STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN PERSEPSI
TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI PADA
REMAJA PUTRl SMU DAN SMK Dl KOTA BOGOR
DlKAlTKAN DENGAN KESIAPAN REPRODUKSI
OLEH
:
CHOIRUL ANNA NUR AFIFAH
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
CHOIRUL ANNA NUR AFIFAH. Status Gizi, Konsumsi Pangan, dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di Kota Bogor dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi. Dibimbing oleh BUD1 SETIAWAN DAN DRAJAT MARTIANTO.
Kualitas reproduksi akan terwujud bila didukung kesiapan reproduksi yang baik. Kesiapan reproduksi pada remaja dipengaruhi kesiapan fisik yang digambarkan melalui status gizi dan kesehatan remaja serta kesiapan mental berupa persepsi remaja terhadap kesehatan reproduksi. Status gizi salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi pangan seperti kebiasaan makan dan diet, konsumsi fast
food serta kebiasaan merokok. Disamping itu, persepsi terhadap kesehatan reproduksi yang baik akan sangat mendukung kesiapan reproduksi remaja guna menurunkan angka kematian ibu dan kejadian berat bayi lahir rendah. Dalam penelitian ini dipelajari status gizi, perilaku konsumsi, dan persepsi remaja putri SMU dan SMK di dikaitkan dengan kesiapan reproduksi. Penelitian dilakukan pada dua SMU (SMUN 1 dan SMUN 3) dan dua SMK (SMKN 1 dan SMKN 3) di Kota Bogor. Analisis statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman's, uji beda t (t-test) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan setiap variabel di SMU dan SMK, dan analisis regresi berganda.
Status gizi (IMT) dan status besi (Hb) responden secara umum termasuk kategori normal. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dan status besi dengan persepsi terhadap kesehatan reproduksi. Status gizi dan status besi remaja putri SMU dan SMK secara umum tidak berbeda nyata, meskipun ada kecenderungan status besi remaja putri SMU lebih baik dibanding remaja putri SMK.
Selanjutnya konsumsi pangan menunjukkan tidak ada hubungan signifikan dengan status gizi dan status besi remaja. Terdapat hubungan signifikan (P<0,05) antara kebiasaan makan dan diet dengan status gizi. Secara umum konsumsi pangan tidak berbeda secara nyata antara responden SMU dan SMK, namun kebiasaan makan dan diet responden SMU lebih baik daripada responden SMK (P<O,Ol).
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
Status Gizi, Konsumsi Pangan dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di Kota Bogor
dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, November 2002
STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN PERSEPSI
TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI PADA
REMAJA PUTRl SMU DAN SMK Dl KOTA BOGOR
DlKAlTKAN DENGAN KESIAPAN REPRODUKSI
CHOIRUL ANNA NUR AFIFAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya K.eluarga
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Status Gizi, Konsumsi Pangan, dan Persepsi terhadap
Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di
Kota Bogor dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi
Nama : Choirul Anna Nur Afifah
NRP : GMK P.21500014
Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua
Dr. Ir. Draiat Martianto, M.Si Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Gizi Masyarakat 3. Direktur Program Pascasarjana
dan ~ u m b e r d a ~ a ~eluarga
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
Penulis dilahirkan di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 16 April 1977
sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Moch. Alfin (Alm) dan
In Nuraida.
Pendidikan yang penulis tempuh dimulai dari Sekolah Dasar Kiduldalem 1
Bangil yang lulus pada tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bangil
lulus tahun 1991, dan Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga Madiun lulus
tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa IKlP
Negeri Surabaya melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) di
Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Program Studi Pendidikan Tata Boga,
Fakultas Pendidikan Teknologi Kejuruan dan lulus tahun 1999.
Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SVVT atas segala nikmat,
hidayah, dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan dengan baik.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2002 ini
adalah kesiapan reproduksi remaja, dengan judul Status Gizi, Konsumsi Pangan,
dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di
Kota Bogor dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku
anggota komisi pembimbing, dan Dr. Clara M. Kusharto, M.Sc selaku penguji luar
komisi yang telah banyak memberi bimbingan, masukan, dan saran. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Kepala SMUN 1, SMUN 3, SMKN 1, dan SMKN 3 beserta staf yang telah
memberikan izin pada penulis untuk melakukan pengumpulan data.
2. Kepala Laboratorium Biokimia Puslitbang Gizi dan Ibu Tri yang ikut membantu
dalam proses pengumpulan dan pengukuran status besi.
3. Teman-teman seangkatan GMK 2000 (Ira, Teh Tin, Naning, Elin, Ibu Nawang, Ibu
Rina, Ibu Erli, Ibu Maesti, Ibu Dina, dan Qori), Fanny serta Lia yang memberi
dorongan dan bantuan baik berupa tenaga maupun pikiran bagi kesempurnaan
tesis ini.
4. Ayah, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman kost Pondok Asad atas segala
dukungan, doa dan kasih sayangnya.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis, khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
Bogor, November 2002
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
...
viDAFTAR GAMBAR
...
viiDAFTAR LAMPIRAN
...
viiiPENDAHULUAN
...
1 Latar Belakang...
1Tujuan Penelitian
...
4Kegunaan Penelitian
...
4TINJAUAN PUSTAKA
...
Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja...
Status Gizi Remaja...
Konsumsi Pangan...
Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi...
Pengetahuan Reproduksi...
Kesehatan Reproduksi...
Kesiapan Reproduksi...
Kerangka Pemikiran...
METODE PENELlTlAN
...
23 Desain Penelitian...
23 Lokasi dan Waktu Penelitian...
23 Contoh dan Cara Pengambilan Contoh...
23 Jenis dan Cara Pengambilan Data...
25 Pengolahan dan Analisis Data...
26 Definisi Operasional...
30HASlL DAN PEMBAHASAN
...
Keadaan Umum Sekolah...
Karakteristik Responden...
Sosial Ekonomi Keluarga dan Responden...
Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Responden...
Pengetahuan Reproduksi...
...
Sumber lnformasiStatus Gizi Responden
...
Konsumsi Pangan Responden...
Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi...
Status
Gizi,
Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi, dan...
Kesiapan ReproduksiKaitan Perilaku Konsumsi dengan Status Gizi dan Kesiapan
...
ReproduksiKESIMPULAN DAN SARAN
...
62...
Kesimpulan 62
Saran
...
63DAFTAR TABEL
Halaman
1
.
Anjuran kecukupan gizi untuk remaja...
8 2.
Jenis dan cara pengumpulan data...
26 3.
Kategori pengetahuan gizi menurut skor pengetahuan gizi...
274
.
Klasifikasi status gizi remaja menurut indeks massa tubuh (IMT)...
285
.
Jumlah fasilitas fisik sekolah...
356
.
Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan umur...
367
.
Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan besar keluarga...
378
.
Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan pendidikan orang tua 389
.
Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan pekerjaan orang tua 3910
.
Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan pendapatan keluarga 4011
.
Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan uang jajan...
4112
.
Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan pengetahuan gizi dankesehatan
...
.
.
...
4213
.
Sebaran responden SMU dan SMK. berdasarkan pengetahuanreproduksi
...
4414
.
Sebaran pengetahuan gizi berdasarkan jumlah sumber informasi gizi...
dan kesehatan 46
15
.
