• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ARSITEKTUR PERAKARAN TIGA JENIS MERANTI DAN

HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK

PERTUMBUHAN

NIDYA NANDA HARAHAP

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Nidya Nanda Harahap

(4)
(5)

ABSTRAK

NIDYA NANDA HARAHAP. Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti (Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula) dan Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR.

Akar merupakan salah satu organ tumbuhan yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu untuk penjangkaran, penyerapan air dan nutrisi dari dalam tanah, serta pendistribusiannya ke seluruh bagian pohon. Penelitian ini menggunakan tiga jenis meranti, yaitu (Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula), dengan tujuan untuk i) mempelajari perbedaan bentuk arsitektur akar pada tiga jenis meranti di areal konservasi ex-situ HPGW, ii) mempelajari pengaruh arsitektur akar dengan karakteristik pertumbuhan (fenotipe) pada tiga jenis meranti, termasuk nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA). Arsitektur perakaran dikaji melalui pola pertumbuhan akar, morfologi akar, dan variabel pertumbuhan akar. Hasil penelitian menunjukkan i) pola pertumbuhan akar ketiga jenis meranti adalah sama yaitu termasuk dalam model Champagnat dengan ciri pertumbuhan monopodial dan percabangan cenderung ortotrof, morfologi akar relatif sama, sebaran variabel karakteristik akar memiliki nilai sebaran yang tidak cukup berbeda, ii) Total panjang akar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan volume batang, serta kedalaman akar berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan diameter tajuk. S. stenoptera dan S. palembanica mempunyai nilai IJA dengan kategori sedang, sedangkan nilai ICA termasuk dalam kategori rendah. S. leprosula mempunyai nilai IJA dengan kategori tinggi dan nilai ICA dengan kategori rendah.

(6)

ABSTRACT

NIDYA NANDA HARAHAP. Root Architecture of The Three Species of Shorea (Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula) with Conduct to Their Growth Characteristics. Supervised by ISKANDAR Z. SIREGAR.

Root is one of the important plant organ for supporting growth and development. The root functions include plant anchoring, water & nutrition absorption, and their distribution. Three species of Meranti were used in the research, namely Shorea stenoptera, Shorea palembanica, and Shorea leprosula. The aims of this research were i) to study the differences of root architecure formation on three species at HPGW ex-situ conservation area, ii) to study the relation of root architecture and phenotype (growth) characteristics of three species, including to determine Index of Root Anchoring (IRA) and Index of Root Binding (IRB). Root architecture was studied through root growth patterns, root morphology, and root growth variables.The results showed that i) the root growth patterns on three species were similar. That were classified into Champagnat group model with monopodial typical growth and tended to form orthotrophic branching. The root morphology was also similar, and the variance of root characteristic variables was not significant between species. ii) Total of root length significantly influenced height of plant and trunk volume, and the depth root significantly influenced height of plant and the crown diameter. The IRA values of S. stenoptera dan S. palembanica were categorized into medium group. The IRB value were categorized into low group. The IRA value of S. leprosula

was categorized into high group, while and the IRB value was categorized into low group.

(7)
(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

ARSITEKTUR PERAKARAN TIGA JENIS MERANTI

DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK

PERTUMBUHAN

NIDYA NANDA HARAHAP

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Skripsi : Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan

Nama : Nidya Nanda Harahap NIM : E44090004

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc Pembimbing Tugas

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013- Oktober 2013 ini adalah Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Ibunda penulis (Ira Indira Siregar), Ayah penulis (Dr. Ir. Iman Yani Harahap MS., dan Adik penulis (Serarifi Elagin Harahap) yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang, kepercayaan, dan nasihat dalam penyusunan skripsi.

2. Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar MForSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, solusi, dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian skripsi.

3. Bapak Degi Harja Asmara dari International Centre for Research Agroforestry (ICRAF) atas arahan dalam penelitian.

4. Reza Abdillah atas dukungan, kasih sayang, dan kesabaran yang tak henti-hentidalam penyelesaian skripsi.

5. Teman satu angkatan di Silvikultur angkatan 46, teman-teman satu bimbingan, serta sahabat penulis Vera Linda Purba, Nursiamdini, Khalid Hafazallah, dan Mhd. Firdaus Imran atas motivasi dan bantuan yang diberikan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Tahapan Penelitian 4

Prosedur Penelitian 5

Prosedur Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 9

Karakteristik Jenis Meranti (Shorea spp.) 10

Arsitektur perakaran 12

Hubungan dan Pengaruh Arsitektur Akar terhadap Variabel Pertumbuhan 19 Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA) 23

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

(15)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi nilai IJA dan ICA (Hairiah et al 2008) 8 2 Hasil pengukuran rata-rata variabel pertumbuhan pada tiap jenis

meranti 11

3 Korelasi antar variabel pertumbuhan Meranti 12

4 Pola pertumbuhan akar Meranti 13

5 Hasil pengukuran rata-rata variabel pertumbuhan akar pada Shorea spp. 16 6 Deskripsi statistik sebaran panjang dan diameter perakaran meranti 17 7 Korelasi variabel pertumbuhan akar dengan variabel pertumbuhan

tanaman 19

8 Hasil analisis sifat kimia tanah 22

9 Nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)

pada Jenis Meranti 24

DAFTAR GAMBAR

1 Denah demplot 1 penanaman lima jenis Shorea spp. pada tahun 2004 3

2 Alat-alat penelitian 4

3 Diagram alir penelitian 4

4 Skema tahapan penggalian 6

5 Proses penandaan akar 7

6 Metode pengukuran orientasi akar 7

7 Perakaran meranti 9

8 S. leprosula 10

9 S. stenoptera 11

10 S. palembanica 11

11 Model regresi tinggi, diameter, dan volume meranti 12

12 Arsitektur akar tanaman Shorea stenoptera 14

13 Arsitektur akar tanaman Shorea palembanica . 14

14 Arsitektur akar tanaman Shorea leprosula 15

15 Sebaran normal panjang akar primer 17

16 Sebaran normal panjang akar sekunder 18

17 Sebaran normal diameter akar primer 18

18 Sebaran normal diameter akar sekunder 19

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Shorea spp. (Meranti) merupakan jenis tanaman Indonesia penghasil kayu yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sebagai anggota suku dipterocarpaceae, meranti mendominasi hutan hujan dataran rendah di wilayah Indonesia bagian barat dan merupakan marga terpenting yang paling banyak dieksploitasi di kawasan hutan basah Asia. Di Kalimantan, diperkirakan 67% dari tegakan pohon yang ada adalah marga Shorea (Sobari 2001).

Meranti memiliki banyak manfaat yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik dari segi produksi ataupun segi ekologi (lingkungan). Kayu yang berasal dari tanaman meranti, sering digunakan untuk konstruksi ringan sampai konstruksi berat. Hasil hutan non kayu dari tanaman meranti berupa damar dan tengkawang, dapat digunakan sebagai bahan dasar ataupun campuran dalam bidang farmasi, kosmetik, ataupun makanan.

