• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumbangan industri kecil menengah terhadap nafkah rumahtangga pedesaan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sumbangan industri kecil menengah terhadap nafkah rumahtangga pedesaan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH TERHADAP

NAFKAH RUMAHTANGGA PEDESAAN DI KECAMATAN

CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

NURUL MAGHFIROH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sumbangan Industri Kecil Menengah Terhadap Nafkah Rumahtangga Pedesaan Di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan di Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Nurul Maghfiroh

(4)
(5)

Rumahtangga Pedesaan Di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN.

Perkembangan industri kecil menengah di Kabupaten Bogor dewasa ini sudah menjangkau luas ke wilayah pedesaan. Pertanian bagi rumahtangga pedesaan adalah bagian terpenting sebagai sumber pendapatan, tetapi nampaknya hal ini tidak lagi terjadi pada rumahtangga di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Strategi dan struktur nafkah rumahtangga di kedua desa sangat dipengaruhi oleh sektor industri kecil menengah dan kini menjadi tumpuan baru dalam upaya meningkatkan taraf hidup. Hasil penelitian menunjukan bahwa sektor industri menjadi penyumbang pendapatan terbesar pada strategi dan struktur nafkah rumahtangga dibanding sektor lainnya. Strategi nafkah yang banyak di lakukan didominasi oleh sektor non pertanian dengan aktivitas nafkah utama adalah sebagai pengrajin. Kontribusi sektor industri pun dirasakan sangat besar pengaruhinya terhadap struktur nafkah rumahtangga.

Kata Kunci : Industri Kecil Menengah, Rumahtangga, Pedesaan, Strategi Nafkah, Struktur Nafkah.

NURUL MAGHFIROH. The Contribution Of Small and Medium Scale Industry To Household Livelihood In Bojongrangkas and Cihideung Udik Villages, Bogor District, West Java. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN.

Nowadays, the medium and small industry development in Bogor District is already reaching out to the rural areas. Agriculture for the rural households is the most important part as a livelihood resources for their income, but it seems this is no longer the case in either of Bojongrangkas or Cihideung Udik villages. Livelihood structure and strategy of household in both of villages was influenced by the existence of medium and small industry and now its become a new source of income in an effort to increase households welfare. The result of the study showed that industry sector becomes the largest contribution for income at livelihood structure and strategy household than other sector. The strategy of livelihood done by household is dominated by non farm activities with the central of activities as craftmen. The contribution of industry is also giving big influence to livelihood structure of household.

(6)
(7)

NAFKAH RUMAHTANGGA PEDESAAN DI KECAMATAN

CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

NURUL MAGHFIROH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Nama : Nurul Maghfiroh

NIM : I34100116

Disetujui oleh

Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MSc Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

selalu memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sumbangan Industri Kecil Menengah Terhadap Nafkah Rumahtangga Pedesaan Di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor“. Penulis menyadari bahwa tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua Orangtua penulis, Bapak Mohamad Inung dan Ibu Faenusah serta Kakak tercinta Indriyani atas segala kasih sayang yang diberikan serta doa dan dukungan yang selalu menyertai.

2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan M.Sc, Agr, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, pemikiran, serta semangat yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

3. Teman-teman satu bimbingan: Yudhistira Saraswati, Sysilia Trinova, Faris Rahmadian, dan atas bantuan dan kerjasamanya.

4. Raushan Fikri El Ma’any yang selalu ada untuk memberikan masukan bagi penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Terimakasih untuk kebersamaannya selama ini.

5. Karina Mako Oktaviani, Bebby Olivianti, Arini Handayani sahabat yang selalu memberikan semangat, motivasi dan doa baik suka maupun duka. 6. Seluruh keluarga besar SKPM, para dosen dan staf administrasi yang telah

banyak memberikan pelajaran dan nasehat-nasehat yang berarti bagi penulis. 7. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan SKPM 47 yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu-satu, terimakasih telah menjadi bagian dari kehidupan penulis semasa duduk dibangku kuliah.

8. Keluarga besar Bimbel dan Privat Perisai yang selama ini menjadi tempat bekerja penulis, terimakasih atas kesempatan untuk bisa bergabung sejak 2013 hingga sekarang semoga menjadi pengalaman yang bermanfaat untuk kedepannya.

9. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya yaitu para responden serta staf pemerintahan Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik, terimakasih saya ucapkan sebesar-besarnya.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, Juli 2014

(12)
(13)
(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

PENDEKATAN TEORITIS ... 7

Tinjauan Pustaka ... 7

Rumahtangga Pedesaan ... 7

Industri Pedesaan dan Klasifikasinya. ... 8

Strategi dan Struktur Nafkah ... 10

Kerangka Konseptual ... 13

Hipotesis Penelitian ... 14

Definisi Operasional ... 15

METODE PENELITIAN ... 19

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

Teknik Penentuan Responden dan Informan ... 19

Teknik Pengumpulan Data ... 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 20

PROFIL LOKASI PENELITIAN ... 23

Kondisi Demografis Lokasi Penelitian ... 23

Kondisi Infrastruktur Desa Penelitian ... 23

Kondisi Sosial Ekonomi masyarakat desa penelitian ... 24

Gambaran Umum Industri Kecil Menengah Tas Dan Jaket ... 26

Sejarah Berdirinya Industri ... 26

Jenis Industri Kecil ... 27

Industri Tas Bojongrangkas ... 28

Industri Jaket Cihideung Udik ... 30

Ikhtisar ... 30

PEMANFAATAN LIVELIHOOD ASSET ... 33

Modal Manusia ... 33

Kelompok Umur ... 33

Jenis Kelamin ... 34

Tingkat Pendidikan ... 34

Alokasi Tenaga Kerja Rumahtangga ... 35

(16)

Modal Alam ... 36

Modal Finansial ... 37

Kepemilikan Pinjaman ... 37

Kemampuan Menabung ... 37

Modal Sosial ... 38

Ikhtisar ... 39

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA ... 41

Aktivitas Pertanian ... 41

Aktivitas Non Pertanian ... 41

Bentuk Strategi Nafkah Rumahtangga Pengrajin Tas dan Jaket ... 43

Strategi Nafkah Ganda ... 43

Kekerabatan ... 44

Pertemanan ... 45

Ikhtisar ... 46

TIPOLOGI HUBUNGAN PRODUKSI DAN RANTAI TATA NIAGA INDUSTRI KECIL MENENGAH ... 47

Tipologi Hubungan Produksi Pada Industri Tas dan Jaket ... 47

Mandiri skala kecil ... 48

Pengrajin Kecil Sub-Contracting ... 48

Analisis Rantai Tata Niaga Industri Kecil Menengah Tas ... 49

Rantai Tata Niaga Industri Tas ... 51

Rantai Tata Niaga Industri Jaket ... 53

Ikhtisar ... 55

STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA ... 57

Tingkat Pendapatan Pertanian ... 57

Tingkat Pendapatan Non pertanian (Industri) ... 59

Tingkat Pendapatan Total Rumahtangga ... 61

Tingkat Pengeluaran Rumahtangga ... 62

Saving Capacity Rumahtangga ... 63

Persentase Sumbangan Sektor Industri Terhadap Struktur Nafkah ... 65

Ikhtisar ... 68

SIMPULAN DAN SARAN ... 71

Simpulan ... 71

Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 75

(17)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan teknik pengumpulan data 20

2 Kondisi demografis Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

23 3 Data infrastruktur Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung

Udik tahun 2013-2014

24 4 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa

Bojongrangks dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

25 7 Jumlah dan persentase responden menurut asal perolehan bahan

baku pada industri jaket di Desa Cihideung Udik tahun 2013- 2014

30

8 Jumlah responden menurut kelompok umur di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

33 9 Jumlah dan persentase responden menurut perbandingan jenis

kelamin di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

34

10 Jumlah responden menurut tingkat pendidikan di Desa Bojongrangkas dan Cihideung Udik tahun 2013-2014

35 11 Jumlah responden menurut alokasi tenaga kerja di Desa

Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

36 12 Jenis strategi yang dilakukan oleh pengrajin pada setiap

kategori di Desa Bongrangkas dan Cihideung Udik tahun 2013-2014

42

13 Jumlah pengrajin menurut pemanfaatan modal sosial di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

45 17 Jumlah dan persentase pengrajin menurut tingkat pendapatan

sektor industri pada tiap kategori di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014.

