• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of land cover changes, genetic structure, and carbon biomass stock of pinus Merkusii Jungh Et De Vriese Strain Tapanuli In Its Natural Distribution In North Sumatra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis of land cover changes, genetic structure, and carbon biomass stock of pinus Merkusii Jungh Et De Vriese Strain Tapanuli In Its Natural Distribution In North Sumatra"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

Pinus merkusii

Jungh. et de Vriese strain TAPANULI PADA

SEBARAN ALAMINYA DI SUMATERA UTARA

ALFAN GUNAWAN AHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Perubahan Tutupan Lahan, Struktur Genetik, dan Kandungan Biomassa Karbon Pinus merkusii Jungh et de Vriese strain Tapanuli pada Sebaran Alaminya di Sumatera Utara adalah benar merupakan karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2012

(4)

and carbon biomass stock of Pinus merkusii Jungh et de Vriese strain Tapanuli in Its Natural Distribution in North Sumatra. Under supervision of ULFAH JUNIARTI SIREGAR, HADI SUSILO ARIFIN, and CHAIRIL ANWAR SIREGAR.

Pinus merkusii strain Tapanuli is currently considered as endangered because of declining population and habitat due to logging activity and land use changes. With

recent development on carbon trade the natural populations of P. merkusii strain

Tapanuli has the potential as carbon sink. The objective of the research were 1) To analyze the landcover changes in five locations of strain Tapanuli natural habitat, which occured in 1994, 2005, and 2011, 2) To analyze the genetic structure of those five natural populations using microsatellite markers 3) To formulate the allometric equation for carbon biomass estimation of strain Tapanuli. Five study locations in strain Tapanuli natural habitat were selected as follows: a) two protected forests, i.e. Dolok Tusam Timur and Dolok Tusam Barat, b) two open and cultivated area, i.e. Parinsoran and Lobugala village, and c). Mixed forests in Tolang hilly village. Analysis of land cover changes was based on Landsat imagery 7 ETM+ in 1994, 2005, and 2011. Microsatellite markers were generated from microsatellite primers developed previously

on P. merkusii strain Aceh. Formulation of allometric equations was done using

destructive sampling method combined with volumetric method. The results showed that 1) Land cover changes that occur in Tapanuli terrestrial ecosystem from 1994 to 2011 has led to increased extent of weeds-shrub land, and cause the site of natural populations of Tapanuli strain of P. merkusii into nutrient poor. The cumulative soil carbon stock in the five research sites are as follows: Dolok Tusam Timur 55,5 ton C/ha, Parinsoran 46,1 ton C/ha, Dolok Tusam Barat 65,8 ton C/ha, Lobugala 89 ton C/ha, dan Tolang 71,1 ton C/ha. 2) Heterozygosity levels of those populations were high, and Population of Parinsoran and Tolang into one group, Population of Lobugala into one grup. 3). The best allometric equation for estimation of biomass carbon content of P. merkusii strain Tapanuli as follows: allometric equation for above ground biomass is Y = 0,1900(DBH)2,2730; for below ground biomass is Y = 0,0283(DBH)2,4393 and allometric equation for total biomass estimation of P. merkusii strain Tapanuli is Y= 0,2451(DBH)2,2757, 3). Based on this equation the potential carbon estimated in five location of natural distribution of P. merkusii strain Tapanuli are as follows: Dolok Tusam Timur 187,8 ton C/ha, Parinsoran 48,9 ton C/ha, Dolok Tusam Barat 190,4 ton C/ha, Lobugala 93,2 ton C/ha, and Tolang 45,7 ton C/ha.

(5)

Struktur Genetik dan Kandungan Biomassa Karbon Pinus merkusii Jungh. et de Vriese strain Tapanuli pada Sebaran Alaminya di Sumatera Utara. Dibawah bimbingan: ULFAH JUNIARTI SIREGAR, HADI SUSILO ARIFIN, dan CHAIRIL ANWAR SIREGAR.

Pinus merkusii Jungh. et de Vriese adalah satu-satunya jenis pinus tropis

di dunia yang penyebarannya mampu memasuki lintang selatan garis khatulistiwa.

Di Indonesia, P. merkusii tersebar secara alami di tiga lokasi di Sumatera bagian

Utara, yakni Aceh, Tapanuli, dan Kerinci. Pinus merkusii strain Tapanuli

merupakan salah satu populasi alam tusam yang keberadaannya terus

mendapatkan tekanan atau gangguan sehingga kelestariannya pun menjadi

terancam. Karenanya, kegiatan pelestarian jenis P. merkusii strain Tapanuli pada

ekosistem daratan Tapanuli merupakan kegiatan penting yang perlu diprioritaskan

dan didukung oleh banyak pihak. Namun pada kenyataannya kegiatan pelestarian

jenis P. merkusii strain Tapanuli sering terkendala dengan minimnya data dan

informasi penting yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun rencana

dan program. Sedikitnya ada 3 aspek penting yang perlu digali informasinya

secara akurat dan aktual yakni aspek silvikultur, aspek genetik dan aspek

biomassa karbon. Atas dasar inilah maka dilaksanakanlah penelitian dengan

judul: ”Analisis Perubahan Tutupan Lahan, Struktur Genetik dan

Kandungan Biomassa Karbon Pinus merkusii strain Tapanuli Jungh et de

Vriese pada Sebaran Alaminya di Sumatera Utara”.

Ada 3 tujuan dalam penelitian ini, yaitu: 1). Menganalisis karakteristik

tutupan lahan, sifat kimia tanah, dan struktur tegakan alam P. merkusii strain

Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara. 2). Menganalisis

struktur populasi dan keragaman genetik tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli

pada sebaran alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara dengan menggunakan

penanda molekuler mikrosatelit. 3). Menganalisis kandungan biomassa karbon

tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli –

Sumatera Utara dengan menggunakan persamaan allometrik yang disusun

(6)

strain Tapanuli yang tersebar di ekosistem daratan Tapanuli. Analisis perubahan

tutupan dilakukan melalui analisis citra Landsat 7 ETM+ (seri 7 Enhanced

Thematic Mapper Plus) tahun 1994, 2005, dan 2011. Adapun analisis kondisi

tapak tumbuh dilakukan berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah.

Analisis genetik lima populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang

tersebar di Tapanuli dilakukan dengan menggunakan penanda molekuler

mikrosatellite. Sampel daun untuk analisis genetik diambil dari pohon Pinus

merkusii yang tumbuh di 5 lokasi sebaran alam yang berbeda, yakni Kawasan

Hutan Lindung Dolok Tusam Barat, areal perladangan di desa Parinsoran, Hutan

Lindung Dolok Tusam Timur, areal perladangan di kampung Lobugala, dan areal

perbukitan hutan campuran di desa Tolang – Kec. Aek Bilah – Kab. Tapanuli

Selatan.

Penyusunan persamaan allometrik dilakukan dengan modifikasi metode

destructive sampling pada 36 pohon sampel dan metode volumetrik pada 8 pohon

sampel. Sebaran kelas diameter pohon sampel ini ditentukan dengan mengacu

pada sebaran kelas diameter tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli yang

tumbuh di dalam kawasan hutan lindung Dolok Tusam – Tapanuli. Metode

destructive sampling mengacu pada metode yang dikembangkan oleh JIFPRO

(2000), Siregar (2007) dan Siregar (2011).

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data maka ada 3 simpulan yang

dihasilkan dari penelitian ini:

a. Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan lahan dapat diketahui kondisi

tutupan hutan di lima lokasi penelitian relatif stabil. Bahkan di lokasi

Lobugala, tutupan hutannya meningkat. Selanjutnya berdasarkan analisis sifat

kimia tanah dapat diketahui kandungan karbon tanah di lima lokasi penelitian

berkisar antara 46,1- 89 ton C/ha. Kandungan karbon tanah tertinggi ditemukan

di Lobugala, sedangkan yang terendah di Parinsoran. Adapun berdasarkan

analisis struktur tegakan dapat diketahui bahwa kelima lokasi penelitian

(7)

0,3779 hingga 0,4693. Nilai He tertinggi dimiliki oleh populasi alam P.

merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di Lobugala, sedangkan yang terendah

dimiliki oleh populasi alam Dolok Tusam Barat. Namun demikian, berdasarkan

nilai heterosigositas aktualnya, hanya populasi alam P. merkusii strain

Tapanuli yang tumbuh di Dolok Tusam Barat yang mengalami surplus

heterosigositas. Selanjutnya berdasarkan kedekatan jarak genetiknya, kelima

populasi alam P. merkusii strain Tapanuli mengelompok menjadi dua

kelompok besar. Kelompok pertama terdiri atas populasi Dolok Tusam Timur

dan Dolok Tusam Barat. Adapun kelompok kedua terdiri atas dua sub

kelompok. Sub kelompok pertama terdiri atas populasi Parinsoran dan Tolang,

sedangkan sub kelompok kedua hanya terdiri populasi Lobugala.

c. Persamaan allometrik terbaik untuk pendugaan biomasa karbon P. merkusii

strain Tapanuli menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada (DBH)

dengan model persamaan sebagai berikut: untuk pendugaan biomassa di bagian

atas tanah adalah Y = 0,1900(DBH)2,2730 R² = 0,97980, R2adj=0,979317,

RMSE=0,177670; untuk pendugaan biomassa akar adalah Y =

0,0283(DBH)2,4393 , R² = 0,90240, R2adj=0,900094 RMSE=0,436644; dan untuk pendugaan biomassa total adalah Y= 0,2451(DBH)2,2757 R² = 0,97840

R2adj= 0,977900 RMSE=0,183996. Stok karbon P. merkusii strain Tapanuli

di 5 lokasi penelitian sbb: Dolok Tusam Timur 187,8 ton C/ha, Parinsoran 48,9

ton C/ha, Dolok Tusam Barat 190,4 ton C/ha, Lobugala 93,2 ton C/ha, dan

Tolang 45,7 ton C/ha.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar bagi IPB.

