• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dayasaing dan Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesiadi Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dayasaing dan Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesiadi Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

DAYASAING DAN PERMINTAAN EKSPOR PRODUK

BIOFARMAKA INDONESIA DI NEGARA TUJUAN UTAMA

PERIODE 2003-2012

IRGANDHINI AGRA KANAYA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dayasaing dan Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(4)

ABSTRAK

IRGANDHINI AGRA KANAYA. Dayasaing dan Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesiadi Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS.

Permintaan obat herbal dunia semakin meningkat, tentunya diperlukan usaha yang lebih intensif agar pasokan bahan baku produk biofarmaka dapat terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana daya saing yang terjadi antardua negara di dunia terhadap penyediaan produk ekspor serta menganalisis faktor yang memengaruhi permintaan ekspor produk biofarmaka dunia terhadap negara tujuan utama. Metode analisis yang digunakan dalam penenelitian ini adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD) dan Gravity Model. Periode waktu yang diteliti adalah rata-rata tahun 2003 hingga 2012. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki daya saing yang baik terhadap komoditi kunyit dan kayu gaharu apabila dibandingkan dengan negara pesaing berdasarkan analisis RCA dan EPD dengan posisi daya saing “Lost Oppportunity”. Hasil estimasi faktor yang memengaruhi permintaan produk biofarmaka adalah Real GDP, Real Exchange Rate, Population dan Economic Distance berdasarkan analisis gravity model, seluruh variabel indepeden berpengaruh secara signifikan terhadap dependen dan sesuai dengan hipotesis.

Kata kunci: ekspor, EPD,Gravity Model, RCA, produk biofarmaka

ABSTRACT

IRGANDHINI AGRA KANAYA. Competitiveness and Export Demand of Indonesia’s Herbal Product in Main Destination Country Period 2003-2012. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS.

The world demand of herbal medicine is mounting. The more intensive effort is surely required in order to meet the supply of raw materials of medicinal products needed. The purpose of this research are to observe the competitiveness between countries in the world toward the provision of export products and also to analyze the affecting factors of export demand of medicinal products to the destination countries. The methods of analysis used in this research are Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD), and Gravity Model. The analyzed periodwas an average of 2003 until 2012. The results of this research conclude that Indonesia has a good competitiveness in the commodity of turmeric and gaharu wood compared to the competitor countries based on the analysis of RCA and EPD, with the position of competitiveness of "Lost Oppportunity". Based on Gravity Model, the factors affecting the demand of medicinal productsare Real GDP, Real Exchange Rate, Population, and Economic Distance. All those variables significantly influence the dependent variable and are consistent with the hypothesis.

.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DAYASAING DAN PERMINTAAN EKSPOR PRODUK

BIOFARMAKA INDONESIA DI NEGARA TUJUAN UTAMA

PERIODE 2003-2012

IRGANDHINI AGRA KANAYA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah Hortikultura, dengan judul Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia Terhadap Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Firdaus,S.P., M.Si. selaku pembimbing, Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr dan Bapak Dr. Muhammad Findi, M.E selaku penguji sidang skripsi dan telah banyak memberi saran yang membangun. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral Hortikultura dan Badan Pusat Statistik Indonesia, yang telah membantu selama pengumpulan data untuk kelancaran penelitian.

Ungkapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada ayah Agus, mama Cera, dik Linggar, dik Tata dan dik Reva atas doa, dukungan, cinta dan kasih sayang selama hidup hingga selamanya. Rekan satu bimbingan Carmin, Amalia, Linda dan Hani. Sahabat-sahabat Ema, Nindya, Cynthia, Qintha, Andhini, Dita, Rengganis, Caca, Iin, Wijdatul, Dini, Kukuh, Vera, Thaa, Tika, Nunuy, Depong, Atana dan Putri atas dukungan, perhatian, kasih sayang dan memberi warna selama ini dan selamanya. Serta teman seperjuangan Aprilia dan Anggoro atas kerja keras dan kesabarannya. Penghormatan diberikan pada seluruh civitas akademika Ilmu Ekonomi 47, staff di FEM dan Departemen Ilmu Ekonomi serta Institut Pertanian Bogor atas segala dukungannya.

Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 8

Biofarmaka 8

Ekspor, Neraca Perdagangan dan Perdagangan Internasional 8

Konsep Dasar Dayasaing 9

Data Panel 10

Penelitian Terdahulu 10

Hipotesis 12

Kerangka Penelitian 13

METODE 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Analisis dan Pengolahan Data 16

Revealed Comparative Advantage (RCA) 16

Export Product Dynamics (EPD) 16

Analisis Data Panel 18

Pemilihan Model Terbaik 19

Uji Asumsi Klasik 20

Gravity Model 21

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Jahe, Kunyit dan Kayu

Gaharu 25

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Jahe, Kunyit dan

Kayu Gaharu 30

SIMPULAN DAN SARAN 39

Simpulan 39

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 43

(11)

DAFTAR TABEL

1 Nilai Produktivitas Biofarmaka Indonesia (Ton/Ha) Periode 2008-2012 4

2 Perolehan Data dan Kode HS Produk Biofarmaka 15

3 Posisi Daya Saing Menurut Metode EPD 17

4 Hasil Nilai RCA dan EPD Jahe Indonesia Periode 2003-2012 25 5 Hasil Nilai RCA dan EPD Jahe China Periode 2003-2012 26 6 Hasil Nilai RCA dan EPD Kunyit Indonesia Periode 2003-2012 27 7 Hasil Nilai RCA dan EPD Kunyit India Periode 2003-2012 27 8 Hasil Nilai RCA dan EPD Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012 28 9 Hasil Nilai RCA dan EPD Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012 29 10 Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel

Jahe Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 2001-2012 30 11 Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel

Jahe China di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012 32 12 Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel

Kunyit Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012 33 13 Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel

Kunyit India di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012 35 14 Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel

Kayu Gaharu Indonesia di Negara Tujuan Utama Periode

2010-2012 37

DAFTAR GAMBAR

1 Kontribusi Biofarmaka terhadap PDB Hortikultura Atas Dasar

Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Periode 2008-2012 1 2 Produksi Biofaramaka Rimpang (Ton) Periode 2008-2012 2 3 Luas Lahan Produk Biofarmaka (Ha) Periode 2008-2012 3 4 Nilai Ekspor dan Impor Jahe, Kunyit dan Kayu Gaharu (ribu US

Dollar) Periode 2008-2012 3

5 Nilai Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar) ke

Berbagai Negara Tujuan Utama Periode 2008-2012 5

6 Neraca Perdagangan Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US

Dollar) Periode 2008-2012 6

7 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 14

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Pengolahan Nilai RCA Jahe Indonesia Periode 2003-2012 43 2 Hasil Pengolahan Nilai RCA Jahe China Periode 2003-2012 45 3 Hasil Pengolahan Nilai RCA Kunyit Indonesia Periode 2003-2012 48 4 Hasil Pengolahan Nilai RCA Kunyit India Periode 2003-2012 50 5 Hasil Pengolahan Nilai RCA Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012 53 6 Hasil Pengolahan Nilai RCA Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012 55 7 Hasil Pengolahan EPD Jahe Indonesia Periode 2003-2012 55 8 Hasil Pengolahan EPD Jahe China Periode 2003-2012 58 9 Hasil Pengolahan EPD Kunyit Indonesia Periode 2003-2012 61 10 Hasil Pengolahan EPD Kunyit India Periode 2003-2012 64 11 Hasil Pengolahan EPD Kayu Gaharu Indonesia Periode 2010-2012 66 12 Hasil Pengolahan EPD Kayu Gaharu Malaysia Periode 2010-2012 68

13 Hasil Estimasi Data Panel Jahe Indonesia 69

14 Hasil Uji Normalitas Jahe Indonesia 70

15 Korelasi antar Variabel Jahe Indonesia 70

16 Hasi Estimasi Data Panel Jahe China 70

17 Hasil Uji Normalitas Jahe China 71

18 Korelasi antar Variabel Jahe China 71

19 Hasil Estimasi Data Panel Kunyit Indonesia 71

20 Hasil Uji Normalitas Kunyit Indonesia 72

21 Korelasi antar Variabel Kunyit Indonesia 72

22 Hasil Estimasi Data Panel Kunyit India 72

23 Hasil Uji Normalitas Kunyit India 73

24 Korelasi antar Variabel Kunyit India 73

25 Hasil Estimasi Data Panel Kayu Gaharu Indonesia 73

26 Hasil Uji Normalitas Kayu Gaharu Indonesia 74

(13)
(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara agraris dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk di dalamnya kehutanan dan pertanian untuk mendukung kestabilan iklim (hutan) dan kestabilan pangan dunia (pertanian) (FAO 2010). Dengan keanekaragaman hayati yang melimpah, menjadikan banyak negara asing mengimpor produk-produk dari Indonesia terutama sektor pertanian. Di dalam sektor pertanian terdapat sub-sektor potensial yang mendukung pendapatan negara seperti tanaman bahan makanan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan.

