• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Penderita Tumor Nasofaring di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Penderita Tumor Nasofaring di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2013"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Nasofaring

Secara fungsional dan struktural faring terbagi atas tiga bagian, yaitu

nasofaring, orofaring, dan hipofaring. Nasofaring adalah bagian dari faring yang

terletak di atas langit-langit lunak, dan memiliki dinding anterior, posterior, dan

lateral.Dindinganterior dilubangi oleh nares posterior (koana). Dinding posterior

berupa lengkungan yang meliputi atap nasofaring, begitu juga bagian posterior

dasar tengkorak. Dinding posterior meluas ke inferior dan, pada tingkat proyeksi

horisontal dari langit-langit lunak, berlanjut ke inferior sebagai dinding posterior

orofaring. Dinding anterior dan posterior dihubungkan oleh dinding lateral ke tuba

eustachius.1,9,10

Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustachius.

Orifisium ini dibatasi di bagian superior dan posterior oleh torus tubarius. Hal ini

mengakibatkan penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat orifisium tuba

eustachius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah posterosuperior dari torus

tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering terjadinya

karsinoma nasofaring. Pada atap sering dijumpai lipatan-lipatan mukosa yang

dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa pada bagian superior dari

(2)

Gambar 2.1. Anatomi nasofaring.11

Pada orang dewasa¸ mukosa nasofaring mempunyai luas permukaan

kira-kira 50 cm2. Sebagian besar dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis, dan sekitar

40% dilapisi oleh epitel kolumnar tipe respiratorius. Epitel skuamosa terutama

melapisi dinding anterior dan posterior bagian bawah, juga pada setengah bagian

dari dinding lateral. Epitel kolumnar bersilia tipe respiratorius sebagian besar

melapisi daerah nares posterior (koana) dan atap dinding posterior. Batas antara

epitel skuamosa dan repiratorius mungkin tegas, atau mungkin terdapat zona

epitel transisional atau intermediet, berupa sel-sel basaloid dengan sitoplasma

minimal, dan biasanya berbentuk kuboid atau bulat.1,11,12

Mukosa mengalami invaginasi membentuk kripta yang menjorok ke dalam

stroma. Stroma kaya akan jaringan limfoid yang sering dengan folikel limfoid

yang reaktif. Permukaan mukosa dan kripta biasanya diinfiltrasi oleh sel-sel

limfoid yang banyak, yang meluas dan mengubah epitel sehingga menghasilkan

pola retikular. Beberapa kelenjar seromusinus dapat dijumpai, tetapi tidak

(3)

Gambar 2.2. Histologi nasofaring. Epitel pelapis nasofaring terdiri dari epitel transisional dengan stroma yang kaya jaringan limfoid.11

2.2. Tumor Nasofaring 2.2.1. Epidemiologi

Tumor jinak nasofaring jarang ditemukan, sedangkan tumor ganas yang

berasal dari epitel permukaan nasofaring (karsinoma nasofaring) relatif lebih

sering dijumpai. Tumor jinak yang relatif sering dijumpai adalah tumor yang

berasal dari soft tissue, yaitu nasopharyngeal angiofibroma. Insidensi tumor ini

kurang dari 1% dari seluruh tumor nasofaring, predileksi pada laki-laki, sering

dijumpai pada dekade kedua kehidupan, namun jarang ditemukan pada penderita

dengan usia di atas 25 tahun. Karsinoma nasofaring dapat dijumpai pada semua

umur, namun sangat jarang terdapat penderita dengan usia di bawah 20 tahun.

Prevalensinya antara usia 45-54 tahun. Perbandingan antara jenis kelamin

laki-laki dan wanita adalah 2-3 berbanding 1. Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi

tumor ini kurang dari 1 dalam 100.000 populasi (National Cancer Institute,

2009).1,13,14

Pada beberapa propinsi di Cina, kasus karsinoma nasofaring memiliki

(4)

Kong dan Guangzhou angka ini mencapai 10-150 kasus per 100.000 populasi per

tahun.1,13

Karsinoma nasofaring menempati urutan kelima tumor ganas di Indonesia.

Bahkan karsinoma nasofaring memiliki persentase sebanyak 60% dari

keseluruhan tumor ganas pada kepala dan leher. Prevalensi karsinoma nasofaring

di Indonesia pada tahun 1980 adalah 4,7 per 100.000 populasi atau 7.000-8.000

kasus per tahun (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). Di RSUP Haji

Adam Malik Medan pada tahun 2002-2007 ditemukan 684 penderita karsinoma

nasofaring.14

2.2.2. Etiologi dan Patogenesis

Etiologi tumor nasofaring belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor

risiko yang sering diidentifikasi sebagai penyebab karsinoma nasofaring antara

lain adalah infeksi virus Epstein-Barr, faktor genetik, faktor lingkungan dan gaya

hidup.1,2,3,15,16

Epstein, Barr dan Achong (tahun 1964) pertama kali melaporkan virus ini.

Tidak hanya karsinoma nasofaring, beberapa penyakit telah dilaporkan berkaitan

dengan infeksi virus Epstein Barr, diantaranya mononukleosis infeksiosa dan

limfoma-Burkitt.1,2,3,15,16

Virus Epstein Barr tergolong virus DNA dari kelompok herpes. Terdapat

reaksi antigen antibodi akibat infestasi virus ini. Dilaporkan adanya peningkatan

antibodi IgA terhadap viral capsid antigen (VCA) dan early antigen complex (EA)

dan dijumpainya genom virus pada sel tumor. Karsinoma nasofaring diakibatkan

(5)

Barr. Protein viral laten (latent membrane protein 1 dan 2) menyebabkan

proliferasi dan pertumbuhan yang invasif pada karsinoma nasofaring.1,2,15,16

Dijumpainya Human Leucocyte Antigen (HLA) yang serupa pada penderita

karsinoma nasofaring yang telah bermigrasi ke negara-negara di luar Cina dengan

penderita di negara Cina memberikan dugaan bahwa faktor genetik memegang

peranan penting pada patogenesis karsinoma nasofaring. Munir (2008)

menemukan bahwa alel gen tertinggi pada penderita karsinoma nasofaring suku

Batak adalah gen HLA-DRB1*12 dan HLA-DQB*0301, sedangkan alel yang

menyebabkan kerentanan timbulnya karsinoma nasofaring pada suku Batak

adalah alel gen HLA-DRB1*08.9

Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin dengan kandungan nitrosamin yang

tinggi, paparan dengan karsinogenik, seperti benzopyrene, gas kimia, asap

industri, asap obat nyamuk dan asap rokok, merupakan hal-hal yang diduga

berperan penting dalam terjadinya karsinoma nasofaring.1,8,14

Beberapa penelitian epidemiologik mendukung hipotesa yang menyatakan

bahwa seringnya mengkonsumsi ikan asin sebelum usia 10 tahun berkaitan erat

(6)

2.2.3. Diagnosis

Diagnosis karsinoma nasofaring ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan

nasofaring, radiologi, serologi, dan pemeriksaan patologi.

