• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau Dan Potensi Emisi Co2 Dengan Suhu Udara Di Dki Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau Dan Potensi Emisi Co2 Dengan Suhu Udara Di Dki Jakarta"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU

DAN POTENSI EMISI CO2 ANTROPOGENIK

DENGAN SUHU UDARA DI DKI JAKARTA

RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Ruang Terbuka Hijau dan Potensi Emisi CO2 Antropogenik dengan Suhu Udara di DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA. Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Potensi Emisi CO2 dengan Suhu Udara di DKI Jakarta. Dibimbing oleh SITI BADRIYAH RUSHAYATI dan AGUS PRIYONO KARTONO.

Salah satu faktor penyebab peningkatan suhu udara dapat disebabkan oleh penurunan luas Ruang Terbuka Hijau dan emisi karbon dioksida (CO2). Penelitian ini bertujuan untuk menduga persamaan hubungan antara luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi CO2 antropogenik dengan suhu udara di DKI Jakarta. Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara dan luas RTH dengan suhu udara menggunakan analisis regresi sederhana. Persamaan antara potensi dengan suhu udara yaitu suhu udara = 23.2 + 0.5(potensi emisi CO2) dengan nilai R2 = 0.96 dan p = 0.006. Pada setiap kenaikan 1 juta ton CO2 dari sektor transportasi dan penduduk, akan menengkatkan suhu udara naik sebesar 0.5 oC. Persamaan luas RTH dengan suhu udara yaitu suhu udara = 29.3 – 0.01(luas RTH) dengan nilai R2 = 0.99 dan p = 0.004. Pada setiap penurunan luas RTH 1 km2, akan meningkatkan suhu udara sebesar 0.01 oC.

Kata kunci: emisi CO2, regresi linier sederhana, ruang terbuka hijau, suhu udara.

ABSTRACT

RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA. The Relationship Between the Wide of Green Open Space Area and Potential CO2 Emissions with The Air Temperature in DKI Jakarta. Supervised by SITI BADRIYAH RUSHAYATI and AGUS PRIYONO KARTONO.

Some of the causes temperature increase can be caused by a widespread decline green open space and the emission of carbon dioxide (CO2). This thesis aimed to estimate the equation of the wide green open space and potential anthropogenik CO2 emissions with the air temperature in DKI Jakarta. Relations potential CO2 emission with the air temperature and the wide of the green open space with the air temperature using simple regression analysis. Equation between the potential CO2 emission with air temperature namely air temperature = 23.2 + 0.5(potential CO2 emission) with value R2 = 0.96 and p = 0.006. On every increase of 1 million tons of CO2 which got from the transportation sector and population, so temperature rose to 0.5 oC. Equation between the wide of green open space with air temperature namely air temperature = 29.3 – 0.01(wide of green open space) with value R2 = 0.99 and p = 0.004. On each wide of green open space declined in 1 km2, then caused temperature rose to 0.01 oC.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

HUBUNGAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU

DAN POTENSI EMSI CO2 ANTROPOGENIK

DENGAN SUHU UDARA DI DKI JAKARTA

RUTH AFRICILIA IMANUEL ERTA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan anugrah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ialah mengenai lingkungan, dengan judul Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Potensi Emisi CO2 Antropogenik dengan Suhu Udara di DKI Jakarta.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena tidak luput dari dukungan berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penghargaan dan terimakasih penulis berikan kepada Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku dosen pembimbing yang dengan sepenuh hati mendukung serta senantiasa memberikan kritik dan saran kepada penulis. Ibu Evan, Ibu Ratna beserta seluruh staf tata usaha DKSHE yang telah membantu penulis dalam mengurus semua administrasi. Para Staf Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi DKI Jakarta, Pertamina UPMS unit III, dan BMKG Jakarta atas bantuan kepada penulis dalam mengumpulkan data.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir Penelitian 2

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 9

Potensi Emisi CO2 10

Tutupan dan Penggunaan Lahan DKI Jakarta 11

Hubungan Potensi Emisi CO2 dan Luas RTH dengan Suhu Udara 15

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data penelitian 4

2 Emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk Jakarta tahun 2000–2012 10 3 Potensi emisi CO2 di DKI Jakarta tahun 2000–2012 11 4 Tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta tahun 2000 –2012 12 5 Analisis regresi linier sederhana antara suhu udara dengan potensi emisi

CO2 15

6 Analisis regresi linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara 17

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 2

2 Peta lokasi penelitian 3

3 Bagan alir pengolahan citra satelit landsat ETM+ 8

4 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000 13

5 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2004 14

6 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2008 14

7 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2012 15

8 Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara 16

9 Hubungan luas RTH dengan suhu udara 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Potensi emisi CO2 pada sektor transportasi tahun 2000–2012 21 2 Uji Normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov 22

3 Uji korelasi Pearson 23

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau bahang kota (Urban Heat Island) merupakan salah satu fenomena yang banyak melanda berbagai Negara khususnya di kota-kota besar. Urban Heat Island (UHI) dicirikan dengan suhu udara di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara yang berada di daerah sekitarnya (Rushayati 2012). Salah satu kota di Indonesia yang mengalami fenomena tersebut adalah Jakarta.

