• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PATOLOGI DAN IMUNOHISTOKIMIA KASUS LAPANG

NEWCASTLE DISEASE

PADA AYAM

ETRIWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Etriwati NIM B351120011

(4)

RINGKASAN

ETRIWATI. Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang

Newcastle Disease pada Ayam. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan SURACHMI SETIYANINGSIH.

Newcastle disease (ND) merupakan penyakit yang sangat penting di Indonesia, karena telah menyebar di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian besar. Merebaknya kembali wabah ND pada ayam sejak tahun 2009 sampai saat ini mengindikasikan bahwa usaha dalam melakukan protektif selama ini belum menghentikan penyebaran virus Newcastle disease (VND) secara maksimal di lapangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola distribusi VND pada organ interna ayam dari kasus-kasus lapangan melalui pewarnaan imunohistokimia.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepuluh kasus lapang yang dikumpulkan dari ayam broiler, layer dan buras berasal dari daerah Jawa Barat yang dikirim ke Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Sampel dipilih berdasarkan pemeriksaan klinis dan temuan perubahan patologi anatomi hasil diagnosis Patologist bagian Patologi, FKH IPB sebagai suspect ND dan selanjutnya dikonfirmasi positif ND dengan uji real timereverse-trancription polymerase chain reaction (rRT-PCR) di Bagian Mikrobiologi FKH IPB. Sampel berupa organ-organ: trakhea, paru-paru, jantung, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, hati, pankreas, ginjal, limpa, bursa Fabricious dan otak. Semua sampel organ-organ tersebut dipotong 1 x 1 x 0,5 cm dan difiksasi dalam larutan neutral buffered formalin (NBF) 10 % selama minimal 24 jam dan dibuat sediaan histopatologi dalam paraffin blok.

Pemeriksaan dengan pewarnaan Mayer’s Hematoksilin dan Eosin (HE) untuk melihat adanya degenerasi dan nekrosis, hemoragi, kongesti, edema, infiltrasi sel-sel inflamasi dan untuk melihat derajat lesi pada masing-masing organ dilakukan dengan melihat sebaran lesi fokal dengan derajat ringan, multifokal dengan derajat sedang dan difus dengan derajat berat. Pengamatan dilakukan dengan pembesaran 100 kali dengan 3 kali ulangan lapang pandang.

Pemeriksaan immunohistokimia (IHK) dilakukan dengan kit komersial untuk IHK dengan menggunakan prosedur yang dianjurkan dalam katalog Dako, North America. Inc. Pemeriksaan IHK dinyatakan positif apabila dalam pembacaan preparat ditemukan antigen yang terwarnai kecoklatan dan derajat imunopositif ND pada masing-masing organ dilakukan skoring dengan derajat ringan (1-10 sel imunopositif terhadap VND), sedang (11-20 sel imunopositif terhadap VND) dan berat (lebih dari 20 sel imunopositif terhadap VND). Pengamatan dilakukan dengan pembesaran 400 kali dengan 3 kali ulangan lapang pandang.

(5)

albumin telur encer. Berdasarkan data anamnesis diketahui bahwa ayam broiler dan ayam layer telah divaksinasi, morbiditas dan mortalitas tinggi. Sedangkan pada ayam buras tidak divaksinasi, angka morbiditas dan mortalitas 100 %.

Pemeriksaan patologi anatomi (PA) dan Pemeriksaan histopatologi (HP) menunjukkan terjadinya trakheitis kataral, pneumonia, degenerasi otot jantung, epikarditis bersamaan dengan miokarditis, proventikulitis kataralis, enteritis kataralis, thyplitis, degenerasi hati, hepatitis, pankreatitis, nefritis, splenitis, atrofi bursa Fabricious dan ensefalitis. Derajat lesi PA dan HP secara umum tersebar sedang sampai berat.

Pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan reaksi imunopositif pada sel-sel inflamasi mononuklear dari semua organ yang diamati, sitoplasma sel-sel epitel mukosa trakhea, sel-sel epitel parabronkhus, pneumosit, sitoplasma otot jantung dan sel-sel endotel pembuluh darah di jantung, sel-sel epitel lapisan mukosa pada proventrikulus, duodenum dan sekatonsil, sitoplasma sel-sel hepatosit dan sel-sel asinar pankreas, sel-sel epitel tubulus, sel-sel endotel pembuluh darah dan sel-sel makrofag di dalam glomerulus ginjal, sel-sel limfoid di zona mantel bursa Fabricious, sitoplasma sel-sel neuron, sel-sel glia dan sel-sel endotel pembuluh darah di otak. Derajat imunopositif berat pada semua organ kecuali pada organ jantung, hati dan pankreas ayam layer dengan derajat sedang. Pola distribusi dari sepuluh sampel lapang yang digunakan dalam penelitian ini masih sama dengan pola distribusi VND lama yang tersebar secara sistemik pada organ interna ayam. Tingkat keganasan VND bersifat velogenik viserotropik yang disertai dengan velogenik neurotropik. Distribusi VND tinggi ditemukan pada organ trakhea, paru-paru, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, ginjal, limpa, otak dan pada ayam muda ditambah dengan bursa Fabricious. Distribusi VND sedang ditemukan pada organ jantung, hati dan pankreas.

(6)

SUMMARY

ETRIWATI. Pathology and Immunohistochemical Studies of Field Case Newcastle Disease in Chickens. Supervised by DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and SURACHMI SETIYANINGSIH.

Newcastle disease (ND) is a disease that is very important in Indonesia, because it has spread throughout Indonesia and incurring huge losses. Newcastle disease outbreaks in 2009 to date indicate that the protective efforts in doing so far not stop the spread of Newcastle disease virus (VND) to the maximum in the field. The aim of this study was to detect the distribution patterns of NVD in internal organs of chickens from a field case by imunohistochemical staining (IHC). Ten chickens groups of broiler, layer and domestic chickens were collected from necropsy room of Division Pathology, Bogor Agricultural University. These chickens were originated from West Java and collected base on Pathologist diagnosis as suspect ND, and subsequently confirmed positive ND with real time-reverse trancriptase (rRT)-PCR assay. Samples of the organs trachea, lungs, heart, proventriculus, duodenum, caeca tonsil, liver, pancreas, kidney, spleen, bursa of Fabricious and brain have been collected. All samples of these organs are sectioning 1 x 1 x 0.5 cm and were fixed in neutral buffered formalin solution (NBF) 10 % for at least 24 hours and made preparations histopathology in paraffin blocks.

Examination with Mayer's hematoxylin and eosin (HE) staining for the presence of degeneration and necrosis, hemorrhage, congestion, edema, infiltration of inflammatory cells and to see the degree of lesion in each organ. The degree of lesion in each organ grouped by focal lesions with mild, multifocal lesions with moderate and diffuse lesions with severe degree. Observations were made with a magnification of 100 times with 3 repetitions visual field.

Immunohistochemical staining was performed with a commercial kit for IHC using the procedure recommended in the catalog Dako, North America. Inc. Immunohistochemical examination antigen positive when stained brownish and degrees immunopositive ND in each organ done scoring with mild (1-10 cells immunopositive to VND), moderate (11-20 immunopositive cells to VND) and severe (more than 20 cells immunopositive to VND). Observations were made with a magnification of 400 times with 3 repetitions visual field.

(7)

The gross pathology and histopathology changes were tracheitis and pneumonia, pericarditis and myocarditis, proventriculitis catharral, enteritis catharral, thyplitis, perihepatitis, pancreatitis, nephritis interstitial, splenitis, atrophy in the bursa of Fabricious and encephalitis. The degree of lesion gross pathology and histopathology in general is moderate to severe.

Immunohistochemical examination results showed immunopositive reaction in mononuclear inflammatory cells of all organs were observed, the cytoplasm of epithelial cells trachea mucosa, epithelial cells parabronchi, pneumocytes, the cytoplasm of cardiac muscle and endothelial cells of blood vessels in the heart, epithelial cells in the mucosa lining of the proventriculus, duodenum and caecal tonsil, the cytoplasm of cells hepatocytes and pancreatic acinar cells, cells of the tubule epithelial, endothelial cells of blood vessels and makrofag cells of the glomerulus in the renal, lymphoid cells in the mantle zone bursa of Fabricious, the cytoplasm of neurons, glial cells and endothelial cells of blood vessels in the brain. Immunopositive degree is severe on all organs except in the heart, liver and pancreas organ of chicken layers with a moderate degree.

