• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengaruh tata kelola ekonomi daerah dan keuangan daerah terhadap kinerja perekonomian daerah kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengaruh tata kelola ekonomi daerah dan keuangan daerah terhadap kinerja perekonomian daerah kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Tengah"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH TATA KELOLA EKONOMI DAERAH DAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANDI DARMAWATI TOMBOLOTUTU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah dan Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Perekonomian Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

(3)

RINGKASAN

ANDI DARMAWATI TOMBOLOTUTU, Analisis pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Dibawah bimbingan BAMBANG JUANDA, HIMAWAN HARIYOGA dan YUSMAN SYAUKAT.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah, dan menganalisis proses perencanaan dan pengganggaran APBD di Kabupaten Donggala dan Kota Palu dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Data primer bersumber dari hasil kuesioner dan interview SKPD, anggota DPRD dan Akademisi di Kabupaten Donggala dan Kota Palu. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian daerah kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, dengan metode regresi dan untuk menganalisis adanya perbedaan proses perencanaan dan penganggaran diantara Kabupaten Donggala dengan Kota Palu digunakan uji Chi-Square.

Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk dapat meningkatkan kinerja perekonomian daerah (peningkatan PDRB perkapita, pengurangan pengangguran, pengurangan penduduk miskin) dapat dilakukan melalui Tata Kelola Ekonomi Daerah yang baik, yaitu: dengan kondisi lampu jalan yang lebih baik di sekitar tempat usaha, lama perbaikan listrik yang lebih cepat, lama perbaikan PDAM yang lebih cepat, Program Pengembangan Usaha Swasta (pelatihan pengajuan kredit yang dilakukan oleh Program Pengembangan Usaha Swasta, dan tingkat manfaat bagi dunia usaha).

Pertumbuhan Ekonomi dan juga PDRB perkapita di Kota Palu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB perkapita di Kabupaten Donggala. Akan tetapi pengaruh peningkatan Belanja Modal di Kabupaten Donggala terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan juga PDRB perkapita lebih tinggi dibandingkan Kota Palu. Meskipun Kabupaten Donggala pertumbuhannya dan PDRB perkapitanya lebih rendah dari Kota Palu, tetapi sangat besar dalam menurunkan pengangguran dan kemiskinan serta persentase alokasi belanja modalnya yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh Tata Kelola Ekonomi Daerah yang baik, juga ditunjang oleh faktor lain yaitu proses perencanaan dan penganggaran APBD terutama dalam indikator prioritas anggaran yang relatif baik di Kabupaten Donggala.

Pengangguran di Kabupaten Donggala lebih rendah dibandingkan di Kota Palu. Hal ini dikarenakan tata kelola ekonomi daerah di Kabupaten Donggala lebih baik dan dalam prioritas anggaran juga lebih baik walaupun investasi di Kabupaten Donggala masih kurang dibandingkan investasi di Kota Palu. Kemiskinan di Kabupaten Donggala lebih tinggi dibandingkan di Kota Palu. Akan tetapi karena alokasi Belanja Modal di Kabupaten Donggala relatif lebih besar serta tata kelola ekonomi daerah juga lebih baik daripada di Kota Palu, maka penurunan kemiskinan di Kabupaten Donggala lebih tinggi dibanding di Kota Palu.

Dalam proses perencanaan dan penganggaran Kabupaten Donggala lebih baik dibandingkan di Kota Palu, Terutama dalam penentuan prioritas anggaran, yaitu tidak adanya alokasi baru diluar prioritas. Kabupaten Donggala lebih baik dalam proses perencanaan dan penganggaran tidak hanya ditunjukkan dalam indikator prioritas anggaran, tetapi juga dalam indikator lain walaupun secara statistik tidak signifikan.

(4)

SUMMARY

ANDI DARMAWATI TOMBOLOTUTU, The analyses of the influence of regional economic governance and regional finance to the regional economic performance in the district/municipality in Central Sulawesi Province. Under the supervision of BAMBANG JUANDA, HIMAWAN HARIYOGA and YUSMAN SYAUKAT.

The purpose of this study is to analyze the effect of Local Economic Governance and regional finance on the district/municipality economic performance in Central Sulawesi, and to analyze the process of planning and budgeting of APBD in Donggala and Palu using secondary data obtained from Central Bureau of Statistics of Central Sulawesi and the Directorate General of Fiscal Balance. Primary data comes from questionnaire and interview on SKPD, legislators and academics in Donggala and Palu. The regression method is used to analyze the factors that affect the economic performance of districts /municipality in Central Sulawesi, and to analyze the differences in the process of planning and budgeting of APBD in Donggala and Palu, Chi-Square test is used.

Results of the analysis showed that in order to improve the performance of the regional economy (increase in GDP per capita, unemployment decreasing, poverty reduction) can be done through the best Local Economic Governance, such as the better condition of street lights around the place of business, faster electrical repairs, faster of improvement fresh water supply, Private Sector Development Program (PSDP) and credit application training undertaken by the PSDP to be increased to provide benefits for businesses.

Economic growth and GDP per capita in Palu relatively high compared with the Economic Growth and GDP per capita in Donggala. However, the influence of an increase in capital expenditures in Donggala on Economic Growth and GDP per capita is higher than Palu. Although Donggala growth and GDP per capita is lower than Palu, but very large in decreasing on unemployment and poverty, and the percentage of high capital expenditure. This is caused by the better Local Economic Governance, which also supported by other factors, namely the planning and budgeting process, especially in the budget priorities indicators are relatively good in Donggala.

Donggala unemployment is lower than Palu. This is because economic governance and budget priorities are better in Donggala although the investment still remain less than in Palu. Donggala poverty is higher than Palu. However, because the allocation of capital expenditures in Donggala relatively larger as well as local economic governance is also better than in Palu, the poverty reduction in Donggala is higher than in Palu.

In the process of planning and budgeting, Donggala is better than Palu, especially in budget priorities determining, namely the lack of new extra allocation priorities. Donggala better in planning and budgeting process is not only shown in the budget priority indicators, but also in other indicators, although there is no statistically significant.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

ANALISIS PENGARUH TATA KELOLA EKONOMI DAERAH DAN

KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN

DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANDI DARMAWATI TOMBOLOTUTU

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc

Dr Ir Setia Hadi, MSi

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Hermanto Siregar, MEc

(8)

Judul Disertasi: Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sulawesi Tengah

Nama : Andi Darmawati Tombolotutu

NIM : H162080031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS Ketua

Dr Ir Himawan Hariyoga, MSc Dr Ir Yusman Syaukat, MSc

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam disertasi ini adalah Tata Kelola Ekonomi Daerah dengan judul ANALISIS PENGARUH TATA

