasi dan sidik ragam analisis data penelitian disajikan pada Tabel 1 dan 2. Menurut Matjjik dan Sumertajaya (2000), perhitungan RAL satu faktor sebagai berikut:

Yij = μ + i + εij Keterangan :

Yij : Hasil tangkapan trammel net pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j;

μ : Rataan umum;

i : Pengaruh perlakuan ke-i; εij : Galat sisa;

i : 1, 2, 3 dan j = 1, …, 30;

r : Ulangan (setting trammel net); dan

t : Perlakuan (trammel net kontrol, trammel net perbaikan 1 dan trammel net perbaikan 2).

Asumsi : εij ~ N(0, 2) dan ∑ i = 0

Hipotesis : H0: 1= 2 = 3 =0 : Perlakuan tidak berpengaruh terhadap hasil

Tangkapan; dan

H1: i≠0 : Minimal ada satu perlakuan yang berpengaruh

(22)

Tabel 1 Tabulasi data penelitian

Ulangan (r) Perlakuan (t) Total ulangan

P1 P2 P3

Kaidah keputusan berdasarkan sidik ragam adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan nilai signifikansi atau probabilitas

Nilai signifikansi atau probabilitas >α (0,05) maka terima H0

Nilai signifikansi atau probabilitas <α (0,05) maka tolak H0

2. Berdasarkan perbandingan Fhitung dan Ftabel

Jika Fhitung>Ftabel maka tolak H0 (ada pengaruh perlakuan)

Jika Fhitung<Ftabel maka terima H0 (tidak ada pengaruh perlakuan)

(23)

9

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika Trammel net

Trammel net merupakan alat tangkap yang digolongkan kedalam bottom gillnet (Prasetyo et al. 2015 dan Von Brandt 2005). Pengoperasiannya dilakukan dengan cara menyapu permukaan dasar perairan. Organisme yang menjadi tujuan utama penangkapannya adalah jenis-jenis organisme demersal, seperti udang, rajungan, pari, gulamah dan lidah yang memiliki nilai ekonomis.

Nelayan mengoperasikan trammel net dengan 2 cara, yaitu secara pasif dan aktif (Ayodhyoa 1981). Pengoperasian secara pasif dilakukan dengan menghanyutkan trammel net selama beberapa saat mengikuti arus. Metode pengoperasian kedua yaitu secara aktif. Trammel net ditarik membentuk setengah lingkaran melawan arus. Prinsip kedua cara pengoperasian tersebut adalah trammel net menyapu permukaan dasar perairan. Nelayan lebih menyukai pengoperasian secara aktif. Penyebabnya adalah wilayah sapuan trammel net di permukaan dasar perairan lebih luas, sehingga peluang tertangkapnya organisme dasar perairan lebih tinggi dibandingkan dengan cara pasif.

Proses pengoperasian trammel net secara aktif dimulai dengan menebar jaring searah arus. Lembar jaring pertama yang diturunkan dihubungkan dengan jangkar, sedangkan jaring terakhir dihubungkan ke perahu mengunakan tali selambar. Trammel net dibiarkan beberapa saat sebelum dilakukan penarikan. Tampilan trammel net pada posisi ini berdiri tegak lurus terhadap permukaan dasar perairan. Trammel net ditarik melawan arus membentuk ukuran sudut tertentu, sehingga kelengkungan terbentuk. Menurut Puspito (2009c), kelengkungan pada alat tangkap disebabkan oleh adanya aliran air yang mengenai badan jaring akibat penarikan. Gambar 5 menjelaskan bentuk trammel net setelah ditarik pada sudut tertentu.

(24)

(a)

(b) (c)

Gambar 5 Tampilan atas (a), sisi (b) dan posisi lurus (c) trammel net selama proses penarikan berlangsung

Posisi trammel net dikelompokkan atas 3 posisi, yaitu membentuk sudut 90°, 45-90° dan 0-45°. Performa jaring pada sudut 90° tegak lurus terhadap permukaan dasar perairan dan jaring belum terpengaruh oleh penarikan. Posisi jaring antara sudut 45-90° membentuk sedikit kemiringan. Jaring pada sudut antara 0-45° membentuk kemiringan yang sangat besar. Kelengkungan pada jaring, baik secara horizontal maupun vertikal, lebih disebabkan oleh adanya gaya eksternal yang mengenai trammel net. Gaya-gaya tersebut berupa gaya hidrodinamika, gaya tarik dan gaya gesek. Gaya hidrodinamika disebabkan oleh aliran air yang melewati jaring atau gerakan jaring yang melewati air. Gaya tarik disebabkan oleh beban yang ditimbulkan oleh organisme yang terperangkap. Gesekan antara bagian lower line dengan permukaan dasar perairan menyebabkan adanya gaya gesek.

Posisi jaring pada sudut 90° memanjang searah arus. Ini berimbas pada semakin rendahnya peluang ikan tertangkap. Penyebabnya, arah renang ikan cenderung melawan arus. Menurut Laevastu dan Hayes (1982), pergerakan ikan biasanya melawan arus pada siang hari dan mengikuti arah arus pada malam hari. Kemiringan jaring dengan sudut antara 45-90° dalam posisi menghadang arus.

(25)

11

Jaring juga telah melakukan penyapuan terhadap permukaan dasar perairan. Peluang organisme demersal maupun non demersal tertangkap oleh jaring sangat tinggi. Sementara itu, posisi jaring menjadi sangat miring pada sudut 0-45°.Ketinggian jaring menjadi berkurang dan daerah sapuannya menjadi lebih sempit. Dengan demikian, peluang organisme tertangkap lebih kecil dibandingkan dengan sudut 45-90°.