2.2.3.1. Gejala

Pada karsinoma nasofaring, formula Digby menjelaskan bahwa setiap gejala

mempunyai nilai diagnostik, dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan suatu

karsinoma nasofaring.

Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinis karsinoma nasofaring dapat

dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinis jelas menunjukkan suatu

karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk

konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang

(7)

2.2.3.2. Pemeriksaan Nasofaring

Pada kasus-kasus yang mengarah pada karsinoma nasofaring, perlu

dilakukan pemeriksaan menyeluruh daerah kepala dan leher, terutama di

nasofaring. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan nasofaringoskop

kaku atau fleksibel. Inspeksi yang menyeluruh sangat diperlukan dalam

pemeriksaan fisik.14

Pembengkakan pada kelenjar getah bening terutama daerah mastoid, atau

dalam muskulus sternokleidomastoideus, serta di bagian belakang angulus

mandibula, maka sebaiknya dipertimbangkan adanya metastasis dari karsinoma

nasofaring.14

2.2.3.3. Radiologi

Pemeriksaan radiologi sebagai pemeriksaan penunjang dapat dipergunakan

untuk mengkonfirmasi adanya tumor pada nasofaring dan menentukan lokasi

tumor, serta dalam membimbing tindakan biopsi untuk menghasilkan sediaan

yang adekuat bagi pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan radiologi juga dapat

memperlihatkan penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.14,16

Untuk evaluasi karsinoma nasofaring dapat dilakukan beberapa

pemeriksaan radiologi, diantaranya: X-ray nasofaring dan basis kranii pada posisi

lateral, submentovertikal, oksipitosubmental, oksipitomental dan oksipitofrontal,

dan foto toraks postero-anterior pada evaluasi suatu metastasis paru.14,16

CT-scan nasofaring dapat dilakukan untuk memperlihatkan adanya tumor

pada fossa Rosenmuller di stadium awal. Pada CT-scan, fossa Rosenmuler akan

(8)

penumpulan sudut resesus setempat sehingga terlihat gambaran yang asimetris

dalam rongga nasofaring.14,16

CT-scan nasofaring juga dapat melihat adanya metastasis tumor ke jaringan

sekitar serta berguna dalam mendeteksi erosi basis kranii dan penjalaran

perineural melalui foramen ovale sebagai jalur utama perluasan ke intrakranial.

CT-scan dapat dilakukan dengan menggunakan zat kontras ataupun tanpa zat

kontras. Zat kontras terutama digunakan apabila sulit menentukan batas tumor

atau untuk menilai kelenjar limfe dan pembuluh darah. Selain itu dapat pula

menilai kekambuhan tumor setelah pengobatan, adanya metastasis dan juga akibat

komplikasi paska radioterapi, seperti nekrosis lobus temporal dan atropi kelenjar

hipofise.14,16

CT-scan berperan dalam membantu diagnosis karsinoma nasofaring,

terutama dalam menentukan suatu proses dini di nasofaring, menentukan

penyebaran tumor ke jaringan sekitar, menentukan stadium tumor, membantu

tindakan radioterapi dan menilai hasil pengobatan dan menentukan kekambuhan

dini.14,16

Magnetic Resonance Imaging (MRI) memiliki akurasi yang lebih baik

dalam memperlihatkan jaringan lunak pada nasofaring, baik yang superfisial

maupun profunda, serta membedakan tumor dari jaringan lunak di sekitarnya.

MRI juga lebih sensitif untuk menilai metastasis ke daerah retrofaring, kelenjar

getah bening leher yang profunda dan ke sumsum tulang Ultrasonografi hepar

(9)

Gambar 2.3. A,B. Karsinoma nasofaring dengan infiltrasi lokal dilihat dengan MRI.1

2.2.3.4. Serologi

Infeksi Epstein-Barr virus (EBV) sebagai salah satu faktor penyebab

berkembangnya karsinoma nasofaring menjadi dasar pemeriksaan ini. Titer

antibodi terhadap EBV seperti IgA (Antibodi terhadap VCA-viral capsid antigen,

maupun EA-early antigen) sebagai pemeriksaan serologi yang paling sering

dipergunakan dengan hasil bervariasi sekitar 69-93%, meningkat sampai 8-10 kali

lebih tinggi pada penderita karsinoma nasofaring dibandingkan penderita tumor

lain maupun pada orang sehat. Pemeriksaan juga dapat dilakukan untuk follow-up

paska terapi untuk mendeteksi kemungkinan residif atau relaps. Hasil

pemeriksaan serologi positif untuk EBV ditemukan pada hampir 100% tipe

Nonkeratinizing squamous cell carcinoma. Antibodi yang lebih baru terhadap

antigen EBV rekombinan seperti EBV nuclear antigens (EBNA), membrane

antigen (MA), thymidinekinase (TK), DNA polymerase (DP), ribonucleotide

reductase (RR), DNAase, dan Z transactivator protein (Zta) juga dapat

memberikan diagnosis bila digunakan secara kombinasi.1

(10)

2.2.3.5. Pemeriksaan Patologi

2.2.3.5.1.Biopsi Aspirasi Jarum Halus pada Kelenjar Getah Bening Servikalis Sebagian besar karsinoma nasofaring ditemukan dengan pembesaran KGB di

leher. Untuk membuktikan metastasis karsinoma nasofaring dilakukan biopsi

aspirasi. Metastasis karsinoma ke KGB leher bukan hanya berasal dari nasofaring

tetapi juga dari beberapa jaringan lain di sekitar kepala dan leher, bahkan dengan

gambaran yang hampir sama, oleh karena itu perlu dibuktikan bahwa pembesaran

KGB leher benar-benar merupakan metastasis karsinoma nasofaring. Biopsi

jaringan mutlak dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dalam menentukan tipe

histopatologi.10,14

2.2.3.5.2. Biopsi Jaringan

Diagnosis pasti tumor nasofaring ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

histopatologi, yang dapat diperoleh dari sediaan biopsi jaringan. Biopsi dapat

dilakukan dengan bantuan endoskopi. Penderita dalam posisi duduk atau setengah

duduk, selanjutnya diberi anestesi lokal kemudian endoskop dimasukkan kedalam

kavum nasi pada sisi yang berlawanan dengan sisi tumor. Setelah tumor terlihat

dimasukkan cunam biopsi melalui sisi lain dari kavum nasi. Dengan tuntunan

endoskopi, dapat diambil jaringan biopsi yang adekuat dari tumor.15,16

Apabila biopsi dengan anestesi lokal tidak memungkinkan seperti pada

keadaan umum penderita yang buruk, penderita yang tidak kooperatif atau

faringnya terlalu sensitif, terdapat trismus, atau pada anak-anak, maka biopsi

dilakukan dengan anestesi umum.15,16

(11)

2.2.4. Gambaran Klinis

Sebagian besar tumor nasofaring memberikan gejala berupa obstruksi

hidung dan epistaksis. Gejala yang sering ditemukan pada karsinoma nasofaring

antara lain: (1) Gejala telinga: yaitu gejala yang timbul akibat penyumbatan tuba

Eustachius oleh massa tumor antara lain tinnitus, rasa tidak nyaman di telinga,

rasa tersumbat, berkurangnya pendengaran dan otitis media; (2) Gejala hidung:

yang biasanya muncul adalah epistaksis ringan dan obstruksi hidung. Perdarahan

hidung dapat terjadi berulang-ulang, sedikit-sedikit dan bercampur dengan ingus.

