• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Debit Air Dan Airtanah Dangkal Daerah Aliran Sungai (Das) Prumpung, Kabupaten Tuban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Debit Air Dan Airtanah Dangkal Daerah Aliran Sungai (Das) Prumpung, Kabupaten Tuban"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DEBIT AIR DAN AIRTANAH DANGKAL

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PRUMPUNG,

KABUPATEN TUBAN

RIYAN NIAGARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Debit Air dan Airtanah Dangkal Daerah Aliran Sungai (DAS) Prumpung, Kabupaten Tuban adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

RIYAN NIAGARA. Analisis Debit Air dan Airtanah Dangkal Daerah Aliran Sungai (DAS) Prumpung, Kabupaten Tuban. Dibimbing oleh YANUAR PURWANTO dan YULI SUHARNOTO.

Perubahan kawasan pertanian menjadi kawasan industri pada Kabupaten Tuban berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah No. 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032. Perubahan lahan atau alih fungsi lahan akan memicu konflik sosial dan permasalahan lingkungan khususnya perubahan kondisi kawasan tangkapan air, debit air dan dapat menyebabkan perubahan aliran permukaan khususnya ketersediaan air (Daerah Aliran Sungai) DAS Prumpung, yang merupakan DAS terbesar wilayah Kabupaten Tuban. Peningkatan kebutuhan air sejalan dengan pertumbuhan penduduk, industri dan bisnis yang diharapkan ketersediaan air mampu memenuhi peningkatan kebutuhan air yang terus-menerus. Oleh karena itu diperlukannya analisis mengenai ketersediaan air DAS Prumpung yang terintegrasi dengan berbagai aspek dalam hidrologi. Tujuan dari penelitian ini diantaranya (1) mengidentifikasi penggunaan lahan DAS Prumpung (2) mengetahui ketersediaan air DAS Prumpung terkait hubungannya dengan curah hujan dan debit air dengan SWAT (Soil and Water Assessment Tools) (3) memberikan masukan dalam mempengaruhi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW) Kabupaten Tuban 2012-2032, DAS Prumpung terletak di Kabupaten Tuban dengan meliputi wilayah sebesar 22.319 ha. Kebutuhan data diantaranya adalah Digital Elevation Model, tata guna lahan dan peta sebaran jenis tanah. Pengumpulan dan proses data iklim, analisis kecenderungan ketersediaan air, pengukuran dan analisa serta kalibrasi merupakan prosedur dalam penggunaan SWAT. SWAT telah mengeneralisasikan 27 HRU (Hyrological Response Unit) yang menggambarkan kondisi spasial keseluruhan batas air. Model hidrologi SWAT menggunakan 12 parameter yang teridentifikasi dan memiliki nilai dengan kategori sangat baik The Nash-Sutcliffe Efisiensi (NSE) 0.77 dan koefisien korelasi 0.79. Berdasarkan hasil observasi hasil penggunaan lahan kondisi eksiting menunjukkan bahwa debit air minimum adalah 0.338 m3/s hingga maksimum 5.945 m3/s dengan ketersediaan airtanah maksimum sampai 3.070 mm pada Juli-September 2014. Sedangkan kondisi RTRW menunjukkan bahwa debit air minimum adalah 0.151 m3/s hingga maksimum 4.589 m3/s. Berdasarkan hasil Skenario konservasi yang telah dilakukan di beberapa penggunaan lahan untuk ketersediaan air. Hasil penelitian skenario konservasi menunjukkan bahwa debit air minimum adalah 0.344 m3/s hingga maksimum 4.842 m3/s dengan ketersediaan airtanah maksimum adalah 3.140 mm. Tidak ada perubahan yang signifikan dari debit air dan aliran airtanah berdasarkan kondisi eksisting, kondisi RTRW dan skenario konservasi di DAS Prumpung, Kabupaten Tuban. Sebuah rencana pengelolaan air dalam pemanfaatan curah hujan yang tinggi di musim hujan akan memberikan kontribusi dalam kebutuhan pasokan air/permintaan yang sesuai pada musim kemarau.

(6)
(7)

SUMMARY

RIYAN NIAGARA. Analyze of Water Recharge and Groundwater of Prumpung Watershed, Tuban Regency. Supervised by YANUAR PURWANTO dan YULI SUHARNOTO.

The changes in agricultural areas into industrial zones in Tuban Regency based on Urban Planning No.9 Year 2012-2032. These change will trigger social conflict and environmental issues in particular changes in the condition of the catchment area, water discharge, run off and especially the availability of Prumpung watershed which is the largest watershed area of Tuban Regency. The water demand increases in line with the growths of population, industry and business, but the water availability is ascertained to satisfy those needs continuously. Therefore, it is necessary to analyze water availability in a specified watershed integrated with various aspects in hydrology. The objective of this study were (1) to identify of landuse at Prumpung watershed, (2) to determine water availability in Prumpung watershed by analyzing the relationship of rainfall and river discharge using the Soil and Water Assessment Tool (SWAT) and (3) to influence government policies relation with urban planning of Tuban Regency.

The watershed is located in Tuban Regency and based on urban planning of Tuban Regency 2012-2032 which is covering 22.319,14 ha. Input data were Digital Elevation Models, land use, and soil map. The procedures were including collection and process of climate data, trend analysis of water availability, discharge measurements, discharge analyze and calibration using SWAT. SWAT has generated 27 HRUs that described the spatial condition of the whole watershed. SWAT hydrological model uses 12 parameters were identified and had a very good value by category The Nash-Sutcliffe efficiency (NSE) of 0.77 and correlation coefficient of 0.79. Based on observation the results of existing landuse showed that the minimum water discharge was 0.338 m3/s to the maximum 5.945 m3/s with groundwater availability was maximum until 3.070 mm on July to September 2014. Whereas RTRW scenario showed minimum water discharge was 0.151 m3/s to the maximum 4.589 m3/s. Conservation scenario has been conducted at several landuses for water availability and based on conservation area. The results showed that the minimum water discharge was 0.344 m3/s to the maximum 4.842 m3/s with groundwater availability was maximum until 3.140 mm. There were no significant changes of water discharge and groundwater based on existing landuse scenario, urban planning scenario and conservation scenario at Prumpung watershed, Tuban Regency. A plan of water management for exploiting of high rain fall in rainy season will contribute in consideration of the appropriate water supply/demand balance in dry season.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS DEBIT AIR DAN AIRTANAH DANGKAL

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PRUMPUNG,

KABUPATEN TUBAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Debit Air Dan Airtanah Dangkal Derah Aliran Sungai (DAS) Prumpung, Kabupaten Tuban

Nama : Riyan Niagara NIM : F451120031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir M. Yanuar J. Purwanto, MS Ketua

Dr Ir Yuli Suharnoto, MEng Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr Ir M. Yanuar J. Purwanto, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan, sehingga tesis yang berjudul “Analisis Debit Air Dan Airtanah Dangkal Derah Aliran Sungai (DAS) Prumpung, Kabupaten Tuban” dapat diselesaikan. Tesis ini sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Magister Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Naskah tesis ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. M. Yanuar J Purwanto, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah yang telah mengarahkan dan memotivasi untuk tetap disiplin selama tesis.

2. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukkan selama penelitian berlangsung dan dalam menyusun naskah tesis.

