• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PROSPEK KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

PEMBENIHAN IKAN LELE (

Clarias

sp.) DI DESA BABAKAN,

KECAMATAN CISEENG, KABUPATEN BOGOR

ASEP KORLAN DEDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)
(4)

RINGKASAN

ASEP KORLAN DEDI. Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANI SURYANI dan EKO RUDDY CAHYADI.

Berdasarkan data lima tahun terakhir kebutuhan benih ikan lele selalu meningkat, sedangkan produksi benih yang dihasilkan belum memenuhi kebutuhan ditingkat Kabupaten maupun secara Nasional. Sehubungan dengan itu perlu dilakukan penelitian Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendapatkan informasi kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, (2) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan pembenihan ikan lele di Desa Babakan dan (3) Merumuskan strategi alternatif pengembangan pembenihan ikan lele di Desa Babakan.

Kriteria analisis kelayakan yang digunakan untuk menganalisis kelayakan usaha adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Break Even Point (BEP) dan Payback Period (PBP). Selanjutnya metode untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE), matriks External Factor Evaluation (EFE), matriks Internal External (IE) dan matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT), sehingga pada tahap terakhir menghasilkan strategi alternatif pengembangan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

Metode pengumpulan data dilakukan menggunakan metode purposive sampling dengan jenis quota sampling.Jumlah responden sebanyak 7 orang yaitu para pemilik usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Selain itu, di dukung data sekunder diambil dari buku literatur dan observasi.

Berdasarkan analisis kelayakan non finansial, bahwa usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan masih lemah pada seluruh aspek non finansial. Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial dengan kriteria kelayakan dan asumsi yang telah ditentukan, bahwa usaha pembenihan ikan lele dari 7 pembenih di Desa Babakan menghasilkan layak 100%. Seluruh nilai NPV yang diperoleh lebih besar dari nol, yaitu diantara Rp.3.395.841 - Rp.53.262.759. Seluruh nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari suku bunga (14%), yaitu 28,31% dan 45,25%. Seluruh nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari 1, yaitu 1,30 dan 1,62. Seluruh nilai PBP yang diperoleh lebih kecil dari tiga tahun, yaitu diantara 1,8 tahun dan 2,3 tahun. Berdasarkan hasil analisis IE maupun SWOT dari 7 pembenih di Desa Babakan, usaha pembenihan ikan lele ini perlu bertahan, berkembang dan melakukan strategi progresif. Alternatif strategi pengembangan usaha terbaik dari analisis QSPM adalah penerapan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) meningkatkan produktivitas dan mutu benih, sehingga program minapolitan tercapai.

(5)

SUMMARY

ASEP KORLAN DEDI. Prospect Feasibility and Strategy for the Development of Hatchery Catfish (Clarias sp.) in Babakan, Ciseeng, Bogor. Supervised by SURYANI and EKO RUDDY CAHYADI.

The need of catfish seed tends to increase for last five years, meanwhile the seed production unable to fulfill the demand at both regency and national level. For this reason, it is necessary to carry out a research about Prospect Feasibility and Strategy for the Development of Hatchery Catfish (Clarias sp.). The objectives of research are as follows: (1) To obtain information on the feasibility business of catfish hatchery in Babakan village, (2) To identify internal and external factors that influence toward catfish hatchery development in Babakan and (3) To provide the alternative strategy for catfish hatchery development in Babakan.

The criteria of the business feasibility analysis used in this study are Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Break Even Point (BEP), and Payback Period (PBP). While the factors that influence toward business development are identified using Internal Factor Evaluation (IFE) matrix, External Factor Evaluation (EFE) matrix, Internal External (IE) matrix, and Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) matrix. Lastly the Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) is applied to provide an alternative strategy of business development.

Data were collected using quota sampling methods as well as the secondary data taken from literature and observation. A total of 7 respondents were chosen randomly to provide of range of data related to their catfish hatchery business.

The results of the non-financial feasibility analysis showed that the catfish hatchery business in Babakan is still weak on the whole non-financial aspects. Based on the results of a financial feasibility analysis with the feasibility criteria and assumptions which have been determined, it is known that the catfish hatchery business of 7 fish farmers is feasible with 100%. The entire value of the NPV is greater than zero between International Drawing Right (IDR) 3.395.841 and IDR 53.262.759. The entire value of IRR is greater than the interest rate (14%) between 28,31% and 45,25%. The entire value of Net B/C is greater than 1 between 1.30 and 1.62. The entire value of the PBP is less than 3 years between 1.8 years and 2.3 years. Based on the result of both IE and SWOT analysis, of 7 fish farmers in Babakan that the catfish hatchery need to defend, develop and undertake progressive strategies. The best alternative strategy of business development business that recommended from QSPM analysis is the application of Good Hatchery Practices (CPIB) to increase production and quality of seeds, so that minapolitan program is reachable.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

PROSPEK KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

PEMBENIHAN IKAN LELE

(Clarias

sp.

)

DI DESA BABAKAN,

KECAMATAN CISEENG,KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng,

Kabupaten Bogor Nama : Asep Korlan Dedi NIM : P054114125

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA Ketua

Dr Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah

Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS DEA

Wakil Dekan

Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini ialah Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Tesis ini sebagai tugas akhir pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pasca Sarjana (SPS), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA dan Bapak Dr Eko Ruddy Cahyadi, MM dan Prof Dr Ir Komar Sumantadinata, MSc (Alm) selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA yang telah banyak memberi saran dan dorongan. Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada para pembenih ikan lele yang ada di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor dan Bapak Wagino, SP selaku Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) bidang Perikanan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, yang telah memberikan berbagai informasi dan masukan dalam pengumpulan data. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibunda, Istri dan kedua anak tercinta, serta seluruh keluarga, yang dengan tulus memberikan

dukungan dan do’a yang dipanjatkan dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

I PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

II TINJAUAN PUSTAKA 3

Perkembangan Usaha Pembenihan Lele 3

Wadah Pada Usaha Pembenihan Lele 4

Tingkat Penerapan Teknologi Pembenihan 4

Kegiatan Usaha Pembenihan Lele yang Sesuai CPIB 5

Tingkat Penerapan Manajemen Mutu 6

Kelayakan Usaha 6

Strategi Pengembangan Usaha 10

IIIMETODE PENELITIAN 16

Bahan 16

Pengolahan dan Analisis Data 17

IVHASIL DAN PEMBAHASAN 18

Gambaran Umum Usaha Pembenihan Ikan Lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 18

Analisis Kelayakan Non Finansial 19

Aspek Hukum 19

Aspek Pemasaran 19

Aspek Teknis 20

Aspek Manjemen 23

Aspek Sosial Ekonomi 23

Aspek Dampak Lingkungan 23

Analisis Kelayakan Finansial 24

Arus Masuk 25

Arus Keluar 25

Biaya Investasi 26

Biaya Operasional 26

Analisis Laba Rugi Usaha 26

Analisis Kelayakan Finansial dan Kriteria Kelayakan 27

Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha 27

Strategi Pengembangan Usaha 28

Analisis Matriks IFE 29

Analisis Matriks EFE 30

Analisis Matriks IE 31

(12)

Analisis Matriks QSPM 33

V SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

(13)