(9)

Pinus merkusii

Jungh. et de Vriese strain TAPANULI PADA

SEBARAN ALAMINYA DI SUMATERA UTARA

ALFAN GUNAWAN AHMAD

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji luar pada Ujian Tertutup: Prof. Ir. Rusli MS. Harahap, M.Sc

(Ahli Peneliti Utama – Badan Litbang

Kehutanan – Kementrian Kehutanan RI – Bogor)

Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop.

(Kepala Bagian Silvikultur – Fak Kehutanan IPB)

Penguji luar pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Sunaryo, M.Sc.

(Staf Ahli Menteri Kehutanan RI )

Dr. Ir. Supriyanto

(11)

Utara

Nama mahasiswa : Alfan Gunawan Ahmad

NRP : E461070041

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr. Ketua

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Dr. Ir. Chairil Anwar Siregar, M.Sc.

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana

Silvikultur Tropika Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(12)

Alhamdulillaah atas karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Disertasi yang berjudul: Analisis Perubahan Tutupan Lahan, Struktur

Genetik dan Kandungan Biomassa Karbon Pinus merkusii Jungh. et de

Vriese strain Tapanuli pada Sebaran Alaminya di Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing beserta anggota komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. dan Dr. Ir. Chairil Anwar Siregar, M.Sc yang telah dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Ir. Rusli MS Harahap, M.Sc, dan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.For.Sc selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup serta Dr. Ir. Sunaryo, M.Sc dan Dr. Ir. Supriyanto selaku penguji luar komisi. Semoga Allah SWT menjadikan bimbingan, arahan dan masukan untuk perbaikan penulisan ilmiah ini sebagai amal sholih.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dekan Fakultas Pertanian USU yang telah memberi

ijin kepada penulis untuk tugas belajar pada Program Doktor – Sekolah

Pascasarjana IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberi kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan disertasi dengan baik. Kepada Direktur South East Asian Regional Center for Tropical Biology (SEAMEO-BIOTROP) - Bogor, penulis juga menyampaikan terima kasih atas bantuan beasiswa penelitian DIPA tahun 2011 dan fasilitas laboratorium sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan berikut: Iksal Yanursyah, M.Si, dan Achmad Siddik Thoha, M.Si atas bantuannya di dalam pengolahan data citra satelit; Marwan Diapari Lubis, Ph.D, Arida Susilowati, M.Si, Anidah dan I Made Mayun atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian genetik; Dr. I Wayan Susi Dharmawan dan Sarifudin atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian biomassa karbon. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bp Darmawan Edi, S.Hut, Hendra Simorangkir, dan Zen Ziallagan atas bantuan tenaganya sehingga penelitian di lapangan dapat terlaksana dengan lancar. Kepada mas Muh Nur, M.Si dan Bejo Selamet, M.Si penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuannya mengedit format tulisan disertasi ini sesuai dengan ketentuan penulisan ilmiah.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Drs Muhammad Jasak dan Ibunda Ismundari serta Istri terkasih Diah Nurdiana, S.Si atas keikhlasan dan kesabarannya mendoakan serta mendampingi penulis sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik. Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, September 2012

(13)

dari pasangan ayahanda Drs. Muhammad Jasak dan Ibunda Ismundari, merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Diah Nurdiana, S.Si dan dikarunia tiga anak laki-laki bernama Hilmi Ahmad Muttaqin, Azam Ahmad Musyaffa, dan Hasan Ahmad Musthofa.

Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana pada tahun 1998 di

Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan –

Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun 2006 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Program Magister di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan sponsor dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Departemen Pendidikan Nasional RI. Kemudian pada tahun 2007 penulis kembali mendapat kesempatan melanjutkan tugas belajar pada Program Doktor di Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor dari BPPS Depdiknas RI. Sejak tahun 1999 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Budidaya Hutan, Departemen

Kehutanan – Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Karya ilmiah berjudul Genetic Diversity Conservation of Pinus merkusii

Jungh et de Vriese and Its Natural Habitat Landscape in North Sumatra,

Indonesia yang merupakan bagian dari disertasi penulis telah dipresentasikan

dalam Post Graduate Research Colloquium in Southeast Asian Landscape and Urbanism 2010 pada tanggal 8-9 Februari 2010 di Departemen Arsitektur Lanskap, Universiti Teknologi Malaysia (UTM), Skudai, Johor, Malaysia. Selain itu, dua buah makalah ilmiah yang isinya merupakan bagian disertasi ini juga telah diterima redaksi Jurnal ilmiah Biodiversitas dan akan diterbitkan pada Jurnal

Biodiversitas Vol. 14, No. 1, January 2013. Kedua judul makalah tersebut

adalah 1). Struktur Tegakan Pinus merkusii strain Tapanuli pada Sebaran

Alaminya di Sumatera Utara, dan 2). Dinamika Tutupan Lahan pada

(14)

xi

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

Perumusan Masalah ... 5

Hipotesis ... 7

Nilai Kebaruan ... 7

Kerangka Pemikiran ... 8

TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Perkembangan Pengelolaan Hutan Lestari ... 9

Sekilas tentang REDD+ ... 10

Tinjauan Umum Tentang Pinus merkusii ... 11

Ekologi Lanskap Habitat Alami P. merkusii Strain Tapanuli ... 12

Perkembangan Penelitian Tentang Keragaman Genetika P. merkusii . 14 Tinjauan Tentang Mikrosatelit ... 16

Pendugaan Kandungan Biomassa Karbon P. merkusii strain Tapanuli 17 Ancaman Kelestarian P. merkusii ... 19

Permasalahan Pelestarian P. merkusii ... 20

BAHAN DAN METODE ... 21

Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 22

Sub-topik Penelitian 1. Analisis Perubahan Tutupan Lahan, Sifat Kimiawi Tanah dan Struktur Tegakan Alam P. merkusii strain pada Sebaran Alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara ... 23

Bahan dan Alat ... 23

(15)

xii

mikrosatelit ... 26

Bahan dan Alat ... 26

Metode ... 27

Sub-topik Penelitian3. Analisis Kandungan Biomassa Karbon Tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli pada Sebaran Alaminya di Tapanuli Sumatera Utara ... 31

Bahan dan Alat ... 31

Metode ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Sub-topik Penelitian 1. Analisis Perubahan Tutupan Lahan, Sifat Kimiawi Tanah dan Struktur Tegakan Alam P. merkusii strain pada Sebaran Alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara ... 35

Hasil ... 35

Pembahasan ... 63

Sub-topik Penelitian 2. Analisis Genetik Populasi Alam P. merkusii strain Tapanuli pada Sebaran Alaminya di Tapanuli - Sumatera Utara dengan menggunakan penanda molekuler mikrosatelit ... 68

Hasil ... 68

Pembahasan ... 74

Sub-topik Penelitian3. Analisis Kandungan Biomassa Karbon Tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli pada Sebaran Alaminya di Tapanuli - Sumatera Utara ... 81

Hasil ... 81

Pembahasan ... 91

PEMBAHASAN UMUM ... 93

SIMPULAN ... 97

SARAN ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(16)

1. Lokasi sebaran populasi alam P. merkusii strain Tapanuli ... 21

2. Posisi geografis, ketinggian tempat, dan kelerengan lima lokasi sebaran alami P.merkusii strain Tapanuli pada ekosistem

daratan Tapanuli... 22

3. Jarak antara lokasi penelitian ... 22

4. Karakteristik primer mikrosatelit hasil pada P. merkusii di

hutan tanaman, di Pulau Jawa (Nurtjahjaningsih 2005)... ... 29

5. Tahapan dalam proses PCR ... ... 30

6. Nilai pH tanah pada kelima tapak tumbuh P. merkusii strain

Tapanuli di Tapanuli - Sumatera Utara ... .. 44

7. Persentase C organik, % N, dan C/N pada lima tapak tumbuh P. merkusii strain Tapanuli di Tapanuli – Sumatera Utara ... ... 45