3. Keluarga penulis yang selalu membimbing, menasehati, dan memberikan dukungan, motivasi dan doa sehingga penulis dapat menjalankan penelitian dan menyelesaikan naskah tesis.

4. Isteri tercinta (Khasanah) yang dengan penuh pengertian, kesetiaan, kesabaran, dan ketabahan senantiasa selalu memberikan perhatian, dorongan, semangat, dan doa untuk keberhasilan penelitian dan penyelesaian naskah tesis.

5. LPPM dan PPPLH-IPB atas bantun dan kerjasama selama penelitian berlangsung.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Teknik Sipil dan Lingkungan (Angkatan 2012 dan 2013) yang selalu memberi semangat serta bantuan saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan naskah tesis. Tesis ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Institut Pertanian Bogor. Semoga ide yang disampaikan dalam tesis ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR ISI vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

3 METODE 11

Waktu dan Lokasi Penelitian 11

Alat dan Bahan 11

Prosedur Analisis Data 11

Deskripsi Lokasi Penelitian 14

Kerangka Penelitian 16

Tahapan Penelitian 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

5 SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 33

RIWAYAT HIDUP 39

(16)

DAFTAR TABEL

1. Kriteria Nilai NSE 12

2. Iklim DAS Prumpung, Kabupaten Tuban 15

3. Kondisi Topografi DAS Prumpung 15

4. Jenis Tanah DAS Prumpung 16

5. Tata Guna Lahan Kondisi Eksisting 16

6. Parameter Sensitif Terhadap Model Hidrologi SWAT 21

7. Tata Guna Lahan RTRW DAS Prumpung 21

8. Skenario Konservasi DAS Prumpung 25

9. Rekapitulasi Debit Aliran Sungai dan Aliran Airtanah Dangkal Hasil

Model Skenario DAS Prumpung 26

DAFTAR GAMBAR

1. Skema siklus hidrologi (Aquasource, 2014) 4

2. Representasi fase lahan pada siklus hidrologi (Neitsch et al., 2004) 7 3. Hubungan antara runoff terhadap curah hujan pada 8 4. Lokasi penelitian DAS Prumpung, Kabupaten Tuban 13

5. Diagram alir penelitian model debit air 18

6. Debit model setelah dikalibrasi dan validasi dan debit observasi kondisi

eksisting DAS Prumpung 20

7. Hubungan antara debit model dan debit observasi setelah kalibrasi dan

validasi 20

8. Perbandingan debit model kondisi eksisting dan kondisi RTRW DAS

Prumpung 22

9. Perbandingan muka airtanah pada bagian hulu dan hilir DAS Prumpung 23

10.Peta arah aliran airtanah DAS Prumpung 23

11.Perbandingan aliran airtanah observasi, aliran airtanah kondisi eksiting dan aliran airtanah kondisi RTRW DAS Prumpung 24

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta tata guna lahan skenario eksisting DAS Prumpung 33 2. Peta tata guna lahan skenario Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

DAS Prumpung 34

3. Peta tata guna lahan skenario konservasi DAS Prumpung 35

4. Data observasi debit air DAS Prumpung 36

(17)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Tuban merupakan bagian wilayah dari Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Tuban memiliki luas wilayah mencapai 1.839,94 km2, dengan panjang pantai 65 km dan luas lautan 22.608 km2. Secara administrasi Kabupaten Tuban terbagi menjadi 20 kecamatan dan 328 desa dengan 15 kecamatan di daerah dataran dan perbukitan dan 5 kecamatan wilayah pantai (BPS, 2013). Kondisi perekonomian Kabupaten Tuban terfokuskan dalam 3 sektor ekonomi yaitu sektor primer (pertanian dan pertambangan) sebesar 40,96 %, sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, air bersih dan konstruksi) sebesar 28,31% dan sektor tersier (perdagangan, pelayanan jasa, hotel dan restoran) sebesar 30,72% dengan peningkatan perekonomian setiap tahunnya.

Dalam upaya menunjang pembangunan Kabupaten Tuban, serta dilatar belakangi oleh kemampuan sumber daya alam yang dimiliki, Kabupaten Tuban akan melakukan perubahan kawasan pertanian menjadi kawasan industri. Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah No. 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032, Kabupaten Tuban mengakomodir wilayah yang akan dijadikan perkembangan sektor industri namun tidak mengabaikan sektor lainnya.

Perubahan lahan atau alih fungsi lahan akan memicu konflik sosial dan permasalahan lingkungan khususnya perubahan kondisi kawasan catchment area dan dapat menyebabkan perubahan aliran permukaan. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi debit sungai di daerah aliran sungai dan airtanah dangkal. Penggunaan air yang meningkat yang akan menurunkan ketersediaan air khususnya dalam kebutuhan sektor pertanian dan industri.

Secara umum ketersediaan air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan proses hidrologi. Namun pemanfaatannya berbeda-beda tergantung dari pemenuhan kebutuhan dari aktivitas manusia yang berada di dalamnya. Debit aliran atau jumlah air dalam DAS akan menentukan pemenuhan kebutuhan dari aktivitas manusia. Debit minimum dapat dimanfaatkan untuk merancang kebutuhan air minimum yang dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau, sedangkan debit maksimum untuk mengetahui peluang terjadinya banjir. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai (Irsyad, 2011).

Pada suatu DAS pengamatan data debit maksimum yang terjadi di outlet suatu sungai diperlukan untuk melihat peluang terjadinya banjir, sementara debit aliran rendah (base flow) diperlukan untuk merancang kebutuhan air minimum yang dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau, sedangkan debit aliran ratarata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai.

(18)

2

Berdasarkan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Tuban (Ludiono, 2014) menambahkan, krisis air selalu menjadi langganan Kabupaten Tuban jika musim kemarau tiba dan panjang, bencana kekeringan disejumlah wilayah Kabupaten Tuban diperkirakan bertambah seiring dengan musim kemarau panjang. Manajemen yang baik dalam penggunaan air terhadap ketersediaan air pada DAS Prumpung dapat mengelola pemenuhan kebutuhan air baik domestik maupun non domestik (industri, pertanian dan perikanan) khususnya mengahadapi krisis air pada musim kemarau.

Perumusan Masalah

Perubahan kawasan pertanian menjadi kawasan industri pada Kabupaten Tuban berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah No. 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032. Perubahan lahan atau alih fungsi lahan akan memicu konflik sosial dan permasalahan lingkungan khususnya perubahan kondisi kawasan tangkapan air dan dapat menyebabkan perubahan aliran permukaan khususnya ketersediaan air di (Daerah Aliran Sungai) DAS Prumpung. Musim kemarau atau musim kering terjadi hampir setiap tahunnya menyebabkan ketersediaan air menipis dan terjadi kelangkaan air di musim kemarau.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan mengidentifikasi penggunaan lahan DAS Prumpung. 2. Menyusun model hidrologi DAS Prumpung.

3. Memberikan masukan dalam perumusan kebijakan mengenai keamanan air dan penggunaan air dalam khususnya krisis air yang terjadi setiap musim kemarau dan sektor pertanian dan sektor industri dalam Rencana Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta musim kemarau Kabupaten Tuban.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagi pemangku kebijakan (pemerintah) sebagai dasar acuan dalam melakukan manajemen sumberdaya air.