Manfaat beragam yang ditawarkan oleh berbagai jenis meranti, menyebabkan masyarakat terdorong untuk melakukan eksploitasi. Eksploitasi populasi meranti di hutan alam yang semakin meningkat akan menyebabkan terjadinya penurunan populasi. Berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebanyak 153 spesies meranti masuk dalam daftar merah IUCN tersebut, dimana kebanyakan diantaranya masuk dalam kriteria kritis. Melihat data tersebut dikhawatirkan spesies meranti akan mengalami kepunahan jika tidak ada upaya konservasi jenis. Konservasi merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya kepunahan dalam suatu populasi. Konservasi dapat dilakukan secara in-situ

ataupun ex-situ. Konservasi in-situ adalah suatu kegiatan konservasi yang dilakukan pada habitat aslinya. Sementara, konservasi ex-situ merupakan kegiatan konservasi yang dilakukan diluar habitat aslinya. Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) melakukan konservasi genetik ex-situ pada 5 jenis tanaman meranti , yaitu Shorea palembanica, Shorea mecistopteryx, Shorea stenoptera, Shorea pinanga, dan Shorea leprosula.

Penyediaan areal konservasi ex-situ saja dirasa belum cukup untuk menjaga keberadaan spesies meranti. Karakteristik dari tiap jenis meranti pun perlu dipelajari guna mengetahui perlakuan yang cocok untuk mendapatkan tanaman dengan sifat yang baik.

Akar merupakan salah satu organ tumbuhan yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu untuk penjangkaran tanaman, penyerapan air dan nutrisi dari dalam tanah, serta mendistribusi air dan nutrisi ke seluruh bagian pohon. Namun, penelitian tentang akar masih sangat sedikit jumlahnya dibandingkan dengan organ tumbuhan lainnya. Hal ini dikarenakan kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh penelitian akar. Menurut Lynch (1995) arsitektur akar merupakan sebuah aspek fundamental dari produktivitas tanaman. Banyak peneliti yang menyambungkan antara arsitektur akar dengan kekuatan jangkar pohon, atau dengan penyerapan nutrisi dan air.

(17)

2

untuk i) mempelajari perbedaan bentuk arsitektur akar pada tiga jenis meranti di areal konservasi ex-situ HPGW, ii) mempelajari pengaruh arsitektur akar dengan karakteristik pertumbuhan (fenotipe) pada tiga jenis meranti, termasuk nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA).

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat variasi arsitektur akar pada tiap jenis Shorea yang menjadi objek penelitian di areal konservasi ex-situ meranti Hutan Pendidikan Gunung Walat?

2. Apakah terdapat hubungan antara arsitektur perakaran Shorea dengan karakteristik pertumbuhannya?

Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari perbedaan bentuk arsitektur akar pada tiga jenis meranti (Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula) di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

2. Mempelajari pengaruh arsitektur akar dengan karakteristik pertumbuhan (fenotipe) pada ketiga jenis meranti, termasuk nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA).

Manfaat Penelitian

Manfaat ataupun output yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang arsitektur perakaran ketiga jenis meranti (Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula) di areal konservasi ex-situ

Hutan Pendidikan Gunung Walat, serta hubungannya dengan karakteristik pertumbuhan tanaman.

Ruang Lingkup Penelitian

(18)

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terdapat pada demplot 1 konservasi ex-situ meranti (Shorea spp.) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kecamatan Cicantayan dan Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan luasan lokasi penelitian ± 0.6 Ha (Gambar 1). Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2013. (HPGW), data sekunder berupa data persentase hidup tanaman Shorea spp., data kondisi umum lokasi penelitian, dan berbagai literatur yang berkaitan dengan arsitektur akar.

Alat yang digunakan yaitu:

1. Perlengkapan lapang seperti buku identifikasi, tally sheet, cangkul, sekop kecil, alat cungkil, kuas cat, pita meter, pita jahit, penggaris, kaliper, kompas, kamera (Canon Eos 60D), tagging, haga hypsometer, pilox, papan jalan, dan alat tulis.

2. Perangkat PC (Personal Computer) atau laptop ASUS A450C Series.

3. Software pendukung seperti Ms. Excel 2007, Notepad, SPSS 20.0, 3D Virtual Branch 1.0.3, Photoscape, dan Ms. Office Picture Manager.

Gambar 1 Denah demplot 1 penanaman lima jenis Shorea spp. pada tahun 2004 (Skala : 1: 1000)

(19)

4

Tahapan Penelitian

Adapun penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 2 Alat-alat penelitian

(20)

5

Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data terhadap data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap, yaitu:

1. Pemilihan sampel

Pemilihan tanaman meranti yang akan digunakan untuk pengambilan sampel akar didasarkan pada metode purposive sampling pada areal konservasi ex-situ meranti. Sampel akar diambil pada 9 tanaman hidup umur 10 tahun yang memiliki fenotipe terbaik pada setiap jenisnya (batang lurus, diameter, dan tinggi tanaman). Adapun jenis meranti yang dipilih untuk penelitian ini adalah Shorea stenoptera , Shorea leprosula , dan

Shorea palembanica .

2. Pengukuran variabel pertumbuhan meranti

 Tinggi tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan alat pengukuran tinggi haga hypsometer yang dibidik pada pangkal dan ujung tanaman.

 Diameter batang

Pengukuran diameter tanaman menggunakan pita ukur. Pengukuran keliling untuk tanaman yang memiliki ketinggian lebih dari empat meter dilakukan pada ketinggian 1.3 m dari permukaan tanah (DBH) dan untuk tanaman yang memiliki ketinggian dibawah 4 meter diukur kelilingnya pada ketinggian 30 cm dari permukaan tanah.

Diameter batang tanaman dihitung dengan menggunakan rumus:

keliling

Keterangan:

D = Diameter batang (cm) = 3.14

 Diameter tajuk

Pengukuran diameter tajuk dilakukan menggunakan meteran. Panjang tajuk dari utara ke selatan, dan panjang tajuk dari barat ke timur diukur pada tiap individu objek penelitian.

Diameter tajuk dihitung dengan menggunakan rumus: +

Keterangan:

Dt = Diameter tajuk (cm)

Ptus = Panjang tajuk dari utara ke selatan (cm) Ptbt = Panjang tajuk dari barat ke timur (cm)

 Volume batang

(21)

6

f

Keterangan: V = Volume (m³) 3.