Tiga konstruksi jaring yang diujicoba memiliki performa yang berbeda pada setiap sudut kemiringan. Gambar 6 menunjukkan penampang samping setiap konstruksi trammel net. Tampilan hanya dibatasi pada sudut 90°, 45-90° dan 0-45° untuk menyederhanakan analisis. Jaring kontrol memiliki kemampuan yang rendah untuk menangkap organisme pada posisi kemiringan 90°. Jaring pada posisi tersebut memiliki perbedaan ketegangan dan kekenduran. Bagian atas trammel net memiliki ketegangan tinggi, sedangkan kekenduran hanya terdapat pada posisi bawah. Fungsi jaring bagian atas menjadi seperti penghadang. Organisme non demersal yang bergerak ke arah jaring akan memiliki 2 kemungkinan, yaitu tersangkut pada mata jaring dan berenang ke arah kiri atau kanan jaring. Posisi jaring pada sudut antara 45-90° dan 0-45° memiliki peluang menangkap organisme non demersal lebih besar dari 90°, karena organisme non demersal juga dapat tergiring ke arah bawah jaring, yaitu bagian trammel net yang memiliki kekenduran tinggi.

(26)

(Trammel net kontrol)

(Trammel net perlakuan 2)

(Trammel net perlakuan 3)

(27)

13

Komposisi Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan trammel net terdiri atas dua jenis organisme, yaitu organisme demersal dan non demersal. Jumlah organisme demersal yang tertangkap sebanyak 1.119 individu atau 77,66% dari seluruh jumlah tangkapan, sedangkan beratnya 45,12 kg (91,74%). Sementara organisme non demersal 345 individu (22,34%) dengan berat 4,06 kg (8,26%). Organisme demersal lebih banyak tertangkap oleh trammel net dibandingkan dengan non demersal. Ini dapat dipahami karena organisme demersal memiliki habitat di dasar perairan. Seluruh organisme tersebut hanya dapat ditangkap dengan alat tangkap yang dioperasikan di dasar perairan. Trammel net, menurut Puspito (2009c), dioperasikan di dasar perairan untuk menangkap jenis-jenis organisme demersal, seperti ikan-ikan yang hidup pada habitat yang sama dengan udang.

Jenis organisme demersal hasil tangkapan trammel net terdiri atas krustasea dan ikan. Adapun jenis organisme non demersal terdiri atas 1 jenis, bilis. Enam jenis krustasea yang tertangkap berjumlah 801 individu (23,07 kg). Rinciannya adalah udang putih (Penaeus merguensis) sebanyak 479 individu dengan berat 14,10 kg, udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) 234 individu (7, 01 kg), udang windu (Penaeus monodon) 6 individu (218 g), udang kipas (Thenus orientalis) 3 individu (133 g), kepiting (Scylla sp.) 29 individu (643 g) dan rajungan (Portunus sp.) 50 individu (1,07 kg). Jumlah hasil tangkapan krustasea yang mencapai 46,97% disebabkan oleh operasi penangkapannya dilakukan pada bulan Januari yang merupakan musim penangkapan krustasea. Mashar dan Wardiatno 2011, La Dini et al. 2013 dan Jayanto et al. 2013 menegaskan bahwa musim penangkapan krustasea berlangsung pada musim barat yang dimulai dari akhir Desember hingga Februari.

Krustasea umumnya hidup di lingkungan dengan substrat lumpur, lumpur berpasir dan pasir berlumpur (Murachman et al. 2010, Buwono et al. 2015, Wibowo et al. 2007, Wulandari et al. 2014 dan Mulya et al. 2011). Kedalamannya bervariasi karena tergantung pada fase hidupnya (Mulya et al. 2011). Khusus udang putih, habitatnya berada pada kedalaman 5-45 m (Purnomo et al. 1997 dan Wibowo et al. 2007) sehingga banyak tertangkap oleh trammel net. Jumlah tangkapan udang ronggeng berdasarkan individu dan berat lebih sedikit dibandingkan dengan udang putih. Hal ini sangat berhubungan dengan tingkah lakunya. Udang ronggeng memiliki kebiasaan menggali dan bersembunyi di dalam lubang substrat lumpur untuk berburu mangsa atau berlindung (Mashar dan Wardiatmo 2011) sehingga agak sulit tertangkap oleh trammel net. Jenis udang windu dan kipas tertangkap dalam jumlah yang sedikit. Masing-masing hanya sebanyak 6 dan 3 individu. Menurut Murachman et al. 2010, habitat udang windu berada di perairan pantai dekat muara sungai atau tambak pada kedalaman 0-3 m dan udang kipas biasanya berada pada kedalaman lebih dari 5 m. Pengoperasian trammel net yang dilakukan pada kedalaman 4-7 m tidak sesuai dengan habitat kedua jenis udang tersebut.

(28)

dengan kedalaman pengoperasian trammel net pada saat penelitian, yaitu 4-7 m. Adapun jumlah kepiting tangkapan yang sangat sedikit lebih disebabkan oleh daerah penangkapannya yang tidak sesuai. Menurut Soim 1996, habitat kepiting adalah substrat lumpur dan perairan yang berada dekat dengan mangrove.

Jenis ikan demersal yang tertangkap terdiri atas 10 jenis (398 individu) dituliskan pada Tabel 3, sedangkan gambar beberapa jenis hasil tangkapan disajikan pada Lampiran 2.

