HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT NADI PADA PEKERJA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV
KEBUN BAH BUTONG TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH :
MALTA INDAH APEROS NIM : 111000107
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT NADI PADA PEKERJA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV
KEBUN BAH BUTONG TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
MALTA INDAH APEROS NIM : 111000107
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN
TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT NADI PADA PEKERJA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN BAH BUTONG TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, September 2015
Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Salah satu kondisi lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerjanya adalah paparan panas yang ekstrim. Lingkungan kerja yang panas dapat menyebabkan beban tambahan bagi jantung untuk memompa darah sehingga terjadi peningkatan denyut nadi. PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong merupakan salah satu perusahaan perkebunan dan pengolahan teh. Dalam melakukan kegiatan produksinya di stasiun pengeringan, pekerja langsung berhubungan dengan lingkungan kerja yang memiliki suhu panas yang tinggi yang sumber panasnya berasal dari mesin pengeringan.
Jenis penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah populasi sebanyak 28 orang dengan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total populasi. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan panas dengan denyut nadi dilakukan analisis bivariat dengan uji statistik menggunakan Chi Square.
Pengukuran tekanan panas dilakukan dengan mengunakan Questtemp. Hasil pengukuran dari 28 pekerja dengan tekanan panas yang memenuhi syarat sebanyak 5 orang dan tekanan panas yang tidak memenuhi syarat sebanyak 23 orang. Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan metode palpasi yang menggunakan stopwatch dengan hasil pengukuran denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja dari 28 pekerja dengan denyut nadi normal sebanyak 6 orang dan denyut nadi meningkat sebanyak 22 orang. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun 2015.
Disarankan pada pekerja untuk sesering mungkin meminum air untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama bekerja, dan pekerja diharapkan menggunakan pakaian kerja dari bahan yang tidak menyebabkan panas.
ABSTRACT
One of the work environments which cause the health disorder for workers is extreme heat exposure. A heat environment cause the additional load for heart in pumping blood an increases the pulse. PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Plantation, is one of plantation businesses and factory in tea processing. In the drying station, the workers directly exposure by extreme heat work environment from drying machines.
The study was an analytic survey with cross- sectional design. The population were 28 workers, and all of them were used as the samples, using total sampling technique. Bivariate analysis with chi square statistic test used to find out the correlation between heat stress and worker’s pulse.
The measurement of heat stress was conducted by using Questtemp.It were found that 5 workers had heat stress qualify and 23 workers did not. The measurement of worker's pulse was conducted by using palpation method with stopwatch. It were found that before and after work, 6 workers had normal pulse and 22 workers had increase pulse. The result of statistic test showed that there was significant correlation between heat stress and worker's pulse in the workers at PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Plantation, in 2015.
It is recommended that the workers drink plain water as frequently as possible in order to return the lost of body liquid during working. Using the uniform which consist of the materials that are not produce heat is quite recommended.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, dengan
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “HUBUNGAN TEKANAN PANAS DENGAN DENYUT NADI PADA
PEKERJA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN BAH BUTONG TAHUN 2015”, skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki
dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak akan terlepas dari peran serta dan
dukungan orang-orang terdekat yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS sebagai Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai ketua Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt., MS selaku dosen pembimbing 1 dan dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan banyak masukan, arahan
dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku dosen pembimbing 2 yang
telah memberikan banyak masukan, arahan dan bimbingan sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku dosen penguji 1 yang telah
memberikan bimbingan, dan arahan serta masukan demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini.
6. Ibu Eka Lestari M, SKM., M.Kes selaku dosen penguji 2 yang telah
memberikan bimbingan dan arahan serta masukan demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU, khususnya Departemen K3 yang
telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Pihak PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan
meluangkan waktu untuk membantu dalam pengerjaan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat tersayang : Citra Chairannisa, Aprilia Rizki Ardila, Retno
Galuh Alfia dan Fahrunnisa Hariningrum Harahap yang telah mendukung
dan memberikan semangat kepada penulis dari awal kuliah sampai
10.Teman-teman stambuk 2011 FKM USU dan Departemen K3, khususnya
Jumi, Serly, Anes, Nuansa, Uno, Sisao, Widnas, dan Ika yang telah
berjuang bersama-sama selama proses pembelajaran di kampus tercinta.
Secara spesial penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada kedua
orang tua yang sangat disayangi dan dicintai, ayahanda Erizhal dan ibunda Rosnayati
atas segala kasih sayang, doa, pengorbanan, kesabaran dan motivasi yang diberikan
dengan segenap cinta yang tulus hingga detik ini. Selanjutnya kepada adik-adik yang
penulis sayangi dan cintai Indah Okta Peros dan Erning Ramadhan yang selalu
mendokan, mengingatkan, membantu dan menyemangati penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membutuhkan, dan memberikan kontribusi dalam kemajuan Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Indonesia, Amin.