KELOLA EKONOMI DAERAH DAN KINERJA KEUANGAN DAERAH

TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI TENGAH. Proses penelitian dan penulisan disertasi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Dr. Ir.Himawan Hariyoga, M.Sc dan Dr. Ir.Yusman Syaukat, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Disamping itu penghargaan dan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar selaku komisi penguji pada ujian prakualifikasi dan sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka, yang telah memberikan masukan dan saran yang berarti. Kepada Dr.Ir.Eka Intan Kumala Puteri, M.Si selaku komisi penguji pada ujian prakualifikasi yang telah memberikan masukan dan saran yang berarti. Kepada Prof. Dr. Ir Akhmad Fauzy M.Sc dan Dr. Ir Setiahadi Msi sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup yang telah banyak memberikan masukan dan saran. Selanjutnya ucapan terima kasih kepada Dr. Kodrat Wibowo sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah banyak memberikan masukan dan saran. Terima kasih kepada Ucapan terima kasih atas dukungan, doa dan kasih sayang dari orangtua tercinta Hj Z Tombolotutu, Drs MD.Tombolotutu (Alm), bapak dan ibu Drs. H. Hamadi Djirimu dan Hj.Andi Putri Bandhi. Alhamdulillah selama penulis dalam studi diberikan kesehatan serta selalu memberikan semangat dan doa yang tulus. Kepada suami tercinta Mohammad Ahlis Djirimu PhD, anak-anak tersayang Salman Rhonalfani. Alfaridzy, Salwa Lidya Magfirah terima kasih atas pengertian dan dukungan yang tiada hentinya serta pengorbanannya selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada kakak tercinta Andi Zuraida Tombolotutu, Siti Nur Aisyah Djirimu, kepada adik penulis Andi Murniati Tombolotutu, Dr. Ujang Suwarna terima kasih atas pengertian dan perhatiannya khususnya kepada anak-anak penulis selama penulis dalam proses penyelesaian studi. Ucapan terima kasih kepada teman-teman PWD pak Tajerin, pak Steven Thenu, pak Asep Agus Handaka, pak Rudi, pak Aditya khususnya kepada Rika Azmi teman penulis dalam suka dan duka selama kurang lebih 5 tahun bersama. Teman-teman adik angkatan pak Alex, ibu Luh Putu Suciati, pak Untung, pak Enirawan, pak Riswan, pak Michael, pak ebed, ibu yusniar, ibu sherly, ibu rofiqoh, ibu Dwi yunita, terima kasih atas kebersamaan selama ini. Ucapan terima kasih juga kepada Mbak Elva, Mbak Puput, Mbak Nisa, Lisa. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

Akhir kata, meskipun jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1.PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Teori Pertumbuhan Ekonomi 7

Investasi 8

Investasi dan Pertumbuhan 9

Hubungan Desentralisasi Fiskal & Pertumbuhan Ekonomi 12

Pengertian Tata Kelola 13

Hubungan Tata Kelola & Pertumbuhan Ekonomi 15

Tata Kelola Ekonomi Daerah 16

Perencanaan Pembangunan Daerah 17

Konsep Keuangan Daerah 18

Prosedur Penyusunan APBD 19

Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 21

Studi studi Terdahulu 22

Kebaruan 25

3 KERANGKA PEMIKIRAN 26

Kerangka Pemikiran Penelitian 26

Hipotesis 32

4 METODE PENELITIAN 33

Lokasi dan Waktu Penelitian 33

Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis 33

Model Analisis 38

(11)

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 54 Tata Kelola Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota

di Provinsi Sulawesi Tengah 54

Keterkaitan Variabel Tata Kelola Ekonomi Daerah Dengan PDRB per kapita, Pengangguran, Kemiskinan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah 57

Hubungan Total Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah dengan PDRB per kapita, pengangguran dan kemiskinan

Kabupaten/kota di Sulawesi Tengah 64

Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB per kapita,Pengangguran dan kemiskinan Kabupaten/Kota

di Provinsi Sulawesi Tengah 66

7 Proses Perencanaan dan Penganggaran APBD

di Kota Palu dan Kabupaten Donggala 77

8 SIMPULAN DAN SARAN 99

Simpulan 99

Saran 99

DAFTAR PUSTAKA 101

LAMPIRAN 108

(12)

DAFTAR TABEL

1 Indeks TKED, PDRB Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi,

ᴧ Pengangguran, ᴧ Kemiskinan Kabupaten/Kota

di Sulawesi Tengah tahun 2009 – 2010 (%) 4

2 Indeks Tata Kelola Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota

di Sulawesi Tengah Tahun 2011 dalam (%) 55

3 Korelasi Pearson dan korelasi Spearman PDRB perkapita, perubahan

pengangguran, perubahan kemiskinan terhadap sub indikator TKED 58 4 Hasil estimasi parameter persamaan PDRBKap kabupaten/kota

di Sulawesi Tengah tahun 2010-2011 67

5 Hasil estimasi parameter persamaan perubahan pengangguran

kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tahun 2010-2011 69

6 Hasil estimasi parameter persamaan perubahan kemiskinan

kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tahun 2010-2011 69

7 Hasil Chi-Square prioritas anggaran di Kabupaten Donggala

dan Kota Palu 82

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan Pendapatan, Investasi dan Konsumsi 10

2 Investasi Perpotongan Keynesian dan Kurva IS 11

3 Grafik hubungan Output (Y) dengan Investasi (I) 11

4 Pola Interaksi Tiga Pilar Good Governance 14

5 Faktor Penggerak Produktivitas Perekonomian Daerah 16

6 Alur Perencanaan dan Penganggaran 20

7 Kerangka Pikir Penelitian 31

8 Tahapan Model Empiris 36

9 Scatterplot lama perbaikan infrastruktur listrik dengan PDRB per kapita 59 10 Scatterplot kondisi lampu penerangan jalan di sekitar usaha responden

pada tahun 2009 dengan Pengangguran 60

11 Scatterplot waktu yang diperlukan untuk memperbaiki PDAM dengan

Kemiskinan 61

12 Scatterplot manfaat PPUS bisa menghubungkan pelaku

usaha kecil-sedang dan besar dengan Pengangguran 63

13 Scatterplot pelatihan pengajuan kredit bagi UKM dengan Pengangguran 63 14 Hubungan sub-indeks dan indeks tata kelola ekonomi daerah dengan

PDRB per kapita 65

15 Hubungan sub-indeks dan indeks tata kelola ekonomi daerah dengan

Pengangguran 65

16 Hubungan sub-indeks dan indeks tata kelola ekonomi daerah dengan

kemiskinan 66

17 Alur Perencanaan dan Penganggaran di Kabupaten Donggala

dan Kota Palu 77

18 Sumber Penerimaan Kabupaten Donggala dan Kota Palu

(13)

19 Kontribusi PAD terhadap total penerimaan Kabupaten Donggala

dan Kota Palu tahun 2001-2010 (%) 91

20 Perkembangan Alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota

Tahun 2003 – 2011 (jt Rp) 92

. 21 Perkembangan Alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan

Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Donggala dan Kota Palu

Tahun 2001 – 2010 (jt Rp) 93

22 Prosentase Belanja Pegawai terhadap total Belanja di Kab Donggala 95 dan Kota Palu tahun 2001-2009 (%)

23 Prosentase Belanja Modal terhadap total Belanja di Kab Donggala

dan Kota Palu tahun 2001-2009 (%) 97

DAFTAR LAMPIRAN

1 Modus dan median persepsi perusahaan kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tengah mengenai indikator akses lahan dan kepastian hukum. 108 2 Modus dan median persepsi perusahaan kabupaten/kota Provinsi Sulawesi

Tengah mengenai indikator Izin Usaha. 109

3 Modus dan median persepsi perusahaan kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tengah mengenai indikator interaksi PEMDA dengan pelaku usaha. 110 4 Modus dan median persepsi perusahaan kabupaten/kota Provinsi Sulawesi