59

18 Tingkat pendapatan industri rumahtangga pengrajin pada tiap kategori di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014 (Rp)

60

19 Rata-rata pendapatan sektor pertanian dan industri pada rumahtangga pengrajin di Desa Bojongrangkas dan Cihidieung Udik tahun 2103-2014 (Rp)

(18)

20 Jumlah saving capacity pada rumahtangga pengrajin pada tiap kategori di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014 (Rp)

65

21 Total rata-rata pendapatan sektor pertanian dan industri pengrajin di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014 (Rp)

65

DAFTAR GAMBAR

1 Mobilisasi modal dan sumberdaya manusia (SDM) pedesaan didua basis nafkah pada mahzab Bogor.

12 2 Kerangka konseptual penelitian sumbangan industri kecil

menengah terhadap nafkah rumahtangga pedesaan.

14 3 Persentase sebaran mata pancaharian penduduk di Desa

Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

25 4 Analisis rantai tata niaga pengrajin sub contracting pada

indutri tas di Desa Bojongrangkas tahun 2013-2014

50 5 Analisis rantai tata niaga pengrajin skala kecil dan menengah

pada industri tas di Desa Bojongrangkas tahun 2013-2014

51 6 Analisis rantai tata niaga pengrajin skala kecil dan menengah

pada industri jaket di Desa Bojongrangkas tahun 2013-2014

53 7 Analisis rantai tata niaga pengrajin sub contracting pada

industri jaket Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

54 8 Persentase pengrajin yang melakukan aktivitas ekonomi

sektor pertanian di Desa Bojongrangkas dan Cihideung Udik tahun 2013-2014

57

9 Rata-rata tingkat pendapatan rumahtangga pengrajin pada sektor pertanian di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

58

10 Tingkat pendapatan rumahtangga pengrajin sektor industri pada tiap kategori di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

60

11 Total pendapatan rumahtangga pengrajin sektor industri di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

60

12 Perbandingan rata-rata pendapatan sektor pertanian dan industri pada rumahtangga pengrajin tiap kategori di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

62

13 Tingkat pengeluaran rumahtangga pengrajin tiap kategori di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

64

14 Perbandingan tingkat pendapatan dan pengeluaran rumahtangga pengrajin di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

66

15 Persentase kontribusi sumbangan sektor pertanian dan industri Desa Bojongrangkas dan Cihideung Udik tahun 2013-2014

(19)

16 Total pendapatan perkapita rumahtangga pengrajin industri tas dan jaket Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

67

DAFTAR LAMPIRAN

Denah Lokasi Penelitian 75

Kuesioner 76

Pedoman Wawancara Mendalam 83

Daftar Nama Responden 85

Profil Pemilik Usaha Tas dan Jaket 86

Dokumentasi 87

(20)
(21)
(22)
(23)

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini memuat latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Sub bab latar belakang menguraikan pemikiran yang melatar belakangi penelitian ini dilakukan, kemudian sub bab masalah penelitian menguraikan hal-hal yang menjadi masalah penelitian ini. Sub bab tujuan penelitian menguraikan hal-hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini sedangkan sub bab kegunaan penelitian menguraikan kegunaan dari penelitian untuk kalangan akademisi, pembuat kebijakan maupun pembaca pada umumnya. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat erat kaitannya dengan pedesaan dan masyarakat desa. Namun pertumbuhan sektor pertanian sangat lambat, tidak mampu mengimbangi tekanan pertumbungan penduduk serta permasalahan kemiskinan yang semakin menjadi-jadi. Tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia menurut data BPS Bulan September 2012, mencapai 28.594.600 jiwa atau sekitar 11,66 persen yang tersebar di wilayah perkotaan sebanyak 10.507.800 jiwa (8,60 persen) dan sebanyak 18.086.900 jiwa (14,70 persen) di pedesaan. Tingginya tingkat kemiskinan di pedesaan disebabkan karena tenaga kerja tidak dapat diserap secara efektif oleh sektor pertanian. Kebijakan pembangunan akhirnya diarahkan untuk menggeser penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri melalui upaya industrialisasi.

Industrialisasi di Indonesia seringkali hanya diartikan sebagai pembangunan pabrik-pabrik berskala besar di wilayah perkotaan, yang dalam kenyataannya tidak cukup mampu menyerap tenaga kerja seperti apa yang diharapkan dari inisiasi awal proses industrialisasi. Hal tersebut didukung pernyataan Rahardjo (1984) bahwa sejak tahun 1960 sampai tahun 1980 indeks produktivitas relatif sektor ekonomi di Indonesia menunjukkan bahwa tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian ternyata tidak ditampung sektor industri melainkan tertampung di sektor jasa.

(24)

Pengertian dan bentuk implementasi industrialisasi pedesaan yang kedua adalah pengembangan industri yang mengandalkan kekuatan utama berupa sumberdaya yang ada di pedesaan (industry of rural areas), baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pada pengertian industrialisasi pedesaan yang kedua, industri merupakan kekuatan yang datang dari dalam pedesaan itu sendiri (indigineous industry). Kemudian sektor industri juga mempunyai andil yang cukup besar dalam peningkatan perekonomian negara. Realitas menunjukkan bahwa tingkat kemakmuran rakyat negara-negara industri memang jauh lebih tinggi dari pada negara-negara yang mengandalkan sektor pertanian (Marijan 2005).

Menurut Pangestu et al. (1996) industrialisasi merupakan proses interaksi antara pembangunan teknologi, spesialisasi dan perdagangan yang pada akhirnya mendorong perubahan struktur ekonomi. Oleh karena itu sangat erat kaitannya antara industrialisasi dengan strategi dan struktur nafkah yang dilakukan oleh masyarakat. Perkembangan industri kecil dan menengah khususnya menjadi bagian integral dalam perkembangan perekonomian nasional. Industri kecil Menengah (IKM) merupakan salah satu segmen industri yang dapat dijadikan tumpuan dalam penciptaan iklim wirausaha yang dapat menyerap tenaga kerja, karena memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang tinggi (Marijan 2005). Keuntungan lainnya mengapa industri kecil menengah perlu ditumbuh kembangkan adalah karena sebagian besar industri kecil dan menengah terletak di pedesaan sehingga pertumbuhan industri kecil dan menengah akan berdampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah orang miskin, pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan (Simatupang et al. 1994).

Di wilayah Jawa Barat, kota-kota industri mulai berkembang dan menghasilkan barang-barang hasil produksi yang bermutu dan bernilai jual tinggi. Kota Bogor merupakan salah satu wilayah perkembangan kegiatan industri, khususnya kegiatan industri kecil menengah yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan. Sektor industri dan perdagangan sendiri merupakan penyumbang terbesar PDRB Kabupaten Bogor dan menjadi penggerak kegiatan ekonomi lainnya. Dengan nilai investasi mencapai Rp 72.146.000,- dan menyerap tenaga kerja sebanyak 19.789 jiwa pada tahun 2010 diperkirakan angka tersebut akan terus meningkat ditahun 2014 ini. Kemudian sumbangan investasi industri kulit terhadap Kabupaten Bogor mencapai Rp 518.750.000,- dari kategori industri formal, dan Rp 647.282.670,- dari industri non formal. Hal ini telah mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi serta menjadi penggerak perkembangan pembangunan daerah, yang juga membuka peluang perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat.

(25)

Faktor ini memang sangat dibutuhkan dalam usaha industri terutama industri kecil menengah yang hanya menggunakan alat-alat sederhana dalam proses produksinya. Untuk itu sumber daya manusia yang terampil dan terlatih dalam kegiatan usaha ini sangat amat diperlukan dalam upaya pengembangan usaha. Pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan industri terhadap mata pencaharian masyarakat pedesaan menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Bidang industri baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi mata pencaharian rumahtangga khususnya pada rumahtangga pengrajin. Seperti yang dikemukakan oleh Sunarjan (1991) bahwa kehadiran industri menyebabkan perubahan-perubahan di dalam sosial ekonomi misalnya perubahan pemilikan dan pemanfataan lahan, perubahan profesi dan perubahan tingkat pendapatan penduduk. Sehingga demikian erat kaitannya dengan konsep strategi nafkah.