Gejala obtruksi hidung biasanya menetap dan bertambah berat akibat massa tumor

yang menutupi koana; dan (3) Pembesaran kelenjar getah bening leher yang

merupakan gejala lanjut karsinoma nasofaring, merupakan keluhan yang paling

sering menyebabkan penderita datang berobat. Hal ini diakibatkan oleh

penyebaran karsinoma nasofaring secara limfogen.14,16

Gejala lebih lanjut yang sering ditemukan adalah gejala neurologis dengan

keluhan yang tersering adalah diplopia sebagai akibat paresis saraf abdusen (N

VI), dan keluhan baal di pipi dan wajah yang unilateral akibat paresis saraf

trigeminus (N V). Sakit kepala yang hebat merupakan gejala paling berat dan

biasanya merupakan gejala stadium terminal. Hal ini timbul karena tumor telah

mengerosi dasar tengkorak dan menekan struktur di sekitarnya. Metastasis jauh

(12)

2.2.5. Klasifikasi

Tabel 2.2. Klasifikasi histologi tumor nasofaring menurut WHO (2005)1

Klasifikasi ICD-O

Malignant epithelial tumours Nasopharyngeal carcinoma

Nonkeratinizing carcinoma

Keratinizing squamous cell carcinoma

(13)

2.3. Tumor Jinak Epitel Nasofaring 2.3.1. Hairy Polyp

Merupakan kelainan pertumbuhan dengan manifestasi klinis sebagai polip

yang dilapisi oleh kulit dengan rambut dan kelenjar sebasea. Tumor ini dijumpai

pada bayi baru lahir dan bayi, dengan rasio antara perempuan dan laki-laki 6 : 1.

Lokasinya di dinding lateral dari nasofaring, langit-langit lunak, dan tonsil.

Gambaran klinis berupa massa pedunculated di orofaring atau nasofaring pada

bayi baru lahir atau bayi. Permukaan polip terdiri dari kulit yang mengalami

hiperkeratosis dan pilosebasea. Bagian tengah dibentuk oleh jaringan

fibroadiposa, sering dengan fokus tulang rawan, otot dan tulang. Hairy polyp

dapat dibedakan dengan teratoma dengan kurangnya komponen endodermal.1,18

Gambar. 2.4. Hairy polyp. A. Epitel stratified squamous matur dengan kelenjar sebasea (H&E 100x). B. Sel-sel lemak matur dan otot (H&E 400x).18

2.3.2. Schneiderian-type Papilloma

Merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel permukaan nasofaring dan

menyerupai Schneiderian papilloma pada traktus sinonasal. Tumor ini jarang

dijumpai, terjadi pada usia tua (usia rata-rata 62 tahun, dengan kisaran usia 45-79

tahun) dan 2-3 kali lebih sering dijumpai pada laki-laki. Secara anatomis, koana

posterior mewakili batas antara ectodermally-derived (membran Schneiderian)

(14)

dan endodermally-derived dari mukosa pernafasan, masing-masing garis traktus

sinonasal dan nasofaring. Penyimpangan embriologi dari mukosa Schneiderian

normal mungkin merupakan penyebab lesi ini terjadi di nasofaring. Gambaran

klinis berupa lesi dengan diameter tidak lebih dari 2 cm. Biasanya ditemukan

secara insidentil, atau memberikan gejala obstruksi jalan nafas. Pada umumnya,

Schneiderian papilloma traktus sinonasal dengan keterlibatan sekunder pada

nasofaring harus diekslusikan, sebelum ditegakkan sebagai lesi primer di

nasofaring.1,19,20,21

Gambaran histopatologinya mirip dengan Schneiderian papilloma di

rongga hidung dan sinus paranasal, dan tipe yang sering dijumpai adalah inverted

type. Schneiderian papilloma pada nasofaring mempunyai tiga tipe morfologi

yang berbeda, yaitu inverted papilloma, oncocytic papilloma, dan exophytic

papilloma.1,19,20,21

Pada inverted papilloma, tumor memiliki pola pertumbuhan endofitik

yang dilapisi membran epitel yang proliferatif, tumbuh ke bawah ke dalam stroma

yang mendasarinya. Sel epitel ini terdiri dari sel skuamosa, sel transisional, dan

sel kolumnar (ketiganya mungkin dijumpai dalam satu lesi), bercampur dengan

mucocytes (sel goblet) dan kista musin intraepitelial. Infiltrasi sel radang kronis

menyusup pada semua lapisan epitel permukaan. Sel-sel epitel pelapis merupakan

sel normal dengan inti yang seragam. Pleomorfisme dan sel-sel atipia dapat

dijumpai. Komponen epitel dapat menunjukkan gambaran clear cell yang luas,

mengindikasikan adanya glikogen yang berlimpah. Gambaran mitosis dapat

dilihat pada lapisan basal dan parabasal, tetapi tidak dijumpai mitosis yang atipik.

(15)

kelenjar liur minor. Komponen stroma bervariasi dari miksomatous sampai

fibrosa, yang bercampur dengan sel-sel radang kronis dan vaskularisasi yang

bervariasi.1,19,20

Gambar 2.5. Inverted papilloma. A. Tampak pola pertumbuhan inverted yang khas berupa epitel skuamosa yang tumbuh hiperplastik ke dalam stroma. B. Terdiri dari epitel skuamosa dan epitel repiratori bersilia.20

Oncocytic papilloma, pemeriksaan fisik berupa massa fleshy berwarna

merah kehitaman sampai coklat, atau abu-abu, berbentuk papilari atau polipoid.