8. . Stok karbon tanah pada tapak tumbuh lima populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tersebar di kabupaten Tapanuli Utara dan

Kabupaten Tapanuli Selatan – Sumatera Utara ... 46

9. Kandungan P-potensial pada tapak tumbuh lima lokasi alam

P. merkusii strain Tapanuli – Sumatera Utara ... 47

10. Kandungan K-potensial pada tapak tumbuh lima lokasi alam

P. merkusii strain Tapanuli – Sumatera Utara ... 49

11. Kandungan P-tersedia pada lima tapak tumbuh populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tersebar di wilayah Tapanuli

– Sumatera Utara ... 50

12. Kandungan K-tersedia pada lima tapak tumbuh populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tersebar di wilayah Tapanuli

– Sumatera Utara ... 51

13. Kandungan kation Ca2+ dan Mg2+ pada lima tapak tumbuh populasi

alam P. merkusii strain Tapanuli yang tersebar di wilayah Tapanuli –

Sumatera Utara ... 52

14. Kandungan kation K+ dan Na+ pada lima tapak tumbuh populasi alam

P. merkusii strain Tapanuli yang tersebar di wilayah Tapanuli –

(17)

xiv

16. Kandungan Kejenuhan Basa pada tapak tumbuh lima populasi alam P. merkusii strain Tapanuli di Tapanuli – Sumatera Utara... 55

17. Keragaman nilai frekuensi alel pada setiap lokus dan populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tersebar di Tapanuli –

Sumatera Utara ... 70

18. Keragaman genetik pada lima populasi alam P. merkusii strain

Tapanuli di Sumatera Utara ... 71

19. Nilai Indeks Fiksasi (Fis) dari kelima populasi P. merkusii

strain Tapanuli yang diteliti ... 72

20. Jarak genetik antar populasi P. merkusii strain Tapanuli ... 73

21. Model persamaan allometrik untuk pendugaan biomassa

P. merkusii strain Tapanuli yang diolah dari 36 data biomassa pohon hasil destructive sampling ... 87

22. Model persamaan allometrik untuk pendugaan biomassa P. merkusii strain Tapanuli yang diolah dari 44 data biomassa

pohon hasil modifikasi destructive sampling + volumetrik ... 87

23. Kandungan biomassa total dan karbon P. merkusii strain Tapanuli

(18)

1. Kerangka Pemikiran Penelitian “Analisis Perubahan

Tutupan Lahan, Struktur Genetik dan Kandungan Biomassa Karbon Pinus merkusii Jungh et de Vriese strain Tapanuli pada

Sebaran Alaminya di Sumatera Utara ... 8

2. Posisi lokasi penelitian di wilayah Kec. Pangaribuan dan Kec.

Garoga – Tapanuli Utara serta Kec. Aek Bilah – Kab. Tapanuli

Selatan ... 21

3. Bentuk permanen sampel plot (PSP) mengacu pada metode Forest

Health Monitoring (FHM) (Mangol, 1997) ... 25

4. Perubahan Tutupan Lahan di lima lokasi penelitian (Keterangan : A

= Dolok Tusam Timur, B = Parinsoran, C = Lobugala, D = Dolok

Tusam Barat, E = Tolang) pada tahun 1994,2005, 2011. ... 36

5. Sebaran spasial tutupan lahan di lima lokasi sebaran alam P.

merkusii strain Tapanuli pada tahun 1994. 2005, dan 2011. (Keterangan: DTT=Dolok Tusam Timur, PAR=Parinsoran,

DTB=Dolok Tusam Barat, LOB=Lobugala, TOL=Tolang) ... 37

6. Komposisi tutupan lahan pada lima lokasi sebaran alam P. merkusii

strain Tapanuli pada tahun 1994. 2005, dan 2011. (Keterangan: DTT=Dolok Tusam Timur, PAR=Parinsoran, DTB=Dolok Tusam Barat, LOB=Lobugala, TOL=Tolang) . ... 38

7. Sebaran kelas diameter jenis P. merkusii strain Tapanuli dan

non Pinus pada plot penelitian di Lokasi Dolok Tusam Timur ... 56

8. Sebaran kelas diamter jenis P. merkusii strain Tapanuli dan

non Pinus pada plot penelitian di Lokasi Parinsoran ... 57

9. Sebaran kelas diameter jenis P. merkusii strain Tapanuli dan

non Pinus pada plot penelitian di Lokasi Dolok Tusam Barat ... 57

10.Sebaran kelas diamter jenis P. merkusii strain Tapanuli dan

non Pinus pada plot penelitian di Lokasi Lobugala ... 58

11.Sebaran kelas diamter jenis P. merkusii strain Tapanuli dan

non Pinus pada plot penelitian di Lokasi Tolang ... 59

12.Presentase antara luas bidang dasar P. merkusii strain

(19)

xvi

14.Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami

P. merkusii strain Tapanuli di Lokasi Parinsoran ... 61

15.Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami

P. merkusii strain Tapanuli di Lokasi Dolok Tusam Barat ... 61

16.Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami

P. merkusii strain Tapanuli di Lokasi Lobugala ... 62

17.Grafik tingkat perkembangan pohon pada sebaran alami

P. merkusii strain Tapanuli di Lokasi Tolang ... 62

18.Contoh pita DNA hasil ekstraksi. Ket: (a) pita yang dihasilkan

berdasarkan kesegaran sampel; menggunakan metode ekstraksi Dneasy Plant Mini Kit (50) dari QIAGEN, (b) ukuran besarnya pengenceran hasil ekstraksi DNA beserta kontaminasinya;

menggunakan metode ekstraksi CTAB. ... 68

19.Hasil amplifikasi DNA P. merkusii strain Tapanuli dengan

primer mikrosatelit Pm01, Pm04, Pm05, Pm07, Pm08, Pm09a,

Pm12. ... 69

20.Dendrogram pengelompokan lima populasi alam P. merkusii strain

Tapanuli berdasarkan jarak genetik Nei (1972) menggunakan

UPGMA ... 73

21.Grafik sebaran kelas diameter tegakan alam P. merkusii strain

Tapanuli yang tumbuh di dalam hutan lindung Dolok Tusam

Timur dan Hutan Lindung Dolok Tusam Barat ... 82

22.Perbandingan pola sebaran diameter antara hasil inventori kluster

plot di hutan lindung Dolok Tusam dengan 36 sampel pohon untuk destructive sampling serta 44 sampel pohon untuk

modifikasi destructive sampling + volumetrik ... 84

23.Grafik sebaran alokasi biomassa pada setiap bagian pohon dari

36 Pinus merkusii strain Tapanuli yang ditebang didalam

kegiatan destructive sampling ... 85

24.Grafik model persamaan allometrik terbaik untuk pendugaan

biomassa Pinus merkusii strain Tapanuli ... 88

25.Grafik perbandingan antara nilai dugaan biomassa hasil persamaan

(20)

1. Kondisi tutupan lahan di lima lokasi sebaran alam P. merkusii

strain Tapanuli pada tahun 1994, 2005 dan 2011 ... 107

2. Hasil analisis genetik dengan menggunakan Software Popgene

3.2. ... 108

3. Hasil inventarisasi sebaran diameter tegakan alam P. merkusii

Strain Tapanuli di dalam kawasan hutan lindung Dolok Tusam

Timur dan Dolok Tusam Barat – Sumatera Utara ... 125

4. Sebaran persentase biomassa hasil destructive sampling

36 pohon P. merkusii strain Tapanuli di Tapanuli –

Sumatera Utara ... 126

5. Data biomassa yang menjadi input peubah bebas X untuk

Penyusunan persamaan allometrik P. merkusii strain

Tapanuli di Tapanuli – Sumatera Utara ... 127

6. Perbandingan nilai dugaan biomassa P. merkusii strain Tapanuli

antara hasil dari persamaan allometrik Tapanuli dengan

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan menyerap dan menyimpan karbon lebih banyak dibanding ekosistem

daratan lain dan memiliki peran penting didalam pencegahan (mitigasi) perubahan

iklim. Namun ketika hutan ditebang habis atau terdegradasi maka karbon yang

tersimpan tersebut akan terlepas ke atmosfer sebagai gas karbondioksida atau gas

rumah kaca yang lain. Diperkirakan setiap tahun sebanyak 1-2 Milyar ton karbon

dilepaskan ke atmosfer akibat deforestasi di kawasan tropis selama 20 tahun

terakhir. Hal ini menjadikan deforestasi dan degradasi hutan sebagai sumber

emisi terbesar gas rumah kaca pada sebagian besar negara tropis. Sebagai contoh,

deforestasi di Afrika telah mendekati 70% total emisi gas rumah kaca dari semua

sektor (ITTO 2011).