Tengah mengenai indikator program PEMDA untuk pengembangan usaha

sektor swasta. 111

5 Modus dan median persepsi perusahaan kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tengah mengenai indikator kapasitas dan integritas bupati/walikota 112 6 Modus dan median persepsi perusahaan kabupaten/kota Provinsi Sulawesi

Tengah mengenai indikator keamanan dan penyelesaian sengketa 113 7 Modus dan median persepsi perusahaan kabupaten/kota Provinsi Sulawesi

Tengah mengenai indikator Biaya Transaksi 114

8 Modus dan median persepsi perusahaan kabupaten/kota Provinsi Sulawesi

Tengah mengenai indikator infrastruktur daerah 115

9 Hasil Uji Korelasi Spearman sub variabel semua indikator TKED terhadap

indikator kinerja perekonomian 116

10 Hasil Korelasi Pearson (data interval) Antara PDRB perkapita

dengan masing-masing Sub Indikator 126

11 Hasil korelasi spearman (data nominal,ordinal) 128

12 Hasil Korelasi Pearson In PDRB, In Kemiskinan, In Pengangguran

VS Sub Indikator yang berskala Interval 131

13 Kontribusi konsumsi,pengeluaran pemerintah dan investasi

terhadap PDRB tahun 2011 (%) 133

14 Hasil Chi-Square data proses perencanaan dan penganggaran

indikator disiplin anggaran di kabupaten donggala dan kota palu 134 15 Hasil Chi-Square data proses perencanaan dan penganggaran

indikator prioritas anggaran di kabupaten donggala dan kota palu 136 16 Hasil Chi-Square data proses perencanaan dan penganggaran

indikator efisiensi anggaran di kabupaten donggala dan kota palu 138 17 Hasil Chi-Square data proses perencanaan dan penganggaran

indikator efektifitas pengelolaan anggaran di kabupaten donggala

(14)

18 Hasil Chi-Square data proses perencanaan dan penganggaran indikator akuntabilitas anggaran di kabupaten donggala

dan kota palu 142

19 Hasil Chi-Square data proses perencanaan dan penganggaran indikator transparansi anggaran di kabupaten donggala

dan kota palu 143

20 Hasil regresi data panel 11 kabupaten/kota Tahun 2005-2011 146 21 Korelasi sub indeks infrastruktur dan PPUS dengan

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palu pada tanggal 22 November 1970 dari ayah Drs. MD.Tombolotutu (Alm) dan ibu Hj.Z.Tombolotutu. penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Pada tahun 1989 penulis lulus dari SMA 4 Palu., lulus dari Akademi Perbankan 1994 dan Fakultas Ekonomi UNTAD tahun 2005. Kesempatan melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi diperoleh di tahun 2005 pada Magister Perencanaan Wilayah dan Perdesaan UNTAD dan lulus tahun 2007. Selanjutnya atas biaya dari BPPS DIKTI dapat melanjutkan studi ke PS Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan IPB pada tahun 2008. Penulis menikah dengan Mohammad Ahlis Djirimu Ph.D pada Tahun 1997 dan telah dikaruniai sepasang putra dan putri. Putra pertama Salman R Alfaridzy yang lahir tahun 1999 dan Salwa L Magfirah yang lahir tahun 2001.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Ekonomi di UNISMUH.

(16)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Otonomi daerah sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 5 Tahun 1975 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal dimulai pada 1 Januari 2001 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 22 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Republik Indonesia 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU RI No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, terdapat prinsip (rules) money follows function yang artinya setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Bahl,2000:19).

Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal didasarkan pada pertimbangan bahwa daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memacu peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ketika satu daerah dapat memiliki perbedaan struktur anggaran dibandingkan dengan daerah lain, maka hal itu akan berimplikasi kepada kinerja daerah yang bersangkutan. Bahkan, dua daerah yang memiliki jumlah anggaran yang sama, dapat memiliki kinerja yang berbeda akibat perbedaan struktur anggaran yang dijalankan (Nazara, 2010).

Dengan adanya desentralisasi fiskal, kemampuan daerah khususnya dalam mengelola dana secara mandiri menjadi tuntutan yang nyata, sehingga seluruh potensi dapat dioptimalkan melalui mekanisme perencanaan secara tepat. Ukuran agregat yang memperlihatkan peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan indikasi dampak peningkatan jumlah dana yang dibelanjakan di daerah, baik melalui mekanisme dana desentralisasi maupun dana-dana lain di daerah, sebagaimana dikemukakan oleh Keynes (Todaro dan Smith, 2006). Pemerintah Daerah harus mampu berperan dalam mengelola keuangannya secara mandiri agar dapat mengoptimalkan seluruh potensi melalui mekanisme perencanaan yang efektif dan efisien dengan melihat hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai pada tahun sebelumnya. Hal ini menjadi tantangan bagi seluruh daerah otonom, agar dapat dikatakan proses perencanaan keuangan yang baik berdampak pada membaiknya kinerja perekonomian dan keuangan daerah.

(17)

satu-satunya ukuran untuk menilai prestasi ekonomi suatu negara, itu cukup representatif dan sangat lazim digunakan. Pendapatan Nasional bukan hanya berguna untuk menilai perkembangan ekonomi suatu negara dari waktu ke waktu, tetapi juga membandingkannya dengan negara lain. Rinciannya secara sektoral dapat menerangkan struktur perekonomian negara yang bersangkutan. Di samping itu, dari angka pendapatan nasional selanjutnya dapat pula diperoleh ukuran turunannya, sepeti pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita (Dumairy,1996).

Berhasil atau tidaknya proses pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara atau wilayah dapat dilihat dari perkembangan indikator-indikator perekonomian tersebut, apakah mengalami peningkatan atau penurunan. Satu dari indikator tersebut yang dapat dilihat adalah produk domestik bruto, untuk daerah disebut produk domestik regional bruto. Selain PDRB, pendapatan per kapita merupakan juga satu konsep penting dalam perekonomian suatu negara. Menurut Todaro (2003), produk nasional bruto per kapita merupakan konsep yang paling sering dipakai sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu negara.

Ada dua pihak yang secara garis besar berinteraksi dalam menentukan kinerja perekonomian daerah yaitu Pemerintah Daerah (PEMDA) dan pelaku usaha. Pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan publik yang terkait dunia usaha memiliki peran yang besar dalam penentuan bentuk kompetisi pasar di daerah. Sedangkan pelaku usaha sebagai pencipta nilai tambah ekonomi turut menentukan kinerja perekonomian daerah melalui peranan investasi yang berasal dari pemodalan swasta.

Kebijakan Pemerintah Daerah terutama tercermin pada berbagai Peraturan Daerah (PERDA), diantaranya perda tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Melalui APBD yang merupakan alat kebijakan utama, Pemda membuat kebijakan pengeluaran untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik. Setelah fungsi pelayanan publik mendapatkan perbaikan kualitas, maka tahapan berikutnya pada proses pembangunan berkelanjutan adalah penciptaan keadaan berusaha yang mendukung pergerakan ekonomi daerah. Pengembangan usaha swasta harus menjadi motor penggerak ekonomi lokal karena APBD memiliki banyak keterbatasan dalam hal jumlah dan cakupan program pembangunan yang dapat dibiayainya (KPPOD, 2007).