Medan, September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas………….. . 12
2.1.4 Indikator Tekanan Panas……… . 13
2.1.5 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas………... . 14
2.1.6 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pertukaran Panas…………. . 17
2.1.7 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas……….. . 18
2.1.8 Standar Iklim Kerja Panas……….. . 21
2.1.9 Pengukuran Tekanan Panas……… . 22
2.2.1 Defenisi Denyut Nadi ... 22
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 31
4.2.3 Denyut Nadi pada Pekerja di Stasiun Pengeringan……… . 52
4.3 Analisis Bivariat……… 54
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Univariat... 56
5.1.1 Tekanan Panas………... .. 56
5.1.2 Denyut Nadi………... . 57
5.2 Analisis Bivariat……… . 59
BAB IV PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 61
6.2 Saran……… ... 61
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di
Tempat Kerja……… 21
Tabel 2.2 Nadi Kerja Menurut Beban Kerja………. 24
Tabel 2.3 Frekuensi Nadi Menurut Berbagai Usia……….. 24
Tabel 4.1 Jumlah Keryawan PTPN IV Kebun Bah Butong…… 38
Tabel 4.2 Waktu Fermentasi……… 44
Tabel 4.3 Temperatur dan Lama Pengeringan………. 45
Tabel 4.4 Identitas Pekerja……….. 48
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Tekanan Panas Shift 1……… 49
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Tekanan Panas Shift 2……… 50
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tekanan Panas……… 51
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Denyut Nadi pada Pekerja Shift 1.. 52
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Denyut Nadi pada Pekerja Shift 2.. 53
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Perubahan Denyut Nadi pada Pekerja……….. 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konsep... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 3 Denah Lokasi Stasiun Pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Tekanan Panas di Stasiun Pengeringan PT Perkebunan nusantara IV Kebun Bah Butong
Lampiran 5. Hasil Pengukuran Denyut Nadi pada Pekerja di Stasiun Pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong
Lampiran 6 Master Data
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Malta Indah Aperos
Tempat Lahir : Sawahlunto
Tanggal Lahir : 29 Mei 1993
Suku Bangsa : Minang (Sikumbang)
Agama : Islam
Nama Ayah : Erizhal
Suku Bangsa Ayah : Minang (Patopang)
Nama Ibu : Rosnayati
Suku Bangsa Ibu : Minang (Sikumbang)
Pendidikan Formal
1. SD/Tamat tahun : SDN 18 Solok/2005
2. SLTP/Tamat tahun : SMP N 1 Solok/2008
3. SLTA/Tamat tahun : SMA N 1 Sawahlunto/2011
ABSTRAK
Salah satu kondisi lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerjanya adalah paparan panas yang ekstrim. Lingkungan kerja yang panas dapat menyebabkan beban tambahan bagi jantung untuk memompa darah sehingga terjadi peningkatan denyut nadi. PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong merupakan salah satu perusahaan perkebunan dan pengolahan teh. Dalam melakukan kegiatan produksinya di stasiun pengeringan, pekerja langsung berhubungan dengan lingkungan kerja yang memiliki suhu panas yang tinggi yang sumber panasnya berasal dari mesin pengeringan.
Jenis penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah populasi sebanyak 28 orang dengan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total populasi. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan panas dengan denyut nadi dilakukan analisis bivariat dengan uji statistik menggunakan Chi Square.
Pengukuran tekanan panas dilakukan dengan mengunakan Questtemp. Hasil pengukuran dari 28 pekerja dengan tekanan panas yang memenuhi syarat sebanyak 5 orang dan tekanan panas yang tidak memenuhi syarat sebanyak 23 orang. Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan metode palpasi yang menggunakan stopwatch dengan hasil pengukuran denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja dari 28 pekerja dengan denyut nadi normal sebanyak 6 orang dan denyut nadi meningkat sebanyak 22 orang. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun 2015.
Disarankan pada pekerja untuk sesering mungkin meminum air untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama bekerja, dan pekerja diharapkan menggunakan pakaian kerja dari bahan yang tidak menyebabkan panas.
ABSTRACT
One of the work environments which cause the health disorder for workers is extreme heat exposure. A heat environment cause the additional load for heart in pumping blood an increases the pulse. PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Plantation, is one of plantation businesses and factory in tea processing. In the drying station, the workers directly exposure by extreme heat work environment from drying machines.
The study was an analytic survey with cross- sectional design. The population were 28 workers, and all of them were used as the samples, using total sampling technique. Bivariate analysis with chi square statistic test used to find out the correlation between heat stress and worker’s pulse.
The measurement of heat stress was conducted by using Questtemp.It were found that 5 workers had heat stress qualify and 23 workers did not. The measurement of worker's pulse was conducted by using palpation method with stopwatch. It were found that before and after work, 6 workers had normal pulse and 22 workers had increase pulse. The result of statistic test showed that there was significant correlation between heat stress and worker's pulse in the workers at PT Perkebunan Nusantara IV Bah Butong Plantation, in 2015.
It is recommended that the workers drink plain water as frequently as possible in order to return the lost of body liquid during working. Using the uniform which consist of the materials that are not produce heat is quite recommended.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan
manusia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, guna
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan
merata baik material maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan ditujukan
untuk peningkatan, pembentukan, dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas
dan produktif. Kebijakan yang mendorong tercapainya pembangunan
ketenagakerjaan adalah perlindungan tenaga kerja. Perlindungan tenaga kerja ini
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan para pekerja (Heru, 2008).
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 ditetapkan bahwa setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pekerjaan dan penghidupan yang layak mengandung pengertian bahwa pekerjaan
sesungguhnya merupakan suatu hak manusia yang mendasar dan memungkinkan
seseorang untuk melakukan aktivitas atau bekerja dalam kondisi yang sehat, selamat
bebas dari segala resiko akibat kerja, kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Heru,
2008).
Kesehatan kerja merupakan suatu ilmu kesehatan yang mempunyai tujuan
mental dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit yang
diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja. Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 86 ayat 2 menyatakan bahwa
upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara
pencegahan kecelakaan, penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (Kurniawidjaja, 2012).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur hak dan
kewajiban setiap warga negara dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan. Dalam Undang-Undang tersebut juga dinyatakan bahwa upaya kesehatan
kerja merupakan salah satu dari upaya kesehatan, yang diselenggarakan untuk
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga
kerja (Kurniawidjaja, 2012).
Industrilisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi, penggunaan
bahan dan peralatan yang semakin kompleks dan rumit, namun demikian penerapan
teknologi yang tinggi dan penggunaan bahan serta peralatan yang beraneka ragam
dan kompleks tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan sumber daya manusianya.
Keterbatasan manusia sering menjadi faktor penentu terjadinya musibah seperti :
kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit
akibat kerja. Kondisi-kondisi tersebut ternyata telah banyak mengakibatkan kerugian
jiwa dan mental, baik bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat luas.
diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai dari
tahap perencanaan, sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu mencegah
dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang timbul akibat proses produksi
sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman, dan produktif
(Tarwaka dkk, 2004).