DAFTAR TABEL

1 Matriks IFE 10

2 Matriks EFE 11

3 Matriks SWOT 12

4 Matriks QSPM 15

5 Harga benih ikan lele berdasarkan ukuran di Desa Babakan, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor 20

6 Matriks Analisis Non Finansial 24

7 Asumsi untuk analisis keuangan usaha pembenihan ikan lele di Desa

Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 25

8 Arus masuk usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor 25

9 Arus keluar usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor 26

10 Laba rugi dan BEP usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 27

11 Parameter kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 28

12 Matriks IFE gabungan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 30

13 Matriks EFE gabungan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 31

14 Alternatif strategi pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor 35

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram SWOT 13

2 Matriks Internal Eksternal 14

3 Diagram alir pelaksanaan kegiatan penelitian Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 17

4 Analisis Matriks IE usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 32

5 Diagram SWOT usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 33

6 Grafik analisis QSPM usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 34

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta pengembangan perikanan di Kabupaten Bogor 39

2 Kuesioner 40

3 Analisis SWOT 45

(14)

5 Komponen proyeksi produksi dan pendapatan kotor pembenih di Desa

Babakan 50

6 Proyeksi pendapatan kotor pembenih di Desa Babakan 50

7 Biaya investasi pembenih ke-1 (Iwan) 51

8 Komponen biaya investasi pembenih ikan lele di Desa Babakan 52 9 Biaya investasi pembenih ikan lele di Desa Babakan 52

10 Biaya variabel pembenih ke-1 (Iwan) 53

11 Komponen biaya varibel pembenih ikan lele di Desa Babakan 53 12 Biaya variabel dan tetap pembenih ikan lele di Desa Babakan 54

13 Biaya tetap pembenih ke-1 (Iwan) 54

14 Biaya panen pembenih ikan lele di Desa Babakan 54 15 Biaya produksi dan keuntungan pembenih di Desa Babakan 55

16 Proyeksi laba rugi pembenih di Desa Babakan 55

17 BEP(Rupiah) pembenih di Desa Babakan berdasarkan ukuran benih 56

18 Arus kas pembenih ke-1 (Iwan) 57

19 Analisis kelayakan usaha 58

20 Analisis sensitivitas kenaikan harga pakan 10% 58 21 Analisis sensitivitas kenaikan harga pakan 20% 58

22 Bobot untuk matriks IFE dan matriks EFE 59

23 Rating IFE 60

24 Rating EFE 60

25 Analisis SWOT 61

26 Rekap SWOT dan IE 62

27 Analisis Matriks QSPM 62

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia, selain harga yang relatif murah, mudah dibudidayakan dan memiliki kandungan gizi yang tinggi.

Kebutuhan ikan lele di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat. Hal ini sebagai gambaran bahwa pertumbuhan Industri Kecil Menengah (IKM) dalam pemanfaatan ikan lele semakin berkembang, sehingga mampu menumbuhkan wirausahawan-wirausahawan baru bidang perikanan. Para wirausahawan adalah pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan suatu negara (Adelina 2011).

Konsumsi ikan lele masih didominasi wilayah Jawa 250 ton per hari. Selain Jakarta konsumsi lele terbanyak berada di Yogyakarta (KKP 2012). Beberapa wilayah yang ada di Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi lele diantaranya Ciseeng, Parung, Gunung Sindur dan Gadog. Kabupaten Bogor mempunyai lokasi berdekatan dengan pusat pasar domestik yaitu kawasan Jabodetabek dengan kebutuhan pasokan lele 150 ton per hari (Ditjen P2HP 2010). Sedangkan kebutuhan lele di Bogor sudah menembus 30 ton per hari (Wibowo 2011).

Dalam rangka peningkatan produksi perikanan budidaya 353% (KKP 2011), peranan bidang pembenihan menjadi sangat penting untuk menghasilkan benih bermutu baik dan produksi yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan benih untuk pembesaran.

Ketersediaan benih lele di Kabupaten Bogor pada dua tahun terakhir (2011-2012) 54.684.000 ekor (5,25% dari ketersediaan benih lele di Provinsi Jawa Barat) dan 175.582.800 ekor (1,89% dari ketersediaan benih lele di Provinsi Jawa Barat) (Dinas Peternakan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Bogor 2010, 2012). Hasil produksi benih lele secara Nasional mengalami peningkatan terutama pada tahun 2011. Sedangkan ditingkat Provinsi Jawa Barat produksi benih lele berfluktuasi, meningkat pada tahun 2011 dan menurun pada tahun 2012. Produksi benih di Kabupaten Bogor tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup nyata. Dengan demikian dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan benih ikan lele setiap tahunnya meningkat.

Kekurangan pasokan benih lele berkaitan erat dengan kegiatan usaha pembesaran yang semakin meningkat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar domestik, pada kegiatan pembenihan perlu dilakukan perbaikan. Perbaikan dapat dilakukan pada aspek teknis dan non teknis. Dengan perbaikan pada kedua aspek tersebut diharapkan peningkatkan mutu dan produktivitas benih dapat tercapai, baik ditingkat Kabupaten maupun secara Nasional.

(16)

penetapan lokasi kawasan minapolitan. Daerah pengembangan kawasan minapolitan tergambar dalam Lampiran 1 (Pemerintah Kabupaten Bogor 2012).

Pemerintah melalui Ditjen Perikanan Budidaya saat ini sedang melakukan sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Sertifikasi CPIB dilakukan kepada Unit Pembenih Rakyat (UPR) dan usaha pembenihan di seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut penting dilakukan, agar produktifitas meningkat dan menghasilkan mutu yang baik. Mutu benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya. Penggunaan mutu benih lele yang baik dapat menurunkan kegagalan dan risiko usaha, meningkatkan produktivitas usaha dan pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan pendapatan para pembenih lele.

Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor merupakan kawasan potensial pembenihan ikan lele, kegiatan pembenihan ikan lele sudah cukup lama dilakukan dan merupakan salah satu sentra produksi pembenihan ikan lele di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan data dan informasi tersebut, diperlukan kegiatan penelitian pada usaha pembenihan ikan lele. Penelitian dilakukan bertujuan menguatkan penelitian sebelumnya untuk melihat potensi, aspek pendukung, aspek penghambat dan pola usaha yang dilakukan pada kegiatan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan.

Perumusan Masalah

1. Bagaimana kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor dari aspek non finansial dan aspek finansial ?

2. Faktor-faktor internal dan eksternal apakah yang mempengaruhi pengembangan pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor ?

3. Bagaimana strategi alternatif pengembangan pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor ?

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan informasi tentang kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

(17)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kondisi kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi para pengusaha pembenihan ikan lele dan Pemerintah Daerah setempat dalam upaya pengembangan pembenihan ikan lele.

3. Memberikan alternatif usaha bagi masyarakat.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Usaha Pembenihan Lele

Perkembangan usaha budidaya lele semakin meningkat setelah lele dumbo masuk ke Indonesia pada tahun 1986. Ikan lele dumbo merupakan hasil perkawinan silang jenis bastar (hibrida) dari induk jantan Clarias gariepinus yang berasal dari Afrika dengan induk betina Clarias Fuscus yang berasal dari Taiwan (Hernowo dan Rachmatun 2011). Awalnya petani enggan membudidayakan lele dumbo, karena lele dumbo memiliki struktur dagingnya rapuh dan ketika digoreng mudah hancur. Menurut sebagian orang lele dumbo rasanya tidak se enak lele lokal, sehingga dianggap tidak laku dipasaran. Pada saat itu teknik pemijahan masih dianggap sulit, pemijahan harus dilakukan dengan kawin suntik (induced breeding). Dengan waktu yang tidak terlalu lama lele dumbo dapat diterima masyarakat, pemijahan dapat disiasati secara alami dan lele dumbo berkembang pesat di Indonesia.