Peran investasi swasta dalam menggerakkan perekonomian suatu negara/daerah sangatlah penting. Iklim investasi itu sendiri dimaknai sebagai iklim investasi dalam konteks kompetisi antar wilayah (negara/daerah) untuk menarik aktivitas bisnis ke wilayah yang bersangkutan. Secara teoritis, indikator yang digunakan dapat diklasifikasikan dalam kategori regulasi/kebijakan, kelembagaan, dan daya dukung suatu wilayah. Dalam penelitian ini, tata kelola ekonomi daerah merupakan satu dari beberapa indikator yang mempengaruhi kinerja perekonomian daerah selain proses perencanaan dan penganggaran.

(18)

keterkaitan setiap indikator tata kelola ekonomi daerah terhadap kinerja perekonomian daerah.

Kompleksitas hubungan tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi juga dikemukan oleh De Mello (2010) yang menyatakan bahwa hubungan antara tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung, tata kelola dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui jalur infrastruktur, perdagangan, dan atau investasi.

Menurut Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, terdapat beberapa faktor-faktor yang menentukan daya tarik investor untuk masuk ke suatu daerah. Diduga Faktor-faktor tersebut terjadi di Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Tengah. Hasil penelitian KPPOD menunjukkan bahwa faktor kelembagaan memiliki bobot tertinggi di antara faktor-faktor yang lain. Hal inilah yang mendorong komite pemantauan pelaksanaan otonomi daerah untuk melakukan survei yang isinya mengakomodir persepsi para pelaku usaha terhadap tata kelola ekonomi daerah kabupaten/kotanya. Hasil survey KPPOD menunjukkan dari 11 kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Tengah hanya 3 Kabupaten yang mempunyai indeks tata kelola ekonomi daerah yang kondusif (di atas 70) yaitu kabupaten Banggai, Kabupaten Parigi Moutong serta Kabupaten Sigi dengan indeks TKED masing-masing pada peringkat 19, 22 dan 25 dari peringkat Nasional.

(19)

Tabel 1 Indeks TKED, PDRB per kapita, Pertumbuhan, Perubahan Pengangguran, Perubahan Kemiskinan Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah tahun 2009 – 2010 (dalam %)

Daerah

Indeks TKED (persen)

PDRB Perkapita

(rupiah)

Pertumbuhan Ekonomi

(persen)

Perubahan Pengangguran

(persen)

Perubahan Kemiskinan (persen)

Bangga

i 72.1

12.841.10

1 9.7 (25.5) (13.5)

Parigi

Moutong 71.3

15.344.36

5 7.8 (39.6) 7.1

Sigi 71.2

14.657.36

0 7.8 - -

Toli-toli 69.1

12.658.98

4 7.5 (28.3) (8.6)

Tojo

Una-una 68.8 8.691.160 7.8 (37.7) (36.5)

Donggala 68.3

13.145.54

3 7.0 (39.1) (42.9)

Buol 66.8 9.838.867 7.4 (33.0) (3.7)

Kota Palu 66.7

18.133.24

5 7.9 (8.1) 11.3

Banggai Kepulaua

n 63.5 8.600.562 8.3

(22.6) (14.3)

Poso 62.9

10.515.54

8 7.8 (10.9) 8.9

Morowali 62.0

17.974.33

7 8.6 6.5 (1.0)

Sulteng

13.709.436 7.8 (14.8) (5.7)

Sumber: KPPOD 2011, BPS Sulawesi Tengah 2011.

Perumusan Masalah

(20)

Kinerja perekonomian daerah bukan hanya di pengaruhi oleh TKED yang baik, akan tetapi juga dipengaruhi oleh proses perencanaan dan penganggaran APBD. Bagaimana tata kelola ekonomi daerah mempengaruhi Kinerja Perekonomian Daerah serta bagaimana Proses Perencanaan dan Penganggaran APBD mempengaruhi Kinerja Perekonomian Daerah? Kedua pertanyaan inilah yang dicoba dijawab melalui penelitian ini.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan

penelitian berjudul “ Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

Terhadap Kinerja Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah”, untuk

menjawab pertanyaan:

1. Bagaimana Tata Kelola Ekonomi Daerah dan keuangan daerah mempengaruhi Kinerja Perekonomian Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah?

2. Bagaimana proses penyelenggaraan perencanaan dan penganggaran APBD mempengaruhi kinerja perekonomian & keuangan daerah di Kabupaten Donggala & Kota Palu?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah dan keuangan daerah terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah.

2. Mengdeskripsikan proses perencanaan dan pengganggaran APBD di Kabupaten Donggala dan Kota Palu.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi:

1. Bahan evaluasi dan pemantauan pemerintah masing-masing kabupaten/kota untuk memperbaiki kinerjanya TKED.

2. Bahan pertimbangan untuk rekomendasi kebijakan dalam rangka menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif di masing-masing kabupaten/kota.

Bagi peneliti lain dan masyarakat, hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi dasar penelitian lanjutan, serta menjadi bahan kajian mengenai kondisi keuangan dan perekonomian daerah kabupaten dan kota di provinsi Sulawesi Tengah.

Ruang Lingkup Penelitian

(21)
(22)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2000). Jadi pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian serta meningkatkan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi juga semakin berkembang dan akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan. Di samping itu, tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan mereka. Menurut Arsyad (1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB)/Pendapatan Nasional Bruto (PNB) tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanan pada

”proses”, karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu, pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisis sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya (Rustiono, 2008).

Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Menurut ekonom Klasik, Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk (Arsyad,1999). Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan stok modal. Menurut Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung pada faktor-faktor produksi (Sukirno, 1994). Persamaannya adalah :

Δ Y = f (ΔK, ΔL)

Δ Y = tingkat pertumbuhan ekonomi Δ K = tingkat pertambahan barang modal Δ L = tingkat pertambahan tenaga kerja

Model Pertumbuhan Harrod-Domar

Model pertumbuhan yang paling terkenal dalam teori neo-keynesian adalah model pertumbuhan Harrod-Domar. Model pertumbuhan ini menjelaskan mekanisme perekonomian yang mengandalkan peningkatan investasi demi mempercepat pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Harrod-Domar adalah sebagai berikut:

Δ Y � =

s �

Δ Y

� = tingkat perubahan atau tingkat pertumbuhan PNB (yaitu, angka

(23)

Agar dapat tumbuh dengan pesat, maka setiap perekonomian haruslah menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari PNB-nya. Semakin banyak yang ditabung kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan perekonomian itu akan semakin cepat (Todaro, 2003).

Model Pertumbuhan Solow

Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo Classical Growth Model) ini merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua yaitu tenaga kerja serta memperkenalkan variabel independen ketiga yakni teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan.

Y = Kα . (AL)1-α

Y = Produk Domestik Bruto

K = stok modal fisik dan modal manusia L = tenaga kerja non terampil

A = konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar

α = melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang

bersumber dari 1% penambahan modal fisik dan modal manusia. Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro, 2003).