Menurut Suma’mur (2009), di dalam suatu lingkungan kerja, pekerja akan
menghadapi tekanan lingkungan. Tekanan lingkungan tersebut dapat berasal dari
kimiawi, fisik, biologis, dan psikis. Tekanan lingkungan kerja fisik khususnya
lingkungan kerja panas memegang peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu,
lingkungan kerja harus diciptakan senyaman mungkin supaya didapatkan efisiensi
kerja dan meningkatkan derajat kesehatan.
Masalah lingkungan panas lebih sering ditemukan daripada lingkungan
dingin. Terpapar oleh lingkungan yang panas selama bekerja merupakan suatu
keadaan yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya bagi keselamatan dan
kesehatan. Peningkatan suhu lingkungan 5,5 °C dari suhu nyaman (24-26 °C) dapat
menurunkan produktivitas kerja 30% (Astrand dan Rodahl, 2006).
Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan
gerakan dan suhu radiasi. Tekanan panas sendiri dapat berasal dari mesin atau alat
produksi, iklim, dan kerja otot manusia. Tekanan panas dapat mempengaruhi salah
satu fungsi tubuh manusia, seperti : tekanan darah, kecepatan denyut jantung atau
Iklim kerja yang panas atau tekanan panas dapat menyebabkan beban
tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat dari
pekerjaan ini, maka frekuensi denyut nadipun akan lebih banyak lagi atau meningkat
sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Santoso, 2005).
Hasil penelitian di Amerika menunjukkan terjadi 400 kematian setiap tahun
yang diakibatkan oleh tekanan panas (Moreau dan Daater dalam Arief, 2012).
Sedangkan di Jepang dari tahun 2001-2003 dilaporkan 483 orang tidak masuk kerja
selama lebih dari 4 hari karena penyakit akibat panas. Dari 483 tersebut, 63 orang
meninggal (Kamijo dan Nose dalam Arief, 2012).
Tingginya potensi bahaya pada lingkungan kerja panas tersebut perlu
diperhatikan dan dikendalikan agar kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja tetap
terjaga. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah telah membuat Undang-Undang
keselamatan dan kesehatan kerja tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika di
tempat kerja. NAB (Nilai Ambang Batas) adalah standar faktor tempat kerja yang
dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan
dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu. Biasanya ahli higiene industri menggunakan parameter yang disebut Wet
Bulb Globe Thermometer (WBGT) atau Indeks Suhu Bola Basah (ISBB), yaitu
penggabungan parameter suhu udara kering, suhu basah bola dan suhu radiasi
Di Indonesia mengenai kegiatan kerja di industri yang dapat menimbulkan
iklim kerja panas, diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. PER. 13/MEN/X/2011 yaitu 31,0°C untuk beban kerja ringan, 28,0°C untuk
beban kerja sedang dan 25,9°C untuk beban kerja berat dalam waktu kerja 8 jam
sehari dengan istirahat 1 jam.
Menurut Siswantara (2006) pekerja di dalam lingkungan kerja panas dapat
mengalami tekanan panas. Panas yang dihasilkan selama proses produksi akan
menyebar ke seluruh lingkungan kerja, sehingga mengakibatkan suhu udara di
lingkungan kerja juga meningkat. Iklim kerja yang panas mempunyai dampak negatif
terhadap respon fisiologis pekerja sehingga diperlukan pekerja yang sehat, fit, muda,
dan beraklimatisasi untuk bekerja didalam lingkungan kerja yang panas. Asupan air
yang cukup dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai merupakan
salah satu bentuk pengendalian, selain itu perlu juga penyesuaian beban kerja dengan
ketentuan yang diperkenankan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kalpika Anis (2010) di PT
Indo Acidatama Tbk Surakarta, diperoleh nilai Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) 32,6
°C dan nilai rata-rata denyut nadi adalah 81,5 denyut/menit. Terdapat hubungan yang
signifikan antara tekanan panas dengan perubahan denyut nadi sebelum dan sesudah
terpapar panas. Lingkungan kerja yang panas menyebabkan denyut jantung lebih
cepat dibandingkan lingkungan kerja yang tidak panas.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Frischa Puspitasari (2011) di PT
32,79 °C dan rata-rata denyut nadi pekerja adalah 90 denyut/menit. Terdapat
hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan denyut nadi. Semakin tinggi
tekanan panas di lingkungan kerja, semakin cepat pula denyut nadi pekerja.
Sebaliknya semakin rendah tekanan panas di tempat kerja, maka semakin lambat
denyut nadi pekerja (tekanan panas dan besarnya denyut nadi pekerja berbanding
lurus).
PT. Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) Kebun Bah Butong merupakan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada bidang usaha agroindustri.
Perusahaan ini berlokasi di Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun Provinsi
Sumatera Utara, dan pertama kali beroperasi pada tahun 1931. PTPN IV
mengusahakan perkebunan dan pengolahan komoditas teh yang mencakup
pengolahan areal dan tanaman, kebun bibit dan pemeliharaan tanaman, pengolahan
komoditas menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang
dihasilkan dan kegiatan pendukung lainnya.
Dalam kegiatan produksinya, pekerja berhubungan langsung dengan
lingkungan kerja yang memiliki suhu panas yang tinggi. Melakukan pekerjaan
dengan suhu lingkungan yang tinggi akan mempengaruhi hasil kerja, kesehatan
pekerja dan gangguan kenyamanan dalam melakukan pekerjaan. Setelah dilakukan
pengamatan di bagian pabrik PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
tempat yang memilki iklim kerja yang panas adalah Stasiun Pengeringan.
Pekerja yang bekerja dibagian proses pengeringan sebanyak 28 orang, mereka
bekerja dari pukul 06.30 WIB - 14.30 WIB dan shift 2 bekerja dari pukul 14.30 WIB
– 22.30 WIB dengan pengaturan jam istirahat yaitu satu jam. Mereka umumnya
sudah bekerja selama 5 sampai 35 tahun.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di stasiun pengeringan.