Produk yang berkualitas difungsikan sebagai penentu dalam mencapai target pembangunan ekonomi Indonesia. Faktor penentu pokok tedapat pada hortikultura dalam sub-sektor tanaman bahan makanan. Sehingga mata pencaharian masyarakat Indonesia lebih berorientasi pada pertanian, didukung dengan lahan yang tersedia di Indonesia yang masih digunakan masyarakat sebagai pengolahan tanaman bahan makanan termasuk hortikultura. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi kekayaan alam produk atau komoditi dilihat dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura Indonesia atas dasar harga konstan 2000 (Gambar 1).

Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2012

Gambar 1 Kontribusi Biofarmaka terhadap PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Miliar Rupiah) Periode 2008-2012

Gambar 1 menjelaskan bahwa produk biofarmaka telah memberikan peran cukup baik dalam PDB hortikultura, dibuktikan dengan adanya kontribusi PDB biofarmaka sebesar 5.39% sejumlah 6 174 milyar rupiah tahun 2012. Sedangkan jumlah hortikultura memiliki nilai kontribusi sebesar 327 550 milyar rupiah atau sekitar 12.51% dari total PDB Indonesia 2 618 139 milyar rupiah tahun 2012.

Hortikultura dibagi atas beberapa produk yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan produk biofarmaka. Potensi pengembangan biofarmaka di Indonesia makin terbuka luas. Hal ini didukung dengan tersedianya lahan produksi, didukung pula dengan berubahnya pandangan masyarakat yang

54.08 34.67

5.39 5.86

100

(16)

2

berorientasi pada pola makanan yang sehat serta fungsional (back to nature)1. Sebagian masyarakat Indonesia menyakini bahwa obat-obatan herbal mengandung banyak khasiat dan tidak memiliki efek samping2. Gambar 2 merupakan data mengenai produksi biofarmaka jenis rimpang (akar) periode 2008-2012.

Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2012

Gambar 2 Produksi Biofaramaka Rimpang (Ton) Periode 2008-2012 Produksi biofarmaka mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, dimana terjadi penurunan 0.22% berdasarkan produksinya sebesar 60 220 ton pada jahe selama periode 2008-2011, namun kembali meningkat 0.21% sebesar 19 794 ton. Produksi kunyit juga mengalami penurunan 0.23% periode 2008-2011 sebanyak 26 455 ton, dan mengalami peningkatan 0.14% di tahun 2012 sebesar 12 176 ton. Faktor yang memicu terjadinya penurunan produksi adalah luas lahan yang semakin sempit atau terjadinya pengalihan fungsi lahan.

Iklim yang tropis di Indonesia menyebabkan panen hortikultura berkembang dengan cukup baik. Karena sebagian besar produk biofarmaka bergantung pada lahan atau wilayah yang memiliki iklim sejuk. Kendala yang dihadapi untuk produksi biofarmaka adalah belum ditetapkannya budidaya yang baik, mutu produk yang bervariasi serta skala usaha yang kecil, hal ini juga berhubungan dengan luas lahan yang menjadi faktor pendukung produksi biofarmaka yang telah disajikan pada Gambar 3.

Seiring dengan produksi dan luas lahan yang menunjang penyediaan produk biofarmaka domestik, maka permintaan produk biofarmaka mancanegara ikut meningkat. Dari 15 jenis produk biofarmaka Indonesia hanya jahe, kunyit dan kayu gaharu yang memiliki nilai produksi, luas lahan, nilai dan volume eskpor paling besar. Permintaan ekspor dengan nilai yang besar mengindikasikan bahwa produk biofarmaka dapat dengan efisien diproduksi dibandingkan negara lain

1

Sukmadjaja A. 2010. Budidaya yang baik pada tanaman biofarmaka [internet]. [Artikel Pertanian dibuat pada Rabu 16 Juni 2010]; [diunduh 2013 Des 19] tersedia pada: http//www.bbppketindan.bppsdmp.deptan.go.id.htm

(17)

3 dengan melakukan spesialisasi produk dan ekspor. Seperti yang diuraikan dalam Gambar 4.

Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013

Gambar 3 Luas Lahan Produk Biofarmaka (Ha) Periode 2008-2012 Dari sekitar satu juta hektar lahan yang digunakan untuk hortikultura, rata-rata hanya 23 639.90 hektar yang diolah untuk produksi biofarmaka. Luas lahan yang digunakan masyarakat untuk memproduksi produk hortikultura periode 2008-2011 mengalami penurunan. Rata-rata luas lahan jahe menurun 0.14%, namun kembali mengalami peningkatan 0.03% sebanyak 137.90 hektar tahun 2012. Walaupun tidak mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini dapat memengaruhi produksi dan penyediaan kebutuhan jahe domestik.

Gambar 4 merupakan data nilai ekspor dan impor jahe, kunyit dan kayu gaharu periode 2008-2012. Namun masih harus mendapatkan perhatian dari pemerintah sebab jahe memiliki neraca yang defisit. Neraca yang defisit adalah nilai minus dari ekspor dan impor produk biofarmaka.

Sumber: Trade Map, 2013

(18)

4

Gambar 4 menjelaskan bahwa nilai ekspor selama periode 2008-2012 jahe mengalami defisit neraca perdagangan dengan nilai ekspor 12 288 ribu US Dollar dan impor paling tinggi sebesar 18 906 ribu US Dollar dengan nilai defisit sebesar 6 618 ribu US Dollar, sedangkan kayu gaharu memiliki neraca perdagangan tertinggi dengan nilai ekspor sebesar 26 244 ribu US Dollar dan nilai impor paling kecil yaitu 72 ribu US Dollar, dengan nilai neraca perdagangan sebesar 26 172 ribu US Dollar. Artinya Indonesia masih mampu memenuhi permintaan kunyit dan kayu gaharu di dunia dan bersaing dengan negara lain, sehingga diperlukannya analisis mengenai kekuatan daya saing, posisi pangsa pasar dan faktor yang memengaruhi permintaan produk biofarmaka.

Produk biofarmaka memiliki potensi yang besar dalam penyediaan bahan makanan domestik dan mancanegara (ekspor). Peluang yang dimiliki produk biofarmaka juga cukup besar untuk dikembangkan agar menguasai dan bersaing di pasar dunia. Nilai ekspor dan jumlah produksi biofarmaka yang berfluktuatif membuktikan bahwa Indonesia memiliki pesaing dalam menghasilkan produk yang sama, diharapkan hal ini menjadi pemicu negara Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hortikultura khususnya produk biofarmaka.

Perumusan Masalah

Masalah utama dalam pengembangan produk biofarmaka adalah produktivitas menurun dan nilai ekspor yang masih cenderung tidak menentu. Produktivitas suatu komoditi ditentukan berdasarkan perbandingan antara produksi dengan luas lahan yang tersedia bagi komoditi tersebut. Maka perbaikan varietas unggul dan peningkatan produktivitas perlu dilakukan dan masih menjadi fokus utama penyediaan produk biofarmaka domestik dan mancanegara. Tabel 1 menyajikan tingkat produktivitas biofarmaka Indonesia periode 2008-2012.