Jumlah tangkapan jenis ikan (398 individu) lebih sedikit dibandingkan jenis krustasea (801 individu). Penyebabnya adalah musim penangkapan krustasea biasanya terjadi antara bulan Desember hingga Maret. Krustasea pada bulan tersebut mengalami jumlah yang meningkat. Ini sesuai dengan waktu penelitian lapang yang dilakukan pada bulan Januari-Februari yang sesuai dengan musim penangkapan krustasea. Selain itu, krustasea yang terdiri atas berbagai jenis udang, kepiting dan lobster termasuk hewan bentik yang mendiami permukaan dasar perairan. Pergerakannya relatif rendah dengan jarak ruaya yang tidak jauh (Badrudin et al. 2011), sehingga peluang krustasea tertangkap oleh trammel net yang dioperasikan secara aktif sangat tinggi.

Jenis ikan demersal yang tertangkap beranekaragam terdiri atas 10 jenis (398 individu). Mahiswara (2004) menyatakan bahwa sumberdaya ikan demersal di wilayah intertidal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Semua jenis ikan demersal yang tertangkap memiliki habitat di perairan dekat pantai atau dekat muara sungai dengan substrat lumpur dan lumpur berpasir (Sumartini 2003).

(29)

15

Tabel 3 Komposisi hasil tangkapan trammel net

No. Nama lokal Nama Latin Jumlah sedikit, kurang dari 30 individu. Rincian jenisnya adalah lidah, buntal, pari, baji-baji, manyung, sebelah, sotong dan kerong-kerong. Menurut Sumartini 2003, Sulistiono et al. 2001 dan Buwono et al. 2015, seluruh jenis ikan tersebut merupakan perenang lambat dan umumnya bersifat soliter. Akibatnya, jenis-jenis ikan tersebut selalu tertangkap dalam jumlah yang sedikit. Faktor lain yang mendukung sulitnya mendapatkan jenis-jenis ikan tersebut dalam jumlah banyak adalah musim yang tidak sesuai dengan waktu penangkapan. Sumberdaya lidah di perairan tersedia sepanjang tahun, puncaknya terjadi pada bulan Desember (Sulistiono et al. 2007). Musim pemijahan ikan buntal terjadi pada bulan Maret– Mei (Sulistiono et al. 2001). Manyung merupakan jenis ikan catfish yang melimpah pada bulan kemarau (Dewanti et al. 2012) atau berlangsung pada bulan Maret-Juni (Febrianti et al. 2013).

(30)

Jenis organisme non demersal yang tertangkap hanya 1 jenis, yaitu bilis. Jumlahnya mencapai 370 individu (4,45 kg). Bilis termasuk ikan pelagis kecil yang berada pada pertengahan kolom perairan. Jenis ini biasanya memiliki pola migrasi harian ke wilayah perairan pantai (Kharobiansyah et al. 2014). Ikan bilis termasuk omnivora yang lebih condong karnivora. Bilis merupakan pemakan zooplankton, berupa copepoda (Hikmawati et al. 2014). Selain itu, penyebab mengapa jenis ikan ini tertangkap oleh trammel net karena penangkapannya dilakukan sesuai dengan habitat dan musim penangkapan organisme tersebut. Habitat bilis berada di wilayah pesisir laut dan musimnya berlangsung pada musim barat dan timur, namun cukup sulit diperoleh pada musim peralihan (Nasution et al. 2015).

Jumlah Hasil Tangkapan Berdasarkan Perbaikan Posisi Kekenduran

Kekenduran jaring sangat mempengaruhi hasil tangkapan trammel net. Jaring yang memiliki kekenduran tinggi akan memudahkan organisme air terpuntal. Kekenduran yang merata akan mempengaruhi peluang tertangkapnya organisme pada setiap bagian jaring.

Hasil uji coba penangkapan dengan trammel net menunjukkan bahwa ketiga jaring, yaitu trammel net TK, TP2 dan TP3, mendapatkan jumlah tangkapan yang berbeda. Trammel net TP2 menghasilkan jumlah tangkapan tertinggi sebanyak 686 individu atau 44,36% dari jumlah total hasil tangkapan, sedangkan trammel net TP3 581 individu (37,69%) dan trammel net kontrol (TK) dengan jumlah 277 individu (17,94%). Hal ini sangat berhubungan dengan konstruksi dan dinamika jaring ketika dilakukan penarikan (Matuda 1963).

Panjang dan tinggi jaring bagian dalam dan luar ketiga trammel net adalah sama. Penggunaan 1 kekenduran bagian dalam pada jaring kontrol mengakibatkan kekenduran pada bagian dasar trammel net sangat tinggi. Adapun kekenduran trammel net TP2 lebih rendah dari TK dan kekenduran TP3 jauh lebih rendah dari TP2 dan TK. Selanjutnya, proses pengoperasian trammel net yang dioperasikan dengan cara ditarik membuat posisi trammel net membentuk suatu kelengkungan. Penarikan dengan sudut yang besar mengakibatkan sudut kemiringan trammel net menjadi sangat kecil. Akibatnya adalah posisi trammel net bagian atas menjadi horizontal dan kekenduran berkurang karena adanya tekanan arus dan tarikan oleh kantong yang terbentuk pada kekenduran atas. Dua kekenduran TP3 dan TP2 memiliki kemampuan menangkap ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan TK. Namun demikian, peluang ikan tertangkap pada TP 2 lebih tinggi dibandingkan dengan TP3, karena kekenduran TP2 lebih besar dari TP3. Gambar 7 menampilkan jumlah hasil tangkapan setiap konstruksi trammel net.

