• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor Menggunakan Analisis Spasial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor Menggunakan Analisis Spasial."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

KABUPATEN BOGOR MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL

(2)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor Menggunakan Analisis Spasial adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Andi Supriyadi

(3)
(4)

ANDI SUPRIYADI. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor Menggunakan Analisis Spasial. Dibimbing oleh LAILAN SYAUFINA dan IIN ICHWANDI.

Situ Cikaret termasuk kedalam DAS Sungai Ciliwung, yang berfungsi sebagai pengendalian banjir di Jakarta. Situ ini juga mendukung pemenuhan air baku di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Perubahan tutupan lahan, penurunan luas badan air, dan tidak adanya data mengenai fungsi kontrol untuk banjir dan ketersediaan air situ, serta ketidakjelasan dalam pengelolaan situ adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap degradasi Situ Cikaret. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis perubahan tutupan lahan, 2) menghitung pengendalian banjir dan ketersediaan air, dan 3) mengidentifikasi pengaruh dan kepentingan stakeholders.

Pendekatan dalam penelitian ini meliputi analisis perubahan tutupan lahan menggunakan analisis spasial, analisis banjir menggunakan metode ISD, analisis ketersediaan air dengan menggunakan metode FJ Mock dan NRECA, analisis kebijakan dan analisis stakeholder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas penutupan badan air berkurang dari 21,67 ha pada tahun 2002 menjadi 16,90 ha pada tahun 2012, yang berarti ada penyusutan 22,01% menjadi tegakkan pohon. Luas Situ Cikaret 21,67 ha debit outflow 19.03 m3/det, sedangkan setelah penyusutan untuk 16.90 ha, debit outflow 21.60 m3/det dengan debit puncak

inflowsebesar 36,93 m3/det, analisis neraca air menunjukkan bahwa ketersediaan air Situ Cikaret dapat memenuhi kebutuhan air pada tahun 2012 untuk pemanfaatan daerah irigasi 25 ha tanpa defisit air. Ketersediaan air minimum FJ Mock pada bulan Agustus dari 0.031 m3/det, sedangkan ketersediaan air NRECA pada bulan Agustus dari 0,118 m3/det. Arahan model pengelolaan Situ Cikaret harus ada kebijakan pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah dan perlu dibangun suatu badan pengelola Situ Cikaret untuk berbuat dari hari ke hari.

(5)

ANDI SUPRIYADI. Evaluation of Cikaret Lake Management Policy at Bogor District using Spatial Analysis. Supervised by LAILAN SYAUFINA and IIN ICHWANDI.

Cikaret Lake is included in Ciliwung water catchment area, which important function for flood control in Jakarta. The lake also supporting the fulfillment of the raw water in Cibinong Sub District, Bogor. Land cover change and the decreasing of water body area, the absence of data regarding the control function for flooding and water availability of the lake, as well as the lack of clarity in lake management are among the contributed factor to the degradation Cikaret Lake. Therefore, this study aims to: 1)analyze changes in land cover, 2) calculate the flood control and water supply, and 3) identify the influence and interests of stakeholders.

The approaches include the analysis of land cover change using spatial analysis on supervised classification, flood analysis using ISD methods, water availability analysis using FJ Mock method and NRECA, policy analysis and stakeholder analysis. The study revealed the water bodies area reduced from 21.67 ha in 2002 to 16.90 ha in 2012, which means there is a shrinkage of 22.01% replaced by tree stand. The origin Cikaret Lake 21.67 ha outflow discharge of 19.03 m3 /sec, while after shrinkage to 16.90 ha, outflow discharge of 21.60 m3 /sec with peak discharge inflow of 36.93 m3 /sec, the water balance analysis showed that water availability Cikaret Lake can fulfil the water demand in 2012 for utilization of 25 ha irrigation area without water deficit. The minimum water availability of FJ Mock was in August of 0.031 m3 /sec, while that of NRECA water availability was in August of 0.118 m3 /sec. Referrals Cikaret Lake management model should be a policy delegation of authority from the Central Governments to District Governments and the need to build a governing body Cikaret Lake for day to day action.

(6)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

ANDI SUPRIYADI

(8)

Senin, 24 Agustus 2015 Pukul 10.00 WIB

Prof. Dr. Ir. Ombo Satjapradja, M.Sc

(9)

menggunakan Analisis Spasial

Nama : Andi Supriyadi

NRP : P052110334

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc, F.Trop Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 24 Agustus 2015

(10)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa

ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai September 2013 ini ialah Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Situ Cikaret Kabupaten Bogor menggunakan Analisis Spasial. Penelitian ini merupakan syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Sc, F.Trop selaku pembimbing serta semua pihak yang telah membantu dalam proses pengumpulan data sehingga saya berhasil menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Penutupan lahan 6

Fungsi Situ sebagai Pengendali Banjir dan Penyedia Air 7

Analisis Isi 10

AnalisisStakeholder 11

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Jenis dan Sumber Data 13

Metode dan Analisis Data 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Tutupan lahan Situ Cikaret 28

Fungsi Situ Cikaret sebagai Pengendali Banjir 32

Fungsi Situ Cikaret sebagai Penyedia Air 35

Analisis Isi Peraturan Perundangan Pengelolaan Situ 37

AnalisisStakeholderPengelolaan Situ Cikaret 42

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 47

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 51

(12)

1. Penilaian tingkat kepentingan 24

2. Penilaian tingkat pengaruh 25

3. Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaanstakeholder 26

4. Penampakan Training Area 28

5. Luas hasil klasifikasi penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2002 30

6. Luas hasil klasifikasi penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2012 30

7. Luas hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2002 dan tahun 2012 31

8. Distribusi hujan jam-jaman untuk kala ulang 2,5, dan 10 tahun 33

9. Kebutuhan air untuk irigasi dan perikanan Situ Cikaret (dlm l/dtk) 36

10. Identifikasi dan peran stakeholderpemerintah pusat 37

11. Identifikasi dan peran stakeholderpemerintah provinsi 37

12. Identifikasi dan peran stakeholderpemerintah kabupaten 38

13. Kebijakan yang sudah tidak berlaku terkait pengelolaan situ. 39

14. Kebijakan yang masih berlaku terkait pengelolaan situ. 39

15. Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

pemerintah pusat dalam pengelolaan Situ Cikaret. 41

16. Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

provinsi dalam pengelolaan Situ Cikaret. 41

17. Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

kabupaten/kota dalam pengelolaan Situ Cikaret. 41

18. Kepentingan dan pengaruh darisubjects 43

19. Kepentingan dan pengaruh dariplayers 43

20. Kepentingan dan pengaruh daribystanders 44

(13)

1. Kerangka pemikiran evaluasi kebijakan pengelolaan Situ Cikaret 4

2. Lokasi penelitian di Situ Cikaret 13

3. Bagan alir analisis perubahan tutupan lahan 14

4. Bagan alir penelusuran banjir 15

5. Curah hujan rata-rata dengan metode aritmatik 16

6. Curah hujan rata-rata dengan metode thiessen 16

7. Hidrograf satuan cara Gama I 18

8. Hidrograf satuan cara Nakayasu 19

9. Konsep penelusuran waduk 20

10. Bagan alir model rainfall-runoff metode FJ Mock 22

11. Diagram model hujan limpasan NRECA 23

12. Bagan alir neraca air 23

13. Bagan alir analisisstakeholder 24

14. Matrik hasil analisisstakeholder 26

15. Penampakan kelas tutupan lahan di lokasi penelitian 29

16. Penutupan lahan Situ Cikaret Tahun 2002 29

17. Penutupan lahan Situ Cikaret Tahun 2012 31

18. Curah hujan harian maksimum rata-rata di DAS Situ Cikaret

Periode tahun 2002-2012 32

19. Hidrograf banjir rancangan metode gama I Situ Cikaret 33

20. Hidrograf penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 21.67 ha 34

21. Hidrograf penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 16.90 ha 34

22. Curah hujan rata-rata bulanan di DAS Situ Cikaret periode

Tahun 2002-2012 35

23. Debit hasil pengukuran dan perhitungan 36

24. Neraca air Situ Cikaret tahun 2012 37

(14)