Jumlah penduduk DKI Jakarta yang kian meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan kebutuhan akan penggunaan lahan semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan ketersediaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi berkurang dan berakibat pada bertambahnya luas lahan terbangun. Pengurangan luas RTH merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan suhu udara (Effendy 2007).

Effendy (2007) menyatakan setiap pengurangan 50% RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0.4–1.8 °C dan penambahan RTH 50% hanya menurunkan suhu udara sebesar 0.2–0.5 °C. Menurut Rachman (2010), setiap penambahan luasan RTH dengan lahan bervegetasi pohon seluas 10 ha dapat menurunkan suhu 0.7 °C.

Selain itu, perubahan suhu udara diperkotaan disebabkan juga oleh meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) seperti gas karbondioksida (CO2) dan lainnya (Dahlan 2007). Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya kebutuhan energi berupa Bahan Bakar Minyak dan Gas (BBMG) yang digunakan untuk kendaraan bermotor, industri, maupun rumah tangga. Hasil sidang lingkungan hidup sedunia di Jepang pada November 1991 menyatakan bahwa kendaraan bermotor sebagai penghasil CO2 adalah penyebab utama kenaikan suhu udara di dunia.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa luas RTH maupun emisi gas CO2 memberikan kontribusi yang tinggi terhadap perubahan suhu udara di kota Jakarta. Perubahan suhu menyebabkan kondisi iklim mikro yang tidak nyaman bagi manusia sehingga akan meningkatkan penggunaan energi untuk Air Conditioning (Guo-yu et al. 2013); serta perubahan suhu udara yang ektrem akan mempengaruhi laju metabolisme dan kesehatan pada tubuh manusia manusia dengan timbulnya penyakit seperti hipertermia (Hamada et al. 2013). Menurut Li dan Zeid (2013), pada studi epidemiologis di Amerika Serikat ditemukan 4.5% resiko kematian manusia untuk setiap peningkatan 1 °C suhu udara. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan untuk mendapatkan persamaan hubungan antara luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi CO2 terhadap suhu udara di Kota DKI Jakarta, sehingga dapat dilakukan tindakan mitigasi dan adaptasi yang efektif serta efisien dalam menurunkan suhu udara di DKI Jakarta.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai masukan dan gambaran kepada masyarakat mengenai hubungan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan potensi emisi gas karbon dioksida (CO2) antropogenik dengan suhu udara di DKI Jakarta serta sebagai bahan pertimbangan kepada pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan tindakan mitigasi dan adaptasi terhadap kenaikan suhu udara di DKI Jakarta.

Kerangka Pikir Penelitian

Jumlah penduduk yang meningkat salah satu penyebab tingginya kebutuhan masyarakat akan penggunaan lahan di DKI Jakarta sehingga areal Ruang Terbuka Hijau (RTH) diubah menjadi lahan terbangun. Selain itu, meningkatnya penduduk dari tahun ke tahun menyebabkan kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak dan Gas (BBMG) meningkat yang berakibat pada meningkatnya emisi CO2. Luas RTH yang menurun dan emisi CO2 berdampak pada peningkatan suhu udara khususnya di DKI Jakarta. Model hubungan antara luas RTH dan emisi CO2 dengan suhu udara diharapkan dapat menentukan tindakan mitigasi dan adaptasi yang tepat dan efisien terhadap peningkatan suhu udara. Kerangka pikir tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Perubahan

tutupan dan penggunaan

lahan

Kota DKI Jakarta

Permasalahan

Kebutuhan BBMG meningkat

Luas lahan terbangun meningkat

Emisi CO2 meningkat

Peningkatan suhu udara

Menduga model hubungan

Tindakan mitigasi dan adaptasi

Jumlah penduduk meningkat

(13)

3

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan diantaranya jumlah konsumsi Bahan Bakar Minyak pada sektor transportasi, jumlah penduduk, data suhu udara, peta administrasi serta citra landsat ETM+ path/row 122/064 tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012.

Alat

Alat yang digunakan diantaranya satu set komputer dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 dan ArcGIS 10.1 untuk pengolahan citra landsat dan peta, Global Positioning System (GPS), IBM SPSS 22, Microsoft Excell, Microsoft Word.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota DKI Jakarta selama tiga bulan yaitu dari bulan April hingga Juni 2014. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

(14)

4

Asumsi dan Batasan Penelitian

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lingkungan udara Kota DKI Jakarta merupakan lingkungan yang tertutup sehingga tidak ada udara masuk maupun keluar, kendaraan yang masuk ke dalam Kota DKI Jakarta dianggap sama dengan jumlah kendaraan yang keluar dari Kota DKI Jakarta, dan jumlah penduduk yang masuk dan keluar dari wilayah Kota DKI Jakarta dianggap sama.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil perhitungan yang menggunakan data instansi dan pengolahan citra satelit landsat ETM+, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka berupa literatur dalam bentuk jurnal ataupun buku. Adapun data yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap analisis. Tahap pertama yaitu perhitungan potensi emisi gas CO2 antropogenik yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dari sumber jumlah penduduk maupun transportasi. Tahap kedua, analisis luas tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012. Tahap ketiga adalah analisis hubungan variabel luas Ruang Terbuka Hijau dan potensi emisi CO2 dengan suhu udara rata-rata tahunan. Pada tahap ketiga analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana. Variabel luas RTH dan potensi emisi CO2 memiliki korelasi yang tinggi sehingga tidak memenuhi asumsi klasik pengujian regresi (Priyatno 2012). Berdasarkan hal tersebut dilakukan analisis regresi linier sederhana dalam menghubungkan masing-masing variabel luas RTH dan potensi emisi CO2 dengan suhu udara.