Setelah lima menit berada di stasiun pengeringan tersebut, terjadi peningkatan
keringat pada peneliti, dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tekanan panas di
stasiun pengeringan tersebut cukup tinggi. Kemudian peneliti mengemukakan
beberapa pertanyaan kepada pekerja, dan dari pertanyaan tersebut mereka mengaku
sering mengalami pusing, mata berkunang-kunang, cepat merasa lelah, cepat merasa
haus dan tidak nyaman saat bekerja. Gejala ini sering dirasakan setelah beberapa jam
bekerja di stasiun pengeringan.
Lingkungan kerja di stasiun pengeringan yang panas berasal dari mesin
pengeringan. Mesin pengeringan yang digunakan di stasiun pengeringan PT
Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong adalah Two Stage Drier (TSD) dan
Fluid Bed Drier (FBD). Jumlah mesin pengeringan yang ada di stasiun pengeringan
sebanyak tujuh buah mesin yang berada didalam satu ruangan tertutup dengan
beberapa ventilasi dan dua buah pintu yang selalu terbuka dibagian belakang mesin
pengeringan. Ditiap mesin pengeringan, pekerja yang bertanggung jawab ada dua
orang pekerja. Selama proses pengeringan berlangsung, pekerja berada didepan dan
dibelakang mesin pengeringan dan mereka tidak memakai alat pelindung diri apapun,
Mesin pengeringan yang ada di stasiun pengeringan PT Perkebunan
Nusantara IV Kebun Bah Butong ini memiliki temperatur yang tinggi yaitu : untuk
mesin Two Stage Drier (TSD) memiliki temperatur inlet sebesar 92-94 °C dan
temperatur ourlet sebesar 50-54 °C dengan lama pengeringan 21-22 menit, sedangkan
mesin Fluid Bed Drier (FBD) memiliki temperatur inlet sebesar 92-94 °C dan
temperatur ourlet sebesar 80-82 °C dengan lama pengeringan 18-20 menit (Selayang
Pandang PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong, 2015).
Pihak perusahaan telah menyediakan air minum galon yang diletakkan di
sudut stasiun pengeringan ini, namun pekerja kurang memanfaatkan dan kurang
peduli dengan kesehatan mereka. Jarang sekali didapati pekerja yang mau meminum
air mineral tersebut sebelum dan sesudah bekerja.
Dari survei awal yang dilakukan dapat disimpulkan pekerja di stasiun
pengeringan ini bekerja pada suhu yang tidak nyaman yaitu suhu yang melebihi nilai
ambang yang telah ditetapkan. Namun demi keakuratan data, peneliti berkeinginan
untuk melakukan penelitian mengenai suhu yang terdapat di stasiun pengeringan
tersebut. Peneliti juga ingin mengetahui apakah ada Hubungan Tekanan Panas dengan
Denyut Nadi pada Pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah adanya hubungan tekanan panas dengan denyut nadi pada
pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong tahun 2015.
1.3Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan tekanan
panas dengan denyut nadi pada pekerja di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah
Butong tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui besarnya tekanan panas di tempat kerja khususnya di stasiun
pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong.
2. Untuk mengetahui besarnya denyut nadi pada pekerja di stasiun pengeringan PT
Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong.
1.4Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis
penelitian ini adalah terdapat hubungan tekanan panas dengan denyut nadi pada
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini di harapkan akan memberikan manfaat kepada
berbagai pihak yaitu :
1. Memberikan informasi kepada tenaga kerja dan perusahaan khususnya pada
bagian pabrik di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah
Butong tentang hubungan tekanan panas terhadap gangguan kesehatan seperti
denyut nadi. Dengan begitu, diharapkan pekerja dapat meningkatkan
kesehatannya.
2. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk diadakan penelitian selanjutnya, dan
dapat menambah pengalaman dalam melaksanakan penelitian bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terutama mengenai tekanan panas yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tekanan Panas
2.1.1 Defenisi Tekanan Panas
Menurut Suma’mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.
Tekanan panas (Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas
yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat
melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (temperatur udara, kelembaban,
pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada
saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan
menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).
Menurut Santoso (2005), tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja
yang diterima oleh tubuh manusia. Menurut Suma’mur (2009) suhu udara dapat
diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering). Kelembaban udara diukur
dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur
bersama-sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling psychrometer atau
arsman psychrometer yang juga menunjukkan suhu basah sekaligus. Suhu basah
kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif udara.
Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan anemometer, sedangkan
kecepatan udara yang kecil dengan suatu kata termometer. Suhu radiasi diukur
dengan suatu termometer bola (globe thermometer). Panas radiasi adalah energi atau
gelombang elektromagnetis yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari
dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya.
2.1.2 Lingkungan Kerja Panas
Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan,
boiler, oven, tungku, pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari
dapat mengalami gangguan kesehatan. Selama aktivitas pada lingkungan panas
tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu
kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang
diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut
Tarwaka dkk (2004) bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh
suatu pengaturan suhu. Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di
antara panas yang dihasilkan dari metabolism tubuh dan pertukaran panas di antara
tubuh dan lingkungan sekitarnya.
Produksi panas didalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan,
gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain.
Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh
dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi, panas radiasi,
Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat bekerja
secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24-26 °C bagi orang Indonesia.
Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya
sekitar 29-30 °C dengan kelembaban 85%-95%. Aklimatisasi terhadap panas berarti
suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu minggu pertama
berada di tempat kerja. Setelah satu minggu pertama berada di tempat panas, tenaga
kerja mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas, hal ini tergantung dari
aklimatisasi setiap individu yang dilihat dari beban kerja sehingga diperlukan variasi
kerja (Suma’mur, 2009).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas
1. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai oleh
pengeluaran keringat yang meningkat, denyut nadi menurun dan suhu tubuh
menurun. Proses adaptasi ini biasanya memerlukan waktu 7-10 hari. Aklimatisasi
dapat pula menghilang ketika orang yang bersangkutan tidak masuk kerja selama
seminggu berturut-turut (Santoso, 2005).
Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang
terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan
penurunann frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukkan
keringat. Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk
kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai sesudah 2 minggu
(WHO, 1969).
2. Umur
Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih
tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar keringatnya dibandingkan dengan
orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk
mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas. Studi menemukan
bahwa 70% dari seluruh penderita tusukan panas (heat stroke), mereka yang berusia
lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal
berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur (WHO, 1969).
3. Jenis Kelamin
Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak
dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka
mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil (WHO, 1969).
4. Ukuran Tubuh
Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisiologis tubuh
terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami
tingkatan tekanan panas yang relatif lebih besar, hal ini dikarenakan mereka
mempunyai kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil (Siswanto, 2005).
2.1.4 Indikator Tekanan Panas
Indikator tekanan panas menurut Suma’mur (2009) terdiri dari :
Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami
oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,
kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah
tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolism tubuh. Untuk
penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat
Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale), namun tetap
saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil
metabolism tubuh.
2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu
rumus-rumus sebagai berikut :
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk
bekerja dengan sinar matahari)
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa sinar
matahari)
3. Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam
Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 Hour
Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam
sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas
radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan
juga menurur tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.
Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar yaitu
orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat dan
memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas.
2.1.5 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas
Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk
memelihara keseimbangan panas. Menurut Tarwaka dkk (2004) bahwa reaksi
fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperature udara diluar
comfort zone adalah sebagai berikut :
a. Vasodilatasi
b. Denyut jantung meningkat
c. Temperature kulit meningkat
d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudina meningkat dan lain-lain
Paparan panas yang terus berlanjut, mengakibatkan gangguan kesehatan.
Menurut Graham (1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka dkk (2004) mengatakan
reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari
gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang
sangat serius. Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat
badan.
Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan
panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Gangguan kesehatan dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering
b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik
oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan.
Kehilangan cairan tubuh < 1,5% gejalanya tidak akan tampak, kelelahan muncul
lebih awal dan mulut mulai kering.
c. Heat Rash, yaitu keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit
akibat kondisi kulit terus basah. Kondisi ini mengaharuskan pekerja perlu
beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang
keringat.
d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat
keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang
kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit
garam natrium.
e. Heat Syncope atau Fainting, yaitu keadaan yang disebabkan karena aliran darah
ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan
kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
f. Heat Exhaustion, yaitu keadaan dimana tubuh kehilangan terlalu banyak cairan
dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan
sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum
beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.
g. Heat Stroke, terjadi bila sistem pengaturan tubuh gagal dan temperatur tubuh
meningkat sampai tingkat kritis. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi berbagai
medis. Tanda dan gejalanya utama dari gangguan kesehatan ini adalah bingung,
perilaku irrasional, hilang kesadaran, sawan, kurang berkeringat, kulit panas dan
temperatur tubuh sangat tinggi. Meningkatnya temperatur metabolik akibat
kombinasi beban kerja dan beban panas lingkungan, yang keduanya turut
memberi pengaruh terhadap heat stroke, juga sangat bervariasi dan sulit
memprediksinya.
2.1.6 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pertukaran Panas
Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas menurut Suma’mur (2009)
sebagai berikut :
1. Konduksi
Konduksi adalah pertukaran panas antar tubuh dengan benda-benda sekitar
melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan
panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat
menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.
2. Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari tubuh dan lingkungan melalui kontak
udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi
melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan
tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan
besarnya peran dalm pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan. Konveksi
3. Radiasi
Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memncarkan gelobang panas.
Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas
lewat mekanisme radiasi.
4. Penguapan
Manusia dapat berkeringat dengan penguapan dipermukaan kulit atau melalui
paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan. Untuk mempertahankan suhu
tubuh maka :
M ± Kond ± Konv ± R-E = 0
M = Panas dari metabolism E = Panas oleh evaporasi
Kond = Pertukaran panas secara konduksi
Konv = Pertukaran panas secara konveksi
R = Panas radiasi
2.1.7 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas
Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga
kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan
aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara
cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian
secara benar. Koreksi tersebut juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem
pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan
a. Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi
b. Mengurangi beban panas radian dengan cara :
1. Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas
2. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas
3. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung diri yang dapat memantulkan
panas
c. Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui
ventilasi pengenceran atau pendinginan secara mekanis. Cara ini telah terbukti
secara drastis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan.
d. Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi
buatan dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak
boleh 0,2 m/det, sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan
udara pada temperatur yang tinggi (> 40°C) dapat berakibat kepada peningkatan
tekanan panas.
e. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :
1. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari
2. Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan
3. Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai
ISBB.
Pengendalian diatas ditegaskan kondisi yang harus dipertimbangkan dalam
setiap desain atau redesain sistem ventilasi adalah adanya sirkulasi udara pada tempat
dari luar secara terus-menerus. Faktor pakaian dan pemberian minum harus juga
dipertimbangkan dalam mengatasi masalah panas lingkungan.
Menurut Harrianto (2009) pengendalian paparan lingkungan panas sebagai
berikut :
1. Pengendalian Administratif
a. Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang
penuh.
b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi
sering dan rotasi pekerja yang memadai.
c. Ruangan dengan penyejuk rasa (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek
pendingin pada pekerja waktu istirahat.
d. Penyediaan air minum yang cukup.
2. Pengendalian Teknik
a. Mengurangi produksi panas metabolik tubuh.
b. Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan
kerja fisik pekerja.
c. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan-permukaan benda yang
panas, dengan cara isolasi/penyekat (melapisi permukaan benda-benda yang
panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah seperti aluminium atau
d. Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti penggunaan kipas angin
untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja panas.
e. Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban dan upaya lain
untuk mengeleminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban di
lingkungan tempat kerja.
3. Alat Pelindung Diri
a. Untuk bekerja di tempat kerja yang panas dan lembab, perlu disediakan baju
yang tipis dan berwarna terang hingga pengeluaran panas tubuh dengan proses
evaporasi keringat menjadi lebih efisien.
b. Kaca mata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan
benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang panas.