1. Perataan hujan maksimum metode rata-rata aljabar tahun 2002 -2012 51

2. Analisa frekuensi hujan Situ Cikaret 53

3. Hujan rancangan distribusi gumbel periode ulang 2, 5 dan 10 tahun 53

4. Intensitas hujan periode ulang 2, 5, dan 10 tahun 53

5. Hidrograf banjir rancangan periode ulang 5 tahun 54

6. Penelusuran banjir Situ Cikaret dengan luas 21.67 Ha 55

7. Penelusuran banjir Situ Cikaret dengan luas 16.90 Ha 56

8. Curah hujan rata-rata bulanan metode aljabar di DAS Situ Cikaret

periode tahun 2002-2012 57

9. Perhitungan evapotranspirasi metode penman montieth periode tahun

2002-2012 58

10. Perhitungan debit andalan metode F.J Mock periode tahun 2002-2012 62

11. Rekapitulasi debit andalan F.J Mock 67

12. Debit andalan 80 % F.J Mock 67

13. Perhitungan pengukuran debit saluran inlet Situ Cikaret 68

14. Perhitungan debit andalan metode NRECA periode tahun 2002-2012 68

15. Rekapitulasi debit andalan NRECA 70

16. Debit andalan 80 % NRECA 70

17. Neraca air dengan ketersediaan air F.J Mock 71

(15)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Situ merupakan salah satu fitur lanskap di planet ini yang paling dramatis dan paling mempesona, dan juga yang paling banyak ragamnya dibanding sistem perairan daratan lainnya. Jika sungai merupakan sistem air yang mengalir, maka situ pada dasarnya adalah suatu cadangan air yang diam di tempat. Ukuran, bentuk dan kedalamannya sangat bervariasi, tergantung dari asal-usul pembentukannya. Situ merupakan ekosistem akuatis yang dinamis, yang pada saat bersamaan juga adalah suatu wadah air dalam jumlah besar, sumber bahan pangan, dan tempat rekreasi untuk kepentingan umat manusia. Situ juga merupakan habitat bagi sejumlah besar ragam flora dan fauna, pada beberapa kasus juga merupakan rumah bagi organisme tertentu yang tidak dijumpai di tempat lain di muka bumi ini (KVDD, 2004).

Dewasa ini banyak situ di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan, polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Data Status Lingkungan Hidup 2004 menunjukkan, dari 200 situ yang tersebar di wilayah Jabodetabek, hanya 54 situ yang kondisinya masih cukup baik. Sebagian besar rusak, terbukti dari luas situ secara keseluruhan yang semula mencapai 2.337,10 ha, sekarang ini hanya 1.462,78 ha atau menyusut 37,41%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jumlah situ semakin berkurang atau hilang fungsinya sebagai tempat potensial penampungan air guna pengendalian banjir, konservasi sumber daya air, pengembangan ekonomi lokal dan tempat rekreasi. Padahal ditinjau dari fungsinya sebagai pengendali banjir, situ-situ di wilayah Jabodetabek dengan asumsi kedalaman situ 1-1,5 meter akan mampu menampung 22-30 juta meter kubik air. Sedangkan ditinjau dari aspek konservasi sumber daya air, keberadaan situ-situ merupakan wadah sediaan air (fungsi teknis) dan pemasok air tanah (fungsi ekologis) yang mampu mempertahankan tata air daerah sekitarnya. Sedangkan apabila ditinjau dari aspek pengembangan ekonomi lokal, situ-situ tersebut dapat memberikan peluang pengembangan ekonomi yang berbasis kondisi ekonomi setempat (KNLH, 2007).

Sampai saat ini informasi tentang situ masih terbatas, baik mengenai fungsi utamanya sebagai pengendali banjir, dan fungsi lainnya sebagai sumber air baku untuk pertanian dan perikanan, sehingga pemanfaatan situ bagi berbagai keperluan sulit untuk diprogramkan. Berbeda dengan situ, waduk memiliki sistem tata air yang telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume, kedalaman, luas, presipitasi, debitinflow/outflowwaktu tinggal air diketahui dengan pasti.

Sumber air situ dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain: a. Air sungai yang mengalir ke dalam basin dan sebagaiinflow, b. Air hujan yang tertangkap langsung oleh basin situ tersebut,

c. Air dari aliran permukaan (over land flow) yang berasal dari air hujan yang jatuh,

d. Air yang berasal dari dalam tanah (air tanah) yang permukaannya lebih tinggi dari pada permukaan air danau sehingga air mengalir ke dalam situ,

(16)

Jumlah air situ tidak selalu tetap, tetapi selalu mengalami fluktuasi yaitu bertambah pada musim basah (hujan) dan berkurang pada musim kering (kemarau). Penyusutan air situ dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

a. Penguapan dari permukaan situ, dipengaruhi oleh suhu, perbedaan tekanan udara, kelembaban udara, angin dan kualitas air,

b. Pengaliran air situ melaluioutletmenuju sungai dibawahnya,

c. Perembesan air situ ke dalam tanah. Hal ini tergantung pada karakteristik batuan atau tanah penyusun lahan sekitarnya, selain itu faktor ketinggian air tanah di sekitar situ juga menentukan besar kecilnya kehilangan air situ tersebut,

d. Khusus untuk waduk terdapat penyusutan air akibat dimanfaatkan untuk air minum, irigasi, dan sebagainya (Damayanti, 2012).

Pengelolaan situ dilaksanakan secara terpadu (multisektor), menyeluruh (kualitas-kuantitas, hulu-hilir), berkelanjutan (antar generasi), berwawasan lingkungan (konservasi ekosistem) dengan wilayah sungai (satuan wilayah hidrologis) sebagai kesatuan pengelolaan situ. Pengelolaan situ tidak bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja, namun harus dilakukan oleh semua pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan situ seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. Para pihak (stakeholders) yang terkait harus memiliki kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan pengelolaan situ. Pengelolaan situ tidak dapat dilakukan secara efektif dengan hanya mengandalkan kemampuan pemerintah dalam membuat dan menegakkan peraturan saja. Berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait dalam pengelolaan situ harus sama-sama menyadari perlunya pengelolaan situ serta dapat melakukan kegiatan pengelolaan situ dengan baik.

Penelitian situ-situ masih relatif sangat sedikit. Jika jumlah situ yang masih ada di wilayah Jabodetabek diasumsikan sebanyak 164 buah, maka jumlah yang telah diteliti baru sekitar 9%. Sementara sebagian besar penelitian tentang situ-situ baru terpusat pada aspek biologi dan kualitas air, masih sangat sedikit sekali jumlah penelitian tentang pengelolaan dan inventarisasi situ. Keadaan demikian tentunya akan menyulitkan pihak pengambil keputusan untuk membuat perencanaan pengelolaan situ dimasa datang. Dengan demikian topik penelitian situ dimasa datang harus relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

Rumusan Masalah

(17)

penyebabnya bisa akibat sedimentasi yang tak terkendali, atau karena adanya pengurugan menjadi lahan pemukiman atau untuk keperluan yang lain. Meningkatnya jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menyebabkan semakin meningkatnya tekanan terhadap situ. Pembangunan dan pengembangan wilayah memaksa situ menjadi salah satu sumberdaya alam yang harus terus mengalah, yang pada akhirnya membuat situ-situ mengalami pengurugan dan beralih fungsi. Sebagai salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air sementara, situ memegang peranan penting dalam siklus hidrologi air. Pentingnya peran situ sebagai pengendali banjir dan sumber air baku untuk irigasi dan perikanan tidak kemudian menjadikan masyarakat peduli dan mau melindungi keberadaan situ. Justru sebaliknya, situ banyak mengalami pencemaran serta pengurugan.

Permasalahan yang muncul mengindikasikan bahwasanya para

stakeholders baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat sendiri masih memandang situ bukan sebagai ekosistem yang harus dijaga kelestariannya. Pelestarian situ yang didera banyak permasalahan yang kompleks tidak hanya bisa diselesaikan oleh salah satu pihak saja, akan tetapi perlu kolaborasi dengan pembagian peran yang baik dari pihak pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Pemerintah pusat dan daerah selaku pembuat regulasi harus bisa merumuskan peraturan yang komprehensif dalam rangka penyelamatan situ. Pihak swasta dan masyarakat dituntut memiliki kesadaran untuk bisa mematuhi peraturan yang telah ada dan kemudian ikut ambil bagian dalam rangka menjaga kelestarian situ yang semakin tersisih.