Pada tahun 2000, Pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan (sekarang Kementerian Kelautan dan Perikanan) melalui Balai Budidaya Air Tawar atau BBAT (sekarang Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar atau BBPBAT) Sukabumi, melakukan program perbaikan kualitas lele dumbo dengan melakukan teknik perkawinan silang balik. Teknik perkawinan tersebut yaitu induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi ke 6 (F6) lele dumbo (Khairuman dan Amri 2012).

Seiring perkembangan dan tingkat keberhasilan usaha budidaya lele dari hasil penggunaan lele hasil silang balik tersebut maka pada tahun 2000-2004 dilakukan sosialisasi serta diseminasi induk dan benih lele silang balik tersebut. Dengan dasar tersebut maka tahun 2004 lele sangkuriang resmi dirilis sebagai komoditas baru ikan lele unggul berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KP. 26/MEN/2004 tanggal 21 Juli 2004.

(18)

Wadah Pada Usaha Pembenihan Lele

Wadah yang digunakan pada usaha pembenihan lele bisa memanfaatkan fasilitas yang ada, sehingga dengan tidak mengeluarkan modal yang banyak, telah mampu melakukan kegiatan usaha pembenihan lele. Menurut Wibowo (2011), wadah yang digunakan untuk pembenihan ikan lele bisa berupa styrofoam, bak fiber, aquarium, toren, drum dan terpal.

Kegiatan usaha pembenihan ikan lele dapat dilakukan di dalam ruangan atau di luar ruangan. Jika di luar ruangan bisa dipertimbangkan menggunakan bak terpal, dengan alasan selain murah, praktis dalam pembuatannya serta fleksibel.

Secara umum pembenihan ikan lele menggunakan tiga jenis wadah yaitu : kolam induk, kolam pemijahan dan kolam penetasan telur dan pemeliharaan benih.

Tingkat Penerapan Teknologi Pembenihan

Penerapan teknologi pembenihan mengalami perkembangan pesat, dimulai dari teknik pemijahan yaitu ada 3 (tiga) metode. Pertama menggunakan metode alami sesuai dengan tingkat pemahaman dan penguasaan yang baik terhadap pemijahan ikan lele. Pemijahan dengan metode alami tidak memaksakan induk untuk mengeluarkan telurnya, hal penting yang perlu diperhatikan kesiapan induk untuk memijah (Mahyudin 2013). Kedua metode semi alami dengan menggunakan hormon kelenjar hipofisa yang diambil dari ikan donor dapat berasal dari lele dumbo, ikan mas, atau lele lokal, hormon tersebut digunakan untuk merangsang lele dumbo agar mau memijah atau penyuntikan dengan hormon buatan (Ovaprim) (Hernowo dan Rachmatun 2011). Ketiga metode buatan, pada teknik ini proses pemijahan dilakukan dengan metode stripping atau pengurutan perut induk untuk diambil telurnya. Sementara lele jantan dilakukan pembedahan untuk diambil kantung spermanya. Proses pembuahan dengan cara mencampurkan telur dengan sperma di dalam satu wadah yang telah disiapkan (Wibowo 2011).

Penerapan teknologi lain, yaitu penerapan teknologi pemuliaan telah mampu diterapkan sebagai upaya peningkatan efisiensi, peningkatan produksi dan nilai tambah. Inovási tersebut antara lain: (1) Dalam menghasilkan induk dan benih unggul telah dilakukan melalui proses seleksi. Upaya tersebut telah menghasilkan induk ikan unggul seperti Lele Sangkuriang, (2) Untuk lebih mempercepat pertumbuhan benih ikan unggul tersebut, dilengkapi dengan perlakuan vaksinasi dan perendaman growth stimulator; (3) Untuk menjaga kualitas air pada pengelolaan media budidaya menggunakan perlakuan probiotik yang dilengkapi dengan sistem bioflok, (4) Penggunaan pakan buatan dilengkapi dengan enzim dalam upaya efisiensi pemanfaatan pakan, selain bioflok yang juga berfungsi

sebagai pakan alami. Upaya-upaya tersebut telah secara nyata mampu meningkatkan produksi, produktivitas yang berdaya saing

(http://www.djpb.kkp.go.id/).

(19)

Selain itu, hal tersebut dapat menjadi pakan alami serta mampu meningkatkan efisiensi pakan dengan Feed Convertion Ratio (FCR) mencapai 0,8 FCR.

Kegiatan Usaha Pembenihan Lele yang Sesuai CPIB

Saat ini Pemerintah mendorong para pelaku usaha pembenihan ikan, khususnya ikan lele agar melakukan sertifikasi CPIB. Sertifikasi CPIB dilakukan supaya benih yang dihasilkan memiliki kualitas baik dan dapat meningkatkan daya saing produk. CPIB membantu dalam proses pembenihan ikan lele dapat lebih efektif, efisien, memperkecil resiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelanggan, menjamin kesempatan ekspor dan ramah lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).

Dalam penerapan CPIB ada 4 (empat) aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek teknis, aspek manajemen, aspek keamanan pangan dan aspek lingkungan.

Aspek Teknis meliputi, lokasi harus bebas banjir dan bebas cemaran, sumber air juga harus diperiksa laboratorium untuk mengetahui kandungan logam berat dan bakteri coliform. Fasilitas juga harus sesuai, diantaranya terdapat gudang pakan dan gudang peralatan yang layak, sarana pengemasan dsb. Proses produksi/ pemeliharaan sebaiknya mengacu pada Standard Nasional Indonesia (SNI) dari pemeliharaan sampai pengemasan. Benih ikan harus berasal dari unit pembenihan yang bersertifikasi CPIB, dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal (SKA) Benih Ikan. Induk Ikan harus berasal dari lembaga yang berwenang memproduksi Induk Ikan, dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal (SKA) Induk Ikan. Penerapan biosecurity adalah sebuah upaya agar tempat budidaya/pembenihan tidak terkontaminasi zat-zat atau organisme berbahaya yang dapat mengganggu proses pemeliharaan. Diantaranya adalah dengan membuat pagar keliling, foot bath, sebelum memasuki ruang pembenihan, pencuci roda mobil/motor di pintu gerbang dan sebagainya.

Aspek manajemen meliputi struktur organisasi dan manajemen serta pengolahan data untuk dokumentasi dan rekaman. Dokumentasi dalam hal ini adalah Standard Operasional Prosedur (SOP) atau Instruksi Kerja, merupakan pedoman dalam melaksanakan kegiatan yang dilengkapi dengan formulir isian, untuk mengumpulkan data yang diperlukan selama proses pemeliharaan. Rekaman data merupakan bukti obyektif untuk menunjukkan efektivitas penerapan CPIB. Contoh rekaman diantaranya adalah pembelian pakan, pengolahan kolam, data kematian, pemberian pakan, pemeriksaan kualitas air dan sebagainya.

(20)

menggunakan bahan yang dilarang, untuk digunakan sebagai bahan campuran pakan ikan.

Aspek lingkungan adalah sebuah jaminan bahwa kegiatan budidaya/pembenihan ikan, tidak mencemari lingkungan sekitar. Ini dapat dilakukan dengan cara mengendapkan air buangan dari proses budidaya/pembenihan ikan di kolam pengendapan atau diproses terlebih dahulu, sehingga air yang mengalir ke keperairan umum sudah normal tidak mencemari lingkungan.

Tingkat Penerapan Manajemen Mutu

Penerapan manajemen mutu pada usaha pembenihan ikan lele oleh KKP melalui Ditjen Perikanan Budidaya, dengan melakukan sertifikasi (CPIB), dimana benih yang dihasilkan akan terjamin mutunya.