No. Data yang digunakan Jenis data Sumber data Primer Sekunder Citra Landsat 7 ETM+

(15)

5

Perhitungan Potensi Emisi CO2 dari Sumber Emisi

Potensi emisi CO2 dihitung dengan menggunakan metode yang dikeluarkan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) tahun 1996. Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi Bahan Bakar Minyak dan jumlah penduduk.

Energi Bahan Bakar Minyak

Energi bahan bakar digunakan untuk aktivitas industri, transportasi, rumah tangga, serta pembangkit listrik. Emisi CO2 dihasilkan melalui proses pembakaran. Aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO2 dihubungkan dengan jenis bahan bakar serta jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan.

Jumlah energi yang dihasilkan bahan bakar dihitung dengan cara:

Keterangan:

jumlah energi yang dihasilkan dari konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/tahun)

konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (103 ton/tahun) nilai kalori bersih atau faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar (TJ 10-3 ton)

jenis bahan bakar (bensin dan solar) Ton Joule

Kandungan karbon yang terdapat pada setiap bahan bakar minyak dihitung dengan menggunakan cara:

kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun) faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/TJ)

Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar digitung

emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton C/tahun) fraksi CO2 (BBM = 0,99; BBG = 0,995; batubara = 1)

Total emisi CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dihitung dengan cara:

Ci (TJ/tahun) = ai (103 ton/tahun) x bi (TJ/103 ton)

EmCi (ton C/tahun) = Ci (TJ/tahun) x di (ton C/TJ)

EmaCi (ton C/tahun) = EmCi (TJ/tahun) x f

(16)

6

Keterangan:

Ei = emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (ton CO2/tahun)

Jumlah Penduduk

Berdasarkan Goth (2005) diacu dalam Dahlan (2007), rata-rata manusia bernapas dalam keadaan sehat serta tidak banyak bergerak sebanyak 12-18 kali per menit sekitar 500 ml udara setiap tarikan napas dan jumlah gas CO2 yang dihasilkan oleh manusia sebesar 39.6 gr/jam/orang. Adapun perhitungan CO2 yang dihasilkan oleh penduduk DKI Jakarta adalah:

Keterangan:

jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke-t (jiwa)

jumlah karbondioksida yang dihasilkan manusia (0.96 kg CO2/jiwa/hari atau 0.3504 ton CO2/jiwa/tahun)

Analisis Luas Tutupan dan Penggunaan Lahan

Analisis luas tutupan dan penggunaan lahan dilakukan pengolahan dengan citra Landsat ETM+ path/row 122/064 dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1. Pengolahan citra landsat ETM+ meliputi pemulihan citra, penajaman citra, pemotongan wilayah kajian, survei lapangan, dan klasifikasi tutupan lahan (Suwargana 2005).

a. Pemulihan citra (Imange restoring)

Pada saat pengambilan citra oleh satelit terdapat perubahan yang dialami oleh citra, sehingga diperlukan perbaikan radiometrik dan geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi. Koreksi geometrik digunakan untuk menyetarakan posisi koordinat dari citra landsat dengan menggunakan peta topografi.

b. Penajaman citra (Image enhancement)

Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual untuk tujuan tertentu.

c. Pemotongan (Subset) wilayah kajian

Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan yaitu berdasarkan batas administrasi wilayah Kota Jakarta. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of Interest (AOI).

(17)

7 d. Survei lapangan

Survei lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Setiap lokasi survei yang mewakili kelas penutupan lahan, diambil titik koordinatnya dengan menggunakan GPS untuk diverifikasikan dengan data citra.

e. Klasifikasi penutupan lahan

Klasifikasi merupakan proses pengelompokkan dari nilai-nilai spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokkan kelas yaitu klesifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (Supervised classification) yang menggunakan training sample. Langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel

Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan (training sample areas) dengan menggunakan peta rupa bumi tahun 2014 sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi kedalam kelas badan air, rawa, lahan terbangun, Ruang Terbuka Hijau (RTH), sawah, dan rumput.

2. Proses klasifikasi

Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan metode pengkelas kemiripan maksimum (maximum likehood classification. Metode klasifikasi pengkelas kemiripan maksimum yaitu metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan spektral maksimum suatu objek yang dominan akan dimasukkan menjadi satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan ke dalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas penutupan lahan dan presentase penutupan lahan dari masing-masing kelas. 3. Uji Akurasi

(18)

8

Gambar 3 Bagan alir pengolahan citra satelit landsat ETM+

Hubungan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Potensi Emisi CO2

dengan Suhu Udara

Normalitas Data

Uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menentukan pola sebaran data hasil pengamatan. Jika hasil signifikan KS>0.5 (p>0.05) menandakan data hasil pengamatan berdistribusi secara normal. Menurut Sungkawa 2009, asumsi sebaran yang diperlukan dalam analisis regresi adalah asumsi normalitas, sehingga data hasil penelitian harus menyebar normal.