2. Bagi masyarakat ilmiah yaitu mendapatkan model hidologi yang bisa digunakan untuk analisis dan simulasi dalam skala DAS dengan hasil yang lebih akurat.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model hidrologi DAS Prumpung.

2. Neraca air DAS Prumpung yang meliputi 5 Kecamatan yaitu Bancar, Tambakboyo, Kerek, Merakurak dan Jatirogo.

(19)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Daerah Aliran Sungai (DAS) memberi banyak manfaat oleh karena itu perlu adanya pengelolaan dalam pemanfaatan DAS agar terciptanya kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang pengelolaan daerah aliran sungai.

Secara umum ketersediaan air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan proses hidrologi. Namun pemanfaatannya berbeda-beda tergantung dari pemenuhan kebutuhan dari aktivitas manusia yang berada di dalamnya. Debit aliran atau jumlah air dalam DAS akan menentukan pemenuhan kebutuhan dari aktivitas manusia. Debit minimum dapat dimanfaatkan untuk merancang kebutuhan air minimum yang dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau, sedangkan debit maksimum untuk mengetahui peluang terjadinya banjit. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai (Irsyad, 2011).

Pada suatu DAS pengamatan data debit maksimum yang terjadi di outlet suatu sungai diperlukan untuk melihat peluang terjadinya banjir, sementara debit aliran rendah (base flow) diperlukan untuk merancang kebutuhan air minimum yang dapat terpenuhi terutama pada musim kemarau, sedangkan debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai.

Kebutuhan Air

Pemanfaatan sumber daya air khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat beragam dan hampir setiap tahunnya hampir mengalami peningkatan. Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia memiliki beberapa fungsi baik fungsi sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan yang masing-masing dapat saling bertentangan. Peningkatan jumlah penduduk yang sejalan dengan peningkatan ekonomi menyebabkan terjadinya perubahan sumberdaya alam yang sangat cepat (Sumarno, 2010).

(20)

4

20%. Pada tahun 2020, diperkirakan akan terjadi kenaikan kebutuhan air untuk rumah tangga dan industri sebesar 25%-30%.

Debit Air

Debit air Daerah Aliran Sungai (DAS) berasal dari jumlah curah hujan yang jatuh di atasnya yang dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran sungai. Setiap masukan ke dalam DAS dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat atau mengetahui keluaran dari sistem tersebut. Curah hujan sebagai input akan berinteraksi dengan komponen-komponen DAS sehingga akan menghasilkan keluaran berupa debit, muatan sedimen dan material lainnya yang terangkut oleh aliran sungai (Malahayati, 2009).

Daerah aliran sungai merupakan sistem hidrologi yang terdiri dari masukan (input), proses, dan keluaran (output). Pengaruh daerah aliran sungai terhadap aliran permukaan dapat dilihat melalui sifat-sifat DAS (karakteristik DAS) itu sendiri seperti bentuk, ukuran DAS, elevasi/kemiringan dan susunan anak-anak sungai/kerapatan drainase (Asdak, 2004). Bedasarkan ukuran DAS, Malahayati menambahkan (2009) semakin besar ukuran DAS, semakin besar aliran permukaan. tetapi, baik laju maupun volume aliran permukaan per satuan wilayah dalam DAS tersebut menurun apabila luas daerah tangkapan air bertambah besar. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS, semakin cepat laju aliran permukaan, dengan demikian mempercepat respon DAS tersebut oleh adanya curah hujan.

Gambar 1 Skema siklus hidrologi (Aquasource, 2014)

(21)

5 Cadangan air yang diserap tersebut masuk ke dalam tanah dan batuan. Karena volume air tersimpan dalam jumlah besar, air keluar ke permukaan melalui tekuk lereng. Air yang keluar tersebut kemudian mengalir pada permukaan yang kemudian menjadi sungai. Aliran ini mengalir ke permukaan yang memiliki ketinggian lebih rendah, sesuai dengan sifat air yang mengalir dari tempat dengan tempat tinggi ke rendah. Saat dilakukan pengukuran tinggi permukaan air oleh alat ukur, diperoleh debit sungai. Debit sungai merupakan laju aliran air (volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, di mana satuan besaran debit dalam satuan internasional adalah meter kubik per detik (m3/dt) (Ibrahim, 2012).

Penggunaan Lahan

Dalam pemenuhan kebutuhan manusia terhadap lahan akan mempengaruhi sumberdaya air yang tersedia. Penggunaan lahan dapat digolongkan atas dua golongan yaitu (1) penggunaan lahan pedesaan dalam arti luas mencakup pertanian, kehutanan, cagar alam/suaka marga satwa dan daerah rekreasi, (2) penggunaan lahan perkotaan dan industri yang mencakup kota, perkampungan, kompleks industri, jalan raya dan daerah pertambangan. Penggolongan yang lain adalah penggunaan lahan untuk kawasan lindung, budidaya dan daerah pertambangan (Hardjowigeno & Widiatmaka, 2007). Pengetahuan akan penggunaan lahan penting dalam rangka menyusun rencana pengelolaan DAS.

Meningkatnya jumlah penduduk disertai oleh kebutuhan akan peningkatan penyediaan kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya sehingga menyebabkan terjadinya kompetisi antara berbagai kemungkinan penggunaan lahan (Sitorus, 2004a). Beberapa penelitian menunjukkan dampak perubahan penggunaan lahan terhadap debit sungai diantaranya: Puslitbangtanak dan Jasa Tirta (2002) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh perubahan penggunaaan lahan terhadap debit puncak aliran permukaan. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 1994 sampai 1997 memberikan dampak terhadap peningkatan debit puncak aliran permukaan yaitu sebesar 3.188 m3/detik hingga 8.03 m3/detik, hasil penelitian Lisnawati (2006) pada periode 1995-2003, menunjukkan bahwa debit maksimum di Sub DAS Ciliwung Hulu cenderung meningkat sehingga selisih debit maksimum-minimum cenderung meningkat pula. Kondisi ini merupakan indikasi berkurangnya fungsi kawasan Sub DAS Ciliwung sebagai kawasan lindung dan wilayah resapan air.

(22)

6

AirTanah Dangkal

Airtanah merupakan sumber air tanah yang sangat penting dan tersimpan dalam lapisan yang disebut akuifer. Airtanah yang merupakan sumberdaya alam terbarukan (renewal natural resources) saat ini telah memainkan peran penting di dalam penyediaan pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai terhadap airtanah itu sendiri. Airtanah pada masa lalu merupakan barang bebas (free goods) yang dapat dipakai secara bebas tanpa batas dan belum memerlukan pengawasan pemanfaatan, tetapi pada era pembangunan saat ini yang disertai dengan peningkatan kebutuhan airtanah yang sangat pesat telah merubah nilai airtanah menjadi barang ekonomis (economic goods), artinya airtanah diperdagangkan seperti komoditi yang lain, bahkan di beberapa tempat airtanah mempunyai peran yang cukup strategis (Hendrayana, 2002)

Berdasarkan peranannya Hendrayana (2002) menambahkan airtanah memiliki peran penting dalam pasokan air untuk berbagai sektor pembangunan, diantaranya: sumber air minum perkotaan dan pedesaan, sumber air untuk industri dan sumber air untuk pertanian. Pengelolaan airtanah dan kegiatan konservasi airtanah telah banyak dilakukan oleh Pemerintah maupun Swasta. namun pada kenyataannya hasil pengelolaan maupun konservasi airtanah belum dapat mencapai sasaran dan masih relatif jauh dari titik optimal. Memperkecil dampak negatif akibat pemanfaatan/pengeboran airtanah, merupakan salah satu upaya nyata yang harus dilaksanakan dalam rangka pengelolaan airtanah secara terpadu.