Investasi

Investasi sering disebut juga sebagai penanaman modal atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Investasi menghubungkan pasar uang dengan pasar barang, masa kini dan masa datang. Selain itu, fluktuasi investasi berpengaruh besar pada proses bisnis. Poin yang menonjol adalah investasi dalam jangka panjang, menentukan jumlah stok modal dan berperan dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Blanchard, 2006). Sukirno (2000) mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang produksi dengan tujuan untuk mengganti dan menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Tujuan investasi ini adalah untuk meningkatkan kapasitas memproduksi suatu perekonomian. Ada 3 jenis investasi menurut Dornbusch and Fischer (1997), Mankiw (2003), Sukirno (2000) yaitu: (1) Investasi tetap bisnis (Business Fixed Investment) yaitu pengeluaran perusahaan untuk pembelian pabrik dan peralatan baru, (2) Investasi residensi (residential investment, yaitu pembelian perumahan baru oleh rumah tangga dan tuan tanah, (3) Investasi dalam persediaan (inventory investment) yaitu bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi yang disimpan oleh perusahaan untuk kemudian dijual. Menurut Dornbusch and Fischer (1992) ada dua sudut pandang investasi yaitu:

1. Investasi dalam arti sempit yaitu penambahan persediaan fisik modal, atau disebut juga investasi riil,

(24)

Investasi dan Pertumbuhan

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, penanaman modal (investasi) adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Secara garis besar, penanaman modal dalam rangka investasi ditinjau dari sumbernya dibagi 2 (dua), yaitu investasi pemerintah seta investasi swasta. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008, Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh pemerintah dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

Investasi swasta dikelompokan menjadi dua yaitu penanaman modal dengan modal berasal dari dalam negeri dan penanaman modal dengan modal dari pihak asing / luar negeri. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007).

Di negara berkembang seperti Indonesia, investasi sangat dibutuhkan untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan yang ada. Hal ini dikarenakan investasi dapat meningkatkan pendapatan nasional suatu negara. Sesuai dengan teori yang dicetuskan oleh Mankiw (2000) yaitu setiap kenaikan jumlah pendapatan sebagai akibat dari pertambahan investasi akan menaikkan pendapatan dengan jumlah yang berlipat ganda (multiplied effect). Peningkatan pendapatan khususnya dalam bentuk uang akan meningkatkan permintaan barang secara keseluruhan (Aggregate Demand). Dengan demikian, terdapat sebuah tuntutan untuk memenuhi permintaan sehingga mempengaruhi kebutuhan peralatan maupun uang dalam bentuk modal sebagai akibat kenaikan produksi, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan investasi. Kenaikan tabungan masyarakat karena peningkatan pendapatan merupakan investasi secara langsung melalui lembaga keuangan dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = C + S Di mana :

Y = Pendapatan masyarakat C = Konsumsi

I = Investasi

dengan asumsi keseimbangan yaitu S=I, maka akan didapatkan : Y = C + I

(25)

Harga (P)

AD2

AD1 Pendapatan Nasional (Y) Y1 Y2

Gambar 1. Hubungan Pendapatan, Investasi dan Konsumsi

Sumber: Mankiw (2000)

Gambar 1 dapat menjelaskan bahwa adanya investasi mampu mendorong peningkatan Aggregate Demand (AD). Dengan demikian, peningkatan investasi menggeser kurva AD ke kanan atas, dari AD1 ke AD2. Dengan meningkatnya AD, maka pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita di suatu wilayah pun akan meningkat (Y1 ke Y2).

Menurut Mankiw (2000) faktor yang mempengaruhi peningkatan investasi adalah tingkat suku bunga. Persamaan yang mengaitkan investasi dan suku bunga riil adalah sebagai berikut:

I = I (r)

Investasi bergantung pada suku bunga riil r karena suku bunga merupakan biaya peminjaman. Ketika biaya peminjaman (r) meningkat, maka keuntungan yang didapat investor dapat menurun dengan asumsi ceteris paribus sehingga hal tersebut dapat menurunkan investasi yang ditanamkan. Sebaliknya, jika biaya peminjaman turun, maka investor akan meningkatkan jumlah investasinya mengingat keuntungan yang didapat juga akan meningkat. Hal ini dapat dijelaskan melalui Gambar 2.

b) Perpotongan Keynessian

Pengeluaran (E)

a) Fungsi Investasi

c) Kurva IS

Gambar 2. Investasi Perpotongan Keynesian dan Kurva IS

Sumber: Mankiw (2000)

Gambar 2 merupakan kombinasi antara fungsi investasi dengan diagram perpotongan Keynessian dan grafik kurva IS. Bagian (a) menjelaskan hubungan terbalik antar investasi dan tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga dari r1 ke r2 akan mengakibatkan jumlah investasi yang ditanamkan meningkat dari I (r1) ke I (r2). Peningkatan investasi yang

direncanakan akan menggeser fungsi pengeluaran yang direncanakan ke atas dari AE1 ke AE2, sebagaimana yang terlihat dalam bagian (b). Peningkatan pengeluaran yang

Y Y

AE2 AE

Pendapatan, Output, Y

Tingkat bunga, r

Ivestasi, I

Tingkat bunga,r

Pendapatan, Output, Y

r1 r2

(26)

direncanakan ini akan mengakibatkan tingkat pendapatan nasional meningkat dari Y1 ke Y2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa satu dari berbagai upaya meningkatan pendapatan wilayah dengan meningkatkan jumlah investasi pada wilayah tersebut sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Secara ringkas, grafik hubungan investasi dan pendapatan nasional dapat dijelaskan oleh gambar 3

Gambar 3. Grafik hubungan Output (Y) dengan Investasi (I)

Sumber: Mankiw (2000)

Dalam konteks pembangunan nasional dewasa ini, kepentingan peningkatan investasi sesungguhnya memiliki tujuan yang lebih luas daripada hanya sekedar penciptaan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Menurut Mankiw (2000) berkaitan dengan isu dan permasalahan yang dihadapi, misi peningkatan investasi pada dasarnya mencakup tiga tujuan yang saling berkaitan, yaitu: (1) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan lapangan kerja; (2) berkurangnya jumlah penduduk miskin, dan pada gilirannya (3) terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Berkenaan dengan tujuan tersebut, upaya peningkatan investasi sangat terkait erat dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Dalam kaitan inilah, diperlukan kepemimpinan yang visioner untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan dan upaya memobilisasi para pelaku, organisasi dan sumberdaya.

Dengan adanya desentralisasi diharapkan pertumbuhan ekonomi di daerah lebih baik, untuk itu akan dibahsa lebih lanjut keterkaitan desentralisasi dan pertumbuhan ekonomi

Hubungan Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam corak dan struktur aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan dalam distribusi pendapatan, dan ketimpangan dalam penggangguran di suatu daerah. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa pembangunan ekonomi adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Dalam berbagai teori dinyatakan bahwa nilai inti pembangunan adalah :

 Terciptanya keperluan hidup yang berkelanjutan

 Terciptanya harga diri masyarakat suatu negara

 Terciptanya kemerdekaan

Pembangunan ekonomi itu sendiri bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tangguh. Pertumbuhan ekonomi juga adalah mengukur prestasi dari perkembangan perekonomian suatu negara (perkembangan jumlah produksi barang, pertambahan jumlah perkantoran, sekolah, pusat-pusat pariwisata dll). Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui persentase tambahan dari pendapatan nasional riil, yakni pendapatan nasional riil dapat dihitung baik dengan cara pengeluaran, produk bruto maupun dengan cara pendapatan.

(27)

Dalam mengkaji hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi beberapa pengujian telah dilakukan seperti (Chema dan Rondinelli, 1983, Mankiw, Romer, and Weil, 1992). Hasilnya diperoleh sebagai berikut:

 Untuk negara-negara dengan tiga perangkat/level pemerintahan, hubungan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi cukup kuat.