Tabel 1 Nilai Produktivitas Biofarmaka Indonesia (Ton/Ha) Periode 2008-2012

Komoditi Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Jahe 17.79 17.80 17.80 17.25 20.35

Kunyit 18.83 22.74 23.56 21.45 20.64

Kencur 13.10 17.03 15.41 15.97 19.00

Lengkuas 21.33 24.88 28.60 27.50 28.58

Lempuyang 15.45 16.15 20.73 20.82 17.61

Kapulaga 78.63 71.81 52.75 71.52 31.65

Temulawak 14.68 17.56 19.43 18.43 24.26

Sambiloto 28.28 25.07 23.09 24.16 11.78

Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013

(19)

5 produktivitas kapulaga hanya dapat memenuhi permintaan domestik namun tidak mampu memenuhi kebutuhan mancanegara. Jahe mengalami peningkatan produktivitas setiap tahun sebesar 0.18% dengan kenaikan sebesar 3.09 ton/ha per tahun selama periode 2011-2012. Sedangkan kunyit mengalami peningkatan produktivitas yakni 0.04% dengan kenaikan sebesar 4.72 ton/ha per tahun periode 2010-2011.

Pemanfaatan keanekaragaman hayati berupa berbagai ramuan jamu telah menarik perhatian mancanegara dan pemakaian jamu sebagai obat alternatif untuk berbagai penyakit khususnya untuk penyakit yang tidak berhasil disembuhkan dengan obat-obatan modern. Hal ini juga dirasakan pada negara lain yang mulai beralih pada produk herbal yang terbebas dari bahan kimiawi. Untuk itu peneliti dapat mengetahui negara importir produk biofarmaka dari Indonesia sesuai dengan jumlah dan nilai ekspor terbesar serta kekontinuan mengimpor produk biofarmaka yang dijelaskan pada Gambar 5.

Sumber: Trade Map, 2013

Gambar 5 Nilai Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar) ke Berbagai Negara Tujuan Utama Periode 2008-2012

Kriteria pemilihan negara tujuan utama ekspor Indonesia adalah dengan melihat pertumbuhan nilai ekspor yang paling tinggi, kemudian aspek kekontinuan negara tersebut dalam permintaan produk biofarmaka. Negara tujuan ekspor jahe tertinggi adalah Jepang, Malaysia, Singapura, Belanda dan Saudi Arabia dengan rata-rata ekspor senilai 221.31 ribu US Dollar per tahun. Kunyit memiliki negara tujuan dengan nilai ekspor tertinggi yaitu Jepang, India, Malaysia, Singapura, Hongkong, Belanda dan Saudi Arabia dengan rata-rata nilai ekspor sebesar 474.04 ribu US Dollar per tahun, sedangkan kayu gaharu adalah Jepang, India, Malaysia, Singapura, Hongkong dan Saudi Arabia sebesar 716.28 ribu US Dollar per tahun.

Dilihat dari berbagai aspek seperti pola masyarakat dunia yang beralih pada obat herbal, produksi dan lahan biofarmaka serta keberhasilan dalam ekspor ke berbagai negara tujuan dunia mengindikasikan bahwa Indonesia mampu

0 1000 2000 3000 4000 5000

(20)

6

membawa produk biofarmaka bersaing dengan negara eksportir lain. Hal ini diharapkan menjadi pemicu peningkatan kualitas dan produk terbaik untuk memposisikan diri sebagai pemegang pasar internasional. Gambar 6 menjelaskan tentang neraca perdagangan produk biofarmaka Indonesia periode 2008-2012.

Sumber: Ditjend Hortikultura Departemen Pertanian, 2013

Gambar 6 Neraca Perdagangan Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar) Periode 2008-2012

Dijelaskan pada Gambar 6 bahwa terjadi defisit neraca perdagangan dengan nilai minus (-) dilihat dari masih tingginya nilai impor dibandingkan dengan ekspor produk biofarmaka secara keseluruhan, artinya konsumsi impor dari produk biofarmaka lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi ekspornya. Terjadi defisit neraca perdagangan tertinggi tahun 2012 sebesar 1 308 867 ribu US Dollar dengan nilai ekspor 504 538 ribu US Dollar sebanding dengan kenaikan impor sebesar 1 813 405 ribu US Dollar.

Sesuai dengan fokus penelitian mengenai analisis jahe, kunyit dan kayu gaharu seharusnya dapat memenuhi permintaan produk biofarmaka domestik dan mancanegara untuk mendukung peningkatan PDB Indonesia, walaupun memiliki potensi ekspor namun secara keseluruhan produk biofarmaka masih membutuhkan perhatian pemerintah untuk mendukung pemasukan devisa dan pendapatan Indonesia, seperti halnya dengan menaikan nilai tukar riil karena dapat membuat nilai tukar terdepresiasi sehingga harga produk biofarmaka domesik lebih murah dan permintaan ekspor mancanegara akan meningkat.

Hal tersebut menimbulkan pertanyaan dan hal yang menarik untuk dianalisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor terhadap negara tujuan. Maka permasalahan yang dapat dirumuskan dari uraian tersebut, adalah:

1. Bagaimana posisi dayasaing jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia di negara tujuan utama?

2. Apakah faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia di negara tujuan utama?

(21)

7 Tujuan Penelitian

Dengan ini tujuan dilaksanakannya penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi posisi dayasaing jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia di negara tujuan utama.

2. Mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia di negara tujuan utama.

Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai bahan acuan dalam kepentingan pengembangan ipteks seperti menganalisis dayasaing komoditi potensial di Indonesia, mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia, serta menjadi bahan referensi untuk meningkatkan dayasaing produk biofarmaka di pasar internasional.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga alat analisis, pertama Revealed Comparative Advantage (RCA) dan kedua Export Product Dynamics (EPD), dengan alat analisis ini penulis dapat dengan mudah mengidentifikasi dayasaing dan posisi jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia. Metode ketiga adalah Gravity Model (metode panel) sebagai penentu faktor yang memengaruhi permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu.

Analisis jahe Indonesia jahe China sebagai pesaing menggunakan data (time series) 2003-2012 untuk analisis RCA dan EPD dengan delapan negara tujuan ekspor (cross section) yaitu Jepang, Bangladesh, Malaysia, Singapura, Pakistan, Belanda, Saudi Arabia dan Philippina. Sedangkan analisis data panel jahe menggunakan periode 2001-2012 dengan sembilan negara tujuan utama sama dengan analisis RCA dan EPD ditambah negara Amerika Serikat.

Analisis kunyit Indonesia dan kunyit India sebagai pesaing menggunakan data (time series) 2003-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data panel dengan tujuh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu India, Singapura, Jepang, Malaysia, Belanda, Hong Kong dan Saudi Arabia. Analisis kayu gaharu Indonesia menggunakan data (time series) 2010-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data panel dengan sepuluh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu Saudi Arabia, Singapura, Arab Emirates, Sudan, China, Vietnam, Hong Kong, Nigeria, India dan Malaysia.

(22)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Biofarmaka

Biofarmaka merupakan produk yang sejak dahulu menjadi bahan utama untuk mengobati segala macam jenis penyakit, berguna bagi ketahanan tubuh dan berfungsi sebagai pemelihara daya tahan serta dianggap sebagai pangan fungsional, maksudnya makanan yang memang dikonsumsi orang tidak dalam keadaan terpaksa seperti jamu (Sumarno 2008). Produk ini dapat digunakan sebagai pengobatan dan bahan aktifnya digunakan sebagai bahan obat sintetik. Indonesia termasuk negara yang memiliki lahan pertanian dan cocok dijadikan lahan berbudidaya produk biofarmaka, salah satu yang terbesar terdapat di Jawa Tengah dengan menyuplai kebutuhan nasional sebesar 50% (Fahma 2012).

Dilihat dari permintaan konsumen obat alami baik di Indonesia maupun mancanegara, biofarmaka merupakan produk yang makin populer di semua kalangan. Biofarmaka menjadi pilihan alternatif bagi kebutuhan dan banyak diminati karena selain produknya berkualitas juga harganya cukup terjangkau, dikarenakan harga tawar produk dari petani sangat rendah, sehingga petani lebih memilih untuk menjualnya kepada tengkulak. Maka telah diberlakukannya penetapan harga pokok produk yang tepat sehingga tidak lagi merugikan petani.