(18)

Gambar 1. Kerangka pemikiran evaluasi kebijakan pengelolaan Situ Cikaret

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk:

1. Menganalisis perubahan tutupan lahan di wilayah sekitar Situ Cikaret; 2. Menghitung fungsi pengendali banjir dan ketersediaan air Situ Cikaret;

3. Mengidentifikasi pengaruh dan kepentingan stakeholder pengelolaan Situ Cikaret;

4. Mengidentifikasi kebijakan yang berlaku dalam pengelolaan Situ Cikaret.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Memberikan informasi perubahan penutupan lahan dari tahun 2002-2012 dengan pendekatan SIG;

2. Memberikan informasi berapa debit yang dapat diredam oleh Situ Cikaret dan ketersediaan air untuk irigasi dan perikanan;

(19)
(20)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Penutupan Lahan

Data penginderaan jauh mempunyai sifat temporal, sehingga bisa digunakan untuk memantau perubahan penutup lahan yang akan memberikan masukan berarti bagi pengeloaan DAS. Hasil interpretasi dari data penginderaan jauh Landsat dan SPOT, penutup lahan di Sub DAS Tondano di Sulawesi Utara didominasi oleh sawah, ladang/tegalan, dan hutan. Sedangkan perubahan penutup lahannya didominasi oleh hutan dan ladang yang semakin berkurang dan permukiman yang semakin bertambah. Semakin berkurangnya penutup lahan bervegetasi seperti hutan dan semak belukar, diduga memberikan dampak makin menurunnya kualitas dan kuantitas danau (Kartikaet al, 2012).

Model pemantauan kualitas danau berbasis data penginderaan jauh akan sangat bermanfaat untuk memantau dan mengevaluasi kualitas danau secara akurat, berkala, cepat dan ekonomis. Informasi spasial yang dihasilkan akan sangat mendukung pengelolaan lingkungan dan pengembangan budidaya perikanan (Trisakti dan Nugroho, 2012).

Kerusakan lahan di bagian hulu DAS Tondano sangat berpengaruh terhadap eksistensi Danau Tondano yang mempunyai fungsi strategis bagi Provinsi Sulawesi Utara. Sebab Danau Tondano berfungsi untuk menyuplai air bersih, pembangkit listrik tenaga air, irigasi, perikanan, pengendali banji, rekreasi dan fungsi lainnya. Erosi dan sedimentasi di bagian hulu telah menyebabkan berkurangnya luas dan kedalaman danau (Nugroho, 2005).

Menurut Jaya (2010) klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks multispektral dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan peubah-peubah yang digunakan. Kelas dapat berupa sesuatu yang terkait dengan fitur-fitur yang telah dikenali di lapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokkan oleh komputer.

Selanjutnya Jaya (2010) menjelaskan bahwa berdasarkan teknik pendekatannya, klasifikasi kuantitatif dibedakan atas Klasifikasi Tidak Terbimbing (unsupervised classification) dan Klasifikasi Terbimbing (supervised classification). Klasifikasi Tidak Terbimbing adalah klasifikasi yang proses pembentukan kelas-kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer. Kelas-kelas atau klaster yang terbentuk dalam klasifikasi ini sangat bergantung pada data itu sendiri. Pada klasifikasi ini hanya sebagian kecil saja yang ditetapkan atau didesain oleh analis, misalnya jumlah kelas atau klaster yang akan dibuat, teknik yang akan digunakan, jumlah iterasi, dan band-band atau kanal yang akan digunakan.

(21)

Fungsi Situ sebagai Pengendali Banjir dan Penyedia Air

Air di lautan dan di genangan (danau, rawa, waduk), akan menguap ke dalam atmosfer karena adanya radiasi matahari. Uap air akan berubah menjadi hujan akibat dari proses pendinginan. Air hujan yang jatuh di bumi sebagian akan menjadi aliran permukaan, dan aliran permukaan tersebut sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi dan perkolasi. Selebihnya akan menjadi aliran permukaan dan kembali ke dalam lautan (Soewarno, 1991).

Menurut Hadi (2014) Sungai Ciliwung merupakan DAS yang dianggap sebagai penyumbang terbesar terhadap terjadinya banjir di Jakarta. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait,namun permasalahan banjir di DAS Ciliwung tidak terselesaikan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di kawasan DAS Ciliwung tentunya kebutuhan akan lahan untuk permukiman dan fasilitas semakin bertambah.

Selanjutnya Hadi (2014) menjelaskan bahwa badan air Ruang Terbuka Biru (RTB) bersumber dari blue water seperti situ, waduk, embung dan sebagainya memainkan peran penting dalam pengendalian banjir dengan menahan hidrograf aliran masuk dan mengurangi debit puncak aliran keluar, sehingga dapat mengurangi kapasitas saluran yang diperlukan di bagian hilir.

Analisa reduksi banjir akibat tampungan Danau Sentani di Provinsi Papua merupakan perbandingan antara debit inflow banjir dengan debit yang terjadi di

outlet Danau Sentani. Reduksi banjir pada tahun 2007 rata-rata sebesar 86,18% dari 8 kala ulang yang berbeda. Pada tahun 2010 reduksi akibat tampungan rata-rata sebesar 86,22% dan pada tahun 2012 rata-rata-rata-rata sebesar 86,23%. Pada rencana pengendalian debit puncak banjir yang masuk kedalam Danau Sentani, pada Rencana Tata Ruang Wilayah Danau Sentani telah direncanakan dengan menggunakan Check Dam guna menurunkan debit puncak banjir dan juga guna mengurangi tingkat sedimentasi di Danau Sentani. Mengingat pada analisa sebelumnya pada perubahan tata guna lahan yang terjadi pada daerah tangkapan air hujan mempunyai kecenderungan untuk di jadikan pemukiman. Pertimbangannya bahwa semakin tinggi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pemukiman, akan meningkatkan debit inflow yang masuk ke dalam Danau Sentani (Fauziet al.2014).

Pemanfaatan perairan atau pemanfaatan ruang perairan Danau Tondano di Sulawesi Utara saat ini cenderung tidak memperdulikan daya dukung sumberdaya air yang ada di danau ini. Perairan Danau Tondano saat ini tidak hanya dimanfaatan sebagai lahan pariwisata, tetapi juga di manfaatkan sebagai lahan hunian (rumah-rumah terapung), lahan peternakan (ikan, itik dan ternak babi). Di dalam skenario perencanaan terpadu Danau Tondano, tentunya prinsip keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan perairan danau mesti diperhitungkan dengan baik, sehingga siklus-siklus di dalam ekosistem perairan danau dapat berlangsung semestinya dan tidak terputus sama sekali (Kumurur, 2002).

(22)

dilakukan dengan beberapa cara antara lain metode aritmatik/rata-rata aljabar dan metode poligon thiesen (Harto, 1993).

Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran curah hujan disamai atau dilampau. Sebaliknya kala ulang atau (return period) adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Beberapa cara yang dipakai untuk menentukan distribusi frekuensi yang umum dipakai yaitu: Distribusi Normal, dan Distribusi Gumbel (DPU, 1989).

Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 5 jam sehari. Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe. Hujan efektif adalah angka yang menunjukkan besar curah hujan (dalam millimeter) setelah dikurangi evaporasi dan infiltrasi (DPU, 1989).

Banjir adalah suatu keadaan aliran sungai, dimana permukaan airnya lebih tinggi dari suatu ketinggian tertentu, pada umumnya ditetapkan sama dengan tinggi bantaran sungai. Debit banjir adalah besarnya aliran sungai yang diukur dalam satuan (m3/dtk) pada waktu banjir. Banjir rencana ialah banjir yang besarnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis frekuensi atau analisis kala ulang. Penetapan kala ulang ditentukan oleh besarnya resiko yang masih dapat ditanggung. Untuk menentukan besarnya debit banjir rencana dalam perencanaan/perancangan tergantung pada data yang tersedia.

Probabilitas atau kejadian banjir untuk masa mendatang dapat diramalkan melalui analisis hidrologi dengan menerapkan metode statistik sesuai parameter hidrologi. Dalam pemilihan banjir rencana untuk bangunan air sangat tergantung pada analisis statistik dari urutan kejadian banjir baik berupa debit air dari sungai maupun curah hujan maksimum. Beberapa pertimbangan antara lain besarnya kerugian yang akan diderita kalau bangunan kita dirusak oleh banjir dan sering tidaknya kerusakan terjadi, umur ekonomis bangunan dan biaya pembangunan. Perhitungan banjir rancangan dalam penelitian ini digunakan cara hidrograf satuan dengan pertimbangan bahwa cara ini adalah cara yang paling dipercaya dan hasilnya berupa grafik hidrograf yang dapat dipakai sebagai debit masukan (inflow) pada analisis penelusuran banjir (Harto, 1993).