Pola pertumbuhan tumor ini dapat eksofitik dan endofitik. Pada pemeriksaan

histopatologi menunjukkan sel epitel yang proliferatif, tersusun berlapis-lapis (2-8

lapis sel) yang terdiri dari sel-sel kolumnar tinggi, dengan inti sel kecil, gelap

(hiperkromatin), relatif seragam, kadang-kadang vesikuler, dan anak inti kurang

jelas. Sitoplasma eosinofilik berlimpah dan bergranul, dan pada permukaan paling

luar dapat dijumpai beberapa sel epitel bersilia. Komponen stroma bervariasi, dari

miksomatous sampai fibrous, disertai infiltrasi sel radang limfosit, sel plasma, dan

neutrofil., sedikit eosinofil, serta vaskularisasi yang bervariasi.1,16,17

(16)

Gambar 2.6. Oncocytic papilloma. Tampak pola pertumbuhan eksofitik, dengan pelapis epitel onkositik berlapis, disertai kista berisi musin intraepitelial dan mikroabses.1,119

Exophytic papilloma, pemeriksaan fisik berupa massa papillary atau

warty, exophytic, verrucous, cauliflower-like lesions, ukuran rata-rata 2 cm,

berwarna abu-abu, merah muda atau coklat, tidak transparan, konsistensi kenyal

sampai keras padat. Tampak massa bertangkai melekat pada mukosa. Pada

pemeriksaan histopatologi tampak pola papilar dengan fibrovascular core yang

dilapisi oleh epitel yang berlapis-lapis (5-20 lapis sel), bervariasi dari sel

skuamosa (epidermoid), sel transisional (intermediet), sampai sel kolumnar

pseudostratifikasi bersilia (sel saluran pernafasan), disertai mucocytes (sel goblet),

dan kista musin intraepitel. Tidak dijumpai mitosis atipik. Stroma berupa

fibrovascular core yang diinfiltrasi sedikit sel radang.1,19,20

Gambar 2.7. Exophytic papilloma. A. Tampak pelapis epitel skuamous tidak berkeratin yang hiperplastik dengan sebaran sel-sel jernih (mucous). B. Sel-sel koilositotik

(17)

2.3.3. Squamous Papilloma

Tumor ini jarang dijumpai di nasofaring dan mempunyai gambaran

morfologi yang mirip dengan squamous papilloma pada laring. Pola pertumbuhan

tumor ini dapat exophytic, warty atau cauliflower-like tumor dengan ukuran tumor

mulai dari beberapa mm sampai 3 cm. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan

tumor terdiri dari proliferasi epitel skuamosa jinak yang tersusun dalam

penonjolan finger-like yang multipel dengan fibrovascular core. Tidak dijumpai

perubahan displastik pada epitel skuamosa. Umumnya permukaan tumor ini

mengandung sedikit keratin, tetapi pada beberapa tumor dapat terjadi

hiperkeratosis seperti parakeratosis dan orthokeratosis.20

2.3.4. Ectopic Pituitary Adenoma

Ectopic pituitary adenoma merupakan tumor jinak dari kelenjar pituitary

dalam bentuk terpisah, tanpa melibatkan sella turcica. Biasanya terjadi pada orang

dewasa, dan tidak ada predileksi pada jenis kelamin. Gejalanya berupa obstruksi

jalan nafas, sinusitis kronis, defek pada lapangan pandang, kebocoran cairan

cerebrospinal, dan manifestasi endokrin (seperti Cushing’s syndrome dan

hirsutisme). Lokasi yang tersering adalah pada sinus sphenoidalis, diikuti dengan

nasofaring, namun jarang terjadi di rongga hidung dan sinus ethmoidalis.1

Gambaran makroskopis tumor ini berupa massa polipoid dan

pedunculated, dengan ukuran 0,7-7,5 cm. Pada pemeriksaan histopatologi tampak

proliferasi epitel submukosa dengan pola pertumbuhan yang solid, organoid, dan

trabekular. Sel-sel neoplastik dengan inti bentuk bulat sampai oval, dengan

(18)

bergranul. Pleomorfisme, nekrosis, dan aktivitas mitotik tidak dijumpai. Tidak

dijumpai adanya diferensiasi kelenjar atau skuamosa.1

Gambar 2.8. Ectopic pituitary adenoma berupa tumor di mukosa nasofaring yang seluler dan tidak berkapsul, dengan epitel permukaan yang masih intak.1

Pewarnaan imunohistokimia menunjukkan hasil yang reaktif dengan

chromogranin, synaptophysin, keratin dan beberapa hormon pituitary, seperti

growth hormone (GH), adrenocorticotropic hormone (ACTH), prolactin,

thyroid-stimulating hormone (TSH), follicle-stimulating hormone (FSH), dan luteinizing

hormone (LH). Beberapa tumor dapat menunjukkan hasil yang reaktif dengan

satu hormon pituitary (monohormonal pituitary adenoma), hormon multipel

(plurihormonal pituitary adenoma) atau tidak satupun hormon pituitary (null cell

pituitary adenoma).1

2.3.5. Salivary Gland Anlage Tumour

Merupakan tumor jinak dengan campuran elemen mesenkim dan epitel,

menggambarkan stadium awal dalam embriologi kelenjar liur antara minggu ke-4

dan ke-8 dari masa perkembangan. Nama lain tumor ini adalah Congenital

pleomorphic adenoma.1 Tumor ini jarang dijumpai, kurang dari 20 kasus telah

(19)

periode neonatal atau pada usia 6 minggu. Rasio antara laki-laki dan perempuan

adalah 13 berbanding 3.1

Pada hampir semua pasien muncul gejala gangguan bernafas dan

gangguan makan, jarang dilaporkan terjadi perdarahan. Pemeriksaan fisik

menunjukkan adanya polip eritematosa yang pedunculated.1

Gambaran makroskopis tumor ini berupa massa keras, licin sampai

berlobus-lobus, dengan ukuran 1,3-3 cm, permukaan tumor biasanya licin dan

berkilat. Sisa stalk dapat kelihatan atau tidak. Nodul berwarna coklat keabu-abuan

sampai kemerahan, dan dapat dijumpai perdarahan atau massa kistik.1,19

Secara histopatologi tumor ini identik dengan tumor pada kelenjar liur

mayor, dengan campuran antara struktur duktus atau tubular, sel-sel mioepitel

yang berbentuk spindel, dan stroma myxochondroid.1,19

Gambar 2.9. Salivary gland anlage tumour. A. Nodul tumor yang seluler bersatu dalam bentuk struktur kelenjar dengan epitel permukaan. B. Penggabungan sel-sel spindel ke dalam tubulus yang abortif.1

2.3.6. Craniopharyngioma

Tumor ini berasal dari Rathke’s pouch di daerah kelenjar pituitary (sella

turcica) atau sepanjang perkembangan traktus ke Rathke’s pouch dan kelenjar

(20)

nasofaring dengan bentuk yang meluas dari tumor sellar atau dengan adanya

keterlibatan sella secara bebas. Gejala klinis yang terjadi berupa obstruksi nasal,

epistaksis, sakit kepala, dan gangguan penglihatan. Biasanya gejala ini dijumpai

pada dekade pertama dari kehidupan.19

Pada pemeriksaan histopatologi, craniopharyngioma merupakan

neoplasma epitelial yang terdiri dari sel-sel stellate dengan inti kecil dan

sitoplasma jernih, dikelilingi oleh barisan sel-sel kolumnar dengan polaritas inti

yang tersusun pallisading. Tumor dapat diidentifikasi dengan melihat perubahan

necrobiotic degeneratif, seperti ghost cells dan kalsifikasi. Gambaran

histopatologi seperti ini mirip dengan ameloblastoma, namun gambaran klinis

tumor ini berbeda dengan ameloblastoma traktus sinonasal, sehingga kedua lesi

ini dapat dengan mudah dibedakan.19

2.4. Tumor Ganas Epitel Nasofaring 2.4.1. Nasopharyngeal Carcinoma

2.4.1.1. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (NKSCC)