Selain itu, deforestasi juga menyebabkan terjadinya perubahan kondisi

ekosistem daratan pada skala bentang alam (lanskap) (Fitzsimmons 2001; Lira et

al. 2012), dinamika nutrisi tanah hutan (Ellingson et al. 2000), struktur tegakan

(Echeverria et al. 2012), kepadatan karbon (Fitzsimmons et al. 2001), hingga

struktur genetik suatu jenis (Kangas 1990; Sebbenn et al. 2008). Hal ini

menempatkan deforestasi sebagai bentuk gangguan yang paling mengancam

kelestarian hutan dan kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini (Myers

1996; WCFSD 1999).

Pengurangan luas hutan akibat deforestasi dan bencana alam di muka bumi

selama kurun waktu 1990-2000 adalah 14.2 juta ha/tahun, dan 15.2 juta ha/tahun

untuk periode 2000 hingga 2005. Adapun laju afforestasi dan perluasan hutan

alam selama periode 1990 hingga 2000 adalah 10,1 juta ha/tahun dan 8,8 juta

ha/tahun untuk periode 2000-2005. Dengan demikan total bersih tutupan hutan

yang hilang di muka bumi selama 15 tahun (1990-2005) adalah sebesar 72.9 juta

hektar dengan rata-rata laju kehilangan hutan 4,9 juta ha/tahun (FAO 2010).

Selanjutnya berdasarkan hasil survey Forest Watch Indonesia (2011), dapat

diketahui bahwa dalam periode 2000-2009, hutan Indonesia mengalami

deforestasi sebanyak 15.16 juta hektar. Pulau Sumatera menjadi penyumbang

(22)

deforestasi nasional pada kurun waktu tersebut adalah 1.51 juta ha/tahun. Adapun

laju deforestasi untuk pulau Sumatera sebesar 412 ribu ha/tahun. Laju deforestasi

untuk Sumatera Utara antara tahun 2006-2009 adalah 44099.6 ha/tahun

(Kemenhut 2010).

Upaya pelestarian sisa sumberdaya hutan pun harus dapat dilakukan secara

terencana, menyeluruh, dan terpadu sehingga mampu memenuhi berbagai

kebutuhan hajat hidup manusia yang bersumber dari hutan. Upaya pelestarian sisa

sumberdaya hutan selain dilakukan untuk mempertahankan keberadaan tegakan

pohon, juga untuk mempertahankan fungsi sumberdaya hutan secara optimal dan

berkesinambungan. Perhatian terhadap kelestarian keberadaan dan fungsi

sumberdaya hutan inilah yang mendorong banyak pihak memberikan peluang

metode dan pendanaan untuk kegiatan pelestarian tersebut. Skema Reducing

Emission from Deforestation and Forest Degradation + (REDD+) merupakan

salah satu peluang yang ditawarkan oleh negara maju untuk kegiatan pelestarian

sumberdaya hutan yang merupakan upaya mitigasi untuk mengurangi pemanasan

global dan perubahan iklim global melalui pengurangan emisi gas rumah kaca

dari deforestasi dan degradasi hutan.

Skema REDD+ ini merupakan salah satu hasil dari pertemuan para pihak

(Conference of the Parties atau COP) ke 16 yang diselenggarakan oleh United

Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Cancun,

Mexico pada tahun 2010. Skema REDD+ memberikan peluang bagi

negara-negara pemilik hutan tropis untuk mendapatkan insentif pendanaan sebagai

bentuk kompensasi atas upayanya melakukan mitigasi perubahan iklim melalui

pencegahan deforestasi dan degradasi hutan serta peningkatan serapan biomassa

karbon melalui kegiatan konservasi (the role of conservation), pengelolaan hutan

secara lestari (sustainable management of forest), dan peningkatan stok karbon di

hutan negara berkembang (enhancement of forest carbon stocks in developing

countries) (FCCC 2011). Melalui skema REDD+ diharapkan stok karbon yang

terkandung di dalam hutan tropis dunia dapat tetap terjaga dengan baik sehingga

emisi karbon akibat adanya deforestasi dapat berkurang.

Bagi Indonesia, kesepakatan internasional para pihak tentang REDD+

(23)

Indonesia tidak boleh melihat skema REDD+ secara pragmatis saja yakni sebagai

skema untuk mendapatkan kompensasi pendanaan dari negara maju atas

partisipasi negara didalam kegiatan yang tercakup dalam REDD+. Lebih dari itu,

secara substansional, pemerintah harus dapat melihat skema REDD+ sebagai

salah satu bentuk metode keilmuan untuk pelestarian sisa sumberdaya hutan yang

masih ada di negeri ini sehingga sumberdaya hutan tersebut mampu menjalankan

fungsinya secara optimal dan berkesinambungan. Dengan demikian keterlibatan

Indonesia di dalam melestarikan sisa sumberdaya hutan melalui pengurangan

deforestasi dan degradasi hutan adalah keterlibatan secara aktif, profesional, dan

bermartabat. Melalui mekanisme REDD+ tersebut, diharapkan sisa sumberdaya

hutan yang masih ada di muka bumi mampu menjalankan fungsi konservasi

secara menyeluruh, baik sebagai areal konservasi keanekaragaman hayati maupun

sebagai areal konservasi biomassa karbon.

Salah satu sisa sumberdaya hutan yang memiliki potensi sebagai kawasan

konservasi keanekaragaman hayati dan konservasi biomassa karbon adalah

kawasan hutan lindung Dolok Tusam Timur dan Dolok Tusam Barat di Tapanuli

Utara - Provinsi Sumatera Utara. Keberadaan P. merkusii strain Tapanuli yang

merupakan jenis pohon daun jarum asli Tapanuli, menjadikan kawasan hutan

lindung Dolok Tusam Timur dan Dolok Tusam Barat sebagai kawasan yang

bernilai konservasi tinggi. Adapun kondisi tegakan alam P. merkusii strain

Tapanuli yang berdimensi besar (diameter mencapai > 120 cm, dan tinggi

mencapai 40 m), menjadikan kawasan hutan lindung Dolok Tusam Timur dan

Dolok Tusam Barat sebagai kawasan hutan yang memiliki potensi tinggi sebagai

kawasan konservasi biomassa karbon. Masyarakat mengenal P. merkusii strain

Tapanuli dengan sebutan Tusam Tapanuli dan menamai kawasan hutan lindung

tersebut dengan sebutan Dolok Tusam (Dolok dalam bahasa Batak artinya

gunung, Tusam = Pinus).

Ketersediaan data yang aktual dan akurat merupakan salah satu faktor

penting agar upaya pelestarian P. merkusii strain Tapanuli dapat dilaksanakan

secara optimal. Seiring dengan munculnya peluang mitigasi pemanasan global dan

perubahan iklim global melalui pelestarian sumberdaya hutan maka data yang

(24)

dan biomassa karbon. Ketiga aspek inilah yang di dalam disertasi ini akan diulas

lebih mendalam.

Aspek silvikultur meliputi tutupan lahan, sifat kimia tanah, dan struktur

tegakan. Aspek genetik mencakup struktur populasi dan keragaman genetik.

Adapun aspek biomassa karbon menganalisis kandungan biomassa karbon

berdasarkan persamaan allometrik yang dibentuk melalui metode destructive

sampling. Melalui pembahasan ketiga aspek ini maka karakteristik tegakan alam

P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh pada sebaran alaminya di Tapanuli –

Sumatera Utara dapat tergambarkan dengan jelas, aktual, dan akurat.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis karakteristik tutupan lahan, sifat kimia tanah, dan struktur

tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli

– Sumatera Utara.

2. Menganalisis struktur populasi dan keragaman genetik tegakan alam P.

merkusii strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara

dengan menggunakan penanda molekuler mikrosatelit.

3. Menganalisis kandungan biomassa karbon tegakan alam P. merkusii strain

Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara dengan

menggunakan persamaan allometrik yang disusun berdasarkan metode

destructive sampling.

Untuk mencapai ketiga tujuan di atas maka ada 3 sub-topik penelitian yang

dilakukan sebagai berikut:

1. Analisis perubahan tutupan lahan, sifat kimiawi tanah, dan struktur tegakan

alam P. merkusii strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli

Sumatera Utara.

2. Analisis struktur populasi dan keragaman genetik tegakan alam P. merkusii

strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara dengan

menggunakan penanda molekuler mikrosatelit.

3. Analisis kandungan biomassa karbon tegakan alam P. merkusii strain

(25)

menggunakan persamaan allometrik yang disusun berdasarkan metode

destructive sampling.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan data-data dasar (database) tentang struktur tegakan P. merkusii

strain Tapanuli disertai kondisi biofisik dan kimiawi tanah, perubahan tutupan

lahan serta proses regenerasi alamiah merupakan informasi penting yang

diperlukan untuk perencanaan dan pelaksanaan pelestarian P. merkusii strain

Tapanuli.

2. Status keragaman genetik dan struktur populasi alam P. merkusii strain

Tapanuli merupakan informasi penting yang diperlukan untuk kegiatan

pemuliaan dan pelestarian P. merkusii strain Tapanuli.