Sebaran perilaku konsumsi responden menurut kebiasaan makan dandiet. konsumsi fast food. dan kebiasaan merokok
...
5016
.
Sebaran responden SMU dan SMK menurut jawaban soal praktek...
makan 51
17
.
Sebaran konsumsi fast food berdasarkan pendapatan keluarga. uangjajan dan pengetahuan gizi
...
5319
.
Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan persepsi terhadapkesehatan reproduksi
...
5620
.
Sebaran persepsi berdasarkan pengetahuan reproduksi...
57 21 . Sebaran kesiapan reproduksi menurut status gizi dan persepsi...
5922
.
lntegrasi aspek-aspek pengetahuan gizi. kesehatan dan reproduksiDAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran status gizi, konsumsi pangan dan persepsi
terhadap kesehatan reproduksi pada remaja dikaitkan dengan
kesiapan reproduksi
...
. . .
. . .
..
. . ..
...
... ... . .
....
.
.
.
,. .
...
22 2. Diagram pengambilan contoh penelitian...
243. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan sumber informasi
gizi dan kesehatan
... . .. .
.
..
.
. .. . . .. . .. . .
..
.. .... . . .. . .. .
.
. . . . .. . . .. . ..
.
. .. . . .. . .".
. ..
.
. ..
454. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan jumlah sumber
informasi gizi dan kesehatan
...
465. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan sumber informasi
reproduksi
...
...
. . .. .
.
..
. . .. .
..
. . .. .
.
..
. ...
. . .
. . .. . . .. . . .
..
.
..
.
..
. . .. . . .. . .
..
.
...
.
..
. . ..
47
6. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan jumlah sumber
informasi reproduksi
...
487. Persentase sebaran responden SMU dan SMK menurut IMT
...
498. Sebaran responden SMU dan SMK menurut status besi
...
4 99. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan konsumsi fast food 5 3
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil uji beda t karakteristik sosial ekonomi keluarga dan responden 7 1
2. Hasil uji beda t status gizi, perilaku konsumsi, persepsi dan kesiapan
reproduksi
...
733. Hasil uji korelasi Spearman's
...
74 4. Hasil analisis regresi variabel yang berkaitan dengan kesiapanPENDAHULUAN
Latar Belakang
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa Latin "adolescere" yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Secara psikologis, masa remaja
adalah usia individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Pada masa ini
banyak perubahan fisik serta mental terjadi, mereka tidak mau dianggap anak-anak,
dan tidak lagi merasa di bawah tingkat orang dewasa (Hurlock, 1991), ingin
mencoba hal-ha1 baru dan ingin diterima oleh kelompoknya sehingga mudah meniru
atau terpengaruh kondisi dan perilaku di sekitarnya. Remaja berupaya menunjukkan
status sosial yang berbeda dalam proses mencari identitas dan eksistensi dirinya di
masyarakat (Hurlock, 1991).
Masa remaja adalah fase terakhir dari proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan
oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja (Husaini, 1989). Sehingga
status gizi dan kesehatan merupakan faktor penentu kualitas remaja. Dengan status
gizi yang optimal pertumbuhan dan perkembangan remaja menjadi lebih sempurna.
Status gizi remaja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi akan tetapi
dipengaruhi pula faktor budaya seperti kebiasaan makan. Kebiasaan makan yang
buruk pada remaja memungkinkan terjadinya gizi kurang maupun obesitas. Zat besi
merupakan mineral penting untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan dan
aktivitas fisik remaja (Alexander, 1994). Kurangnya zat besi dalam jangka pendek
menyebabkan anemia. Menurut Brabin dalam Senderowitz (1995) kebutuhan zat
karena penyakit infeksi yang mempengaruhi penyerapan zat besi seperti malaria,
schistosomiasis dan kecacingan lebih banyak terjadi di negara berkembang.
Kesehatan remaja di masa sekarang dan akan datang berkaitan erat dengan
perilaku (Senderowitz, 1995). Dengan semakin dekatnya usia kematangan menjadi
dewasa, remaja memberi kesan untuk berpakaian, bertindak, dan berperilaku yang
dihubungkan dengan status dewasa, misalnya merokok, mengonsumsi alkohol
bahkan terlibat hubungan seksual sehingga meningkatkan risiko untuk mengalami
kehamilan (teenage pregnancy), aborsi, terkena penyakit menular seksual (sexually
transmitted disease) dan sebagainya (Hurlock, 1991). Penelitian tentang usia
pertama kali melakukan hubungan seksual sebelum menikah di Jakarta dan
Yogyakarta menunjukkan 9,2% pada usia 10-14 tahun, 49,8% pada usia 15-19
tahun dan 41% pada usia 20-24 tahun (Bandy, 1990).
Menurut Hurlock (1991) hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan
tubuhnya. Sedangkan ukuran tubuh, usia, dan status kesehatan wanita merupakan
faktor penting yang mempengaruhi status bayi yang akan dilahirkannya
(Senderowitz, 1995). Oleh karenanya kesempurnaan dan kematangan fisik
khususnya pada remaja putri merupakan salah satu penentu kesiapan remaja
menghadapi masa reproduksi.
Kecenderungan untuk menikah pada usia muda, baik yang direncanakan
maupun tidak direncanakan menyebabkan persiapan pernikahan sebagai tugas
perkembangan yang paling penting dalam masa-masa remaja. Khususnya bagi
remaja putri yang nantinya menjadi seorang ibu, mengandung, melahirkan, dan
mengasuh anak. Kurangnya persiapan mental dan fisik ini menjadi masalah serius
dihasilkannya. Suatu penelitian menyatakan kehamilan di masa remaja berpotensi
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Kusharto, 1994).
Kesiapan mental remaja diantaranya terlihat dari persepsi remaja tentang
reproduksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pengetahuan
reproduksi. Penelitian menunjukkan hanya sebagian kecil remaja di Indonesia
memiliki pengetahuan reproduksi yang baik dan mendapat informasi tentang
reproduksi dari sumber yang kompeten (Media, 1995).
Menurut Azwar (2000) masalah kesehatan reproduksi pada remaja terjadi
karena kurangnya informasi yang benar dan bertanggung jawab, sehingga mereka
mengakses informasi yang keliru. Hingga saat ini, kebutuhan remaja akan informasi,
pendidikan, dan pelayanan tentang kesehatan reproduksi masih belum dipenuhi
dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai status gizi, konsumsi pangan, dan persepsi terhadap kesehatan
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah mempelajari status gizi, konsumsi pangan,
dan persepsi terhadap kesehatan reproduksi pada remaja putri SMU dan SMK
dikaitkan dengan kesiapan reproduksi.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, pengetahuan gizi dan kesehatan,
serta pengetahuan reproduksi remaja putri.
2. Mengidentifikasi sumber informasi remaja putri tentang gizi dan reproduksi.
3. Mempelajari status gizi remaja putri secara antropometri (IMT) dan status besi
(Hb).
4. Mengidentifikasi konsumsi pangan remaja putri, meliputi kebiasaan makan dan
diet, konsumsi fast food, dan kebiasaan merokok.
