BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tekanan Panas
2.1.1 Defenisi Tekanan Panas
Menurut Suma’mur (2009) cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor itu
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas.
Tekanan panas (Heat Stress) adalah batasan kemampuan penerimaan panas
yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat
melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (temperatur udara, kelembaban,
pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada
saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan
menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2005).
Menurut Santoso (2005), tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja
yang diterima oleh tubuh manusia. Menurut Suma’mur (2009) suhu udara dapat
diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering). Kelembaban udara diukur
dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur
bersama-sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling psychrometer atau
arsman psychrometer yang juga menunjukkan suhu basah sekaligus. Suhu basah
kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif udara.
Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan anemometer, sedangkan
kecepatan udara yang kecil dengan suatu kata termometer. Suhu radiasi diukur
dengan suatu termometer bola (globe thermometer). Panas radiasi adalah energi atau
gelombang elektromagnetis yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari
dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya.
2.1.2 Lingkungan Kerja Panas
Pekerja di dalam lingkungan panas, seperti di sekitar furnaces, peleburan,
boiler, oven, tungku, pemanas atau bekerja di luar ruangan di bawah terik matahari
dapat mengalami gangguan kesehatan. Selama aktivitas pada lingkungan panas
tersebut, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu
kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang
diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Menurut
Tarwaka dkk (2004) bahwa suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh
suatu pengaturan suhu. Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan di
antara panas yang dihasilkan dari metabolism tubuh dan pertukaran panas di antara
tubuh dan lingkungan sekitarnya.
Produksi panas didalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh, makanan,
gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dan lain-lain.
Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas di antara tubuh
dengan lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi, panas radiasi,
Suhu nikmat kerja adalah suhu yang diperlukan seseorang agar dapat bekerja
secara nyaman. Suhu nikmat kerja berkisar antara 24-26 °C bagi orang Indonesia.
Orang Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang suhunya
sekitar 29-30 °C dengan kelembaban 85%-95%. Aklimatisasi terhadap panas berarti
suatu proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama satu minggu pertama
berada di tempat kerja. Setelah satu minggu pertama berada di tempat panas, tenaga
kerja mampu bekerja tanpa pengaruh tekanan panas, hal ini tergantung dari
aklimatisasi setiap individu yang dilihat dari beban kerja sehingga diperlukan variasi
kerja (Suma’mur, 2009).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas 1. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai oleh
pengeluaran keringat yang meningkat, denyut nadi menurun dan suhu tubuh
menurun. Proses adaptasi ini biasanya memerlukan waktu 7-10 hari. Aklimatisasi
dapat pula menghilang ketika orang yang bersangkutan tidak masuk kerja selama
seminggu berturut-turut (Santoso, 2005).
Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang
terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan
penurunann frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukkan
keringat. Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk
kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai sesudah 2 minggu
(WHO, 1969).
2. Umur
Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih
tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat keluar keringatnya dibandingkan dengan
orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk
mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas. Studi menemukan
bahwa 70% dari seluruh penderita tusukan panas (heat stroke), mereka yang berusia
lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal
berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur (WHO, 1969).
3. Jenis Kelamin
Adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak
dapat beraklimatisasi dengan baik seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka
mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil (WHO, 1969).
4. Ukuran Tubuh
Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisiologis tubuh
terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami
tingkatan tekanan panas yang relatif lebih besar, hal ini dikarenakan mereka
mempunyai kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil (Siswanto, 2005).
2.1.4 Indikator Tekanan Panas
Indikator tekanan panas menurut Suma’mur (2009) terdiri dari :
Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami
oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,
kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah
tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolism tubuh. Untuk
penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat
Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale), namun tetap
saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil
metabolism tubuh.
2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu
rumus-rumus sebagai berikut :
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk
bekerja dengan sinar matahari)
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa sinar
matahari)
3. Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam
Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 Hour
Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam
sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas
radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan
juga menurur tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.
Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar yaitu
orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat dan
memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas.
2.1.5 Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas
Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk
memelihara keseimbangan panas. Menurut Tarwaka dkk (2004) bahwa reaksi
fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan temperature udara diluar
comfort zone adalah sebagai berikut :
a. Vasodilatasi
b. Denyut jantung meningkat
c. Temperature kulit meningkat
d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudina meningkat dan lain-lain
Paparan panas yang terus berlanjut, mengakibatkan gangguan kesehatan.
Menurut Graham (1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka dkk (2004) mengatakan
reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari
gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang
sangat serius. Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat
badan.
Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan
panas yang berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Gangguan kesehatan dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering
b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik
oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan.
Kehilangan cairan tubuh < 1,5% gejalanya tidak akan tampak, kelelahan muncul
lebih awal dan mulut mulai kering.
c. Heat Rash, yaitu keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit
akibat kondisi kulit terus basah. Kondisi ini mengaharuskan pekerja perlu
beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang
keringat.
d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat
keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang
kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit
garam natrium.
e. Heat Syncope atau Fainting, yaitu keadaan yang disebabkan karena aliran darah
ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan
kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
f. Heat Exhaustion, yaitu keadaan dimana tubuh kehilangan terlalu banyak cairan
dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan
sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum
beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.
g. Heat Stroke, terjadi bila sistem pengaturan tubuh gagal dan temperatur tubuh
meningkat sampai tingkat kritis. Kondisi ini disebabkan oleh kombinasi berbagai
medis. Tanda dan gejalanya utama dari gangguan kesehatan ini adalah bingung,
perilaku irrasional, hilang kesadaran, sawan, kurang berkeringat, kulit panas dan
temperatur tubuh sangat tinggi. Meningkatnya temperatur metabolik akibat
kombinasi beban kerja dan beban panas lingkungan, yang keduanya turut
memberi pengaruh terhadap heat stroke, juga sangat bervariasi dan sulit
memprediksinya.
2.1.6 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Pertukaran Panas
Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas menurut Suma’mur (2009)
sebagai berikut :
1. Konduksi
Konduksi adalah pertukaran panas antar tubuh dengan benda-benda sekitar
melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan
panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat
menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.
2. Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari tubuh dan lingkungan melalui kontak
udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi
melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan
tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan
besarnya peran dalm pertukaran panas antar tubuh dengan lingkungan. Konveksi
3. Radiasi
Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memncarkan gelobang panas.
Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas
lewat mekanisme radiasi.
4. Penguapan
Manusia dapat berkeringat dengan penguapan dipermukaan kulit atau melalui
paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan. Untuk mempertahankan suhu
tubuh maka :
M ± Kond ± Konv ± R-E = 0
M = Panas dari metabolism E = Panas oleh evaporasi
Kond = Pertukaran panas secara konduksi
Konv = Pertukaran panas secara konveksi
R = Panas radiasi
2.1.7 Pengendalian Lingkungan Kerja Panas
Untuk mengendalikan pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga
kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan
aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara
cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian
secara benar. Koreksi tersebut juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem
pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan
a. Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi
b. Mengurangi beban panas radian dengan cara :
1. Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas
2. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas
3. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung diri yang dapat memantulkan
panas
c. Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui
ventilasi pengenceran atau pendinginan secara mekanis. Cara ini telah terbukti
secara drastis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan.
d. Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi
buatan dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi tidak
boleh 0,2 m/det, sehingga perlu dipertimbangkan bahwa menambah pergerakan
udara pada temperatur yang tinggi (> 40°C) dapat berakibat kepada peningkatan
tekanan panas.
e. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara :
1. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari
2. Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan
3. Mengatur waktu kerja-istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai
ISBB.
Pengendalian diatas ditegaskan kondisi yang harus dipertimbangkan dalam
setiap desain atau redesain sistem ventilasi adalah adanya sirkulasi udara pada tempat
dari luar secara terus-menerus. Faktor pakaian dan pemberian minum harus juga
dipertimbangkan dalam mengatasi masalah panas lingkungan.
Menurut Harrianto (2009) pengendalian paparan lingkungan panas sebagai
berikut :
1. Pengendalian Administratif
a. Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang
penuh.
b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi
sering dan rotasi pekerja yang memadai.
c. Ruangan dengan penyejuk rasa (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek
pendingin pada pekerja waktu istirahat.
d. Penyediaan air minum yang cukup.
2. Pengendalian Teknik
a. Mengurangi produksi panas metabolik tubuh.
b. Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan
kerja fisik pekerja.
c. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan-permukaan benda yang
panas, dengan cara isolasi/penyekat (melapisi permukaan benda-benda yang
panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah seperti aluminium atau
d. Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti penggunaan kipas angin
untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja panas.
e. Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban dan upaya lain
untuk mengeleminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban di
lingkungan tempat kerja.