The distribution patterns of NVD in internal organs of chickens from field case in this study similar with previously distribution patterns that systemic distribution in the internal chicken organs. Newcastle disease virus virulence levels categorized as viscerotropic velogenic accompanied by neurotropic velogenic. The high intensity of immunohistochemistry were detected in organs trachea, lung, proventriculus, duodenum, caecal tonsil, kidney, spleen, bursa of Fabricious and brain. The moderate intensity of immunohistochemistry were detected in organs heart, liver and pancreas.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

KAJIAN PATOLOGI DAN IMUNOHISTOKIMIA KASUS LAPANG

NEWCASTLE DISEASE

PADA AYAM

ETRIWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam

Nama : Etriwati NIM : B351120011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Drh Dewi Ratih Agungpriyono, PhD APVet Drh. Surachmi Setiyaningsih, PhD

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Pascasarjana IPB

Ilmu Biomedis Hewan

Drh Agus Setiyono, MS PhD Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah penyakit Newcastle Disease, dengan judul Kajian Patologi dan Imunohistokimia Kasus Lapang Newcastle Disease pada Ayam.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD APVet dan Drh. Surachmi Setiyaningsih, PhD selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu memberi arahan, bimbingan, dan saran selama penulis melaksanakan penelitian sampai penyusunan tesis. Terimakasih kepada Prof Drh Ekowati Handharyani, MSi PhD APVet selaku penguji luar komisi. Penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang magister ini melalui program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Dekan dan Kepala Laboratorium Patologi FKH Unsyiah. Disamping itu terimakasih kepada Drh. Mawar Subangkit, Bapak Sholeh, Bapak Kasnadi, Bapak Endang, Mba Kiki, Mba Yanti dan seluruh staf Bagian Patologi serta Pegawai Bagian Mikrobiologi FKH IPB. Terimakasih juga kepada Drh. Soedirun, Drh. Tri, Drh. Rinto, Drh. Aprijal Panus, Mas Dani dan Mas Eka di Laboratorium Patologi Balai Veteriner Subang dan teman-teman mayor IBH 2012.

Teristimewa karya ini penulis persembahkan untuk seluruh keluarga tercinta, tanpa kasih sayang, do’a, keikhlasan dan motivasi yang tulus tidak mungkin perjalan panjang dengan penuh suka dan duka ini bisa penulis selesaikan.

Akhirnya hanya Allah subhanahu wa ta’ala pemilik segala kesempurnaan, segala kekurangan dalam penulisan ini hanyalah kekhilafan penulis, kritik dan saran ke arah yang lebih baik sangat penulis harapkan dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(13)

DAFTAR ISI

Perubahan Patologi Anatomi dan Histopatologi 8 Imunohistokimia Sebagai Alat Diagnosis Penyakit ND 9

Pewarnaan Imunohistokimia (IHK) 10

3. METODE PENELITIAN 11

Tempat dan Waktu 11

Alat dan Bahan 11

Materi 12

Data Anamnesis dan Patologi Anatomi 12

Pembuatan Blok Parafin 12

Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin 13

Pewarnaan Imunohistokimia 13

Analisis Data 14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Organ Respirasi 15

Organ Sirkulasi 20

Organ Digesti 23

Organ Urinari 35

Organ Limforetikuler 37

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Newcastle Disease (ND)merupakan penyakit unggas yang sangat penting di Indonesia, karena telah menyebar di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian besar. Secara signifikan ND menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi industri perunggasan karena memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta waktu penyebarannya yang sangat cepat, baik pada ayam broiler, ayam buras maupun jenis unggas lainnya. Mortalitas maupun morbiditas infeksi virus Newcastle Disease (VND) dapat mencapai 100 %, VND telah menginfeksi lebih dari 200 spesies unggas, virulensinya tergantung pada induk semang dan strain virus yang menyerang (OIE 2012).

Newcastle Disease disebabkan Avian Paramyxovirus type-1 (APMV-1), genus Avulavirus, merupakan virus RiboNucleic Acid (RNA) yang memiliki genom serat tunggal (single stranded/ss) dan berpolaritas negatif. Famili Paramyxoviridae berbentuk pleomorfik, biasanya memiliki morfologi bulat dengan diameter 100-500 nm, namun ada pula yang memiliki morfologi filamen dan beramplop (Alexander dan Senne 2008). Gejala klinis dan tingkat keganasan yang disebabkan oleh VND berbeda-beda pada unggas (Alexander 2001).

Berdasarkan tingkat keganasannya, virus ini terbagi menjadi empat golongan yaitu velogenik viserotropik (tipe Asia) ditandai dengan infeksi letal akut dengan lesi hemoragi pada intestinal, velogenik neurotropik (tipe Amerika) ditandai dengan lesi saluran respirasi dan syaraf tetapi tidak ada lesi pada intestinal dengan mortalitas tinggi, mesogenik (misalnya kumarov, mukteswar, roikin) ditandai dengan lesi saluran respirasi dan syaraf dengan mortalitas rendah dan lentogenik (misalnya La Sota, B1, F) ditandai dengan lesi bersifat asimptomatis pada usus (Alexander dan Senne 2008; Miller et al. 2010). Sejak tahun 1950, penggunaan vaksin aktif pada unggas peliharaan telah dilakukan untuk menurunkan kejadian penyakit dan kerugian ekonomi akibat ND, namun ND tetap menjadi masalah yang serius pada industri perunggasan (Czegledi et al. 2006; Liu et al. 2007). Selama periode 2000 sampai 2009 di Eropa, VND virulen dari ayam telah dideteksi dari unggas liar dan merpati peliharaan (Alexander 2011). Selama 40 tahun terakhir perjalanan ND di Asia dan Afrika tetap endemik pada unggas komersial, meskipun telah dilakukan vaksinasi intensif (Alexander et al. 2012).

Pada tahun 1927 penyebaran ND terjadi di Newcastle-Upon-Tyne, Inggris menyebabkan angka mortalitas unggas yang terkena lebih dari 90 %. Penyebaran selanjutnya terjadi di Timur Tengah tahun 1960 sampai tahun 1970 terutama menyerang merpati (Alexander dan Senne 2008; Quinn et al. 2011). Sejak ditemukannya VND tahun 1926 sembilan genotipe virus dari kelas satu dan sepuluh dari kelas dua telah diidentifikasi, munculnya genotipe varian baru dari epizootik global dan perubahan sekuens genomik virulensi VND rendah dan tinggi secara tidak langsung menimbulkan opini telah terjadi perubahan virulensi VND serentak pada daerah yang berbeda di dunia (Miller et al. 2010).

(16)

2

pengendalian penyakit dengan program vaksinasi, akan tetapi sampai saat ini Indonesia masih menjadi daerah endemik VND, bahkan sirkulasi virusnya dapat dideteksi sepanjang tahun. Berdasarkan data lapangan tahun 2008-2011 menunjukkan bahwa serangan penyakit ND selalu menempati rangking 10 besar yang menyerang semua umur ayam, dimana peningkatan kasus terbesar terjadi tahun 2011 dibanding tahun sebelumnya, kejadian penyakit merata di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan maupun Sulawesi (Anonimus 2012). Pada tahun 2007 sekitar 1.500-8.000 ekor ayam terinfeksi ND tiap bulannya di Bali-Indonesia (OIE 2009). Wabah ND pada tahun 2009 dan tahun 2010 pada ayam komersial menyebabkan mortalitalitas 70-80 % (Xiao et al. 2012).

Beberapa laporan menyebutkan bahwa strain virus yang beredar di Indonesia saat ini telah mengalami perubahan dari segi genetik. Hasil analisis filogenetik virus ND isolat lapang di Indonesia termasuk genotipe VII kelas 2 serta secara genetik berbeda dengan virus vaksin (Dharmayanti et al. 2014). Sedangkan diagnosis yang ditetapkan selama ini oleh Patologist di lapangan dalam menentukan arah penyakit masih mengacu pada perubahan patognomonis penyakit ND dan lesi-lesi yang selama ini dilaporkan. Lesi patognomonis pada penyakit ND ditandai dengan petechiae pada proventikulus, ventrikulus, usus, seka tonsil, trakhea dan paru-paru (Kencana dan Kardena 2011); Airsacculitis, trakheitis, nekrotik dan petechiae pada proventrikulus dan submukosa gizzard, nekrotik dan hemoragi usus, enteritis parah di duodenum, sekum dan hemoragi di proventrikulus, lesi pada usus terutama terjadi pada bentuk ND tipe viserotropik (Jordan 1990); Velogenik viserotropik Newcastle Disease menimbulkan hiperemi dan bengkak pada konjungtiva, nekrosis multifokal pada limpa, hemoragi pada mukosa proventrikulus, duodenum, seka tonsil, atrofi bursa Fabricious dan timus (Nakamura et al. 2010); Lesi pada otak selalu teramati pada ayam-ayam yang terinfeksi dengan tipe velogenik neurotropik walaupun kadang juga ditemukan pada tipe viserotropik dan mesogenik (Bhaiyat et al. 1994). Oleh karena itu studi khusus tentang distribusi antigen sangat perlu dilakukan untuk melihat keberadaan VND di dalam jaringan guna menjelaskan patogenesa penyakit ND yang tepat pada kasus lapangan.

Perumusan Masalah

(17)

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pola distribusi VND pada organ interna ayam dari kasus-kasus lapangan yang meliputi organ trakhea, paru-paru, jantung, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, hati, pankreas, ginjal, limpa, bursa Fabricious dan otak melalui pewarnaan imunohistokimia.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang pola distribusi VND pada organ interna ayam dari kasus-kasus lapangan.

2. Menentukan tingkat keganasan VND pada ayam dari kasus-kasus lapangan.

(18)

1

TINJAUAN PUSTAKA

Newcastle Disease

Newcastle disease (ND) biasa disebut juga sebagai Pseudo-Fowl Pest, Pseudovogel-Pest, Atypische Gefugelpest, Pseudo-Poultry Plague, Avian Pest, Avian Distemper, Ranilchet Disease, Tetelo Disease, Korean Fowl Plague, dan Avian Pneumoencephalitis (Alexander dan Senne 2008). Newcastle disease disebabkan oleh strain virulent dari avian paramyxovirus type 1(APMV-1) genus avulavirus, famili paramyxoviridae (OIE 2012).