Hidrograf adalah diagram yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air menurut waktu. Kurva tersebut memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi yang ada didaerah tersebut. Kalau karakteristik daerah aliran itu berubah maka bentuk hidrograf juga akan mengalami perubahan. Kegunaan utama hidrograf satuan adalah untuk menganalisis proyek-proyek pengendalian banjir (Agus dan Hadihardaja, 2011)

(23)

Hidrograf satuan sintetik merupakan formula yang dikembangkan untuk memprediksi unit hidrograf dari suatu DAS berdasarkan korelasi antara karakteristik fisik DAS yang terkait dengan sifat pengaliran direct run off

(kemiringan) dengan karakteristik unit hidrograf DAS tersebut (besar debit puncak, waktu puncak). Umumnya penurunan hidrograf satuan hanya dapat dilakukan apabila terdapat data hujan dan debit terkait yang cukup. Data hujan pada umumnya mudah diperoleh di hampir setiap daerah, akan tetapi ketersediaan data debit tidak sebaik data hujan. Apabila data debit tidak tersedia maka digunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik. Cara yang digunakan untuk membuat hidrograf satuan sintetik diantaranya caraGama I,NakayasudanSnyder

(Warianto, 2008).

Penelusuran Banjir adalah merupakan peramalan hidrograf di suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Manfaat dari penelusuran waduk yaitu untuk mengetahui hidrograf sungai di suatu tempat apabila hidrograf di sebelah hulu diketahui dan untuk sarana peringatan dini pada pengamanan banjir (early warning). Dasar dari prosedur penelusuran banjir dapat dilakukan dengan cara persamaan tampungan (storage equation), tampungan merupakan fungsi dari aliran keluar (outflow) (Chowet al. 1988).

Ketersediaan air bertujuan untuk menentukan besarnya air yang tersedia atau disebut juga sebagai debit andalan. Debit andalan merupakan suatu besaran debit yang bisa diharapkan terjadi selama beberapa % dari waktu, misalnya debit andalan 80% berarti debit tersebut harus tersedia selama 80 % waktu. Sehingga debit andalan adalah debit yang bisa diandalkan untuk suatu reliabilitas tertentu. Untuk keperluan irigasi biasa digunakan debit andalan 80%, artinya kemungkinan 80% debit yang terjadi adalah lebih besar atau sama besar dengan debit tersebut. Dapat diartikan juga bahwa dalam lima tahun ada kemungkinan satu kali gagal.

Menurut Musianty (2011)besarnya debit andalan memerlukan data debit yang panjang yang dimiliki oleh stasiun pengamatan debit sungai atau pos duga air. Metoda yang dipakai untuk menentukan debit andalan adalah dengan menggunakan Metode statistik (rangking) dengan menggunakan rumus Weibull. Dimana pada metoda ini seri data debit diurutkan dari nilai terbesar hingga nilai terkecil. Kemudian dirangking, rangking pertama adalah data terbesar (m=1) dan seterusnya

Data debit yang terbatas dapat menggunakan data hujan yang cukup panjang dengan menggunakan model hidrologi yaitu Metoda F.J. Mock, dan NRECA. Metoda F.J. Mock dikembangkan oleh Dr. F.J. Mock. Metoda Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metoda perhitungan debit yang menjelaskan hubungan rainfall-runoff. Metoda ini menganggap bahwa hujan yang jatuh di DAS sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan menjadi limpasan langsung(direc run-off)dan sebagian lagi akan masuk ke tanah sebagai air terinfiltrasi, kemudian jika kapasitas menampung lengas tanah (soil moisture capacity) telah terlampaui, air akan mengalir ke bawah akibat gravitasi

(perkolasi) ke air tanah (groundwater) yang akibatnya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow). Dalam menganalisa ketersediaan air dengan metoda FJ. Mock digunakan data klimatologi sebagai input dan debit output.

(24)

data hujan bulanan dan evapotranspirasi untuk menghitung debit bulanan yang terjadi. Hujan yang jatuh di permukaan bumi sebagian akan menjadi aliran permukaan dan sebagian lagi akan meresap ke dalam tanah. Aliran yang meresap akan bergerak sebagai subsurface flow dan akan masuk ke aliran-aliran utama seperti sungai dan memberikan aliran kontinu. Aliran yang tidak tercatat besaran alirannya, dapat menggunakan data curah hujan dan penguapan sebagai dasar perhitungan aliran yang terjadi (Musianty, 2011).

Analisis Isi

Mengacu pada UUD 1945 pasal 33 menyebutkan bahwa pada hakekatnya sumberdaya kawasan danau seperti danau Towuti di Provinsi Sulawesi Selatan dan Danau Toba di Provinsi Sumatera Utara adalah milik negara (state property) dan pemanfaatannya adalah sebesar-besarnya bagi masyarakat secara luas. Mengingat sifat kepemilikan perairan danau bersifat milik bersama (common property), maka dalam aktivitas pengelolaan sumberdaya danau yang berkelanjutan perlu adanya dukungan sistem dan sangsi yang positif. Sistem hukum dapat berupa peraturan perundangan, hukum adat, perda, peraturan pemerintah, sedangkan sangsi dapat berupa sangsi sosial, sangsi finansial, sangsi hukuman badan, dan sebagainya. Adanya sistem hukum dan sangsi dalam aktivitas pengelolaan sumberdaya berkelanjutan diharapkan konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya dapat dihindari. Secara umum terdapat beberapa peraturan hukum pada tingkat nasional yang terkait dengan pengelolaan ekosistem Danau Towuti dan Danau Toba berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Naegara Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, SK. Mentri Pertanian, Keputusan Menteri Kehutanan RI (Syahromaet al. 2013).

Menurut Anshari (2006) Pengelolaan kolaboratif adalah sebuah harapan

yang dapat menyelamatkan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).

Pendekatan ini semakin relevan untuk dilaksanakan karena tingginya motivasi masyarakat untuk melakukan kerjasama dan keputusan politik dari Kabupaten Kapuas Hulu untuk menjadi kabupaten konservasi. Pada tingkat lembaga, antara pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dengan Departemen Kehutanan, sangat perlu dirumuskan mekanisme yang saling menguntungkan, terutama tentang otoritas pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum. Secara hukum, otoritas (dalam hal ini diartikan sebagai wujud dari kekuasaan) pengelolaan TNDS berada pada Departemen Kehutanan, dan status ini sulit diganggu gugat. Yang mungkin dilakukan adalah pembagian wewenang dan tanggung jawab berdasarkan fungsi-fungsinya. Jika kekuasaan tidak dapat dibagi, Departemen Kehutanan dapat mendelegasikan sebagian wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum. Hal ini masih perlu dibahas lebih rinci dan diteliti lebih lanjut.

(25)

bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian (Yuris, 2009).

Analisisstakeholder

Sudah begitu banyak peraturan dan keputusan politik, proyek yang dikeluarkan atau diselenggarakan oleh para pemangku DAS, namun secara global belum menyentuh inti persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan DAS yang lestari. Lembaga kompensasi adalah salah satu alternatif solusi dari centang perentang pengelolaan DAS selama ini. Dari berbagai riset atau pun semiloka/workshop dan identifikasi permasalahan yang ada, keberadaan lembaga kompensasi adalah suafu tawaran yang ideal bagi upaya memperbaiki hubungan yang lebih baik antara hulu dan hilir dalam kontek pengelolaan DAS. Persoalannya adalah kenapa lembaga kompensasi yang sudah menjadi semacam kata kunci dalam setiap seminar, diskusi publik atau pun rapat-rapat lintas sektoral sampai sekarang masih belum terwujud (Wibowo, 2013).

Pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pemulihan ekosistem kawasan Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba dapat digolongkan sebagai pemangku kepentingan kunci, utama,dan pendukung. Pemangku kepentingan kunci merupakan lembaga pemerintah kabupaten yang tupoksinya berkaitan langsung dengan pemulihan ekosistem DTA Toba seperti Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup yang memiliki peranan yang paling tinggi dalam upaya pemulihan ekosistem DTA Toba. Para pemangku kepentingan umumnya memiliki kepentingan yang berbeda. Namun dalam upaya pemulihan ekosistem Danau Toba seluruh pemangku kepentingan harus memiliki tujuan bersama (common goal) agar pemulihan ekosistem tersebut dapat tercapai. Agar collective action ini dapat berjalan, maka dibutuhkan adanya koordinasi yang baik dari seluruh pemangku kepentingan terutama di antara para pemangku kepentingan kunci yang menjadi penentu dan motor penggerak seluruh proses (Sundawati dan Sanudin, 2009).

BPDAS Bone-Bolango, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Kabupaten merupakan lembaga formal yang sangat berperan dalam pengelolaan DAS Limboto. Lembaga informal yang mempunyai peranan penting adalah Pokja DAS. Kelembagaan pengelolaan DAS Limboto akan semakin mantap dengan koordinasi dan kerjasama yang baik antara Subject(masyarakat, Pokja DAS) dan

Players (BPDAS , Dinas Kehutanan Propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten) (Dewi dan Iwanudin, 2007).

Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat sekitar Danau Beratan dalam kegiatan konservasi sumber daya air. Partisipasi masyarakat tersebut diukur dari indikator mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemahaman tentang konservasi sumber daya air. Partisipasi masyarakat dalam konservasi sumber daya air di sekitar Danau Beratan Kabupaten Tabanan sudah baik. Hal ini terlihat dari prosentase masyarakat yang berkategori partisipasi baik sebanyak 63,26%. Masyarakat yang berada disekitar Danau Beratan sudah memahami perlindungan dan pelestarian sumberdaya air serta pengendalian pencemaran air (Rahadianiet al. 2014).

(26)

Analisis stakeholders diperlukan untuk mengetahui peran masing–masing

stakeholders yang merupakan semua aktor atau kelompok yang mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari sebuah program. Analisis stakeholders dilakukan menggunakan metode pendekatan yang dikembangkan oleh Groenendijk (2003) untuk mengetahui peranan dan fungsinya. Metode tersebut diawali dengan mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dan mengklasifikasikan berdasarkan keterkaitannya secara langsung/tidak langsung dengan proyek yang ada. Kemudian, tiap stakeholders yang berbeda tersebut tentunya memiliki atribut yang berbeda untuk dikaji sesuai dengan situasi dan tujuan dari analisis. Atribut yang dimasukkan dalam analisis adalah pengaruh (power) dan kepentingan (importance). Hasil penilaian atribut stakeholders

(27)

3. METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Situ Cikaret (Gambar 2) yang terletak di DAS Sungai Ciliwung dengan luas daerah tangkapan air sebesar 8,46 km2, berada di dua Kelurahan, yaitu Kelurahan Harapanjaya, dan Kelurahan Tengah, Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Pengambilan data dan pengukuran lapangan dilakukan bulan Maret 2013 sampai September 2013.

Gambar 2. Lokasi penelitian di Situ Cikaret

Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil pengukuran debit lapangan di saluran inlet, hasil wawancara dengan stakeholder terkait dan mengunduh peta penutupan lahan (citra landsat) bulan Desember tahun 2002 dan bulan Desember tahun 2012 pada

(28)

Metode dan Analisis Data

Perubahan tutupan lahan dianalisis dengan metode klasifikasi terbimbing. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu: 1) Inventarisasi (survey, pengumpulan data), 2) analisis, dan 3) Output. Bagan alir perubahan tutupan lahan dapat dilihat padaGambar 3.

Gambar 3. Bagan alir analisis perubahan tutupan lahan

Penelusuran banjir dianalisis dengan metode ISD (Inflow Storage Discharge) dengan dua skenario penelusuran banjir berdasarkan perubahan luas Situ Cikaret Tahun 2002 dan Tahun 2012. Dilakukan perataan hujan menggunakan metode rata-rata aljabar dari data hujan harian maksimum bulanan hasil pencatatan curah hujan dari daerah masing-masing pos hujan yang ada pada daerah tangkapan hujan situ Cikaret, lalu diadakan analisis frekuensi yaitu untuk menentukan jenis sebaran (distribusi frekuensi) apa yang layak dipakai dalam penentuan hujan rancangan. Dari distribusi frekuensi terpilih ditentukan nilai hujan rancangan untuk periode ulang tertentu. Kemudian ditentukan hujan efektif. Parameter DAS seperti: luas DAS, panjang sungai, kemiringan sungai, dan sebagainya. Bersama-sama hujan efektif menentukan banjir rancangan. Banjir rancangan ini dapat diperoleh dengan Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I, Nakayasu dan Snyder. Debit banjir dari hidrograf sintetis tersebut dijadikan sebagai debit masukan. Teknik pengolahan data secara lengkap dapat dilihat pada

(29)

Gambar 4. Bagan alir penelusuran banjir

Untuk melakukan perhitungan hujan rata-rata pada suatu Daerah Aliran Sungai biasanya dilakukan dengan beberapa cara sbb:

1. Metode Aritmatik/Rata-rata Aljabar Rumus:

n

i i

P n P

1 1

atau

1 2 3

1

P P P n

P    ...(3.1) Dimana :

P = hujan rata-rata (mm)

n = Jumlah stasiun pengamat

(30)

Gambar 5. Curah hujan rata-rata dengan metode aritmatika

2. Metode Poligon Thiesen

Gambar 6. Gambar curah hujan rata-rata dengan metode Thiessen

Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan :

i

A1, A2, A3,Ai = Luas daerah yang dipengaruhi oleh masing-masing stasiun

Beberapa cara yang dipakai untuk menentukan distribusi frekuensi yang umum dipakai yaitu: Distribusi Normal, dan DistribusiGumbel.

Distribusi normal

Distribusi fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function)

ini adalah sebagai berikut:

x

T R KS

R   . .………..……….(3.3),

dengan:

(31)

R = rata-rata variabel X,

K = faktor frekuensi untuk periode berulang T, dan

SX = standard deviasi dari X.

Distribusi gumbel

Distribusi fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function) ini adalah sebagai berikut:

XT = besarnya curah hujan dengan periode ulang t tahun,

Xr = curah hujan harian maksimum rata-rata selama periode pengamatan,

k = faktor frekuensi darigumbel,

Sx = standard deviasi,

Sn = standar deviasi dari reduced variated tergantung jumlah tahun pengamatan data,

Yt = reduced variatesebagai fungsi dari periode ulang t,

Yn = rata-ratareduced variatetergantung dari jumlah tahun pengamatan data,

Tr = Periode Ulang.

Hasil pengamatan di Indonesia hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 5 jam sehari. Sebaran hujan jam-jaman dihitung dengan menggunakan rumus

Mononobe.

Rt = intensitas hujan pada jam ke-T, [mm/jam];

T = waktu mulai hujan hingga jam ke-T, [jam];

RT = intensitas hujan rata-rata dalam T jam, [mm/jam];

R24 = curah hujan efektif dalam 24 jam, [mm]; dan

t = waktu konsentrasi hujan, [jam]. Hujan Efektif MenurutMononobe

Re = C . Rt……….(3.11),

dengan:

Re = hujan efektif,

(32)

Rt = Intensitas curah hujan, [mm/jam].

Perhitungan banjir rancangan dalam penelitian ini menggunakan cara hidrograf satuan sintetik diantaranya caraGama I, danNakayasu.

1. CaraGama I

Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I diturunkan berdasarkan parameter-parameter DAS yang dapat diukur dari peta topografi pada penggal sungai yang ditinjau.

Hidrograf satuan caragama I,seperti ditunjukkan padaGambar 7.

Gambar 7. . Hidrograf satuan cara Gama I.

Qt= Qpe-t / k ……….…..………..……..(3.12),

dengan:

Qt = debit yang diukur pada jam ke t sesudah debit puncak, [m3/det];

Qp = debit puncak, [m3/det];

t = waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak, [jam]; dan

K = koefisien tampungan, [jam].

TR = 0.43 (L/100 SF)3+ 1,0665 SIM + 1,2775 ..……….(3.13), dengan:

TR = waktu naik , [jam];

L = panjang sungai, [km];

SF = factor sumber; dan

SIM = factor simetri.

Qp = 0,1836 A0.5886JN0.2381 TR-0.4008……….(3.14), dengan:

Qp = debit puncak , [m3/det];

JN = jumlah pertemuan sungai; dan

TR = waktu naik, [jam].

TB = 27, 4132 TR0.1457S-0.0986 SN0.7344 RUA0.2574 ………...(3.15), dengan:

TB = waktu dasar , [jam];

TR = waktu naik, [jam];

S = landai sungai rata-rata;

SN = frekuensi sumber; dan

(33)

K = 0,5617 A0.1798 S-0.1446 SF–1.0897 D0.0452 ………..(3.16), dengan:

K = koefisien tampungan , [jam];

A = luas DAS, [km2];

S = landai sungai rata-rata;

SF = factor sumber; dan

D = kerapatan jaringan kuras, [km/km2].

2. CaraNakayasu

Nakayasutelah menyelidiki unit hidrograf pada beberapa sungai di Jepang. Hasil penelitian dirumuskan dengan persamaan dan tahapan perhitungan sebagai berikut:

1) Data yang ada untuk diproses panjang sungai (L) dalam km, Catchment area

(A) dalam km2;

2) Menentukan Tp, Tr,Tg,T0.3,dan Qp.