Menurut Wasito (2012) strategi nafkah adalah seperangkat pilihan tindakan dari berbagai alternatif yang ada dengan memanfaatkan berbagai sumber daya (baik sumber daya berupa barang atau kegiatan ekonomi maupun dengan memanfaatkan modal sosial) untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup guna mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Dalam perkembangannya, kegiatan industri yang memasuki wilayah pedesaan dapat mempengaruhi pola pencarian nafkah masyarakat. Konsep pola nafkah pedesaan (rural livelihood) menurut Conway dan Chamber (1992) merupakan suatu pola nafkah ditandai oleh suatu aliran penghasilan, dari bekerja berburuh dan bekerja sendiri, penghasilan dari kiriman (asal nafkah di luar desa), umum bagi orang desa mengerjakan suatu kombinasi beragam aliran nafkah, yang bervariasi antar musim dan antar tahun.

Pola nafkah rumahtangga di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik dahulu seragam dan didasarkan pada potensi sumber daya alam yang dimiliki yaitu berbasis pertanian. Hal ini sesuai dengan ciri strategi penghidupan pedesaan yang dikemukakan oleh Dharmawan (2007) seperti dikutip dalam Tulak

(2009) bahwa “strategi penghidupan (livelihood strategies) pedesaan adalah strategi penghidupan dan nafkah yang dibangun dan selalu menunjuk pada peran

sektor pertanian”. Namun, dengan hadirnya sektor industri di wilayah pedesaan seperti di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik, menyebabkan pertanian bukan lagi satu-satunya sumber mata pencaharian utama masyarakat desa.

(26)

Rumusan Masalah

Rumahtangga dalam upaya mempertahankan kehidupannya, melakukan berbagai cara dan strategi. Oleh karenanya, rumahtangga mengerjakan berbagai pekerjaan sebagai bentuk upaya dalam menghasilkan pendapatan rumahtangga. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sumitro (1986) yang dimaksud dengan pola-pola pencarian nafkah di pedesaan adalah lapangan pekerjaan dengan beragam status pekerjaan yang dilakukan secara teratur selama setahun yang dikerjakan oleh penduduk desa dengan memperoleh pendapatan untuk memenuhi biaya keperluan rumahtangga. Dengan hadirnya perkembangan sektor industri memberikan lebih banyak pilihan bagi rumahtangga dalam melakukan kegiatan ekonominya. Sehingga pada akhirnya sektor pertanian tidak lagi menjadi satu-satunya sektor utama bagi aktivitas ekonomi rumahtangga, kemudian selanjutnya pilihan dari berbagai sumber nafkah akan membentuk suatu strategi tertentu. Oleh karena itu, lebih lanjut dilakukan penelitian mengenai bagaimana strategi nafkah yang terbentuk pada rumahtangga pengrajin tas dan jaket di lokasi penelitian?

Perkembangan industri kecil menengah di kedua lokasi penelitian telah memberikan harapan baru bagi rumahtangga dalam mengembangkan perekonomian dan juga meningkatkan taraf hidup rumahtangga. Sektor ini dinilai mampu mendatangkan penghasilan yang lebih tinggi dibanding dengan sektor pertanian. Dalam melakukan kegiatan industri rumahtangga tentunya memiliki jenjang usaha yang berbeda-beda, hal tersebut mempengaruhi dalam segi produktivitas yang mampu dicapai. Perbedaan kategori tersebut selanjutnya akan mempengaruhi pada tingkat pendapatan yang dihasilkan. Sehingga demikian pada akhirnya menjadi penting bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana tipologi hubungan produksi dan rantai tata niaga yang terbentuk pada pengrajin tas dan jaket di lokasi penelitian?

Dalam kasus rumahtangga pengrajin tas di Desa Bojongrangkas dan pengrajin jaket di Desa Cihideung Udik, pola-pola nafkah yang diterapkan banyak didominasi oleh sektor industri kecil menengah yang berkembang di wilayah tempat tinggal mereka. Namun pilihan berbagai sumber nafkah lain di luar sektor industri masih tetap ada dan dijadikan salah satu strategi dalam pencarian nafkah. Konsep strategi nafkah dalam hal ini tidak bisa dipisahkan dengan konsep struktur nafkah. Dengan mengidentifikasi struktur nafkah, kemudian dapat dianalisis berapa besar kontribusi sektor industri terhadap total nafkah rumahtangga. Untuk itu dalam kaitannya dengan struktur nafkah rumahtangga yang menjadi bahan pertanyaan selanjutnya adalah mengidentifikasi seberapa besar persentase sumbangan dari sektor industri kecil menengah terhadap struktur nafkah rumahtangga?

Tujuan Penelitian

1. Memaparkan keragaman strategi nafkah yang terbentuk pada rumahtangga pengrajin tas dan jaket di lokasi penelitian.

2. Melihat bagaimana tipologi hubungan produksi dan rantai tata niaga yang terbentuk pada pengrajin tas dan jaket di lokasi penelitian.

(27)

Manfaat Penelitian

1. Bagi kalangan akademisi penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai industri kecil menengah dengan kaitannya pada strategi dan struktur nafkah rumahtangga.

2. Bagi masyarakat Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan seputar aktivitas ekonomi masyarakat khususnya dalam kegiatan industri tas dan jaket yang berkembang di wilayah mereka.

(28)
(29)

PENDEKATAN TEORITIS

Bab pendekatan teoritis ini terdiri dari tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis, definisi konseptual, dan definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar yang akan digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Kerangka pemikiran berisi alur pemikiran logis dalam penelitian. Hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian. Definisi konseptual dan definisi operasional berisi variabel-variabel dalam penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Tinjauan Pustaka

Rumahtangga Pedesaan

Rumahtangga menurut Yuliandani (2011) yaitu seorang atau kelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan bersama dari satu dapur. Dalam pengertian tersebut rumahtangga dapat diartikan sebagai tempat berbagi sumber penghidupan bagi orang-orang yang tinggal di dalamnnya. Menurut Mattila dan Wiro (1999), rumahtangga adalah sebuah grup lebih dari hanya sekedar seorang individu (meskipun seorang individu dapat juga sebagai rumahtangga), yang melakukan berbagai aktivitas ekonomi yang diperlukan untuk bertahannya rumahtangga dan untuk menjaga agar anggota rumahtangga tetap sejahtera.

Dilihat dari segi ekonomi, rumahtangga merupakan sebuah unit analisis dalam asumsi secara implisit bahwa yang dimaksud adalah sumber nafkah rumahtangga disatukan, pemasukan dibagikan, dan keputusan dibuat bersama oleh anggota rumahtangga yang dewasa. BPS (2000), secara umum rumahtangga diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan bersama dari satu dapur. Lebih lanjut lagi, Ellis (2000) mengartikan rumahtangga sebagai tempat di mana ketergantungan sosial dan ekonomi antara kelompok dan individu terjadi secara teratur. Rumahtangga diartikan sebagai kelompok sosial yang tinggal di satu tempat, berbagi makanan yang sama, membuat keputusan bersama mengenai alokasi sumber daya dan pendapatan. Rumahtangga merupakan unit sosial yang mengikat anggotanya dalam kesatuan sosial dan ekonomi. Rumahtangga menjalankan strategi nafkah sebagai upaya mempertahankan kehidupan anggota rumahtangga.

(30)

rural. Kemudian lebih lanjut Raharjo (2004) menyatakan bahwa konsep rural

lebih menunjuk pada karakteristik masyarakatnya, sedangkan konsep village lebih mengacu pada suatu unit teritorial. Pernyataan lain menurut Raharjo (2004) kriteria yang umum digunakan sebagai kriteria pedesaan adalah pertanian.