 Untuk negara-negara industri, desentralisasi fiskal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi apabila peran pemerintah pusat yang lebih kecil muncul akibat peran pemerintah pusat lebih luas dibandingkan dengan peranan propinsi.

 Untuk negara-negara sedang berkembang desentralisasi fiskal akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi apabila peranan pemerintah pusat yang lebih kecil muncul akibat peranan pemerintah propinsi yang lebih besar dibanding pemerintah di bawahnya.

Otonomi daerah merupakan saat yang tepat bagi pemerintah daerah untuk berbenah diri, dengan adanya otonomi daerah semua kewenangan dan urusan anggaran menjadi tanggungjawab daerah otonom. Pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan yang merupakan indikator dari perekonomian daerah juga ditentukan bagaimana tata kelola ekonomi daerah tersebut. tata kelola ekonomi daerah yang baik diharapkan akan meningkatkan Perekonomian Daerah.

Otonomi daerah membawa konsekwensi pada pelimpahan wewenang dan urusan pusat ke daerah, Tata Kelola sebagai satu dari berbagai hal yang menjadi urusan pusat yang kemudian dalam era otonomi daerah menjadi urusan daerah.

Pengertian Tata Kelola

Dixit (2001) mendefinisikan tata kelola secara luas menyangkut interaksi interaksi antara para pelaku pasar dengan kelembagaan-kelembagaan yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan beberapa peneliti lain memisahkan tata kelola menjadi konsep yang berbeda dan lebih sederhana, seperti korupsi (Wei 2000), transparansi (Kaufmann et al. 2003), dan peraturan (Djankov et al. 2002). Busse et al (2007) menggunakan tata kelola pemerintahan (governance) sebagai proxy kualitas institusi. North (1990) memasukkan birokrasi sebagai salah satu unsur dari institusi, sehingga tata kelola pemerintahan merupakan gambaran kualitas desentralisasi birokrasi.

Menurut Asian Development Bank (2009), terdapat empat prinsip pokok tata kelola pemerintahan yang baik, antara lain:

1. Accountability, yaitu pejabat dapat mempertanggung-jawabkan kebijakannya, kebijakan dilakukan berdasarkan hukum dan aturan yang berlaku, dan setiap pekerjaan dilaporkan secara benar dan akurat.

2. Participation, yaitu pegawai diberikan peran dalam pembuatan keputusan, adanya pemberdayaan masyarakat, khususnya penduduk miskin, melalui pemenuhan hak akan akses untuk memperoleh kehidupan yang layak.

3. Predictability, yaitu adanya kepastian hukum melalui penegakan hukum, aturan, dan kebijakan secara adil dan konsisten.

4. Transparency, yaitu ketersediaan informasi yang murah dan mudah dipahami masyarakat guna mendukung akuntabilitas yang efektif, dan adanya kejelasan hukum, aturan, dan kebijakan.

(28)

Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata kelola pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka. Good Governance menurut Bank Dunia adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and

political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Masyarakat Transparansi

mendefinisikan Good Governance sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata „baik‟ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance. Tata kepemerintahan yang baik (good governance) menurut Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (2007) merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis dan efektif, serta di dalamnya mengatur pola hubungan yang sinergis dan konstruktif antara pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat. Tata kepemerintahan yang baik meliputi tata kepemerintahan untuk sektor publik (good public governance) yang merujuk pada lembaga penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dan tata kepemerintahan untuk dunia usaha swasta (good corporate governance), serta adanya partisipasi aktif dari masyarakat (civil society). Para pihak inilah yang sering disebut sebagai 3 (tiga) pilar penyangga penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Gambar 4. Pola Interaksi Tiga Pilar Good Governance

Sumber: KPPOD (2007)

(29)

Prinsip Good Governance

UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti : transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, kesinambungan, partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum serta efektivitas dan efisiensi. Jelas bahwa terdapat berbagai prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun ada tiga prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi Masyarakat.

Tata Kelola Ekonomi yang baik merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga perlu di uraikan hubungan antara keduanya.

Hubungan Tata Kelola dan Pertumbuhan Ekonomi

Hubungan tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi hingga kini masih menjadi dilema. Namun, beberapa penelitian membuktikan bahwa ada hubungan kuat antara tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi. Rodrik et all (2004) meneliti hubungan institusi, integrasi ekonomi (perdagangan internasional) dan geografi terhadap pembangunan ekonomi di beberapa negara dengan menggunakan data cross section. Kualitas institusi ditemukan memiliki dampak yang lebih besar terhadap tingkat akumulasi modal fisik dibandingkan modal manusia. Semakin pentingnya peranan institusi mampu memberikan insentif yang lebih kuat bagi para pelaku ekonomi untuk berinvestasi sehingga akumulasi modal fisik meningkat yang akhirnya akan meningkatkan perekonomian. Studi empiris lainnya dilakukan oleh Abdellatif (2003) menyimpulkan bahwa tata kelola pemerintahan berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Fakta menunjukkan ada hubungan yang signifikan secara statistik antara kebebasan politik (tata kelola pemerintahan yang demokratis) terhadap petumbuhan. Dalam model yang digunakan, tata kelola pemerintahan yang demokratis mempengaruhi pertumbuhan dengan menghambat tindakan korupsi dan meghendaki keterbukaan keuangan pemerintah kepada publik sehingga keuangan publik dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi, tata kelola pemerintahan yang demokratis berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi hanya jika kualitas institusi meningkat. Jika tidak, tata kelola pemerintahan yang demokratis hanya memberikan dampak yang kecil terhadap pertumbuhan. Kaufmann dan Kraay (2002) memperkuat pemikiran bahwa hubungan antara tata kelola pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi dapat bersifat dua arah. Hasil penelitian tesebut ditemukan hubungan sebab akibat yang positif yang kuat dari tata kelola pemerintahan terhadap pertumbuhan.

Tata Kelola Ekonomi Daerah

(30)
[image:30.595.87.455.158.435.2]

suatu daerah merupakan sebuah mekanisme dinamika yang terjadi pada sektor swasta. Hal ini terlihat pada Gambar 5 di bawah. Kompetisi dan inovasi dari adanya kehadiran perusahaan dan tenaga kerja yang berkualitas baik diharapkan dapat menciptakan tingkat investasi tertentu. Peranan sektor swasta di daerah dapat menjadi faktor penggerak produktivitas daerah yang mencerminkan keadaan berusaha yang baik. Berdasarkan hipotesis ini, keberadaan perusahaan di kabupaten/kota tertentu menjadi sangat penting (KPPOD, 2007).

Gambar 5 Faktor Penggerak Produktivitas Perekonomian Daerah

Sumber: KPPOD 2007

Kebijakan Pemerintah Daerah terutama tercermin pada berbagai Peraturan Daerah (PERDA), di antaranya perda tentang APBD. Melalui APBD yang merupakan alat kebijakan utama, Pemda membuat kebijakan pengeluaran untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik. Di samping itu, melalui kebijakan pendapatannya, Pemda diharapkan mampu mendorong kegiatan berusaha ekonomi sehingga diharapkan tercipta sejumlah pemasukan yang berasal dari pajak dan retribusi daerah yang cukup memadai. Setelah fungsi pelayanan publik mendapatkan perbaikan kualitas, maka tahapan berikutnya pada proses pembangunan berkelanjutan adalah penciptaan keadaan berusaha yang mendukung pergerakan ekonomi daerah. Pengembangan usaha swasta harus menjadi motor penggerak ekonomi lokal karena APBD memiliki banyak keterbatasan dalam hal jumlah dan cakupan program pembangunan yang dapat dibiayainya. Dengan berbagai bentuk kewenangan yang telah didesentralisasikan, Pemda berperan besar dalam hal meningkatkan kompetisi antar perusahaan di daerah bersangkutan dan mendorong berbagai inovasi yang berasal dari perkembangan praktek berusaha yang mendorong kepada penggunaan teknologi.