Tp= Tg+ 0.8 . Tr……….…..………..……….(3.17),

Tr= 0.5 Tgs/d Tg…………...……….………....……... (3.18),

Tg= 0.4 + 0.058.L, untuk L > 15 km………...….……..(3.19),

Tg= 0.21.L0.7, untuk L < 15 km……....………..….……..(3.20),

T0,3=a . Tg, a = 1.5–3……….………….…….………...……(3.21),

0.3

0

3 . 0 6 .

3 T T

R A C Q

p p

  

 ………..……….………(3.22),

Tb= Tp+ T0,3+ 1.5 T0,3+ 2 T0,3……….………(3.23), dengan:

Qp = debit puncak banjir, [m3/dt];

C = koefisien pengaliran;

A = luas daerah aliran sungai, [km2];

Ro = hujan satuan, [1 mm];

Tp = waktu puncak, [jam];

T0,3 = waktu yang diperlukan untuk penurunan debit, dari debit puncak menjadi 30 % dari debit puncak, [jam];

Tr = satuan waktu hujan;

Tg = waktu konsentrasi [jam], ditentukan berdasarkan L; dan

Tb = time Base.

Hidrograf satuan caraNakayasu, seperti ditunjukkan padaGambar 8.

(34)

3) Menentukan keadaan kurva sebagai berikut.

(b) Keadaan kurva turun dengan Q > 0.3 Qp



Dasar dari prosedur penelusuran banjir dapat dilakukan dengan cara persamaan tampungan (storage equation), tampungan merupakan fungsi dari aliran keluar (outflow). Persamaan kontinuitas dapat dinyatakan dalam persamaan (3.28):

ds = besarnya tampungan (storage) dalam bagian memanjang waduk yang ditinjau, [m3]; dan

dt = periode penelusuran, [detik, jam atau hari].

Konsep penelusuran waduk, seperti ditunjukkan padaGambar 9.

Gambar 9. Konsep penelusuran waduk

Bentuk persamaannya agar lebih mudah digunakan dalam penelusuran banjir secara hidrologis, maka umumnya dianggap bahwa aliran rata-rata pada waktu t1 dan t2, yaitu pada awal dan akhir periode penelusuran (routing periods),

adalah sama dengan aliran rata-ratanya selama periode tersebut, selanjutnya diberi notasi t, maka persamaan (3.28) menjadi:

(35)

.

sehingga rumus (2.59) dapat diubah menjadi:

.

I1 = inflow pada waktu permulaan periode penelusuran,

I2 = inflow pada akhir penelusuran,

O1 = outflow pada waktu permulaan periode penelusuran,

O2 = outflow pada akhir penelusuran,

S1 = tampungan pada awal penelusuran,

S2 = tampungan pada akhir penelusuran, dan t = waktu penelusuran.

Persamaan (2.32) dapat diatur kembali menjadi:

t [(I1+ I2)(O1+O2)] = 2 (S2S1)………(3.33),

Penelusuran banjir pada pelimpah digunakan metode ISD (Inflow Storage Discharge) yang dikembangkan oleh Raghunath, 1985. Discharge (Q) adalah debit keluar dari permulaan periode penelusuran. Kalau fasilitas pengeluarannya berupa bangunan pelimpah (spillway), maka digunakan rumus sebagai berikut:

Q = C . B . H3/2 ……….………...…(3.35), dengan:

Q = debit, [m3/detik];

C = koefisien debit bangunan pelimpah, [1,7–2,2 ];

B = Panjang ambang bangunan pelimpah, [m];

H = tinggi energi diatas ambang bangunan pelimpah adalah:

h+ .

h = tinggi air diatas ambang bangunan pelimpah, [m]; α = koefisien pembagian kecepatan aliran;

v = kecepatan rata-rata aliran didepan ambang bangunan pelimpah, [m/detik]; dan

g = kecepatan gravitasi, [ 9,81 m/detik].

Metoda Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metoda perhitungan debit yang menjelaskan hubungan rainfall-runoff seperti terlihat pada

(36)

Gambar 10. Bagan alir model rainfall-runoff metoda F.J. Mock

Bentuk persamaan umum water balance adalah :

P = Ea +∆GS + SRO +BF ...(3.37) Dimana:

P= Presipitasi

Ea = Evapotranspirasi

∆GS = Perubahan Ground Water storage

SRO = Surface Run Off

Bf = Base Flow

TRO = Total Run Off

Untuk perhitungan evapotranspirasi potensial digunakan metoda Penmann yang sudah dimodifikasi oleh FAO tahun 1984. Evapotranspirasi dalam keadaan standar dihitung dengan rumus berikut ini :

   

W Rn W f U ea ed

C

ETo   1    ...(3.38) Dimana :

ETo = evapotranspirasi pada keadaan standar (mm/hari)

W = faktor berat (weighting factor) antara temperatur dan penyinaran matahari.

Rn = radiasi matahari (mm/hari)

f (u) = fungsi dari angin = 0.27 ( 1 + U/100 )

U = kecepatan angin selama 24 jam dalam m/detik dengan ketinggian 2 meter

(ea–ed )= perbedaan antara tekanan uap air jenuh pada nilai temperatur udara dan nilai tekanan uap dari keduanya. (mbar)

C = faktor pengganti kondisi cuaca akibat siang dan malam

Perhitungan yang dilakukan dalam model limpasan NRECA ini menggunakan data hujan bulanan dan evapotranspirasi untuk menghitung debit bulanan yang terjadi. Konsep model NRECA diilustrasikan pada Gambar 11 di bawah ini:

Evapotranspirasi

Surface Storage

(SS)

Ground water

Storage (GS)

Total Run Off

Rainfall

Surface Run Off

Infiltrasi

(37)

Hujan Evapotranspirasi

Kelebihan Kelengasan Limpasan Langsung

PSUB Perkolasi

Limpasan Air Tanah GWF

Debit Total

Gambar 11. Diagram model hujan limpasan NRECA

Persamaan dasar keseimbangan air yang digunakan: :

RO = P–AE +S ...(3.39) Dimana :

P = presipitasi

AE = penguapan aktual

S = perubahan tampungan

RO = aliran permukaan

Gambar 12. Bagan alir neraca air

Metode content analysis atau analisis isi digunakan terhadap semua peraturan perundangan yang terkait langsung dengan obyek penelitian.

Analisis stakeholder dapat dikatakan sebagai suatu sistem untuk mengumpulkan informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, dan

Tampungan Kelengasan

(38)

mengkategorikan informasi. Langkah langkah yang dilakukan dalam menganalisisstakeholderadalah:

1) Identifikasistakeholdersdan perannya

2) Membedakan dan mengkategorikan stakeholders berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya.

Gambar 13. Bagan alir analisisstakeholder

Stakeholder dipetakan ke dalam matriks analisis stakeholder berdasarkan besarnya kepentingan dan pengaruh. Besarnya kepentingan dan pengaruh diberi nilai sesuai dengan panduan yang telah dibuat. Untuk menilai besarnya kepentingan digunakan panduan penilaian untuk mengetahui tingkat kepentingan seperti padaTabel 1 sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh digunakan panduan penilaian untuk mengetahui besarnya pengaruh seperti pada Tabel 2. Jumlah nilai yang didapatkan oleh masing-masing stakeholder adalah 25 poin untuk besarnya kepentingan dan 25 poin untuk besarnya pengaruh.

Tabel 1. Penilaian tingkat kepentingan

No Variabel Indikator Skor

1 Keterlibatan Terlibat seluruh proses Terlibat 3 proses Terlibat 2 proses Terlibat 1 proses Tidak terlibat

5 4 3 2 1 2 Manfaat Pengelolaan Mendapat 4 manfaat

Mendapat 3 manfaat Mendapat 2 manfaat Mendapat 1 manfaat

Tidak mendapatkan manfaat

(39)

disediakan Menyediakan 3 sumberdaya

4 Prioritas Pengelolaan Sangat menjadi prioritas Prioritas

1 Aturan/Kebijakan pengelolaan Terlibat seluruh proses Terlibat 3 proses

2 Peran dan partisipasi Berkontribusi pada semua point Berkontribusi dalam 3 point

3 Kemampuan dalam berinteraksi Berinteraksi dalam semua point Berinteraksi dalam 3 point

4 Kewenangan dalam pengelolaan Kewenangan dalam semua proses Kewenangan dalam 3 proses

Setelah diketahui besarnya nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing

(40)

Gambar 14. Matrik hasil analisisstakeholder

Pengolahan data kualitatif hasil wawancara dikuantitatifkan dengan mengacu pada pengukuran data berjenjang lima, seperti yang ditunjukkan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaanstakeholder

Skor Nilai Kriteria Keterangan

(41)

 Kuadran II (Players) merupakan kelompok aktor yang memiliki derajat pengaruh dan kepentingan yang tinggi untuk mensukseskan kegiatan seperti tokoh masyarakat, kepala instansi terkait, dan kepala pemerintahan.