3. Hasil pendugaan kandungan karbon serta persamaan allometrik yang dapat

digunakan sebagai salah satu metode praktis untuk pendugaan kandungan

biomassa karbon P. merkusii strain Tapanuli dalam dalam rangka persiapan

pelaksanaan program Reduction Emission from Deforestation and Forest

Degradation in Indonesia (REDDI) di kawasan hutan lindung dan konservasi.

Perumusan masalah

Merujuk pada hasil-hasil penelitian terdahulu, dapat diketahui bahwa

populasi alam P. merkusii strain Tapanuli merupakan salah satu strain P. merkusii

yang saat ini sedang terancam kelestariannya. Rendahnya nilai Heterosigositas

harapan (He = 0,206) pada populasi alam P. merkusii strain Tapanuli secara tidak

langsung menunjukkan adanya gangguan terhadap populasi alam P. merkusii

strain Tapanuli sehingga penyebaran dan luas daerah sebarannya semakin

menyempit. Hal ini menjadikan populasi alam P. merkusii strain Tapanuli

tersebut diisi oleh individu-individu pohon yang secara genetik seragam

(Munawar 2002; Siregar & Hattemer 1999).

Selain dari indikator genetik, peringatan bahwa populasi alam P. merkusii

strain Tapanuli saat ini sedang terancam kelestariannya juga muncul dari The

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN)

(26)

Vulnerable dengan kode B1+2cde ver 2.3 dalam Red List of Threatened Species

tahun 2012. Menurut IUCN (2012), kategori ini menunjukkan bahwa perkiraan

luas areal yang ditumbuhi oleh P. merkusii saat ini tidak lebih dari 2000 Km2 atau

jangkauan areal ditemukannya P. merkusii diperkirakan tidak lebih dari 20.000

Km2. Kondisi ini terjadi antara lain karena: 1). Kondisi habitat yang

terfragmentasi, 2). Terjadinya penurunan kualitas tegakan secara terus menerus,

yang antara lain disebabkan oleh menurunnya kualitas tempat tumbuh,

menurunnya jumlah lokasi atau sub populasi, dan menurunnya jumlah pohon

induk. Sehubungan dengan hal ini, maka upaya pelestarian populasi alam P.

merkusii strain Tapanuli merupakan agenda mendesak yang perlu dilakukan dan

didukung banyak pihak.

Dalam upaya pelestarian populasi alam P. merkusii strain Tapanuli tersebut

maka ada tiga hal menarik yang sekaligus menjadi pertanyaan dalam rumusan

masalah penelitian ini, yakni:

a. Ekosistem daratan Tapanuli hingga sekarang terus mengalami perubahan

bentuk bentang alam akibat adanya perubahan tutupan lahan sebagai dampak

dari perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh manusia. Selain

menyebabkan perubahan tutupan hutan, perubahan tutupan lahan yang terjadi

pada ekosistem daratan Tapanuli juga akan mempengaruhi sifat kimia tanah

dan struktur tegakan populasi alam P. merkusii strain Tapanuli. Atas dasar

inilah maka perlu diketahui bagaimanakah karakter tutupan lahan, sifat kimia

tanah, dan struktur tegakan alam P. merkusii strain tapanuli pada sebaran

alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara.

b. Saat ini ada tiga model penyebaran populasi alam P. merkusii strain Tapanuli

yang dapat dijumpai di lapangan. Pertama, populasi alam P. merkusii strain

Tapanuli yang tumbuh dan menyebar di dalam kawasan hutan lindung Dolok

Tusam dengan kondisi tutupan lahan berupa hutan. Kedua, populasi alam P.

merkusii strain Tapanuli yang tumbuh dan menyebar di areal perladangan

dengan kondisi tutupan lahan terbuka. Ketiga, populasi alam P. merkusii

strain Tapanuli yang tumbuh bersamaan dengan jenis pohon daun lebar

(27)

pola kekerabatan genetik diantara lima populasi alam P. merkusii strain

Tapanuli yang tersebar di ekosistem daratan Tapanuli ?

c. Populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh di dalam hutan

lindung Dolok Tusam Timur dan Dolok Tusam Barat terdiri atas tegakan

alam dengan diameter besar sehingga kawasan hutan lindung tersebut

memiliki potensi besar sebagai penyimpan biomassa karbon. Bagaimanakah

model persamaan allometrik yang dapat digunakan untuk menduga

kandungan biomassa karbon pada tegakan alam P. merkusii strain Tapanuli?

Dan berapakah simpanan biomassa karbon pada lima lokasi yang menjadi

sebaran alam P. merkusii strain Tapanuli di Tapanuli – Sumatera Utara?

Hipotesis

Ada 3 hipotesis yang akan dijawab melalui penelitian ini, yakni:

1. Perubahan tutupan lahan pada ekosistem daratan Tapanuli akan menyebabkan

terjadinya keragaman sifat kimia tanah dan struktur tegakan alam P. merkusii

strain Tapanuli pada sebaran alaminya di Tapanuli – Sumatera Utara.

2. Populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tumbuh pada tapak tumbuh

dengan kondisi tutupan lahan yang sama akan memiliki struktur genetik yang

sama sehingga berada pada kelompok (cluster) yang sama.

3. Populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang secara genetik berada dalam

satu kelompok yang sama akan memiliki kandungan biomassa karbon yang

relatif sama juga.

Nilai Kebaruan

Ada 3 nilai kebaruan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat kimia tanah dan

karakter struktur tegakan P. merkusii strain Tapanuli pada sebaran alaminya

di Tapanuli – Sumatera Utara

2. Diketahuinya nilai keragaman genetik dan pola pengelompokan diantara

lima populasi alam P. merkusii strain Tapanuli yang tersebar di ekosistem

(28)

3. Terbentuknya model persamaan allometrik yang akurat dan praktis untuk

pendugaan stok biomassa karbon pada populasi alami P. merkusii strain

Tapanuli yang tersebar di Tapanuli – Sumatera Utara.

Kerangka Pemikiran

Gambar 1 Kerangka penelitian “Analisis Perubahan Tutupan Lahan, Struktur Genetik dan Kandungan Biomassa Karbon Pinus merkusii Jungh et de Vriese strain Tapanuli pada Sebaran Alaminya di Sumatera Utara”.

Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation +

Perubahan Tutupan Lahan ekosistem daratan yang menjadi sebaran alam Pinus merkusii strain Tapanuli di Tapanuli - Sumut

Sustainable Forest Management

Tutupan hutan Sifat kimia tanah Struktur tegakan

Analisis model persamaan allometrik yang disusun dengan metode destructive sampling

Cadangan biomassa karbon pada populasi alami P. merkusii strain Tapanuli

Database untuk konservasi P. merkusii strain Tapanuli

Aspek Silvikultur

Aspek Genetik

Aspek Biomassa Karbon

Struktur populasi

Analisis keragaman genetik dengan menggunakan penanda molekuler mikrosatellite Analisis cluster

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Pengelolaan Hutan Lestari

Permasalahan yang muncul di sekitar pengelolaan sumberdaya alam,

termasuk di dalamnya sumberdaya hutan, akan senantiasa bergulir dan terus

berkembang dari waktu ke waktu. Macam dan kualitas permasalahan ini akan

semakin meningkat sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan

manusia terhadap manfaat sumberdaya hutan sebagai akibat dari terus

meningkatnya jumlah penduduk, kualitas hidup manusia serta kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat (Suhendang et al. 1996). Ketika

manusia di muka bumi ini menjadikan kayu sebagai kebutuhan utama yang dapat

terpenuhi dari hutan maka ketika itu pulalah kayu menjadi fokus utama tentang

kelestarian pengelolaan sumberdaya hutan. Namun pada saat manusia di muka

bumi ini sudah bisa merasakan bahwa oksigen, air, dan jasa lingkungan yang

membuat hidup mereka nyaman tersebut harus dipenuhi dari hutan maka pada

saat itu pula fokus kelestarian pengelolaan sumberdaya hutan pun berkembang.

Selain mendapat tuntutan untuk memenuhi kebutuhan kayu, sumberdaya hutan

juga dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan non kayu untuk kenyamanan

kehidupan manusia.

Pergeseran paradigma tentang pengelolaan hutan lestari tersebut juga

dirasakan oleh International Tropical Timber Organization (ITTO) melalui

beberapa kali revisinya tentang konsep Sustainable Forest Management (SFM).

Pada awalnya di tahun 1990, ITTO mencanangkan konsep SFM yang berbasiskan

kelestarian hasil kayu (Sustained yield and single-use management for timber).