Suatu daerah pedesaan adalah suatu lingkungan yang penduduknya hidup dari atau tergantung pada pertanian. Senada dengan hal tersebut, meskipun tidak seluruh desa bergantung pada pertanian, pengertian desa juga banyak diasosiasikan dengan pertanian, misalnya pernyataan Bergel (1955) seperti dikutip dalam Raharjo (2004) bahwa salah satu pengertian desa adalah setiap pemukiman para petani, terlepas dari ukuran besar-kecilnya. Maka yang dimaksud dengan rumahtangga pedesaan adalah seorang atau kelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik yang dimana berada di wilayah pedesaan dengan karakteristik yang bercirikan tradisional dan merujuk pada sektor pertanian sebagai sumber penghidupannya.

Industri Pedesaan dan Klasifikasinya.

Industrialisasi dalam arti sempit menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non hayati, dalam rangka produksi barang atau jasa. Meskipun definisi ini terasa sangat membatasi, industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik atau manufaktur tapi juga bisa meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari mekanisasi (pemakaian sumber tenaga non hayati) demikian pula dengan transportasi dan komunikasi. Sedangkan menurut Sastrosoenarto (2006) mengartikan industrialisasi sebagai “proses membangun masyarakat industri yang luas. Industrialisasi di Indonesia harus mengandung makna transformasi masyarakat menuju masyarakat sejahtera yang maju secara struktural

maupun kultur”. Kemudian industrialisasi pedesaan pada mulanya ditawarkan oleh Sayogyo dan Tambunan (1990) sebagai upaya industrialisasi untuk melakukan transformasi masyarakat pertanian pedesaan ke arah masyarakat industrial.

Tambunan (1993) lebih lanjut menyatakan bahwa industrialisasi pedesaan memiliki peranan penting dalam pembentukan organisasi sosial yang bersifat industrial. Pendapat lain yaitu menurut Waluyo (2009) industrialisasi pedesaan seringkali mempunyai dua pengertian yang secara konseptual berbeda. Pertama, industrialisasi pedesaan yang diartikan dan diimplementasikan sebagai industri di pedesaan (industry in rural areas). Industrialisasi pedesaan dalam pengertian pertama diartikan sebagai pembangunan pabrik-pabrik yang mengambil lokasi di kawasan pedesaan. Pengertian dan bentuk implementasi industrialisasi pedesaan yang kedua adalah pengembangan industri yang mengandalkan kekuatan utama berupa sumber daya yang ada di pedesaan (industry of rural areas), baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pada pengertian industrialisasi pedesaan yang kedua, industri merupakan kekuatan yang datang dari dalam pedesaan itu sendiri (indigineous industry).

(31)

tidak memerlukan perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota sehingga tidak menimbulkan permasalahan pemukiman, tidak memerlukan prasarana modern berskala besar, padat modal dan mahal, memberikan waktu pada masyarakat tradisional pedesaan untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan kegiatan luar pertanian dalam waktu yang lama, menghasilkan produk dengan “muatan lokal” tinggi dan sesuai dengan pola kebutuhan maupun selera masyarakat lapisan bawah, memberikan peluang pengembangan badan usaha yang sifat kekeluargaannya tinggi menjadi koperasi atau paguyuban dan memberi harga diri pada masyarakat pedesaan; (6) mampu memberikan alternatif jalan keluar masalah penyempitan lapangan kerja bagi wanita pedesaan; dan (7) mampu menghubungkan industri besar padat modal dan modern dengan industri yang menggunakan bahan baku lokal dan padat kerja.

Kegiatan industri dalam kehidupan ekonomi masyarakat sekarang ini semakin pesat perkembangannya. Kebijakan pembangunan yang berbasis peningkatan perekonomian mengakibatkan sektor pertanian cenderung diabaikan dan lebih menitik beratkan pada sektor industri. Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial, karena industri merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah.

Kegiatan industri juga dapat dijadikan sebagai sumber nafkah lain di luar sektor pertanian, dimana diketahui sebagian besar mata pancaharian masyarakat indonesia adalah dalam sektor pertanian. Tetapi di era globalisasi yang sudah semakin canggih ini, pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat pedesaan. Untuk itu hadirnya sektor industri membawa angin segar pada masyarakat untuk membangun usaha dalam upaya mencari pendapatan. Seperti dipaparkan oleh Rahardjo (1984) terdapat alasan-alasan yang lebih rasional mengapa sektor industri dianggap lebih penting untuk dikembangkan, pertama karena penanaman modal di sektor pertanian dinilai kurang menguntungkan. Kedua, sektor pertanian juga dianggap lambat pertumbuhannya bahkan berkecenderungan stagnan, diantara lain disebabkan karena terdapatnya hambatan sosial dan institutional yang sulit diubah, setidak-tidaknya dalam tempo cepat.

(32)

mendominasi struktur industri di Indonesia (Marijan 2005). Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibagi diantaranya:

a. Industri Rumahtangga

Industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumahtangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan.

b. Industri Kecil

Industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih terdapat hubungan saudara. Seperti contoh: industri genteng, industri batu bata, dan industri pengolahan rotan kulit.

c. Industri Sedang

Industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri Industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu dan pemimpin perusahaan memiliki kemampuan tertentu. Misalnya: industri konveksi, border dan industri keramik.

d. Industri Besar

Industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and proper test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.

Kemudian bila didasarkan pada lokasi tempat industri itu berada dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Industri Perkotaan

Industri yang terletak dalam jarak yang dekat dengan daerah metropolitan atau kota yang besar. Adanya kepadatan penduduk yang cukup tinggi di kota metropolitan atau kota besar dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja bagi industri tersebut.

b. Industri Semi perkotaan

Kawasan industri yang terletak di wilayah sekitar kabupaten (diantara daerah perkotaan dan kecamatan).

c. Industri Pedesaan

Kawasan industri yang terletak di kecamatan yang penduduknya cukup besar. Strategi dan Struktur Nafkah

(33)

memiliki pengertian yang lebih luas dari pada sekedar means of living yang bermakna secara sempit sebagai mata pencaharian saja. Nafkah selain itu juga dipaparkan oleh Ellis (2000) sepeti dikutip dalam Scoones (1998) bahwa

livelihood meliputi aset (modal alam, modal fisik, modal sumber daya manusia, modal finansial, dan modal sosial), aktivitas dan akses terhadap aset-aset tersebut yang dikombinasikan untuk menentukan kehidupan bagi individu maupun rumahtangga. Lima tipe modal atau yang biasa disebut sebagai (livelihood asset), yakni:

1. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.

2. Modal alam yang meliputi segala sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya, seperti air, tanah. udara, hutan, dan sebagainya.

3. Modal sosial yaitu berupa jaringan sosial dan lembaga dimana seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya. 4. Modal finansial yaitu berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa

diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.

5. Modal fisik yaitu modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti gedung, jalan dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian tersebut ada beberapa poin penting yang menyangkut livelihood yaitu: kapabilitas, aset, dan aktivitas sebagai sarana menjalani kehidupan yang berkelanjutan. Selain itu, Widodo (2011) juga menjelaskan bahwa strategi nafkah adalah aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Tetapi dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi kehidupan) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Livelihood strategy sering kali disamakan dengan strategi nafkah, tetapi sebenarnya dimaknai lebih besar daripada sekedar aktivitas mencari nafkah saja. Definisi lain dari strategi nafkah menurut Dharmawan (2006) adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku. Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga tertentu dapat berubah-ubah, hal tersebut tergantung pada stabilitas kondisi yang dihadapi oleh rumahtangga. Saat mengalami kondisi normal dan saat kondisi krisis pastilah memiliki perbedaan, kembali pada sikap yang diambil oleh rumah tangga untuk menghadapinya. Bentuk-bentuk strategi nafkah sangat beragam dan tentunya berbeda-beda antara satu rumahtangga dengan rumah tangga lainnya sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Purnomo (2006) menyatakan bahwa strategi nafkah mempresentasikan serangkaian pilihan penggunaan sumber daya nafkah dan aktivitas nafkah yang dilakukan rumahtangga untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial dan ekonomi rumahtangga.