 Kuadran III (Bystanders) mewakili kelompok aktor yang rendah pengaruh dan kepentingannya,Interest mereka dibutuhkan untuk memastikan dua hal yakni: (a) interest-nya tidak terpengaruh sebaliknya, dan (b) kepentingan dan pengaruhnya tidak mengubah keadaan.

(42)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Tutupan Lahan Situ Cikaret

Training areadiperlukan dalam setiap kelas yang akan dibuat berdasarkan data citra landsat ETM 7 Pansharp 15m Path/Row 122/64 dan harus dapat melihat secara jelas perbedaan yang tampak pada citra. Masing-masing training area mewakili satu kelas atau kategori penutupan lahan. Sebelum dilakukan

training area, ditetapkan batasan mengenai kelas yang akan diklasifikasikan.Pembuatan training area pada penelitian ini dilakukan dengan membuat secara langsung pada citra dengan Tools AOI. Contoh penampakan training area masing-masing kelas penutupan dapat dilihat padaTabel 4.

Tabel 4. Penampakan training area

No Kelas Penampakan pada citra Kombinasi Band

1 Badan Air Band Red: 5

Band Green: 4 Band Blue: 3

2 Tegakkan Pohon Band Red: 5

Band Green: 4 Band Blue: 3

3 Areal Pertanian Band Red: 5 Band Green: 4 Band Blue: 3

4 Permukiman Band Red: 5

(43)

a)

(b)

c) d)

(c) (d)

(a)

Gambar 15. Penampakan kelas tutupan lahan di lokasi penelitian: (a) badan air (b) tegakkan pohon (c) area pertanian (d) permukiman

Gambar 16. Penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2002

Tegakkan pohon Badan air

Areal pertanian

(44)

Berdasarkan Peta Penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2002 (Gambar 16), dapat diketahui bahwa penutupan lahan yang terluas di Situ Cikaret selain badan air adalah semak belukar yaitu sebesar 14,00 ha atau sekitar 34,36%, ladang memiliki luasan yang paling kecil jika dibandingkan dengan kelas penutupan lahan lain yaitu sebesar 2,16 ha atau hanya 5,30% dari luas total. Gambaran lebih jelas mengenai luasan masing-masing kelas pada peta penutupan lahan disajikan

padaTabel 5.

Tabel 5. Luas hasil klasifikasi penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2002

No Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1

Berdasarkan Peta Penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2012 (Gambar 17), dapat diketahui bahwa penutupan lahan yang terluas di Situ Cikaret selain badan air adalah semak belukar yaitu sebesar 18,68 ha atau sekitar 45,86%, ladang memiliki luasan yang paling kecil jika dibandingkan dengan kelas penutupan lahan lain yaitu sebesar 0,79 ha atau hanya 1,93% dari luas total. Gambaran lebih jelas mengenai luasan masing-masing kelas ada peta penutupan lahan disajikan

padaTabel 6.

Tabel 6. Luas hasil klasifikasi penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2012

No Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1

Berdasarkan hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2002 dan 2012, maka terlihat bahwa badan air mengalami pengurangan luas dari semula pada tahun 2002 luasnya 21,67 ha menjadi 16,90 ha pada tahun 2012, demikian juga dengan ladang dari semula 2,16 ha pada tahun 2002 menjadi 0,79 ha pada tahun 2012, sedangkan yang mengalami penambahan luas yaitu semak belukar dari semula 14,00 ha pada tahun 2002 menjadi 18,68 ha pada tahun 2012 dan permukiman dari semula 2,90 ha pada tahun 2002 menjadi 4,37 ha pada tahun 2012.

(45)

sebaliknya jika musim kemarau, maka luas badan air situ akan berkurang atau mengalami penyusutan.

Gambaran detail mengenai perubahan luasan masing-masing kelas pada tahun 2002 dan tahun 2012 disajikan padaTabel 7.

Gambar 17. Penutupan lahan Situ Cikaret tahun 2012

Tabel 7. Luas hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2002 dan tahun 2012

No Penutupan Lahan Luas

2002 (ha) %

Luas

2012 (ha) %

Perubahan (ha)

1 Badan air 21.67 53.20 16.90 41.48 -4.77 2

3 4

Tegakkan Pohon Areal Pertanian Permukiman

14.00 2.16 2.90

34.37 5.30 7.12

18.68 0.79 4.37

45.85 1.94 10.73

4.68 -1.37 1.46

Total 40.73 100 40.73 100

Tampaknya pengurangan luas Situ Cikaret sejalan dengan situ-situ di daerah lainnya, seperti Danau Rawa pening yang terletak di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Luasan permukaan air danau Rawa Pening selama periode 1992-2001 terpantau menurun. Menurunnya permukaan air danau berkisar dari 2923,21 ha menjadi 2698,48 ha dan dari tahun 2001 hingga tahun 2006 menurun kembali menjadi sekitar 2677,76 ha. Pengukuran luas danau dari tahun ke tahun akan selalu tidak menentu, namun tingkat luas permukaan air danau Rawa Pening akan selalu mengalami menyusutan karena pengaruh sedimentasi yang sangat

Tegakkan pohon

Permukiman

(46)

tinggi (Suwargana, 2012). Oleh karena itu, pengurangan luas Situ Cikaret menjadi salah satu permasalahan penting dalam pengelolaan situ di Kabupaten Bogor.

Fungsi Situ Cikaret sebagai Pengendali Banjir

Situ pengendali banjir seperti Situ Cikaret adalah situ yang berfungsi menahan semua atau sebagian air banjir dalam tampungan (badan air) dan mengalirkannya sesuai dengan kapasitas sungai yang berada dibagian hilir. Bangunan pelimpah umumnya dibangun sebagai bagian dari situ, dimana berfungsi untuk melepaskan sebagian banjir yang tidak bisa ditampung. Kemampuan situ dalam menampung volume air di saat puncak banjir diharapkan dapat mengurangi debit banjir di bagian hilir situ.

Hasil analisis curah hujan harian maksimum rata-rata di DAS Situ Cikaret periode tahun 2002-2012 menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 145 mm dan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar 75 mm. (Gambar 18.)

Gambar 18. Curah hujan harian maksimum rata-rata di DAS Situ Cikaret periode tahun 2002-2012

Tujuan analisis frekuensi adalah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Analisis frekuensi curah hujan rancangan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa distribusi probabilitas yang banyak digunakan dalam hidrologi, yaitu: distribusi normal, distribusi gumbel dan distribusi log pearson

type III. Dengan menggunakan distribusi gumbel data curah hujan harian maksimum rata-rata diolah untuk memperoleh curah hujan dengan periode ulang selama beberapa tahun (2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun). Untuk perkiraan debit maksimum, digunakan periode ulang yang pendek, yaitu 2, 5, dan 10 tahun (Hardiningrum et al, 2005), sedangkan untuk periode ulang 50 dan 100 tahun biasanya digunakan untuk perencanaan bangunan air seperti bendungan. Dari hasil perhitungan diperoleh hujan harian maksimum untuk periode ulang 2 tahun sebesar 98.61 mm, periode ulang 5 tahun sebesar 161.52 mm dan untuk periode ulang 10 tahun sebesar 203.17 mm.

(47)

adalah angka yang menunjukkan besar curah hujan (dalam mm) setelah dikurangi infiltrasi.

Tabel 8. Distribusi hujan jam-jaman untuk periode ulang 2, 5, dan 10 tahun.

Ket: R adalah hujan rancangan

Banjir rancangan adalah banjir yang besarnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis frekuensi atau analisis kala ulang (Harto, 1988). Perhitungan banjir rancangan dalam penelitian ini menggunakan hidrograf satuan sintetis Gama I

dengan input data curah hujan yang mempunyai periode ulang kejadian n-tahun. Dari hasil perhitungan didapat debit puncak Situ Cikaret pada periode ulang 5 tahun sebesar 36.93 m3/det. (Gambar 19.)

Gambar 19. Hidrograf banjir rancangan metode Gama 1 Situ Cikaret

Selanjutnya setelah puncak banjir diketahui dilakukan penelusuran aliran banjir. Penelusuran banjir adalah proses analisis untuk menentukan betuk dari hidrograf banjir suatu daerah yang ditetapkan pada saluran, sungai atau waduk, sebagai hasil dari banjir rancangan. Dasar dari prosedur penelusuran banjir dapat dilakukan dengan cara pesamaan tampungan (storage aquation), tampungan merupakan fungsi (linear atau non-linear) dari aliran keluar (outflow). Penelusuran banjir pada Situ Cikaret yang mempunyai bangunan pelimpah dengan elevasicrest spillway+ 119 m, elevasi tanggul + 120.10 m dan lebarspillway8.00 m digunakan metode ISD (Inflow Storage Discharge).