Dalam penelitian ini selain melihat pengaruh TKED terhadap kinerja perekonomian daerah, juga melihat bagaimana pengaruh proses perencanaan dan penganggaran APBD sehingga perlu dibahas lebih lanjut perencanaan pembangunan daerah.

peningkatkan kompetisi mendorong insentif

positif bagi keadaan berusaha investasi

dimodal fisik meningkat kan tingkat inovasi perusahaan

PEMDA

Inovasi Kompetisi

Investasi

Keahlian manajemen meningkatkan kinerja

kewirausahaan

perusahaan baru meningkatkan kompetisi pasar

perusahaan baru meningkat permintaan terhadap tenaga kerja ahli

tingkat keahlian mendorong perusahaan menggunakan dan

mengembangkan teknologi baru

Keahlian Perusahaan

PEMDA

(31)

Perencanaan Pembangunan Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), “Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber

daya yang tersedia”. Sedangkan “Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara”. Perencanaan secara umum dapat diartikan sebagai usaha menentukan cara terbaik guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. SPPN 2004 menetapkan ada lima dokumen perencanaan pembangunan yang perlu disusun oleh badan perencana, baik pada tingkat nasional maupun tingkat daerah, yaitu :

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional/Daerah adalah dokumen perencanaan jangka panjang untuk periode selama 20 tahun. Bersifat umum dan menyeluruh seperti visi dan misi daerah serta arah pembangunan jangka panjang. RPJP ini selanjutnya dijadikan dasar dalam penyusunan RPJM dan dokumen perencanaan lainnya yang terkait.

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah adalah dokumen perencanaan jangka menengah untuk periode 5 tahun ke depan yang berisikan jabaran lebih kongkrit dari visi dan misi presiden (pada tingkat nasional) atau visi dan misi kepala daerah (untuk tingkat propinsi, kabupaten, dan kota).

c. Rencana Strategis, lazim disebut sebagai Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berisikan jabaran dari visi dan misi kepala SKPD yang diturunkan dari visi dan misi Kepala Daerah. Renstra SKPD lebih rinci sampai ke kegiatan karena ruang lingkupnya lebih kecil, yaitu sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) dari institusi bersangkutan. Renstra SKPD merupakan dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 tahun.

d. Rencana Kerja Pemerinta/Rencana Kerja Pemerintah Daerah merupakan rencana jabaran dari RPJM yang berisikan kebijakan, program, dan kegiatan untuk 1 tahun (annual planning) sesuai dengan sumber daya yang tersedia pada tahun bersangkutan, khususnya dana. RKPD selanjutnya dijadikan dasar untuk penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

e. Rencana Kerja Institusi (Renja) atau Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) juga merupakan rencana tahunan bersifat operasional yang isinya merupakan jabaran dari Renstra yang dibuat oleh masing-masing SKPD sesuai dengan tupoksinya.

Musrenbang dan Forum SKPD

Untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan, Pemerintah Daerah menyelenggarakan forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) secara berjenjang, mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten/kota, termasuk penyelenggaraan Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (Forum SKPD) di tingkat kabupaten.

(32)

Hasil dari Musrenbang kecamatan menjadi bahan diskusi pada Forum SKPD, dan hasilnya kemudian dibawa ke Musrenbang kabupaten/kota untuk dibahas lebih lanjut.

Keterkaitan Antar Dokumen Perencanaan Pembangunan

Keterkaitan antara perencanaan pembangunan nasional dan daerah terdapat pada setiap tingkatan perencanaan. Adanya otonomi dengan memberi kewenangan luas kepada Kepala Daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah maupun pembangunan antar daerah.

Konsep Keuangan Daerah

Menurut Mardiasmo (2002), anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penetapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.

Anggaran menurut Freeman (2003) adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran selain pengelolaan kekayaan dalam organisasi sektor publik, organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki (Nordiawan, 2006).

Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi, oleh karenanya output dari perencanaan adalah penganggaran. Perumusan program di dalam perencanaan pada akhirnya berimplikasi pada besarnya kebutuhan anggaran yang harus disediakan, sehingga keberhasilan penggunaan anggaran dimulai dari perencanaannya.

Prosedur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

(33)
[image:33.595.46.479.103.643.2]

Gambar 6 Alur Perencanaan dan Penganggaran

Sumber: UU No 25/2004, UU No 17/2003(BAPPENAS)

Konsep Konsistensi

Perencanaan dan penyusunan APBD tidak terlepas dari sistem perencanaan pembangunan secara keseluruhan, penjelasan tentang perencanaan pembangunan dimuat dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sedangkan pengaturan bagaimana penyusunan APBD terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dari kedua peraturan perundangan tersebut yang harus benar-benar dipahami adalah bagaimana menterjemahkan dokumen perencanaan pembangunan ke dalam dokumen penganggaran, pengalaman empiris selama ini kesulitan terbesar dalam penyusunan APBD adalah menjaga tujuan perencanaan pembangunan secara konsisten agar dapat diwujudkan melalui penganggaran yang tepat.

Konsistensi adalah terjemahan dari kata consistency yang berasal dari kata consistent yang mengandung pengertian dalam hal ini konsisten adalah terhadap rencana dan anggaran yang telah disepakati dalam dokumen perencanaan dan penganggaran. Bahkan pengertian konsisten tidak sebatas itu, konsistensi antara aturan main dengan pelaksanaan, janji dengan implementasi, peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah, dan tidak ada perlakuan diskriminatif dalam berbagai bidang. Namun dalam hal ini perencanaan yang konsisten terjadi apabila terdapat kesinambungan program dan kegiatan dan sinkronisasi dan sinergitas setiap program dan kegiatan.

UU No 25/2004 UU No

(34)

Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Penilaian Kinerja

Solihin (2007) menyampaikan bahwa pengertian indikator kinerja adalah uraian ringkas dengan menggunakan ukuran kuantitatif atau kualitatif yang mengindikasikan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah disepakati dan ditetapkan.

Kegunaan/manfaat indikator kinerja adalah sebagai dasar penilaian kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun setelahnya. Jenis-jenis indikator kinerja dapat dikelompokkan sesuai proses pengelolaan anggaran (Solihin 2007) yang meliputi:

Indikator inputs, menggambarkan segala sesuatu yang dibutuhkan, baik berupa sumber dana, sumber daya alam, sumber daya manusia maupun yang berupa teknologi dan informasi, agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.

Indikator process, menggambarkan upaya yang dilakukan di dalam mengolah masukan menjadi keluaran. Indikator ini umumnya dikaitkan dengan keterlibatan stakeholders termasuk penerima manfaat serta dikaitkan dengan mekanisme pelaksanaannya, termasuk koordinasi dan hubungan kerja antar organisasi.

Indikator output, indikator yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan, baik berupa fisik maupun berupa non-fisik.