(31)

17

uji beda nyata terkecil (BNT) yang menyimpulkan bahwa ketiga jaring memiliki hasil tangkapan rata-rata yang berbeda. Hasil tangkapan paling rendah adalah trammel net TK dengan hasil tangkapan rata-rata 7,91. Trammel net TP 2 mendapatkan nilai rata-rata tertinggi sebesar 19,60 dan trammel net TP 3 memiliki rata-rata 16,60. Analisis statistik jumlah hasil tangkapan berdasarkan jenis jaring disajikan pada Lampiran 5.

Gambar 7 Jumlah tangkapan berdasarkan konstruksi trammel net

Sebaran Kelompok Organisme Hasil Tangkapan

Perbaikan posisi kekenduran trammel net dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Caranya adalah dengan menambah kekenduran di beberapa bagian badan jaring, sehingga jaring bagian atas memiliki kemampuan yang sama dengan bagian dasar untuk menangkap organisme air.

Jenis hasil tangkapan trammel net kontrol, perlakuan 2 dan 3 dikelompokkan atas udang, kepiting, ikan demersal dan ikan non demersal. Kelompok udang terdiri atas udang putih, udang ronggeng, udang mantis dan udang kipas, dari kelompok kepiting terdiri atas kepiting dan rajungan. Kelompok ikan demersal terdiri atas gulamah, pepetek, lidah, buntal, pari, baji-baji, manyung, sebelah, sotong, kerong dan kelompok ikan non demersal hanya 1 jenis (bilis). Gambar 8 menjelaskan sebaran kelompok organisme berdasarkan konstruksi trammel net. Datanya dituliskan pada Lampiran 4.

(32)

Gambar 8 Jumlah tangkapan trammel net kontrol, perlakuan 2 dan 3 berdasarkan

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

Ju

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

Ju

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

(33)

19

Udang tertangkap pada bagian dasar trammel net kontrol (TK) sebanyak 104 individu, sedangkan pada bagian atas sebanyak 22 individu. Jaring bagian atas trammel net TK yang menegang memiliki kemampuan rendah menangkap udang. Ini berbeda dengan trammel net TP2 dan TP3. Seluruh bagian memiliki kemampuan yang merata dalam menangkap udang. Namun demikian, jumlah tangkapan trammel net TP2 ternyata lebih banyak dibandingkan dengan TP3.

Trammel net TP2 menangkap 334 individu. Sebanyak 258 individu diantaranya tertangkap pada bagian dasar jaring, sedangkan sisanya 76 individu pada bagian atasnya. Tangkapan udang pada trammel net TP3 menyebar di semua kekenduran. Kekenduran bagian dasar menangkap 147 individu, tengah (89 individu) dan bawah (26 individu). Kemampuan trammel net TP2 dalam menangkap udang yang lebih banyak dibandingkan dengan TP3 sangat berkaitan dengan kelengkungan trammel net pada saat dioperasikan dan pembagian kekenduran badan jaring (Losanes et al. 1990).

Kekenduran trammel net TP2 terdapat pada bagian dasar dan atas jaring. Adapun kekenduran trammel net TP3 terbagi pada 3 ketinggian, yaitu dasar 50 cm, tengah 50 cm dan atas 50 cm. Posisi ketinggian kekenduran atas setiap jaring akan menurun ketika trammel net dioperasikan. Kemampuan udang yang dapat melompat hingga 12 cm kemungkinan besar hanya dapat menjangkau posisi tengah jaring. Ini mengkibatkan udang lebih banyak menangkap ditangkap oleh trammel net TP2. Udang yang melompat ke arah TP3 hanya menjangkau bagian antara kekenduran 2 dan 3. Sebagian udang akan terperangkap oleh kekenduran 2 dan 3, sedangkan sebagian lainnya terlepas.

Kepiting yang tertangkap sebesar 79 individu atau 5,12% dari total hasil tangkapan. Seluruh kepiting tertangkap pada bagian bawah trammel net. Menurut Soim (1996), kepiting termasuk hewan bentik yang aktif pada malam hari (nokturnal) dan membenamkan diri di lumpur pada siang hari. Cara pengoperasian trammel net yang menyapu permukaan dasar perairan mengakibatkan kepiting akan terpuntal pada bagian dasar jaring.

(34)

memiliki kecepatan renang yang sangat rendah sehingga mudah tertangkap oleh bagian bawah trammel net yang dioperasikan menyisir permukaan dasar perairan.

Jenis ikan non demersal yang tertangkap hanya bilis sejumlah 345 individu. TP3 dan TP2 menangkap bilis dalam jumlah yang tidak terlalu berbeda, yaitu 144 dan 135 individu, sedangkan TK 66 individu. Artinya penambahan kekenduran akan sangat mempengaruhi jumlah tangkapan, tetapi perbedaan jumlah kekenduran pada TP2 dan TP3 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah organisme non demersal yang tertangkap.