5. Mempelajari persepsi remaja putri terhadap kesehatan reproduksi.
6. Menganalisis kaitan status gizi, konsumsi pangan, dan persepsi terhadap
kesehatan reproduksi dengan kesiapan reproduksi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi tentang kesiapan remaja
putri menjadi calon ibu berkualitas yang menjalankan fungsi reproduksi, serta
menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan, pendidik, dan orang tua
untuk menentukan langkah tepat guna peningkatan informasi dan kesadaran
kesehatan reproduksi pada remaja sebagai upaya meningkatkan kualitas reproduksi
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Penyertian Rernaja
Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-
kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara
seksual menjadi matang dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum
atau diakui hak-haknya sebagai warga negara (Monks et al, 1992).
Remaja sering kali disebut adolecence (adolescere dalam bahasa Latin)
yang secara luas berarti masa tumbuh dan berkembang untuk mencapai
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1991). WHO memberikan
definisi masa remaja mulai usia 10-24 tahun (Senderowitz, 1995). Monks et a/
(1992) menyatakan masa remaja berlangsung pada umur 12 sampai 21 tahun,
dengan pembagian masa remaja awal (1 2-1 5 tahun), masa remaja pertengahan (1 5-
18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).
Masa remaja ditandai dengan gejala timbulnya seksualitas (genital) yang
disebut pubertas. Masa pubertas merupakan masa terjadinya kematangan alat-alat
seksual dan tercapainya kemampuan reproduksi individu (Hanlon, 1984).
Kematangan seksual yang normal berlangsung pada usia 11-18 tahun (Kartono,
1992). Menurut WHO dalam Senderowitz (1995) remaja digambarkan sebagai
periode perkembangan seksual, yaitu dari munculnya ciri-ciri seks sekunder menuju
kedewasaan seksual; periode perkembangan psikologis, dari anak-anak menjadi
orang dewasa; dan periode perkembangan sosioekonomi, dari orang yang sangat
Pertumbuhan Remaja
Masa pertumbuhan remaja ditandai dengan bertambahnya jaringan lemak,
tulang, serta otot yang cepat sehingga diperoleh bentuk tubuh orang dewasa (growth
spurt), pertumbuhan dan perkembangan gonad, perkembangan ciri-ciri seks
sekunder, dan perkembangan sistem organ tubuh (WHO, 1978). Pertumbuhan dan
perkembangan remaja laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh meningkatnya sekresi hormon dan gen, yang dihasilkan testes dan
adrenal cortex pada laki-laki, dan adrenal cortex pada perempuan (Husaini, 1989).
Growth spurt remaja putri terjadi lebih awal daripada laki-laki, sehingga pada
umur 11-13 tahun wanita lebih tinggi dan lebih berat daripada laki-laki. Sedangkan
laki-laki mengalami puncak pertumbuhan pesat pada umur 13-14 tahun dengan
intensitas yang lebih besar daripada perempuan (Husaini, 1989).
Hurlock (1991) menyatakan selama masa remaja terjadi perubahan eksternal
dan internal tubuh. Perubahan eksternal tubuh meliputi perubahan dalam tinggi
badan, berat badan, proporsi tubuh, organ seks, dan perkembangan ciri-ciri seks
sekunder seperti payudara, suara, rambut, dan sebagainya. Sedangkan perubahan
internal tubuh yang terjadi pada masa remaja meliputi perkembangan sistem
pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem endokrin, dan
jaringan tubuh terutama otot. Pada laki-laki pertumbuhan otot lebih menonjol
sedangkan pada perempuan deposit lemak yang lebih banyak (Husaini, 1989).
Menurut Hurlock (1991) pertumbuhan dan perkembangan pesat pada masa
remaja tergantung pada faktor keturunan yang mempengaruhi kelenjar endokrin,
faktor lingkungan khususnya terpenuhinya zat-zat gizi yang mempengaruhi
Perkembangan Remaja
Cepatnya perkembangan dalam masa remaja yang berkaitan dengan
kematangan fisik dan seksual memberikan perubahan dalam perkembangan sosial
remaja. Monks et a1 (1992) menyatakan ada dua macam gerak dalam
perkembangan sosial remaja, yaitu gerak memisahkan diri dari orang tua dan gerak
menuju ke arah teman-teman sebaya. Remaja berusaha diterima oleh teman-teman
sebayanya (peer group) sehingga perilaku, sikap, dan minat teman-teman sebaya
memberikan pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock,
1991). Hasil penelitian Evans (1995) menunjukkan pengaruh peer group pada
remaja terutama dalam ha1 konsumsi obat-obatan, konsumsi alkohol, dan kontrol
berat badan.
Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja menyebabkan
mereka memberi perhatian besar terhadap penampilan dirinya. Remaja
mengharapkan gambaran tubuh yang ideal (body image), sehingga penyimpangan
atau cacat anggota tubuh sangat merisaukan perasaannya terutama pada remaja
putri (Monks et a/, 1992). Salah satu upaya remaja untuk mencapai body image
tersebut adalah menurunkan berat badan dengan mengubah kebiasaan makan.
Perubahan kebiasaan makan yang tidak tepat memungkinkan terjadinya anorexia
nenlosa dan bulimia sebagai masalah kesehatan remaja (Heald, 1998).
Bentuk perubahan perkembangan sosial remaja yang menonjol adalah
dalam ha1 hubungan heteroseksual. Remaja cenderung lebih menyukai teman dari
lawan jenisnya. Perasaan suka kepada lawan jenis, tekanan-tekanan terhadap
keinginan seks, dan keingintahuan remaja tentang seks meningkatkan risiko remaja
Kecukupan Gizi Remaja
Kecukupan gizi (Recomended Dietary Allowances) adalah jumlah masing-
masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar sebagian besar orang
(97,5% populasi) hidup sehat (Hardinsyah, 1989). RDA pada remaja termasuk tinggi
karena harus memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
cepat (Husaini, 1989). Berdasarkan intensitas pertumbuhan dan aktifitas fisiknya,
remaja putra membutuhkan lebih banyak zat-zat gizi sehingga kecukupan gizi untuk
remaja putra lebih tinggi daripada remaja putri.
Kecukupan zat-zat gizi bagi remaja yang dianjurkan menurut National
Research Council di dalam Recomended Dietary Allowences (RDA) ditunjukkan
[image:120.612.114.506.393.527.2]dalam tabel berikut :
Tabel 1. Anjuran kecukupan gizi untuk remaja
I
EnergiI
Prot.I
Vit AI
Vit DI
Vit EI
Vit CI
CaI
FeI
Zn11-14 15-18 19-22 Putra 11-14 15-18 Putri
19-22
1
29001
56 Sumber: Heald. 1998.Peningkatan kebutuhan zat gizi remaja tidak hanya terbatas pada energi dan
protein, tetapi juga beberapa mineral (zat besi, kalsium, dan seng) serta vitamin
(vitamin A, vitamin C, dan sebagainya) Survey mengenai pola makan remaja
menunjukkan bahwa sebagian besar remaja rendah dalam konsumsi pangan
sumber protein, zat besi, kalsium, seng, vitamin A, vitamin C, dan thiamin
(Senderowitz, 1995; Forbes, 1998). Remaja putri menurut Husaini (1989) memiliki
kebutuhan zat besi yang tinggi pada masa pertumbuhan cepat karena terjadinya
mensruasi, sehingga mengalami kehilangan zat besi 1,6 mglhari. Meningkatnya
kebutuhan kalsium karena lebih dari 50% massa skeleton terbentuk saat remaja
(FSN, 2002).