Namun dalam perkembangannya, ITTO menyempurnakan konsep SFM dengan

memasukkan beberapa aspek selain kayu, antara lain: petunjuk dan pembentukan

manajemen hutan tanaman tropis (ITTO, 1993), petunjuk tentang konservasi

keanekaragaman hayati (ITTO 1993), petunjuk tentang pengelolaan api di hutan

tropika (ITTO 1997), petunjuk untuk restorasi, pengelolaan, dan rehabilitasi untuk

hutan tropika sekunder dan terdegradasi (ITTO 2002), petunjuk untuk konservasi

dan keberlanjutan pemakaian keanekaragaman hayati di hutan produksi kayu

(30)

mendefinisikan SFM secara umum sebagai suatu cara menggunakan sistem

biologis yang tidak merugikan kapasitas mereka untuk memenuhi kebutuhan

generasi mendatang. Keberlanjutan telah menjadi prioritas politik secara global,

dan untuk hutan, pengelolaan hutan lestari telah berkembang menjadi alat penting.

Sekilas Tentang REDD+

Sejak diputuskan pertama kali sebagai hasil resmi dari Converence of

Parties (COP) ke 13 di Bali, istilah Reduction Emission from Deforestation and

Forest Degradation (REDD) kini semakin sering didiskusikan oleh berbagai

pihak dari beragam latar belakang pengetahuan. Hasil kesepakatan internasional

itu pun kini juga menjadi pembicaraan tingkat nasional dan lokal. Bahkan

cakupan pembahasannya bertambah sehingga istilah REDD kini berubah menjadi

Reducing emissions from deforestation and forest degradation, and enhancing

forest carbon stocks in developing countries (REDD+) (Angelsen 2009).

Hasil rumusan para pihak di Bali mengatakan bahwa baik deforestasi

maupun degradasi hutan merupakan sumber utama emisi dan bahwa dalam

beberapa kasus degradasi hutan (misalnya tanah lahan gambut) dapat

menimbulkan tingkat emisi yang tinggi. Disepakati bahwa diskusi dan kegiatan

metodologi dalam Konvensi dengan demikian harus menangani kedua sumber itu

bersama-sama, meskipun para pihak terus menyatakan besarnya kesulitan untuk

mendefinisikan ‘degradasi’ hutan.’ Isu-isu ilmu pengetahuan dan hukum dengan definisi yang tepat dan dapat dipercaya mengenai hutan dan degradasi hutan juga

merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat adat dan organisasi

organisasi sosial. Secara khusus, definisi degradasi hutan dapat memberikan

implikasi besar mengenai bagaimana kebijakan REDD berdampak pada hak dan

kesejahteraan masyarakat adat dan komunitas lokal, dan bagaimana pemanfaatan

hutan tradisional ditangani sesuai dengan sistem pemantauan dan verifikasi

REDD nasional.

Perluasan cakupan REDD menjadi REDD+ diputuskan dalam pertemuan

SBSTA bulan Juni tahun 2009 di Bonn – Jerman. Keputusan tersebut ditetapkan

dalam UNFCCC Decision 2/CP.13-11 yang antara lain berbunyi: .. policy

(31)

deforestation and forest degradation in developing countries; and the role of

conservation, sustainable management of forests and enhancement of forest

carbon stocks in developing countries. Sejak keputusan ini maka REDD+ menjadi

istilah payung untuk aksi lokal, nasional maupun global dalam rangka penurunan

emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dan peningkatan cadangan karbon

hutan di negara berkembang. Simbol plus menandakan peningkatan cadangan

karbon hutan, juga merujuk pada rehabilitasi dan regenerasi hutan, pengurangan

degradasi, pengurangan emisi, peningkatan serapan karbon, pergerakan karbon,

atau hanya sebatas penyerapan karbon dari atmosfer dan menyimpan di dalam

pool karbon hutan (Angelsen 2009).

Tinjauan Umum tentang Pinus merkusii

Pinus merkusii merupakan jenis Pinus tropika alami dari Asia Tenggara,

meliputi Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam dan Indonesia.

P. merkusii adalah satu-satunya jenis pinus yang tumbuh sampai di sebelah

selatan garis khatulistiwa hingga 2o6’ LS (Cooling 1968; Soekotjo 1978). Sebaran

alami P. merkusii di Indonesia berada pada 3 wilayah yang berbeda di Sumatera,

yaitu Aceh, Tapanuli, dan Kerinci. Iklim di ketiga tempat ini termasuk tipe B

menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson, dengan curah hujan 1.200-

2.500 mm/tahun. Suhu udara maksimum bulanan 20-28oC, sedangkan suhu udara

minimum 15-28oC (Fandeli 1977).

Berdasarkan taksonominya, klasifikasi P. merkusii sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub division : Gymnospermae

Kelas : Coniferae

Ordo : Pinales

Famili : Pinaceae

Genus : Pinus

Species : Pinus merkusii Jungh et de Vriese

Menurut Dallimore dan Jackson (1948), P. merkusii Jungh et de Vriese sama

(32)

sumatrana Jungh. Cooling (1968) mengatakan bahwa tusam mempunyai toleransi

yang luas terhadap iklim dan dapat tumbuh pada daerah-daerah yang mempunyai

masa 6 bulan kering sampai ke daerah-daerah basah. Jenis pinus ini ditemukan

dari dekat permukaan laut sampai kira-kira 1000 meter. Di Sumatera, tegakan

alam bisa juga tumbuh antara 500 sampai 2000 meter dan mungkin lebih tinggi.

Iklim dan tanah sangat bervariasi menurut lokasi. Di Sumatera, tanah pada

umumnya berasal dari bahan volkanik dan iklimnya basah dengan musim kering

yang pendek dan curah hujan 1500 sampai 2500 mm (Lamb & Cooling 1967).

Pohon P. merkusii berbatang utama tunggal (monopodial), yaitu terdiri

atas batang utama yang tinggi, lurus, dan meruncing ke atas. Cabang sekundernya

kecil dan banyak sekali cabang yang tersusun melingkar (verticillate) yang

nampak memencar luas. Batangnya tidak mempunyai saluran xylem (xylem), dan

sebagai gantinya adalah trakeida (tracheid). Kayunya mempunyai saluran getah

(Suhaendi 1988).

Ekologi Lanskap Habitat Alami P. merkusii strain Tapanuli

Ekologi lanskap merupakan suatu cabang ilmu yang relatif baru dan

memiliki peranan penting sebagai dasar untuk pengelolaan suatu ekosistem secara

optimal dan berkesinambungan. Arifin et al. (2009) menyatakan bahwa secara

garis besar ekologi lanskap mempelajari dasar-dasar tentang struktur, fungsi, dan

perubahan-perubahan serta aplikasinya, yaitu penggunaan dasar-dasar tersebut

dalam formulasi dan pemecahan masalah-masalah. Struktur merupakan salah satu

aspek ekologi yang mengkaji tentang hubungan spasial antara

ekosistem-ekosistem yang berbeda atau kehadiran elemen-elemen lebih khusus, distribusi

energi, material, dan spesies dalam hubungannya terhadap ukuran, bentuk,

jumlah, jenis dan konfigurasi ekosistem. Adapun fungsi menunjukkan interaksi

antara elemen spasial, yaitu aliran energi, material dan spesies dalam komponen

ekosistem. Proses interaksi yang terjadi dari waktu ke waktu menyebabkan

kondisi struktur dan fungsi mosaik ekologis di dalam suatu lanskap atau

ekosistem mengalami perubahan-perubahan.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, kini berbagai ilmuwan lintas

kepakaran mulai memasukkan ekologi lanskap sebagai salah satu perangkat

(33)

ini. Terkait dengan hal ini, berbagai data ekologis pada suatu ekosistem

merupakan informasi penting untuk pengelolaan populasi alami suatu jenis

tumbuhan atau satwa secara optimal dan berkelanjutan (Arifin & Nakagoshi 2011;

Saroinsong et al. 2007).

Populasi alami P. merkusii strain Tapanuli pertama kali ditemukan oleh Dr

Junghuhn pada tahun 1841 di hutan alam Dolok Suanon – Tapanuli, Sumatera

Utara. Sejak saat itu pemerintah kolonial Belanda segera mengukuhkan Suaka

Alam Dolok Saut seluas 39 Ha di Tapanuli. Hutan alam Tusam di Tapanuli

tersebar secara berkelompok dalam luasan yang tidak layak diusahakan serta

bercampur dengan hutan alam lainnya di gunung-gunung. Bahkan di Dolok

Tusam, jenis tusam tersebut banyak dicampur dengan kemenyan. Penduduk di

sekitar hutan menanami areal hutan tusam dengan kemenyan tanpa merusak

pohon yang ada (Harahap 2000a).

Dolok Tusam yang merupakan salah satu ekosistem alami P. merkusii strain

Tapanuli terletak di Kabupaten Tapanuli Utara – Provinsi Sumatera Utara. Dolok

Tusam merupakan areal yang akan ditunjuk menjadi cagar alam berada di dekat

Kampung Lobu Gala, dengan ketinggian 1200 – 1300 mdpl. Tanahnya termasuk

satuan dari kompleks podsolik merah kuning, latosol, dan litosol, dengan bahan

induk batuan beku endapan dan metamorf, termasuk fisiografi pegunungan

patahan. Geologi termasuk efusiva liparit dan permo-karbon (Kemenhut 1984 b).