(34)

Basis nafkah Sektor pertanian

Basis nafkah Sektor non pertanian

non pertanian menyebabkan terjadinya siklus perputaran modal dan asset, terlihat seperti dalam gambar berikut ini :

Sumber: Dharmawan (2007)

Gambar 1 Mobilisasi modal dan sumber daya manusia (SDM) pedesaan di dua basis nafkah pada mahzab Bogor.

Konsep pola nafkah pedesaan (rural livelihood) menurut Conway dan Chambers (1992) merupakan suatu pola nafkah ditandai oleh suatu aliran penghasilan dari bekerja sebagai buruh, bekerja sendiri, penghasilan dari kiriman (asal nafkah luar desa) yang berasal dari anggota keluarga yang melakukan migrasi atau yang bertempat tinggal di luar desa, umumnya bagi orang desa suatu kombinasi beragam aliran itu yang bervariasi antar musim dan tahun.

Pola nafkah tersebut dikatakan sudah “mencukupi” jika keluarga terhindar

dari “kemiskinan” lebih baik lagi jika pola nafkah ini mampu meningkatkan

kesejahteraan pencari nafkah beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya. Dengan demikian ketahanan nafkah diperoleh dari penguasaan sejumlah akses terhadap sumber daya serta cadangan dari aset sehingga dapat mengatasi resiko (kedaruratan) dan tahan terhadap kejutan (shock).

Terkait dengan strategi nafkah, Dharmawan (2001) mengungkapkan konsep struktur nafkah. Struktur nafkah merupakan suatu konsep yang sangat berhubungan dengan strategi nafkah. Struktur nafkah diperoleh setelah masyarakat melakukan serangkaian strategi nafkah guna mencapai taraf hidup yang diinginkannya. Penelitian Dharmawan (2001) mengkaji struktur nafkah melalui proporsi atau komposisi tingkat pendapatan yang diperoleh setiap anggota rumahtangga dalam suatu rumahtangga setelah melakukan strategi nafkah dalam kurun waktu satu tahun guna mencapai taraf hidup yang diinginkannya. Komposisi pendapatan tersebut ditunjukkan melalui persentase tingkat pendapatan baik berupa in cash (uang) maupun in kind (barang).

Tingkat pendapatan tersebut diperoleh dari masing-masing aktivitas nafkah (farm dan non farm) yang dilakukan suatu rumahtangga dalam kurun waktu satu tahun dengan satuan rupiah per tahun. Dengan demikian melalui struktur nafkah rumahtangga dapat dilihat tingkat kontribusi masing-masing

(35)

sektor aktivitas nafkah terhadap struktur nafkah rumahtangga. Lebih jelas sumber nafkah bagi rumahtangga pedesaan, menurut Ellis (2000) dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:

a. On-farm: sumber nafkah ini didasarkan dari sumber hasil pertanian budidaya dalam arti luas (sawah, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan).

b. Off-farm: sumber nafkah ini didasarkan dari hasil aktivitas di luar aktivitas pertanian budidaya tetapi masih berkaitan dengan pertanian budidaya, misalnya dari aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan sarana prasarana pertanian budidaya dan pengolahan hasil pertanian budidaya.

c. Non farm: sumber nafkah ini berupa sumber pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi lima, yaitu: upah tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian, usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota dan kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negeri.

Kerangka Konseptual

Kegiatan industri kecil yang berkembang ditengah-tengah masyarakat Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik menyebabkan banyak perubahan diberbagai aspek kehidupan terutama pada aspek ekonomi rumahtangga. Aktivitas ekonomi masyarakat desa di lokasi penelitian sudah banyak yang beralih ke luar sektor pertanian menuju ke sektor industri. Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini akan mengidentifikasi keragaman bentuk aktivitas nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga, serta bentuk strategi apa saja yang dilakukan berdasarkan kedua basis sumber nafkah yang terdapat di lokasi penelitian.

Meski didominasi oleh sumber nafkah berbasis non pertanian atau industri tetapi sumber nafkah basis pertanian masih tetap dilakukan oleh sebagian rumahtangga pengrajin. Merujuk pada sumber nafkah non pertanian atau industri mengakibatkan terjadinya tipe-tipe hubungan produksi yang terjadi pada rumahtangga pengrajin tas dan jaket. Dalam kaitannya dengan nafkah rumahtangga tipe-tipe tersebut menentukan kemampuan rumahtangga menghasilkan pendapatan. Sehingga hal ini erat kaitannya dengan struktur nafkah rumahtangga.

(36)

Keterangan:

: Indikator pengukuran : Indikator pengaruh

Gambar 2 Kerangka konseptual penelitian sumbangan industri kecil menengah terhadap nafkah rumahtangga pedesaan.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan diatas, maka dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga semakin besar peluang industri kecil yang berkembang di pedesaan maka semakin besar pula persentase sumbangan sektor industri terhadap struktur nafkah rumahtangga pedesaan.

Sumber Nafkah Rumahtangga

Sumber Nafkah Berbasis Pertanian

Sumber Nafkah Berbasis Non pertanian (Industri)

Keragaman Strategi Nafkah Rumahtangga

(37)

Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk memberi batasan-batasan yang jelas, sehingga akan memudahkan dalam melakukan pengukuran. Berikut definisi operasional dalam peubah yang akan digunakan dalam penelitian ini:

1. Modal manusia dapat dilihat dari usia, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota rumahtangga yang dapat mempengaruhi aktivitas nafkah, berikut uraiannya:

i. Usia atau umur adalah lamanya hidup seorang individu yang dinyatakan dalam tahun terhitung semenjak dia dilahirkan, terbagi menjadi :

a. Usia remaja : 0-19 tahun b. Usia dewasa : 20-39 tahun c. Usia tua : lebih dari 40 tahun

ii. Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang terakhir dijalani, terbagi atas:

a. Rendah : Tidak sekolah - lulusan SD b. Sedang : Lulusan SMP

c. Tinggi : Lulusan SMA - PT

iii. Jenis kelamin pada responden pengrajin tas maupun jaket : a. Laki-laki

b. Perempuan

iv. Jumlah anggota rumahtangga yang bekerja adalah banyaknya anggota yang bekerja dan menghasilkan pendapatan bagi rumahtangganya tersebut, terbagi atas:

a. Rendah : 0 anggota b. Sedang : 1-2 anggota c. Tinggi : > 2 anggota

2. Modal alam yang meliputi segala sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya, terbagi atas : a. Rendah : 0 lahan pertanian

b. Sedang : 1-2 jenis lahan pertanian c. Tinggi : > 2 lahan pertanian

3. Modal sosial yaitu berupa jaringan sosial dan lembaga dimana rumahtangga ikut berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya, terbagi atas:

i. Organisasi adalah banyaknya organisasi atau perkumpulan yang diikuti dan dimanfaatkan untuk mendapat manfaat, terbagi menjadi:

a. Rendah : 0 b. Sedang :1-2 c. Tinggi : > 2

ii. Jaringan adalah banyaknya keterhubungan rumahtangga dengan pihak luar yang dapat memberikan manfaat, terbagi menjadi:

a. Rendah : 0 b. Sedang : 1-2 c. Tinggi : > 2

(38)

i. Jumlah tabungan adalah banyaknya tabungan (uang) yang dimilki rumahtangga, terbagi menjadi:

a. Rendah : tidak memiliki tabungan

b. Sedang : memiliki tabungan sendiri dirumah c. Tinggi : memiliki tabungan dilembaga keuangan

ii. Pinjaman adalah kemudahan rumahtangga untuk mendapatkan akses terhadap pinjaman atau bantuan, terbagi menjadi:

a. Rendah : tidak ada pinjaman

b. Sedang : pernah melakukan pinjaman c. Tinggi : sedang melakukan pinjaman

5. Modal fisik yaitu modal yang berbentuk infrastruktur dasar, dilihat dari penguasaan asset seperti alat atau mesin produksi digolongkan:

a. Rendah : < 5 buah b. Sedang : 5-10 buah c. Tinggi : > 10 buah

6. Kegiatan industri merupakan suatu rangkaian proses membuat barang mentah menjadi barang jadi dengan beberapa tahapan termasuk didalamnnya adalah pengadaan bahan baku. Asal bahan baku terbagi menjadi tiga kategori yaitu: a. Berasal dari dalam desa

b. Luar desa c. Keduanya

7. Kepemilikan tenaga kerja yaitu jumlah seluruh orang yang bekerja di industri tersebut, besar kecil skala industri juga dapat ditentukan oleh jumlah tenaga kerjanya. Besar kecilnya tenaga kerja digolongkan pada tiga kategori yang mendefisinikan skala dari industri tersebut:

a. Kecil : 2-19 orang b. Menengah : 20-99 orang c. Atas : diatas 99 orang 8. Strategi nafkah