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh sertifikat CPIB sebagai berikut :

a. Surat keterangan dari Desa b. Lokasi bebas banjir dan cemaran

c. Air tersedia sepanjang tahun dan tidak tercemar (dibuktikan dengan hasil analisis laboratorium)

d. Fasilitas unit lengkap (ada gudang, tempat pengemasan dsb) e. Menerapkan biosecurity

f. Pakan bersertifikat, atau melampirkan bahan/formula dan menyerahkan sampel apabila menggunakan pakan buatan sendiri

g. Induk memiliki Surat Keterangan Asal (SKA)

h. Mempunyai Standard Operasional Prosedur (SOP) dari pengolahan kolam, pengadaan induk, pemeriksaan kesehatan ikan, pemeriksaan kualitas air, sampai dengan panen dan pengemasan

i. Mempunyai data rekaman selama proses produksi

j. Didampingi satu orang bersertifikat Manager Pengendali Mutu (MPM) Perbenihan.

(KKP 2008).

Sertifikasi CPIB diharapkan mampu menjawab tantangan kedepan. Dengan memiliki kualitas produk yang baik, akan mampu memproteksi produk lokal khususnya perikanan. Penerapan CPIB memberi peluang untuk melakukan ekspor perikanan dalam memenuhi kebutuhan pasar luar negeri, dengan standar kualitas yang dimiliki sejajar kualitas standar Internasional.

Kelayakan Usaha

(21)

tersebut dijalankan. Studi kelayakan bertujuan untuk menilai kelayakan suatu gagasan usaha.

Menurut Ibrahim (2009), studi kelayakan bisnis adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha.

Tujuan studi kelayakan usaha menurut Kasmir dan Jakfar (2012) adalah : a. Menghindari risiko kerugian

Risiko kerugian untuk masa yang akan datang yang penuh dengan ketidak pastian, dalam hal ini fungsi studi kelayakan untuk meminimalkan resiko baik yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan. b. Memudahkan Perencanaan

Perencanaan meliputi berapa jumlah dana yang diperlukan, kapan usaha akan dijalankan, dimana, bagaimana pelaksanaannya, berapa besar keuntungan yang akan diperoleh serta bagaimana mengawasinya jika terjadi penyimpangan.

c. Memudahkan Pelaksanaan Pekerjaan

Dengan rencana yang telah tersusun maka sangat memudahkan pelaksanaan bisnis, pengerjaan usaha dapat dilakukan secara sistematik. d. Memudahkan Pengawasan

Dengan melaksanakan usaha sesuai rencana maka memudahkan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha.

e. Memudahkan Pengendalian

Jika dapat diawasi maka jika terjadi penyimpangan akan mudah terdeteksi, sehingga mudah untuk mengendalikan penyimpangan tersebut.

Menurut Kasmir dan Jakfar (2012) aspek studi kelayakan usaha dibagi menjadi 7 (tujuh) bagian yaitu :

1. Aspek Hukum

Dalam aspek ini yang dibahas adalah masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha pembenihan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen merupakan dasar hukum yang harus dipegang. Keabsahan dan kesempurnaan dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan dokumen tersebut.

2. Aspek Pasar dan Pemasaran

Untuk menilai apakah perusahaaan yang akan melakukan investasi ditinjau dari segi pasar dan pemasaran memiliki peluang pasar yang diinginkan atau tidak. Atau dengan kata lain, seberapa besar potensi pasar yang ada untuk produk yang ditawarkan dan seberapa besar market share yang dikuasai oleh para pesaing dewasa ini. Kemudian bagaimana strategi pemasaran yang akan dijalankan, untuk menangkap peluang pasar yang ada. Untuk menentukan pasar yang nyata dan potensi pasar yang ada, maka perlu dilakukan riset pasar.

3. Aspek keuangan

(22)

4. Aspek Teknis

Dalam aspek ini yang akan diteliti adalah mengenai lokasi usaha, baik kantor pusat, cabang, pabrik, atau gudang. Kemudian penentuan layout gedung dan peralatan serta layout ruangan sampai kepada usaha perluasan. Penelitian mengenai lokasi meliputi berbagai pertimbangan, apakah harus dekat dengan pasar, dekat dengan bahan baku, dengan tenaga kerja, atau pertimbangan lainnya. Kemudian mengenai penggunaan teknologi apakah padat karya atau padat modal.

5. Aspek Manajemen

Yang dinilai dalam aspek ini adalah para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada. Usaha yang dijalankan akan berhasil jika dijalankan oleh orang-orang yang profesional. Demikian pula dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan usahanya.

6. Aspek sosial ekonomi

Penelitian dalam aspek ekonomi adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan jika usaha ini dijalankan. Pengaruh ini terutama terhadap ekonomi secara luas serta dampak sosialnya terhadap masyarakat secara keseluruhan.

7. Aspek dampak lingkungan

Merupakan analisis yang paling dibutuhkan pada saat ini, karena setiap usaha yang dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya.

Metoda analisis yang dapat digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah metoda nilai bersih sekarang (Net Present Value/NPV), rasio manfaat biaya (Net Benefit Cost Ratio/ Net B/C), tingkat pengembalian hasil internal (Internal Rate of Return/IRR), analisis Break Even Point (BEP), serta metoda Payback Period (PBP).

1. Metoda Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara manfaat dan biaya atau disebut dengan arus kas bersih. Suatu bisnis dapat disebut layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Suatu bisnis dikatakan layak jika nilai NPV lebih besar dari nol (NPV>0), yang memiliki arti bahwa bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Apabila suatu bisnis memiliki nilai NPV lebih kecil dari nol, maka bisnis tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Nurmalina et al. 2009). Rumus NPV adalah:

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga

t = Tahun n = Jumlah tahun

2. Rasio Manfaat Biaya (Net Benefit Cost Ratio/ Net B/C)

(23)

satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu kegiatan investasi atau bisnis bisa dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan dapat dikatakan tidak layak jika Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina et al. 2009). Rumus yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah:

Net B/C =

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga

t = Tahun n = Jumlah tahun

3. Tingkat Pengembalian Hasil Internal (Internal Rate of Return/IRR)

Kelayakan suatu bisnis dapat dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan, yang dapat ditunjukkan dengan mengukur besarnya Internal Rate of Return (Nurmalina et al. 2009). Internal Rate of Return merupakan suatu tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan net present value sama dengan nol. Jika hasil perhitungan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga dapat dikatakan bahwa usaha tersebut layak. Jika IRR sama dengan tingkat suku bunga maka usaha tidak untung maupun rugi dan jika IRR di bawah nilai tingkat suku bunga maka usaha tersebut tidak layak (Ibrahim 2009). Rumus IRR adalah:

IRR = i1+

NPV1 NPV1− NPV2

x( i2−i1) Keterangan:

i1 = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif i2 = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif

4. Break Even Point (BEP)

BEP merupakan suatu analisis yang memberikan informasi tentang berapa tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh laba. Selain itu Breakeven Point (BEP) juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauhkah berkurangnya penjualan yang masih dapat ditoleransi agar perusahaan tidak menderita rugi dan juga untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh (Jumingan 2008). Rumus yang digunakan untuk menghitung BEP adalah:

BEP (unit) = Total Biaya Tetap

Harga Jual/unit – Biaya Peubah/unit 5. Payback Period (PBP)

(24)

mengembalikan investasi (Ibrahim 2009). Menurut (Nurmalina et al. 2009), PBPmerupakan suatu analisis yang mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa kembali. Bisnis yang payback period-nya singkat atau cepat pengembaliannya, memiliki kemungkinan untuk dipilih. Rumus yang digunakan untuk menghitung PBP adalah:

PP = Investasi

Kas Bersih/ Tahun × 1 Tahun

Strategi Pengembangan Usaha

Menurut Marimin (2008), proses yang harus dilakukan dalam membuat perumusan strategi agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai berikut:

1. Tahapan pengambilan data yaitu matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE).

2. Tahapan analisis yaitu pembuatan matriks IE dan matriks SWOT.

3. Tahapan pengambilan keputusan yaitu Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

Pada tahap pengambilan data dapat menggunakan matriks IFE dan EFE. Matriks IFE adalah merupakan alat analisis untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan kunci dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha pembenihan. Sedangakan matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi peluang dan ancaman usaha pembenihan.