Curah hujan sekitar 2088 mm per tahun dan digolongkan pada tipe curah hujan B

menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson di Siborong-borong (Harahap 2000b).

Pinus merkusii strain Tapanuli memiliki sifat morfologi yang relatif lebih

bagus dibanding strain Aceh, antara lain batangnya lurus, percabangan ramping,

bebas cabangnya tinggi, dan getahnya banyak. Karakteristik inilah yang

menjadikan P. merkusii strain Tapanuli diminati oleh banyak pihak sehingga hal

ini memicu dan memacu peningkatan permintaan kayu tusam Tapanuli dari waktu

ke waktu. Hasil pengamatan empiris di pos kehutanan di Simarjarunjung

Kabupaten Simalungun, setiap hari rata-rata 10 truk tronton dengan kapasitas

20-25 m3 kayu tusam lewat. Truk-truk tersebut membawa kayu tusam dari Tapanuli

Utara dan sekitarnya dengan tujuan industri pengolahan kayu di Pematang

(34)

pembalakan ini telah mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lanskap

ekosistem alami P. merkusii strain Tapanuli. Karenanya, perlu segera diantisipasi

agar kondisi lanskap ekologinya mengalami perbaikan sehingga dinamika

pertumbuhan tegakan hutannya (khususnya P. merkusii strain Tapanuli) dapat

kembali tumbuh dengan sehat dan normal.

Perkembangan Penelitian tentang Keragaman Genetika Pinus merkusii

Kegiatan penelitian tentang keragaman genetik P. merkusii di Indonesia

sudah sejak lama dilakukan oleh Suhaendi (1988) yang memulai penelitian

keragaman genetik secara konvensional. Di dalam penelitiannya, Suhaendi

(1988) melakukan pendugaan parameter-parameter genetika-ekologi dari

beberapa sifat kuantitatif dalam hutan tanaman P. merkusii Jungh et de Vriese

strain Tapanuli dan strain Aceh. Hasil penelitian Suhaendi (1988) menunjukkan

bahwa dari 12 sifat pohon yang diamati, diketahui ada 7 sifat pohon dalam setiap

strain yang dikendalikan secara kuat oleh faktor genetik, yakni: diameter batang,

bentuk batang, tebal kulit batang, produksi getah, berat jenis, diameter serat dan

lebar lumen sel serat kayu. Pengendalian genetik yang kuat juga terdapat pada

tinggi batang bebas cabang dalam strain Tapanuli, dan pada tinggi pohon total

serta kadar selulosa kayu dalam strain Aceh.

Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh Harahap (2000b),

yang melakukan penelitian tentang keragaman sifat dan data ekologi populasi

alam P. merkusii di Aceh, Tapanuli, dan Kerinci. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda terdapat perbedaan

sangat nyata pada beberapa sifat pohon berikut: panjang serat, tebal dinding serat,

panjang daun, berat kering daun, panjang kerucut, dan tebal kulit. Perbedaan

lokasi memberikan pengaruh nyata terhadap sifat berat jenis kayu. Adapun untuk

sifat diameter lumen, diameter serat, jumlah biji, dan diameter kerucut, tidak

berbeda nyata pada lokasi tempat tumbuh yang berbeda.

Seiring dengan kemajuan teknologi biomolekuler, penelitian keragaman

genetik dengan penanda morfologi seperti yang dilakukan Suhaendi (1988) dan

Harahap (2000b) mulai beralih ke penanda biokimia. Salah satunya menggunakan

isozim. Analisis isozim untuk mengetahui besarnya keragaman genetik Tusam

(35)

penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari 8 sistem enzim yang digunakan

ternyata hanya 3 sistem enzim dengan 7 (tujuh) loci yang polimorfik untuk tusam

yaitu Esterase (EST) dengan Est-1, Est-2, Est-3 loci; Glutamate Oxaloacetate

Transaminase (GOT) dengan Got-1, Got-2 loci; dan Shikimate dehydrogenase

(ShDH) dengan Shd-1 dan Shd-2 loci (Munawar 2002).

Obyek penelitian Kartikawati (1996) dan Indrioko (1996) tersebut adalah

hutan tanaman P. merkusii yang ada di Jawa. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa Tusam yang sudah berkembang luas di Jawa ternyata hanya berasal dari

sebagian provenans yang ada di Aceh. Hasil penelitian Harahap (2000b) tentang

keragaman sifat dan data ekologi populasi alami P. merkusii serta hasil uji asal

benih P. merkusii di Sumatera Utara lebih mempertegas lagi bahwa tusam yang

telah berkembang luas selama ini adalah berasal dari populasi Aceh. Adapun

tusam yang berasal dari populasi Tapanuli dan Kerinci belum dibudidayakan

dalam skala luas, antara lain disebabkan oleh keterbatasan ketersediaan benih.

Kartikawati dan Na’im (1999) kembali melakukan uji keragaman genetik

dengan menggunakan penanda isozim. Di dalam penelitiannya mereka menguji

keragaman genetik dari tiga populasi P. merkusii yang berbeda yakni populasi

alami P. merkusii dari hutan alam di Aceh, populasi P. merkusii dari hutan

tanaman di Jawa, ( populasi P. merkusii dari kebun benih di Jember, Jawa Timur)

. Ada 3 (tiga) sistem enzim yang digunakan dalam penelitian mereka yakni

Esterase (EST), Glutamate Oxaloacetate Transaminase (GOT) dan Shikimate

Dehydrogenase (ShDH). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi alami

Aceh memiliki keragaman genetik tertinggi (nilai He=0.304) dibanding populasi

hutan tanaman (nilai He = 0.276) dan kebun benih (nilai He = 0.266).

Analisis keragaman genetik P. merkusii dengan menggunakan penanda

genetik isozym kembali dilakukan oleh Siregar dan Hattemer (1999). Penelitian

ini menguji keragaman genetik dari dua populasi alam P. merkusii di Sumatera

dan satu populasi hutan tanaman di Jawa. Sampel yang diuji keragaman

genetiknya berupa biji. Ada delapan lokus isoenzym yang digunakan untuk

penelitian ini yakni: GOT-B, GOT-C, GOT-D, PGM-A, PGM-B, SKDH-A,

NDH-A, dam FHD-A. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa nilai

(36)

tanaman di Jawa relatif sama. Namun demikian, nilai beberapa parameter genetik

hutan tanaman P. merkusii di Pulau Jawa lebih tinggi dibanding populasi

alaminya di Aceh. Selain itu, hasil penelitian ini juga menujukkan bahwa nilai

keragaman genetik P. merkusii yang ada di Indonesia lebih tinggi dibandingkan

dengan P. merkusii yang ada di Thailand (Szmidt et al. 1996).

Penelitian tentang analisis keragaman genetik dengan penanda genetik

isozim juga dilakukan oleh Munawar (2002). Di dalam penelitiannya, Munawar

(2002) melakukan studi keragaman genetik Tusam (P. merkusii Jungh. et de

Vriese) di hutan alam Tapanuli dan Kerinci. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa provenansi Kerinci memiliki nilai Heterozigositas harapan

(He) paling kecil (0.042) dibanding populasi alam Tapanuli (0.206), Aceh (0.304)

dan Jawa (0.276). Keragaman genetik populasi alam Tapanuli lebih rendah

dibanding poopulasi Aceh dan Jawa. Fenomena ini terjadi antara lain karena

populasi alami P. merkusii di Kerinci sudah terpecah-pecah berupa kumpulan

individu-individu dalam jumlah dan luasan yang sempit sehingga terjadi seleksi

mundur (dysgenic selection) dan telah banyak terjadi kawin kerabat (inbreeding)

(Munawar 2002).

Penggunaan penanda genetik mikrosatelit untuk menganalisis keragaman

genetik P. merkusii di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Nurtjahjaningsih et

al. (2005). Di dalam penelitiannya, Nurtjahjaningsih et al. (2005) mencoba

mengembangkan penanda genetik mikrosatelit untuk mendapatkan informasi

genetik dari kebun benih P. merkusii yang ada di Pulau Jawa. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa dari 10 primer yang dikembangkan dari P. merkusii,

5 diantaranya bersifat kodominan dan polimorfik. Jumlah alel per lokus berkisar

antara 3 sampai 6 dan nilai heterosigositas harapan berkisar antara 0.389 sampai

0.728. Kelima penanda mikrosatelite tersebut dapat digunakan untuk analisis

genetik populasi dan pola perkawinan.