Indikator outcome, menunjukkan telah dicapainya maksud dan tujuan dari kegiatan-kegiatan yang telah selesai dilaksanakan atau indikator yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah

Indikator benefit adalah indikator yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

Indikator impacts, menunjukkan pengaruh baik positif maupun negatif yang ditimbulkan pada setiap pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan dan asumsi yang telah ditetapkan.

Persyaratan Indikator Kinerja disebut baik apabila memenuhi kriteria SMART (Spesific, Measureable, Acceptable, Realistic,Timely) (Solihin 2007):

a. Spesific (spesifik dan jelas) indikator kinerja yang disusun harus jelas, tepat dan sesuai kebutuhan agar tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi.

b. Measureable (dapat diukur secara objektif) indikator kinerja yang disusun harus menggambarkan sesuatu yang jelas ukurannya, menunjukkan tempat dan cara untuk pencapaian indikator sesuai data dasar yang jelas.

c. Acceptable (dapat diterima), indikator kinerja yang ditetapkan maknanya harus dipahami dan diterima oleh stakeholder pelaksana karena dinilai bermanfaat untuk kepentingan pengambilan keputusan.

d. Realistic (realistis), indikator kinerja harus dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan ruang linkup kewenangan stakeholder pelaksana.

e. Time-dependent (rentang waktu), pencapaian indiktor kinerja yang disusun harus didukung oleh ketersediaan waktu, jadwal pentahapan data yang dapat tersedia.

Penganggaran Berbasis Kinerja

Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kekurangan yang terdapat dalam pendekatan tradisional karena tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik (Nordiawan, 2006).

(35)

kinerja yang ingin dicapai sehingga dapat dikatakan pendekatan kinerja dapat memberikan pengaruh terhadap efisiensi alokasi anggaran.

Penganggaran berbasis kinerja adalah pendekatan penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input.

Mahmudi (2005) mengatakan bahwa proses perencanaan dan pengendalian anggaran didahului dengan tujuan oleh manajemen puncak dan penetapan strategi untuk mencapainya. Tujuan merupakan hasil yang diinginkan sedangkan strategi adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Proses pengelolaan keuangan daerah terdiri dari beberapa tahap yaitu:

a. Perumusan strategi b. Perencanaan strategik c. Pembuatan program d. Penganggaran

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) menurut Salvatore Schiavo-Campo dalam Managing Government Expenditure (1999) adalah seluruh kebijakan strategik pemerintah di antara para pengguna anggaran dan tanggung jawab terbesar adalah mengalokasikan sumber daya. Kunci keberhasilan KPJM adalah adanya mekanisme institusi yang dapat memfasilitasi keseimbangan secara agregat untuk disandingkan prioritas dari pemerintah.

Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah merupakan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, pengambilan keputusan berdasarkan kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. Prakiraan maju merupakan perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya (Bappenas, 2009).

Studi-studi Terdahulu

(36)

ekonomi daerah terhadap kesejahteraan masyarakat dapat dirasakan di daerah-daerah yang bersangkutan.

Januar (2009) yang menganalisis keterkaitan iklim investasi berdasarkan persepsi pelaku usaha dan realisasi investasi pada kasus provinsi Jawa Barat dengan mengunakan metode OLS. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator iklim investasi berdasarkan persepsi pelaku usaha di 25 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2007 yang diperoleh dari KPPOD serta data realisasi investasi Provinsi Jawa Barat tahun 2007 yang diperoleh dari Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara keseluruhan pelaku usaha menilai iklim usaha di Provinsi Jawa Barat sudah cukup kondusif yang terlihat dari nilai indeks TKED yang berada di atas nilai 50 persen. Lima kabupaten dan kota yang memiliki iklim investasi paling kondusif di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Sumedang. Namun pada kenyataannya, iklim investasi tersebut kurang mampu mendorong realisasi investasi di Provinsi Jawa Barat. Hal ini terlihat dari menurunnya jumlah investasi tahun 2007 jika dibandingkan dengan jumlah investasi tahun 2006. Jika dilihat berdasarkan distribusi penyebaran investasi di Provinsi Jawa Barat, hanya ada 16 kabupaten dan kota yang mendapatkan realisasi investasi tersebut. Ada lima kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang mendapatkan realisasi investasi terbesar, yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Purwakarta. Ada lima indikator iklim investasi berdasarkan pelaku usaha dalam penelitian ini yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi investasi di Jawa Barat. Kelima indikator tersebut adalah indikator interaksi pemda dan pelaku usaha, indikator program pengembangan usaha swasta, dan indikator pajak daerah, retribusi daerah dan biaya transaksi lain berpengaruh negatif terhadap realisasi investasi di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan indikator kapasitas dan integritas kepala daerah dan indikator kualitas peraturan daerah berpengaruh positif terhadap realisasi investasi di Provinsi Jawa Barat.

McCulloch dan Malesky (2010) berusaha menjawab apakah Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang lebih baik meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia? Data yang digunakan dalam penelitian tersebut merupakan data sekunder yang berasal dari dua sumber utama, yaitu data survei resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengenai kualitas tata kelola ekonomi daerah. Pengukuran utama terhadap kinerja perekonomian adalah Produk Domestik Bruto (PDB) di tingkat daerah, baik termasuk minyak dan gas maupun tidak termasuk minyak dan gas. Metode analisis yang digunakan adalah model regresi berganda dan model panel dengan menggunakan Indeks TKED tahun 2007. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah dan pertumbuhan daerah lebih rumit dari pandangan sekilas. Secara mengejutkan penelitian ini mengemukakan bahwa hanya sedikit atau bahkan tidak ada hubungan statistik yang signifikan antara berbagai pengukuran tipikal tata kelola perekonomian daerah dengan kinerja pertumbuhan daerah. Hasil tersebut didorong oleh beberapa kemungkinan, yakni rendahnya kualitas data, hasil penelitian tersebut ditutupi karena beberapa variabel struktural yang mempengaruhi pertumbuhan, juga berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan

Gambar

Tabel 1   Indeks TKED,  PDRB per kapita, Pertumbuhan, Perubahan Pengangguran,
Gambar  1. Hubungan Pendapatan, Investasi dan Konsumsi
Gambar  5  Faktor Penggerak Produktivitas Perekonomian Daerah
Gambar 6   Alur Perencanaan dan Penganggaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tugas Tenaga Medis dan Non Medis Terkait Penentuan Kode Penyakit ... Teori

[r]

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan di kelas IV MI Muhammadiyah 2 dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran Reciprocal Teaching pada

Guru menjelaskan materi tentang pengertian, jenis, fungsi dan simbol estetika karya seni musik dengan Prezi Desktop yang didalamnya terdapat slide presentasi materi

Pusat Pelatihan Meditasi Buddha di Jawa Tengah, dapat dilakukan. dengan sketsa tangan maupun dengan teknologi komputer

Pada item pertanyaan nomor 1 yaitu tenaga kesehatan memberikan informasi tentang pemanfaatan ruang menyusui sehingga dapat memepengaruhi sikap responden lebih besar

Alat ukur frekuensi ini berfungsi untuk mengambil unsur sinyalnya saja yang kemudian diproses oleh komponen yang lain lalu ditampilkan oleh multimeter. Data yang didapat merupakan

Salah satu hal yang dibutuhkan pengguna komputer untuk dapat menyimpan suatu data yang dianggap penting dan membatasi akses informasi serta resources hanya untuk pemakai yang