Status Gizi Remaja
Status gizi merupakan kondisi tubuh yang muncul diakibatkan adanya
keseimbangan antara konsumsi dan pengeluaran zat gizi. Secara umum, status gizi
seseorang dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi dari makanan dan penyakit infeksi
yang mengganggu proses metabolisme, absorpsi dan utilisasi zat gizi oleh tubuh
(Suhardjo, 1986). Status gizi seseorang dibedakan atas gizi lebih, gizi baik atau
optimal, dan gizi buruk (Soekirman, 2000).
Masalah Gizi Remaja
Menurut Husaini (1989) masalah gizi yang dapat terjadi pada remaja adalah
gizi kurang (underweight), obesitas (overweight), dan anemia. Gizi kurang terjadi
karena jumlah konsumsi energi dan zat-zat gizi lain tidak memenuhi kebutuhan
tubuh. Akan tetapi pada remaja putri, gizi kurang umumnya terjadi karena
keterbatasan diet atau membatasi sendiri intik makanannya. Kejadian gizi lebih pada
remaja disebabkan kebiasaan makan yang kurang baik sehingga jumlah masukan
energi (energy intake) berlebih. Beberapa faktor yang mempengaruhi gizi lebih ini
adalah konsumsi makanan yang berlebihan karena meningkatnya ketersediaan
pangan dan kurangnya aktivitas fisik remaja. Kecenderungan remaja untuk
menghabiskan waktu luang dengan menonton TV atau bermain games
dibandingkan beraktivitas di luar rumah (outdoor activities) menyebabkan
Alexander (1994) sebagian besar masalah gizi pada remaja terjadi karena
intik zat besi yang rendah atau anemia. Tingginya resiko anemia pada remaja putri
disebabkan terbatasnya konsumsi pangan hewani, menstruasi, dan meningkatnya
kebutuhan zat besi selama growth spurt (Anonim, 2002). Anemia merupakan suatu
keadaan dimana sel-sel darah merah tidak mampu membawa oksigen (02) yang
diperlukan dalam pembentukan energi. Anemia dapat disebabkan kurangnya kadar
hemoglobin darah yang mampu mengikat O2 atau berkurangnya jumlah sel darah
merah karena pendarahan akibat infeksi maupun pecahnya sel darah merah karena
penyakit malaria (King and Burgess, 1995).
Hasil survei N HAN ES I I I (National Health and Nutrition Examination Survey)
tahun 1996 di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi remaja putri umur 12-19
tahuri yang mengalami defisiensi zat besi antara 8-10% (Beard, 2000). lnsiden
anemia remaja putri di lnggris mencapai 10,5%. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Wirawan (1995) di Jakarta Timur diketahui proporsi anemia pada siswi SLTA
sebanyak 44,4%. Penelitian Saidin (1 997) di Bandung menunjukkan proporsi anemia
siswi SMUN sebesar 41%. Hasil penelitian Permaesih (1990) menunjukkan proporsi
wanita remaja yang berstatus gizi baik menurut BBrrB dan nilai persentase lemak
tubuh berada diatas normal ternyata menderita anemia sebanyak 44,4%.
Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengetahui masalah gizi yang ada pada masyarakat. Penilaian status gizi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara
penilaian secara langsung diantaranya melalui pengukuran antropometri dan
lndeks pengukuran antropometri yang digunakan dalam penilaian status gizi
remaja adalah indeks massa tubuh (body mass index). lndeks massa tubuh (IMT)
merupakan indikator yang teliti untuk megetahui simpanan kelebihan energi dalam
bentuk lemak tubuh (body fat) dalam suatu populasi (Forbes, 1998; Berkey et a/,
2000). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diketahui besaran masalah gizi
kurang (underweight) maupun obesitas (overweight) yang terjadi pada remaja.
Penentuan batasan berat badan normal pada orang dewasa berdasarkan
nilai indeks massa tubuh dihitung menurut rumus berat badan dalam kilogram dibagi
kuadrat tinggi badan dalam meter. Batasan nilai IMT normal bagi wanita adalah
18,7-23,8 atau sekitar 20,8 (Atmarita, 1992). Depkes (1996) mengkategorikan nilai
IMT menjadi lima, yaitu kurus sekali (IMT<17,0), kurus (IMT 17,O-18,4), normal (IMT
18,5-25,0), gemuk (IMT 251-27,0), dan gemuk sekali (IMT>27,0). Becker et al(1999)
juga menyebutkan nilai IMTe20 dikatakan underweight, nilai IMT 20 sampai 25
dikatakan normal, nilai IMT 25 sampai 30 dikatakan overweight, dan >30 dikatakan
obese.
Penilaian biokimia digunakan untuk menentukan status besi (hemoglobin)
sebagai indikator anemia pada remaja. Meskipun telah dikembangkan metode-
metode baru untuk mendeteksi anemia khususnya anemia kurang zat besi seperti
ferritin, free erithrocyte protoporphyrin (FEP), dan transferrin, penentuan secara
konvensional dengan hemoglobin dan hematokrit masih sering dilakukan. Akan
tetapi berbeda dengan kadar hemoglobin, batasan kadar hematokrit untuk
mendiagnosis anemia masih belum ada kesepakatan umum diantara para ahli
Menurut Muhilal (1 980) metode penentuan kadar hemoglobin yang paling
teliti adalah Cyanmethemoglobin. Sehingga cara ini dianggap paling digunakan
penelitian gizi.
Ambang batas hemoglobin bagi remaja putri adalah 12 gram/dl
W
O
dalamSoekirman, 2001). Kadar hemoglobin yang berada di bawah 12 gramldl
menunjukkan bahwa orang tersebut mengalami anemia.
Konsumsi Pangan
Status gizi remaja dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan berkaitan erat
dengan perilaku remaja (Alexander, 1994). Perilaku adalah segala sesuatu yang
dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dan di dalamnya mencakup cara-cara
mancapai tujuan tersebut (Winkel, 1984). Terbentuknya perilaku seseorang
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan nilai
(WHO, 1992). Menurut Friedman (1 993) pembentukan pola perilaku saat dewasa
diawali ketika remaja. Perilaku remaja lebih banyak dipengaruhi perilaku teman-
teman sebaya atau kelompoknya daripada pengaruh keluarga. Sehingga bila teman
kelompoknya mencoba merokok, minum alkohol atau obat-obatan terlarang, remaja
cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibatnya (Hurlock, 1991).
Konsumsi pangan remaja ditunjukkan dengan kebiasaan makan, merokok,
minum alkohol, dan konsumsi obat-obatan. Hasil penelitian Evans et a1 (1995)
menunjukkan pengaruh peer group terkadap perilaku sehat remaja yang tertinggi
adalah pada pengontrolan berat badan, konsumsi obat-obatan, minuman keras, dan
melakukan fitness. Sedangkan pengaruh peer group terhadap kebiasaan makan
Kebiasaan Makan dan Diet
Bourne (1979) menyatakan remaja mempunyai kecenderungan umtuk
mengonsumsi makanan di luar rumah atau sekolah, memilih makanan yang
sianggap populer dan meningkatkan gengsi, serta mempunyai kebiasaan makam
tidak teratur. Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk
terlihat langsing, khususnya pada remaja putri seringkali menimbulkan gangguan
makan atau eating disorders (Bruess, 1989). Eating disorders yang paling banyak
dialami remaja putri adalah anorexia nervosa dan bulimia. Diperkirakan 3% dari
seluruh remaja putri Amerika Serikat mengalami eating disorders (Becker et a/,
1999). Eating disorders pada remaja putri memungkinkan timbulnya komplikasi
medis yang sangat serius, seperti berhentinya menstruasi, terganggunya fungsi hati,
hipokalemia, anemia, dan sebagainya (Becker et a/, 1999). Becker et al(1999) juga
menyatakan salah satu karakteristik anorexia nervosa adalah indeks massa tubuh
<17,5. Beberapa pernyataan tersebut menunjukkan adanya keterkaitan yang erat
-
antara praktek makan dengan status gizi.