3. Alat Pelindung Diri
a. Untuk bekerja di tempat kerja yang panas dan lembab, perlu disediakan baju
yang tipis dan berwarna terang hingga pengeluaran panas tubuh dengan proses
evaporasi keringat menjadi lebih efisien.
b. Kaca mata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan
benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang panas.
2.1.8 Standar Iklim Kerja Panas
Standar iklim kerja panas di Indonesia ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai
ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja.
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia Di Tempat Kerja Pengaturan
Catatan :
1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kilo kalori/jam.
2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang
dari 350 kilo kalori/jam.
3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang
dari 500 kilo kalori/jam.
2.1.9 Pengukuran Tekanan Panas
Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor,
dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu
kering, dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004).
Cara Kerja :
1. Tombol power ditekan
2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan
3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola
4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah
5. Hasil akan keluar kemudian dicatat
6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan
2.2 Denyut Nadi
2.2.1 Defenisi Denyut Nadi
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi
didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi
yang optimal untuk setiap orang berbeda-beda, tergantung pada saat kapan mengukur
denyut nadi (Brahmapurkar, 2012).
Menurut Moeljosoedarma (2008) denyut nadi optimal tenaga kerja tergantung
saat kapan mengukur denyut nadi. Jika pengukuran dilakukan setelah bekerja, maka
nadi normal pekerja tersebut adalah 90 denyut/menit. Jika denyut nadi melebihi 90
denyut/menit setelah 5 menit melakukan pekerjaannya, maka dapat disimpulkan
bahwa tekanan panas di lingkungan kerja mungkin telah berlebihan dan oleh
karenanya perlu dilakukan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja.
2.2.2 Jenis Denyut Nadi
1. Nadi Istirahat, yaitu denyut nadi sebelum bekerja.
2. Nadi sedang bekerja, yaitu denyut nadi selama bekerja.
3. Nadi kerja, yaitu selisih denyut nadi selama kerja dengan denyut nadi sebelum
bekerja.
4. Nadi pemulihan, yaitu total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa pulih
tercapai (Brahmapurkar, 2012).
2.2.3 Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban Kerja
Menurut Tarwaka dkk (2004) kategori beban kerja berdasarkan denyut nadi
kerja dibagi atas beban kerja sangat ringan, ringan, sedang, berat, sangat berat dan
Tabel 2.2 Nadi Kerja Menurut Beban Kerja
6 Sangat berat sekali Lebih dari 175
Sumber : Tarwaka dkk (2004)
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Denyut Nadi 1. Usia
Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigen
selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut nadi menetap dan iramanya teratur.
Pada orang dewasa efek fisiologis usia dapat berpengaruh pada sistem
kardiovaskuler. Denyut nadi paling cepat ada pada bayi kemudia frekuensi denyut
nadi menurun seiring dengan pertambahan usia (Pearce, 1999).
Tabel 2.3 Frekuensi Nadi Menurut Berbagai Usia
No Usia Frekuensi Nadi (per menit)
1 < 1 bulan 90-170
Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan oksigen
selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut nadi menetap dan iramanya teratur.
kardiovaskuler. Pada usia yang lebih tua penentuan denyut nadi kurang dapat
dipercaya (Pearce, 1999).
2. Jenis Kelamin
Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum wanita lebih tinggi dari
pada laki-laki. Pada laki-laki muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja
mencapai 128 denyut per menit, sedangkan pada wanita 138 denyut per menit. Pada
kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per menit dan pada
wanita 164 denyut per menit (Santoso, 2004).
3. Keadaan Kesehatan
Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama atau frekuensi
denyut nadi secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang baru sembuh dari sakit maka
frekuensi nadinya cenderung meningkat (Pearce, 1999).
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi atau hipotensi akan
mempengaruhi kerja jantung. Penderita anemia (kurang darah) akan mengalami
peningkatan kebutuhan oksigen sehingga Cardiac output meningkat yang
mengakibatkan peningkatan denyut nadi (Pearce, 1999).
5. Rokok dan Kafein
Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu studi
mengatakan merokok sebelum bekerja menyebabkan denyut nadi meningkat 10
merokok. Pada kafein secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada
variabel metabolik kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal (Santoso, 2005).
6. Intensitas dan Lama Kerja
Berat atau ringannya intensitas kerja berpengaruh terhadap denyut nadi. Lama
kerja, waktu istirahat, dan irama kerja yang sesuai dengan kapasitas optimal manusia
akan ikut mempengaruhi frekuensi nadi sehingga tidak melampaui batas maksimal.