Kemampuan setiap bagian trammel net dalam menangkap bilis berbeda-beda. Bagian atas jaring memerangkap 23 individu, bagian tengah 137 individu dan 185 individu pada bagian bawah. Selisih jumlah organisme non demersal yang tertangkap pada bagian tengah dan bawah tidak berbeda jauh hanya 48 individu. Adapun bilis yang tertangkap pada bagian atas jumlahnya 8 kali lebih banyak dari bagian bawah. Menurut Hajar (2012), bilis merupakan ikan pelagis kecil yang memiliki pergerakan renang vertikal untuk mendapatkan makanan dan menghindari keberadaan alat tangkap. Pergerakan renang vertikal bilis dipengaruhi oleh arus dan bentuk tubuhnya. Bilis memiliki bentuk tubuh yang pipih sehingga sulit untuk mempertahankan posisi dan kecepatan renang pada lingkungan yang memiliki kecepatan arus tinggi. Arah renang bilis cenderung vertikal ke lapisan perairan yang memiliki arus lebih tenang ketika arus di kolom perairan deras. Ini terjadi ketika trammel net bergerak menyapu permukaan dasar perairan yang menyebabkan kolom perairan menjadi keruh. Ikan menjadi panik dan bergerak tidak beraturan mengikuti kelengkungan jaring menuju ke bagian tengah dan bawah.

Ikan yang berenang membentuk sudut α<90o terhadap jaring bagian atas

akan bergerak menjauhi trammel net. Pergerakan ikan dengan sudut α=90o akan menghasilkan 2 kemungkinan, yaitu menjauhi jaring atau turun ke arah bawah jaring. Sementara pergerakan ikan dengan sudut α90o akan menukik dan terperangkap pada jaring bagian bawah. Telleng et al. 2012 menyatakan bahwa ikan akan bergerak sangat aktif kearah vertikal untuk meloloskan diri dari alat tangkap. Pola pergerakan seperti ini menyebabkan bilis mudah tertangkap pada bagian bawah oleh trammel net.

Cara Organisme Tertangkap pada Trammel Net

Ada 4 cara tertangkapnya organisme air pada jaring, yaitu entangled, snagged, gilled dan wedged (Sparre dan Venema 1998) dan cara organisme tertangkap pada trammel net disajikan pada Gambar 9. Hasil penelitian mendapatkan bahwa seluruh jenis hasil tangkapan hanya tertangkap dengan 3 cara, yaitu entangled, wedged dan gilled. Peluang organisme air tertangkap secara snagged sangat kecil. Ini dikarenakan ikan yang awalnya tertangkap secara terjerat akan mendorong tubuhnya untuk meloloskan diri. Dorongan tubuh ikan, tekanan arus dan tekanan alat pada saat penarikan mengakibatkan organisme air akan semakin masuk kedalam mata jaring yang memiliki memiliki kemuluran tinggi (Klust 1983). Grafik 10 menjelaskan cara tertangkap setiap kelompok jenis organisme pada trammel net.

(35)

21

(5,58%) dan 50 individu (3,25%) secara gilled. Organisme air yang tertangkap dengan cara entangled lebih dominan dari wedged dan gilled. Penyebab utamanya adalah kekenduran. Jaring bagian dalam yang dipasang lebih tinggi dari jaring bagian luar akan memiliki kekenduran dan memiliki kemampuan memuntal yang tinggi. Cara organisme tertangkap pada trammel net disajikan pada Gambar 8.

Seluruh jenis organisme udang tertangkap dengan cara entangled sebesar 722 individu atau 46,75% dari total hasil tangkapan. Udang banyak tertangkap pada trammel net TP2 334 individu, sedangkan trammel net TP 3 memperoleh 262 individu dan 126 individu trammel net TK. Pembagian dua kekenduran pada badan jaring sangat efektif dalam menangkap udang. Organisme ini memiliki bentuk tubuh yang melengkung dan cara berenang dengan menghentakkan tubuh kebelakang. Posisi jaring yang menyapu dasar perairan cenderung berlawanan dengan arah datangnya jaring. Ketika udang menyadari adanya aktifitas penangkapan, udang berusaha berenang dengan menghempaskan tubuhnya dan menerobos masuk kedalam jaring. Awalnya, udang akan terjerat pada bagian luar jaring dan masuk terperangkap pada bagian dalam jaring. Usaha udang untuk melepaskan diri dari jaring yang sangat besar saat terjerat mengakibatkan udang akan semakin terpuntal. Sementara itu, udang yang terpuntal pada bagian tengah disebabkan adanya kejutan dari gerakan jaring yang membuat udang melompat dengan cepat. Lompatan udang tidak akan mencapai bagian atas, karena keterbatasan jarak lompatan udang yang hanya mencapai 12-30 cm (Suharyanto 2003 dan Mastu 2015) dan ketegangan pada bagian atas jaring. Udang tidak akan tertangkap pada bagian jaring yang tegang, sehingga peluang udang untuk meloloskan diri sangat besar. Posisi bagian atas yang relatif sejajar dengan dasar permukaan air juga mempengaruhi daya tangkap jaring terhadap udang. Udang akan kembali turun ke dasar perairan ketika menyentuh jaring bagian atas.

Kepiting yang tertangkap dengan cara entangled sebanyak 79 individu. Semua jenis kepiting terpuntal pada bagian bawah. Setiap jenis trammel net memiliki kekenduran pada bagian bawah dan akan memuntal kepiting yang terperangkap jaring. Aktifitas kepiting yang berdiam diri pada siang hari akan memudahkan kepiting tertangkap dengan cara entangled. Ketika kepiting masuk dalam jaring, 10 kaki kepiting dan duri-duri pada tubuhnya akan tersangkut pada jaring. Pergerakan kepiting yang semakin kuat untuk membebaskan diri akan membuat kepiting menjadi semakin terpuntal.

(36)

peluang ikan terjerat. Puspito (2009a) menyatakan bahwa ikan terjerat oleh mata jaring pada bagian keliling tubuh terbesar.