Pada sub tipe differentiated, terlihat stratifikasi selular dengan batas antar

sel yang cukup jelas. Sel-sel tampak lebih kecil dibandingkan dengan subtipe

undifferentiated, N/C ratio lebih rendah, inti lebih hiperkromatik dan nukleoli

tidak menonjol. Kadang-kadang dapat dijumpai daerah nekrosis. Limfosit dan

sel-sel plasma dapat dijumpai dalam jumlah yang bervariasi atau bahkan sama sekali

tidak ada. Apabila jumlah limfosit cukup banyak maka kondisi ini dikenal sebagai

(21)

Nukleoli sering tidak terlihat pada sel-sel spindel. Pada beberapa tempat tampak

sel-sel dengan inti hiperkromatik dan sitoplasma padat.1,2,19,20

Gambar 2.10. Non keratinizing squamous cell carcinoma, differentiated type. A. Terdapat lapisan-lapisan tumor yang dipisahkan oleh limfosit dan sel-sel plasma. B. Pulau-pulau tumor dalam stroma yang kaya limfosit. C. Pola pertumbuhan trabekular.1

Non keratinizing squamous cell carcinoma, undifferentiated type lebih

sering dijumpai. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai sel-sel tumor yang

besar tersusun sinsitial dengan batas antar sel tidak jelas, inti vesikuler, bulat atau

oval disertai dengan nukleoli yang besar di tengah. Sel-sel sering terlihat padat

dan terkadang overlapping, kromatin inti lebih padat, sitoplasma sedikit dan

eosinofilik.1,2,10,19,20

(22)

Pada undifferentiated type, terdapat dua bentuk pola pertumbuhan, yaitu

tipe Regauds dan Schmincke. Tipe Regauds terdiri dari kumpulan sel-sel epitel

dengan batas jelas yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfoid.

Sedangkan tipe Schmincke berupa sel-sel epitelial neoplastik yang tumbuh difus

dan bercampur dengan sel-sel radang.2,10

Gambar 2.12. Undifferentiated carcinoma. A. Tipe Regauds, terdiri dari sel-sel yang membentuk sarang-sarang padat. B. Tipe Schminke, terdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial yang difus.2

Secara praktis semua sel tumor menunjukkan hasil positif kuat terhadap

pan-cytokeratin (AE1/AE3, MNF-116); yang terwarnai secara uniformis, berbeda

dengan undifferentiated carcinoma dari tempat lain, misalnya paru-paru atau

tiroid, yang terwarnai secara fokal. Sel-sel tumor juga terwarnai positif kuat

dengan high molecular weight cytokeratins (seperti cytokeratin 5/6, 34ßE12) dan

sering terwarnai lemah dan kadang patchy dengan low molecular weight.

Imunoreaktivitas terhadap epithelial membrane antigen biasanya memberi reaksi

secara fokal saja. Pada kebanyakan kasus, pewarnaan dengan p63 menunjukkan

reaksi positif kuat pada inti sel tumor.Dengan S100 protein akan memberi hasil

positif pada sel-sel dendritik dengan jumlah yang bervariasi.1,2,19,20,23

(23)

2.4.1.2. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (KSCC)

Keratinizing squamous cell carcinoma adalah suatu karsinoma invasif

dengan keratinisasi, dengan bentuk tumor yang irreguler. Pada pemeriksaan

mikroskopik terdapat stroma desmoplastik yang banyak diinfiltrasi oleh sel-sel

limfosit, sel plasma, netrofil dan eosinofil. Sel-sel tumor dapat berbentuk

poligonal atau stratified dan batas antar sel yang jelas, inti sel hiperkromatik

dengan sitoplasma yang banyak. Pada tumor ini dijumpai keratin pearl. 1,2,15,16,19,20

Gambar 2.13. Keratinizing squamous cell carcinoma. A. Invasi tumor kedalam stroma. B. Pulau-pulau ireguler dengan stroma desmoplastik.1

KSCC memiliki kecenderungan untuk berkembang secara lokal serta lebih

sedikit adanya kemungkinan metastasis pada kelenjar getah bening. Tumor ini

memiliki respon yang rendah terhadap radiasi dan prognosisnya buruk. Tipe ini

tidak berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr.1,2,19,20,22

Tumor ini menunjukkan imunoreaktivitas terhadap pan-cytokeratin, high

molecular-weight cytokeratin, dan secara fokal terhadap epithelial membrane

antigen. KSCC yang diinduksi radiasi diketahui tidak berhubungan dengan virus

Epstein-Barr, namun secara denovo juga masih belum jelas hubungannya dengan

(24)

hampir selalu positif pada daerah endemik, juga sering positif pada daerah dengan

insidensi intermediet, sedangkan pada daerah dengan insidensi yang rendah hanya

positif pada sebagian penderita. Pada in situ hybridization, gambaran inti dari

EBER biasanya terlihat pada sel-sel dengan diferensiasi yang sedikit (sel-sel basal

yang mengelilingi pulau-pulau tumor), tetapi tidak terlihat pada sel-sel dengan

diferensiasi skuamosa yang jelas. Peranan human papillomavirus dalam

keratinizing squamous cell carcinoma masih belum jelas diketahui.1,2,19,20,22

2.4.1.3. Basaloid Squamous Cell Carcinoma

Tumor ini jarang dijumpai dan memiliki dua komponen yaitu sel-sel

basaloid dan sel-sel skuamosa. Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti

hiperkromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam

pola solid dengan konfigurasi lobular dan pada beberapa kasus dijumpai adanya

peripheral palisading. Komponen sel-sel skuamosa dapat insitu atau invasif.

Batas antara komponen basaloid dan skuamosa jelas.1,2,19,20

(25)

2.4.2. Nasopharyngeal Papillary Adenocarcinoma

Tumor ini merupakan low-grade adenocarcinoma dengan ciri khas adanya

pertumbuhan eksofitik yang terdiri dari struktur papiler dan struktur kelenjar.

Karsinoma ini sangat jarang dijumpai, rentang usia yang dilaporkan adalah 11-64

tahun (median 37 tahun). Distribusi gender hampir sama antara laki-laki dan

perempuan.1,20

Tumor ini sering melibatkan atap, dinding lateral dan dinding posterior

dari nasofaring. Obstruksi hidung merupakan gejala utama pada tumor ini.