Soil and Water Assessment Tool (SWAT)

SWAT (Soil and Water Assessment Tool), merupakan suatu model analisis sungai atau DAS, yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold untuk USDA, Agricultural Research Service (ARS). SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimen dan hasil kimia pertanian di daerah aliran sungai besar dengan tipe tanah bervariasi, penggunaan lahan dan manajemennya selama jangka waktu yang lama. SWAT merupakan hasil gabungan dari beberapa model, diantaranya adalah Simulator for Water Resources

in Rural Basin (SWWRRB), Chemical, Runoff and Erosion from Agricultural

Management System (CREAMS), Groundwater Loading Effect an Agricultural

Management System (GREAMS), dan Erosion Productivity Impact Calculator (EPIC) (Neitsch et al., 2005). SWAT terus mengalami perkembangan sejak awal telah dikembangkan untuk daerah tropis yang pada dasarnya memiliki ketersediaan data yang berbeda dengan daerah sub tropis dimana model ini diciptakan. Pengembangan SWAT sangat didukung oleh perkembangan teknologi. Pada awalnya, SWAT telah dikembangkan dalam Windows (Visual Basic), GRASS, ArcView, ArcGIS dan Map Window.

(23)

7 Proses-proses tersebut didasarkan pada konsep neraca air. untuk pemodelan, suatu DAS dibagi menjadi beberapa Sub DAS atau Sub Basin yang didasarkan pada kesamaan penggunaan tanah dan tanah atau sifat lain yang berpengaruh terhadap hidrologi.

Gambar 2 Representasi fase lahan pada siklus hidrologi (Neitsch et al., 2004) Simulasi hidrologi suatu DAS dengan model SWAT dipisahkan ke dalam dua bagian utama yaitu fase lahan pada siklus hidrologi (Gambar 2) dan fase air pada siklus hidrologi. Fase lahan mengendalikan jumlah air, sedimen, unsur hara, dan pestisida yang masuk ke dalam saluran utama pada setiap Sub Das. Fase air atau penelusurun siklus hidrologi dapat didefinisikan sebagai gerakan air, sedimen dan lainnya melalui jaringan saluran DAS ke outlet.

Analisis Hidrologi

Persamaan neraca air umum DAS yang digunakan dalam model SWAT dirumuskan sebagai berikut:

SWt= SWt-i+Rdayt-(Qsurft+Eat+Wseept+Qgwt) (1) di mana:

SWt : kandungan kadar air tanah pada hari ke-t (mm H2O)

SWt-1 : kandungan kadar air tanah awal pada hari ke t-1

Rday t : curah hujan harian pada hari ke-t (mm H2O)

Qsurft : run off pada hari ke –t (mm H2O)

Eat : evapotranspirasi aktual pada hari ke –t (mm H2O)

Wseept : total air yang keluar dari lapisan tanah pada hari ke –t (mm H2O)

Qgwt : total air yang mengalir kembali ke sungai pada hari ke-t

(mm H2O)

(24)

8

Runoff

Dalam mengestimasikan aliran permukaan (Qsurf), SWAT menggunakan metode, yaitu SCS Curve Number (CN). Berdasarkan volume aliran permukaan dan puncaknya, dilakukan simulasi pada setiap HRU (Hydrology Response Units).

SCS Curve Number merupakan fungsi dari permeabilitas tanah, tata guna lahan,

dan kondisi air tanah. Persamaan SCS Curve Number disajikan pada persamaan (3) (Neitsch et al., 2004).

Qsurf= (Rday- 0.2S

2)

(Rday+ 0.8S) (2) dimana:

Rday : curah hujan per hari (mm)

S : retension parameter (mm)

Parameter retensi (S) bervariasi tergantung jenis tanah, penutupan lahan, kelerengan, teknik pengelolaan lahan dan kandungan air tanah. Parameter retensi didefinisikan sebagai berikut:

S=25.4(1000

CN -10) (3) di mana,

Qsurf : limpasan permukaan (mm)

Rday : curah hujan pada satu hari (mm)

Ia : abstraksi awal termasuk simpanan permukaan, intersepsi tajuk dan infiltrasi sebelum terjadi aliran permukaan

S : parameter retensi (mm) CN : SCS Curve Number

(25)

9 Evapotranspirasi

Analisis SWAT pada penentuan besarnya evapotranspirasi ditentukan dengan tiga metode yaitu metode Penman-Monteith, metode Priestley and Taylor (1972), serta metode Hargreaves (1975). Data kecepatan angin diperlukan oleh SWAT jika Metode Penman-Monteith (persamaan 4) digunakan untuk memperkirakan evapotranspirasi potensial. SWAT mengasumsikan informasi kecepatan angin berada pada posisi 1.7 meter di atas permukaan tanah.

Kelembaban relatif diperlukan oleh SWAT jika metode Penman-Monteith atau persamaan Priestley-Taylor digunakan untuk menghitung evapotranspirasi potensial. Hal ini juga digunakan untuk menghitung tekanan uap air minimum pada pertumbuhan tanaman. Pada persamaan Penman-Monteith pengaruh jumlah uap air diudara diperhitungkan dalam menentukan evaporasi permukaan. Penman-Monteith dan Priestley-Taylor memerlukan tekanan uap aktual, yang dihitung dari kelembaban relatif. eoz : tekanan uap air jenuh pada ketinggian z (kPa) ez : tekanan uap air pada ketinggian z (kPa) T : tetapan psikometri (kPa °C-1)

rc : resistensi pada kanopi (s m-1)

ra : tahanan difusi pada lapisan udara (resistensi aerodinamis) (s m-1) Perkolasi

Perkolasi dihitung untuk setiap lapisan tanah dalam profil. Air akan meresap jika kadar air melebihi kadar air kapasitas lapangan untuk lapisan tersebut dan lapisan dibawahnya tidak dalam keadaan jenuh.Volume air yang tersedia untuk perkolasi ke dalam lapisan tanah dihitung dengan persamaan:

(26)

10

SWly,excess adalah volume air yang dapat dialirkan di lapisan tanah pada hari

tertentu (mm H2O), SWly adalah kadar air dari lapisan tanah pada hari tertentu

(mm H2O) dan FCly adalah kadar air dari lapisan tanah pada kapasitas lapang (mm

H2O). Jumlah air yang bergerak dari satu lapisan ke lapisan dibawahnya dihitung

dengan menggunakan metode storage routing. Persamaan yang digunakan untuk menghitung jumlah air yang merembes ke lapisan berikutnya adalah:

Wperc,ly= SWly,excess( 1 - exp [ -∆t

TTperc]) (7) dimana Wperc,ly adalah jumlah air meresap ke lapisan tanah dibawahnya pada

hari tertentu (mm H2O), SWly,excess adalah volume air yang dialirkan di lapisan

tanah pada hari tertentu (mm H2O), Δt adalah panjang dari selang waktu (jam),

dan TTperc adalah waktu perjalanan untuk perkolasi (jam).