Tabel 1 Matriks IFE

Faktor Internal Bobot Rating Skor Terbobot

Kekuatan:

1.

2.

dst.

Total Kekuatan

Kelemahan Bobot Rating Skor Terbobot

1.

2.

dst.

Total Kelemahan

Total Kekuatan - Total Kelemahan = S - W = x Sumber: Rangkuti, 2009

Dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal usaha pembenihan dapat dilakukan dengan wawancara dan memberikan kuesioner pada pihak yang berkompeten. Pada tahapan ini, matriks IFE dan EFE bertujuan menyiapkan strategi untuk mengkuantifikasi secara objektif. Matriks IFE mengklasifikasikan menjadi kekuatan dan kelemahan bagi usaha pembenihan (Tabel 1). Sedangkan matriks EFE mengklasifikasikan menjadi peluang dan ancaman (Tabel 2).

(25)

Langkah-langkah dalam menyusun matriks IFE dan EFE, yaitu:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman usaha pembenihan (kolom 1).

2. Memberikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Bobot didapatkan dari hasil perbandingan berganda dengan membandingkan antara faktor yang satu dengan yang lain.

3. Memberikan rating 1 sampai dengan 4 pada setiap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh usaha pembenihan. Nilai skala untuk kekuatan adalah 1 = tidak kuat, 2 = cukup kuat, 3 = kuat dan 4 = sangat kuat. Nilai skala untuk

kelemahan adalah 1 = lebih lemah, 2 = sedang, 3 = tidak lemah dan 4 = sangat tidak lemah. Dan berikan rating 1 sampai dengan 4 pada setiap

peluang dan ancaman untuk mengindikasikan seberapa efektif usaha pembenihan merespon peluang atau ancaman yang bersangkutan. Nilai skala

untuk peluang adalah 1 = respon di bawah rataan, 2 = respon rataan, 3 = respon di atas rataan dan 4 = respon sangat superior. Nilai skala untuk

kelemahan adalah 1 = respon sangat superior, 2 = respon di atas rataan, 3 = respon rataan dan 4 = respon di bawah rataan.

4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4. Skor pembobotan nilainya bervariasi mulai dari 1,0 (poor) sampai dengan 4,0 (outstanding).

5. Jumlah skor pembobotan (kolom 4) untuk memperoleh total skor pembobotan bagi usaha pembenihan tersebut. Total skor terbobot berkisar antara 1 sampai dengan 4. Nilai 1 pada matriks IFE menunjukkan situasi internal usaha pembenihan sangat buruk. Nilai 4 pada matriks IFE menunjukkan situasi internal usaha pembenihan sangat baik. Sedangkan nilai 2,5 pada matriks IFE dan EFE menunjukkan situasi internal usaha pembenihan berada pada tingkat rataan. Pada matriks EFE, nilai 1 menunjukkan usaha pembenihan tidak dapat memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Nilai 4 menunjukkan usaha pembenihan merespon peluang dan ancaman dengan baik.

Tabel 2 Matriks EFE

Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Terbobot

Peluang: 1. 2. dst.

Total Peluang

Ancaman: Bobot Rating Skor Terbobot

1. 2. dst.

Total Ancaman

(26)

Setelah melakukan pengambilan data selanjutnya adalah tahap analisis. Pada tahap ini dapat menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi usaha pembenihan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan tantangan (threats) (Rangkuti 2009). Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, sedangkan faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan.

Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT, yaitu: a. Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT

Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor eksternal (Peluang dan Tantangan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal (Tabel 3).

Tabel 3 Matriks SWOT pembenihan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan manfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2.) Strategi WO: Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada.

3.) Strategi ST: Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki usaha pembenihan untuk mengatasi ancaman.

(27)

b. Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT

Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitatif melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (2008) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

1.) Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor serta jumlah total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T; Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan secara saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti skor yang paling tinggi. Perhitungan bobot (b) masing-masing point faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan point faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya point faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor).

2.) Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y;

3.) Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT (Gambar 1).

Gambar 1 Diagram SWOT Sumber: David, 2009

Keterangan:

1. Kuadran I (positif, positif)

(28)

dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

2. Kuadran II (positif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karena itu, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

3. Kuadran III (negatif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.

4. Kuadran IV (negatif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk menggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

Gambar 2 Matriks Internal Eksternal Sumber: David, 2009

(29)

1. Divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat disebut tumbuh dan membangun. Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal) mungkin paling tepat untuk divisi-divisi tersebut.

2. Divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII, paling baik dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara; strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang umum digunakan untuk jenis-jenis divisi ini.

3. Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, atau IX, paling baik dikelola dengan strategi panen atau divestasi.

Tabel 4 Matriks QSPM

Faktor Kunci Bobot

Strategi-Strategi Alternatif

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3

AS TAS AS TAS AS TAS

Faktor Internal:

Kekuatan

Kelemahan

Faktor Eksternal:

Peluang

Ancaman

Sumber: Rangkuti, 2009

Setelah melakukan tahap masukan dan tahapan pencocokan, dilanjukan dengan tahap keputusan. Salah satu analisis yang dapat dilakukan yaitu Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) seperti pada Tabel 4. Teknik ini secara objektif menunjukkan strategi alternatif yang paling baik didasarkan atas faktor-faktor keberhasilan kritis internal dan eksternal yang telah dikenali lebih dahulu (Dewanti 2008). Menurut Dewanti (2008), 6 langkah untuk mengembangkan QSPM antara lain adalah:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman usaha pembenihan (kolom 1). Buatlah daftar peluang, kelemahan, peluang dan ancaman. Informasi ini dari matriks IFE dan EFE.

2. Berilah bobot pada setiap faktor eksternal dan internal. Bobot sama dengan yang ada pada IFE dan EFE.

3. Periksalah matriks pencocokan di tahap sebelumnya dan kenali strategi alternatif yang harus dipertimbangkan.

4. Tentukan nilai daya tarik (AS) yang didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi pada suatu rangkaian strategi tertentu. Nilai AS adalah: 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar menarik dan 4 = sangat menarik.

(30)

TAS menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi alternatif, semakin tinggi nilai TAS semakin menarik strategi alternatif tersebut.

3

METODE PENELITIAN

Bahan

Penelitian dilaksanakan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor menggunakan data primer dan sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Data Primer

Data Primer dikumpulkan menggunakan metode purposive sampling denga jenis quota sampling (Sugiyono 2009). Responden pada penelitian ini adalah pemilik-pemilik usaha pembenihan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor dengan jumlah responden sebanyak 7 orang. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer diperoleh dengan cara wawancara. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data menanyakan langsung dengan tatap muka kepada responden. Kuesioner telah dipersiapkan sebagai pedoman untuk wawancara (Lampiran 2 dan Lampiran 3).