Organisme non demersal tertangkap dengan cara entangled sebanyak 258 individu, 48 individu wedged, 39 individu gilled. Hasil tangkapan pada trammel net TK dengan cara entangled 45 individu, 92 individu (TP2) dan 121 individu (TP3). Cara tertangkap wedged 16 individu oleh trammel net TK, 23 individu TP2 dan 9 individu TP3. Trammel net TK memperoleh 5 individu dengan cara gilled, TP2 20 individu dan TP3 14 individu. Organisme non demersal didominasi oleh organisme air yang tertangkap secara entangled. Organisme yang terpuntal pada jaring diakibatkan oleh kekenduran dan performa jaring pada saat dioperasikan. Menurut Ayodhyoa (1981), pembentukan tubuh jaring yang diakibatkan oleh arus akan menyebabkan tubuh jaring tidak terentang lebar (the rolling up of gill net) dan membentuk suatu kelengkungan vertikal. Dengan demikian, jaring tidak berfungsi sebagai penjerat organisme air dan malah menyulitkan ikan untuk terjerat.

Gambar 9 Posisi tertangkapnya ikan oleh trammel net

Wedged Snagged

Gilled Entangled

(37)

23

Gambar 10 Komposisi jumlah hasil tangkapan berdasarkan cara tertangkap 126

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

Ju

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

J

Udang Kepiting Ikan demersal Ikan non demersal

(38)

4

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adadalah:

1. Komposisi hasil tangkapan ketiga perlakuan terdiri atas jenis yang sama, yaitu 17 jenis organisme. Trammel net kontrol (TK) menghasilkan 277 individu (7,38 kg), trammel net perlakuan 2 (TP2) 686 individu (21,71 kg) dan trammel net perlakuan 3 (TP3) 581 individu (20,10 kg); dan

2. Perbaikan posisi kekenduran terbukti dapat meningkatkan hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan rata-rata tertinggi diperoleh trammel net TP2 sebesar 19,60, diikuti oleh trammel net TP3 16,60 dan trammel net TK 7,91.

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penyempurnaan penelitian ini adalah: 1. Upaya untuk memaksimalkan hasil tangkapan trammel net, nelayan Lontar

sebaiknya menggunakan trammel net perlakuan 2 (TP2), yaitu trammel net kekenduran pada 2 posisi (bawah dan atas); dan

(39)

25

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. 97 hlm.

Badrudin , Aisyah, Ernawati T. 2011. Kelimpahan Stok Sumber Daya Ikan Demersal di Perairan Sub Area Laut Jawa. J Lit Perikan Indo. 17(1):11-21.

Budiman, Supriharyono, Asriyanto. 2004. Analisis Sebaran Ikan Demersal sebagai Basis Pengelolaan Sumbersaya Pesisir Di Kabupaten Kendal. Management of Aquatic Resources 1-7.

Buwono YR, Ardhana LPG, Sudarma M. 2015. Potensi Fauna Akuatik Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Teluk Pangpang Kabupaten Banyuwangi. Ecotropic 9(2):28-33.

Dewanti YR, Irwani, Rejeki S. 2012. Studi Reproduksi Ikan Sembilang (Plotocus canius) Betina yang Didaratkan di Pengepul Wilayah Krobokan Semarang.Journal of Marine Research 1(2):135-144.

Ernawati T. 2007. Distribusi dan Komposisi Jenis Ikan Demersal yang Tertangkap Trawl Pada Musim Barat Di Perairan Utara Jawa Tengah. Jurnal Ikhtiologi Indonesia 7(1):41-45.

Febrianti SS, Boesono H, Hapsari TD. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Ikan Manyung (Arius thalassinus) di TPI Bajomulyo Juwana Pati. Journanl of Fisheries Resources Utilization Management and Tecnology 2(3):162-171.

Hikmawati H, Hartoko A, Sulardiono B. 2014. Analisa Sebaran MPT, Klorofil-a dan Plankton terhadap Tangkapan Teri (Stolephorus Spp.) di Perairan Jepara. Diponegoro Journal Of Maquares 3(2):109-118.

Irhamsyah. 2002. Studi Pembentukan Kantong Pada Trammel net [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 63 hlm.

Jayanto BB, Bambang AN, Boesono H. 2013. Analisis Produksi dan Keragaan Usaha Garuk Udang di Perairan Kota Semarang. Jurnal Saintek Perikanan 8(2):57-65.

Kharobiansyah, Pratomo A, Yandri F. 2014. Analisis Data Sebaran Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.) Periode Satu Bulan di Perairan Desa Dendun dan Sekitarnya. Universitas Maritim Raja Ali Haji 1-5.

Klust G. 1983. Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan.Volume ke-2.Team BPPI Semarang, penerjemah. Semarang (ID): BPPI Semarang. Terjemahan dari: Netting Materails for Fishing Gear.187 hlm.

La Dini, Kasim M, Palupi RD. 2013. Kelimpahan dan Komposisi Ukuran Panjang Udang Ronggeng (Lysiosquilla maculata) pada Habitat yang Berbeda di

Perairan Kauduma Desa Petetea’a Kabupaten Buton Utara. Jurnal Mina Laut

Indonesia 1(1):1-11.

Laevastu T, Hayes ML. 1982. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Books Ltd. 199p.

(40)

Mahiswara. 2004. Analisis Hail Tangkapan Sampingan Trawl Udang yang Dilengkapi Perangkat Seleksi TED Tipe Super Shooter [Tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mashar A, Wardiatno Y. 2011. Distribusi Spasial Udang Mantis Harpiosquilla raphidea dan Oratosquilla gravieri di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Jurnal Pertanian-UMMI 1(1):2088-8848.