D = Diameter (m) H = Tinggi (m)

f = Angka bentuk (0.7) 3. Penggalian akar

Penggalian akar harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah putusnya akar, dan dilakukan secara bertahap yaitu penggalian sebelah barat terlebih dahulu lalu dilanjutkan pada penggalian sebelah timur untuk mencegah tumbangnya tanaman. Metode penggalian akar dilakukan dengan menggali tanah pada jarak 50 cm dari tajuk terluar. Penggalian dilakukan sedikit demi sedikit (tiap 10 cm) menggunakan bantuan sekop kecil dan kuas hingga akar terbuka. (Gambar 4)

4. Arsitektur akar

Penggalian akar dilanjutkan oleh pengamatan dan pengukuran variabel akar. Akar yang sudah terbuka, ditentukan arah utara, timur, selatan, dan barat, lalu dibagi menjadi 4 kuadran. Pembagian kuadran dilakukan dengan menarik garis lurus (dengan bantuan tali rafia) dari arah utara ke selatan, dan dari arah barat ke timur. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengklasifikasian pada tiap jenis akar (akar primer, akar sekunder, dan akar tersier) dengan menggunakan tali rafia yang berbeda warna. Tiap akar yang sudah diberi rafia lalu dibuat titik-titik pengukuran dengan menggunakan spidol hitam permanen. Titik-titik pengukuran dibuat setiap terjadinya perubahan arah akar (Gambar 5). Semakin banyak titik yang dibuat, maka pembuatan diagram akar 3D akan semakin mendekati aslinya.

(22)

7

 Panjang akar (cm)

Panjang akar diukur menggunakan meteran jahit, dari satu titik pengukuran ke titik berikutnya.

 Diameter akar (mm)

Pengukuran menggunakan alat bantu kaliper dimana dilakukan dua kali pengukuran pada tiap titik ukur.

 Kedalaman akar (z) (cm)

Pengukuran kedalaman akar dilakukan pada tiap titik pengukuran akar terhadap permukaan tanah.

 Orientasi akar

Referensi metode pengukuran orientasi berdasarkan Engels et al. (2005) (Gambar 6). Sudut yang diukur dikategorikan menjadi sudut vertikal dan horizontal. Sudut vertikal merupakan sudut yang tegak lurus dengan batang utama dengan rentang 0° - 180°, sementara sudut horizontal merupakan sudut yang menggunakan batang utama sebagai titik acuan dengan rentang 0° - 360°. Pengukuran sudut (orientasi) akar dilakukan menggunakan busur derajat.

Gambar 5 Proses penandaan akar. (a) Pembuatan kuadran; (b) Penandaan akar; (c) Pembuatan tanda pengukuran

(23)

8

 Foto akar

Akar yang telah terbuka, difoto pada tiap sisi. Foto akar ini akan digunakan untuk menganalisis pola pertumbuhan dan morfologi akar. 5. Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)

Diameter akar vertikal dan diameter akar horizontal dihitung pada tiap akar. Adapun formula untuk menghitung IJA dan ICA adalah sebagai berikut :

IJA =

Tabel 1 Klasifikasi nilai IJA dan ICA (Hairiah et al. 2008)

6. Pengambilan sampel tanah

Sampel tanah diambil pada tiap tempat tumbuh ketiga jenis meranti dengan kedalaman 0 – 30 cm. Sifat kimia tanah didapatkan pada tanah yang terusik (Sukartono 2008). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik berbeda pada satu individu, lalu dicampur menjadi satu (komposit).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode manual yang didasarkan oleh metode penggalian yang dilakukan oleh Reubens et al.

(2007). Banyak metode yang lebih praktis dapat digunakan dalam penelitian arsitektur akar, salah satunya adalah menggunakan Ground Penetrating Radar

(GPR). Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan suatu alat yang digunakan untuk proses deteksi benda–benda yang terkubur di bawah tanah dengan tingkat kedalaman tertentu, dengan menggunakan gelombang radio.

Prosedur Analisis Data

Arsitektur Akar

Data-data perakaran yang diambil dari lapangan, dimasukkan ke dalam Ms. Excel 2007 dan notepad kemudian diolah dengan menggunakan software 3D

Virtual Branch 1.0.3, dan diperjelas dengan menggunakan Photoscape. Foto akar yang diambil dari lapangan diperjelas dengan menggunakan Ms. Office Picture Manager. Selanjutnya diagram 3D perakaran tiap jenis meranti dan hasil foto

Kelas IJA ICA

Rendah < 0.1 < 1.5

Sedang 0.1 - 1.0 1.5 - 3.5

(24)

9

perakaran tiap jenis meranti dianalisis untuk mengetahui pola pertumbuhan akar, morfologi akar, dan karakteristik penciri akar.

Adapun perakaran meranti secara umum dapat dilihat pada Gambar 7.

Hubungan Arsitektur Akar dan Karakteristik Pertumbuhan

Hubungan antara arsitektur akar dan karakteristik pertumbuhan dapat diprediksi melalui suatu model korelasi, dan untuk pengaruhnya dapat diprediksi melalui suatu model regresi. Data-data perakaran dan karakteristik pertumbuhan diolah dengan menggunakan software Ms. Excel 2007 dan SPSS 20.0.

Analisis Tanah

Analisis pada sampel tanah dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Adapun analisis sifat kimia tanah meliputi pH, C-organik, KTK, dan tekstur tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) secara geografis terletak pada

-6°5 ’ 3”LS sampai -6°55’35”LS dan 06° 8’ 7”BT ampai 06°50’ 9”BT,

dengan luas kawasan mencapai 359 Ha dan terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Kawasan ini, bila dilihat dari batas administrasinya termasuk dalam wilayah Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi,Propinsi Jawa Barat.

Topografi areal ini bervariasi dari agak curam (15 -25 %) hingga sangat curam (> 40 %). Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang mengikuti punggung-punggung bukit. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson (1951), iklim areal HPGW termasuk dalam tipe iklim B, dengan nilai Q = 14,3% - 33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600-4400 mm.

Gambar 7 Perakaran meranti

(25)

10

Vegetasi di areal HPGW didominasi oleh jenis tanaman pinus (Pinus merkusii), damar (Agathis lauranthifolia), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla), dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Shorea spp, dan akasia (Acacia mangium). Pada tahun 2005 ditemukan 44 jenis tumbuhan potensial termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu (HPGW 2009). Adapun lokasi HPGW disajikan pada Lampiran 1.

Karakteristik Jenis Meranti (Shorea spp.)

Meranti termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae, terdiri dari 194 jenis dengan empat kelompok besar yaitu meranti merah, meranti putih, meranti kuning, dan meranti balau (Mulyana dan Asmarahman 2010). Pada penelitian ini, digunakan 3 jenis tanaman meranti merah yaitu Shorea leprosula (meranti tembaga) untuk mewakili jenis dengan pertumbuhan tinggi, Shorea stenoptera

(tengkawang tajau) untuk mewakili jenis dengan pertumbuhan sedang, dan Shorea palembanica (tengkawang majan) untuk mewakili jenis dengan pertumbuhan rendah.

Karakter morfologi dari S. leprosula (meranti tembaga) (Gambar 8) yaitu perawakan pohon besar, dapat mencapai tinggi 60 m, tinggi bebas cabang mencapai 35 m, diameter batang dapat mencapai 1 m. Kulit coklat keabu-abuan, daun lonjong sampai bulat telur, panjang daun berkisar antara 8-14 cm, dan lebar daun berkisar antara 3.5-4.5 cm. Permukaan daun bagian bawah bersisik.