(19)

9

Korelasi Antar Suhu dengan Luas RTH dan Emisi CO2

Analisis korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan suhu udara dan potensi emisi CO2 dengan suhu udara. Tingkat korelasi hubungan antara kedua variabel dinyatakan dengan besarnya nilai determinasi (R2).

Pada penelitian ini disusun dua persamaan regresi yaitu hubungan luas RTH dengan suhu udara dan hubungan antara potensi emisi CO2 dengan suhu udara. Hubungan-hubungan tersebut dibuat dengan persamaan sebagai berikut (Walpole 1982):

Keterangan:

= suhu udara (°C) = luas RTH (ha)

= potensi emisi CO2 (Mega ton CO2/tahun)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak antara 106°22’42" BT sampai 106°58’18" BT dan 5°19’12" LS sampai 6°23’54" LS. Sebelah Utara DKI Jakarta berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun 2007, adalah berupa daratan seluas 662.33 km2 dan berupa lautan seluas 6977.5 km2 (BPS 2013).

Wilayah administrasi pemerintahan Provinsi DKI Jakarta terbagi ke dalam lima wilayah kota dan satu wilayah kabupaten. Nama wilayah administratif kota terdiri atas kota Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara serta kabupaten Kepulauan Seribu.

(20)

10

Potensi Emisi CO2

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk DKI Jakarta selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 jumlah penduduk sebanyak 8 347 083 individu dan terus meningkat hingga pada tahun 2012 sebnayak 9 907 312 individu. Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta dari tahun 2000 hingga 2012 sebesar 0.01% per tahun. Kenaikan jumlah penduduk mengakibatkan peningakatan emisi CO2 yang dikeluarkan oleh manusia yang berasal dari hasil metabolisme. Pada tahun 2000, emisi CO2 dari hasil metabolisme penduduk sebesar 2 924 817.88 ton, tahun 2004 sebesar 3 057 460.75 ton, tahun 2008 sebesar 3 204 821.82 ton, dan tahun 2012 sebesar 3 471 522.12 ton. Perkembangan jumlah penduduk dan emisi CO2 dari tahun 2000 hingga 2012 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk Jakarta tahun 2000–2012

Tahun Jumlah Penduduk

(Individu)a

Sumber data jumlah penduduk: BPS Provinsi DKI Jakarta

Kebutuhan Bahan Bakar Minyak Sektor Transportasi

Kebutuhan bahan bakar Kota Jakarta adalah jumlah bahan bakar minyak (bensin, minyak diesel, dan minyak tanah) dan gas LPG yang didistribusikan Pertamina ke Kota Jakarta. Konsumsi bahan bakar minyak yang dihitung pada penelitian ini hanya berasal dari sektor transportasi dan penduduk.

Berdasarkan hasil perhitungan emisi CO2 dari sektor transportasi berasal dari bahan bakar minyak berupa bensin, solar, bio premium, dan bio solar (Lampiran 1). Emisi CO2 terus meningkat dari tahun ke tahun walaupun terjadi penurunan pada tahun 2008. Hal tersebut terjadi karena terdapat penambahan jenis BBM baru berupa bio solar dan bio premium pada tahun 2008 yang ramah lingkungan sehingga potensi emisi CO2 menurun pada tahun tersebut menjadi 5 733 699.36 ton CO2. Namun sangat disayangkan, terjadi peningkatan kembali pda tahun 2012 dengan nilai sebesar 6 604 385.08 ton CO2.

Bensin dikenal dengan dengan merek dagang Premium maupun Pertamax Plus diproduksi oleh Pertamina. Bensin salah satu produk turunan dari minyak bumi dan lebih banyak digunakan sebagai bahan bakar moda transportasi darat. Penjualan bensin mengalami kenaikan pada setiap tahun (Lampiran 1). Pada tahun 2000, konsumsi bensin sebesar 1 485 711 kl, sedangkan tahun 2012 konsumsi bensin sebesar 2 141 730 kl.

(21)

11 Pada tahun 2008 terdapat penjualan biopremium namun pada tahun 2012 tidak terdapat konsumsi bahan bakar jenis biopremium. Hal ini dikarenakan kontinuitas dari ketersediaan ethanol untuk bahan bakar biopremium tersebut tidak dapat dipastikan, sehingga Pertamina Unit III kesulitan untuk mendapatkan bahan ethanol tersebut. Namun disisi lain, biosolar tetap mengalami peningkatan karena bahan yang digunakan berbeda dengan biopremium yang lebih mudah untuk diperoleh.

Potensi Emisi CO2 di DKI Jakarta

Menurut Dahlan (2004) kegiatan perkotaan baik yang bergerak maupun tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil sehingga dalam proses ini akan menghasilkan gas CO2.