Strategi nafkah merupakan semua cara atau aktiviats yang dilakukan dalam upaya pencarian pendapatan. Strategi nafkah yang terbentuk pada rumahtangga pengrajin tas dan jaket ialah sebagai berikut:

a. Strategi nafkah ganda

b. Strategi pemanfataan modal sosial, terdiri dari : - Kekerabatan

- Pertemanan

(39)

i. Tingkat pendapatan sektor pertanian (farm) total uang yang diterima oleh rumah tangga dari bekerja di sektor pertanian seperti bertani, berternak, berkebun dll. Dengan proporsi rata-rata sebagai berikut: a. Pendapatan rendah jika <Rp 1.224.000,-

b. Pendapatan sedang jika Rp 1.224.000,- > x > Rp 7.680.000,- c. Pendapatan tinggi jika >Rp 7.680.000,-

ii. Tingkat pendapatan sektor non pertanian (industri) adalah total uang yang diterima oleh rumah tangga dari bekerja di sektor non pertanian seperti menjadi buruh pengrajin, berdagang, menjadi kuli angkut dan sebagainya. Pada penelitian ini responden dikategorikan menurut tipologi hubungan inudstri sehingga didapatkan rumusan sebagai berikut:

a.PSM (Pengrajin Skala Menengah) :

Pendapatan rendah jika ≤ Rp 60.000.000,-

Pendapatan sedang jika Rp 60.000.000,- < x < Rp 144.000.000,- Pendapatan tinggi jika ≥ Rp 144.000.000,-

b.PSK (Pengrajin Skala Kecil) :

Pendapatan rendah jika ≤ Rp 29.394.000,-

Pendapatan sedang jika Rp 29.394.000,- < x < Rp 43.199.000,- Pendapatan tinggi jika ≥ Rp 43.199.000,-

c.PSC (pengrajin Sub Contracting) :

Pendapatan rendah jika ≤ Rp 15.438.000,-

Pendapatan sedang jika Rp 15.438.000,- < x < Rp 19.263.000,- Pendapatan tinggi jika ≥ Rp 19.263.000,-

iii.Tingkat pengeluaran yaitu jumlah uang yang dikeluarkan untuk segala keperluan rumahtangga dengan proporsi sama seperti tingkat pendapatan dikategorikan berdasarkan tipologi hubungan industri seperti hal nya pada tingkat pendapatan.

iv.Tingkat saving capacity merupakan kemampuan menabung rumahtangga yang nilainya berbeda-beda tergantung pada kemampuan ekonomi rumahtangga tersebut. Saving capacity dihitung berdasarkan tingkat pendapatan dikurangi dengan tingkat pengeluaran:

S = Pendapatan – Pengerluaran

(40)
(41)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknik penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data hasil penelitian. Berikut adalah uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah dua desa berbeda yaitu Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Desa tersebut dipilih karena kondisi masyarakatnya sudah banyak mengalami perubahan baik pada aspek sosial maupun ekonomi akibat perkembangan industri di wilayah tersebut khususnya industri kecil seperti kerajinan tas dan jaket. Sektor pertanian tidak lagi menjadi mata pencaharian satu-satunya bagi rumahtangga. Berdasarkan alasan tersebut maka lokasi ini dipiih sebagai tempat penelitian. Kemudian dua desa yang berbeda dipilih dengan alasan untuk membandingkan antara keduanya, apakah peran industri kecil dirasakan sama atau tidak terhadap sumber nafkah rumahtangga.

Kegiatan penelitian ini berlangsung mulai dari bulan maret hingga bulan Mei 2014. Rangkaian kegiatan penelitian ini meliputi penyusunan studi pustaka, proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penyusunan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Unit analisis yang diambil oleh peneliti adalah rumahtangga pengrajin tas dan jaket di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik. Untuk itulah alasan mengapa rumahtangga masyarakat Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik diteliti agar dapat mengetahui bagaimana peran sektor industri terhadap strategi dan struktur nafkah tumahtangga. Informasi dan data penelitian diperoleh melalui responden dan informan.

(42)

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam menggali fakta dan infomasi di lokasi penelitian adalah dengan metode pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penggambilan data kuantitatif meliputi data primer dan data sekunder, data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil kuesioner responden sedangkan data sekunder merupakan data dan informasi yang berasal dari dokumen-dokumen pemerintah setempat mengenai situasi dan kondisi wilayah lokasi penelitian. Sedangkan pendekatan kualitatif berdasarkan dari hasil wawancara mendalam dengan responden yang dipilih untuk pengumpulan informasi. Lebih lengkap teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :

Tabel 1 Jenis dan teknik pengumpulan data Teknik Pengumpulan

Data Jenis Data

Kuantitatif Karakteristik responden Pemanfaatan Livelihood Assets

Strategi nafkah

Struktur pendapatan pertanian Struktur pendapatan industri

Wawancara mendalam Gambaran lokasi penelitian Sejarah masuknya industri Rantai nilai industri Bagaimana strategi nafkah Bagaimana struktur nafkah

Observasi Lapang Aktivitas keseharian rumahtangga Analisis Dokumen Data gambaran umum desa

Data BPS

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif akan diolah menggunakan tabel frekuensi. Kemudian akan dideskripsikan kembali sehingga data yang dihasilkan dapat dibaca secara jelas. Selanjutnya data kualitatif berupa wawancara mendalam dan observasi lapang akan diolah secara deskriptif untuk mendukung data hasil pendekatan kuantitatif dengan melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak diperlukan sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah.

(43)
(44)
(45)

PROFIL LOKASI PENELITIAN

Kondisi Demografis Lokasi Penelitian

Secara administratif Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kabupten Bogor sendiri terletak pada koordinat 6018’6047’10 LS dan 106023’45-1070 13’30 BT, berbatasan langsung dengan Kabupaten Tangerang, Cianjur, Sukabumi, dan Lebak Banten membuat Kabupaten Bogor memiliki letak yang cukup strategis. Luas wilayah Kecamatan Ciampea ialah sebesar 51,06 km2, kecamatan ini terdiri dari 13 desa/kelurahan dimana diantaranya adalah Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik. Pusat Kecamatan Ciampea ini terletak di Desa Bojongrangkas tepatnya di tepi jalan raya Bogor-Leuwiliang. Lokasi ini dapat dicapai dengan menggunakan transportasi umum dari terminal bubulak jurusan Ciampea, Leuwiliang, dan Jasinga. Jarak yang ditempuh untuk mencapai ke Kecamatan Ciampea ini dari Kota bogor adalah kurang lebih sejauh 14 Km. Adapun kondisi demografi Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik secara umum sebagai berikut :

Tabel 2 Kondisi demografis Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

Desa Bojongrangkas Desa Cihideung Udik

Luas Wilayah (Ha) 104 284

Jumlah Penduduk (Jiwa) 11.279 13.881

Laki-laki (Jiwa) 5.832 7.208

Perempuan (Jiwa) 5.447 6.673

Jumlah KK (Jiwa) 2.932 3.428

Jumlah Rukun Warga 8 15

Jumlah Rukun Tangga

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

35 2.024

48 3.053 Sumber : Data sekunder desa, 2013-2014

Selain itu letak geografis dan topografi Kecamatan Ciampea secara umum adalah berupa tanah daratan dan bukit yang berada pada ketinggian berkisar 150 m di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata berkisar antara 300 celcius sampai dengan 320 celcius.