Karakter morfologi dari S. stenoptera (tengkawang tajau) (Gambar 9) yaitu pohon dapat mencapai tinggi 30 m, dengan diameter mencapai 60 cm. Batang tegak lurus, tidak berbanir. Permukaan batang berwarna abu-abu serta berbercak. Daun tunggal, tebal, kaku, besar, bulat panjang. Pembungaan terdapat pada ujung ranting atau ketiak daun.

(a) (b)

(26)

11

Karakter morfologi dari S. palembanica (tengkawang majan) (Gambar 10) yaitu perawakan pohon kecil, diameter dapat mencapai 130 cm, batang sering berbonggol dan terpilin, tajuk besar, rapat, hijau tua.

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap variabel pertumbuhan dari masing-masing jenis meranti yang diamati (Lampiran 2). Hasil yang didapatkan dari pengukuran langsung di lapangan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil pengukuran rata-rata variabel pertumbuhan pada tiap jenis meranti

(T) Tinggi; (θ) iame er; (θ j) iame er aj k; ( ) ol me; (a) (b) (ab) Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%

Nama jenis

Variabel S. stenoptera S. palembanica S. leprosula

T (m) 12.33a ± 1.30 9.17b ± 0.67 9.33b ± 0.88

θ (cm) 9.24 ab ± 1.10 8.81b ± 0.65 10.36a ± 0.87

θ j (cm) 642.5a ± 68.25 651.67a ± 41.67 450b ± 51.07

V (m³) 0.06a ± 0.02 0.04a ± 0.01 0.06a ± 0.01

(a) (b)

Gambar 9 (a) Individu S. stenoptera ; (b) Daun S. stenoptera

(b)

Gambar 10 (a) Individu S. palembanica ; (b) Daun S. palembanica

(27)

12

Hasil pengukuran variabel pertumbuhan menunjukkan bahwa jenis S. stenoptera

memiliki nilai rata-rata tinggi yang tertinggi dibandingkan dengan jenis meranti lainnya, yaitu sebesar 12.33 m. Rata-rata diameter tertinggi adalah pada jenis S. leprosula, sebesar 10.36 cm. S. palembanica merupakan jenis yang memiliki rata-rata tinggi dan rata- rata diameter terendah, yatu sebesar 9.17 m dan 8.81 cm. Diameter tajuk tertinggi terdapat pada jenis S. palembanica yaitu sebesar 651.67 cm, dan diameter tajuk terendah terdapat pada jenis S. leprosula yaitu sebesar 450 cm.

IFSP (2002) menyatakan bahwa S. leprosula merupakan jenis meranti yang mempunyai pertumbuhan yang paling cepat sampai umur 20 tahun bila dibandingkan dengan jenis meranti lainnya. Namun berdasarkan hasil pengukuran, jenis S. stenoptera memiliki rata-rata tertinggi untuk variabel tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan kerapatan tegakan pada plot tanaman S. leprosula lebih rendah (lebih terbuka) bila dibandingkan dengan kerapatan tegakan pada plot tanaman S. stenoptera . Rismunandar (1990) menyatakan bahwa kerapatan tanaman akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan kerapatan tanaman dapat berpengaruh terhadap penerimaan cahaya ataupun kompetisi antar tanaman. Hubungan dan pengaruh antar variabel pertumbuhan Meranti

Pencarian hubungan dan pengaruh antar variabel pertumbuhan meranti dapat dilakukan dengan melakukan uji korelasi (Tabel 3) dan atau melalui model regresi pada tahap uji nyata 5% (Gambar 11)

Tabel 3 Korelasi antar variabel pertumbuhan Meranti

T - θ T - θ j T - V θ - θ j θ -V θ j - V

Pearson correlation .229 .394 .740

*

.186 .812* .391

(T) Tinggi; (θ) iame er; (θ j) iame er aj k; ( ) ol me; (*) Berpengar h nya a

Hasil dari Pearson correlation menunjukkan bahwa hubungan antara tinggi dengan volume, dan hubungan antara diameter dengan volume dapat dinyatakan berpengaruh nyata (Tabel 3). Nilai 0.740 menyatakan tinggi berkorelasi nyata dengan volume sebesar 74.0%, dan nilai 0.812 menyatakan diameter berkorelasi nyata dengan volume sebesar 81.2%.

(28)

13

Men r Lynch ( 995) i ilah “root architecture” elah anyak dig nakan

untuk menyatakan bentuk-bentuk atau tipe-tipe sistem perakaran yang merupakan aspek genetik dari tiap jenis tumbuhan. Arsitektur akar sendiri merupakan bentuk apresiasi morfologis akar sebagai hasil dari pertumbuhan yang dilakukan oleh meristem pikal yang terdapat pada ujung akar.

Arsitektur akar perlu dikaji lebih lanjut karena akar merupakan organ tumbuhan yang memiliki peran sangat penting dalam pertumbuhan, yaitu sebagai jangkar penguat tanaman, penyerapan air dan mineral dari dalam tanah, serta menyerap dan mendistribusi nutrisi ke seluruh bagian pohon (Barness et al. 1998). Arsitektur perakaran dapat dilihat dari hasil pengamatan pola pertumbuhan, morfologi, dan variabel pertumbuhan akar.

Pola pertumbuhan akar

Pola pertumbuhan akar meranti dapat diketahui dengan cara mengamati secara langsung sifat pertumbuhan, pola percabangan, dan orientasi aksis akar (Tabel 4).

Tabel 4 Pola pertumbuhan akar Meranti

Nama jenis Sifat Pola percabangan Orientasi

pertumbuhan aksis aksis

S. stenoptera Monopodial Lateral Ortotrof

S. leprosula Monopodial Lateral Ortotrof

S. palembanica Monopodial Lateral Ortotrof Dilihat dari pola pertumbuhan akar (Tabel 4), tidak ada perbedaan diantara ketiga jenis meranti, yaitu memiliki suatu modul berupa unit cabang monopodial dengan orientasi aksis ortotrof. Model arsitektur yang memiliki ciri di atas adalah model Champagnat. Menurut Halle et al. (1978), model Champagnat merupakan tipe arsitektur yang memiliki sifat pertumbuhan pseudo-monopodial yang disusun oleh campuran aksis yang sebagian besar orientasinya ortotrof. Pembentukan cabang terjadi pada bagian distal, dan beberapa aksis tumbuh secara plagiotrof. Morfologi akar

(29)

14

Karakter morfologi dari akar S. stenoptera (Gambar 12) yaitu, permukaan akar relatif keras, licin, dan memiliki rambut akar yang sedikit. Warna akar 7,5 YR 8/2 (Munsell color standards), dengan percabangan yang tampak jelas. Sistem perakaran berkembang secara vertikal, dengan ukuran diameter akar proximal primer cukup besar.