Batas kesanggupan kerja sudah tercapai bila bilangan nadi kerja (rata-rata nadi
selama kerja) mencapai angka 30 denyut per menit dan diatas bilangan nadi istirahat.
Sedang nadi kerja tersebut tidak terus menerus menanjak dan sehabis kerja pulih
kembali pada nadi istirahat sesudah ± 15 menit (Santoso, 2005).
7. Cuaca Kerja
Cuaca kerja baik cuaca kerja panas atau dingin juga akan mempengaruhi
sistem sirkulasi dan denyut nadi. Cuaca kerja panas dapat menyebabkan bahan
tambahan pada jantung dan sirkulasi darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik
yang berat di lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena
harus membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja dan membawa panas
dari dalam tubuh ke permukaan kulit sehingga menjadi beban tambahan bagi jantung
yang harus memompa darah lebih banyak lagi yang mengakibatkan frekuensi denyut
nadipun lebih cepat (Santoso, 2005).
Metode pengukuran denyut nadi menurut Nurmianto (2006) :
1. Metode Palpasi
Metode ini dilakukan terhadap subyek dalam keadaan diam atau istirahat.
Perabaan untuk menghitung denyut nadi dapat dilakukan dengan meletakkan ujung
jari 3 jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis) pada pergelangan tangan bagian
luar arah ibu jari, atau juga didaerah leher kiri/kanan, dan dibawah sudut dagu. Arah
ketiga jari membentuk garis lurus sesuai dengan panjang sumbu tubuh. Perhitungan
menggunakan stopwatch.
2. Metode Auskultasi
Metode ini menggunakan stetoskop (alat dengar) untuk mendengarkan denyut
jantung. Tinggal menghitung berapa denyut dalam waktu 5 detik, 10 detik, atau
dalam 15 detik. Hasil dikalikan dengan 12, 6, dan 4 sesuai lama mendengarkan
detikan tersebut. Metode ini baik digunakan bila subyek diam tak bergerak.
3. Electrocardiografi (ECG)
ECG merupakan alat rekam jantung sehingga grafik aktifitas listrik jantung
dapat terekam. Dari gambar grafik tersebut dapat dihitung berapa denyut jantung per
menit. Alat ini mahal dan tidak praktis dilapangan. ECG tidak bias dipakai untuk
subyek yang bergerak dan biasanya dipakai di bangsal perawatan.
4. ECG Nirkabel
ECG nirkabel menggunakan alat sensor yang dipasang di dada, lalu secara
Alat ini dapat digunakan pada subyek yang bergerak aktif tanpa mengganggu
aktivitas yang dilakukan.
5. Sport Tester
Merupakan alat rekam yang dipasang di dada yang kemudian merekam
denyut jantung dan selanjutnya ditampilkan dalam monitor komputer.
6. Pulsemeter
Pulsemeter adalah alat untuk mengukur detak jantung. Pulsemeter akan
langsung menunjukka pada satu angka.
2.3 Hubungan Tekanan Panas terhadap Denyut Nadi
Tenaga kerja yang terpapar panas di lingkungan kerja akan mengalami heat
strain. Heat strain atau regangan panas merupakan efek yang diterima tubuh atas
beban iklim kerja tersebut (Santoso, 2005). Indikator heat strain adalah peningkatan
denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, pengeluaran keringat dan penurunan berat
bada (Wignjosoebroto, 2003).
Denyut nadi seseorang akan terus meningkat bila suhu tubuh meningkat
kecuali bila pekerja yang bersangkutan telah beraklimatisasi terhadap suhu udara
yang tinggi. Denyut nadi maksimum untuk orang dewasa adalah 180-200 denyut per
menit dan keadaan ini biasanya hanya dapat berlangsung dalam waktu beberapa
menit saja (Santoso, 2005).
Pemaparan panas dapat menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi darah,
bagian otot yang sedang bekerja. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat
di lingkungan panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena harus
membawa oksigen kebagian otot yang sedang bekerja dan membawa panas dari
dalam tubuh ke permukaan kulit sehingga menjadi beban tambahan bagi jantung
yang harus memompa darah lebih banyak lagi yang mengakibatkan frekuensi denyut
nadipun lebih cepat (Santoso, 2005).
Menurut Tarwaka (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh
karena peningkatan temperatur udara diluar comfort zone adalah sebagai berikut :
a. Vasodilatasi
b. Denyut jantung meningkat
c. Temperatur kulit meningkat
d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain-lain.
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut:
Gambar. 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Dependen Denyut Nadi Variabel Independen