Berdasarkan hasil perhitungan emisi CO2 hasil metabolisme penduduk dan sektor transportasi dapat diprediksi potensi emisi CO2 di DKI Jakarta melalui kedua sumber tersebut. Total emisi CO2 mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun 2000 sampai 2004, namun terjadi penurunan pada tahun 2008 yang disebabkan oleh BBM transportasi yang menurun. Kemudian, jumlah emisi CO2 mengalami kenaikan kembali pada tahun 2012. Potensi emisi CO2 di Jakarta disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Potensi emisi CO2 di DKI Jakarta tahun 2000–2012 Tahun

Emisi CO2

Manusia BBM transportasi Total emisi CO2 (ton CO2/th) (ton CO2/th) (ton CO2/th) apabila dibandingkan dengan gas GRK lainnya seperti metana (CH4), nitro oksida (N2O), hydrofluorokarbon (HPCs) dan sulfur hexa flourida (SPs). Meskipun demikian, konsentrasi di atmosfer paling besar apabila dibandingkan dengan gas rumah kaca lainnya sehingga CO2 diisukan sebagai penyebab pemanasan global (Iqbal 2012).

Tutupan dan Penggunaan Lahan DKI Jakarta

(22)

12

Hasil analisis citra landsat menunjukkan lahan terbangun menutupi sebagian besar kelas tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh luas lahan terbangun yang mengalami peningkatan yang sangat pesat setiap tahunnya. Luas lahan terbangun pada tahun 2000 sebesar 332.70 km2 atau 50.69%, tahun 2004 sebesar 391.79 km2 atau 59.70%, tahun 2008 sebesar 405.69 km2 atau sebesar 61.81% dan pada tahun 2012 sebesar 466.46 km2 atau 71.07%. Kenaikan luas lahan terbangun setiap tahunnya disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan akan lahan oleh penduduk DKI Jakarta.

Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) selalu mengalami penurunan pada setiap tahun. Pada tahun 2000, luas RTH sebesar 220.23 km2 atau 33.56%, tahun 2004 sebesar 175.24 km2 atau 26.70%, tahun 2008 sebesar 155.86 km2 atau 23.75%, dan pada tahun 2012 sebesar 110.12 km2 atau 16.78%. Kelas tutupan dan penggunaan lahan berupa badan air, rawa, rumput, dan sawah dapat dikatakan tidak mengalami perubahan yang cukup berarti disetiap tahunnya. Kelas tutupan dan penggunaan sawah hanya 1% setiap tahun. Hal tersebut dapat didentifikasi bahwa perubahan tutupan dan penggunaan lahan berupa RTH menjadi lahan terbangun sangat pesat dari tahun ke tahun. Lahan terbangun tersebut diperuntukkan bagi permukiman penduduk, pabrik, maupun pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti jalan ataupun jembatan. Luas tutupan dan penggunaan lahan DKI Jakarta diperoleh melalui hasil pengolahan citra landsat ETM+ tahun 2000, 2004, 2008, dan 2012 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Tutupan dan penggunaan lahan di DKI Jakarta tahun 2000 –2012

No

Kelas tutupan dan penggunaan

lahan

Luas tutupan dan penggunaan lahan Landsat

Ruang Terbuka Hijau (RTH) selain rumput dan sawah

(23)

13 Salah satu penyebab peningkatan luas areal lahan terbangun setiap tahun dikarenakan penambahan jumlah penduduk di perkotaan. Menurut Pontoh dan Kustiawan (2009), pertambahan jumlah penduduk di suatu kota akan berimplikasi pada peningkatan kegiatan dan kebutuhan pelayanan kota sehingga dibutuhkan penambahan, penyediaan, dan pembangunan fasilitas perkotaan yang berdampak pada perubahan struktur fisik dan fungsional kota sebagai penyokong kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.

Arah perubahan tutupan dan penggunaan lahan RTH menjadi lahan terbangun cenderung bersifat irreversible artinya sulit untuk kembali seperti semula, apabila diusahakan untuk dapat kembali ke penutupan lahan awal, maka diperlukan energi yang besar untuk mengerjakannya seperti biaya, waktu dan kemungkinan munculnya konflik sosial dan budaya (BAPPEDA 2007). Oleh karena itu, perencanaan wilayah yang bijaksana sangat diperlukan guna mencegah semakin pesatnya penurunan luas RTH di perkotaan. Peta tutupan dan penggunaan lahan DKI Jakarta disajikan pada Gambar 4, 5, 6, dan 7.

(24)

14

Gambar 5 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2004

(25)

15

Gambar 7 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2012

Hubungan Potensi Emisi CO2 dan Luas RTH Dengan Suhu Udara

Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara

Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 2) menunjukkan nilai KS>0.05 pada variabel potensi emisi CO2 dan suhu udara, sehingga data potensi emisi CO2 dan suhu udara memiliki sebaran yang normal. Oleh karena itu, data tersebut dapat digunakan dalam melakukan analisis regresi sederhana.