Karakter morfologi dari akar S. palembanica (Gambar 13) yaitu, permukaan akar relatif keras, licin, memiliki rambut akar pada permukaannya. Warna akar 7,5 YR 7/2 (Munsell color standards), dengan percabangan yang lebih rumit. Sistem Gambar 12 Arsitektur akar tanaman Shorea stenoptera . (a) Perakaran

tanaman; (b) Diagram 3D perakaran tanaman tampak samping; (c) Diagram 3D perakaran tanaman tampak atas.

(30)

15

perakaran berkembang secara vertikal, dengan ukuran diameter akar paling kecil bila dibandingkan jenis lainnya.

Karakter morfologi dari akar S. leprosula (Gambar 14) yaitu, permukaan akar relatif keras, licin, memiliki rambut akar pada bagian distal. Warna akar 7,5 YR 7/2 (Munsell color standards), dengan percabangan yang jelas. Sistem perakaran berkembang secara vertikal.

Pola arsitektur akar meranti dimulai dari pertumbuhan akar utama secara ortotrof ke dalam tanah (A1). Selanjutnya, terjadi pola percabangan pertama yang tumbuh secara monopodial (A2). Berikutnya, dari pola percabangan pertama terbentuklah pola percabangan kedua (A3) dan seterusnya, sehingga terbentuklah akar lateral. Pada subsitem akar tunjang (bagian perakaran lateral) masing-masing unit cabang berfungsi sebagai akar penyerapan air dan zat hara, juga berfungsi untuk penjangkaran.

Jangkauan akar yang terbentuk pada setiap jenis meranti memiliki pola yang tidak berbentuk lingkaran (circle). Hal ini dikarenakan adanya keragaman struktur tanah dalam lingkungan tumbuh tanaman. Keragaman struktur tanah sendiri disebabkan oleh adanya perbedaan bahan organik tanah, kadar lengas tanah, sifat tekstur tanah yaitu proporsi kandungan pasir, liat, dan debu, juga bisa disebabkan oleh pengaruh eksternal, misalnya pemadatan tanah.

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pola pertumbuhan dan morfologi akar setiap jenis meranti yang menjadi objek penelitian adalah relatif sama. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Tomlison (1983) yaitu, bentuk mencirikan penampilan dari suatu kelompok biologi, artinya (dalam hal ini) akar yang berada pada kelompok biologi yang sama cenderung memiliki kesamaan dalam bentuk dan pola arsitekturnya.

(31)

16

Variabel pertumbuhan akar

Variabel pertumbuhan akar meranti dapat diketahui dengan melakukan pengukuran langsung terhadap panjang akar (primer, sekunder, total), diameter akar (primer, sekunder), jumlah akar (primer, sekunder, tersier), dan kedalaman akar pada tiap jenis dan ulangannya (Tabel 5).

Tabel 5 Hasil pengukuran rata-rata variabel pertumbuhan akar pada Shorea spp.

Tp AP) Total akar primer; (Tp AS) Total akar sekunder; (θ A ) iame er akar primer; (θ AS)

iame er akar ek nder; (∑ A ) J mlah akar primer; (∑ AS) J mlah akar ek nder; (∑ AT)

Jumlah akar tersier; (a) (b) Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%

Hasil pengukuran (Tabel 5) menunjukkan bahwa S. stenoptera memiliki nilai rata-rata total panjang akar tertinggi yaitu sebesar 35.45 m, sementara nilai rata-rata total panjang akar terendah terdapat pada jenis S. palembanica, sebesar 16.30 m. Rata- rata diameter akar primer, rata-rata diameter akar sekunder, dan kedalaman akar tertinggi terdapat pada jenis S. stenoptera, yaitu sebesar 1.36 cm, 0.93 cm, dan 49 cm. Untuk jumlah akar, jenis S. palembanica memiliki nilai rata-rata tertinggi, yaitu sebanyak 9 buah akar primer, 21 buah akar sekunder, dan 104 buah akar tersier.

Selain mengetahui keragaman yang terbentuk antara variabel-variabel pertumbuhan akar, perlu diketahui pula sebaran dari panjang masing-masing akar serta sebaran diameter pada tiap jenisnya. Hal ini dapat dianalisis dengan menggunakan deskripsi statistik (Tabel 6).

Variabel Nama jenis

S. stenoptera S. palembanica S. leprosula

(32)

17

Tabel 6 Deskripsi statistik sebaran panjang dan diameter perakaran meranti

Berdasarkan hasil (Tabel 6), didapatkan bahwa tiap-tiap sebaran variabel memiliki nilai yang cukup berbeda. Sebaran tiap variabel dalam bentuk histogram disajikan pada Gambar 15, 16, 17, dan 18

(S. stenoptera) (S. palembanica) (S. leprosula)

Nama jenis Variabel N Mean ± SD CV (%) Skewness

S. stenoptera Panjang AP (cm) 20 110.50 ± 65.07 58.88 0.37

Panjang AS (cm) 45 86.74 ± 45.61 52.58 0.89

Diameter AP (cm) 20 1.44 ± 0.86 59.75 0.18

Diameter AS (cm) 45 0.922 ± 0.64 69.22 0.87

S. palembanica Panjang AP (cm) 28 62.68 ± 32.32 51.56 0.45

Panjang AS (cm) 62 46.81 ± 28.96 61.87 1.54

Diameter AP(cm) 28 1.27 ± 0.66 51.94 1.01

Diameter AS (cm) 62 0.72 ± 0.45 62.26 3.18

S. leprosula Panjang AP (cm) 18 100.01 ± 49.35 49.30 -0.25

Panjang AS (cm) 50 72.11 ± 35.72 49.53 1.46

Diameter AP (cm) 18 1.14 ± 0.88 77.26 0.46

Diameter AS (cm) 50 0.76 ± 0.57 75.32 2.09

(33)

18

(S. stenoptera) S. palembanica) (S. leprosula)

Sebaran panjang akar primer dan akar sekunder secara berurutan dari yang terbesar dilihat dari nilai tengahnya yaitu S. stenoptera, S. leprosula, dan S. palembanica. Nilai koefisien keragaman tertinggi berada pada panjang akar primer S. stenoptera (58.88%), sedangkan keragaman tertinggi untuk panjang akar sekunder terdapat pada jenis S. palembanica (61.87%). Semakin besar koefisien keragaman menunjukkan semakin bervariasi panjang akar meranti tersebut. Berdasarkan analisis uji normal pada taraf nyata 5% , didapatkan bahwa panjang akar primer dan akar sekunder ketiga jenis meranti tersebut menyebar normal (-2

≤ Skewne ≤ ) (Gambar 15, Gambar 16)

(S. stenoptera) (S. palembanica) (S. leprosula)

Gambar 16 Sebaran normal panjang akar sekunder

(34)

19

(S. stenoptera) (S. palembanica) (S. leprosula)

Sebaran diameter akar primer secara berurutan dari yang terbesar dilihat dari nilai tengahnya yaitu S. stenoptera, S. palembanica, dan S. leprosula. Nilai koefisien keragaman tertinggi terdapat pada diameter akar primer jenis S. leprosula

(77.26%).