(48)

Gambar 20. Hidrograf penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 21.67 ha.

Sedangkan hasil perhitungan penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 16.90 ha diperoleh debit outflow sebesar 21.60 m3/dtk, terjadi reduksi jika dibandingkan dengan debit inflow yang mempunyai besaran 36.93 m3/dtk, terdapat pemotongan debit aliran puncak sebesar 36.93 – 21.60 = 15.33 m3/dtk atau mampu meredam banjir sebesar 41.51 %. Hasil ini menunjukkan fungsi Situ Cikaret sebagai pengendali banjir (Gambar 21).

Gambar 21. Hidrograf penelusuran banjir dengan luas Situ Cikaret 16.90 ha.

(49)

Fungsi Situ Cikaret sebagai Penyedia Air

Analisis air yang tersedia (water availability) bertujuan untuk menentukan besarnya air yang tersedia atau disebut juga sebagai debit andalan yaitu debit dari saluran yang bisa diandalkan akan terjadi pada waktu-waktu tertentu. Perhitungan banyaknya air yang tersedia tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah air yang tersedia tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti irigasi dan perikanan.

Curah hujan sangat penting untuk menentukan ketersediaan air dalam suatu DAS. Besarnya curah hujan rata-rata wilayah yang dihitung menggunakan metode rata-rata aljabar dari pos curah hujan Cibinong dan Katulampa dapat dilihat Gambar 22. Curah hujan maksimum sebesar 685 mm terjadi pada pada bulan Januari tahun 2002 dan curah hujan minimum sebesar 22.50 mm terjadi pada bulan Juli tahun 2004.

Gambar 22. Curah hujan rata-rata bulanan di DAS Situ Cikaret periode tahun 2002-2012

Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit andalan dari data curah hujan, temperatur, kecepatan angin, penyinaran matahari dan kelembaban (Bappenas, 2007). Dalam penelitian ini, digunakan metode Penman-Montieth. Perhitungan evapotranspirasi dihitung per bulan, karena tiap bulan mempunyai sifat klimatologi yang berbeda. Hasil perhitungan evapotranspirasi maksimum terjadi bulan Oktober tahun 2004 sebesar 3.91 mm dan pada bulan Juli tahun 2005 terjadi evapotranspirasi minimum sebesar 2.8 mm, serta rata-rata bulanan sebesar 2.87 mm.

Tahap selanjutnya mempergunakan metode Mock untuk memperkirakan besarnya debit suatu daerah aliran sungai berdasarkan konsepwaterbalance. Hasil perhitungan debit andalan maksimum terjadi bulan Februari sebesar 1.03 m3/dtk dan pada bulan Agustus dan September terjadi debit andalan minimum sebesar 0.13 m3/dtk.

(50)

dilakukan pengukuran debit dengan menggunakan alat current meter pada bulan September 2013. Hasil pengukuran debit yang masuk ke Situ Cikaret diperoleh debit sebesar 1.24 m3/dtk.

Hasil perhitungan debit andalan dan tolok ukur kedekatan antara debit hasil pengukuran dan perhitungan ditunjukkan Gambar 23. Hasil perhitungan debit andalan NRECA maksimum terjadi bulan Februari sebesar 1.15 m3/dtk dan pada bulan Agustus terjadi debit andalan minimum sebesar 0.22 m3/dtk.

Gambar 23. Debit hasil pengukuran dan perhitungan

Perhitungan neraca air dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara debit ketersediaan dan kebutuhan. Dengan demikian dapat dianalisa apakah debit yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan air seperti untuk irigasi dan perikanan atau tidak.

Tabel 9. Kebutuhan air untuk irigasi dan perikanan Situ Cikaret (dlm l/dtk)

Dari hasil neraca air dengan ketersediaan air Situ Cikaret untuk memenuhi kebutuhan air pada tahun 2012 menggunakan debit andalan periode tahun 2002-2012 tidak mengalami defisit air apabila untuk dimanfaatkan irigasi 25 ha dan perikanan 5 ha. Sisa air minimum dengan ketersediaan air F.J Mock berada pada bulan Agustus sebesar 0.031 m3/dtk sedangkan sisa air minimum dengan ketersediaan air NRECA pada bulan Agustus sebesar 0.118 m3/dtk dengan grafik neraca air terlihat padaGambar 24.

Pemanfaatan Situ Cikaret untuk memenuhi kebutuhan air irigasi pada masa yang akan datang diperkirakan berkurang, karena diperkirakan luas areal persawahan akan berkurang seiring dengan penetapan Kecamatan Cibinong sebagai daerah perdagangan, jasa, dan permukiman berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor, oleh karena itu pemanfaatan air yang sedianya untuk irigasi, dapat dikaji untuk dimanfaatkan sebagai salah satu air baku bagi PDAM Kabupaten Bogor.

(51)

Gambar 24. Neraca air Situ Cikaret tahun 2012

Hasil berbeda didapat pada penelitian Situ Ciharus di Provinsi Jawa Barat di mana situ tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan irigasi secara maksimal. Dari hasil analisis neraca air Situ Ciharus, untuk Kondisi Existing (tahun 2012), debit andalan Q 80 % dari bulan Januari–Desember tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan apabila dengan pemenuhan kebutuhan irigasi untuk 130 ha. Situ Ciharus berpotensi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dengan pola Tanam Padi (70 ha)-Padi (70 ha)- Palawija (3,5 ha) (Maulanaet al. 2012).

Analisis Isi Peraturan Perundangan Pengelolaan Situ

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh 26Stakeholderdalam pengelolaan Situ Cikaret di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor yang terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten.

Tabel 10. Identifikasi dan peran stakeholderpemerintah pusat

No Stakeholder Peran

1 BBWS Ciliwung Cisadane Kementerian PU

- Menetapkan kebijakan dalam pengelolaan situ - Melakukan koordinasi dan fasilitasi dalam

rangka kelancaran pengelolaan situ. 2 BPDAS Citarum Ciliwung

Kementerian Kehutanan

- Pemberdayaan masyarakat untuk reboisasi lahan.

3 Kementerian Lingkungan Hidup

- Melaksanakan pemantauan dan evaluasi mengenai kondisi situ.

4 Dewan Sumber Daya Air Nasional

- Memberikan masukan kepada pemerintah pusat dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air.

Tabel 11. Identifikasi dan peran stakeholderpemerintah provinsi

No Stakeholder Peran

1 Bappeda Provinsi Jawa Barat

- Menetapkan situ ke dalam RTRW provinsi sebagai kawasan lindung.

Gambar

Gambar  1.  Kerangka  pemikiran  evaluasi  kebijakan  pengelolaan  Situ Cikaret
Gambar 2. Lokasi penelitian di Situ Cikaret Jenis dan Sumber data
Gambar 3. Bagan alir analisis perubahan tutupan lahan
Gambar 4. Bagan alir penelusuran banjir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa siri Focus Group Discussion (FGD) juga telah diadakan dengan beberapa orang penyokong bolasepak bagi keempat-empat pasukan bolasepak negeri (Kelantan,

Hal ini menunjukkan bahwa masih ada faktor lain selain strategi bauran pemasaran yang mempengaruhi konsumen terhadap pengambilan keputusan membeli busana muslim di Tangerang

Yakup, MS dengan judul “Pengelolaan Hara dan Pemupukan Pada Budidaya Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Lahan Kering” telah diterima dan untuk dapat dipresentasikan pada Seminar

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh motif McClelland yang terdiri dari need for achievement, need for power, dan need for affiliation terhadap hardiness

Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah dikaitkandengan keadaan-keadaan alergi dan infeksi parasit internal (contoh, cacing darah atauSchistosoma

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Endorser Agnes Monica Terhadap Minat Beli Kartu Selular Simpati” disusun untuk memenuhi serta melengkapi syarat memperoleh gelar

(i) Dalam mana-mana peristiwa yang membawa kepada tuntutan atau satu siri tuntutan di bawah Seksyen B1(b) Polisi ini, Kami boleh membayar Anda amaun sepenuh liabiliti Kami

Berdasarkan tabel di atas bahwa kegiatan ”Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya” melekat pada Sekretariat Badan Karantina Pertanian. Dari pagu sebesar