Selain itu, berdasarkan hasil uji korelasi Pearson (Lampiran 3) diperoleh nilai korelasi sebesar 0.996 dan p memiliki nilai dibawah 0.05 (0.006<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara potensi emisi CO2 terhadap suhu udara. Persamaan yang diperoleh dari analisis regresi linier sederhana antara potensi emisi CO2 dengan suhu udara adalah sebagai berikut suhu udara = 23.2 + 0.5(potensi emisi CO2) dengan R2 = 0.96 dan p = 0.006. Adapun nilai persamaan yang diperoleh disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Analisis regresi linier sederhana antara suhu udara dengan potensi emisi CO2

Persamaan regresi R R Square Std. Error

of Estimate Sig

(26)

16

Melalui persamaan tersebut menunjukkan bahwa potensi emisi CO2 memiliki hubungan yang positif dengan suhu udara. Semakin tinggi potensi emisi CO2, maka akan menyebabkan kenaikan suhu udara. Oleh karena itu, dapat dikatakan pada setiap kenaikan 1 juta ton CO2 dari sektor transportasi dan penduduk, akan meningkatkan suhu udara naik sebesar 0.5 oC. Pernyataan tersebut digambarkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Hubungan potensi emisi CO2 dengan suhu udara

Karbondioksida merupakan salah satu bagian dari Gas Rumah kaca (GRK). Gas CO2 memiliki peranan penting dalam mengontrol suhu permukaan bumi apabila dibandingkan dengan GRK lainnya. Walaupun CO2 memiliki indek pemanasan global yang paling kecil namun konsentrasinya paling besar setelah uap air sehingga kontribusi terhadap suhu sangat dominan bila dibandingkan dengan GRK lainnya. Selain itu, gas CO2 memiliki waktu hidup di atmosfer yang panjang yakni sekitar puluhan ribu tahun (Samiaji 2011).

Penurunan suhu udara di DKI Jakarta dapat dilakukan dengan cara menurunkan emisi CO2 melalui pengurangan konsumsi BBM atau dengan menggunakan energi-energi terbarukan misalnya penggunaan jenis BBM yang ramah lingkungan seperti biofuels. Biofuels dapat berasal dari komoditas tanaman pangan yang dapat secara efektif dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil (Danielsen 2008). Tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan biofuel antara lain kelapa sawit, tebu, jarak pagar, kedelai, bahkan tanaman hutan berkayu (Cifor 2014).

Selain mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan menggunakaan bahan bakar alternatif ramah lingkungan seperti biofuel, upaya lain yang dapat dilakukan dalam menurunkan emisi CO2 dari kendaraan bermotor antara lain mengurangi beban kendaraan, cara pemakaian kendaraan dan keausan komponen mesin. Oleh karena itu, pengujian emisi serta perawatan kendaraan bermotor secara teratur perlu diperhatikan bagi para pemilik kendaraan dan pemerintah. Umur kendaraan yang sudah tidak layak pakai sebaiknya dinonaktifkan demi

(27)

17 mengurangi jumlah kendaraan di Kota Jakarta yang sudah sangat padat sehingga kemacetan lalu lintas pun dapat dikurangi dan emisi CO2 dari kendaraan bermotor dapat berkurang.

Hubungan luas RTH dengan suhu udara

Uji normalitas pada Kormogorov-Smirnov memiliki nilai lebih dari KS>0.05 sehingga dapat dikatakan data luas RTH dan suhu udara memiliki sebaran yang normal. Seperti halnya, data potensi emisi CO2 dengan suhu udara, luas RTH dan suhu udara dapat dilanjutkan pada analisis regresi sederhana.

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson diperoleh nilai korelasi sebesar -0.997 dengan nilai p = 0.003. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara luas RTH terhadap suhu udara. Persamaan yang diperoleh dari analisis regresi linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara adalah sebagai berikut suhu udara = 29.3 – 0.01 (luas RTH) dengan nilai R2 = 0.99 dan p = 0.004. Hasil analisis regresi luas RTH dengan suhu udara disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Analisis regresi linier sederhana antara luas RTH dengan suhu udara Persamaan regresi R R Square Std. Error

of Estimate Sig

0.99 0.99 0.046 0.004

Melalui persamaan tersebut menunjukkan bahwa luas RTH memiliki hubungan yang negatif dengan suhu udara. Penurunan luas RTH akan meningkatkan suhu udara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pada setiap penurunan luas RTH sebesar 1 km2, maka menyebabkan suhu naik 0.01 oC. Pernyataan tersebut digambarkan pada Gambar 9.

Gambar 9 Hubungan luas RTH dengan suhu udara

Ruang Terbuka Hijau memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan suhu udara khususnya di perkotaan. Menurut Cohen et al. (2012)

Luas Ruang Terbuka Hijau (km2)

R2

(28)

18

menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi. Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan dapat membantu meminimalkan efek peningkatan suhu udara dengan menciptakan kondisi pendinginan suhu udara di sekitar.