2.1.8 Standar Iklim Kerja Panas
Standar iklim kerja panas di Indonesia ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai
ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja.
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia Di Tempat Kerja Pengaturan
Catatan :
1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kilo kalori/jam.
2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang
dari 350 kilo kalori/jam.
3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang
dari 500 kilo kalori/jam.
2.1.9 Pengukuran Tekanan Panas
Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor,
dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu
kering, dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004).
Cara Kerja :
1. Tombol power ditekan
2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan
3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola
4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah
5. Hasil akan keluar kemudian dicatat
6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan
2.2 Denyut Nadi
2.2.1 Defenisi Denyut Nadi
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi
didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi
yang optimal untuk setiap orang berbeda-beda, tergantung pada saat kapan mengukur
denyut nadi (Brahmapurkar, 2012).
Menurut Moeljosoedarma (2008) denyut nadi optimal tenaga kerja tergantung
saat kapan mengukur denyut nadi. Jika pengukuran dilakukan setelah bekerja, maka
nadi normal pekerja tersebut adalah 90 denyut/menit. Jika denyut nadi melebihi 90
denyut/menit setelah 5 menit melakukan pekerjaannya, maka dapat disimpulkan
bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah berlebihan dan oleh
karenanya perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.
2.2.2 Jenis Denyut Nadi
1. Nadi Istirahat, yaitu denyut nadi sebelum bekerja.
2. Nadi sedang bekerja, yaitu denyut nadi selama bekerja.
3. Nadi kerja, yaitu selisih denyut nadi selama kerja dengan denyut nadi sebelum
bekerja.
4. Nadi pemulihan, yaitu total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa pulih
tercapai (Brahmapurkar, 2012).
2.2.3 Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban Kerja
Menurut Tarwaka dkk (2004) kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi
kerja dibagi atas beban kerja sangat ringan, ringan, sedang, berat, sangat berat dan
Tabel 2.2 Nadi Kerja Menurut Beban Kerja
6 Sangat berat sekali Lebih dari 175
Sumber : Tarwaka dkk (2004)
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Denyut Nadi
1. Usia
Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigen
selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut nadi menetap dan iramanya teratur.
Pada orang dewasa efek fisiologis usia dapat berpengaruh pada sistem
kardiovaskuler. Denyut nadi paling cepat ada pada bayi kemudia frekuensi denyut
nadi menurun seiring dengan pertambahan usia (Pearce, 1999).
Tabel 2.3 Frekuensi Nadi Menurut Berbagai Usia
No Usia Frekuensi Nadi (per menit)
1 < 1 bulan 90-170
Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigen
selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut nadi menetap dan iramanya teratur.
kardiovaskuler. Pada usia yang lebih tua penentuan denyut nadi kurang dapat
dipercaya (Pearce, 1999).
2. Jenis Kelamin
Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum wanita lebih tinggi dari
pada laki-laki. Pada laki-laki muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja
mencapai 128 denyut per menit, sedangkan pada wanita 138 denyut per menit. Pada
kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per menit dan pada
wanita 164 denyut per menit (Santoso, 2004).
3. Keadaan Kesehatan
Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama atau frekuensi
denyut nadi secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang baru sembuh dari sakit maka
frekuensi nadinya cenderung meningkat (Pearce, 1999).
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi atau hipotensi akan
mempengaruhi kerja jantung. Penderita anemia (kurang darah) akan mengalami
peningkatan kebutuhan oksigen sehingga Cardiac output meningkat yang
mengakibatkan peningkatan denyut nadi (Pearce, 1999).
5. Rokok dan Kafein
Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu studi
mengatakan merokok sebelum bekerja menyebabkan denyut nadi meningkat 10
merokok. Pada kafein secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada
variabel metabolik kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal (Santoso, 2005).
6. Intensitas dan Lama Kerja
Berat atau ringannya intensitas kerja berpengaruh terhadap denyut nadi. Lama
kerja, waktu istirahat, dan irama kerja yang sesuai dengan kapasitas optimal manusia
akan ikut mempengaruhi frekuensi nadi sehingga tidak melampaui batas maksimal.
Batas kesanggupan kerja sudah tercapai bila bilangan nadi kerja (rata-rata nadi
selama kerja) mencapai angka 30 denyut per menit dan diatas bilangan nadi istirahat.
Sedang nadi kerja tersebut tidak terus menerus menanjak dan sehabis kerja pulih
kembali pada nadi istirahat sesudah ± 15 menit (Santoso, 2005).
7. Cuaca Kerja
Cuaca kerja baik cuaca kerja panas atau dingin juga akan mempengaruhi
sistem sirkulasi dan denyut nadi. Cuaca kerja panas dapat menyebabkan bahan
tambahan pada jantung dan sirkulasi darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik
yang berat di lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena
harus membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja dan membawa panas
dari dalam tubuh ke permukaan kulit sehingga menjadi beban tambahan bagi jantung
yang harus memompa darah lebih banyak lagi yang mengakibatkan frekuensi denyut
nadipun lebih cepat (Santoso, 2005).
Metode pengukuran denyut nadi menurut Nurmianto (2006) :
1. Metode Palpasi
Metode ini dilakukan terhadap subyek dalam keadaan diam atau istirahat.
Perabaan untuk menghitung denyut nadi dapat dilakukan dengan meletakkan ujung
jari 3 jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada pergelangan tangan bagian
luar arah ibu jari, atau juga didaerah leher kiri/kanan, dan dibawah sudut dagu. Arah
ketiga jari membentuk garis lurus sesuai dengan panjang sumbu tubuh. Perhitungan
menggunakan stopwatch.
2. Metode Auskultasi
Metode ini menggunakan stetoskop (alat dengar) untuk mendengarkan denyut
jantung. Tinggal menghitung berapa denyut dalam waktu 5 detik, 10 detik, atau
dalam 15 detik. Hasil dikalikan dengan 12, 6, dan 4 sesuai lama mendengarkan
detikan tersebut. Metode ini baik digunakan bila subyek diam tak bergerak.