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari Buku Data Perikanan, Dinas Peternakan dan Perikanan, Pemerintah Kabupaten Bogor. Data dari Petugas Penyuluh Lapangan bidang Perikanan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, literatur berupa buku dan jurnal yang berkaitan dengan kegiatan usaha pembenihan ikan lele.

c. Observasi

Observasi dilakukan terhadap pembenih ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor dilakukan dengan menemui dan melihat secara langsung kegiatan usaha pembenihan ikan lele. Kegiatan observasi dilakukan untuk melengkapi data yang belum termasuk di wawancara. Kegiatan observasi pada pembenih ikan lele dilakukan beberapa kali untuk melengkapi kekurangan data, mendokumentasikan kegiatan pembenihan melalui pengambilan foto dan pencatatan secara detail terhadap kegiatan pembenih ikan lele yang dijadikan sampel penelitian.

(31)

Pengolahan dan Analisis Data

Langkah-langkah dalam pengolahan dan analisis data dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pengolahan data dilakukan untuk menganalisa kelayakan usaha secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif diterapkan pada aspek non finansial, sedangkan analisis kuantitatif diterapkan pada aspek finansial seperti penentuan Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate Return (IRR), Break Even Point (BEP) dan Payback Period (PBP).

(32)

2. Proses perumusan alternatif strategi melalui tiga tahap yaitu : a. Tahap pengumpulan data (Tahap masukan).

Tahap ini adalah menetapkan faktor internal dan eksternal usaha pembenihan. Data yang teridentifikasi dalam pengamatan lapangan, dirangkum dalam suatu matriks, yaitu: Matriks EFE digunakan untuk mengetahui peluang terbesar dan terkecil yang dimiliki usaha pembenihan dan ancaman terbesar maupun ancaman yang tidak mempengaruhi usaha pembenihan, sedangkan matriks IFE digunakan untuk mengetahui kekuatan paling besar dan terkecil yang dimiliki maupun kelemahan terbesar dan terkecil yang dimiliki usaha pembenihan.

b. Tahap analisis (Tahap pencocokan)

Tahap ini memanfaatkan semua informasi kuantitatif yang sudah diperoleh pada tahap sebelumnya untuk menganalisis perumusan strategi. Analisis yang dapat digunakan sebagai alat analisis adalah matriks IE (Internal Eksternal) dan matriks SWOT (Strength, Weakness, Opprtunities and Threats).

c. Tahap pengambilan keputusan (Tahap keputusan).

Analisis yang dapat digunakan pada tahap akhir ini adalah Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi, usaha pembenihan harus mampu mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik, yang paling cocok dengan kondisi internal usaha pembenihan serta lingkungan eksternal.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Usaha Pembenihan Lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

Desa Babakan yang berada di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang cukup potensial untuk pengembangan usaha budidaya perikanan. Lokasi pembenihan memiliki topografi sebagian datar dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 5-8%, ketinggian tempat 125.m dari permukaan laut (dpl). Curah hujan selama lima tahun terakhir rataan 296,9 mm/tahun, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan terendah pada bulan September. Kodisi demikian sesuai dengan persyaratan pengembangan budidaya lele. Jenis tanah termasuk ke dalam tanah latosal coklat kemerahan, pH tanah pada lahan sawah 5–6,5 dan lahan darat 5–6. Dengan jumlah penduduk Desa Babakan 14.074 orang, ±70% bermata pencaharian bidang perikanan. Desa Babakan memiliki potensi wilayah perikanan seluas 131 Ha, dengan jumlah petani pembenih 875 orang, yang diantaranya merupakan 173 petani pembenih lele.

(33)

ikan donor untuk merangsang pemijahan, penggunaan Ovaprim dan menggunakan pemijahan secara alami. Induk lele yang digunakan adalah induk lele dumbo, Sangkuriang dan phyton. Umumnya pembenih menggunakan induk lele dumbo, dengan asumsi harga benih yang dihasilkan sama.

Pembenih ikan lele di Desa Babakan masih menggunakan metode seadanya, yaitu berasumsi dengan menggunakan metode yang selama ini digunakan sudah menguntungkan, padahal kegiatan usaha pembenihannya masih bisa dioptimalkan, baik mengoptimalkan lahan maupun teknik pemijahan. Rendahnya pemahaman pembenih dalam melakukan kegiatan usaha pembenihan yang sesuai aturan mengakibatkan fekunditas telur yang dihasilkan dari pemijahan masih rendah dan mortalitas setiap tingkat antara umur 10 hari ke pendederan I dan pendederan II masih cukup tinggi.

Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Perikanan memiliki peran penting dalam mendongkrak peningkatan produksi melalui sosialisasi dan pelatihan, serta pendekatan ke kelompok pembenih. Adanya PPL Perikanan diharapkan dapat membantu memecahkan kesulitan-kesulitan dalam kegiatan usaha pembenihan lele, sehingga pada akhirnya pembenih mau menerapkan inovasi teknologi pembenihan sesuai anjuran.

Analisis Kelayakan Non Finansial

Aspek Hukum

Pembenih ikan lele di Desa Babakan ada yang telah mememiliki NPWP, Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP). Secara umum pembenih belum mempunyai perizinan untuk usaha pembenihan ikan lele melainkan hanya berupa tanda pencatatan dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Untuk pengembangan usaha pembenihan ikan lele ke depan perlu tertib admistrasi serta mengikuti ketantuan-ketentuan yang berlaku dalam bidang perikanan, baik Perda maupun Permen yang mengatur tentang kegiatan usaha budidaya ikan, (PER.12/MEN/2007) tentang Perizinan Usaha Pembudidaya Ikan.

Aspek Pemasaran

Pasar pembenihan ikan lele di Desa Babakan cukup bagus. Selain pemasaran yang mudah, pembenih juga datang ke lokasi karena letak strategis, lokasi dekat dengan unit pembesaran ikan lele juga adanya pedagang penampung yang merangkap sebagai pembenih. Tingginya permintaan benih lele di wilayah Kecamatan Ciseeng maupun Kabupaten Bogor menyebabkan permintaan kebutuhan benih belum dapat terpenuhi. Kekurangan benih ikan lele di wilayah Bogor didatangkan dari Indramayu, Banjarnegara dan sekitarnya. Salah satu upaya menahan laju para pesaing menguasai pasar di wilayah Bogor, maka aspek teknis dan manajemen perlu ditata dan dikelola secara profesional.

(34)

(ukuran 7-8 cm, 9-10 cm, 11-12 cm, 13-14 cm). Penjualan benih ikan lele berdasarkan ukurannya dengan harga seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Harga benih ikan lele berdasarkan ukuran pada waktu penelitian di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

No Ukuran

Kegiatan usaha pembenihan yang dilakukan oleh pembenih di Desa Babakan pada umumnya belum mengikuti aturan sesuai anjuran pemerintah yaitu dengan penerapan CPIB. Walaupun hasil yang di dapat secara finansial sudah menguntungkan namun belum optimal dan masih dapat ditingkatkan lagi baik jumlah maupun mutu hasil pembenihan.