Mastu L. 2015. Adaptasi dan Fisiologi Udang.

www.Laudekhairummastufpik.blogspot.co.id/2012/05/adaptasi-dan-fisiologi udang.html. Diakses Pada Tanggal 10 Maret 2016.

Matjjik AS, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan (dengan Aplikasi SAS dan Minitab). Bogor (ID): IPB Pr. Hlm 98-178.

Matuda Ko. 1963. On The Mechanical Characters of The Sweeping Trammel Net-1. Bulletin of The Japanese Society of Scientific Fisheries 29(2):135-138.

Mulya MB, Bengen DG, Kaswadji RF, Riani E. 2011. Distribusi dan Pola Pertumbuhan Udang Putih (Penaeus merguensis De Man) di Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan Sumatera Utara. Omni Akuatik 10(13):49-56. Murachman, Hanafi N, Soemarno, Muhammad S. 2010. Model Polikultur Udang

Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) dan Rumput Laut (Gracilaria sp.) Secara Tradisional. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari 1(1):1-10.

Nasution AK, Sari TEY, Usman. 2015. Fishing Season Review Bilis/Teri (Stelopherus Spp.) in The District of Asam Waters Strait Meranti Islands Province Riau. 1-10.

Nugraheni DI, Fahrudin A, Yonvitner. 2015. Variasi Ukuran Lebar Karapas dan Kelimpahan Rajungan (Portunus pelegicus Linnaeus) di Perairan Kabipaten Pati. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 7(2):493-510.

Prasetyo W, Rosyid A, Dewi DANN. 2015. Perbedaan Hasil Tangkapan dan Tingkat Keuntungan Nelayan Trammle Net dan Nelayan Gill Net di Perairan Pantai Pasir, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Journal of Fishery Resources Utilization Management and Technology 4(4): 116-124.

Purnomo A, Budiman, Suryadi A, Harun. 1997. Identifikasi Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Selatan Kalimantan Tengah dengan KM.SFDP 03. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang.

Puspito G. 2009a. Gaya-gaya Eksternal pada Alat Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK, IPB. 63 hlm.

Puspito G. 2009b. Pengaruh arus terhadap tegangan dan bentuk kelengkungan model trammel net. Jurnal Mangrove dan Pesisir 9(1): 38-47.

Puspito G. 2009c. Tegangan dan Bentuk Kelengkungan Model Trammel net. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK, IPB. 67 hlm. Rochman N, Haeruddin, Afiati N. 2013. Studi Morfometrik dan Faktor Kondisi

Sotong (Sepiella inermis: Orbigny, 1848) yang Didaratkan di PPI Tambaklorok, Semarang. Dipenogoro Journal of Maqueres 2(4):90-99.

Saputra SW, Rudiyanti S, Mahardhani A. 2008. Evaluasi Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Ikan Gulamah (Johnius sp.) Berdasarkan Data TPI PPS Cilacap. Jurnal Saintek Perikanan 4(1):56-61.

Sainsburry JC. 1989. Commercial Fishing Methods. England (GB): Fishing News Book Ltd FarnhamSurrey. 207 p.

Soim A. 1996. Pembesaran Kepiting. Jakarta: Penebar Swadaya. 62 hal.

(41)

27

Steel RD, Torie JH. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik.

Soematri Bambang, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia. Terjemahan dari:

Princple and Procedures of Statistics. 172 hlm.

Stergiou KI, Moutopoulos DK, Soriguer MC, Puente E, Lino PG, Zabala C, Monteiro P, Errazkin LA, Erzini K. 2006. Trammel net Catch Species Composition, Catch Rates and Metiers in Southern European Waters: A Multivariate Approach. Fisheries Research 79:170–182.

Suharyanto. 2003. Kajian Respon Udang Galah terhadap Kejutan Listrik Arus Bolak Balik dalam Tangki Percobaan Skala Laboratorium [Tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, Watanabe S. 2001. Kematangan Gonad Beberapa Jenis Ikan Buntal (Tetradon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Ikhtiologi Indonesia 1(2):25-30.

Sulistiono, Sari C, Brojo M. 2007. Kebiasaan Makanan Ikan Lidah (Cynoglossus lingua) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 17(1):205-214.

Sumartini S. 2003. Kajian Penggunaan Jaring Arad terhadap Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Pantai Kota Tegal [Tesis]. Semarang (ID): Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.

Telleng ATR, Labaro IL, Takahelo ED. 2012. Pola Meloloskan Diri Ikan Kuwe dari Alat Tangkap Jala Buang di Perairan Kelurahan Papusungan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2):38-42.

Utami E. Analisis Respon Tingkah Laku Ikan Pepetek (Secutor insidiator) terhadap intensitas Cahaya Berwarna. Akuatik-Jurnal Sumberdaya Perairan 3(2):1-4. Wibowo P, Hartoko A, Ghofar A. 2007. Kepadatan Udang Putih (Penaeus

merguensis De Man) di Sekitar Perairan Semarang. Jurnal Pasir Laut 2(2):1-29.

Wiyono ES. 2009. “Selektifitas Spesies” Alat Tangkap Garuk di Cirebon, Jawa

Barat. Jurnal Bumi Lestari 9(1):61-65.

Wulandari WR, Boesono H, Asriyanto. 2014. Analisis Perbedaan Kedalaman dan Substrat Dasar terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (Swimming Crab) dengan Arad Rajungan di Perairan Wedung, Demak. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology 3(4):85-93.