Berkembangnya produk pelangsing atau penurun berat badan, baik berupa
makanan, minuman, jamu, atau obat-obatan yang ditawarkan pada masyarakat
meningkatkan peluang remaja untuk mengonsumsi produk tersebut. Praktek diet
yang tidak tepat dan pengetahuan gizi yang kurang mengenai produk tersebut
memberikan dampak negatif bagi kesehatan remaja.
Konsumsi Fast Food
Konsumsi pangan seseorang erat kaitannya dengan kebiasaan makan.
Kebiasaan makan merupakan sesuatu yang sulit diubah namun dapat berubah
teman kelompoknya (peer group). Menurut Alexander (1994) kebiasaan makan
sehat pada remaja masih jauh dari ideal. Remaja lebih suka mengonsumsi makanan
berupa fast food, snack, soft drink, dan sebagainya yang pada umumnya rendah
sumber vitamin dan mineral.
Asmoro (1993) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumsi pangan seseorang dalam menentukan makanan erat hubungannya
dengan tradisi serta status simbol atau gengsi. Hasil penelitian yang dilakukan
Sartiningsih (1993) tentang perilaku konsumsi fast food pada remaja di Bogor
menunjukkan pada umumnya remaja yang mengonsumsi fast food memiliki
lingkungan sosial, yaitu keluarga dan teman dekat atau teman sekolah yang
mendukung konsumsi fast food. Alasan utama mereka mengonsumsi fast food
karena selera atau kesenangan dan kondisi keuangan.
Penelitian Yulia (1999) mengenai pembelian dan respon konsumen fast food
usia 15 hingga 45 tahun di wilayah DKI Jakarta menunjukkan rata-rata frekuensi
pembelian fast food adalah dua kali sebulan. Konsumsi pangan yang cenderung
tinggi kalori dan lemak ini memungkinkan terjadinya obesitas pada remaja.
Kebiasaan Merokok
Menurut Aditama (1997) remaja putri biasanya mulai mencoba rokok pada
usia 10-14 tahun. Perilaku merokok pada remaja merupakan wujud sikap
pemberontakan, keingintahuan, tekanan dalam kelompoknya (peer pressure), dan
anggapan merokok sebagai simbol kedewasaan (Bruess, 1989). Penelitian di ltalia
menunjukkan sekitar 79,7% teman baik remaja putri yang merokok adalah perokok,
sedangkan 72,2% teman baik remaja putri yang tidak merokok juga bukan perokok
Selain pengaruh teman, lingkungan keluarga juga sangat berpengaruh pada
kebiasaan merokok remaja. Bruess
(1989)
menyatakan remaja yang berasal darikeluarga perokok memiliki kecenderungan menjadi seorang perokok. Hasil penelitian
di Amerika Serikat menunjukkan bahwa remaja putri yang orang tuanya perokok
lima kali peluangnya menjadi perokok dibandingkan dengan yang orang tuanya tidak
merokok (Aditama,
1997).
Data statistik yang dikeluarkan American Heart Association menunjukkan
kurang lebih
44,l
juta remaja Amerika Serikat berusia12-17
tahun adalah perokok.Triatma
(1989)
membagi perokok menjadi tiga tingkatan, yaitu:(1)
perokok ringan,orang yang merokok
1-9
batang per hari, (2) perokok sedang, orang yang merokok10-15
batang per hari, dan(3)
perokok berat, orang yang merokok diatas15
batangper hari. Dari hasil penelitian kebiasaan merokok pada pelajar SLTA di Bandung
menunjukkan
16,2%
pelajar merokok sebelum usia13
tahun dan proporsi siswi yangmerokok 2,6% (Kartasasmita,
1990).
Hasil penelitian di Jakarta menunjukkanpersentase siswi atau pelajar putri yang merokok sebanyak
8,8%
(Lubis,1994).
Aditama
(1997)
menyatakan merokok dapat menurunkan fertilitas ataukesuburan. Diperkirakan kesuburan wanita perokok hanya
72%
dari kesuburanwanita yang tidak merokok, menopause juga datang
2-3
tahun lebih cepat padawanita perokok. Gangguan kesehatan lain seperti kanker paru, kanker leher rahim,
abortus, menurunkan fertilitas, kelahiran bayi cacat dan berat bayi lahir rendah pada
ibu hamil juga merupakan resiko buruk akibat merokok pada wanita.
Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi
Secara sederhana persepsi diartikan sebagai pemaknaan dari hasil
kesehatan reproduksi merupakan pandangan atau pemahaman remaja terhadap
segala aspek yang mendukung reproduksi sehat. Menurut Affandi (1995) kesehatan
reproduksi mencakup tiga komponen, yaitu kemampuan (ability), keberhasilan
(success), dan keamanan (safety).
Persepsi remaja ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor struktural, faktor
fungsional, dan faktor kultural. Faktor struktural bersifat fisiologis, berkaitan dengan
fungsi organ-organ persepsi seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan lain-
lain. Faktor fungsional merupakan faktor yang dipengaruhi oleh ingatan, kebutuhan,
kebiasaan dan pengalaman yang diperoleh dari interaksi personal dan sosial.
Sedangkan faktor kultural merupakan ha1 yang mempengaruhi individu dikaitkan
dengan adat istiadat, norma, dan agama (Schiffman, 1982).
Pengukuran Persepsi
Muhadjir (1992) menyatakan persepsi merupakan proses pengamatan
seseorang yang berasal dari domain kognitif berupa ekspresi pendapat yang lebih
tepat atau kurang tepat. Menurut Schlosberg dalam Muhadjir (1992) pengukuran
persepsi dapat disajikan dalam dua dimensi senang-tidak senang dan menerima-
menolak. Selanjutnya Noeng dalam Muhadjir (1992) menyederhanakan pengukuran
persepsi dalam bentuk skala penilaian setuju dan tidak setuju.
Pengetahuan Reproduksi
Menurut Media (1995) pengetahuan reproduksi meliputi kemampuan untuk
mengetahui segala aspek yang mendukung proses reproduksi, seperti usia subur
wanita, kehamilan, usia nikah yang dianjurkan dan jenis alat kontrasepsi. Affandi
tiga komponen pendukung kesehatan reproduksi, yaitu kemampuan, keberhasilan,
dan keamanan reproduksi.
Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pada umumnya pengetahuan
reproduksi remaja masih rendah, hat ini disebabkan kurangnya kebenaran informasi
kesehatan reproduksi yang diterima remaja (Friedman, 1993). Suatu penelitian
menunjukkan ketidakakuratan informasi yang diterima remaja karena sumber
informasi utamanya adalah peer group, saudara, media massa, dan hanya sebagian
kecil remaja sumber informasinya dari orang tua (Senderowitz, 1995). Menurut
Sarwono (1993) peran orang tua yang rendah dalam memberikan informasi
pengetahuan reproduksi karena sikap orang tua yang tabu membicarakan seks
dengan anaknya, sehingga anak berpaling mencari sumber-sumber lain yang tidak
akurat seperti teman sebaya.
Kesehatan Reproduksi
Reproduksi adalah merupakan proses perkembangbiakan dari suatu
makhluk hidup untuk menghasilkan organisme lain yang sama jenisnya (Penghulu,
1993). Reproduksi dimaksudkan sebagai peristiwa atau proses yang berkaitan
dengan fungsi kembang biak atau meneruskan keturunan (Media, 1995). Proses
reproduksi manusia bermula dari pertemuan sperma pria dengan sel telur wanita
melalui hubungan seksual kemudian berlanjut dengan kehamilan, dan berakhir pada
persalinan (Chalik, 1998).
Kesehatan reproduksi adalah didapatnya keadaan sehat yang mencakup
keadaan fisik, mental, sosial, serta spiritual dan tidak adanya kecacatan yang terkait
dengan sistem reproduksi fungsi dan prosesnya (Martodipuro, 2000). Kesehatan
yang aman dan adanya kemampuan untuk berkembangbiak dengan kebebasan
untuk memutuskan sendiri sejak kapan dan berapa banyak.
Menurut Affandi (1995) kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen,
yaitu kemampuan (ability), keberhasilan (success), dan keamanan (safety).
Kemampuan berarti wanita tersebut dapat bereproduksi. Keberhasilan berarti wanita
tersebut dapat menghasilkan anak yang sehat, tumbuh dan berkembang dengan
baik. Keamanan berarti semua proses reproduksi diantaranya hubungan seksual,
kehamilan, persalinan, pengguanaan kontrasepsi dan aborsi menjadi suatu aktivitas
yang aman dilakukan.
Secara umum masalah kesehatan reproduksi remaja adalah kehamilan yang
tidak diinginkan, kehamilan di usia belasan tahun, penyakit menular seksual
(sexually transmitted disease), dan aborsi. Beberapa penelitian yang dilakukan di
Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia menunjukkan semakin banyaknya
remaja putri yang berhubungan seksual pada usia dini, sekitar 17% remaja putri
melakukannya sebelum usia 16 tahun (Jones, 1998).
Penelitian yang dilakukan di Jakarta dan Yogyakarta menunjukkan proporsi
remaja yang telah melakukan hubungan seksual 6,6% (Bandi, 1992). Dari hasil
penelitian terhadap 633 pelajar SLTA di Bali menunjukkan 27% siswa dan 18% siswi
mengaku pernah melakukan hubungan seksual (Media, 1995).
Hubungan seksual yang dilakukan remaja sebelum menikah menyebabkan
kehamilan dini atau kehamilan tidak diinginkan, yang beberapa diantaranya berakhir
dengan aborsi dan terjangkitnya penyakit menular seksual termasuk diantaranya
infeksi HIV (Friedman, 1993). Pada tahun 1995 di Thailand masalah penyakit
kasus PMS yang ada dan kehamilan di usia belasan tahun mencapi 14,7% dari total
jumlah kehamilan (Sawanto, 2002).
Kesiapan Reproduksi
Kesiapan reproduksi berhubungan dengan tugas remaja nantinya sebagai
calon ibu yang memiliki tanggung jawab besar dalam kehidupan keluarga. Mereka
akan terlibat dalam proses pernikahan, dengan konsekuensi untuk hamil,
melahirkan, merawat, mengasuh serta mendidik anak (Martodipuro, 2000).
Untuk dapat memulai kehidupan keluarga dengan baik, diperlukan kesiapan
fisik dan mental, diantaranya kesiapan dalam ha1 reproduksi. Kesiapan fisik remaja
diukur dari status gizi remaja. Sedangkan kesiapan mental remaja terhadap
reproduksi diukur dari pengetahuan reproduksi serta persepsi remaja mengenai
KERANGKA PEMlKlRAN
Untuk mempelajari kesiapan mental dan fisik remaja terhadap reproduksi,
maka kaitan status gizi, konsumsi pangan, dan persepsi remaja terhadap kesehatan
reproduksi dengan kesiapan reproduksi dapat dilihat dari Gambar 1.
Masa remaja ditandai dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan
fisik serta perubahan mental atau psikologis sehingga merupakan masa-masa rawan
bagi pemenuhan zat-zat gizi. Pertumbuhan normal dan status kesehatan yang
optimal sebagai upaya pencegahan penyakit sangat bergantung pada tercukupinya
intik zat-zat gizi (Alexander, 1994).
Status gizi dan kesehatan remaja sangat berkaitan dengan perilaku remaja.
Adapun bentuk perilaku remaja dipengaruhi karakteristik remaja, lingkungan
keluarga serta sosial (khususnya peer group). Rasa ingin tahu yang tinggi dan masa
ambang menuju kedewasaan pada remaja menyebabkan mereka mencoba untuk
berperilaku sebagaimana yang dilakukan orang dewasa seperti merokok,
mengkonsumsi alkohol bahkan sampai melakukan hubungan seksual sehingga
remaja rawan terhadap resiko kehamilan, terkena penyakit menular seksual,
kekerasan dan sebagainya (Senderowitz, 1995).
Konsumsi pangan yang kurang baik pada remaja rnemungkinkan mereka
mengalami malnutrisi. Malnutrisi remaja dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor
budaya yang berperan dalam keluarga. Obesitas pada rernaja timbul akibat
konsumsi pangan yang berlebihan dan kurangnya aktivitas remaja. Masalah gizi lain
yang sering dialami remaja terutama remaja putri adalah anemia gizi besi. Dari data
SKRT 1995 menunjukkan bahwa prevalensi anemia remaja putri di Indonesia masih
Berkaitan dengan remaja putri yang nantinya menjadi seorang ibu, faktor
sosial ekonomi, ukuran tubuh yang merefleksikan status gizi, dan perilaku konsumsi
memberi pengaruh terhadap status bayi yang akan dilahirkannya (Kusharto, 1994).
Tercapainya reproduksi yang sehat tidak hanya ditentukan faktor kesiapan fisik,
akan tetapi juga kesiapan mental. Kesiapan mental diantaranya dipengaruhi
persepsi terhadap reproduksi.
Persepsi seseorang dipengaruhi faktor struktural, fungsional dan kultural,
sehingga persepsi setiap orang terhadap suatu obyek tidak selalu sama (Schiffman,
1982). Faktor struktural berkaitan dengan kemampuan fisiologis memahami obyek
atau pengetahuan, faktor fungsional dipengaruhi pengalaman atau hasil interaksi
dengan lingkungan, serta faktor kultural yang berkaitan dengan norma atau tradisi
yang berlaku. Persepsi terhadap kesehatan reproduksi diarahkan untuk tercapainya
ketiga aspek kesehatan reproduksi, yang meliputi kemampuan (ability) untuk
bereproduksi, keamanan (safety) selarna proses reproduksi, dan keberhasilan
i
Kualitas reproduksi\
I (pregnancy outcome) I
STATUS GlZl
Status besi (Hb)
' - - - I I lnfeksi
I
Kebiasaan mkn & diet 1---1 Konsumsi fast food
Kebiasaan merokok
gizi &
keseh.