Tidak terpenuhinya kebutuhan benih sampai saat ini mendorong untuk melakukan perbaikan aspek teknis, dengan melihat dari ketersediaan lahan, air, makanan alami, kondisi tanah dan beberapa aspek pendukung dalam usaha pembenihan lele yang masih dapat ditingkatkan secara optimal. Pola usaha yang cenderung kurang inovatif perlu dirubah oleh pembenih lele di Desa Babakan. Faktor sumberdaya manusia memiliki peran sangat penting dalam keberhasilan usaha pembenihan lele, sehingga perlu diberikan sosialisasi yang tepat guna agar pembenih lele secara bertahap dapat menerapkan CPIB sesuai anjuran pemerintah. Jika hal ini dapat di ikuti kebutuhan benih ikan lele yang cukup tinggi secara bertahap akan dapat teratasi.

Selain kondisi alam lokasi usaha, terdapat beberapa variabel utama lainnya yang dibahas dalam aspek teknis, meliputi:

1. Ketersediaan Bahan Baku

Desa Babakan yang berada di Kecamatan Ciseeng memiliki beberapa kemudahan dalam mendapatkan bahan baku. Untuk kegiatan proses pembenihan, mulai ketersediaan calon induk, pakan alami bekicot, cacing tubifex, pakan buatan, obat ikan dan probiotik tersedia di wilayah tersebut maupun pasar Ciseeng. Karena pasar Ciseeng merupakan sentra penjualan ikan di Kabupaten Bogor.

2. Ketersediaan Tenaga Kerja

(35)

3. Ketersediaan Pasar

Pasar di Desa Babakan sudah mudah karena dekat dengan sentra penjualan ikan di Pasar Ciseeng, petani merangkap sebagai pengumpul dan lokasi dekat dengan wilayah usaha pembesaran ikan lele dengan kebutuhan pasokan benih cukup tinggi, sehingga pembenih tidak perlu susah-susah menjual ke luar, tapi pembeli yang datang ke lokasi.

Kegiatan yang dilakukan pada pembenihan ikan lele adalah sebagai berikut : 1. Persiapan kolam induk

Persiapan kolam yang dilakukan pembenih ikan lele di Desa Babakan sebelum induk ditebar dikolam yaitu melakukan pengolahan tanah kolam, peneplokan, pengeringan, pengapuran dan pemasukan air, setelah 3-4 hari induk dimasukan ke kolam induk.

2. Penebaran Induk

Penebaran induk yang dilakukan pembenih di Desa Babakan umumnya disatukan dalam satu kolam. Ada juga yang dipisah antara induk jantan dan betina. Induk yang ditebar dikolam adalah induk yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria calon induk, diantaranya umur induk antara 1-2 tahun, berat calon induk minimal 1 Kg dan induk paling lama dipijahkan 5-6 kali produksi dan pada umumnya menggunakan induk dari wilayah Kecamatan Ciseeng. Penggunaan induk pada pembenih di Kabupaten Bogor lebih banyak menggunakan induk lele Dumbo yang berasal dari pembenih di Kabupaten Bogor (Devi Ilma H et al. 2013)

3. Pemeliharaan Induk

Pemeliharaan induk dilakukan dengan pemberian pakan berupa keong mas sebanyak 1 minggu sekali pagi dan sore ditambah pakan buatan sebanyak 10 Kg/minggu. Pemberian pakan keong mas menurut petani cukup berpengaruh terhadap proses kematangan gonad induk, kualitas telur yang dihasilkan serta mempercepat induk bertelur kembali, sedangkan jumlah makanan yang diberikan sesuai aturan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pemberian pakan, makanan dicampurkan dengan probiotik.

4. Pemijahan dan Pemanenan benih

(36)

5. Pendederan I dan Pendederan II a. Persiapan kolam

Kolam pendederan yang digunakan di Desa Babakan pada umumnya berupa kolam tanah. Sebelum benih dimasukan terlebih dahulu dilakukan peneplokan, pengeringan, pengapuran dengan dosis ±3-5 Kg/kolam (500 m²), pemupukan dengan menggunakan postal 1 Karung/kolam (500 m²), dan penggunakan potas untuk memberantas hama penyakit dengan dosis 1/4 Kg/3x siklus/kolam (500 m²). Pengeringan dilakukan selama 1 minggu selanjutnya setelah 3-4 hari kolam di isi air dan benih bisa ditebar.

b. Penebaran dan Pemeliharaan benih

Pada umumnya pembenih di Desa Babakan memindahkan hasil pemijahan umur 10 hari di dalam kolam terpal ke kolam pendederan I di kolam tanah. Mortalitas benih dari umur 10 hari sampai Pendederan I keluar masih cukup tinggi sekitar 17% sedangkan pada pendederan II survival rate secara rataan bisa mencapai 40% dari pendederan I. Pemeliharaan benih pada Pendederan I dilakukan dengan pemberian pakan buatan/tepung pelet rataan sebanyak 150 Kg/20 hari dengan padat tebar ± 150.000-200.000 ekor, sedangkan pada Pendederan II. Penggunaan pakan buatan ± 450 kg/ 20 hari dengan padat tebar 100.000-150.000 ekor. Untuk mengoptimalkan pemberian pakan lele dan meningkatkan pertumbuhan ikan lele, pakan lele dapat dicampur probiotik dan mengatur pemberian pakan pada saat gelap. Penggunaan probiotik dalam pakan dengan dosis 6 ml/kg menghasilkan laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan tingg (Hendri A et al. 2012) atau dengan pemberian pakan pada pukul 06.00 dan 18.00 sebanyak 5% dari berat ikan dengan asumsi pemberian pakan pada saat gelap pertumbuhan berat menunjukan bahwa fotoperiode berpengaruh terhadap pertumbuhan berat benih lele dumbo (Belly M et al. 2013).

c. Pemanenan Benih

Ada beberapa cara dalam memanen benih ikan lele di Desa Babakan, diantaranya memanen secara borongan setelah umur 10 hari atau lebih, memanen pada pendederan I yaitu benih umur kurang lebih satu bulan dan benih dipanen setelah umur 50 hari atau lebih (pendederan II).

d. Pengelolaan kualitas air

(37)

Pembenih juga menggunakan Enrosol sebagai antibiotik. Pengendalian penyakit bakterial lebih diupayakan pada penerapan vaksinasi, biosecurity, CPIB dan CBIB. Vaksinasi dan pemberian multivitamin dan mineral agar diterapkan secara berkala, berkesinambungan sebagai tindak pencegahan penyakit bebas residu dan ramah lingkungan (Asep S et al. 2013). Rincian kegiatan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan dapat dilihat pada Lampiran 28.

Aspek Manajemen

Pembenih di Desa Babakan masih belum menerapkan manajemen usaha yang baik. Pembenih perlu mendapatkan pelatihan-pelatihan terkait dengan pengelolaan usaha pembenihan ikan lele. Pelatihan tentang pembukuan, pencatatan dan kegiatan lain yang berkaitan dalam pengelolaan usaha pembenihan, sehingga dengan pengelolaan yang baik akan berdampak pada usaha yang sedang dijalankan.

Aspek Sosial Ekonomi

Kesadaran pembenih dalam penerapan CPIB pada usaha pembenihan lele berdampak cukup besar terhadap aspek ekonomi. Pembenih akan mendapat 2 (dua) keuntungan yaitu meningkatkan produksi dan kualitas produk yang dihasilkan.

Mata rantai awal dalam sistem budidaya ikan lele adalah usaha pembenihan ikan lele. Usaha ini akan menjadi jaminan keberlangsungan dan keberhasilan usaha pembenihan ikan lele. Bila dihasilkan jumlah dan mutu benih ikan lele yang baik, maka kontinuitas produksi ikan lele terjamin.

Secara umum keberadaan dan pengembangan usaha pembenihan ikan lele akan berdampak positif bagi wilayah sekitarnya, karena peluang kerja semakin terbuka serta peningkatan pendapatan masyarakat dan sekaligus peningkatan pendapatan daerah.