Ekspor, Neraca Perdagangan dan Perdagangan Internasional Ekspor neto adalah pembelian pihak asing atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri (export) dikurangi oleh pembelian penduduk setempat atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di mancanegara (import). Sedangkan ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan dijual di luar negeri atau proses transportasi barang dari dalam ke luar negeri. Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor bersih adalah pendapatan konsumen di dalam dan di luar negeri, biaya mengirimkan barang dari satu negara ke negara lain dan kebijakan pemerintah tentang perdagangan internasional (Mankiw 2006).

Apabila harga ekspor suatu negara jatuh maka relatif menyangkut pula harga produk yang diimpor, karena negara tersebut harus menjual lebih banyak produk ekspornya dan mengerahkan lebih banyak lagi faktor-faktor produksi semata-mata untuk menjaga jumlah barang yang diimpor sebanyak tahun sebelumnya. Dengan kata lain, social opportunity costs satu unit impor naik jika harga ekspor menurun (Todaro 1985).

(23)

9 Teori yang kedua adalah teori keunggulan komparatif (Comparative Advantage Theory) oleh David Ricardo berisi tentang walaupun sebuah negara kurang efisien (atau memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih terdapat dasar untung kedua negara tersebut melakukan perdagangan dan saling memberikan keuntungan dua belah pihak. Salah satu negara harus melakukan spesialisasi dalam produksi dan mengekspor produk yang memiliki kerugian absolut lebih kecil dan mengimpor barang yang memiliki kerugian absolut lebih besar (Salvatore 1997). Dalam hal ini keunggulan komparatif berperan penting dalam masalah ekonomi yang bersifat menentukan (UNIDO 1986).

Teori perdagangan menurut Todaro (1985) perdagangan merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dimana hal tersebut dapat meningkatkan kapasitas konsumsi negara dan membuka jalan bagi komoditi langka memasuki pasar dewasa, karena tanpa proses tersebut negara-negara miskin tidak akan mampu berkembang. Kedua, perdagangan lebih mendorong terjadinya keadilan nasional sebab diharapkan dapat menghapus gaji yang tinggi di negara yang kaya dan gaji rendah di negara yang miskin. Ketiga yaitu perdagangan membantu negara-negara mencapai perkembangan dengan meningkatkan dan menghargai faktor dari sektor ekonomi yang memiliki nilai dan daya saing. Keempat adalah penentu harga produk internasional bagi kesejahteraan nasional serta kebijakan pemerintah.

Konsep Dasar Dayasaing

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA adalah index yang mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan evaluasi peranan ekspor suatu komoditas dalam ekspor total negara tersebut, dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia (Basri 2002), asumsi jika nilai RCA > 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki dayasaing yang kuat, begitupun sebaliknya. Menurut teori David Ricardo, keunggulan komparatif akan tercapai bila produksi barang di suatu negara lebih banyak dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lainnya (Salvatore 1997).

Metode kedua adalah dengan menggunakan Export Product Dynamic (EPD), bertujuan untuk menentukan keunggulan kompetitif komoditi tertentu dari suatu negara dan untuk mengetahui pergerakan dinamis dari komoditi yang diteliti. Pertama kali dikemukakan oleh Porter bahwa dayasaing diidentifikasikan dengan produktivitas, yaitu tingkat output yang dihasilkan untuk tiap input yang digunakan. Jika pertumbuhan komoditi tersebut berada di atas rata-rata dunia dan dilakukan secara berkelanjutan dalam jangka panjang maka komoditi ini memungkinkan terjadinya sumber penting dari pendapatan ekspor suatu negara. Terdapat empat kategori kekuatan dan posisi komoditi yaitu “Rising Star”, “Lost Opportunity”, “Falling Star” dan “Retreat”.3

3

(24)

10

Data Panel

Panel data adalah pooled data (penggabungan data time sries dan cross section). Keuntungan menggunakan data panel diantaranya adalah dapat memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. Kedua, studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis. Ketiga dapat melakukan studi yang lebih kompleks, dan terakhir dapat meminimumkan bias yang dilakukan oleh agresi individu atau perusahaan karena unit penelitian lebih banyak (efektif 30 data atau lebih) (Juanda 2009).

Data Panel merupakan model ekonometrika yang menggabungkan informasi yang diperoleh dari data time series dan data cross section. Dengan kata lain data panel adalah unit individu yang sama dan diamati dalam kurun waktu tertentu. Keuntungan menggunakan model data panel dibandingkan time series dan cross section saja adalah membuat jumlah observasi menjadi banyak dan lebih besar, sehingga parameter yang akan diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis model panel data dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan. Keuntungan lainnya yaitu mengurangi masalah identifikasi dan mengontrol heterogenitas individu (Firdaus 2011).

Metode data panel memiliki tiga pendekatan, yaitu Pooled Least Square, Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM).

Penelitian Terdahulu

Amelia (2009) penelitian mahasiswi Ilmu Ekonomi IPB ini membahas mengenai Daya Saing Jahe Indonesia di Pasar Intenasional, tujuannya yaitu dengan melihat struktur pasar jahe dan perilaku pasar produsen Indonesia dalam perdagangan Internasional. Alat analisisnya menggunakan analisis keunggulan komparatif dan kompetitif terhadap jahe Indonesia. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder periode 2000-2007. Hasilnya adalah pasar jahe dunia merupakan struktur pasar dominan atau price taker. Berdasarkan hasil RCA, jahe di pasar Internasional setelah tahun 2005 melemah akibat dari penurunan nilai ekspor dan penurunan kualitas jahe Indonesia. Masalah utama yang dianalisis adalah produksi yang tidak stabil dan mutu yang kurang baik.

Suharti (2009) fokus penelitian mengenai prospek pengusahaan kayu gaharu dengan menggunakan pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Kelangkaan yang dialami oleh komoditi kayu gaharu disebabkan oleh perburuan gaharu dan pemotongan pohon secara liar dan tidak dilakukannya reboisasi. Berdasarkan analisis finansial kayu gaharu akan memberikan keuntungan bersih yakni Net Present Value (NPV) sebesar 147.47 juta per hektar. Untuk penanaman modal diperlukannya kerjasama dalam bentuk PHBM tersebut dalam jangka panjang dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan pengelola kayu gaharu untuk mencapai tujuan sosial, ekonomi dan ekologi bersama.

(25)

11 EPD untuk mengetahui posisi daya saing hortikultura tahun 2001, 2005 dan 2009. Berdasarkan hasil RCA, hortikutura Indonesia masih rendah di beberapa negara tujuan, sedangkan menurut analisis EPD secara umum posisi hortikultutra berada pada “Rising Star” dan harus dipertahankan. Negara tujuan ekspor yang paling kontinu adalah negara Singapura.

Emmy (2009) menjelaskan performa dari 13 komoditi industri buah dan sayuran yang dimiliki oleh lima negara ASEAN menggunakan RCA. Menghasilkan estimasi yaitu Singapura memiliki keunggulan komparatif lima komoditi, Philipina tiga komoditi, Indonesia satu komoditi, Thailand dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif sebanyak dua komoditi periode 2000-2006. Variabel yang digunakan adalah data perdagangan industri buah dan sayur (ekspor).

Chandran (2010) menjelaskan dampak ekonomi dari perdagangan komoditi unggul India di sektor pertanian agar dapat memenuhi permintaan konsumen dengan jumlah penduduk yang padat menggunakan RCA untuk melihat keunggulan komparatif terhadap penyediaan barang dan melihat bagaimana dayasaing dari keikutsertaan berbagai negara dari suatu komoditi serta bagaimana kerjasama perdagangan tiap negara tersebut (negara ASEAN). Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah total ekspor negara tujuan dan dunia, intensitas impor, data perdagangan terhadap negara ASEAN.

Bergstrand (1985) menggunakan Gravity Model untuk menguraikan laju perdagangan. Model ini berpotensi untuk menguatkan suatu teori dengan mengidentifikasi adanya faktor-faktor ekonomi yang mendorong terjadinya perdagangan antardua negara. Hasil penelitian faktor yang memengaruhi adalah laju perpindahan penduduk atau jumlah penduduk negara. Variabel yang digunakan adalah permintaan, penawaran dan harga keseimbangan.