Diagnosis dapat segera dikonfirmasi dengan biopsi endoskopi.1,20

Secara makroskopis tumor lembut atau seperti berpasir dan exophytic,

dengan gambaran papiler, polipoid, atau bunga kol. Ukuran tumor bisa mencapai

4 cm, dengan ukuran rata-rata 2,5 cm. Tumor ini biasanya tetap terbatas di

nasofaring, dan jarang terjadi invasi lokal yang luas.1,20

Pemeriksaan histopatologi menunjukkan bahwa tumor ini berasal dari

epitel permukaan, yang terdiri dari struktur papiler dengan kelenjar yang crowded.

Sel-sel pelapis epitel kolumnar atau pseudostratified kolumnar mempunyai inti

yang bulat sampai oval dan nukleoli yang kecil. Mitosis abnormal jarang

dijumpai, dan dapat dijumpai fokus-fokus daerah nekrosis. Psammoma bodies

dapat dijumpai pada beberapa kasus. Tumor tidak berkapsul dan dapat menyusup

(26)

Gambar 2.15. Nasopharyngeal papillary adenocarcinoma. Tumor ini terdiri dari struktur papil dengan fibrovascular core, yang dilapisi oleh epitel pseudostratified columnar

dengan inti hiperkromatik.1

Pewarnaan imunohistokimia menunjukkan reaksi positif untuk penanda

epitel (seperti cytokeratin dan epithelial membrane antigen), tetapi tidak bereaksi

dengan thyroglobulin dan S-100 protein. Tumor ini tidak berhubungan dengan

virus Epstein-Barr. Nasopharyngeal papillary adenocarcinoma merupakan

neoplasma ganas yang low-grade dan tidak mempunyai potensi untuk

bermetastasis.1,20

2.4.3. Salivary Gland-type Carcinomas

Karsinoma ini sangat jarang terjadi di nasofaring. Perbandingan antara

laki-laki dan perempuan adalah 3 : 1, dengan rentang usia 15-74 tahun, serta usia

rata-rata 50 tahun. Tipe yang paling sering dijumpai adalah adenoid cystic

carcinoma, mucoepidermoid carcinoma dan adenocarcinoma not otherwise

specified.Tumor ini sering dijumpai pada stadium lanjut dan sering menginvasi ke

dasar tengkorak, meluas ke intrakranial dan dengan keterlibatan saraf kranial.1,19,20

Pada adenoid cystic carcinoma, gambaran klinis dijumpai adanya efusi

(27)

kranial (seperti nyeri, parestesia, anestesia). Gambaran mikroskopis serupa

dengan adenoid cystic carcinoma di tempat lain.1,19

Gambar 2.16. Adenoid cystic carcinoma. Tampak pola klasik cribriform dari sel-sel tumor.19

Mucoepidermoid carcinoma, gambaran mikroskopisnya mirip dengan

mucoepidermoid carcinoma di tempat lain, tapi jarang dijumpai psammoma

bodies.1,19,20 Tipe salivary gland-type carcinoma di nasofaring lainnya yang

jarang dijumpai adalah epithelial-myoepithelial carcinoma, myoepithelial

carcinoma, acinic cell carcinoma, dan polymorphous low-grade

adenocarcinoma.1

2.5. Soft Tissue Neoplasms

Tumor yang termasuk ke dalam soft tissue neoplasms adalah

nasopharyngeal angiofibroma. Merupakan neoplasma mesenkim jinak, yang

hiperseluler dengan vaskularisasi yang banyak dan melibatkan nasofaring pada

laki-laki.1,2,12,19,20

Angka kejadian tumor ini < 1% dari seluruh tumor nasofaring. Tumor ini

biasa dijumpai pada anak laki-laki dan remaja sampai laki-laki dewasa muda,

(28)

melaporkan sebuah kasus yang sangat jarang, dimana tumor ini dijumpai pada

seorang laki-laki berusia 80 tahun.27

Etiologinya belum diketahui secara pasti, walaupun pertumbuhan tumor

yang diinduksi oleh pubertas dan tergantung dengan testosteron mungkin menjadi

lebih baik dengan adanya hambatan dari reseptor estrogen atau progesteron dalam

tumor. Gambaran klinis berupa obstruksi hidung, epistaksis, nasal discharge,

deformitas pada wajah (termasuk proptosis), diplopia, eksoftalmus, sinusitis, otitis

media, tinnitus, tuli, sakit kepala, sesak nafas dan jarang dijumpai anosmia atau

nyeri.1,2,12,19,20

Ukuran tumor bisa mencapai 22 cm, dengan ukuran rata-rata 4 cm.

Bentuknya polipoid, bulat atau multinodular, dan berwarna merah keabu-abuan.

Pada pemeriksaan histopatologi dijumpai proliferasi pembuluh darah dalam

stroma jaringan ikat fibrous. Pembuluh darah berdinding tipis, seperti celah

(staghorn) atau bisa berdilatasi mulai dari ukuran yang kecil sampai besar.

Lapisan otot kadang-kadang tidak dijumpai, namun bisa fokal dan pad-like, atau

circumferential. Sel-sel endotel plump tetapi biasanya attenuated. Stroma jaringan

ikat fibrous terdiri dari sel-sel spindel yang plump, bulat, angular, atau sel-sel

yang berbentuk stellate dan jaringan ikat kolagen yang halus atau kasar dalam

jumlah yang bervariasi, dan sering dijumpai degenerasi miksoid. Biasanya inti

dari sel-sel stroma halus, namun dapat dijumpai multinucleated atau sedikit

pleomorfik pada daerah yang lebih hiperseluler. Sel mast dapat terlihat, tetapi

(29)

Gambar 2.17. Nasopharyngeal angiofibroma. Tampak lumen pembuluh darah dengan ukuran yang bervariasi dan stroma fibrokolagen. Dinding pembuluh darah tipis dan dilapisi oleh sel-sel endotel.17

Sel-sel pada dinding pembuluh darah menunjukkan imunoreaktivitas

terhadap vimentin dan smooth muscle actin (SMA), sedangkan sel-sel stroma

hanya menunjukkan reaksi positif terhadap vimentin saja, kecuali pada daerah

fibrosis dimana SMA dapat terwarnai secara fokal. Sel-sel endotel juga reaktif

terhadap CD31, CD34 dan factor VIII-related antigen.1,2,12,19,20,25

2.6. Haematolymphoid Tumours 2.6.1. Hodgkin Lymphoma

Hodgkin lymphoma sangat jarang menunjukkan keterlibatan primer

nasofaring. Pasien biasanya datang dengan keluhan hidung tersumbat atau otitis

media, dan sering dengan low stage (stadium I/II). Sebagian besar tumor

merupakan subtipe mixed cellularity dan nodular sclerosis. Kebanyakan kasus

yang melibatkan nasofaring berhubungan dengan virus Epstein-Barr.1,2

Pada Classical Hodgkin lymphoma, arsitektur nodus limfatik dikaburkan

oleh Hodgkin and Reed Sternberg cells (HRS cells) dalam jumlah yang bervariasi,

bercampur dengan latar belakang yang kaya sel-sel radang. Reed Sternberg cells

(30)

sedikit dua lobus inti. Inti sel besar dan bulat dengan membran inti prominen,

kromatin pucat dan biasanya dengan anak inti eosinofilik. Dalam mendiagnosa RS

cells harus dijumpai sedikitnya dua anak inti dalam dua lobus inti yang terpisah.