Virus Newcastle disease memiliki satu serotipe dan terdiri dari dua kelas. Genom virus kelas satu terdiri dari 15.198 nukleotida dan genom virus kelas dua terdiri dari 15.156 atau 15.192 nukleotida (Czegledi et al. 2006). Genom VND membawa sandi untuk enam protein virus yaitu: protein L, protein HN (Hemaglutinin Neuraminidase), protein F (protein Fusi), protein NP (Protein Nukleokapsid), protein P (Fosfoprotein), dan protein M (Matrik) (Miller et al. 2010). Virus Newcastle disease memiliki dua membran glikoprotein yaitu hemaglutinin neuramidase (HN) dan fusion (F), Glikoprotein HN terdapat pada permukaan sel yang mengandung sialic acid yang merespon aktivitas hemaglutinasi dan neuramidase yang memungkinkan pencegahan agregasi virus progeni dan glikoprotein F menyebabkan fusi diantara sel-sel terinfeksi (Zee 1999). Sifat-sifat fisik VND yaitu: mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi dan melisiskan eritrosit ayam, diinaktifkan pada temperatur 56 0C/3 jam atau 60 0C/30 menit pada

pH ≤2 dan pada suhu diatas 1-2 oC virus dilaporkan masih bertahan dikulit ayam selama 60 hari dan dalam sumsum tulang bertahan hingga 200 hari (OIE 2012).

(19)

2

Berdasarkan virulensinya, VND dikelompokkan menjadi tiga patotipeyaitu: lentogenik adalah strain virus yang kurang virulen, mesogenik merupakan strain virus dengan virulensi sedang dan velogenik adalah strain virus dengan virulensi ganas. Strain velogenik dibedakan lagi menjadi bentuk neurotrofik dengan gejala gangguan syaraf disertai kelainan pada sistem pernafasan, dan bentuk viserotrofik yang ditandai dengan kelainan pada sistem pencernaan (Aldous dan Alexander 2001). Australia, Selandia Baru, Kanada, Amerika Serikat, Jerman dan beberapa negara Eropa, penyakit ND disebabkan oleh virus lentogenik bukan velogenik (Spradbrow 1992).

Newcastle disease pertama kali dilaporkan tahun 1926 di Newcastle, Upon Tyne, Inggris dan di pulau Jawa, Indonesia kemudian menyebar dengan cepat di Asia. Panzootik pertama terjadi tahun 1970 di Asia Tenggara dan panzootik kedua terjadi diakhir tahun 1960 menyebar ke seluruh dunia, pengaruh panzootik yang hebat tidak dapat diperkirakan seperti di Great Britain, 43 wabah terjadi tahun 1.969, 3.328 wabah tahun 1970 dan 4.217 wabah tahun 1971 sebelum dilakukan vaksin hidup untuk mencegah penyakit (Alexander 2001).

Wabah ND pada unggas selama periode 1986 sampai 1993 terjadi di negara-negara Eropa, total lima kasus terjadi tahun 1986 dan berfluktuasi mencapai 134 kasus tahun 1993 (Alexander 2011). Wabah ND di Inggris menyebabkan angka kematian unggas yang terkena lebih dari 90 %. Wabah ND terbaru di California, Nevada dan Texas, Amerika Serikat menyerang lebih dari 3,4 juta ekor unggas dan memerlukan biaya lebih dari US $ 5 Milyar untuk pengendalian penyakit (Brown et al. 1999). Wabah di Ireland tahun 1990 secara genetik dan antigenik sangat berbeda dari semua virus virulen yang ada, tetapi genetiknya dekat dengan virus virulensi rendah yang diisolasi dari unggas air yang tergolong virus kelas I (Alexander et al. 2012). Sampel dari unggas liar dan peliharaan yang dikoleksi antara 2006-2010 di Luxembourg telah dianalisis terhadap VND, ditemukan strain genotipe I avirulen pada unggas air mirip dengan strain yang bersirkulasi pada ayam liar di Finlandia menunjukkan bahwa virus tersebut merupakan strain avirulen yang khas pada unggas liar di Eropa dan tiga sampel strain PPMV-1 virulen ditemukan pada merpati (Snoeck et al. 2013).

Wabah ND di Afrika Selatan menyebabkan mortalitas yang tinggi pada ayam ditandai dengan gejala-gejala pernafasan, syaraf dan pencernaan. Wabah ND di Amerika Serikat ditandai dengan gejala-gejala pernafasan ringan dan syaraf yang dikenal dengan pneumoencephalitis (Bwala 2009). Australia dinyatakan bebas dari VND lebih dari enampuluh tahun sampai muncul wabah oleh strain virulen tahun 1998 yang merupakan hasil dari mutasi virus virulensi rendah (Alexander et al. 2012). Wabah tahun 1998 sampai 2002 lebih lanjut terjadi mutasi virus dari lentogenik menjadi virus virulen yang berasal dari luar Australia (AUSVETPLAN 2010). Kejadian lain di Australia, pada beberapa tahun terakhir ini juga membuat panik kalangan industri perunggasan, karena dampak secara ekonomi sangat tinggi. Kerugian berupa kematian, pengendalian penyakit serta penghentian impor dari negara-negara yang terserang wabah ND (Brown et al. 1999).

(20)

3

menunjukkan bahwa genotipe VII dari VND tetap utama pada unggas di Asia dan Eropa, terutama di daerah Timur Jauh, Eropa dan Afrika Selatan. Genotipe tersebut telah dikelompokkan kedalam subgenotipe VIIa-VIIh, dimana VIIa-VIIe terutama bersirkulasi di Cina, Malaysia, Kazakhstan dan Kyrgyzstan, sedangkan VIIf-VIIh bersirkulasi di Afrika (Ebrahimi et al. 2012; Miller et al. 2010).

Virus ND di Indonesia sudah menyebar ke semua provinsi, kerugian ekonomi yang diakibatnya pada ayam buras secara nasional rata-rata Rp. 340 milyar per tahun. Pada umumnya serangan VND mulai meningkat awal musim hujan dan mencapai puncaknya pada pertengahan musim tersebut, serta wabah biasanya terjadi pada peralihan musim hujan ke musim kemarau (Sudardjat 1996). Virus ND yang terdapat di Indonesia termasuk dalam patotipe velogenik viserotropik ND yang merupakan virus ND paling virulen (Sardjono 1993). Wibowo et al. (2012) melaporkan bahwa berdasarkan kecepatan elusi di antara 13 isolat virus ND menunjukkan karakter virus virulen sebanyak 11 isolat sedangkan virus kurang virulen dua isolat. Virus ND lapangan Indonesia 2009-2010 berbeda dengan virus strain La Sota dalam 13 situs asam amino (Anonimus 2012).

Gejala Klinis

Gejala klinis ND bervariasi tergantung pada sifat dari virus yang menginfeksi, dosis infeksi dan imunitas dari paparan sebelum atau vaksinasi (Alexander dan Senne 2008). Tipe velogenik viserotropik menunjukkan gejala perakut seperti penurunan produksi telur yang tajam, depresi, respirasi meningkat, diare profus berwarna hijau, edema, sianosis, konjungtivitis dan mortalitas lebih dari 90 %. Velogenik neurotropik, menunjukkan gejala syaraf seperti depresi, tremor, tortikolis, batuk, paralisis sayap dan kaki, mortalitas pada ayam 20 %. Tipe mesogenik, gejala yang tampak adalah depresi, penurunan berat badan, penurunan produksi telur, gangguan respirasi akut, mortalitas 10 %. Tipe lentogenik, umumnya bersifat subklinis dengan gejala gangguan penafasan ringan, produksi telur menurun, tidak tampak gejala syaraf dan kematian kecuali disertai dengan masuknya agen penyakit lain, misalnya E coli dan tipe avirulent yaitu bersifat subklinis tanpa gejala infeksi (CFSPH 2008; Ghiamirad et al. 2010; OIE 2012).

Empat manifestasi klinis ND menurut Jordan (1990) diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Velogenic Viscerotropic ND (VVND): diawali dengan lesu, pernafasan meningkat, lemah, jatuh dan akhirnya mati, kadang-kadang menyebabkan oedema disekitar mata dan kepala, diare hijau, tremor otot, tortikolis, paralisis sayap dan kaki, opistonus mungkin juga terlihat dan menyebabkan mortalitas mencapai 100 %.

2. Neurotropic Velogenic ND (NVND): diawali dengan gangguan pernafasan, satu atau dua hari kemudian diikuti gejala syaraf, produksi telur turun drastis, biasanya diare tidak terlihat, morbiditas 100 % dengan mortalitas diatas 50 % pada ayam tua dan pada ayam muda 90 %.

(21)

4

4. Lentogenic ND: jarang menyebabkan penyakit pada ayam tua, namun pada ayam yang rentan dan ayam muda mungkin menunjukkan gangguan pernafasan serius.