Yuniarti (2007) penelitian ini bertujuan untuk melihat performa perdagangan Indonesia dengan mengakaji determinan perdagangan bilateral antardua negara dalam mengekspor suatu produk yang saat ini telah membaik. Alat analisisnya menggunakan Gravity Model dengan variabel dependen perdagangan bilateral, sedangkan variabel independen adalah jarak dan pendapatan. Hasilnya seluruh variabel berpengaruh terhadap perdagangan bilateral dan sesuai dengan teori ekonomi kecuali endownment dan tidak berpengaruh terhadap model.

Karlinda (2012) penelitian ini menggunakan metode RCA dan EPD untuk mengukur keunggulan komparatif dan kompetitif mutiara Indonesia dengan hasil mutiara Indonesia memiliki keunggulan tersebut ke negara Australia, Hongkong dan Jepang. Sedangkan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi ekspor mutiara adalah dengan menggunakan gravity model dan diperoleh bahwa GDP per kapita riil negara importir, nilai tukar dan nilai ekspor tahun sebelumnya signifikan dan berpengaruh positif, populasi berpengaruh negatif dan jarak ekonomi tidak signifikan.

(26)

12

determinan ekonomi terhadap kopi Ghana, produksi dan harga produksi domestik periode 1981-2009.

Telaumbanua (2011) menganalisis mengenai determinan ekspor provinsi Sumut dengan Gravity Model. Variabel yang digunakan diantaranya adalah GDP per kapita, populasi, jarak geografi, investasi dan nilai tukar. Negara tujuannya yaitu USA, Belanda, China, India, Italia, Jepang, Malaysia, Egypt, Singapura dan Ukraina. Periode yang digunakan adalah 6 tahun (2005-2010). Seluruh variabel signifikan dan sesuai dengan hipotesis (seluruhnya positif kecuali jarak bernilai negatif).

Putri (2014) menganalisis daya saing dan faktor yang memengaruhi produksi beras kencur yang digunakan sebagai jamu. Menggunakan metode RCA dan panel data dengan hasil komoditi herbal yang ada di Wonogiri, Jawa Tengah memiliki daya saing yang tinggi dengan nilai 137 287 575 US Dollar tahun 2012. Variabel independen yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi produksi herbal beras kencur adalah beras (BR) kencur (KC) yang memiliki pengaruh nyata karena < nilai alfa 15%. Turmeric (kunyit) termasuk dalam produk herbal yang masuk dalam lima besar perdagangan dunia dengan pesaing India dan Belanda dan aman untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Perbedaan dengan penelitian ini adalah jurnal penelitian oleh Putri tidak meneliti mengenai komoditi lain yang termasuk dalam obat herbal lainnya, kedua yaitu periode waktu untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi produksi tidak dijelaskan secara spesifik.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. GDP (Gross Domestic Product) adalah nilai keseluruhan suatu barang dan jasa yang diproduksi dalam wilayah dan jangka waktu tertentu. Ukuran kesejahteraan suatu negara ditentukan berdasarkan kemampuan untuk melakukan perdagangan mancanegara dengan menjual atau membeli suatu produk antardua negara. Semakin besar ukuran ekonomi negara maka semakin besar pula kemampuan untuk memproduksi suatu barang dan jasa. Dengan terciptanya suatu produk di negara domestik maka pemenuhan kebutuhan masyarakat pada negara tersebut tercukupi.

Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin tinggi kemampuan negara dalam menghasilkan produk secara mandiri, maka kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik) dan mancanegara (ekspor) dapat terpenuhi dengan baik. GDP riil dapat mengukur kemampuan dan ukuran ekonomi suatu negara, korelasi dengan nilai ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu terhadap negara tujuan utama diduga memiliki pengaruh yang positif, artinya apabila GDP riil suatu negara meningkat maka permintaan mancanegara akan jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia juga akan meningkat.

(27)

13 permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu diduga memiliki pengaruh positif, apabila nilai tukar riil menurun maka nilai tukar terapresiasi harga barang domestik lebih mahal dibandingkan harga barang di mancanegara, sehingga permintaan ekspor menurun. Keadaan sebaliknya yakni apabila nilai tukar riil meningkat maka nilai tukar terdepresiasi sehingga harga barang domestik lebih murah dibandingkan harga barang mancanegara, maka permintaan ekspor meningkat (Mankiw 2006).

3. Populasi digunakan dalam mengukur besarnya suatu negara. Pertambahan populasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni dari sisi penawaran maupun sisi permintaan. Penambahan populasi pada sisi permintaan meningkatkan permintaan produk, maka negara cenderung menurunkan ekspor atau meningkatkan jumlah permintaan domestik. Sedangkan pada sisi penawaran, pertambahan populasi menaikkan produksi dalam negeri sehingga negara lain cenderung meningkatkan permintaan ekspor. Populasi negara tujuan diduga berkorelasi positif terhadap permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu, artinya semakin besar populasi suatu negara maka permintaan suatu komoditi bertambah dengan meningkatkan jumlah ekspor.

4. Jarak merupakan penentu utama dalam gravity model, dimana terjadi peristiwa tarik menarik antardua negara yang melakukan perdagangan. Hal ini terjadi karena indikasi dari biaya transportasi yang harus dibayarkan apabila suatu negara melakukan transaksi perdagangan (Rifqi 2013). Semakin jauh jarak yang memisahkan antardua negara maka semakin mahal pula biaya yang harus ditanggung, menyebabkan perdagangan kedua negara turun. Maka jarak ekonomi suatu negara diduga memiliki korelasi negatif terhadap permintaan ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia.

Apabila semakin dekat jarak ekonomi suatu negara dalam berdagang maka lebih sedikit biaya transportasi yang ditanggung dan permintaan ekspor produk meningkat, begitupun sebaliknya.

5. Harga ekspor jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia diduga memiliki korelasi negatif, artinya semakin tinggi harga produk biofarmaka di suatu negara maka semakin menurun nilai dan volume ekspor suatu barang atau produk terhadap negara tujuan utama.

Kerangka Pemikiran

Produk biofarmaka telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari semua kalangan. Produk biofarmaka yang termasuk dalam hortikultura merupakan potensi Indonesia yang sedang berkembang, dibuktikan dengan kontribusi terhadap pendapatan negara yaitu PDB. Dari ke 15 jenis produk biofarmaka, hanya jahe, kunyit dan kayu gaharu yang memiliki produksi yang sangat baik, selain itu ketiga komoditi tersebut adalah komoditi dengan produksi dan permintaan ekspor tertinggi menurut negara tujuan utama.

(28)

14

mancanegara khususnya untuk jahe, kunyit dan kayu gaharu. Secara keseluruhan produk biofarmaka masih memiliki neraca perdagangan negatif periode 2008-2012, untuk itu diperlukan analisis daya saing komparatif dan kompetitif menggunakan RCA dan EPD.

Hal tersebut juga menimbulkan indikasi faktor yang memengaruhi permintaan jahe, kunyit dan kayu gaharu dunia terhadap Indonesia. Di dalam penelitian ini penulis menggunakan alat analisis yaitu Gravity Model dengan variabel dependen Export Value (Nilai Ekspor) dan variabel independen Real GDP (GDP riil), Real Exchange Rate (Nilai Tukar rill), Population (Populasi), Economic Distance (Jarak Ekonomi) dan Price of Export (Harga Ekspor). Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi karya ilmiah berikutnya lebih baik lagi dan membantu perencanaan kebijakan pemerintah terhadap hortikultura khususnya produk biofarmaka. Gambar 7 merupakan kerangka pemikiran dari penelitian ini.

Gambar 7 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Kontribusi dan peluang Indonesia

sebagai produsen biofarmaka di pasar internasional

Produksi, luas lahan dan produktivitas biofarmaka

Neraca perdagangan jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia Nilai ekspor jahe, kunyit dan

kayu gaharu Indonesia Produksi, luas lahan, produktifitas dan defisit neraca perdagangan produk biofarmaka

Indonesia

Analisis daya saing jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor

jahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia

Revealed Competitive Advantage (RCA) dan Export Product

Dynamic (EPD)

Gravity Model (model gravitasi)

Kebijakan pemerintah produksi, luas lahan, produktifitas dan

(29)

15

METODE

Jenis dan Sumber Data

Analisis jahe Indonesia jahe China sebagai pesaing menggunakan data (time series) 2003-2012 untuk analisis RCA dan EPD dengan delapan negara tujuan ekspor (cross section) yaitu Jepang, Bangladesh, Malaysia, Singapura, Pakistan, Belanda, Saudi Arabia dan Philippina. Sedangkan analisis data panel jahe menggunakan periode 2001-2012 dengan sembilan negara tujuan utama samadengan analisis RCA dan EPD ditambah negara Amerika Serikat.