Ground Water

Akuifer dangkal memberikan kontribusi aliran dasar ke saluran utama atau mencapai subbasin. Aliran dasar (base flow) yang akan masuk sebagai debit jika jumlah air yang disimpan dalam akuifer dangkal melebihi nilai ambang batas yang ditentukan. Respon aliran air tanah pada kondisi steady untuk mengisi debit (Neitsch, et al., 2004) adalah:

Qgw= 8000Ksat

Lgw2 hwtbl (8) Dimana Qgw adalah aliran air tanah, atau base flow, ke saluran utama pada

hari i (mm H2O), Ksat adalah konduktivitas hidrolik dari aquifer (mm/day), Lgw

adalah jarak dari dari punggung bukit atau subbasin sistem air tanah ke saluran utama (m), dan hwtbl adalah tinggi muka air tanah (m).

Groundwater Flow Velocity

Kecepatan alirah airtanah yang terjadi di lapisan laminar, berdasarkan hukum Darcy:

V = (��)

� (9)

Dimana V adalah groundwater flow velocity, K adalah hidrolik konduktiviti, n adalah effective porosity dan i adalah hidrolik gradien.

(27)

11

3

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Juli-September 2014. Penelitian dilakukan di DAS Prumpung yang merupakan DAS terbesar di Kabupaten Tuban dan termasuk dalam SWP DAS Prumpung Klero, Kabupaten Tuban. Secara geografis DAS Prumpung berada diantara kecamatan Bancar, Tambakboyo, Kerek, Merakurak dan Jatirogo namun secara umum berbatasan di lima kecamatan besar yaitu Kecamatan Bancar, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Kerek, Kecamatan Merakurak dan Jatirogo dengan luas wilayah sebesar 22319.14 Ha. Lokasi Penelitian disajikan pada Gambar 4.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) data iklim dan data curah hujan harian yang diperoleh dari CFSR (Climate Forecast System Rea-nalysis untuk periode tahun 2003 - 2014 pada tiga stasiun hujan; (2) data debit harian untuk outlet berdasarkan hasil observasi yang dilakukan Juli hingga September 2014; (3) peta tata guna lahan, jenis tanah dan kemiringan diperoleh dari Rencana Tata Ruang Wilayah No. 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032.

Peralatan yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS) dan seperangkat komputer dengan perangkat lunak yang digunakan adalah ArcGIS 10.1, ArcSWAT, dan SWAT CUP 2012 ver 5.1.6.2.

Prosedur Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengelaborasi data hasil debit observasi lapang dan identifikasi penggunaan lahan melalui analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Proses delineasi menggunakan data DEM, informasi batas DAS serta jaringan sungai dalam membuat watershed delineator (deliniasi DAS). Sedangkan pembentukan HRU (Hydrologic Reponse Unit) merupakan hasil overlay input data dari penggunaan lahan, jenis tanah dan kemiringan lahan. Untuk membangun SWAT Model dilakukan data HRU dan data iklim harian yang telah diperoleh. Pengolahan data dan identifikasi serta elaborasi dilakukan dengan software ArcGIS 10.1, ArcSWAT (Soil and Water Assessment Tool).

Pada tahap selanjutnya adalah tahap kalibrasi, data yang akan digunakan yaitu data debit harian observasi dan simulasi bulan Juli hingga September 2006 dan 2007. Metoda kalibrasi dilakukan secara manual dengan menentukan dan mengubah nilai parameter yang merupakan parameter yang sensitif terhadap kondisi hidrologi DAS Prumpung yang digunakan dalam proses kalibrasi.

(28)

12

Metode statistik yang digunakan dalam melakukan kalibrasi dan validasi debit adalah koefisien korelasi Pearson (R2) dan NSE (Nash Sutcliffe Efficiency) yang direkomendasikan oleh The American of Civil Engineers (Ahl, 2008).

Metode yang digunakan dalam observasi airtanah dangkal adalah dengan pengukuran kedalaman muka air sumur yang berada di sekitar DAS Prumpung. Parameter data yang diukur adalah pengambilan koordinat dan elevasi, bibir sumur, kedalaman sumur dari bibir sumur, tinggi muka airtanah dan diameter sumur. Analisis spasial dan penyajian koordinat (lokasi sumur) ditampilkan menggunakan software ArcGIS 10.1

sampai dengan 1. Nilai R mendekati 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara data simulasi dengan data observasi. Nash Sutcliffe Efficiency (NSE) merupakan suatu model statistik yang menunjukkan besar dari pengaruh hubungan data simulasi dan data observasi.Nilai NSE berkisar antara 0 dan 1, yang mana nilai mendekati 1 menunjukkan bahwa performa dari suatu model yang baik. Kriteria nilai statistik untuk NSE disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Nilai NSE

Kriteria NSE

Sangat Baik 0.75 < NSE < 1.00

Baik 0.65 < NSE < 0.75

Memuaskan 0.50 < NSE < 0.65

Kurang Memuaskan NSE ≤ 0.50

(29)

13 13

(30)

14

Deskripsi Lokasi Penelitian

DAS Prumpung merupakan DAS terbesar di daerah Tuban dan merupakan bagian dari SWP DAS Prumpung Klero, Kabupaten Tuban. Secara geografis DAS Prumpung secara umum berada diantara tiga kecamatan besar yaitu Kecamatan Bancar, Kecamatan Tambakboyo dan Kerek dengan luas wilayah sebesar 22319.14 ha.

Secara administrasi DAS Prumpung mempunyai batas sebagai berikut: 1. Sebelah Barat berbatasan dengan DAS Boncong, DAS Budur dan DAS

Bancar

2. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa

3. Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Dasin, DAS Socorejo dan DAS Laorsemut

4. Sebelah Selatan SWP Bengawan Solo

Sungai utama (DAS Prumpung) memiliki panjang ± 24 Km dengan permukaan lebar 21 meter dan dasar 9 meter, kedalaman sungai Prumpung didapatkan sebesar 6.50 m. Debit rata - rata harian di DAS Prumpung adalah 0.18 m3/detik hingga 48.07 m3/detik.

Tata guna lahan DAS Prumpung, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 2012 - 2032, dapat dikelompokkan menjadi 10 penggunaan lahan seperti Gambar 2. Sawah dan Hutan Produksi merupakan penggunaan lahan yang dominan di DAS Prumpung, Kabupaten Tuban sebesar 38.47% dan 35.43%.

(31)

15 Data rata-rata iklim berdasarkan hasil rekaman 3 (tiga) stasiun hujan di wilayah Kabupaten Tuban dari tahun 2003 hingga 2014 (Tabel 2).

Tabel 2 Iklim DAS Prumpung, Kabupaten Tuban Bulan

a. Kondisi Topografi DAS prumpung

Kemiringan (slope) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya debit yang keluar dari outlet. Lahan dengan kemiringan yang curam memiliki potensi runoff dan erosi yang tinggi jika terjadi hujan. Pemilihan tutupan lahan yang tepat serta menajemen pengelolaan lahan yang baik akan menurunkan tingkat kerusakan.