Peranan dari RTH diperoleh melalui proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan. Ruang Terbuka Hijau yang didominasi oleh pepohonan mempunyai peranan besar dalam meredam suhu agar menjadi lebih rendah. Terdapat dua mekanisme bagi RTH untuk menurunkan suhu udara terutama pada siang hari. Mekanisme pertama kanopi hutan dapat meredam radiasi sinar matahari yang datang ke permukaan lantai hutan, sehingga suhu permukaan lantai hutan menjadi rendah, begitu pula dengan suhu udara di atas permukaan di bawah kanopi hutan. Mekanisme kedua, pada siang hari energi netto digunakan untuk proses evaporasi dan transpirasi yang kemudian digunakan untuk memanaskan udara. Keberadaan vegetasi khsusnya pepohonan menggunakan banyak energi dalam proses evapotranspirasi sehingga energi untuk memanaskan udara menjadi berkurang (Rushayati 2012; Effendi 2007).

Tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu udara yaitu melalui penambahan luas RTH di Jakarta. Penambahan luas RTH ini sebaiknya diikuti dengan penanaman jenis pepohonan agar fungsi RTH sebagai pengontrol suhu udara menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan RTH diantaranya meliputi ukuran, bentuk, serta kepadatan kanopi pohon karena hal-hal tersebut menentukan luas penangkapan air hujan, radiasi matahari, kelembaban, dan medan angin (Madigosky 2004). Menurut Dachlan (2013), jenis-jenis tanaman yang memiliki tingkat penyerapan gas CO2 yang baik antara lain kihujan (Samanea saman), damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina).

Kondisi wilayah Kota DKI Jakarta saat ini dapat dikatakan cukup sulit untuk menambah luas RTH yang diperlukan dalam upaya menurunkan suhu udara. Oleh karena itu, penurunan suhu udara juga harus diikuti dan diimbangi oleh penurunan emisi CO2 agar penurunan suhu udara dapat dilakukan lebih efektif dan efisien.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(29)

19 terhadap suhu udara. Ketika luas RTH menurun maka akan menyebabkan kenaikan suhu udara. Pada setiap penurunan luas RTH 1 km2, maka akan meningkatkan suhu naik sebesar 0.01 oC.

Saran

1. Taman-taman kota sebaiknya ditanami oleh berbagai jenis pepohonan yang memiliki tingkat serapan karbon dioksida yang tinggi.

2. Mengurangi jumlah konsumsi BBMG dengan menggunakan energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2007. Pembangunan RTH berkelanjutan. Prosiding seminar Jabodetabek 2007. P4W-LPPM IPB Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jakarta dalam Angka 2013. BPS Provinsi DKI

Jakarta.

[Cifor]. Center of International Forestry Research. 2014. Hutan dan Bio Fuel[Internet]. [diunduh 2014 Juli 17]. Tersedia pada: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/factsheet/4164-factsheet.pdf Cohen P, Potchter O, Matzarakis A. 2012. Daily and seasonal climatic conditions

of green urban open spaces in the mediterranean climate and their impact on human comfort. J Building and Environment. 51:285-295.

Dachlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota.Bogor (ID): IPB Pr.

Dahlan EN. 2007. Analisis kebutuhan luasan hutan kota sebagai sink gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas di kota Bogor dengan pendekatan sistem dinamik [Desertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dachlan EN. 2013. Kota hijau hutan Kota. ISBN: 979-8381-00-9.

Danielsen F, Beukema H, Burgess ND, Parish F, Br”Uhl C, Donald PF, Murdiyarso D, Phalan B, Reijnders L, Struebig M, Fitzherbert EB. 2008. Biofuel plantations on forested lands: double jeopardy for biodiversity and climate. Conservation Biology. 23(2): 348–358.

Effendi S. 2007. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah Jabotabek [Desertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Guo-yu QIU, Hong-yong LI, Qing-tao Z, Wan C, Xiao-jian L, Xiang-ze L. 2013. Effect of evapotranspiration on mitigation of urban temperature by vegetation and urban agriculture. J Intergrative Agricultur. 12(8): 1307-1315.

Hamada S, Tanaka T, Ohta S. 2013. Impact of land use and topography on the cooling effect of green areas on surrounding urban areas. Urban Forestry & Urban Greening. 12:426-434.

(30)

20

Iqbal M. 2012. Pendugaan dampak peningkatan emisi CO2 antropogenik dan penurunan luas lahan hijau terhadap peningkatan nilai temperature hunidity index kota Bogor dengan pendektaan sistem dinamik [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Gambaran umum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta [Internet]. [diunduh 2014 Juli 7]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PROPINSI/DKI/umum_dki.html. Li D, Zeid EB. 2013. Synergistic interactions between urban heat islands and heat

waves: the impact in cities is larger than the sum of its parts. J Applied Meteorology and Climatology. 52: 2051 - 2064.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra PenginderaanJauh [Terjemahan] Yogyakarta: UGM Press.

Madigosky SR. 2004. Tropical microclimatic considerations. Forest Canopies 2:24-48.

Pontoh N, Kustiawan I. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung (ID): Penerbit ITB.

Priyatno D. 2012. Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI.