Patogenesis

Patogenisitas VND dipengaruhi oleh galur virus, rute infeksi, umur, lingkungan, dan status kebal saat terinfeksi virus (Alexander 2007). Berdasarkan spesies, ayam lebih rentan daripada bebek dan angsa, pada ayam muda infeksi lebih akut daripada ayam tua, tidak ada pengaruh breed atau genetik terhadap kerentanan ayam dan rute infeksi alami melalui nasal, oral dan okular dapat menimbulkan penyakit pernafasan, sedangkan infeksi melalui intramuskular, intravena dan intracerebral meningkatkan gejala syaraf (Alexander dan Sanne 2008; Jordan 1990).

Secara umum patogenesis dari infeksi virus famili paramyxoviridae diawali dengan penyebaran virus dari ayam sakit ke ayam yang lain melalui aerosol. Virus ditangkap di mukosa rongga hidung, difagosit makrofag lokal dan dieliminasi keluar tubuh. Namun, apabila sistem kekebalan tubuh lemah atau virus bersifat virulen maka selajutnya akan disebarkan oleh makrofag (leukocytic trafficking) ke kelenjar pertahanan regional. Virus bereplikasi pada kelenjar pertahanan regional, diikuti viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi viremia sekunder dimana virus disebarkan sistem limfoid mencapai sel-sel epitel dari mukosa pernafasan, mukosa ginjal, saluran pencernaan dan sistem syaraf. Pada syaraf penyebaran makrofag diawali dengan perivascular cuffing selanjutnya terjadi penyebaran lokal pada astrosit dan sel migrolial. Mediator inflamasi dilepaskan dari limfosit, sel-sel mikroglial dan trafficking makrofag yang akhirnya menginisiasi lesi pada organ (Zachary 2007).

Patogenisitas VND terjadi ketika sakit, ayam mengeluarkan virus dalam jumlah besar melalui feses (Alexander 2001). Replikasi virus diawali pada lapisan epitel saluran pernafasan, pencernaan dan sistem syaraf pusat. Masa inkubasi dan gejala klinis penyakit ND pada ayam bervariasi, tergantung pada strainvirus dan status kebal ayam saat terinfeksi. Pada infeksi virus strain lentogenik, penyakit bersifat subklinis atau ditandai dengan gangguan respirasi yang bersifat ringan seperti bersin dan keluar leleran dari hidung. Infeksi virus strainmesogenik bersifat akut ditandai dengan gangguan respirasi dan kelainan syaraf (Zee 1999). Replikasi virus berlangsung di dalam sitoplasma sel inang, penyebarannya melalui inhalasi dan ingesti, masa inkubasi penyakit ini antara 2-15 hari, rata-rata 2-6 hari (OIE 2009).

Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel mukosa dari saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan, segera setelah infeksi virus menyebar lewat aliran darah ke ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan viremia sekunder.

Viremia sekunder menyebabkan infeksi pada organ-organ lain seperti paru, usus dan sistem syaraf pusat. Kesulitan bernafas dan sesak nafas timbul akibat penyumbatan bronchiolus pada paru-paru dan kerusakan pada pusat pernafasan di otak (Fenner et al.1993; Zee 1999).

(22)

5

bahwa replikasi VND setelah diinfeksi virus V4 secara oral pada ayam berumur 3 minggu menunjukkan hasil bahwa virus dapat diisolasi 24 jam pasca inokulasi dari esofagus, tembolok dan trakhea.

Penularan

Penularan VND dapat terjadi secara langsung antar ayam dalam satu kelompok ternak tertular biasanya berasal dari ekskreta ayam terinfeksi baik melalui pakan, air minum, lendir, feses, maupun udara yang tercemar virus, peralatan dan pekerja kandang (Tabbu 2000).

Penularan virus dari ayam terinfeksi tergantung pada tempat bereplikasi virus. Ayam yang menunjukkan gejala pernafasan akan mengeluarkan virus yang berasal cairan mukus dan menginfeksi ayam lain melalui inhalasi. Virus ND yang bereplikasi dalam saluran pencernaan akan mengeluarkan virus melalui feses. Anak ayam yang baru menetas dapat tertular dari cangkang telur yang terkontaminasi feses yang mengandung VND (OIE 2009)

Diagnosis

Diagnosis ND mungkin saja dilakukan berdasarkan gejala klinis atau perubahan makroskopis post-mortem, akan tetapi diagnosis definitif tidak akurat karena kemiripan dengan penyakit unggas lainnya. Diagnosa banding ND adalah fowl kolera, highly pathogenic avian influenza (HPAI), laringotrakheitis akut, fowl pox bentuk dipteritik, mikoplasmosis, infeksius bronkhitis, aspergillosis dan manajemen kandang yang tidak baik (Capua dan Terregino 2009).

Isolasi dan identifikasi patotipe virus dapat dilakukan dengan uji mean death time (MDT), intravenous pathogenicity index (IVPI) dan intracerebral pathogenecity index (ICPI), reverse-trancription polymerase chain reaction (RT-PCR) dan sekuensing pada tempat pembelahan, peningkatan titer pada pengujian serologi haemagglution inhibition test (HI) atau enzyme linked immunoasorbent assay (ELISA) (Alders dan Spradbrow 2001; Alexander dan Senne 2008). Teknik pewarnaan imunohistokimia (IHK) juga dapat digunakan untuk melihat profil antigenik isolat VND (Rao et al. 2010).

Perubahan Patologi Anatomi dan Histopatologi

(23)

6

patognomonik, hemoragi pada intestinal bisa digunakan untuk membedakan velogenik viserotropik ND dengan velogenik neurotropik ND (Alexander 2001).

Akoso (1998) menyatakan pada kasus Newcastle disease hasil bedah bangkai memperlihatkan gejala khas, seperti adanya petechiae pada proventrikulus, perubahan pada lapisan usus berupa hemoragi dan nekrosa,pada organ pernafasan akan terjadi eksudasi dan kantung udara menebal. Menurut Tabbu (2000) perubahan makroskopik yang ditemukan biasanya erat hubungan dengan galur tipe patologik dari virus ND, pada VVND tersifat oleh adanya nekrosis dan hemoragik pada saluran pencernaan, meliputi proventrikulus, ventrikulus dan berbagai bagian usus, dimana lesi tersebut dapat dipakai untuk membedakan VVND dengan NVND. Velogenik viserotropik ND menimbulkan merah dan bengkak pada konjungtiva, nekrosis multifokal pada limpa, hemoragi pada mukosa proventrikulus, duodenum, seka tonsil, atrofi bursa Fabricious dan timus (Nakamura et al. 2010).

Perubahan patologi anatomi pada ayam yang tidak divaksin tapi ditantang dengan virus lapang (virus ND velogenik isolat lokal (VND/Tasik/M13/2009 secara intramuskular) pada hari ke-5 hingga hari ke-6 paska uji tantang terlihat bahwa semua sampel ayam ditemukan perdarahan yang meluas di proventrikulus dan di organ usus halus ditemukan fokus nekrotik-hemoragika. Pada pemeriksaan histopatologi, lumen kelenjar proventrikulus terlihat membesar dan berisi sel-sel runtuhan, adanya hiperemi hingga hemoragi, nekrosis parah, edema serta endotel yang rusak (Nuryanto 2012).

Adi et al. (2010) melaporkan bahwa ayam terserang ND ketika wabah di Bali menunjukkan atrofi pada organ-organ limfoid seperti bursa Fabricious, timus dan limpa; hemoragi intestinal dan edema pada otak. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan meningoensefalomyelitis nonsuppuratif ditandai dengan nekrosis neuron, gliosis multifokal sampai difus dan perivascular cuffing dari sel-sel mononuklear, nekrosis hemoragik pada trakhea dan usus serta deplesi dan nekrosis pada jaringan limfoid termasuk bursa Fabricious.

(24)

7

Perubahan pada proventrikulus tiga hari paska infeksi menunjukkan infiltrasi limfositik pada jaringan limfoid, pemendekan papila proventrikulus dan infiltrasi difus dari limfosit di mukosa. Pada hari ke-7 paska infeksi terlihat infiltrasi limfositik pada folikel limfoid dan pemendekan papilla proventrikulus. Sedangkan perubahan pada usus pada hari ke-3 dan ke-7 paska infeksi pada duodenum teramati deskuamasi vili usus (Mohammadamin dan Qubih 2011).

Ayam broiler sebanyak 39 ekor berumur 4-5 minggu yang dikoleksi pada wabah strain mesogenik ND di Jepang memperlihatkan perubahan patologi anatomi seperti hemoragi pada paru-paru, kongesti pada trakhea, splenomegali, atrofi timus dan bursa Fabricious, otak bewarna keputih-putihan. Secara mikroskopis terlihat pneumonia hemoragi ringan, trakheitis kataral, nekrosis folikel limfoid pada limpa, timus, bursa Fabricious dan sekum serta ensefalitis nonsuppuratif. Lesi ensefalitis ditandai dengan perivascular cuffing multifokal, malasia, demyelinasi dan vaskulitis proliferatif (Bhaiyat et al. 1994).