Analisis kunyit Indonesia dan kunyit India sebagai pesaing menggunakan data (time series) 2003-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data panel Gravity Model dengan tujuh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu India, Singapura, Jepang, Malaysia, Belanda, Hong Kong dan Saudi Arabia. Analisis kayu gaharu Indonesia menggunakan data (time series) 2010-2012 untuk analisis RCA, EPD dan data panel dengan sepuluh negara tujuan ekspor (cross section) yaitu Saudi Arabia, Singapura, Arab Emirates, Sudan, China, Vietnam, Hong Kong, Nigeria, India dan Malaysia. Tabel 2 menjelaskan mengenai perolehan data yang diteliti dan kode Harmonized System (HS) guna mempermudah pencarian produk biofarmaka.

Tabel 2 Perolehan Data dan Kode HS Produk Biofarmaka

Data Sumber Komoditi Kode HS

Nilai Ekspor dan Impor jahe, kunyit dan gaharu

-BPS (Badan Pusat Statistik)

Jahe (091010)

-WITS (World Integrated Trade Solution)

-Trade Map PDB Hortikultura

-Ditjend Hortikultura

Ditjend Hortikultura Kunyit (091030) Produksi

Ditjend Hortikultura Kayu Gaharu (1211909500) Luas Lahan

Produktivitas GDP

World Bank, UNCTAD Nilai Tukar

Populasi

(30)

16

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis pengolahan data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan menganalisis struktur dan persaingan pasar internasional, metodenya yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD) dan data panel Gravity Model. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel dan E-Views 6.1

Revealed Comparative Advantage (RCA)

Metode RCA berguna dalam mengukur dayasaing dan keunggulan komparatif produk biofarmaka Indonesia di pasar internasional. Dapat didefinisikan jika ekspor suatu barang dari sebuah negara sebagai persentase jumlah ekspor dari negara tersebut lebih tinggi daripada pangsa barang yang sama dalam jumlah ekspor dunia, artinya negara tersebut memiliki keunggulan komparatif atau kompetitif atas produksi dan ekspor barang yang bersangkutan (Tambunan 2008).

Kinerja ekspor produk biofarmaka dapat ditentukan dengan nilai ekspor produk biofarmaka Indonesia terhadap total produk yang diekspor ke negara tujuan tersebut yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai ekspor produk biofarmaka dunia ke negara tujuan ekspor yang kita pilih. Sehingga menghasilkan output apakah Indonesia mampu bersaing di pasar dunia terhadap produk biofarmaka khususnya. Rumus umum yang digunakan dalam metode RCA adalah sebagai berikut:

RCA =

………...…………...………..………. (1)

dimana:

RCA = Tingkat dayasaing produk biofarmaka Indonesia di negara improtir Xij = Nilai ekspor produk biofarmaka Indonesia di negara importir Xt = Nilai ekspor total produk Indonesia di negara importir Wij = Nilai ekspor produk biofarmaka dunia di negara importir Wt = Nilai ekspor total produk dunia di negara importir asumsi:

1. Jika nilai RCA > 1, maka Indonesia memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki dayasaing yang kuat.

2. Jika nilai RCA < 1, maka Indonesia memilki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia, sehingga produk biofarmaka tersebut memiliki dayasaing yang lemah.

Export Product Dynamics (EPD)

(31)

17 Metode ini memiliki empat kategori analisis, seperti yang terdapat pada Tabel 3. Kategori tersebut adalah “Rising Star” kategori ini menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar produk biofarmaka yang tumbuh dengan cepat.“Lost Opportunity” ditandai dengan adanya penurunan pangsa pasar produk biofarmaka yang bergerak dinamis, artinya pasokan produk biofarmaka dunia lebih besar dibandingkan dengan pasokan produk biofarmaka Indonesia. ”Falling Star” hampir samadengan “Lost Opportunity”dan kategori tersebut lebih baik karena pangsa pasar produk biofarmaka tetap meningkat.

Posisi keempat “Retreat” artinya adalah kemunduran dari produk biofarmaka, biasanya hal ini baik apabila pergerakannya menjauhi produk stagnan menuju produk yang dinamik. Dan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah posisi komoditi yang berada di “Lost Opportunity” karena pasokan produk biofarmaka dunia lebih besar dibandingkan dengan pasokan produk biofarmaka Indonesia, dengan posisi ini kita dapat mengetahui kelemahan dari komoditi yang harus ditingkatkan sekaligus mengetahui pesaing utama yang lebih unggul dibandingkan produk biofarmaka Indonesia berdasarkan nilai ekspornya.

Tabel 3 Posisi Dayasaing Menurut Metode EPD

Share of country’s export in world trade

Share of Trade Product in World

Rising (Dynamic) Falling (Stagnan)

Rising (Competitiveness) Rising Stars Falling Stars

Falling (non-Competitiveness) Lost Opportunity Retreat

Sumber: Esterhuizen, 2006

Pada tampilan grafis dapat terlihat jelas untuk menggambarkan peningkatan dan penentuan kategori tersebut. Dimana sumbu X menggambarkan peningkatan pangsa ekspor produk biofarmaka negara tujuan di perdagangan dunia. Dan sumbu Y menggambarkan peningkatan pangsa produk biofarmaka negara tujuan di perdagangan dunia yang dijelaskan pada Gambar 8.

- 0 +

-

(32)

18

Rumus umum yang digunakan adalah:

- Untuk menentukan sumbu X (pertumbuhan kekuatan bisnis)

………..………… (2)

- Untuk menentukan sumbu Y (pertumbuhan Dayatarik pasar) ∑

…………..………...………. (3)

dimana:

Xij = Nilai ekspor produk biofarmaka ke negara importir Wij = Nilai ekspor produk biofarmaka dunia ke negara importir Xt = Nilai total produk ekspor Indonesia ke negara importir Wt = Nilai total produk ekspor dunia ke negara importir T = Jumlah tahun analisis

Analisis Data Panel

Pooled Least Square (PLS)

Pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), hal ini menyebabkan terdapatnya N x T observasi, yakni N untuk menunjukan jumlah unit cross section dan T untuk menunjukan jumlah time series. Model yang digunakan adalah:

̂ ̅

………..………..….. (4)

∑ ∑ ̃ ̃ ∑ ∑

………..………...…. (5)

dimana,

̃ ̅ ……….……….……(6) ̃ ̅ ……….……….…. (7)

(33)

19

Fixed Effect Model (FEM)

FEM berfungsi untuk mencari nilai tetap dengan melihat struktur ragam galat (nilai harapan) dari Tao () serta memiliki asumsi pada persamaan 8. Model Fixed Effect muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki korelasi dengan Xpt atau memiliki pola yang sifatnya acak. Interpretasi dalam persamaan yaitu terdapat korelasi antara individual heterogeneity () dengan regressornya (Xpt),

..………..………... (8) maka komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersep, yaitu:

One way error component: ……… (9) Two way error component: ……..…... (10)

Peduga pada FEM dapat dihitung dengan pendekatan Pooled Least Square (PLS), pendekatan Within Group (WG) dan pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV) dengan menggunakan dummy atau peubah.