Sebaran diameter akar sekunder secara berurutan dari yang terbesar dilihat dari nilai tengahnya yaitu S. stenoptera, S. leprosula, dan S. palembanica. Nilai koefisien keragaman tertinggi terdapat pada jenis S. stenoptera (75.32%).

Berdasarkan analisis uji normal pada taraf nyata 5% , didapatkan bahwa diameter akar primer ketiga jenis meranti tersebut menyebar normal (- ≤

Skewne ≤ ), edangkan n k diame er akar ek nder jeni S. stenoptera

menyebar normal, sementara untuk jenis S. palembanica dan S. leprosula

memiliki distribusi miring ke kanan distribusi normal (Gambar 17, Gambar 18). Hubungan dan Pengaruh Arsitektur Akar terhadap Karakteristik

Pertumbuhan

Arsitektur akar, seperti halnya arsitektur pohon merupakan bentuk respon pertumbuhan dari berbagai faktor, baik faktor genetik, faktor lingkungan, maupun faktor eksternal. Akar - akar pohon, sebagaimana fungsinya untuk mendukung proses mekanis dan proses metabolisme tanaman, merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Hubungan dan pengaruh arsitektur akar terhadap karakteristik pertumbuhan dapat diketahui melalui suatu model korelasi (Pearson correlation) (Tabel 7) dan atau model regresi pada tahap uji nyata 5%.

(35)

20

Total panjang akar primer (m)

y = 0.003x + 0.025

Total panjang akar primer (m)

Tabel 7 Korelasi variabel pertumbuhan akar dengan variabel pertumbuhan tanaman

*) berkorelasi nyata pada α = 5%

Berdasarkan hasil (Tabel 7) dapat dilihat bahwa total panjang akar primer, total panjang akar sekunder, dan total panjang akar keseluruhan berpengaruh nyata terhadap tinggi dan volume tanaman. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada hubungan antara total panjang akar primer dengan tinggi tanaman, yaitu sebesar 77.8%. Di samping itu, kedalaman akar juga berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sebesar 75.3%, dan diameter tajuk sebesar 67.1 %. Nilai korelasi positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan total panjang akar primer, diikuti dengan kenaikan tinggi tanaman. Begitu pula dengan korelasi antara total panjang akar primer dan volume.

Berdasarkan pencarian hubungan dengan model regresi pada tahap uji nyata 5% (Gambar 19), terdapat hubungan yang sedang antara total panjang akar primer dan tinggi (r2 = 60.5%) serta terdapat hubungan yang rendah antara total panjang akar primer dan volume (r2 = 44.0%). Total panjang akar berpengaruh terhadap volume akar. Volume akar berhubungan dengan sifat lengas tanah (Notohadiprawiro 2000). Semakin besar volume akar, maka potensi akar untuk memanfaatkan air semakin besar.

(36)

21

Hasil menunjukkan bahwa total panjang akar sekunder berpengaruh nyata dengan tinggi tanaman sebesar 60.8 %, dan dengan volume sebesar 64.2% (Tabel 7). Nilai korelasi positif, dengan begitu setiap kenaikan total panjang akar sekunder akan diikuti oleh kenaikan tinggi dan volume. Berdasarkan pencarian hubungan dengan model regresi pada tahap uji nyata 5%, terdapat hubungan antara total panjang akar sekunder dan tinggi (r2 = 36.9%) serta terdapat hubungan antara total panjang akar sekunder dan volume (r2 = 43.2%) (Gambar 20).

Hasil menunjukkan bahwa total panjang akar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sebesar 67%, dan terhadap volume sebesar 66.1% (Tabel 7). Nilai korelasi positif, dengan begitu setiap kenaikan total panjang akar maka akan diikuti oleh kenaikan tinggi tanaman dan juga volume.

Koefisien determinasi antara total panjang akar dan tinggi tanaman adalah sebesar 44.8%, sedangkan untuk total panjang akar dan volume memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 45.2%. Nilai koefisien determinasi ini tergolong rendah, namun hubungan diantara masing-masing variabel masih dapat dikatakan terkait satu sama lainnya. Berdasarkan pencarian hubungan dengan model regresi pada tahap uji nyata 5%, terdapat hubungan antara total panjang akar dan tinggi (r2 = 44.8%) serta terdapat hubungan antara total panjang akar dan volume (r2 = 45.2%) (Gambar 21).

(b) (a)

Gambar 20 Model regresi. (a) Total panjang akar sekunder dan tinggi; (b) Total panjang akar sekunder dan volume

(a) (b)

Gambar 21 Model Regresi. (a) Total panjang akar dan tinggi; (b) Total panjang akar dan volume.

(37)

22

S. stenoptera merupakan jenis meranti dengan nilai total panjang akar tertinggi, sehingga jenis ini memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi dibandingkan jenis lainnya. Sebaliknya, S. palembanica memiliki nilai total panjang akar terendah, yang berimplikasi terhadap nilai rata-rata tinggi yang paling rendah jika dibandingkan dengan jenis lainnya.

Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel - sel meristem ujung. Sel - sel baru dari meristem ujung akar dibagi ke pelebaran akar atau ke pembaruan tudung akar. Tudung akar menghasilkan asam absisat, yaitu suatu bahan yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman (Milthorpe dan Moorby 1974). Pertumbuhan panjang akar sendiri, seperti yang telah dijelaskan di atas dapat dpengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik ataupun faktor lingkungan.

Hasil menunjukkan bahwa kedalaman akar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sebesar 75.3%, juga berpengaruh nyata terhadap diameter tajuk sebesar 67.1% (Tabel 7). Berdasarkan pencarian hubungan dengan model regresi pada tahap uji nyata 5% terdapat hubungan antara kedalaman akar dan tinggi (r2 = 56.6%) serta terdapat hubungan antara kedalaman akar dan diameter tajuk (r2 = 44.9%) (Gambar 22).

Arsitektur akar dari Shorea stenoptera ,Shorea palembanica , dan Shorea leprosula , memiliki kemiripan dalam pola pertumbuhan akar, dan morfologi akarnya. Namun, ketiga jenis tersebut tetap memiliki sifat penciri. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor genetik ataupun faktor lingkungan.Tanah merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan akar. Taiz (1991:101) menyatakan bahwa aspek penting dari pertumbuhan dan perkembangan akar sangat bergantung dengan kondisi tanah. Adapun hasil analisis sifat tanah pada tiap spesies disajikan pada tabel 8.

(a) (b)

(38)

23

Tabel 8 Hasil analisis sifat kimia tanah

Nama jenis

Sifat kimia S. stenoptera S. palembanica S. leprosula

pH 1:1 4.90 T 6.00 S 4.80T

C-organik (%) 0.95 R 1.24 R 1.20 R

KTK (cmol/kg) 12.70 R 19.32 S 14.28 R

Tekstur halus sedang halus

(T) tinggi; (S) sedang; (R) rendah

Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas tanah tempat tumbuh antara ketiga jenis meranti (Lampiran 3). Kualitas terbaik terdapat pada tanah tempat tumbuh S. palembanica, disusul oleh S. leprosula, dan S. stenoptera.