3. Electrocardiografi (ECG)
ECG merupakan alat rekam jantung sehingga grafik aktifitas listrik jantung
dapat terekam. Dari gambar grafik tersebut dapat dihitung berapa denyut jantung per
menit. Alat ini mahal dan tidak praktis dilapangan. ECG tidak bias dipakai untuk
subyek yang bergerak dan biasanya dipakai di bangsal perawatan.
4. ECG Nirkabel
ECG nirkabel menggunakan alat sensor yang dipasang di dada, lalu secara
Alat ini dapat digunakan pada subyek yang bergerak aktif tanpa mengganggu
aktivitas yang dilakukan.
5. Sport Tester
Merupakan alat rekam yang dipasang di dada yang kemudian merekam
denyut jantung dan selanjutnya ditampilkan dalam monitor komputer.
6. Pulsemeter
Pulsemeter adalah alat untuk mengukur detak jantung. Pulsemeter akan
langsung menunjukka pada satu angka.
2.3 Hubungan Tekanan Panas terhadap Denyut Nadi
Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan mengalami heat
strain. Heat strain atau regangan panas merupakan efek yang diterima tubuh atas
beban iklim kerja tersebut (Santoso, 2005). Indikator heat strain adalah peningkatan
denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, pengeluaran keringat dan penurunan berat
bada (Wignjosoebroto, 2003).
Denyut nadi seseorang akan terus meningkat bila suhu tubuh meningkat
kecuali bila pekerja yang bersangkutan telah beraklimatisasi terhadap suhu udara
yang tinggi. Denyut nadi maksimum untuk orang dewasa adalah 180-200 denyut per
menit dan keadaan ini biasanya hanya dapat berlangsung dalam waktu beberapa
menit saja (Santoso, 2005).
Pemaparan panas dapat menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi darah,
bagian otot yang sedang bekerja. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat
di lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena harus
membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja dan membawa panas dari
dalam tubuh ke permukaan kulit sehingga menjadi beban tambahan bagi jantung
yang harus memompa darah lebih banyak lagi yang mengakibatkan frekuensi denyut
nadipun lebih cepat (Santoso, 2005).
Menurut Tarwaka (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh
karena peningkatan temperatur udara diluar comfort zone adalah sebagai berikut :
a. Vasodilatasi
b. Denyut jantung meningkat
c. Temperatur kulit meningkat
d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain.
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut:
Gambar. 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Dependen
Denyut Nadi
Variabel Independen
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
survei analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana cara
pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian stasiun pengeringan PT. Perkebunan
Nusantara IV Kebun Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun
Provinsi Sumatera Utara, dikarenakan perusahaan ini sudah melaksanakan program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan belum pernah ada penelitian mengenai
hubungan tekanan panas dengan denyut nadi pada pekerja.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret- September 2015.
Populasi dalam penelitian ini adalah 28 orang yang bekerja di stasiun
pengeringan.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling sebanyak 28 orang.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengamatan langsung,
pengukuran tekanan panas dengan Questtemp dan pengukuran denyut nadi dilakukan
dengan metode palpasi yang menggunakan stopwatch.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder di peroleh dari PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah
butong yang meliputi profil perusahaan, dan gambaran umum perusahaan.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel
Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Variabel independen dalam penelitian ini adalah tekanan panas di stasiun
pengeringan.
2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah denyut nadi pada pekerja di stasiun
3.5.2 Definisi Operasional Variabel
1. Tekanan panas (Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang
diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan
pekerjaan dan factor lingkungan (temperatur udara, kelembaban, pergerakan
udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Tekanan
panas diukur dengan alat ukur Questtemp.
2. Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi
(diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu. Denyut nadi adalah
getaran didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung.
Denyut nadi diukur dengan metode palpasi yang menggunakan stopwatch.
3.6 Aspek Pengukuran 3.6.1 Tekanan Panas (ISBB)
Pengukuran tekanan panas (ISBB) dilakukan dengan menggunakan
Questtemp. Dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu
basah, suhu kering, dan suhu radiasi. Pengukuran tekanan panas dilakukan pada awal,
pertengahan dan akhir shift kerja oleh asisten laboratorium Teknik Industri
Universitas Sumatera Utara yang sudah pernah mengoperasikan alat tersebut
sebelumnya. Pada waktu pengukuran, alat tersebut ditempatkan sekitar sumber panas
dimana pekerja melakukan pekerjaannya.
Questtemp ini tidak dapat menunjukkan angka ISBB lingkungan secara
suhu radiasi (Globe). Oleh karena itu, untuk mendapatkan ISBB lingkungan kerja
terlebih dahulu harus mengetahui suhu basah (Wet Bulb) dan suhu radiasi (Globe) di
lingkungan kerja tersebut. Setelah mengetahui angka Wet Bulb dan Globe, barulah
dapat dicari suhu pada lingkungan kerja tersebut atau ISBB.
Untuk pekerja di stasiun pengeringan, pekerja tidak mengalami paparan panas
sinar matahari secara langsung, untuk itu dapat dipakai rumus ISBB = 0,7 x suhu
basah (Wet Bulb) + 0,3 x suhu radiasi (Globe).
Menurut analisa, pekerja di stasiun pengeringan PT Perkebunan Nusantara IV
Kebun Bah Butong termasuk kedalam kategori jam kerja 75% - 100% dan dalam
beban kerja sedang. Jadi suhu yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah tidak lebih dari 280C.
Cara Kerja :
1. Tombol power ditekan
2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan
3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola
4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah
5. Hasil akan keluar kemudian dicatat
6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan
Pengukuran dilakukan di titik dimana pekerja melakukan pekerjaannya.
Pengukuran dilakukan di 2 titik setiap mesin pengeringan yang ada di stasiun
Pengukuran dilakukan pada dua shift kerja yaitu pukul 06.30 WIB - 14.30 WIB dan
pukul 14.30 WIB – 22.30 WIB dengan tiga kali pengukuran dalam satu shift kerja
yaitu pada awal shift kerja, pertengahan shift kerja dan akhir shift kerja. Kemudian
dari data tersebut, diambil rata-ratanya sehingga didapatkan data suhu pada
lingkungan kerja tersebut.
Adapun kategori untuk tekanan panas adalah
1. Tempat kerja memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu yang tidak
melebihi 28,0 0C.
2. Tempat kerja tidak memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu yang
melebihi 28,0 0C.
3.6.2 Denyut Nadi
Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan metode palpasi yang menggunakan
stopwatch yang diukur oleh tenaga medis. Dimana denyut nadi normal pekerja 5
menit setelah bekerja menurut Moeljosoedarmo (2008) adalah tidak melebihi 90
denyut/ menit. Jika denyut nadi pekerja melebihi 90 denyut/menit maka pekerja
tersebut bekerja di lingkungan kerja yang memiliki suhu yang tinggi.
Pengukuran denyut nadi pada tenaga kerja dilakukan pada dua shift kerja
yaitu pukul 06.30 WIB - 14.30 WIB dan pukul 14.30 WIB – 22.30 WIB dengan dua
kali pengukuran dalam satu shift kerja yaitu sebelum dan 5 menit sesudah pekerja
melakukan pekerjaannya.
1. Denyut nadi normal yaitu denyut nadi sesudah pekerja melakukan
pekerjannya yang tidak melebihi 90 denyut/menit.
2. Denyut nadi meningkat yaitu denyut nadi sesudah pekerja melakukan
pekerjaannya yang melebihi 90 denyut/menit.
Cara Kerja :
1. Pegang pergelangan tangan kanan tenaga kerja.
2. Letakkan tiga jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada pergelangan
tangan kanan tenaga kerja dan cari denyut nadinya.
3. Stopwatch dihidupkan bersamaan dengan dimulainya perhitungan denyut nadi
selama 10 detik kemudian dikalikan 6 untuk mendapatkan hasil.
4. Stopwatch dan perhitungan denyut nadi dihentikan setelah 10 detik.
5. Catat hasil pengukuran denyut nadi tersebut.
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam suatu penelitian, analisis data merupakan salah satu langkah yang
penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian
masih mentah dan belum memberikan informasi. Data-data tersebut dianalisis
menggunakan program Statistic Package For The Social Science (SPSS) versi 17.
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian. Dimana pada umumnya, menghasilkan distribusi dan
mendapatkan gambaran awal mengenai keadaan umum responden sehingga tidak
akan menimbulkan kerancuan ketika analisis data penelitian dilakukan.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen (tekanan
panas) dan variabel dependen (denyut nadi) dengan menggunakan uji statistik Chi
Square dengan taraf kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05 artinya ada hubungan
antara variabel independen (tekanan panas) dengan variabel dependen (denyut nadi).
Jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen (tekanan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong
Perkebunan Bah Butong dibuka pada tahun 1917 oleh Nederland Handel
Maskapai (NV.NHM). Pabrik pertama didirikan pada tahun 1927 dan mulai
beroperasi sejak tahun 1931.
Secara kelembagaan, tahun 1957 Pemerintah Indonesia melakukan pengambil
alihan perusahaan yang dikelola bangsa asing, termasuk perusahaan NHM, melalui
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 229/UM/57, Tanggal 10 Agustus 1957
yang diperkuat dengan Undang-Undang Nasionalisasi Nomor. 86/1958.
Tahun 1961, PPN Baru dan Pusat Perkebunan Negara dilebur menjadi Badan
Pimpinan Umum PPN Daerah Sumatera Utara I-IX melalui U.U. Nomor. 141 Tahun
1961 Sumut III dan Jo PP Nomor 141 Tahun 1961.
Tahun 1963 Perkebunan Teh Sumatera Utara dialihkan menjadi Perusahaan
Aneka Tanaman IV ( ANTAN-IV ) melalaui PP Nomor. 27 Tahun 1963.
Tahun 1968 terjadi perubahan menjadi Perusahaan Negara Perkebunan
Perubahan berikutnya mulai tahun 1974 menjadi Persero yaitu
PT Perkebunan VIII ( PTP VIII ) melalui Akta Notaris GHS Lumban Tobing
SH Nomor. 65 Tanggal ; 31 April 1974 yang diperkuat SK Menteri Pertanian Nomor.
YA/5/5/23, Tanggal : 07 Januari 1975.
Setelah mengalami beberapa kali pergantian nama perusahaan maka pada
tahun 1974 nama perusahaan menjadi perusahaan negara PT. Perkebunan VIII (PTP
VIII) mengusahakan 6 (Enam) Unit Usaha Teh yaitu Unit Balimbingan, Marjandi,
Bah Birung Ulu, Sidamanik, Bah Butong, Toba Sari dan Sibosur.
Pada tanggal 11 Maret 1996 terjadi restrukturisasi kembali, dimana
Perkebunan Bah Butong masuk dalam lingkup PTP Nusantara IV melalui Akte
Pendirian PTPN IV Nomor. 37 Tanggal 11 Maret 1996 yang mengatur peleburan
PTP VI, VII dan VIII menjadi PT Perkebunan Nusantara IV (PERSERO).
Sejak tahun 1998 s/d 2000 dibangun pabrik baru yang lebih besar dan
modern, diresmikan pada tanggal 20 Januari 2001.
4.1.2 Keadaan Umum Perusahaan
Lokasi Kebun Bah Butong berada di Kecamatan Sidamanik, 26 Km dari Kota
Pematang Siantar dan 155 Km dari Kantor Pusat yang berada di Kota
Medan.
Luar Areal HGU = 2.602.95 Ha dengan luas TM = 1.049.95 Ha dengan
ketinggian 890 mdpl. Jenis klon tanaman the terdiri dari tanaman klonal (Gambung