Imunohistokimia Sebagai Alat Diagnosis Penyakit ND

Prinsip dari metode histokimia adalah perpaduan antara reaksi imunologi dan kimiawi, dimana reaksi imunologi ditandai adanya reaksi antara antigen dengan antibodi, dan reaksi kimiawi ditandai dengan adanya reaksi antara enzim dengan substrat. Pada reaksi imunohistokimia ini sifatnya adalah spesifik karena bahan yang dideteksi akan direaksikan dengan antibodi spesifik yang dilabel dengan suatu enzim. Enzim yang digunakan untuk melabel antibodi tersebut dapat berupa enzim: peroksidase, alkali fosfatase dan β-galaktosidase (Vara 2005). Kata imunohistokimia diambil dari istilah immune yang merujuk kepada antibodi dan histo merujuk kepada jaringan (Wikipedia 2013). Imunohistokimia menjadi alat yang penting untuk mengetahui diagnosis histopatologi dan penelitian penyakit infeksius (Kammerer et al. 2001; Vara 2005; Wikipedia 2013). Sistem imunodeteksi termasuk direct horseradish peroksidase (HRP), Peroxidase-anti -peroxidase (PAP), avidin-biotin complex (ABC) dan alkaline phosphatase -anti-alkaline phosphatase (APAAP) (Bwala 2009).

Penggunaan antibodi monoklonal lebih akurat dalam IHK dibandingkan antibodi poliklonal karena spesifisitasnya tinggi, karena tidak ada hasil reaksi silang dan positif palsu (Haines dan Chelack 1991). Antibodi monoklonal memiliki spesifik yang tinggi karena antibodi hanya melekat pada epitop tunggal antigen, sedangkan antibodi poliklonal terdiri dari antibodi-antibodi yang mengikat antigen tidak spesifik (Vara 2005).

Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)

(25)

8

Antigen virus ND dapat diobservasi pada serebrum, serebelum dan medulla oblongata yang mengalami degenerasi, nekrosis dan gliosis; pada sel-sel asinar pankreas yang mengalami degenerasi, nekrotik dan deplesi; didalam makrofag pada lapisan dan dinding arteri paru-paru yang mengalami kongesti; pada lapisan sel-sel mesotelial epikardium; pada lapisan muskulus duodenum; pada otot esofagus yang mengalami nekrosis, deskuamasi dan erosi; pada folikel limfoid nekrotik pada bursa Fabricious; pada sel-sel epitel kantung udara; pada sel-sel epitel ginjal nekrosis; jaringan limfoid nekrotik di lamina propria usus; serta syaraf perifer pada lapisan otot usus dan proventrikulus, atau dalam jaringan ikat di sekitar trakhea tanpa disertai lesi histologis yang signifikan. Antigen virus ND terlihat juga pada sel-sel epitel skuamosa esofagus berdekatan dengan proventrikulus (Nakamura et al. 2008).

Virulensi, sifat dan distribusi lesi dievaluasi dari sistem syaraf pusat ayam-ayam yang diinokulasi dengan 10 isolat virus ND berbeda seperti; CA 1083, Korea 97-147, Australia (velogenik viscerotropik), Texas GB dan Turkey North Dakota (velogenik neurotropik), Nevada cormorant, Anhinga dan Roakin (mesogenik) dan B1 dan QV4 (lentogenik) menunjukkan bahwa ayam yang diinfeksi dengan strain Australia, Roakin, B1 dan QV4, menunjukkan tidak ada ensefalitis atau secara IHK tidak terdeteksi nukleoprotein pada otak. Dua stain yang menyebabkan kematian 5 hari setelah infeksi (CA 1083 dan Korea 97-147), strain velogenik neurotropik dan beberapa strain mesogenik menunjukkan adanya inflamasi multifokal dan secara IHK virus terdeteksi di dalam sitoplasma syaraf, beberapa sel-sel glial dan jarang pada sel-sel endothelial otak (Ecco et al. 2011). Nakamura et al. (2008) melaporkan bahwa ayam yang diinfeksi dengan virus VVND (APMV1/chiken/Japan/fukuoka-11/2004) terdeteksi VND secara IHK di syaraf tepi.

Pemeriksaan imunohistokimia pada ayam yang tidak divaksin tapi ditantang dengan virus lapang (virus ND velogenik isolat lokal (VND/Tasik/M13/2009 secara intramuskular) hari ke-3 paska infeksi, antigen VND dapat terdeteksi di beberapa organ yaitu: usus halus, ginjal, paru-paru dan otak. Pada usus halus antigen terwarnai dan terlihat jelas terutama di kripta, Peyer patches dan tunika muskularis Tabel 1 Rangkuman kajian distribusi antigen VND

No Organ tempat antigen virus ND terdeteksi Pustaka 1 Sel limforetikuler dan seka tonsil Hamid et al. 2007

2 Limpa dan paru-paru Wakamatsu et al. 2007

3 Otak, trakhea, kantung udara, paru-paru, pankreas, duodenum, proventrikulus, bursa Fabricious, ginjal dan jantung proventrikulus, hati, limpa dan bursa Fabricious

Adi et al. 2012

(26)

9

(Nuryanto 2012). Virus ND positif ditemukan 96 jam paska diinokulasi dengan VND virulen pada organ paru-paru, limpa, jantung dan membran khorioallantoik telur ayam berembrio umur 14 hari (Al-garib et al. 2010).

(27)

1

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi dan Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB, serta di Laboratorium Patologi Balai Veteriner Subang yang berlangsung dari bulan November 2013 sampai Juni 2014.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat nekropsi, botol spesimen, gelas ukur, tissue cassette, automatic tissue processor, paraffin embedding console, mikrotom, gelas sediaan, gelas penutup, staining system, inkubator, mikroskop cahaya, alat digital photomicrograph, glove, microtube, microwave, humidity chamber, mikropipet, tips dan vortek.

Bahan penelitian terdiri dari larutan etanol bertingkat 70 %, 80 %, 90 %, 96 % dan absolut etanol, paraffin, silol, hidrogen peroksida 0,3 % dalam methanol (Merck), rabbit anti-NDV HN protein Polyclonal Antibody, Cy7 conjugated (Bioss#bs-4529R, North America), kit imunohistokimia (Dako REAL™, North America), Mayer’s hematoxylin (Sigma#2 CS 401-1D), eosin (Fisher Scientific), entelan (Merck, Art. 1691), Poly-L-lysine coating slide (Sigma P4707), entellan (Merck, Art. 1691), larutan phosphat buffer saline (PBS) (Fisher Scientific), aquades dan brain heart infusion (BHI).

Materi

(28)

2

Data Anamnesis dan Patologi Anatomi

Data anamnesis meliputi pengamatan klinis, pencatatan sejarah penyakit, jumlah ayam yang sakit, jumlah ayam yang mati, jenis, ras dan umur ayam. Gambaran patologi anatomi diamati dan dicatat terhadap semua kelainan yang tampak pada masing-masing organ tersebut meliputi perubahan warna, bentuk, konsistensi, degenerasi dan nekrosis, gangguan sirkulasi, peradangan dan eksudasi. Untuk melihat derajat lesi patologi anatomi pada masing-masing organ dilakukan dengan melihat sebaran lesi fokal dengan derajat ringan, multifokal dengan derajat sedang dan difus dengan derajat berat.

Pembuatan Blok Parafin

Potongan (trimming) masing-masing organ setebal 5 mm dimasukkan ke dalam tissue cassette, kemudiandimasukkan ke dalam automatic tissue processor untuk dilakukan; Dehidrasimenggunakan etanol bertingkat 70 %, 80 %, 90 %, 96 % dan etanol absolut tiga kali ulangan. Clearing dengan silol dua kali ulangan. Infiltrasi oleh paraffin dua kali ulangan. Seluruh proses tersebut membutuhkan waktu 24 jam. Selanjutnya dilakukan embedding pada alat paraffin embedding console dengan memindahkan jaringan dalam cassette ke dalam cetakan yang berisi paraffin. Blok paraffin disayat setebal 5 µm dengan rotary microtome. Sayatan jaringan diapungkan pada akuades dalam waterbath 45 0C dan dilekatkan pada gelas sediaan berperekat poly-L-Lysine 1 %. Sayatan jaringan yang telah dilekatkan pada gelas sediaan, dimasukkan ke dalam inkubator selama 1 malam dengan suhu 50-60 0C untuk kemudian dilakukan pewarnaan HE dan IHK.

Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin

(29)

3

2011). Prosedur pewarnaan HE adalah sebagai berikut; gelas sediaan yang berisi sayatan organ dideparafinasi dan rehidrasi dengan merendamnya di dalam silol dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit dilanjutkan dengan etanol absolut dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit, etanol 96 % dan 80 % masing-masing selama 1 menit dan dicuci dengan air mengalir selama 1 menit. Pewarnaan dilakukan dengan merendam sediaan dalam pewarna Mayer's haematoxyllin selama 8 menit, dicuci dengan air mengalir selama 30 detik, dicuci dalam lithium carbonat selama 30 detik dan air mengalir selama 2 menit. Pewarnaan dilanjutkan dengan merendaman jaringan didalam eosin selama 3 menit dan dicuci dengan air mengalir selama 60 detik. Selanjutnya dilakukan dehidrasi jaringan dengan etanol 96 % dan etanol absolut dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan clearing dengan merendam dalam silol dua kali ulangan masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir adalah mounting yaitu menutup jaringan yang telah diwarnai dengan entelan dan gelas penutup. Penilaian histopatologi dilakukan secara deskriptif dengan bantuan mikroskop untuk melihat adanya degenerasi dan nekrosis, hemoragi, kongesti, edema, infiltrasi sel-sel inflamasi dan untuk melihat derajat lesi pada masing-masing organ dilakukan dengan melihat sebaran lesi fokal dengan derajat ringan, multifokal dengan derajat sedang dan difus dengan derajat berat. Pengamatan dilakukan dengan pembesaran 100 kali dengan 3 kali ulangan lapang pandang.