Tabel 3 Kondisi Topografi DAS Prumpung

Kategori Kemiringan (%) Luas Area (ha)

Datar 0-3 2374.69

Sangat Landai 3-8 10815.22

Landai 8-15 3323.02

Agak Curam 15-25 1092.48

Curam 25-40 4713.71

(32)

16

b. Jenis Tanah DAS prumpung

Terdapat 5 jenis tanah di DAS Prumpung berdasarkan Peta Sumberdaya Tanah Tingkat Tinjau (Balitbangtan, 2011). Jenis tanah didominasi oleh tanah mediteran/renzina sebesar 65.63%. Jenis tanah ini tersebar di Kecamatan Kerek, Tambakboyo dan Kecamatan Bancar yang berada di wilayah DAS Prumpung. Persentase sebaran luasan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis Tanah DAS Prumpung

No Jenis Tanah Luas Area

ha %

1 Mediteran/Renzina 14648.23 65.63

2 Regosol 396.82 1.78

Hasil identifikasi kondisi eksisting penggunaan lahan berdasarkan interpretasi citra terbagi menjadi 7 kelompok penggunaan lahan. Tegalan/ladang merupakan kelompok tata guna lahan terbesar yang terinterpretasi sebesar 39.72%, diikuti dengan lahan pertanian dan hutan sebesar 32.37% dan 14.67 %.

Tabel 5 Tata Guna Lahan Kondisi Eksisting

No Tata Guna Lahan Luas

ha %

1 Permukiman/Lahan Terbangun 619.00 2.77 2 Badan Air (Sungai dan Tambak) 24.00 0.11

3 Semak Belukar 2160.00 9.68

4 Lahan Pertanian 7225.00 32.37

5 Hutan 3274.00 14.67

6 Sawah 152.00 0.68

7 Tegalan/Ladang 8866.00 39.72

Total 22320.00 100.00%

Kerangka Penelitian

(33)

17 Tahapan Penelitian

Pada tahap ini dilakukan kegiatan pengumpulan data, baik yang berasal dari penelitian sebelumnya maupun dari instansi-instansi terkait. Data ini meliputi data karakteristik tanah, iklim, penggunaan lahan, hidrologi DAS dan Data kebutuhan air penduduk serta data penggunaan air tanah di wilayah DAS.

.

Tahapan Analisis

Analisis yang dilakukan meliputi analisis perubahan penggunaan lahan, analisis hidrologi, serta ketersediaan dan kebutuhan air terhadap penggunaan lahan.

a. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan DAS prumpung

Informasi penggunaan lahan diperoleh melalui interpretasi citra SPOT 6 tahun perekaman 2014. Proses analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan program ArcGIS 10.1.

b. Analisis Aliran Airtanah Dangkal DAS Prumpung

Akuifer dangkal memberikan kontribusi aliran dasar ke saluran utama atau mencapai subbasin. Aliran dasar (base flow) yang akan masuk sebagai debit jika jumlah air yang disimpan dalam akuifer dangkal melebihi nilai ambang batas yang ditentukan. Respon aliran air tanah pada kondisi steady untuk mengisi debit dihitung pada persamaan (8).

c. Skenario Konservasi DAS Prumpung

(34)

18

(35)

19

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kalibrasi dan Validasi SWAT

Proses kalibrasi yaitu melakukan pemilihan parameter-parameter sensitif dalam peningkatan koherensi antara respon hidrologi yang didapatkan dengan hasil sebuah model. Parameter input dalam model SWAT yang dominan berpengaruh terhadap respon hidrologi dapat berbeda pada berbagai DAS (Yustika, 2014).

Beberapa parameter sensitif terhadap perubahan debit diketahui diantaranya CN2, ESCO, EPCO, GW_REVAP, GQWMN dan RCHRG_DP (Santhi, et al., 2006).

Kalibrasi model dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang adaptif di lapangan. Proses kalibrasi dilakukan pada periode data debit aliran sungai tahun 2014. Sedangkan validasi dilakukan dengan membandingkan periode data debit aliran sungai 2014.

Terdapat 12 parameter sensitif terhadap perubahan debit aliran sungai diantarnya CN2, faktor alpha aliran dasar (ALPHA_BF), lama delay airtanah (GW_DELAY), kedalaman minimum air di perairan dangkal (GWQMN), koefisien revap air bawah tanah (GW_REVAP), fraksi perkolasi perairan dalam (RCHRG_DP), faktor evaporasi tanah (ESCO), factor uptake tanaman (EPCO), nilai Manning untuk saluran utama (CH_N2), hantaran hidrolik pada saluran utama alluvium (CH_K2), faktor alpha aliran dasar untuk bank storage (ALPHA_BNK) dan koefisien lag aliran permukaan (SURLAG).

Validasi adalah proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu model dalam memprediksi proses hidrologi (Indarto 2012). Langkah validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa suatu proses metode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Proses validasi dilakukan dengan membandingkan data harian debit observasi dengan data harian debit model simulasi bulan Juli-September tahun 2014. Running model dilakukan tahun 2011 hingga 2014.

Pada Gambar 6 disajikan grafik debit model setelah kalibrasi dan validasi dan debit observasi (Juli hingga September 2014). Dari hasil debit model setelah kalibrasi dan validasi tersebut maka didapatkan nilai kondisi eksisting NSE dan R2 adalah sebesar 0.77 dan 0.79 dan masuk kriteria sangat baik.

Hal ini menunjukkan bahwa model SWAT dapat digunakan untuk memprediksi kondisi hidrologi pada DAS Prumpung berdasarkan tata guna lahan eksisting. Kondisi eksisting tata guna lahan didapatkan rata-rata debit air sebesar 2.492 m3/detik, dengan debit air maksimum didapatkan sebesar 5.1945 m3/detik dan debit air minimum sebesar 0.338 m3/detik.

(36)

20

Gambar 6 Debit model setelah dikalibrasi dan validasi dan debit observasi kondisi eksisting DAS Prumpung

Gambar 7 Hubungan antara debit model dan debit observasi setelah kalibrasi dan

(37)

21 Tabel 6 Parameter Sensitif Terhadap Model Hidrologi SWAT

No Parameter Nilai Nilai

Keterangan: *:73-85 (lahan pertanian, tegalan/ladang, semak belukar, hutan dan sawah) ;59-72 (pemukiman)

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Kabupaten Tuban tahun 2012-2032, penggunaan lahan tertinggi adalah sawah, kemudian diikuti hutan produksi dengan masing-masing sebesar 38,47% dan 35,43%. Tata guna lahan kondisi RTRW DAS Prumpung disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Tata Guna Lahan RTRW DAS Prumpung

No Tata Guna Lahan Luas

(ha) Persentase (%)

1 Hutan Produksi 7908.33 35.43

2 Industri dan Pergudangan 503.61 2.26

3 Lahan Cadangan Permukiman 667.10 2.99

4 Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 142.33 0.64

5 Permukiman 1203.13 5.39

6 Pertambangan 36.18 0.16

7 Sawah 8585.91 38.47

8 Badan Air 5.80 0.03

9 Tambak 1.48 0.01

10 Tegalan/Ladang 3265.27 14.63

Total 22319.14 100.00%

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DAS Prumpung. Nilai rata-rata debit model skenario kondisi RTRW didapatkan sebesar 2.002 m3/detik, maksimum debit model didapatkan sebesar 4.589 m3/detik sedangkan yang terendah sebesar 0.151 m3/detik. Nilai debit model maksimum skenario kondisi RTRW mengalami penurunan yang tidak jauh berbeda dengan nilai debit model kondisi eksisting. Perubahan tata guna lahan kondisi eksisting dan kondisi RTRW mempengaruhi perubahan debit air yang diterima Daerah Aliran Sungai (DAS) Prumpung.