Kondisi Infrastruktur Desa Penelitian

(46)

mobilitas penduduk sekarang ini dibanding dahulu. Meskipun jumlah angkutan umum yang tersedia tidak sebanyak dibandingkan pada jalan raya utama. Kemudian peningkatan partisipasi dan kesadaran penduduk akan pendidikan tentunya harus diimbangi dengan sarana dan prasarana fisik pendidikan. Begitu pula dengan sarana ekonomi dan kesehatan. Untuk membantu peningkatan pembangunan daerah, sarana fisik dari ketiga aspek berikut sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya di wilayah pedesaan. Berikut tabel ketersediaan jumlah sarana pendidikan, ekonomi, dan kesehatan di kedua desa penelitian :

Tabel 3 Data infrastruktur Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

Desa Bojongrangkas Desa Cihideung Udik

Sarana Pendidikan (unit) TK/PAUD 7 TK/PAUD 8

SD 6 SD 6

SMP 2 SMP 2

SMA - SMA 1

Sarana Ekonomi (unit) KUD - KUD 2

Pasar - Pasar 1

Industri RT 2 Industri RT 78 Industri Kecil 1 Industri Kecil 1 Industri Sedang 4 Industri Sedang 2 Industri Besar 1 Industri Besar - Sarana Kesehatan (unit) Posyandu 9 Posyandu 13

Puskesmas 1 Puskesmas 1 Dokter Umum 2 Dokter Umum 3

Bidan 4 Bidan 4

Sumber : Data Sekunder Desa, 2013-2014

Kondisi Sosial Ekonomi masyarakat desa penelitian

Penduduk kedua desa lokasi penelitian sebagaimana mayoritas penduduk desa pada umumnya adalah beragama muslim. Jika dilihat dari data sekunder ketersediaan sarana dan prasaranan peribadatan kedua desa ini sudah cukup baik khususnya dalam ketersediaan tempat peribadatan seperti mesjid, mushola, dan bahkan pondok pesantren. Tercatat sebanyak 8 unit pondok pesantren yang bertempat di Desa Bojongrangkas, kondisi ini dapat dikatakan cukup baik dalam menunjang pendidikan agama bagi penduduk desa setempat.

(47)

Selain itu sarana dan prasarana pendidikan yang kurang juga menjadi salah satu penyebab rendahnya kesadaran akan pendidikan. Berikut tabel yang menggambarkan tingkat pendidikan masyarakat di kedua desa penelitian.

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Bojongrangks dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

Tingkat Pendidikan Desa Bojongrangkas Desa Cihideung Udik

Tamat SD (Jiwa) 2 102 1 914

Tamat SMP (Jiwa) 1 043 1 363

Tamat SMA (Jiwa) 923 1 269

Perguruan Tinggi (Jiwa) 804 987

Sumber : Data Sekunder Desa, 2013-2014

Berdasarkan Tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk dari kedua desa hanya mengenyam bangku sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan di kedua desa penelitian adalah rendah. Meski lokasi penelitian tidak seberapa jauh dari pusat kabupaten yang memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang lebih memadai, tetapi tingkat kesejahteraan masyarakat adalah faktor utama dalam terpenuhinya kebutuhan akan pendidikan tersebut.

Kemudian berdasarkan data sekunder lain Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik diketahui bahwa jenis mata pencaharian yang mendominasi di kedua desa adalah wirausaha. Meski kedua lokasi penelitian adalah wilayah pedesaan tetapi keragaman aktivitas ekonomi sudah semakin pesat tidak lagi hanya mengandalkan sektor pertanian. Berikut daftar tabel jenis pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat desa lokasi penelitian:

Sumber : Data Sekunder Desa, 2013-2014

Gambar 3 Persentase sebaran mata pancaharian penduduk di Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik tahun 2013-2014

9% 6%

20%

10%

55%

7% 14%

18%

5%

65%

Petani Buruh tani Pedagang PNS Wirausaha lain

(48)

Berdasarkan Gambar 3 tersebut dapat diketahui bahwa dominasi pekerjaan rumahtangga desa lokasi penelitian adalah dengan berwirausaha yaitu sebesar 55% di Desa Bojongrangkas dan 65% di Desa Cihideung Udik. Jenis wirausaha yang dilakukan bermacam-macam tentunya, tetapi yang lebih mendominasi adalah dalam bidang industri yaitu industri kecil menengah tas di Desa Bojongrangkas dan industri kecil menengah jaket di Desa Cihideung Udik. Meski tidak semua memiliki usaha tetapi para pekerja yang bekerja pada usaha tersebut juga adalah penduduk desa asli. Sedangkan dalam bidang pertanian hanya menempati sebagaian kecil dari persentase keseluruhan. Hal tersebut banyak disebabkan karena lahan pertanian yang sudah banyak terkonversi menjadi lahan pemukiman sehingga peluang usaha dalam bidang tersebut semakin sempit. Seperti penuturan salah seorang responden berikut ini:

“Bagaimana mau bertani dek, lahan pertaniannya saja sudah tidak ada semua dijadikan rumah-rumah. Kalau pun ada yang masih tersisa pasti sudah dibeli oleh orang kota untuk dijadikan investasi. Kalo kita-kita gini sih ya paling jadi buruh tani saja, gajinya gak seberapa buat makan sehari-hari aja kurang. Makanya warga sini lebih banyak bikin tas. Alhamdulillah orderan ada terus walaupun kadang dapat besar kadang dapat kecil ya gak apa-apa” (Bapak Ace, 50thn)

Sedikit berbeda dengan Desa Bojongrangkas, Desa Cihideung Udik masih memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Tetapi penghasilan yang didapat dari hasil bertani tidaklah cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari. Kondisi gagal panen pun sering dialami oleh warga Desa Cihideung Udik akibat serangan hama atau lain sebagainya. Untuk itu menjadi pengrajin jaket adalah pilihan yang tepat untuk menambah pemasukan rumahtangga.

Gambaran Umum Industri Kecil Menengah Tas Dan Jaket

Sejarah Berdirinya Industri

Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik di wilayah Kabupaten Bogor memang sudah terkenal sebagai sentra penghasil tas dan jaket sejak tahun 90-an, tetapi sebelumnya tidak sebanyak seperti sekarang ini. Hanya sekitar 10 pengrajin saja di tiap desa dengan berbekal pengalaman bekerja di kota–kota besar seperti Jakarta. Namun setelah masa orde baru selesai ketika terjadi demonstrasi besar-besaran untuk menurunkan Presiden Soeharto yang kala itu masih menjabat sekitar tahun 1998, banyak penduduk desa yang awalnya bekerja di Jakarta akhirnya memutuskan untuk pulang kampung.

(49)

“awal mula usaha tas ini sebenarnya dari orangtua dulu, dimana

mereka bekerja di suatu konveksi di daerah Jakarta merasa berat bila harus terus tinggal di Jakarta dan jauh dari keluarga. Akhirnya mereka meminta untuk membawa pulang saja pekerjaannya ini ke rumah, baru kemudian dikirim kembali ke Jakarta. selanjutnya mereka yang merasa sudah cukup ilmu dan pengalaman dalam industri tas ini akhirnya memutuskan untuk mendirikan sendiri usaha tas dengan dibantu oleh orang-orang terdekat”(Bapak Ens, 45thn)

Begitu pula yang terjadi di Desa Cihideung Udik, bahkan untuk kasus Desa Cihideung Udik, industri kecil jaket ini sudah mulai ada sekitar tahun 80-an. Awal berdirinya juga memiliki kesamaaan dengan Desa Bojongrangkas yaitu berbekal pengalaman bekerja di Jakarta dan Bandung lalu para pengrajin mulai membuat jaket di desa asal mereka. Pada awalnya hanya menjadi buruh saja tetap mengambil pekerjaan dari Jakarta kemudian dibawa ke rumah dan dikirim kembali. Tetapi kemudian mulai banyak yang membuka sendiri usahanya tanpa menginduk atau bergantung pada Bos di Jakarta. Berikut pengalaman salah satu responden pengrajin jaket.