Sosek kelg & resp pddk OT
pekerj OT pdpt keluarga besar keluarga uang jajan
1
Persepsi thp Kesehatan Reproduksi
Kemampuan (ability) usia reproduksi perawatan alat reprod. Keberhasilan (success)
stat.gizi & konsumsi hubungan seksual Keamanan (safety)
aborsi
alat kontrasepsi peny. menular seksual
Faktor struktural
openget. re produksi
1
' - - - I I Faktor
I
I kultural
i
I I
- - -
- - - , - - - - - - ,
I I
I Lingk. kelg l I Faktor
i
I & sosial I I
I
- - - 4
fungsional
j
-
- - --
- - - - 4 [image:134.612.84.517.74.669.2]Keterangan : variabel yang diteliti - - - . variabel yang tidak diteliti
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi, perilaku
konsumsi, dan persepsi remaja putri SMU dan SMK dikaitkan dengan kesiapan
reproduksi adalah cross sectional.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian irli akan dilakukan di Kota Bogor, dengan responden siswi di dua
SMU (SMUN 1 dan SMUN 3) dan dua SMK (SMKN 1 dan SMKN 3).
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposif (purposive sampling).
Pemilihan Sekolah Menengah Umum dengan pertimbangan sekolah tersebut
merupakan sekolah favorit di Kota Bogor dan sebagian besar lulusannya cenderung
memilih melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan pemilihan
Sekolah Menengah Kejuruan berdasarkan pertimbangan sebagian besar muridnya
adalah remaja putri yang setelah lulus mereka diharapkan segera mandiri (bekerja
atau menikah). Waktu pengambilan data dimulai pada bulan Juni sampai Agustus
2002.
Contoh dan Cara Pengambilan Contoh
Contoh penelitian adalah remaja putri SMU dan SMK kelas dua di Kota
Bogor. Pertimbangan memilih siswi kelas dua dikarenakan mereka pada umumnya
berusia 17 tahun, yang oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai usia menuju
kedewasaan dan mengganggu ujian akhir nasional (UAN) pada saat pengambilan
Pengambilan contoh penelitian dilakukan dengan acak (random sampling)
berdasarkan daftar nama siswa. Sehingga pada akhirnya terpilih 105 siswi sebagai
contoh penelitian, dengan rincian 52 siswi SMU dan 53 siswi SMK.
26 siswi 26 siswi 27 siswi 26 siswi
=
105 siswi [image:136.616.110.481.181.579.2]0
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Data penelitian yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer.
Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah, daftar nama siswa, pekerjaan orang
tua, dan pendapatan keluarga. Data primer yang dikumpulkan meliputi sosial
ekonomi keluarga dan responden, pengetahuan gizi dan reproduksi, perilaku
konsumsi, sumber informasi, status gizi (berat badan, tinggi badan, dan hemoglobin)
serta persepsi terhadap kesehatan reproduksi.
Pengumpulan data primer (sosial ekonomi, pengetahuan gizi dan reproduksi,
perilaku konsumsi, sumber informasi, serta persepsi terhadap kesehatan reproduksi)
menggunakan teknik wawancara. Data persepsi terhadap kesehatan reproduksi
dikumpulkan dengan instrumen kuesipner yang dimodifikasi dari premarital sexual
permissiveness scale (PSPS). Kuesioner persepsi, pengetahuan gizi dan reproduksi
yang digunakan telah diuji validitasnya dengan menggunakan rumus korelasi
product moment (Notoatmodjo, 2002).
Data berat badan diperoleh melalui penimbangan menggunakan timbangan
berat badan digital (digital balance scale) merek Tronno, kapasitas 150 kg dengan
ketelitian 0 , l kg. Sedangkan data tinggi badan diukur menggunakan microtoise
dengan ketelitian 0 , l cm. Status besi, atau kadar hemoglobin diperoleh dari
pengambilan darah oleh tenaga profesional laboratorium klinik dan analisis biokimia
darah gengan metode Cyanmethemoglobin di Laboratorium Pusat Penelitian dan
Pengembangan (Puslitbang) Gizi Depkes Bogor. Ringkasan jenis data dan cara
Tabel 2. Jenis dan cara pengumpulan data
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah terkumpul dikelompokkan menurut peubahnya, selanjutnya
hubungan antar peubah dianalisis secara deskriptif dan diuji statistik dengan
menggunakan paket program Statistical Product and Senlice Solution (SPSS) versi
10 (Santoso, 2001).
Data
Berat badan
Tinggi badan
Umur, identitas keluarga, pendapatan dan pekerjaan orang tua, uang jajan, sumber informasi, pengetahuan gizi, perilaku konsumsi, pengetahuan reproduksi dan persepsi terhadap kesehatan reproduksi
Status besi (hemoglobin)
Karakteristik Sosial Ekonomi
Karakteristik sosial ekonomi yang ddiukur meliputi pendidikan orang tua,
pendapatan per kapita keluarga, besar keluarga, dan uang jajan responden.
Pendidikan orang tua responden diukur berdasarkan lama sekolah dalam
tahun, kemudian dikelompokkan dengan kategori pendidikan dasar (0-6 tahun),
pendidikan menengah (7-12 tahun), dan pendidikan tinggi (>I2 tahun).
Pengumpulan Data
Penimbangan langsung dengan timbangan berat badan digital (digital balance scale) merek Tronno, kapasitas 150 kg, ketelitian 0 , l kg.
Pengukuran dengan microtoise, ketelitian 0 , l cm.
Wawancara menggunakan kuesioner.
Pendapatan per kapita keluarga diperoleh dari total pendapatan keluarga per
bulan dibagi jumlah anggota keluarga. Pengolahan data pendapatan keluarga
dilakukan setelah pendapatan per kapita dikategorikan menjadi tiga, yaitu
pendapatan rendah (X < x-ISD), pendapatan sedang (x-1SD < X < x+lSD), dan pendapatan tinggi (X > x+lSD).
Besar keluarga diukur dari jumlah anggota keluarga. Kriteria besar keluarga
menurut BPPS dalam Pranadji (2001) dibedakan atas keluarga kecil jika jumlah
anggota kurang dari atau sama dengan 4 orang, sedang jika jumlah anggota 5
sampai 7 orang, serta besar jika jumlah anggota lebih dari 7 orang.
Data uang jajan responden diukur dari rata-rata uang jajan yang diterima per
bulan. Uang jajan dikelompokkan dengan kriteria rendah (X < x-ISD), sedang (x-
1 SD < X < x + l SD), dan tinggi (X > x + l SD).
Pengetahuan Gizi dan Kesehatan
Pengetahuan gizi dan kesehatan dinilai dengan skor, yang dihitung dari
jawaban responden atas 25 pertanyaan mengenai jenis, fungsi dan sumber zat gizi;
kebutuhan dan status gizi; masalah gizi remaja; makanan fast food; serta rokok dan
kesehatan. Hasil penilaian akan memperoleh skor tertinggi 25 dan skor terendah 0.
Pengetahuan gizi dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengetahuan gizi baik, sedang,
dan kurang (Khomsan, 2000).