Von Brandt A. 2005. Fish Catching Methods of the Word 4th Edition. England: Blackwell Publishing. 523p.

(42)
(43)

29

Lampiran 1 Spesifikasi alat tangkap per lembar

No. Bagian alat tangkap Keterangan 1. Badan jaring

a. Inner net

- Bahan dan mesh size PA ; 1,75 inci

- Tinggi jaring 2 m

- Jumlah mata Horisontal 1.242 mata ; vertikal 45 mata

- Panjang terpasang Atas 25 m ; bawah 33 m - Rasio penggantungan primer Atas 0,45 ; bawah 0,59 - Sinking force + 1,10 kgf

b. Outernet

- Bahan dan mesh size PA ; 7 inci

- Tinggi jaring 1,5 m

- Jumlah mata Horisontal 240 mata ; vertikal 9 mata - Rasio penggantungan primer Atas 0,58 ; bawah 0,77

(44)

Lampiran 2 Jenis-jenis organisme laut yang tertangkap

Udang putih (Penaeus merguensis) Udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea)

Udang windu (Penaeus monodon) Udang kipas (Thenus orientalis)

Gulamah (Johnius sp.) Pepetek (Leiognathus sp.)

Pari (Dasyatis sp.) Sebelah (Psetodes erumei)

(45)

31

Lidah (Cynoglossus lingua) Buntal (Tetraodon sp.)

Baji-baji (Grammpolites scaber) Sotong (Sepia sp.)

Rajungan (Portunus sp.) Kepiting (Scylla sp.)

(46)

Lampiran 3 Dokumentasi penelitian

Measuring board Timbangan digital

Pelampung Pemberat tambahan (Anchor)

Pelampung tambahan Data sheet penelitian

Selvadge Pemberat

(47)

33

Tali ris bawah Badan jaring

Hauling Perahu penelitian

Tampilan jaring pada saat diangkat Proses pengukuran hasil tangkapan

Kondisi di atas kapal Setting

(48)

Lampiran 4 Data hasil tangkapan Total jumlah hasil tangkapan

No. Jenis organisme Konstruksi trammel net (individu) Total Kontrol Perlakuan 2 Perlakuan 3

1. Demersal

No. Jenis organisme Konstruksi trammel net Total (g) Kontrol Perlakuan 2 Perlakuan 3

1. Demersal

Jumlah organisme berdasarkan cara tertangkapnya

No. Kelompok organisme Cara tertangkap

Entangled Wedged Gilled

2. Trammle net perlakuan 2

 Udang 334 0 0

 Kepiting 41 0 0

 Ikan demersal 157 14 5

 Ikan non demersal 92 23 20

3. Trammle net perlakuan 3

 Udang 262 0 0

 Kepiting 27 0 0

 Ikan demersal 141 5 2

 Ikan non demersal 121 9 14

(49)

35

Lampiran 5 Hasil pengujian data hasil tangkapan

Uji kenormalan (Kolmogorov-Smirnov) One-sample kolmogorov-smirnov test

Transform_log

N 105

Normal parametersa,b Mean 1.0784

Std. Deviation .28682

Most extreme differences Absolute .081

Positive .071

Negative -.081

Test statistic .081

Asymp. Sig. (2-tailed) .087c

Uji homogenitas

Levene statistic df1 df2 Sig.

.451 2 102 .638

Rancangan acak lengkap (RAL)

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2578.305 2 1289.152 18.626 .000

Within Groups 7059.543 102 69.211

Total 9637.848 104

Beda nyata terkecil (BNT)

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Trammel net kontol 35 7.91

Trammel net perlakuan 3 35 16.60 Trammel net perlakuan 2 35 19.60

(50)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 28 Januari 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak H. Sigit Suwitarto dan Ibu Hj. Tusna Dewi. Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh pada Program Studi Ilmu Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains tahun 2014 pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian
Gambar 5 Tampilan atas (a), sisi (b) dan posisi lurus (c) trammel net selama
Gambar 6 Ilustrasi tampilan sisi ketiga konstruksi  trammel net
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kadar klorida dalam air minum isi ulang ditetapkan dengan metode Argentometri Mohr yaitu dengan menggunakan larutan standar AgNO 3 dan indikator K 2 CrO 4 , titik akhir

Setelah selesai masukkan sample sesuai dengan posisi sampel tertera di alat, lalu klik START kemudian klik OK untuk memulai pemeriksaan.. Alat akan melakukan pemeriksaan sampel

Analisa debu dari hasil pembakaran batubara pernah menunjukkan kandungan galium sebanyak 1.5%.Unsur ini satu dari empat logam: raksa, cesium dan rubidium yang

Dari hasil KLT dapat dikatakan bahwa fraksi hasil isolasi ekstrak etanol tepung pelepah batang aren merupakan fraksi yang sudah murni karena pada plat KLT hanya terdapat 1

Dalam perencanaan kontruksi mesin yang lebih efektif dan efisien sangat dibutuhkan hasil maksimal dengan kapasitas yang lebih baik, dalam pendekatan perencanaan ini

Proses adalah kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh orang, mesin atau komputer (kesatuan luar) dari hasil suatu arus data yang masuk ke dalam proses untuk dihasilkan arus data

Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi mengenai gambaran kenakalan siswa serta peran guru bimbingan dan konseling dalam menangani kenakalan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, dimana data dikumpulkan secara langsung dari obyek yang diteliti untuk kepentingan study dengan