Random Effect Model (REM)

REM merupakan metode acak untuk menjelaskan struktur ragam galat (nilai harapan) di dalam model panel data. Terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan untuk menghitung estimator REM, yaitu between estimator dan Generalized Least Square (GLS). Model Random Effect digunakan saat tidak adanya korelasi antara efek individu dan regresor, dengan asumsi:

……….. (11) ( | ) …...……… (12)  ……… (13)

interpretasi pada persamaan 11 adalah tidak terdapat korelasi antara individual heterogeneity () dengan regressornya (Xpt) membuat komponen error dari efek individu dan saat dimasukkan dalam error tidak terdapat korelasi, dan persamaan terebut merupakan asumsi terbaik dalam uji asumsi klasik hausman, dimana: One way error component: ……….………….. (14) Two way error component: ……….. (15)

Pemilihan Model Terbaik

(34)

20

1. Chow Test

Dasar penolakan hipotesis uji chow menggunakan pertimbangan statistik chi-square. Cara pengolahannya mengunakan alat pemograman E-views, asumsinya jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow <  (taraf nyata 5 %)) maka tolak Ho, artinya ada intersep yang berbeda pada model, setidaknya ada satu yang berbeda sehingga model terbaik yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Hipotesis yang digunakan:

H0:Pooled Least Square H1:Fixed Effect Model

dimana, H0: 1= 1= 1= n (intersep yang digunakan sama pada tiap cross section)

2. Hausman Test

Uji hausman merupakan uji yang penting dan paling berpengaruh pada penelitian menggunakan panel data. Dasar penolakan hipotesis uji hausman menggunakan pertimbangan statistik chi-square. Asumsinya jika hasil dari Hausman Test signifikan (probability dari Hausman <  (taraf nyata 5 %)) maka tolak Ho, artinya ada korelasi antara individual heterogeneity dengan regressor pada model sehingga model terbaik yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Hipotesis yang digunakan:

H0: Random Effect Model H1: Fixed Effect Model

dimana, H0: tidak ada korelasi antara individual heterogeneity dengan regressor dan H1: ada korelasi antara individual heterogeneity dengan regressor.

Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi model klasik dapat dilakukan dengan: Autokorelasi

Autokorelasi dikenal sebagai asumsi dalam regresi dari suatu pengamatan yang tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai atau gangguan dari pengamatan lain. Definisi dari autokorelasi adalah gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi di antara faktor gangguan dan dapat terjadi pada suatu pengamatan time series atau cross section (Firdaus 2011). Cara ini dilakukan dengan membandingkan Durbin Watson (DW) hasil estimasi dengan niai DW pada tabel hitung. Jika DW mendekati dua pada area non autokorelasi, maka model tersebut terbebas dari autokorelasi. Hipotesisnya adalah:

H0: Tidak ada autokorelasi H1: Ada autokorelasi

dengan selang nilai statistik DW adalah sebagai berikut:

0<DW<Dl : Tolak H0,ada autokorelasi positif Dl<DW<Du : Daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan Du<DW<4-Du : Terima H0, tidak ada autokorelasi 4- Du<DW<4Dl : Daerah ragu-ragu tidak ada keputusan 4- Dl<DW<4 : Tolak H0, ada autokorelasi negatif

(35)

21 Heteroskedastisitas

Apabila variasi dari faktor pengganggu selalu samadengan data pengamatan, maka data tersebut bersifat homoskedastisitas, dan apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka terjadi ketimpangan. Penyimpangan terhadap faktor pengganggu disebut Heteroskedastisitas (Firdaus 2011). Heteroskedastisitas dapat dikatakan terjadi karena ragam dari error tidak konsisten biasanya terjadi pada data cross section. Uji tersebut berguna dalam mendeteksi apakah data sudah homoskedastisitas dengan menggunakan White Heteroskedasticity Test. Dengan hipotesis:

H0: Homoskedastisitas H1: Heteroskedastisitas

Pengujian dilakukan dengan melihat Probability Obs* R-squared lebih besar dari taraf nyata 5% serta nilai sum square residual unweighted statistics lebih kecil dari sum square residual weighted statistic. Apabila hal tersebut terjadi maka model tidak mengalami masalah heteroskedastisitas dengan asumsi tidak cukup bukti untuk menolak H0. Pelanggaran asumsi yang dilakukan dalam pengujian asumsi klasik tersebut dapat diatasi dengan metode GLS (Generalized Least Square) (Juanda 2009).

Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah hubungan linier yang kuat antar variabel independen dalam persamaan regresi berganda, dan penyimpangan multikolinearitas adalah masalah derajat (Firdaus 2011). Tidak adanya multikol ditandai dengan R-Square hasil estimasi rendah, variabel bebas banyak yang signifikan, tanda sesuai dengan harapan, matriks korelasi atar variabel rendah Rij< 0.8, R-Square lebih besar dari Rij. Dampak adanya multikol adalah koefisien kuadrat terkecil tidak dapat ditentukan, maka nilai estimasi koefisiennya menjadi tidak tepat.

Normalitas

Normalitas merupakan uji asumsi klasik dimana hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah error term terdistribusi normal atau tidak. Diuji berdasarkan Jarque Bera pada hasil estimasi, dengan asumsi:

H0: =0, error term terdistribusi normal H1: 0, eror term tidak terdistribusi normal

Wilayah penerimaan dengan menghitung probabilitas (p-value)>, sedangkan tolak apabila<. Kenormalan diketahui berdasarkan sebaran regresi yang merata tiap nilai, sehingga penerimaan H0 mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal.

Gravity Model

(36)

22

mencakup semua bidang perdagangan. Hal ini menarik bagi peneliti kebijakan karena memungkinkan untuk memperkirakan dampak perdagangan kebijakan terkait berbagai perdagangan.

Model ini diperkenalkan pertama kali oleh Tinberger tahun 1962 dan Ponyohen tahun 1963 untuk menganalisis aliran perdagangan antarnegara Eropa. Dan saat ini semakin dikembangkan oleh Bergstrand pada tahun 1985 yang menerapkan bahwa model gravitasi ini tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat melainkan dapat pula ditetapkan dalam perdagangan suatu komoditas. Rumus umum Gravity Model ini adalah:

………..………….. (16)

dimana:F = Volume interaksi antardua negara (aliran perdagangan bilateral) M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara (GDP)

D = Jarak ekonomi kedua negara (km) G = Konstanta

Kemudian dibuat persamaan logaritma yang berguna sebagai ukuran ekonomi untuk kedua negara. Grafity Model memiliki beberapa variabel yang berguna untuk mewakili total permintaan suatu negara dengan mengetahui GDP negara importir dan GDP negara pengekspor untuk mengetahui variabel indikator total penawaran potensial suatu negara. Variabel pendukung lainnya ntar kedua negara adalah jarak ekonomi, harga ekspor komoditi dan nilai tukar.

GDP Riil

Digunakan untuk mengukur berapa banyak perolehan pendapatan setiap individu dalam ekonomi. GDP riil digunakan untuk menyajikan adanya pengaruh dari harga, sedangkan GDP per kapita nominal merupakan nilai GDP yang tidak berpengaruh terhadap harga. Jika pendapatan per kapita tinggi di suatu negara maka negara tersebut termasuk dalam pasar yang potensial bagi pemasaran suatu komoditi tertentu. Dalam penelitian ini penulis memasukkan GDP riil untuk variabel pengolahan data.

Nilai Tukar Riil

Nilai tukar adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang-barang-barang dari negara lain. Nilai tukar riil disebut juga terms of trade. Nilai tukar riil merupakan variabel independen (terikat) dalam Grafity Model ini, yaitu nilai tukar nominal dikali dengan harga barang domestik dibandingkan dengan harga barang mancanegara (Mankiw 2006). Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

……….. (17)

(37)

23 membeli barang impor. Diperoleh berdasarkan nilai tukar Indonesia terhadap negara tujuan dikalikan dengan IHK domestik berbanding IHK negara tujuan.

Nilai tukar resmi adalah tingkat dimana Bank Sentral bersedia melakukan transaksi menukar mata uangnya dengan mata uang asing dalam bursa perdagangan luar negeri. Nilai tukar pada umumnya dihitung menurut harga Dollar AS, namun tidak perlu harus ditetapkan nilai mata uangnya karena permintaan luar negeri terhadap mata uang asing harus benar-benar sama, pada kenyataannya nilai tukar dapat disesuaikan dengan negara tujuan ekspor dan ditetapkan tanpa adanya pembatasan-pembatasan atau kontrol dari pemerintah yang menyebabkan demand dalam negeri melebihi supply yang ada (Todaro 1985).