Varian mononuclear disebut Hodgkin cells.1,2

Gambar 2.18. Mixed cellularity classical Hodgkin lymphoma. A. Pada pembesaran kecil menunjukkan bahwa mixed cellular yang menyusup tidak mengandung pita fibrotik. B.

Binucleated RS cell dalam mixed cellular yang menyusup dengan limfosit, makrofag dan eosinofil.1

2.6.2. Diffuse Large B-cell Lymphoma (DLBCL)

Pada DLBCL terdapat infiltrasi sel-sel diskohesif yang difus pada

submukosa dengan inti bulat sampai oval, membesar dan vesikuler (noncleaved)

dan beberapa membran melekat pada anak inti yang kecil atau tersentralisir pada

anak inti yang menonjol dan eosinofilik. Dapat dijumpai aktivitas mitosis,

(31)

Gambar 2.19. Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL). Infiltrasi difus sel-sel limfoid yang besar dengan rasio inti dan sitoplasma yang meningkat, dan gambaran mitosis.1

Pewarnaan imunohistokimia penting untuk menegakkan diagnosa dan

membedakan limfoma maligna dengan karsinoma. Tumor ini imunoreaktif

dengan LCA (atau CD45) dan marker pan-B-cell, termasuk CD20 dan CD79a.1,2

2.6.3. Extranodal NK/T-cell Lymphoma

Secara histologi, NK/T cell lymphoma dapat memperlihatkan spektrum

sitologi yang luas, tetapi biasanya dijumpai sel-sel atipikal. Sel-sel atipikal dapat

bervariasi mulai dari yang berukuran kecil, sedang sampai besar dan

hiperkromatik. Inti sel ireguler dan memanjang, anak inti menonjol, atau

sitoplama jernih, dan sering dijumpai peningkatan aktivitas mitosis. Pada tumor

ini mungkin dijumpai hiperplasia epitheliotropism dan pseudoepitheliomatous.

Dapat dijumpai infiltrasi sel-sel radang yang masif berupa sel plasma, histiosit dan

eosinofil. Populasi sel-sel polymorphous bisa mengaburkan sel-sel atipikal,

sehingga menyulitkan dalam mendiagnosa. Tidak dijumpai multinucleated giant

(32)

Gambar 2.20. NK/T cell lymphoma. Tampak infiltrasi selular yang difus dan diskohesifitas, ukuran sel bervariasi dan iregular, inti hiperkromatik dan sitoplasma jernih.20

2.6.4. Follicular Dendritic Cell Sarcoma/Tumour(FDCT)

FDCT merupakan neoplasma yang jarang dijumpai, terdiri dari sel-sel

bentul spindel sampai oval yang menunjukkan gambaran morfologi dan fenotip

sel follicular dendritic. Tumor ini khas dijumpai pada orang dewasa, dengan

predileksi gender yang sama.2,20

Gejala klinis FDCT berupa limfadenopati tanpa rasa nyeri yang sering

dijumpai di regio leher servikal, atau sedikit dijumpai di regio aksila. Kejadian di

ekstranodal mencakup mukosa upper aerodigestive tract, khususnya pada tonsil

dan faring. Pada mukosa upper aerodigestive tract, gejalanya bervariasi, berupa

massa yang membesar, nyeri dan berhubungan dengan disfagia atau gangguan

(33)

Gambar 2.21. Follicular dendritic cell tumour (FDCT). Sel-sel spindel yang atipik biasanya disebuki oleh sel-sel radang limfosit.1

Penanda FDCT yaitu CD21, CD23 dan CD35 memberikan reaksi positif,

walaupun kadang-kadang hanya berupa patchy. Dengan cytokeratin memberikan

reaksi negatif. Pada beberapa kasus, berekasi positif dengan epithelial membrane

antigen atau muscle specific actin. Pada beberapa kasus terwarnai positif lemah

dengan penanda pan-B CD20.1

2.6.5. Extramedullary Plasmacytoma (EMP)

EMP adalah tumor ganas jaringan lunak yang jarang dijumpai, terdiri dari

proliferasi monoclonal sel-sel plasma. 80% EMP terjadi di kepala dan leher dan

terutama melibatkan upper aerodigestive tract. Kira-kira 80% EMP merupakan

tumor primer (soliter) tanpa fokus-fokus neoplastik, dan 20% merupakan

gambaran umum yang berhubungan dengan multiple myeloma. EMP lebih sering

dijumpai pada laki-laki daripada wanita dan terjadi pada rentang usia yang lebar,

tetapi kebanyakan berusia di atas 40 tahun.1,20

Tumor ini lebih sering berkembang di mukosa, termasuk traktus sinonasal,

nasofaring, faring, laring, rongga mulut, kelenjar liur, dan kelenjar tiroid. Pada

nasofaring dan traktus sinonasal, gambaran klinis berupa obstruksi jalan nafas,

(34)

Secara makroskopis EMP berupa massa yang ditutupi mukosa, baik

berbentuk sessile atau pedunculated, dengan ukuran 1-7,5 cm. Konsistensi lesi

lembut, kenyal sampai keras dan warna yang bervariasi. Jika dilakukan biopsi,

tumor mudah berdarah.1,20

Gambaran histopatologi tumor ini berupa infiltrasi sel-sel plasma

neoplastik yg difus pada jaringan sub epitel, disertai sedikit vaskularisasi pada

stroma. Tumor ini terdiri dari sel plasma dalam berbagai tingkat maturasi dan

atipika, dan dapat dijumpai deposit amiloid pada stroma. Ukuran inti sel

bervariasi, bentuk bulat atau irregular. Kromatin kasar, bergranul halus sampai

kasar bergumpal, anak inti dapat menonjol, dan sitoplama amphophilic. Sering

dijumpai gambaran mitosis.1,20

Pada pemeriksaan imunohistokimia, sel plasma mengekspresikan

cytoplasmic immunoglobulin dengan light chain restriction. CD20 negatif pada

sebagian besar kasus, dan beberapa kasus mengekspresikan CD79a. Dengan

PAX-5 memberikan rekasi negatif. Epithelial membrane antigen (EMA) sering

memberikan reaksi positif, dan sedikit kasus menunjukkan imunoreaktivitas

dengan cytokeratin. Dengan leucocyte common antigen (LCA), CD31 atau CD56

kadang-kadang memberikan reaksi positif.1,20

2.7. Tumours of Bone and Cartilage

Chordoma merupakan tumor ganas yang low-grade. Angka kejadian

kira-kira 4% dari seluruh tumor ganas tulang. Diperkirakan 1/3 kasus melibatkan

dasar tengkorak, dan sebagian kecil dapat mengenai nasofaring dan sinus

(35)

tetapi dapat juga mengenai anak-anak. Gambaran klinisnya tidak spesifik, seperti

sakit kepala dan obstruksi hidung, dimana gejalanya berhubungan dengan

keterlibatan saraf kranial.1,20

Tumor berbatas tegas atau berkapsul, lembut, berupa massa mucoid atau

gelatinous dengan gambaran yang bervariasi, termasuk daerah solid dan kistik.