Pewarnaan Imunohistokimia

Pewarnaan imunohistokimia merujuk pada prosedur yang dianjurkan dalam katalog Dako, North America. Inc. (Dako 2013). Potongan jaringan yang telah melekat pada gelas sediaan poly-L-Lysine 1 %, dideparafinasi menggunakan silol tiga kali ulangan masing-masing selama 5 menit pada suhu ruang. Selanjutnya rehidrasi dengan etanol 100 %, 95 % dan 80 % masing-masing selama 5 menit pada suhu ruang, lalu dengan akuades dan air mengalir selama 5 menit, dilanjutkan perendaman pada PBS tween pada suhu ruang. Proses Retrieval antigen dilakukan

menggunakan Dako REAL™ target retrieval solution (10 x) (Dako, S203130) pH 6.0 di dalam microwave pada suhu 100 0C selama 15 menit. Sediaan jaringan kemudian diangkat dan dibiarkan 20 menit pada suhu ruangan, lalu dicuci dengan PBS tween selama 5 menit. Blocking aktifitas endogenous dilakukan dengan perendaman dalam H2O2 3 % selama 15 menit pada suhu ruang dan dicuci dengan PBS tween. Blocking ikatan protein non spesifik dilakukan dengan Goat serum normal 10 % (Dako, X0907) selama 30 menit pada suhu ruang, dicuci kembali dengan PBS tween. Sediaan jaringan ditetesi antibodi primer rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody (1:500 dalam antibody diluent, Dako, S3022) diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang, lalu dibilas dengan PBS tween selama 5 menit pada suhu ruang dan ditetesi antibodi sekunder Dako REAL™

envision™/HRP, Rabbit/Mouse (ENV) (K5007) selama 30 menit pada suhu ruang, dicuci dengan PBS tween 5 menit pada suhu ruang. Selanjutnya sediaan ditetesi

(30)

4

kebiruan sebagai latar belakang serta antigen yang berikatan dengan antibodi terwarnai dengan kromogen dan berwarna kecoklatan.

Hasil preparat yang telah terwarnai kemudian diamati di bawah mikroskop. Pemeriksaan dinyatakan positif apabila dalam pembacaan preparat ditemukan antigen yang terwarnai kecoklatan dan dinyatakan negatif apabila preparat semua penampang tampak kebiruan dan tidak ditemukan antigen yang terwarnai kecoklatan. Derajat imunopositif ND pada masing-masing organ dilakukan skoring dengan derajat ringan (1-10 sel imunopositif terhadap VND), sedang (11-20 sel sel imunopositif terhadap VND) dan berat (lebih dari 20 sel imunopositif terhadap VND). Pengamatan dilakukan dengan pembesaran 400 kali dengan 3 kali ulangan lapang pandang. Kontrol positif prosedur pewarnaan dipakai sediaan jaringan yang mengandung jaringan ayam yang diinfeksikan VND.

Analisa Data

(31)

1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sepuluh kasus dari ayam broiler jantan dan betina berumur 3 dan 4 minggu, ayam layer berumur 14, 26 dan 33 minggu dan ayam buras betina berumur 8 dan 24 minggu yang digunakan dalam penelitian ini didiagnosis ND oleh Patologist dan berdasarkan konfirmasi lanjutan dengan uji rRT-PCR, sepuluh kasus tersebut dinyatakan positif terhadap VND. Berdasarkan data anamnesis diketahui bahwa ayam broiler dan ayam layer telah divaksinasi, morbiditas dan mortalitas tinggi. Sedangkan pada ayam buras tidak divaksinasi, angka morbiditas dan mortalitas 100 %.

Organ Respirasi

Gangguan pernafasan pada ayam mempunyai tanda-tanda klinik yang hampir sama antara penyakit yang satu dengan yang lainnya, sehingga pada kasus lapang sulit untuk membedakannya. Oleh karena itu, untuk membantu mengarahkan diagnosanya harus mengenali karakteristik berbagai agen penyebab penyakit. Menurut Tarmudji (2005) bila tingkat morbiditas tinggi dan tingkat mortalitas juga tinggi maka diduga ND atau HPAI, apabila tingkat morbiditas tinggi tetapi tingkat mortalitas rendah diduga IB, Snot atau CRD. Tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas pada semua ayam sampel dan didukung dengan uji rRT-PCR positif terhadap VND maka ayam yang digunakan pada penelitian positif terinfeksi VND. Semua ayam sampel yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan gejala klinis susah bernafas dan ngorok dimana gejala gangguan pernafasan lebih jelas terlihat pada ayam berumur muda daripada ayam berumur tua. Pemeriksaan patologi anatomi pada trakhea semua sampel ayam broiler, layer dan ayam buras menunjukkan trakheitis kataral yang ditandai dengan kongesti dengan eksudat mukus (Gambar 4). Pemeriksaan histopatologi trakhea memperlihatkan kongesti kapiler, hemoragi, edema dan infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear (Gambar 5) terlihat pada semua sampel trakhea ayam broiler, layer dan buras. Hasil pemeriksaan imunohistokimia pada trakhea semua ayam broiler, layer dan buras imunopositif pada sitoplasma sel-sel epitel mukosa dan sitoplasma makrofag di lapisan submukosa (Gambar 6).

Ditinjau dari jenis ayam pada saat dilakukan nekropsi terlihat trakhea ayam broiler, layer dan ayam buras menunjukkan derajat lesi yang sama beratnya pada semua jenis ayam (Lampiran 1). Sejalan dengan perubahan PA, lesi HP juga menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada semua jenis ayam (Lampiran 2). Hasil pemeriksaan IHK derajat imunopositif berat pada semua jenis ayam (Lampiran 3).

(32)

2

Gambar 1 Patologi anatomi trakheitis ditandai dengan kongesti (a) dan eksudat mukus (b). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Skala = 1 cm

(33)

3

Paru-paru pada semua sampel ayam secara PA mengalami pneumonia baik pada ayam broiler, ayam layer maupun ayam buras yang ditandai dengan kongesti (Gambar 7). Pemeriksaan HP pada semua sampel paru-paru terlihat kongesti, edema, dan infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear di dalam dan di dinding alveol (Gambar 8). Pada paru-paru VND imunopositif pada sel-sel epitel parabronkhus, pneumosit dan sitoplasma sel-sel inflamasi di dalam alveol (Gambar 9).

Berdasarkan jenis ayam pada saat dilakukan nekropsi terlihat paru-paru ayam broiler, layer dan ayam buras menunjukkan derajat lesi sedang yang sama pada semua jenis ayam (Lampiran 1). Perubahan HP menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada semua jenis ayam (Lampiran 2). Hasil pemerikasaan IHK reaksi imunopositif berat pada semua jenis ayam (Lampiran 3).

Berdasarkan perbedaan umur ayam, hasil pemeriksaan PA dengan derajat lesi sedang dan HP menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada ayam berumur muda dengan ayam berumur tua (Lampiran 4). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan IHK pada paru-paru menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua umur ayam (Lampiran 4).

(34)

4

Gambar 4 Patologi anatomi paru-paru pneumonia (a). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Skala = 1 cm

(35)

5

Gangguan pernafasan terlihat pada semua sampel ayam karena saluran pernafasan merupakan salah satu jalur utama masuknya VND. Pada mulanya virus menempel pada sel-sel epitel dengan menggunakan sialic acid pada sel sebagai reseptor (Zee 1999). Keberadaan virus pada epitel pernafasan merangsang sistem kekebalan regional untuk menghasilkan antibodi IgA spesifik yang akan memfagosit virus. Respon yang terlihat pada saluran pernafasan yaitu terjadinya kongesti dan meningkatnya sekresi eksudat mukus pada trakhea sebagai usaha tubuh untuk mengeluarkan antigen virus dari saluran pernafasan dan melindungi permukaan epitel dari penempelan dan invasi virus (Kothlow dan Kaspers 2008). Peningkatan sekresi eksudat mukus ini berkaitan dengan peningkatan jumlah sel goblet. Sel-sel goblet berfungsi untuk memproduksi mukus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel (Glick 2000). Mast et al. (2005) melaporkan bahwa perubahan yang sama pada trakhea ayam yang diinfeksi VND menyebabkan sel-sel goblet hipertopi karena meningkatnya cairan mukus di dalam trakhea dan faring 4 hari paska diinfeksi VND.

(36)

6

Senna (2008) unggas muda yang terinfeksi VND menimbulkan gejala klinis yang lebih berat dan akut dibandingkan pada unggas tua.

Lesi pneumonia dengan lesi multifokus yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan laporan Mathias (2010) pada karkas ayam ND terjadi lesi paru-paru mencapai 86,27 % ditandai dengan hemoragi, kongesti, emfisema dan edema. Lopez (2007) menyatakan bahwa kongesti paru-paru ditandai dengan akumulasi darah di dalam lumen pembuluh darah yang biasanya disebabkan oleh gagal jantung dan peradangan yang mengakibatkan pengumpulan darah di dalam pembuluh darah paru-paru, serta menyebabkan terjadinya edema. Edema dapat terjadi akibat pengeluaran cairan dari vaskuler ke interstitisial melebihi kemampuan sistem limfatik dan alveol untuk menyerap kembali cairan tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lesi pada paru-paru adalah hasil dari gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh viremia dan infeksi sekunder oleh bakteri. Terjadinya reaksi imunopositif pada trakhea dan paru-paru karena VND memiliki kecenderungan berkembangbiak pada sel epitel bersilia di saluran pernafasan sehingga keberadaan VND pada kedua organ tersebut dapat terdeteksi. Reaksi imunopositif pada kedua organ ini sesuai dengan laporan Nakamura et al. (2008) dan Mathias (2010) bahwa pada sampel lapang antigen VND imunopositif pada trakhea, kantung udara dan paru-paru.

Organ Sirkulasi

Secara klinis, gangguan organ sistem sirkulasi ditunjukkan oleh anemia dari selaput lendir mata dan paruh pucat serta depresi pada semua jenis dan umur ayam broiler, ayam buras maupun ayam layer. Pengamatan PA organ jantung terlihat otot jantung bewarna belang pucat mengindikasikan adanya degenerasi otot jantung (Gambar 10). Pada ayam layer menunjukkan adanya jaringan fibrin yang membungkus (perikarditis). Pemeriksaan HP pada semua sampel jantung terlihat epikarditis bersamaan dengan miokarditis yang ditandai dengan degenerasi berbutir, nekrosis, edema dan infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear diantara miokardium (Gambar 11). Pemeriksaan IHK reaksi imunoposif pada semua sampel jantung pada sitoplasma otot jantung dan sel-sel endotel pembuluh darah di jantung (Gambar 12). Berdasarkan jenis ayam derajat lesi PA (Lampiran 1) dan HP ayam layer lebih berat daripada ayam broiler dan ayam buras dengan derajat lesi sedang (Lampiran 2). Hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif terhadap VND lebih berat pada ayam broiler dan ayam buras daripada ayam layer dengan derajat imunopositif sedang (Lampiran 3).

(37)

7

Gambar 7 Patologi anatomi otot jantung berwarna belang pucat (a). Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 24 minggu. Skala = 1 cm

(38)

8

Gejala anemia yang terjadi pada semua sampel berhubungan dengan terjadinya hemoragi pada dinding organ interna ayam, seperti pada trakhea, proventrikulus, duodenum, seka tonsil, hati, ginjal, bursa Fabricious dan otak. Oladele et al. (2008) menyatakan bahwa anemia mulai terlihat pada hari ke dua paska infeksi. Anemia terjadi karena lisisnya sel darah merah (eritrosit) dan hemoragi pada dinding usus dan mukosa proventrikulus akibat replikasi VND.

Derajat lesi patologi anatomi dan histopatologi pada ayam layer lebih berat daripada ayam broiler dan ayam layer, tetapi pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif sedang karena pada ayam layer disertai dengan perikarditis, sehingga beratnya lesi dapat saja disebabkan oleh infeksi penyakit lain yang dapat menyebabkan lesi lebih berat pada jantung. Lesi perikarditis yang disertai dengan lesi perihepatitis yang hanya terlihat pada ayam layer kemungkinaan infeksi penyakit ND diikuti oleh infeksi sekunder oleh bakteri. Menurut Tabbu (2000) apabila penyakit ND disertai infeksi E. coli, maka dapat terjadi perihepatitis dan perikarditis fibrinous sampai dengan fibrinous purulen. Selanjutnya Gross (1990) melakukan percobaan terhadap ayam yang diinfeksi Mycoplasma gallisepticum dan divaksin dengan vaksin ND strain B1, kemudian ditantang dengan E. coli O1:K1 secara aerosal dapat menyebabkan kematian dengan kelainan perikarditis dalam waktu delapan hari.

Distribusi VND pada organ jantung disebabkan oleh VND terbawa aliran darah ke jantung melalui sirkulasi darah akibat viremia yang ditandai dengan terjadinya reaksi imunopositif pada sel-sel endotel pembuluh darah di jantung. Lesi epikarditis dan miokarditis serta distribusi VND yang imunopositif pada organ jantung ini sesuai dengan laporan penelitian sebelumnya oleh Brown et al. (1999) bahwa ayam yang diinfeksikan dengan isolat velogenik viserotropik menunjukkan Gambar 9 Reaksi imunopositif VND jantung pada sitoplasma otot jantung (a),

(39)

9

gangguan pada otot jantung dan akumulasi sel-sel makrofag pada miokardium, reaksi imunopositif terhadap VND ditemukan pada otot jantung dan sel-sel mononuklear.

Organ Digesti

Gejala klinis berupa nafsu makan menurun, lemah, penurunan berat badan dan diare hijau keputihan terlihat pada semua sampel ayam. Pada ayam muda disertai dengan gangguan pertumbuhan dan ayam betina dewasa diikuti dengan penurunan produksi telur dan albumin telur encer.

Pemeriksaan patologi anatomi pada proventrikulus semua sampel menunjukkan adanya proventrikulitis kataralis dan hanya sampel ayam buras menunjukkan proventrikulitis hemoragi (Gambar 13). Pemeriksaan histopatologi terlihat proventrikulitis pada semua sampel yang ditandai dengan deskuamasi epitel permukaan proventrikulus, hiperemi pada pembuluh darah pada lapisan muskularis, infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear pada lapisan submukosa (Gambar 14) dan hemoragi pada kelenjar provetrikulus (Gambar 15). Reaksi imunopositif VND terlihat pada sitoplasma sel-sel epitel kelenjar proventrikulus (Gambar 16).

Berdasarkan jenis ayam derajat lesi PA pada proventrikulus ayam buras lebih berat daripada ayam broiler dan ayam layer dengan derajat lesi sedang (Lampiran 1), karena disertai dengan hemoragi pada proventrikulus sedangkan pada jenis ayam lainnya hanya terlihat pembengkakan pada kelenjar proventrikulus dengan eksudat kataral tanpa disertai lesi hemoragi. Pemeriksaan HP pada proventrikulus menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada semua jenis ayam (Lampiran 2). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan imunohistokimia dengan derajat imunopositif berat pada semua proventrikulus ayam sampel (Lampiran 3).

(40)

10

Gambar 10 Patologi anatomi proventrikulitis hemoragi ditandai dengan hemoragi pada mukosa perbatasan esofagus dengan proventrikulus (a). Gambar berasal dari sampel ayam buras, umur 8 minggu. Skala = 1 cm

(41)

11

Pemeriksaan PA duodenum mengalami enteritis kataralis yang ditandai dengan kongesti pada semua sampel (Gambar 17). Pemeriksaan HP terlihat deskuamasi, hemoragi, infiltrasi sel-sel inflamasi mononuklear pada lapisan submukosa (Gambar 18), nekrosis pada epitel lapisan mukosa dan proliferasi sel-sel goblet (Gambar 19). Reaksi imunopositif ditemukan pada sel-sel-sel-sel inflamasi pada

Gambar 13 Reaksi imunopositif VND kelenjar proventrikulus pada sitoplasma sel-sel epitel (a) dan sel-sel-sel-sel inflamasi (b) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody

(42)

12

lapisan submukosa (Gambar 20). Ditinjau dari jenis dan umur ayam lesi PA dan HP duodenum menunjukkan derajat lesi berat yang sama pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 1, 2 dan Lampiran 4). Demikian juga dengan hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 3 dan Lampiran 4).

Gambar 14 Patologi anatomi duodenum kongesti (a). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Skala = 1 cm

(43)

13

Gambar 17 Reaksi imunopositif VND duodenum pada sitoplasma sel-sel inflamasi lapisan submukosa (a) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody

(44)

14

Pemeriksaan PA seka tonsil mengalami typhlitis yang ditandai dengan hemoragi yang terlihat pada semua sampel (Gambar 21). Pemeriksaan HP seka tonsil pada semua sampel terlihat nekrosis pada sel-sel epitel lapisan mukosa, hemoragi dan infiltrasi sel-sel inflamasi pada lapisan submukosa (Gambar 22). Reaksi imunopositif ditemukan pada sel-sel epitel lapisan mukosa dan sel-sel inflamasi di dalam folikel limfoid (Gambar 23). Hasil pemeriksaan lesi PA dan HP seka tonsil menujukkan derajat lesi yang sama beratnya pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 1, 2 dan Lampiran 4). Pemeriksaan IHK juga menunjukkan derajat imunopositif berat pada semua jenis dan umur ayam (Lampiran 3 dan Lampiran 4).

(45)

15

Gambar 20 Reaksi imunopositif VND seka tonsil pada sitoplasma sel-sel epitel (a) dan sel-sel inflamasi di dalam folikel limfoid (b) dengan derajat berat. Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 33 minggu. Pewarnaan IHK dengan rabbit anti-NDV HN protein polyclonal antibody

(46)

16

Pemeriksaan PA hati pada semua sampel mengalami degenerasi hati yang ditandai dengan warna hati belang pucat dan nekrosis multifokus (Gambar 24), pada ayam layer disertai perihepatitis yang ditandai dengan hati terbungkus fibrin. Pemeriksaan HP hati terlihat hemoragi, nekrosis dan infiltrasi sel-sel inflamasi (Gambar 25). Reaksi imunopositif ditemukan pada makrofag di sekitar vena sentralis dan sitoplasma sel-sel hepatosit (Gambar 26).

Berdasarkan jenis ayam derajat lesi PA dan HP hati ayam layer lebih berat daripada hati ayam broiler dan ayam buras dengan derajat lesi sedang (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif berat pada hati ayam broiler dan ayam buras daripada ayam layer dengan derajat lesi sedang (Lampiran 3). Derajat lesi PA dan HP lebih berat pada ayam berumur tua daripada ayam berumur muda (Lampiran 4). Hasil pewarnaan IHK menunjukkan derajat imunopositif lebih berat pada ayam muda daripada ayam berumur tua dengan derajat imunopositif sedang (Lampiran 4).

(47)

17

Pemeriksaan PA pankreas mengalami hiperemi/kongesti dan multifokus nekrosis (white spot) pada semua sampel (Gambar 27). Pemeriksaan HP pada pankreas terlihat hemoragi dan akumulasi sel inflamasi multifokus di antara sel asinar pankreas (Gambar 28). Reaksi imunopositif ditemukan di sitoplasma sel-sel asinar pankreas (Gambar 29).

Berdasarkan jenis ayam derajat lesi PA dan HP pankreas ayam layer lebih berat daripada pankreas ayam broiler dan ayam buras dengan derajat lesi sedang Gambar 22 Histopatologi hati hemoragi (a), nekrosis (piknosis) (b) dan sel-sel inflamasi (c). Gambar berasal dari sampel ayam broiler, umur 4 minggu. Pewarnaan HE

(48)

18

(Lampiran 1 dan Lampiran 2). Hasil pemeriksaan IHK menunjukkan derajat imunopositif berat pada pankreas ayam broiler dan ayam buras daripada ayam layer dengan derajat sedang (Lampiran 3).

Berdasarkan perbedaan umur derajat lesi PA dan HP pankreas lebih berat pada ayam berumur tua daripada ayam berumur muda dengan derajat lesi sedang (Lampiran 4). Hasil pewarnaan IHK menunjukkan derajat imunopositif lebih berat pada ayam berumur muda daripada ayam berumur tua dengan derajat imunopositif sedang (Lampiran 4).

(49)

19

Selain dari saluran pernafasan rute infeksi VND adalah melalui saluran pencernaan. Mengamati perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan dan merujuk pada gangguan sistem pernafasan dan hasil positif terhadap VND secara uji rRT-PCR dapat diketahui bahwa semua sampel yang dijadikan bahan penelitian Gambar 25 Histopatologi pankreas hiperemi/kongesti (a) dan sel-sel inflamasi (b). Gambar berasal dari sampel ayam layer, umur 14 minggu. Pewarnaan HE

(50)

20

ini terinfeksi VND. Berdasarkan beratnya gejala klinis yang ditemukan pada pencernaan dan organ-organ respirasi dapat diketahui bahwa penyakit ND mengarah ke tipe velogenik karena infeksi VND tipe velogenik dapat menimbulkan gangguan yang lebih berat, sedangkan infeksi VND tipe mesogenik atau lentogenik tidak terlihat gejala klinis yang berlebihan, meskipun isolat mesogenik dapat menyebabkan lesi makroskopis dan mikroskopis, tetapi lesi yang ditimbulkan kurang luas dibandingkan dengan infeksi virus velogenik (Kommers et al. 2003). Brown et al. (1999) melaporkan bahwa ayam SPF berumur 4 minggu dinfeksi dengan isolat VND dengan tingkat virulensi yang berbeda menunjukkan bahwa ayam yang diinfeksi dengan isolat velogenik memperlihatkan gejala yang jelas dibandingkan dengan ayam yang diinfeksi dengan isolat mesogenik dan lentogenik. Selanjutnya Hamid et al. (1990) menyatakan bahwa lesi minimal terlihat pada unggas yang di infeksi tipe lentogenik, biasanya hanya terbatas pada saluran pernafasan. Replikasi VND lentogenik terdeteksi terutama pada tempat inokulasi (Kommers et al. 2003).

Gejala klinis yang terlihat pada semua sampel yang dijadikan sampel penelitian ini sesuai dengan laporan penelitian sebelumnya (Aldous dan Alexander 2001) yaitu unggas yang di infeksi dengan isolat velogenik VND akan muncul gejala klinis berupa inkoordinasi gerak, depresi, diare hijau keputihan, penurunan nafsu makan dan berakhir kematian. Gejala klinis yang hampir sama pada ayam broiler, ayam layer dan ayam buras dari segala umur sesuai dengan laporan penelitian Capua dan Terregino (2009) bahwa ND tipe velogenik dapat menyerang unggas pada semua tingkatan umur dan jenis, sedangkan ND tipe mesogenik tingkat keparahannya tergantung pada umur dan jenis unggas yang diinfeksi.

Replikasi virus pada organ interna ayam akan menyebabkan lesi pada organ interna tersebut sehingga secara PA terlihat hemoragi yang luas pada usus dan organ interna lainnya. Hemoragi dan edema pada organ-organ interna terjadi karena infeksi VND menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah. Nakamura et al. (2008) menjelaskan bahwa infeksi VND menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga terjadi hemoragi disepanjang saluran pencernaan. Eze et al. (2014) menyatakan bahwa ayam yang diinfeksi dengan isolat velogenik terjadi hemoragi pada mukosa saluran pencernaan seperti usus, kelenjar proventrikulus dan seka tonsil disebabkan oleh replikasi VND di dalam folikel-folikel limfoid intestinal. Terjadinya proses inflamasi menyebabkan hiperplasia sel goblet pada epitel usus. Perubahan patologi anatomi dan histopatologi yang ditemukan dari sepuluh sampel penelitian ini juga mengarah terhadap tipe ND yang bersifat velogenik karena sesuai dengan laporan penelitian sebelumnya (Alexander 2001; Bhaiyat et al. 1994; Nakamura et al. 2010; Ecco et al. 2011; Kencana dan Kardena 2011) bahwa VND tipe velogenik dapat menyebabkan trakheitis, pneumonia, proventrikulitis, enteritis kataral, nekrosis pada jaringan limfoid dan atrofi bursa Fabricious. Fokus nekrosis miokardium dan epikarditis (Nakamura et al. 2008). Nekrosis fokal maupun difus serta infiltrasi sel-sel mononuklear pada jaringan limpa, hati, ginjal dan sekum (Oladele et al. 2008). Kerusakan di daerah limfoid usus yang sifatnya masif termasuk pada seka tonsil terjadi selama masa inkubasi dimana jaringan limfoid digantikan oleh fibrin dan debri karyorheksis dan juga ulserasi pada epitel usus (Brown et al. 1999).

Gambar

Gambar 1  Patologi anatomi trakheitis ditandai dengan kongesti (a) dan eksudat
Gambar 3  Reaksi imunopositif VND trakhea pada sitoplasma sel-sel epitel mukosa
Gambar 5  Histopatologi paru-paru kongesti (a), edema (b), sel-sel inflamasi di dalam alveol (c) dan sel-sel inflamasi di dinding alveol (d)
Gambar 8  Histopatologi otot jantung degenerasi berbutir (a), nekrosis (piknosis) (b), edema (c) dengan fokus peradangan, dan sel-sel inflamasi mononuklear interstisium (d)
+7

Referensi

Dokumen terkait

sampel penderita gastritis berumur paling muda dijumpai pada umur 16 tahun, dan dari hasil pemeriksaan dengan pewarnaan histokimia Giemsa maupun imunohistokimia

Kondisi ini dapat terjadi akibat populasi unggas yang padat dan jarak antar peternaknya tidak berjauhan sehingga kegiatan lalu lintas terjadi lebih banyak di sekitar

Newcastle Disease pada itik dan ayam di Kabupaten Subang disebabkan oleh infeksi VND yang beragam, infeksinya dapat bersifat subklinis pada ayam, virus ND

Pada pemeriksaan histopatologi, kelompok tikus yang diberi perlakuan quercetin menunjukkan lebih sedikit sel-sel inflamasi, lebih banyak proliferasi fibroblas,

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan, bahwa IHK SB dapat diaplikasikan untuk peneguhan diagnosis AIV dan NDV dan terbukti, bahwa pada ayam petelur komersial dengan

Sebaran karbohidrat netral kelenjar mandibularis pada kelompok ayam starter , diperoleh hasil positif terhadap pewarnaan PAS di bagian sitoplasma sel dengan

Sebaran karbohidrat netral kelenjar mandibularis pada kelompok ayam starter, diperoleh hasil positif terhadap pewarnaan PAS di bagian sitoplasma sel dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran reseptor virus IBD pada program vaksinasi IBD 1 kali ayam umur 8 hari banyak ditemukan pada organ bursa Fabricius