Tinjauan Tentang Mikrosatelit

Mikrosatelit atau yang juga dikenal dengan Short Tandem Repeats (STRs)

atau Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) merupakan untaian basa

(37)

genom inti maupun genom organel. Tipe pengulangan basa dari mono-, di-, tri-,

tetra-, dan penta-nukleotida. Mikrosatelit genom organel terdiri mikrosatelit

kloroplas (cpSSRs) dan mikrosatelit mitokondrion (mtSSRs) dengan tipe

mononukleotida. Mikrosatelit yang berasal dari genom organel ini banyak

digunakan untuk studi pewarisan karena sifat dari genom organel yang hanya

diturunkan secara uniparental. Mikrosatelit telah banyak dipergunakan untuk

meneliti berbagai tanaman dan ada sekitar 8000 konten penulisan jurnal tentang

mikrosatelit (Zane et al. 2002). Mikrosatelit memiliki keunggulan dalam berbagai

studi genetika karena pola pewarisan mengikuti hukum Mendel, tingkatan

polimorfik tinggi, bersifat kodominan, keakuratan yang tinggi dan berlimpah di

genom. Marka ini banyak digunakan untuk studi genetik populasi, ekologi,

pemuliaan tanaman dan aliran gen (gene flow).

Penanda mikrosatelit dipilih karena merupakan penanda kodominan yang

mampu mengidentifikasi genotipe homozigot dan heterozigot dalam populasi,

memiliki reproducibility yang tinggi, tingkat polimorfisme tinggi, multialelik, dan

terdistribusi merata dalam genom (Karhu 2001 dan Weising et al. 2005 ). Pada

pinus lain di daerah temperate penggunaan mikrosatelit telah umum digunakan,

namun pada P.merkusii baru pada tahun 2005 dikembangkan (Nurtjahjaningsih et

al.2005). Hasil penelitian menemukan sepuluh lokus yang mampu diisolasi

dimana lima lokus bersifat polimorfik dan kodominan, dua lokus bersifat

monomorfik, dua lokus bersifat multiband dan satu lokus tidak mampu

mengamplifikasi. Selanjutnya Nurtjahjaningsih et al. (2005) merekomendasikan

penggunaan lima primer (pm01, pm05,pm07, pm09a dan pm12) untuk deteksi

mikrosatelit pada P. merkusii.

Pendugaan Kandungan Biomassa Karbon Pinus merkusii strain Tapanuli

Berbagai bentuk tekanan terhadap ekosistem hutan yang menjadi habitat

alami populasi P. merkusii strain Tapanuli selain berpengaruh terhadap struktur

genetik jenis P. merkusii juga berpengaruh terhadap kondisi pertumbuhan

tegakannya. Biomassa merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan

untuk mengetahui besarnya kondisi pertumbuhan suatu jenis tumbuhan di dalam

(38)

sebagai total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu.

Pengertian ini diperkuat oleh Brown (1997), yang mendefinisikan biomassa

sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan suatu pohon dan dinyatakan

dengan satuan ton berat kering per satuan luas. Mengingat sebagian besar

komponen biomassa tumbuhan terdiri atas karbon dan seiring dengan menguatnya

upaya mitigasi perubahan iklim global maka istilah biomassa karbon kini menjadi

lebih populer dibanding istilah biomassa.

Pendugaan biomassa tegakan dan pohon telah diakui sebagai salah satu

tahapan penting dalam rangka penilaian stok karbon hutan sesuai dengan Protokol

Kyoto untuk pengurangan gas rumah kaca (Brown 2002; Korner 2005; Pili et al,

2006). Salah satu pendekatan untuk mengkuantifikasi simpanan biomassa karbon

adalah melalui penelaahan terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari plot

inventarisasi hutan jangka panjang. Model regresi digunakan untuk mengkonversi

data inventarisasi tersebut menjadi nilai dugaan biomassa bagian atas (above

ground biomass) (Chave et al. 2005). Aplikasi persamaan allometrik yang

dikombinasikan dengan data inventarisasi hutan merupakan suatu pendekatan

yang cukup efektif untuk menghitung besarnya biomassa hutan dan simpanan

karbon hutan pada suatu skala regional (Xiang et al. 2011).

Pinus merkusii strain Tapanuli merupakan tusam yang memiliki morfologi

dan beberapa sifat pohon lebih baik dibanding tusam Aceh yang selama ini telah

banyak dibudidayakan. De Veer dan Govers (1953) ; Soerianegara dan Djamhuri

(1979) diacu dalam Suhaendi (1988) dan Harahap (2000b) telah mencatat

beberapa keunggulan sifat pohon tusam Tapanuli tersebut, yakni: bentuk batang

lurus dan ramping, daun tebal dan berwarna hijau tua dan mengkilap, sistem

percabangan: cabang-cabang lebih kecil, membentuk sudut lancip terhadap

batang; ruas batang lebih panjang dan jaraknya lebih teratur, kulit batang tipis dan

berwarna muda, beralur dangkal, umumnya licin; produksi getah lebih banyak.

Beberapa keunggulan sifat pohon tersebut secara tidak langsung mengindikasikan

bahwa pertumbuhan P. merkusii strain Tapanuli lebih unggul dibanding

pertumbuhan P. merkusii strain Aceh sehingga jumlah biomassa karbonnya pun

lebih besar. Saat ini belum ada penelitian yang secara khusus melakukan

(39)

persamaan allometrik yang selanjutnya dapat digunakan untuk pendugaan

kandungan biomassa karbonnya. Beberapa penelitian yang telah berhasil

mendapatkan persamaan allometrik untuk pendugaan kandungan biomassa karbon

dari P. merkusii dilakukan pada hutan tanaman di Jawa yang merupakan P.

merkusii strain Aceh. Hasil penelitian Basuki et al. (2004) menunjukkan bahwa

tegakan pinus umur 16 tahun dengan kerapatan 1200 pohon/ha dapat mengandung

126.8 C-organik/ha atau setara dengan penyerapan 464.9 ton CO2/ha. Persamaan

allometrik untuk pendugaan kandungan biomassa karbon P. merkusii telah

dihasilkan Siregar (2007) di Jawa Barat yakni:

Y = 0.0936 X 2.4323 untuk biomasa Pinus merkusii di atas tanah Y = 0.0103 X 2.6036 untuk biomasa Pinus merkusii di bawah tanah Y = 0.1031X2.4587 untuk biomasa total Pinus merkusii

Inisial X menunjukkan diameter batang Pinus merkusii yang diukur pada

ketinggian 1,3 meter (setinggi dada orang dewasa).

Ancaman Kelestarian Pinus merkusii

Pinus merkusii strain Tapanuli merupakan satu dari tiga strain P. merkusii

yang memiliki nilai ekonomi kayu relatif tinggi karena bentuk kayunya yang

relatif lebih lurus, percabangan ramping, kulit batang tipis, dan getah lebih sedikit.

Hal inilah yang menyebabkan jenis P. merkusii strain Tapanuli diburu oleh para

penebang liar. Hasil pengamatan sepintas di pos kehutanan di Simarjarunjung

Kabupaten Simalungun, setiap hari rata-rata 10 truk tronton dengan kapasitas

20-25 m3 kayu tusam lewat. Truk-truk tersebut membawa kayu tusam dari Tapanuli

Utara dan sekitarnya dengan tujuan industri pengolahan kayu di Pematang

Siantar, Tebing Tinggi, dan Medan (Harahap & Aswandi 2008).

Selain ancaman dari kegiatan penebangan, kelestarian P. merkusii juga

mendapat ancaman dari faktor alami, seperti serangan hama, penyakit, atau

kebakaran. Di Indonesia tanaman ini diserang oleh beberapa hama diantaranya

adalah Melionia basal

Gambar

Gambar 2 Posisi lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Pangaribuan dan Kecamatan Garoga – Tapanuli Utara serta Kecamatan Aek Bilah –Kabupaten Tapanuli Selatan
Gambar 4  Perubahan Tutupan Lahan di lima lokasi penelitian (Keterangan : A = Dolok Tusam Timur, B = Parinsoran, C = Lobugala, D = Dolok Tusam Barat, E = Tolang) pada tahun 1994,2005, 2011
Gambar 5  Sebaran spasial tutupan lahan di lima lokasi sebaran alam P.
Gambar 6  Komposisi tutupan lahan pada lima lokasi sebaran alam P.  merkusii
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang sangat signifikan perlakuan dosis 

menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Pemanfaatan Lahan Hutan Pinus ( Pinus merkusii Jungh at de Vriese) dengan Model Agroforestri Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil getah pinus (P. merkusii Jungh et de Vriese) 

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Alometrik Biomassa Pinus ( Pinus merkusii Jungh et De Vriese) Berdiameter Kecil di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi

Judul Ponolitian Pengaruh Perlakuan Asetilasi dan TBTOA Terbadap Keawetan Kayu Pinus merkusii Jungb.. et de Vriese, Anthocephalus chinensis

Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan lignin isolat bahan pengikat alami (Natural binder) dari kayu pinus (Pinus merkusii jungh et de vriese) sebagai bahan tambahan

Di Indonesia, Pinus yang tumbuh secara alami hanyalah Pinus merkusii di Sumatera yang terdiri dari strain Tapanuli, strain Kerinci dan strain Aceh. Berdasarkan persebarannya,

A stand of pine trees from the species Pinus merkusii Jungh de Vriese was established in the bosscha observatory area in the early 1989’s Officer of the bosscha observatory, personal