Jenis Industri Kecil

Industri kecil yang berkembang di kedua desa lokasi penelitian yaitu berupa industri kecil tas dan jaket. Berdasarkan klasifikasinya industri kecil adalah yang memiliki tenaga kerja antara 5 sampai dengan 20 orang. Menurut hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, memang sebagaian besar adalah industri kecil tetapi ada juga yang yang berskala sedang atau menengah yaitu yang memiliki tenaga kerja lebih dari 20 sampai 99 orang tetapi jumlahnya hanya sedikit. Kemudian tipe industri kecil yang terdapat di kedua lokasi penelitian sebagaian besar adalah industri non formal. Dimana dalam kegiatan industri tersebut sebagian besar tidak memiliki ijin usaha yang sah, bahkan terdaftar di kantor desa saja tidak.

Hal ini sebenarnya bukan semata-mata karena kekurang pahaman penduduk desa akan pentingnya ijin usaha tersebut tetapi juga dikarenakan dari pihak aparat pemerintah desa yang kurang memperhatikan. Selain itu juga menurut penuturan salah seorang warga desa proses membuat surat perijinan cukup rumit dan pada akhirnya akan membuat tempat usaha mereka terkena pajak, sehingga sebagian besar dari mereka memutuskan untuk tidak membuat ijin

“awalnya ya cuma coba-coba seperti bapak saya dulu, selain

(50)

usaha tersebut. Jumlah industri berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor, pada industri kecil formal dan non formal adalah sebagai berikut :

Tabel 5 Jumlah dan profil industri kecil formal dan non formal di Kabupaten Bogor tahun 2012

Formal Industri tekstil 65 1.387.910.000 1 523

Industri kulit 8 518.750.000 97

Non Formal Industri tekstil 127 277.479.721 602

Industri kulit 295 647.282.670 1 232

Sumber :www.kotabogor.go.id/investasi/industri

Data diatas menunjukan bahwa jumlah industri kecil non formal jauh lebih banyak dibanding industri formal, namun nilai investasi yang dihasilkan lebih kecil dari sektor formal. Kemudian agar tempat usaha mereka terbebas dari pajak usaha, strategi yang dilakukan adalah membawa pekerjaan ke rumah masing-masing sehingga skalanya menjadi skala rumahtangga atau skala yang lebih kecil. Baik dalam industri tas di Desa Bojongrangkas maupun jaket di Desa Cihideung udik, sebagian besar mengerjakan pekerjaan di rumah masing-masing sehingga tidak menggunakan satu tempat besar seperti pabrik.

Para pengrajin yang memiliki tenaga kerja lebih dari 10 orang biasanya menyuruh pegawai-pegawainya untuk mengerjakan pekerjaan di rumah mereka masing-masing. Tetapi ada juga yang memang skalanya termasuk industri sedang dan mempunyai tempat usaha yang besar dan jumlah tenaga kerja yang mencapai 30 orang namun bentuknya seperti rumah tidak berbentuk layaknya sebuah pabrik. Dari kedua desa penelitian yang memiliki tempat usaha seperti itu hanyalah sedikit, hanya satu sampai dua tempat saja.

Industri Tas Bojongrangkas

Kegiatan industri kecil menengah di Desa Bojongrangkas yaitu berupa industri tas. Berbagai jenis tas diproduksi di desa ini sebagai contoh : tas wanita, tas promosi, tas travel, jenis-jenis tas menengah ke bawah dan menengah ke atas juga dibuat di sini. Dengan menggunakan alat-alat yang relatif sederhana dan mudah ditemukan para pekerja dan pengrajin tas ini melakukan pekerjaannya dengan sangat tekun. Berbagai orderan baik itu dari perorangan maupun membawa nama perusahaaan/instansi datang ke tempat usaha mereka. Pesanan yang datang tidak hanya berasal dari sekitar Bogor saja melainkan luar Bogor seperti Tangerang, Bekasi, Jakarta, bahkan hingga Kalimantan.

(51)

banyak yang berdatangan untuk mengorder tas promosi yaitu Ponds, SK II, dan lain sebagainya pernah memesan tas-tas promosi untuk produk mereka ke desa Bojongrangkas. Tidak hanya konsumen dari instansi-instansi konsumen perorangan pun sering kali berdatangan langsung untuk memesan tas ke Desa Bojongrangkas, biasanya mereka datang mencari produk yang sama kualitasnya seperti di mall-mall tetapi dengan harga yang relatif lebih terjangkau.

Terdapat 30 unit usaha industri tas maupun jaket yang dapat diidentifikasi dengan status milik pribadi dan bersifat non formal. Tetapi tidak semua pemilik usaha tersebut dapat ditemui karena kesibukan masing-masing. Agar lebih memudahkan, penulis mewawancarai anggota keluarga dari pemilik usaha tersebut untuk memperoleh informasi sebenar-benarnya mengenai usaha industri yang dimiliki oleh rumahtangga. Setiap pemilik usaha memiliki tenaga kerja dengan jumlah yang berbeda-beda. Sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di industri kecil menengah tas di Desa Bojongrangkas adalah berasal dari desa itu sendiri meski ada pula yang berasal dari luar desa tetapi masih di wilayah Kecamatan Ciampea. Semakin dekat tempat tinggal tenaga kerja tersebut akan semakin memudahkan dalam melakukan pekerjaan, serta tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjangkau tempat bekerja. Berikut tabel jumlah dan persentase asal tempat tinggal dari tenaga kerja industri tas Bojongrangkas berdasarkan hasil survey penelitian:

Tabel 6 Jumlah dan persentase asal tenaga kerja pada industri tas di Desa Bojongrangkas tahun 2013-2014

Asal Tenaga Kerja Jumlah %

Dalam desa 25 71,43

Luar desa 2 5,72

Keduanya 8 22,85

Total 35 100,00

Sumber: Data Primer (diolah), 2013-2014

Hubungan yang terjalin antara pemilik usaha dengan pegawai atau tenaga kerja sangatlah beragam yaitu berdasarkan hubungan keluarga, tetangga, pertemanan maupun atas dasar pekerjaan itu sendiri. Kemampuan pengrajin dan para pegawainya dalam membuat tas rata-rata karena belajar dengan anggota keluarga yang juga menekuni pekerjaan ini, tidak ada kursus-kursus yang mereka ikuti, meskipun ada hanya sebagian kecil saja yang mengikuti dan itu pun bila diselenggaran kursus atau pelatihan UMKM dari pemerintah daerah. Informasi ini didapatkan menurut salah satu responden.

Gambar

Gambar 1  Mobilisasi modal dan sumber daya manusia (SDM) pedesaan di dua
Gambar 2  Kerangka konseptual penelitian sumbangan industri kecil menengah          terhadap nafkah rumahtangga pedesaan
Tabel 1  Jenis dan teknik pengumpulan data
Tabel 2  Kondisi demografis Desa Bojongrangkas dan Desa Cihideung Udik  tahun 2013-2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh citra merek terhadap ekuitas merek dan ekuitas merek terhadap respon

Pada turbidimetri, detektor diletakkan segaris dengan sumber sinar (sudut 0 o ), sedangkan untuk nefelometri 90 o .Dapat pula digunakan alat yang lebih canggih, dengan detektor

dan pengembangan program, pelaksanaan program, evaluasi program ). Setelah itu tahap peningkatan kemampuan intelektual dan kecakapan keterampilan. Implementasi program

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) karakteristik dan pola konsumsi masyarakat Muslim di Provinsi Jambi berdasarkan jenis pekerjaan, pendidikan, pendapatan

Secara istilah (terminology), dikotomi didefiniskan sebagai pemisahan antara ilmu dan agama yang kemudian berkembang menjadi fenomena-fenomena dikotomik yang lain, seperti dikotomi

BPR-BKK Purwokerto Utara; konsep dan fungsi pemasaran dalam dunia bisnis, termasuk didalamnya konsep segmentasi pasar; konsep kredit, fungsi, dan teknik

4.1.2.3 Hasil Perubahan Perilaku Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran Keterampilan Membaca untuk Menemukan Gagasan Utama dengan Menggunakan Metode Think, Pair, and

Untuk Kebutuhan Makan dan Minum pengeluaran yang dibutuhkan bersumber dari hasil ladang yang dimiliki oleh bapak Jaya.. Hasil ladang yang dimiliki Bapak Jaya