Prasatya RD. 2006. Kajian spasial sebaran vegetasi menggunakan citra Ikonos dan Sistem Informasi Geografi: studi kasus di Sub DAS Ciliwung Hulu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rachman INA. 2010. Perencanaan hutan kota untuk meningkatkan kenyamanan di Kota Gorontalo [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rushayati SB. 2012. Model kota hijau di Kabupaten Bandung Jawa Barat [Desertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

Samiaji T. 2011. Gas CO2 di wilayah Indonesia. Berita Dirgantara 12(2): 68-75. Sungkawa I. 2009. Peningkatan Kualitas Informasi pada Proses Pengolahan dan

Analisis Data Kasus : Kajian Residual dalam Mengatasi Data Pencilan (outlier) pada Penggunaan Regresi Linier Sederhana. Seminar Nasional “Kebijakan dan Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Peningkatan Daya Saing Agribisnis Indonesia” Himpunan Informatika Pertanian – Institut Pertanian Bogor – Departemen Pertanian Republik Indonesi; 2009 Agust 6-7; Bogor, Indonesia. ISBN : 978 – 979 – 95366 – 0

– 7.

(31)

21

Lampiran 1 Potensi emisi CO2 pada sektor transportasi tahun 2000–2012

Tahun Jenis Bahan Bakar

(32)

22

Lampiran 2 Uji Normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov Suhu udara dengan potensi emisi CO2

Descriptives

Statistic Std. Error

Suhu udara Mean 27.6500 .22546

Skewness .000 1.014

Kurtosis 1.256 2.619

Potensi emisi CO2

Mean 8.9500 .45000

Skewness .332 1.014

Kurtosis 1.561 2.619

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Suhu udara .206 4 . .979 4 .894

Potensi emisi CO2

.272 4 . .941 4 .659

a. Lilliefors Significance Correction

Suhu udara dengan RTH

Descriptives

Statistic Std. Error

Suhu udara Mean 27.6500 .22546

Skewness .000 1.014

Kurtosis 1.256 2.619

RTH Mean 165.3625 22.82184

Skewness -.023 1.014

Kurtosis .626 2.619

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Suhu udara .206 4 . .979 4 .894

RTH .168 4 . .996 4 .986

(33)

23 Lampiran 3 Uji korelasi Pearson

Suhu udara dengan potensi emisi CO2

Correlations

Suhu udara

Potensi emisi CO2

Suhu udara Pearson Correlation 1 .994**

Sig. (2-tailed) .006

N 4 4

Potensi emisi CO2 Pearson Correlation .994** 1

Sig. (2-tailed) .006

N 4 4

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Suhu udara dengan luas RTH

Correlations

Suhu udara RTH

Suhu udara Pearson Correlation 1 -.996**

Sig. (2-tailed) .004

N 4 4

RTH Pearson Correlation -.996** 1

Sig. (2-tailed) .004

N 4 4

(34)

24

Lampiran 4 Analisis regresi linier sederhana Suhu udara dengan potensi emisi CO2

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .994a .988 .982 .06120

a. Predictors: (Constant), Potensi emisi CO2

ANOVAa

a. Dependent Variable: Suhu udara

b. Predictors: (Constant), Potensi emisi CO2

Coefficientsa

a. Dependent Variable: Suhu udara

Suhu Udara dengan luas RTH

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .996a .993 .990 .04617

a. Predictors: (Constant), RTH

ANOVAa

(35)

25 Lampiran 4 Analisis regresi linier sederhana (lanjutan)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 29.278 .099 294.871 .000

RTH -.010 .001 -.996 -16.858 .004

(36)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda tanggal 6 Juni 1992. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Yonathan Steri dan Ibu Tatik Handayani (Alm). Pada tahun 2010, penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 13 Jakarta Utara dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Selama menjalani masa perkuliahan, penulis menjadi anggota dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) periode 2012-2013, anggota Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (KPK HIMAKOVA) periode 2012-2013, Pengurus Persekutuan Fakultas Kehutanan periode 2012-2013.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir penelitian
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Gambar 3 Bagan alir pengolahan citra satelit landsat ETM+
Gambar 4 Peta tutupan dan penggunaan lahan tahun 2000
+4

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani terhadap adopsi inovasi Katam Terpadu di Kabupaten Gunung Kidul dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sosial

Reading skill meliputi kajian mengenai bagaimana memahami: main idea questions; stated detail TXHVWLRQV ILQG ¶XQVWDWHG¶ GHWDLOV LPSOLHG GHWDLO questions; vocabulary

[r]

Zona kumpulan III merupakan zona antara sampel 15-25. Terjadi penyusutan vegetasi Lowland Forest. Persentase Graminae dan Lycopodium sp. cenderung menurun pada zona

Seandainya diketahui bahwa laporan kerja praktek ini ternyata merupakan hasil karya orang lain, maka saya sadar dan menerima konsekuensi bahwa laporan prarencana

Bila pas ien menginginkan fertilitas maka induksi ovulasi dapat dilakukan dengan hormon gonadotropin atau dengan pemberian GnRH pulsatil, sedangkan pada wanita yang tidak ingin

Sebagai Warga Negara Indonesia, penyandang cacat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya.[4] Penyandang cacat adalah setiap orang

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan judul “Pengaruh Lingkungan Kerja, Kompetensi, dan Pemberdayaan terhadap Kinerja pada