Aspek Dampak Lingkungan

Hasil observasi lapangan menunjukan bahwa pembenih di Desa Babakan masih menggunakan potas yang dilarang oleh Pemerintah dalam pengolahan tanah. Penggunaan pakan ayam mati untuk pakan induk masih ada, sedangkan aturan dalam CPIB tidak diperbolehkan.

Keterkaitan pemerintah dalam sertifikasi CPIB berdampak cukup basar khususnya terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilihat jika pembenih telah mendapat sertifkat CPIB maka dijamin pembenih tidak menggunakan obat ikan yang dilarang atau pun menggunakan pakan yang tidak teregistrasi KKP. Sehingga dengan upaya pemerintah tersebut kelestarian lingkungan dapat terjaga dan kegiatan usaha pembenihan bisa berkelanjutan.

(38)

Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial pada usaha pembenihan ikan lele dilakukan pada 7 pembenih di Desa Babakan. Usaha pembenihan di penelitian ini dibagi ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu pendederan I sebanyak 4 pembenih dan pendederan II sebanyak 3 pembenih. Untuk melakukan analisa kelayakan usaha diperlukan adanya beberapa asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya, sebagaimana terangkum dalam Tabel 7. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha pembenihan ikan lele pada Usaha Perbenihan Rakyat (UPR) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor serta informasi yang diperoleh dari pustaka.

Tabel 6 Matriks Analisis Non Finansial Aspek

Faktor

(39)

Tabel 7 Asumsi untuk analisis keuangan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

No Asumsi Satuan Nilai / Jumlah

1 Bulan kerja/tahun bulan 10

2 Periode pembenihan tahun 3

3 Siklus pembenihan per tahun

a. Pendederan I siklus 10

b. Pendederan II siklus 6

4 Lama menunggu pendapatan

a. Pendederan I Hari 45

b. Pendederan II Hari 60

5 Suku Bunga per Tahun % 14

6 Proporsi Modal :

a. Kredit % 0

b. Modal Sendiri % 100

Arus Masuk

Berdasarkan kapasitas kolam dan produksi telur induk ikan lele masing-masing pembenih, maka arus masuk usaha pembenihan berdasarkan jenis pendederan ditampilkan pada Tabel 8. Arus masuk rataan pendederan II (Rp 111.550.000) lebih besar dari pendederan I (Rp 28.275.000). Rincian proyeksi produksi dan pendapatan usaha serta harga penjualan ditampilkan pada Lampiran 5 dan 6.

Tabel 8 Arus masuk usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

Jenis PD Penjualan/Tahun

Rataan Maksimum Minimum St. Dev

PD I Rp 28.275.000 Rp 39.250.000 Rp 13.600.000 Rp 11.145.739

PD II Rp 111.550.000 Rp 154.500.000 Rp 77.250.000 Rp 39.344.726

Ket: PD I = pendederan I, PD II = pendederan II

Arus Keluar

(40)

Tabel 9 Arus keluar usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

Arus

Keluar PD Rataan Maksimum Minimum St. Dev

B. Variabel PD I Rp 15.944.750 Rp 23.177.000 Rp 9.338.000 Rp 5.853.062

PD II Rp 45.419.000 Rp 53.311.800 Rp 30.180.000 Rp 13.200.191

B. Tetap PD I Rp 5.825.000 Rp 8.500.000 Rp - Rp 3.901.602

PD II Rp 19.416.667 Rp 26.500.000 Rp 8.500.000 Rp 9.592.749

B. Panen PD I Rp 625.000 Rp 1.000.000 Rp - Rp 478.714

PD II Rp 1.100.000 Rp 1.200.000 Rp 900.000 Rp 170.205

Ket: PD I = pendederan I, PD II = pendederan II

Biaya Investasi

Untuk memulai usaha pembenihan ikan lele ini, maka tahap awal adalah pengadaan kolam sebagai media hidup ikan. Dalam satu unit usaha, dibutuhkan kolam yang terdiri dari kolam induk lele, kolam pemijahan, kolam perawatan benih, kolam pendederan I, dan kolam pendederan II (Lampiran 8 dan 9).

Biaya investasi yang dibutuhkan pada tahap awal kegiatan usaha pembenihan ikan lele ini meliputi bangunan serta prasarana dan peralatan, produksi. Komponen terbesar adalah pembuatan kolam (Lampiran 9). Biaya investasi untuk komponen lainnya relatif kecil dibandingkan biaya investasi untuk kolam. Secara rinci, investasi pembenihan ikan lele ini ditampilkan pada Lampiran 8.

Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang dikeluarkan selama kegiatan operasional usaha pembenihan ikan lele. Biaya-biaya tersebut dibedakan menjadi 2 jenis biaya, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Rincian biaya tetap dan biaya variabel ditampilkan pada Lampiran 11 sampai 14. Pada pendederan I dan pendederan II rataan memerlukan biaya produksi/ekor secara berturut-turut sebesar Rp 50,54 dan Rp 152,33. Selengkapnya biaya produksi/ekor ditampilkan pada Lampiran 15.

Analisis Laba Rugi Usaha

Berdasarkan biaya produksi/ekor dan rataan harga jual/ekor pada Lampiran 15, menghasilkan rataan keuntungan/ekor pada pendederan I dan pendederan II berturut-turut sebesar Rp 16,21 dan Rp 101,00. Beberapa pembenih (3 pembenih) menghasilkan keuntungan/ekor mencapai lebih dari 50%.

Seperti terlihat pada Tabel 10, selama kurun waktu 3 tahun kegiatan usaha pembenihan ikan lele secara rataan akan menghasilkan keuntungan bersih per tahun sebesar Rp. 14.227.588 dan profit margin rataan 17,99%. Dengan membandingkan pengeluaran untuk biaya tetap terhadap biaya variabel dan total

penerimaan, maka BEP usaha rataan ini terjadi pada penjualan senilai Rp. 32.645.162. Selengkapnya proyeksi laba rugi usaha ditampilkan pada

Gambar

Tabel 1  Matriks IFE
Tabel 2  Matriks EFE
Tabel 4  Matriks QSPM
Gambar 3 Diagram alir pelaksanaan kegiatan penelitian Prospek Kelayakan
+4

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan untuk merubah bentuk material ( plat ) dari lembaran rata1. menjadi bentuk berbengkok (lekuk) dalam

Hasil penelitian memberi gambaran bahwa keterampilan guru dalam pembelajaran menggunakan metode Everyone Is Teacher Here Berbantuan Media Kliping pada siklus I pertemuan

Skripsi ini disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

(1988a: 6-12) adalah (1) pencampuran antara segala macam larutan asam dan basa akan menghasilkan larutan netral; (2) segala macam ion yang direaksikan dengan air dapat

Siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler akan mendapatkan manfaat dari kegiatan yang diikutinya, misalnya bertambahnya wawasan siswa dan kemampuan

Lebih lanjut, mikrokontroler merupakan sistem komputer yang mempunyai satu atau beberapa tugas yang sangat spesifik, berbeda dengan PC (Personal Computer) yang

Untuk itu berikan pelayanan prima bagi setiap pelanggan, agar mereka merasa senang dan nyaman dengan jasa yang ditawarkan Baristand Industri Medan...

Kurangnya pemahaman nasabah serta karakter dari nasabah yang menjadi faktor utama terjadinya pembiayaan bermasalah pada akad ijarah muntahiya bittamlik (IMBT)