Populasi

Populasi merupakan komponen penentu dari permintaan ekspor. Semakin banyak penduduk di suatu negara maka permintaan suatu komoditi semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika suatu wilayah memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, maka semakin besar pergerakan lalu lintas perdagangan yang dihasilkan (Pramesti 2014). Kenaikan jumlah penduduk akan mengakibatkan bergesernya kurva permintaan ke atas dan memperlihatkan bahwa dengan naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang diminta pada tiap tingkat harga akan lebih banyak (Lipsey 1995).

Sementara itu, jumlah populasi negara importir menunjukan besarnya potensi pasar barang ekspor dari negara eksportir. Semakin besar populasi negara importir, maka permintaan negara terhadap barang juga semakin besar (Telaumbanua 2012).

Jarak Ekonomi

Jarak ekonomi digunakan untuk analisis aliran perdagangan bilateral dalam Gravity Model. Semakin jauh jarak transaksi maka biaya transportasi semakin besar dan nilai ekspor semakin rendah. Jarak ekonomi ditentukan berdasarkan perbandingan antara perkalian jarak geografis kedua negara dan GDP negara tujuan dengan jumlah keseluruhan GDP dalam kurun waktu penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan GDP riil sebagai variabel penghitungnya (dibuat rata agar seragam dan mudah dalam interpretasi). Rumus umumnya (Li 2008) adalah:

Jarak Ekonomi =

∑ ……...… (18)

Harga Ekspor

(38)

24

Perumusan Model Penelitian

Perumusan model dilakukan untuk melihat hubungan permintaan ekspor dengan variabel-variabel penyusunnya serta mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan produk biofarmaka. Variabel dependen (bebas) adalah Nilai Ekspor, variabel independen (terikat) GDP, nilai tukar, populasi, jarak ekonomi dan harga produk. Sebelumnya model ini penulis transformasikan menjadi bentuk logaritma natural (ln) saat penghitungan agar dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas, sebab transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati 2006). Kelebihan lain dalam melakukan transformasi varibel dalam bentuk logaritma natural (ln) yaitu untuk memudahkan interpretasi, karena menggunakan satuan yang sama yaitu persen (%). Dugaan model pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Model estimasi gravity model jahe Indonesia:

EVit = -0 + 1GDPit + 2ERit + 3POPit - 4EDit + µt……….…... (19) Model estimasi gravity model jahe China:

EVit = 0 + 1GDPit - 2ERit - 3POPit + µt………...……. (20) Model estimasi gravity model kunyit Indonesia:

EVit = -0 + 1GDPit + 2ERit + 3POPit - 4EDit - 5PEit + µt……….. (21) Model estimasi gravity model kunyit India:

EVit = -0 + 1GDPit + 2ERit + 3POPit+ µt………... (22) Model estimasi gravity modelkayu gaharu Indonesia:

EVit = -0 + 1GDPit - 2ERit + 3POPit - 4EDit + µt………... (23) dimana:

Ln =Transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel (Gujarati 2006) digunakan saat perhitungan data panel untuk kemudahan dalam menentukan satuan (%)

EV =Export Valuejahe, kunyit dan kayu gaharu Indonesia (ribu US Dollar) GDP =Real Gross Domestic Product(produk domestik bruto riil) negara tujuan

(US Dollar)

ER =Real Exchange Rate (nilai tukar riil) (US Dollar) POP =Population (populasi) (Jiwa)

ED =Economic Distance (jarak ekonomi) terhadap negara tujuan (Km2) PE =Price of Export(harga ekspor) jahe, kunyit dan kayu gaharu (US Dollar)

0 =konstanta (intercept)

1,2,3,4,5 =parameter yang diduga (Real GDP, Real Exchange Rate,

Population,Economic Distance danPrice of Export) t =indeks waktu (2003-2012)

(39)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Jahe, Kunyit dan Kayu Gaharu

Jahe Indonesia

Distribusi jahe dalam sistem komersial dapat membantu untuk mendapatkan output yang diinginkan untuk permintaan skala besar. Jahe muda yang sebagian besar disukai dalam produksi komersial sejak dipanen pada tahap awal hingga lima bulan yang meminimalkan durasi waktu panen. (FAO 2014). Maanfaat yang terkandung menimbulkan tumbuhnya minat masyarakat domestik maupun mancanegara untuk mengkonsumsi jahe. Semakin banyaknya peluang pasar maka semakin banyak pula pesaing untuk menghasilkan jahe terbaik.

Hasil RCA terbesar dan lebih dari satu diperoleh dari negara importir Belanda, artinya jahe memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia sehingga jahe memiliki dayasaing yang baik di negara Belanda. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan nilai ekspor jahe yang besar ke negara Belanda di tahun 2009 dengan nilai ekspor sebesar 688 US Dollar dan volume ekspor sebanyak 140 ton. Fokus utama penelitian ini adalah dengan melihat posisi

“Lost Opportunity” agar dapat dianalisis siapakah pemasok terbesar dari tiap komoditi produk biofarmaka dunia yang melakukan ekspor sesuai dengan negara tujuan Indonesia.

Berdasarkan perolehan posisi dayasaing menggunakan Export Product Dynamics (EPD) pada Tabel 4, posisi dayasaing di kuadran empat yaitu “Lost Opportunity” pada jahe terdapat di negara Singapura artinya adanya kesempatan yang hilang karena adanya penurunan pangsa pasar pada produk yang dinamis, dimana pasokan jahe dunia masih lebih besar dibandingkan Indonesia. Negara pemasok terbesar adalah China yang merupakan negara pesaing jahe Indonesia ditentukan berdasarkan nilai ekspor ke Singapura sebesar 173 086 009 US Dollar periode 2003-30124.

Tabel 4 Hasil Nilai RCA dan EPD Jahe Indonesia Periode 2003-2012

Negara RCA EPD Posisi Pasar

Nilai Sumbu X Sumbu Y

Japan 0.2153 -3.0237 -0.238 Retreat

Bangladesh 0.8524 776.143 -6.048 Falling Star

Malaysia 1.3158 75.8544 8.7596 Rising Star

Singapore 0.5999 -7.3101 0.3035 Lost Opportunity

Pakistan 0.2973 639.233 5.9562 Rising Star

Netherlands 51.0472 102.94 2.2849 Rising Star Saudi Arabia 3.3785 121.615 -10.082 Falling Star Philippines 1.0125 1149.29 12.7392 Rising Star

4

Gambar

Gambar 2 Produksi Biofaramaka Rimpang (Ton) Periode 2008-2012
Gambar 4 Nilai Ekspor dan Impor Jahe, Kunyit dan Kayu Gaharu (ribu US
Gambar 5 Nilai Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar) ke
Gambar 6 Neraca Perdagangan Produk Biofarmaka Indonesia (ribu US Dollar)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, hasil optimasi siklus amplifikasi dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) primer 12S rRNA dan 16S rRNA, maka dapat

Berdasarkan pada gambar 1.4 data yang didapatkan dari foursquare.com, Hypermart Gading Serpong mendapatkan kritikan lain, yang dimana Hypermart Gading Serpong memiliki tempat

Penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah peserta didik kelas X IIS 1 SMA Negeri 3 Surakarta semester

Adapun lansia di wilayah kerja Puskesmas Darussalam pada tahun 2012 sebanyak 1420 orang dan lansia yang terdaftar di Posyandu ada sebanyak 227 orang lansia, hal

peningkatan terhadap output luar negeri dalam hal ini adalah perekonomian Amerika akan meningkatkan net ekspor Indonesia karena perekonomian Amerika yang meningkat

Titik laju perubahan tekstur dari lunak menjadi keras tersebut nampak terjadi pada saat penguapan air bebas belum konstan atau kadar air dalam padatan di atas 15%,

Perbedaan penjemur gabah ini dengan jemuran pakaian otomatis adalah pada sistem kontrolnya, dimana akan digunakan Mikrokontroler Atmega328 dari board Arduino Uno

Berisikan latar belakang (apa yang melatarbelakangi penelitian mahasiswa, alasan ilmiah yang memperkuat penelitian mahasiswa), batasan masalah, maksud dan tujuan penelitian,