Kualitas tanah tempat tumbuh yang berbeda merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi arsitektur akar dari tiap jenis meranti.

S. stenoptera memiliki perakaran yang lebih panjang bila dibandingkan dengan dua jenis meranti lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah tempat tumbuhnya yang memiliki tingkat kesuburan paling rendah sehingga memacu terjadinya intersepsi akar. Akar-akar tanaman yang tumbuh akan terus memanjang menuju tempat-tempat yang lebih jauh di dalam tanah sehingga menemukan unsur-unsur hara dalam larutan tanah di tempat-tempat tersebut (Hardjowigeno 2007). Nilai pH tanah dapat digunakan untuk menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh tanaman (Hardjowigeno 2007).

S. palembanica memiliki karakteristik penciri berupa sistem perakaran yang paling pendek dibandingkan dua jenis meranti lainnya. Tidak seperti jenis lainnya, S. palembanica memiliki bentuk akar yang tidak lurus. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah, dapat diketahui bahwa tanah tempat tumbuh S. palembanica masih termasuk dalam kategori tanah yang kurang subur. Sistem perakaran yang pendek, menyulitkan untuk mendapatkan air dan unsur hara dari dalam tanah. Seperti yang telah kita ketahui, S. palembanica memiliki perawakan fisik yang kecil (Newman et al. 1999). Hal ini bisa disebabkan oleh sistem perakaran yang pendek, ataupun pengaruh dari faktor genetik.

S. leprosula memiliki karakteristik penciri berupa perakaran terpanjang kedua setelah S. stenoptera. Bentuk akar lurus, dan memiliki rambut akar pada bagian ujung akar untuk membantu proses penyerapan air dan nutrisi dari dalam tanah. Kondisi lingkungan tempat tumbuh S. leprosula memiliki kerapatan yang lebih rendah bila dibandingkan lingkungan tempat tumbuh jenis meranti lainnya, sehingga jumlah cahaya matahari yang diterima tumbuhan lebih besar.

Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)

(39)

24

menggambarkan distribusi perakaran suatu tanaman. Nilai IJA dan ICA pada masing-masing jenis meranti akan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA) pada Jenis Meranti

(*) Sumber : Hairiah et al (2008)

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada jenis S. stenoptera dan S. palembanica

nilai IJA termasuk dalam kategori sedang, sedangkan nilai ICA termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis meranti ini cukup mampu untuk menopang tegaknya tanaman, namun daya cengkeram tanaman terhadap tanah kurang baik. S. leprosula mempunyai nilai IJA dengan kategori tinggi, sedangkan nilai ICA termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa S. leprosula memiliki penjangkaran akar yang kuat, namun seperti dua jenis lainnya daya cengkeram akar ke tanah masih kurang baik. Ketiga jenis meranti tersebut belum memiliki perakaran yang kuat, sehingga tanaman rawan tumbang ketika mendapatkan gangguan. Abe dan Ziemer (1991) menjelaskan bahwa akar-akar horizontal yang menyebar di lapisan permukaan tanah akan mencengkeram tanah dan akar-akar vertikal sebagai jangkar akan menopang tegaknya pohon sehingga tidak mudah tumbang oleh adanya pergerakan massa tanah. Kekokohan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya sintas suatu spesies tanaman. Tingkat kekokohan tanaman dapat diketahui dengan cara membagi tinggi tanaman dengan diameter tanaman (Jayusman 2005). Nilai kekokohan yang tinggi akan menunjukkan kemampuan hidup yang rendah karena tidak seimbang perbandingan antara tinggi dan diameternya. Adapun S. stenoptera merupakan jenis yang memiliki nilai kekokohan tertinggi, lalu diikuti oleh jenis S. palembanica dan S. leprosula. Nilai kekokohan yang tinggi akan menunjukkan kemampuan hidup yang rendah karena tidak seimbang perbandingan antara tinggi dan diameternya. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki nilai IJA dan ICA dalam kategori yang kurang baik, juga memiliki kriteria kekokohan yang kurang baik pula.

.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula memiliki tipe pola pertumbuhan akar yang sama (Tipe Champagnat), dimana akar memiliki sifat pertumbuhan pseudo monopodial. S. stenoptera memiliki karakteristik penciri berupa perakaran yang paling panjang diantara dua jenis meranti lainnya, memiliki diameter akar terbesar, dan memiliki sedikit rambut akar

IJA ICA

Kekokohan

Nama jenis Rata-rata Kategori* Rata-rata Kategori*

S. stenoptera 0.35 Sedang 1.46 Rendah 133.44

S. palembanica 0.66 Sedang 0.76 Rendah 104.09

(40)

25

pada ujung akar. S. palembanica memiliki karakteristik penciri berupa sistem perakaran yang pendek, diameter akar yang kecil, bentuk akar yang tidak lurus, pola percabangan yang sedikit lebih rumit, dan memiliki rambut akar di permukaan akar. S. leprosula memiliki karakteristik penciri berupa akar yang lurus dan panjang, pola percabangan yang jelas, serta memiliki rambut akar pada bagian ujung akar.

2. Ada hubungan antara total panjang akar (primer, sekunder, ataupun keseluruhan) terhadap tinggi tanaman dan volume batang, serta kedalaman akar terhadap tinggi tanaman dan diameter tajuk. S. stenoptera dan S. palembanica mempunyai nilai IJA dengan kategori sedang, sedangkan nilai ICA termasuk dalam kategori rendah. S. leprosula mempunyai nilai IJA dengan kategori tinggi, namun nilai ICA termasuk dalam kategori rendah, sehingga dapat disimpulkan ketiga jenis meranti tersebut belum memiliki perakaran yang kuat.

Saran

1. Di masa yang akan datang, apabila akan dilakukan penelitian yang serupa dianjurkan untuk melakukan pengukuran sampai pada tingkat akar tersier. 2. Kegiatan pemantauan di areal konservasi ex-situ meranti di HPGW perlu

dilakukan. Kegiatan ini dilakukan untuk menjaga lokasi penanaman dari kerusakan yang akan berimplikasi pada kualitas pertumbuhan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Abe K, Ziemer R. 1991. Sistem perakaran bidara laut untuk pengendalian tanah longsor. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 18]. Tersedia pada: www.forda-mof.org/index.php/content/.../1066

Engels C, Lehmann J, Soethe N. 2005. Root morphology and anchorage of six native tree species from a tropical montane forest and an elfin forest in Equador. Journal of Plant and Soil. 279: 173-185

Hairiah K, Subekti R. 2008. Sistem perakaran bidara laut untuk pengendalian tanah longsor. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 18]. Tersedia pada: www.forda-mof.org/index.php/content/.../1066

Halle F, Oldeman R, Tomlison PB. 1983.Tropical Trees and Forests. Berlin: Springer.

Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Mediyatama Sarana Perkasa. Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah (Edisi Baru). Jakarta (ID): Akademika

Pressindo.

[HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2009. Sekilas tentang Hutan Pendidikan Gunung Walat. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 18]. Tersedia pada: http//fahutanasik.wordpress.com/hpgw/.

[IFSP] Indonesia Forest Seed Project. 2002. Informasi Singkat Benih Shorea leprosula .[Internet]. [diunduh 2013 Jul18]. Tersedia pada: http://fordamof.org/files/3. [IUCN] International Union for the Coservation of Natural Resources. [Internet].

(41)

26

Jayusman. 2005. Evaluasi keragaman genetik bibit surian di persemaian. Yogyakarta (ID). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Lynch M. 1995. Architecture and development of the oil palm root system.

Journal of Plant and Soil. 189:33-48.

Milthorpe F, Moorby J. 1974. Perkembangan akar. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 18]. Tersedia pada: http://hijauqoe.wordpress.com/

Mulyana D, Asmarahman C. 2010. 7 Jenis Kayu Penghasil Rupiah. Jakarta (ID) : Agro Media Pustaka

Newman MF, Burgess PF, Whitmore TC. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-Pohon Dipterocarpaceae Kalimantan. Bogor

Notohadiprawiro. 2000. Kadar lengas tanah. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 18].Tersedia pada: http://gesang.blogspot.com/2013/02/kadar-lengas-tanah_26.html.

Reubens B, Windey J, Danjon F. 2007. Assesing and analyzing 3D architecture of woody root systems, a review of methods and applications in tree and soil stability, resource acquisition and allocation. Journal of Plant and Soil. 303: 1-34.

Rismunandar. 1990. Persaingan antara tanaman sejenis. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 18]. Tersedia pada: http:// e.blogspot.com/2012/07/persaingan-antara-tanaman-sejenis.html

Schmidt FH, Ferguson JHA. 1951. Rainfall Types Based on Wet Dry Period Ratios of Indonesia with Western New Guinea. Verhandelingen No 42.Kementerian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisik.

Sobari. 2001. Identifikasi jenis meranti. [Internet].[diunduh 2013 Jul17]. Tersedia pada: .repository.ipb.ac.id/

Sotir RB, Gray DH. 1996. Biotechnical and soil bioengineering slopestabilization. New York (US): John Wiley & Son Inc.

Sukartono. 2008. Pengambilan sampel tanah. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 18]. Tersedia pada: http://llmu-tanah.blogspot.com/2011/12/laporan-pengambilan-sampel-tanah.html

Taiz L. 1991. Plant Phisiology. California (US): The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc.

(42)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat

Lampiran 2 Rekapitulasi pengukuran variabel pertumbuhan meranti

Jenis Pohon

Tinggi Pohon (m)

Diameter Batang

(cm)

Diameter tajuk (cm)

Total panjang akar primer (cm)

Total panjang akar sekunder (cm)

Total panjang

(cm)

SM1 12.50 9.24 592.50 773.00 983.50 1756.5

SM2 10.00 7.32 557.50 818.00 2134.50 2952.5

SM3 14.50 11.15 777.50 1810.00 4117.00 5927

SP1 8.50 9.87 735.00 621.00 1620.50 2241.5

SP2 8.50 7.64 610.00 773.00 1104.50 1877.5

SP3 10.50 8.92 610.00 360.00 413.00 773

SL1 8.00 11.80 530.00 368.00 1281.00 1649

SL2 11.00 10.50 465.00 845.50 1369.50 2215

(43)

28

Lampiran 3 Hasil analisis sifat kimia tanah

Nama jenis

Sifat kimia S. stenoptera S. palembanica S. leprosula

(44)

29

Lampiran 3 Kategori kelas tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983)

Sifat tanah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

pH 1:1 > 6.6 5.6 - 6.5 4.5 - 5.5 < 4.5

C-organik (%) 1.00 - 2.00 2.01 - 3.00 3.01 - 5.00 > 5.00

KTK (cmol/kg) 10.00 - 16.00 17.00 -24.00 25.00 -40.00 > 40.00

Lampiran 4 Foto – foto

Kondisi fisik bagian atas

(upground) tanaman

Akar kopi yang bertautan dengan akar meranti

Akar tiga jenis

meranti

S. stenoptera

(45)

30

S. palembanica

Akar tiga jenis

meranti

S. leprosula

(46)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 30 April 1991 dari ayah Dr. Ir. Iman Yani Harahap, MS. dan ibu Ira Indira Siregar. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Pematangsiantar dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada berbagai organisasi mahasiswa. Penulis bergabung menjadi anggota Project Division himpunan profesi Tree Grower Community periode 2011/2012 dan anggota Bussiness Development himpunan profesi Tree grower community periode 2012/2013.

Selain organisasi di atas, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan di fakultas maupun departemen, di antaranya sebagai anggota divisi acara Save mangrove for our earth 2010, divisi acara Save mangrove for our earth 2011 , sekretaris kegiatan BELANTARA 2011, anggota kegiatan Forestry Exhibition

2011, anggota divisi acara Tree Grower Community In Action 2011, anggota divisi acara Tree Grower Community In Action 2012.

Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Tangkuban Prahu-Cikeong tahun 2011, tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi serta bulan Februari tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi di IUPHHK-HA PT. East Point Indonesia, Kalimantan Tengah. Penulis telah menyelesaikan skripsi

dengan j d l “Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan

(47)

Gambar

Gambar 2  Alat-alat penelitian
Gambar 4  Skema tahapan penggalian
Gambar 5  Proses penandaan akar. (a) Pembuatan kuadran; (b) Penandaan akar;   (c) Pembuatan tanda pengukuran
Gambar 7  Perakaran meranti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat dijelaskan dengan teori keputusan dari Rogers dalam Notoatmodjo (2007) yang menerangkan bahwa upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa bid-ask spread pada semester satu saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap holding period investor, sedangkan variabel lain

Beban terpasang direncanakan beroperasi sesuai dengan kondisi operasi kapal sehingga pada front panel harus diberi tambahan indikator untuk mensimulasikan kondisi

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan sebenarnya (sebab musabab, duduk

pekerja.Postur kerja tidak alamiah misalnya postur kerja yang selalu berdiri, jongkok, dan membungkuk, dalam waktu lama yang menyebabkan ketidaknyamanan dan

Menurut Kurniawan (2010:4) “PHP merupakan script untuk pemrograman webserver-side, script yang membuat dokumen HTML, secara on the fly, dokumen HTML yang dihasilkan

Pendekatan Pengajaran dan Pembelajaran Berpusatkan Pelajar dalam Kecemerlangan Guru Cemerlang Pendidikan Islam dan Guru di Sekolah Menengah: Satu Kajian Kes.. Jasmi, Kamarul

Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar peserta didik yang diajar dengan menggunakan model