Tabel 3. Kategori pengetahuqn gizi menurut skor pengetahuan gizi
I[---
Skor Pengetahuan GiziI
Pengetahuan GiziI
1
2.1
60-
80%I
SedangI
I I
1
3.1
> 80%I
BaikI
1.
1
~ 6 0 %I I I I
Sumber: Khomsan (2000)
Pengetahuan Reproduksi
Pengetahuan reproduksi responden juga ditentukan menurut skor terhadap
10 pertanyaan, dengan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah
sehingga diperoleh skor maksimal 10 dan skor minimal 0. Kriteria skor pengetahuan
reproduksi lebih dari 80% skor maksimal dikatakan baik, antara 60-80% dari skor
maksimal dikatakan sedang, dan kurang dari 60% dari skor maksimal dikatakan
kurang.
Status
Gizi
Status gizi remaja dinilai dengan rumus indeks massa tubuh (IMT), yaitu
menghitung data dari berat dan tinggi badan dengan rumus IMT sebagai berikut
(WHO, 1995):
lndeks massa tubuh (IMT)
=
berat badan (kg)tinggi badan x tinggi badan (m2)
Klasifikasi status gizi remaja yang dihitung dari IMT tersebut dibedakan
menjadi 3 kategori yaitu kurus (gizi kurang), normal, dan gemuk (gizi lebih) yang
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi status gizi remaja menurut indeks massa tubuh (IMT)
/
NoI
Nilai IMT (BB/TB2) Status Gizi1.
2.
3.
Sumber: Depkes RI (1996) <18,5
18,5
-
25,O > 25,OKurus (gizi kurang)
Normal
Status besi (kadar hemoglobin) ditentukan dengan membandingkan hasil
pemerikasaan kadar Hb responden dengan kadar Hb rujukan untuk anemia yaitu
kurang dari 12,O g/dL (!Mi0 dalam Soekirman, 2001).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan dinilai dari kebiasaan makan dan diet, konsumsi fast food,
dan kebiasaan merokok. Kebiasaan makan diukur dari skor gabungan antara
pengetahuan gizi (aspek kebutuhan dan status gizi serta aspek masalah gizi
remaja), sikap gizi, dan praktek makan dan diet. Sikap gizi ditentukan menurut skor
dari 10 pertanyaan, dengan skor 2 untuk jawaban benar, skor 1 untuk jawaban ragu-
ragu, dan skor 0 untuk jawaban salah. Praktek makan dinilai dari skor jawaban
responden atas 5 pertanyaan mengenai frekuensi makan, komposisi makanan,
produk pelangsing, serta kebiasaan memuntahkan kembali makanan yang dimakan.
Hasil penilaian kebiasaan makan dikategorikan baik apabila skor lebih dari
80% dari total skor maksimal, kategori sedang apabila skor berkisar antara 70%
hingga 80% dari total skor maksimal, dan kategori kurang apabila skor kurang 70%
dari total skor maksimal.
Data konsurnsi fast food diukur dari frekuensi konsumsi fast food per minggu.
Kebiasaan merokok diukur berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi responden
setiap hari dan dikatakan perokok jika mengonsumsi rokok minimal I batang sehari
dan bukan perokok jika tidak mengonsumsi rokok setiap hari.
Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi
Persepsi terhadap kesehatan reproduksi dinilai menggunakan skor, yang
dihitung dari jawaban responden atas 25 pertanyaan mengenai aspek kemampuan
yaitu status gizi dan konsumsi, serta hubungan seksual, keamanan (safety) meliputi
alat kontrasepsi, aborsi, dan penyakit menular seksual. Hasil penilaian persepsi
akan memperoleh skor tertinggi 50 dan skor terendah 0. Pengelompokan persepsi
terdiri dari kategori baik (total skor
2
nilai median atau persentil 50) dan kategori baik(total skor < nilai median atau persentil 50).
Kesiapan Reproduksi
Kesiapan reproduksi dinilai dari skor gabungan antara status gizi (IMT),
status besi, dan persepsi. Status gizi normal, status besi tidak anemia, dan persepsi
baik diberi skor 2. Sebaliknya status gizi kurus atau gemuk, status besi anemia, dan
persepsi kurang baik diberi skor 1. Sehingga hasil penilaian kesiapan reproduksi memperoleh skor tertinggi 6 dan skor terendah 3. Kesiapan reproduksi dikategorikan
baik apabila memperoleh skor 6, kategori sedang apabila memperoleh skor 5, dan
ketegori kurang apabila skor kurang dari 5.
Analisis Data
Uji korelasi Spearman's dilakukan untuk mengetahui hubungan antar
variabel. Uji beda t digunakan untuk menganalisis perbedaan berbagai variabel di
SMU dan SMK. Uji regresi berganda digunakan untuk mengetahui variabel-variabel
yang berhubungan dengan kesiapan reproduksi digunakan.
Definisi Operasional
Remaja putri adalah siswi yang duduk di kelas 2 pada Sekolah Menengah Umum
atau Sekolah Menengah Kejuruan.
Status gizi remaja adalah keadaan tubuh yang diakibatkan konsumsi, penyerapan
indikator indeks massa tubuh (BB-kg)/(~B-rn~) dan status besi (Hb).
Berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh responden dikelompokkan
menjadi status gizi kurus, normal, dan gemuk. Sedangkan dari pengukuran
hemoglobin dikelompokkan menjadi anemia dan tidak anemia (normal).
Karakteristik sosial ekonomi merupakan keadaan sosial dan ekonomi keluarga dari remaja yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,
pendapatan keluarga, besar keluarga, dan uang jajan responden. Pendidikan
orang tua dikelompokkan menjadi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
Pendapatan per kapita keluarga serta uang jajan responden dikategorikan
menjadi tiga, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Sedangkan besar keluarga
dibedakan atas keluarga kecil, sedang, serta besar.
Pengetahuan gizi adalah kemampuan remaja untuk menjawab pertanyaan mengenai makanan dan gizi, makanan fast food, masalah gizi remaja, gizi
dan diet remaja, serta rokok, gizi dan kesehatan. Skor atas jawaban
pengetahuan gizi dikelompokkan dalam pengetahuan gizi rendah, sedang,
dan tinggi.
Pengetahuan reproduksi adalah kemampuan remaja yang diukur dari jawaban atas pertanyaan tentang alat, usia, proses dan faktor-faktor yang
berpengaruh pada reproduksi. Penilaian terhadap pengetahuan reproduksi
dikelompokkan menjadi rendah, sedang dan tinggi.
Konsumsi pangan adalah kebiasaan remaja mengonsumsi rokok atau tembakau dan makanan, dalam bentuk kebiasaan makan untuk mempertahankan atau
menurunkan berat badan (diet), konsumsi fast food dan kebiasaan merokok.
Kebiasaan makan dan diet merupakan wujud tindakan remaja terhadap diet dan
makanan yang mencakup pengetahuan gizi (kebutuhan dan status gizi serta
masalah gizi remaja), sikap gizi, serta praktek makan dan diet remaja untuk
mempertahankan bentuk tubuh atau menurunkan berat badan, kemudian
dikategorikan menjadi perilaku kurang, sedang, dan baik.
Konsumsi fast food adalah frekuensi fast food yang dikonsumsi remaja yan