(38)

22

Gambar 8 Perbandingan debit model kondisi eksisting dan kondisi RTRW DAS Prumpung

Aliran Airtanah DAS Prumpung

Ketersediaan airtanah yang didapatkan dari hasil observasi yang dilakukan pada Juli hingga September 2014 menunjukkan airtanah dangkal memiliki fluktuasi muka airtanah pada bagian hulu mencapai 0.45 m dengan rata-rata mencapai 0.16 m, sedangkan bagian hilir sebesar 0.08 m hingga 1.88 m dengan rata-rata 0.78 m. Kedalaman airtanah didapatkan di kedua lokasi berada di kedalaman ± 7 m. fluktuasi muka airtanah pada bagian hulu dan hilir disajikan pada gambar 9.

Aliran airtanah berdasarkan observasi memiliki rata- rata 1.85 mm, dengan maksimum yang didapatkan sebesar 2 mm. aliran airtanah dangkal berdasarkan hasil model kondisi eksisting didapatkan maksimum hingga 3.070 mm dan minimum sebesar 0.090 mm, dengan rata-rata sebesar 1.531 mm. Sedangkan kondisi aliran airtanah berdasarkan model skenario kondisi RTRW terlihat lebih tinggi yaitu dengan nilai maksimum sebesar 3.100 mm dan minimum sebesar 1.356 mm, dengan rata-rata sebesar 1.536 mm.

(39)

23

Gambar 9 Perbandingan muka airtanah pada bagian hulu dan hilir DAS Prumpung

(40)

24

Kondisi aliran airtanah DAS Prumpung disajikan pada Gambar 10, yaitu mengenai peta aliran air tanah. Aliran airtanah mengalir ke arah utara sepanjang alirang sungai dengan perbedaan elevasi ± 20 m.

Berdasarkan hasil model hidrologi yang didapatkan aliran airtanah kondisi eksisting memiliki aliran airtanah sebesar 0.090 mm hingga 3.070 mm dengan rata-rata 1.531 mm. Sedangkan aliran airtanah berdasarkan model skenario 2 (kondisi RTRW) terlihat lebih tinggi yaitu dengan nilai maksimum sebesar 3.100 mm dan minimum sebesar 0.060 mm.

Kondisi aliran airtanah berdasarkan penggunaan lahan berdasarkan kondisi RTRW menunjukkan airtanah dangkal memiliki ketersediaan aliran airtanah lebih tinggi dibandingkan kondisi eksisting. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan lahan berdasarkan skenario 2, memiliki jenis penutupan lahan (hutan) sebesar 35.43 % mencakup wilayah DAS Prumpung, dibandingkan dengan kondisi skenario 1 (kondisi eksisting) yaitu hanya 14.67%. Skenario konservasi memiliki aliran airtanah yang menuju sungai lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi skenario 2, namun tidak melebihi skenario 1 yaitu dengan rata-rata sebesar 1.392 mm. Pada Gambar 11 disajikan aliran airtanah kondisi eksisting (skenario 1), RTRW (skenario 2) dan skenario konservasi (skenario 3) di DAS Prumpung.

(41)

25 Skenario Konservasi DAS prumpung

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah DAS Prumpung terdapat 5.41% atau sebesar 1206.89 ha, wilayah yang dimanfaatkan pertambangan, lahan cadangan pemukiman serta industri dan pergudangan. Skenario perubahan tataguna lahan yang signifikan akan mempengaruhi ketersediaan debit air maupun air tanah di wilayah DAS Prumpung.

Tabel 8 Skenario Konservasi DAS Prumpung No Tata Guna

Pengalihan fungsi lahan yang diperuntukan dalam pertambangan, lahan cadangan pemukiman serta industri dan pergudangan menjadi lahan pertanian yang berkelanjutan merupakan skenario konservasi untuk melihat perubahan RTRW Kabupaten Tuban, khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS) Prumpung.

Berdasarkan hasil model, skenario konservasi memiliki ketersediaan debit air sebesar 0.334 m3/detik hingga 4.842 m3/detik dengan rata-rata sebesar 2.367 m3/detik serta mengalami peningkatan debit namun tidak berbeda jauh dari hasil debit model kondisi RTRW yang telah ada. Sedangkan terhadap hasil model kondisi eksiting, hasil model skenario konservasi memiliki nilai debit model yang lebih rendah.

(42)

26

Tabel 9 Rekapitulasi Debit Aliran Sungai dan Aliran Airtanah Dangkal Hasil Model Skenario DAS Prumpung.

Debit

(m³/detik) Kondisi Eksisting Kondisi RTRW

Skenario Konservasi

Maksimum 5.945 4.589 4.842

Minimum 0.338 0.151 0.334

Rata-Rata 2.492 2.002 2.267

Total 157.018 126.097 142.830

Aliiran

AirTanah (mm) Kondisi Eksisting Kondisi RTRW

Skenario Konservasi

Maksimum 3.070 3.100 3.140

Minimum 0.090 0.060 0.070

Rata-Rata 1.531 1.356 1.392

(43)

27

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Prumpung Kabupaten Tuban memiliki luas 22319.14 ha. Berdasarkan hasil interpretasi citra kondisi eksisting DAS Prumpung terbagi menjadi 7 kelompok penggunaan lahan. Tegalan/ladang merupakan kelompok tata guna lahan terbesar yang terinterpretasi sebesar 39.72%. Sedangkan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032, kelompok pengguna lahan terbagi menjadi 10 kelompok tata guna lahan. Sawah dan hutan produksi merupakan kelompok terbesar dengan luas lahan sebesar 8585. 91 ha (38.47%) dan 7908.33 ha (35.43%). Debit aliran sungai yang dihasilkan berdasarkan kondisi eksisting sebesar 0.338 m3/detik hingga 5.945 m3/detik dengan aliran airtanah mencapai kisaran 0.03 mm hingga 2.74 mm.

Penyusunan model hidrologi dengan menggunakan program SWAT berhasil dikalibrasi dengan baik menggunakan 12 parameter yang teridentifikasi. Nilai NSE dan R2 model yang dihasilkan adalah sebesar 0.77 dan 0.79.

Debit aliran sungai berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tuban Tahun 2012-2032 didapatkan nilai maksimum sebesar 4.589 m3/detik dan debit aliran sungai minimum sebesar 0.151 m3/detik.

Berdasarkan tata guna lahan skenario konservasi terpilih (skenario 3), debit aliran sungai memiliki ketersediaan dengan kisaran 0.334 m3/detik hingga 4.842 m3/detik. Hal ini menunjukkan perubahan tata guna lahan yang diperuntukkan menjadi pertambangan, lahan cadangan pemukiman serta industri dan pergudangan tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap ketersediaan debit aliran sungai dan airtanah Daerah Aliran Sungai (DAS) Prumpung.

Rekomendasi

Ketersediaan air yang sangat melimpah pada musim penghujan dapat dimanfaatkan dengan kegiatan konservasi airtanah, salah satunya adalah membuat embung atau tampungan air. Upaya ini dapat meningkatkan ketersediaan airtanah sehingga dapat dimanfaatkan pada musim kemarau, khususnya sektor pertanian yang memiliki area yang cukup luas serta membutuhan air cukup besar di DAS Prumpung.