Pada pemeriksaan histopatologi, chordoma berupa tumor pseudoencapsulated

dengan pola pertumbuhan berupa pita, sarang-sarang, lembaran, dan

lobulus-lobulus yang dipisahkan oleh jaringan ikat fibrous. Inti sel biasanya bulat dan

uniform, namun dapat menunjukkan gambaran yang pleomorfik, sitoplasma

banyak dan bergranul sampai bervakuola. Vakuolisasi tergantung dari adanya

glikogen atau mucus dan dapat dijumpai gambaran signet ring, atau ketika meluas

dapat memberikan gambaran soap bubble, yang menekan inti dan menghasilkan

sel-sel physaliferous yang khas. Sel-sel ini berhubungan dengan matriks mucinous

extracellular yang banyak dan tersusun seperti pita, pseudoacini, atau dalam

kelompokan-kelompokan.1,20

(36)

Pewarnaan histokimia menunjukkan adanya diastase-sensitive, dan positif

terhadap periodic acid Schiff. Sel-sel tumor juga menunjukkan imunoreaktivitas

terhadap cytokeratin, epithelial membrane antigen, dan S-100 protein.1,20

2.8. Klasifikasi TNM dan Stadium Klinis

Klasifikasi TNM dan penentuan stadium klinis karsinoma nasofaring

menurut UICC (Union Internationale Centre Cancer) dan AJCC (Americant Joint

Committee on Cancer) adalah sebagai berikut 1 :

Tabel 2.3. Klasifikasi TNM dari karsinoma nasofaring

Tumor primer (T) TX T2b : Tumor dengan perluasan ke parafaring Tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal

Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai nervus cranialis, fossa infratemporal, hipofaring, orbita, atau masticator space

(37)

Metastasis jauh (M) MX

Secara umum penatalaksanaan untuk kasus tumor jinak berupa eksisi

komplit. Pada kasus nasopharyngeal angiofibroma, dengan angka kekambuhan

sebesar 20%, penatalaksaannya berupa embolisasi angiografi yang selektif atau

terapi hormonal sesudah dilakukan reseksi bedah.1,19,20,23

Terapi utama bagi karsinoma nasofaring adalah radioterapi. Pengobatan

tambahan berupa diseksi leher, faktor transfer, pemberian interferon, kemoterapi,

seroterapi, vaksin dan anti virus. Seluruh pengobatan tambahan ini masih dalam

penelitian, sedangkan kemoterapi masih merupakan pilihan utama sebagai

(38)

Diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak

menunjukkan respon terhadap terapi radiasi atau tumor yang mengalami

rekurensi. Namun penatalaksanaan ini sering menimbulkan komplikasi yang berat

paska operasi.1,23,29

Pada pasien yang dilakukan terapi radiasi harus diberikan perawatan yang

bersifat paliatif. Pada pasien dengan tumor yang residif umumnya timbul

metastasis pada tulang, paru, hati atau otak.1,29

2.10.Prognosis

Prognosis tumor jinak nasofaring umumnya baik jika penanganan eksisi

tumor dilakukan secara komplit. Sedangkan prognosis tumor ganas nasofaring

pada umumnya buruk.1

Angka ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring dipengaruhi oleh

faktor usia (dimana pada usia muda umumnya prognosis lebih baik), stadium

klinis, dan lokasi metastasis regional (metastasis regional ipsilateral memiliki

prognosis lebih baik dibandingkan metastasis kontralateral, dan metastasis yang

terbatas pada leher atas prognosisnya lebih baik dibandingkan metastasis pada

leher bawah). Prognosis lebih buruk pada keratinizing squamous cell carcinoma

dibandingkan dengan tipe tumor lainnya.1,2,19,20

Pada non keratining squamous cell carcinoma, prognosisnya buruk jika

dijumpai anaplasia dan atau plemorfisme, proliferasi sel yang tinggi (dihitung

dengan mitosis atau dengan proliferasi yang dihubungkan dengan marker

(39)

S-100 protein yang positif untuk sel-sel dendritik, dijumpai banyak pembuluh

darah kecil serta adanya ekspresi c-erb B-2.1,2

2.11. Kerangka Teori

Karsinogenik Faktor ras

Infeksi Epstein-Barr virus (EBV) Infeksi Human Papilloma virus (HPV)

Nasofaring

Peradangan

Akut Kronik

Sembuh Proliferasi

Tumor Jinak Displasia

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi nasofaring.11
Gambar 2.2. Histologi nasofaring. Epitel pelapis nasofaring terdiri dari epitel transisional dengan stroma yang kaya jaringan limfoid.11
Gambar 2.3.  A,B. Karsinoma nasofaring dengan infiltrasi lokal dilihat dengan MRI.1
Gambar. 2.4. Hairy polyp. A. Epitel stratified squamous matur dengan kelenjar sebasea (H&E 100x)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan ilmiah ini penulis menyajikan Sistem Administrasi Pemesanan Undangan yang mencakup tentang pengertian administrasi, Data Flow Diagram (DFD), Entity-Relationship

(2) Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak berlokasi. di Kabupaten Landak, Provinsi

Sekarang ini ada beberapa tempat umum yang menyediakan tempat parkir tanpa di pungut bayaran, karena itu merupakan bagian dari pelayanan mereka pada pelanggan, tetapi pada

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada kelas V SD 02 Megawon dapat disimpulkan bahwa penerapan model CLIS berbantuan media konkret dapat meningkatkan

Pada halaman dekripsi file, user diminta untuk memasukkan cipherkey yang akan didekripsi, kemudian user memasukkan kunci publik RSA-Naïve, lalu cipherkey akan terdekripsi

Untuk membuat title yang bagus, selain mengatur secara manual satu persatu property yang dimiliki text, kita dapat pula memanfaatkan style yang disediakan Adobe Title Designer

Bagian tumbuhan yang berada di atas tanah adalah batang. Batang berfungsi sebagai tempat munculnya daun, bunga, dan buah. Di samping itu, batang juga berfungsi untuk

Gambar 11.13 Tampilan clip yang telah dikoreksi warna menggunakan Color Match dalam Sequence Monitor Window.. Te k n ik Ke