(44)

28

Saran

(45)

29

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012a. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 9 Tahun 2012 tentang Rencana Tata ruang Wilayah Kabupaten Tuban, 2012-2032. Tuban. Aquasource. 2014. Water Education The Hydrologic Cycle.(Online).

http://www.nicewater.com/edu_hydrologic.html. (Diakses pada tanggal 17 Maret 2014).

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press.

Yogyakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik, 2013. Kabupaten Tuban Dalam Angka Tahun 2013. [BPT] Balai Penelitian Tanah. 2011. Peta Sumberdaya Tanah Tingkat Tinjau.

Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian.

[BHTA] Balai Hidrologi dan Tata Air. 2014. Pusat penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air.

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan tata Guna Tanah. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Hendrayana, H. 2002. Dampak Pemanfaatan Air Tanah. (UGM) Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Ibrahim M.R. 2012. Analisis Debit Sungai Dengan Menggunakan Model Swat Pada DAS Cipasauran, Banten. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Indarto. 2012. Hidrologi, Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Irsyad F. 2011. Analisis Debit Sungai Cidanau dengan Aplikasi SWAT. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lisnawati Y. 2006. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya terhadap Debit Sungai dan Daya Dukung Lahan di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ludiono. 2014. Kekeringan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Mulai Droping Air Bersih.(Online).http://www.bertitajatim.com/. (Diakses pada tanggal 27 Agustus 2014).

Moriasi D.N, Arnold JG, Van Liew M.W, Bingner R.L, Harmel R.D, Veith T.L. 2007. Model evaluation guidelines for systematic quantification of accuracy in watershed simulations. American Society of Agricultural and Biological Engineers 50(3): 885- 900.

Malahayati S.Y. 2009. Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon Hidrologi Pada DAS Cirasea Menggunakan Model MWSWAT.

(46)

30

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dan Perum Jasa Tirta II, 2002. Potensi Sumberdaya Air Daerah Aliran Sungai untuk Produksi Air Berkelanjutan di Sub DAS Cikao, Cilalawi dan Ciherang, Purwakarta. Bogor : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Sitorus S. 2004a. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung. Sumarno 2010. Sumber Daya Air dan Perilakunya.(Online).

http://marno.lecture.ub.ac.id/ (Diakses pada tanggal 17 Maret 2014).

Santhi C, Srinivasan R, Arnold J.G, Williams J.R. 2006. A modelling approach to evaluate the impacts of water quality management plans implemented in a watershed in Texas. Environmental Modelling & Software. 21: 1141-1157. Setiawan BI, Saptomo SK, Arief C, Saritomo, Kusmayadi. 2009. Impacts of

Climate Changes on Water Resource in Cidanau Watershed, Banten Province, Indonesia. Di dalam: Forum Group Discussion on Impact Identification of Climate Changes on Water Resource Sector. Program for Strengthening Adaptation and Mitigation Science and Technology on Climate Changes; Bekasi, 21 April 2009. State Ministry of Science and Technology.

Shurtz M.K. 2009. Automated Calibration of the GSSHA Watershed Model:A Look at Accuracy and Viability for Routine Hydrologic Modeling: Departement of Environmental Service. Brigham Young University.

Waterbase. 2015. Global Weather Data.(Online).

http://www.waterbase.org/ (Diakses pada tanggal 14 Oktober 2015).

(47)
(48)
(49)

33

LAMPIRAN

(50)

34 34

(51)
(52)

36 36

Lampiran 4 Data observasi debit air DAS Prumpung

No Tanggal Debit Observasi (m) No Tanggal Debit Observasi (m) No Tanggal Debit Observasi (m)

1 7/12/2014 0.381 22 8/2/2014 2.915 43 8/23/2014 1.731

2 7/13/2014 5.172 23 8/3/2014 3.211 44 8/24/2014 1.879

3 7/14/2014 4.432 24 8/4/2014 2.693 45 8/25/2014 1.990

4 7/15/2014 4.765 25 8/5/2014 2.989 46 8/26/2014 1.916

5 7/16/2014 4.321 26 8/6/2014 3.618 47 8/27/2014 1.731

6 7/17/2014 3.692 27 8/7/2014 2.656 48 8/28/2014 1.250

7 7/18/2014 3.507 28 8/8/2014 2.286 49 8/29/2014 1.361

8 7/19/2014 3.396 29 8/9/2014 2.360 50 8/30/2014 1.472

9 7/20/2014 3.322 30 8/10/2014 2.360 51 8/31/2014 0.658

10 7/21/2014 3.655 31 8/11/2014 2.323 52 9/1/2014 1.509

11 7/22/2014 5.135 32 8/12/2014 2.027 53 9/2/2014 1.398

12 7/23/2014 4.765 33 8/13/2014 1.694 54 9/3/2014 1.435

13 7/24/2014 5.875 34 8/14/2014 1.731 55 9/4/2014 1.361

14 7/25/2014 7.355 35 8/15/2014 5.727 56 9/5/2014 1.287

15 7/26/2014 4.062 36 8/16/2014 6.060 57 9/6/2014 1.435

16 7/27/2014 5.542 37 8/17/2014 1.435 58 9/7/2014 0.917

17 7/28/2014 3.581 38 8/18/2014 1.472 59 9/8/2014 1.435

18 7/29/2014 3.137 39 8/19/2014 1.620 60 9/9/2014 1.361

19 7/30/2014 3.100 40 8/20/2014 1.731 61 9/10/2014 1.287

20 7/31/2014 3.100 41 8/21/2014 1.731 62 9/11/2014 1.213

(53)

37 Lampiran 5 Data muka airtanah hulu dan hilir DAS Prumpung

(54)

38 38

Lampiran 5 Lanjutan Data muka airtanah hulu dan hilir DAS Prumpung

(55)

39

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1 Skema siklus hidrologi (Aquasource, 2014)
Gambar 2 Representasi fase lahan pada siklus hidrologi (Neitsch et al., 2004)
Gambar 3 Hubungan antara runoff terhadap curah hujan pada
Gambar 4 Lokasi penelitian DAS Prumpung, Kabupaten Tuban
+7

Referensi

Dokumen terkait

biaya overhead per unit: Bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya produksi tetap per bulan terdiri dari: biaya overhead tetap per bulan

demikian dapat diketahui bahwa besar pengaruh kejenuhan, beban dan konflik kerja terhadap motivasi kerja perawat RSUD DR. Pratomo Bagan Siapiapi Kabupaten

Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan langsung di kawasan hutan lindung Kecamatan Ulu Pungkut pada Desa Alahankae, Hutanagodang, dan Simpang Banyak,

Namun, berbeda dengan pelayanan pada bidang perbankan. Pada perbankan, pihak bank justru akan membedakan secara jelas antara nasabah yang.. memiliki saldo dan hutang

Beton mutu tinggi berserat tembaga metode dreux yakni beton yang terdiri dari agregat kasar (kerikil), agregat halus (pasir), semen portland, air ditambah dengan

Secara keseluruhan perkembangan realisasi retribusi daerah cukup baik karena tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi 31,17% mendekati 50% dengan demikian retribusi masih berpotensial

Dari hasil praktikum yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa setiap spesies dalam Chlorophyta memiliki bentuk yang berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. Hal ini

Setiap peserta wajib membayar registrasi uji kompetensi nasional, biaya sertifikat kompetensi dan biaya pelantikan sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) ke rekening: