• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Gizi, Konsumsi Pangan, dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di Kota Bogor dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Gizi, Konsumsi Pangan, dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di Kota Bogor dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)

STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN PERSEPSI

TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI PADA

REMAJA PUTRl SMU DAN SMK Dl KOTA BOGOR

DlKAlTKAN DENGAN KESIAPAN REPRODUKSI

OLEH

:

CHOIRUL ANNA NUR AFIFAH

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(101)

ABSTRAK

CHOIRUL ANNA NUR AFIFAH. Status Gizi, Konsumsi Pangan, dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di Kota Bogor dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi. Dibimbing oleh BUD1 SETIAWAN DAN DRAJAT MARTIANTO.

Kualitas reproduksi akan terwujud bila didukung kesiapan reproduksi yang baik. Kesiapan reproduksi pada remaja dipengaruhi kesiapan fisik yang digambarkan melalui status gizi dan kesehatan remaja serta kesiapan mental berupa persepsi remaja terhadap kesehatan reproduksi. Status gizi salah satunya dipengaruhi oleh konsumsi pangan seperti kebiasaan makan dan diet, konsumsi fast

food serta kebiasaan merokok. Disamping itu, persepsi terhadap kesehatan reproduksi yang baik akan sangat mendukung kesiapan reproduksi remaja guna menurunkan angka kematian ibu dan kejadian berat bayi lahir rendah. Dalam penelitian ini dipelajari status gizi, perilaku konsumsi, dan persepsi remaja putri SMU dan SMK di dikaitkan dengan kesiapan reproduksi. Penelitian dilakukan pada dua SMU (SMUN 1 dan SMUN 3) dan dua SMK (SMKN 1 dan SMKN 3) di Kota Bogor. Analisis statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman's, uji beda t (t-test) digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan setiap variabel di SMU dan SMK, dan analisis regresi berganda.

Status gizi (IMT) dan status besi (Hb) responden secara umum termasuk kategori normal. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dan status besi dengan persepsi terhadap kesehatan reproduksi. Status gizi dan status besi remaja putri SMU dan SMK secara umum tidak berbeda nyata, meskipun ada kecenderungan status besi remaja putri SMU lebih baik dibanding remaja putri SMK.

Selanjutnya konsumsi pangan menunjukkan tidak ada hubungan signifikan dengan status gizi dan status besi remaja. Terdapat hubungan signifikan (P<0,05) antara kebiasaan makan dan diet dengan status gizi. Secara umum konsumsi pangan tidak berbeda secara nyata antara responden SMU dan SMK, namun kebiasaan makan dan diet responden SMU lebih baik daripada responden SMK (P<O,Ol).

(102)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

Status Gizi, Konsumsi Pangan dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di Kota Bogor

dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, November 2002

(103)

STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN PERSEPSI

TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI PADA

REMAJA PUTRl SMU DAN SMK Dl KOTA BOGOR

DlKAlTKAN DENGAN KESIAPAN REPRODUKSI

CHOIRUL ANNA NUR AFIFAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya K.eluarga

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(104)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Status Gizi, Konsumsi Pangan, dan Persepsi terhadap

Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di

Kota Bogor dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi

Nama : Choirul Anna Nur Afifah

NRP : GMK P.21500014

Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua

Dr. Ir. Draiat Martianto, M.Si Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Gizi Masyarakat 3. Direktur Program Pascasarjana

dan ~ u m b e r d a ~ a ~eluarga

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS

(105)

Penulis dilahirkan di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 16 April 1977

sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Moch. Alfin (Alm) dan

In Nuraida.

Pendidikan yang penulis tempuh dimulai dari Sekolah Dasar Kiduldalem 1

Bangil yang lulus pada tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bangil

lulus tahun 1991, dan Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga Madiun lulus

tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa IKlP

Negeri Surabaya melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) di

Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Program Studi Pendidikan Tata Boga,

Fakultas Pendidikan Teknologi Kejuruan dan lulus tahun 1999.

Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian

(106)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SVVT atas segala nikmat,

hidayah, dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan dengan baik.

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2002 ini

adalah kesiapan reproduksi remaja, dengan judul Status Gizi, Konsumsi Pangan,

dan Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri SMU dan SMK di

Kota Bogor dikaitkan dengan Kesiapan Reproduksi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS

selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku

anggota komisi pembimbing, dan Dr. Clara M. Kusharto, M.Sc selaku penguji luar

komisi yang telah banyak memberi bimbingan, masukan, dan saran. Ungkapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Kepala SMUN 1, SMUN 3, SMKN 1, dan SMKN 3 beserta staf yang telah

memberikan izin pada penulis untuk melakukan pengumpulan data.

2. Kepala Laboratorium Biokimia Puslitbang Gizi dan Ibu Tri yang ikut membantu

dalam proses pengumpulan dan pengukuran status besi.

3. Teman-teman seangkatan GMK 2000 (Ira, Teh Tin, Naning, Elin, Ibu Nawang, Ibu

Rina, Ibu Erli, Ibu Maesti, Ibu Dina, dan Qori), Fanny serta Lia yang memberi

dorongan dan bantuan baik berupa tenaga maupun pikiran bagi kesempurnaan

tesis ini.

4. Ayah, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman kost Pondok Asad atas segala

dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis, khususnya dan

masyarakat pada umumnya.

Bogor, November 2002

(107)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

...

vi

DAFTAR GAMBAR

...

vii

DAFTAR LAMPIRAN

...

viii

PENDAHULUAN

...

1 Latar Belakang

...

1

Tujuan Penelitian

...

4

Kegunaan Penelitian

...

4

TINJAUAN PUSTAKA

...

Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

...

Status Gizi Remaja

...

Konsumsi Pangan

...

Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi

...

Pengetahuan Reproduksi

...

Kesehatan Reproduksi

...

Kesiapan Reproduksi

...

Kerangka Pemikiran

...

METODE PENELlTlAN

...

23 Desain Penelitian

...

23 Lokasi dan Waktu Penelitian

...

23 Contoh dan Cara Pengambilan Contoh

...

23 Jenis dan Cara Pengambilan Data

...

25 Pengolahan dan Analisis Data

...

26 Definisi Operasional

...

30

HASlL DAN PEMBAHASAN

...

Keadaan Umum Sekolah

...

Karakteristik Responden

...

Sosial Ekonomi Keluarga dan Responden

...

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Responden

...

Pengetahuan Reproduksi

...

...

Sumber lnformasi

Status Gizi Responden

...

Konsumsi Pangan Responden

...

Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi

...

Status

Gizi,

Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi, dan

...

Kesiapan Reproduksi

Kaitan Perilaku Konsumsi dengan Status Gizi dan Kesiapan

...

Reproduksi
(108)

KESIMPULAN DAN SARAN

...

62

...

Kesimpulan 62

Saran

...

63
(109)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

.

Anjuran kecukupan gizi untuk remaja

...

8 2

.

Jenis dan cara pengumpulan data

...

26 3

.

Kategori pengetahuan gizi menurut skor pengetahuan gizi

...

27

4

.

Klasifikasi status gizi remaja menurut indeks massa tubuh (IMT)

...

28

5

.

Jumlah fasilitas fisik sekolah

...

35

6

.

Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan umur

...

36

7

.

Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan besar keluarga

...

37

8

.

Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan pendidikan orang tua 38

9

.

Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan pekerjaan orang tua 39

10

.

Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan pendapatan keluarga 40

11

.

Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan uang jajan

...

41

12

.

Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan pengetahuan gizi dan

kesehatan

...

.

.

...

42

13

.

Sebaran responden SMU dan SMK. berdasarkan pengetahuan

reproduksi

...

44

14

.

Sebaran pengetahuan gizi berdasarkan jumlah sumber informasi gizi

...

dan kesehatan 46

15

.

Sebaran perilaku konsumsi responden menurut kebiasaan makan dan

diet. konsumsi fast food. dan kebiasaan merokok

...

50

16

.

Sebaran responden SMU dan SMK menurut jawaban soal praktek

...

makan 51

17

.

Sebaran konsumsi fast food berdasarkan pendapatan keluarga. uang

jajan dan pengetahuan gizi

...

53
(110)

19

.

Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan persepsi terhadap

kesehatan reproduksi

...

56

20

.

Sebaran persepsi berdasarkan pengetahuan reproduksi

...

57 21 . Sebaran kesiapan reproduksi menurut status gizi dan persepsi

...

59

22

.

lntegrasi aspek-aspek pengetahuan gizi. kesehatan dan reproduksi
(111)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran status gizi, konsumsi pangan dan persepsi

terhadap kesehatan reproduksi pada remaja dikaitkan dengan

kesiapan reproduksi

...

. . .

. . .

..

. . ..

...

... ... . .

....

.

.

.

,

. .

...

22 2. Diagram pengambilan contoh penelitian

...

24

3. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan sumber informasi

gizi dan kesehatan

... . .. .

.

..

.

. .. . . .. . .. . .

..

.. .... . . .. . .. .

.

. . . . .. . . .. . ..

.

. .. . . .. . .".

. ..

.

. ..

45

4. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan jumlah sumber

informasi gizi dan kesehatan

...

46

5. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan sumber informasi

reproduksi

...

...

. . .. .

.

..

. . .. .

..

. . .. .

.

..

. ...

. . .

. . .. . . .. . . .

..

.

..

.

..

. . .. . . .. . .

..

.

...

.

..

. . ..

4

7

6. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan jumlah sumber

informasi reproduksi

...

48

7. Persentase sebaran responden SMU dan SMK menurut IMT

...

49

8. Sebaran responden SMU dan SMK menurut status besi

...

4 9

9. Sebaran responden SMU dan SMK berdasarkan konsumsi fast food 5 3

(112)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil uji beda t karakteristik sosial ekonomi keluarga dan responden 7 1

2. Hasil uji beda t status gizi, perilaku konsumsi, persepsi dan kesiapan

reproduksi

...

73

3. Hasil uji korelasi Spearman's

...

74 4. Hasil analisis regresi variabel yang berkaitan dengan kesiapan
(113)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa Latin "adolescere" yang

berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Secara psikologis, masa remaja

adalah usia individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Pada masa ini

banyak perubahan fisik serta mental terjadi, mereka tidak mau dianggap anak-anak,

dan tidak lagi merasa di bawah tingkat orang dewasa (Hurlock, 1991), ingin

mencoba hal-ha1 baru dan ingin diterima oleh kelompoknya sehingga mudah meniru

atau terpengaruh kondisi dan perilaku di sekitarnya. Remaja berupaya menunjukkan

status sosial yang berbeda dalam proses mencari identitas dan eksistensi dirinya di

masyarakat (Hurlock, 1991).

Masa remaja adalah fase terakhir dari proses pertumbuhan dan

perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan

oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja (Husaini, 1989). Sehingga

status gizi dan kesehatan merupakan faktor penentu kualitas remaja. Dengan status

gizi yang optimal pertumbuhan dan perkembangan remaja menjadi lebih sempurna.

Status gizi remaja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi akan tetapi

dipengaruhi pula faktor budaya seperti kebiasaan makan. Kebiasaan makan yang

buruk pada remaja memungkinkan terjadinya gizi kurang maupun obesitas. Zat besi

merupakan mineral penting untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan dan

aktivitas fisik remaja (Alexander, 1994). Kurangnya zat besi dalam jangka pendek

menyebabkan anemia. Menurut Brabin dalam Senderowitz (1995) kebutuhan zat

(114)

karena penyakit infeksi yang mempengaruhi penyerapan zat besi seperti malaria,

schistosomiasis dan kecacingan lebih banyak terjadi di negara berkembang.

Kesehatan remaja di masa sekarang dan akan datang berkaitan erat dengan

perilaku (Senderowitz, 1995). Dengan semakin dekatnya usia kematangan menjadi

dewasa, remaja memberi kesan untuk berpakaian, bertindak, dan berperilaku yang

dihubungkan dengan status dewasa, misalnya merokok, mengonsumsi alkohol

bahkan terlibat hubungan seksual sehingga meningkatkan risiko untuk mengalami

kehamilan (teenage pregnancy), aborsi, terkena penyakit menular seksual (sexually

transmitted disease) dan sebagainya (Hurlock, 1991). Penelitian tentang usia

pertama kali melakukan hubungan seksual sebelum menikah di Jakarta dan

Yogyakarta menunjukkan 9,2% pada usia 10-14 tahun, 49,8% pada usia 15-19

tahun dan 41% pada usia 20-24 tahun (Bandy, 1990).

Menurut Hurlock (1991) hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan

tubuhnya. Sedangkan ukuran tubuh, usia, dan status kesehatan wanita merupakan

faktor penting yang mempengaruhi status bayi yang akan dilahirkannya

(Senderowitz, 1995). Oleh karenanya kesempurnaan dan kematangan fisik

khususnya pada remaja putri merupakan salah satu penentu kesiapan remaja

menghadapi masa reproduksi.

Kecenderungan untuk menikah pada usia muda, baik yang direncanakan

maupun tidak direncanakan menyebabkan persiapan pernikahan sebagai tugas

perkembangan yang paling penting dalam masa-masa remaja. Khususnya bagi

remaja putri yang nantinya menjadi seorang ibu, mengandung, melahirkan, dan

mengasuh anak. Kurangnya persiapan mental dan fisik ini menjadi masalah serius

(115)

dihasilkannya. Suatu penelitian menyatakan kehamilan di masa remaja berpotensi

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Kusharto, 1994).

Kesiapan mental remaja diantaranya terlihat dari persepsi remaja tentang

reproduksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pengetahuan

reproduksi. Penelitian menunjukkan hanya sebagian kecil remaja di Indonesia

memiliki pengetahuan reproduksi yang baik dan mendapat informasi tentang

reproduksi dari sumber yang kompeten (Media, 1995).

Menurut Azwar (2000) masalah kesehatan reproduksi pada remaja terjadi

karena kurangnya informasi yang benar dan bertanggung jawab, sehingga mereka

mengakses informasi yang keliru. Hingga saat ini, kebutuhan remaja akan informasi,

pendidikan, dan pelayanan tentang kesehatan reproduksi masih belum dipenuhi

dengan baik.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian mengenai status gizi, konsumsi pangan, dan persepsi terhadap kesehatan

(116)

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah mempelajari status gizi, konsumsi pangan,

dan persepsi terhadap kesehatan reproduksi pada remaja putri SMU dan SMK

dikaitkan dengan kesiapan reproduksi.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, pengetahuan gizi dan kesehatan,

serta pengetahuan reproduksi remaja putri.

2. Mengidentifikasi sumber informasi remaja putri tentang gizi dan reproduksi.

3. Mempelajari status gizi remaja putri secara antropometri (IMT) dan status besi

(Hb).

4. Mengidentifikasi konsumsi pangan remaja putri, meliputi kebiasaan makan dan

diet, konsumsi fast food, dan kebiasaan merokok.

5. Mempelajari persepsi remaja putri terhadap kesehatan reproduksi.

6. Menganalisis kaitan status gizi, konsumsi pangan, dan persepsi terhadap

kesehatan reproduksi dengan kesiapan reproduksi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi tentang kesiapan remaja

putri menjadi calon ibu berkualitas yang menjalankan fungsi reproduksi, serta

menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan, pendidik, dan orang tua

untuk menentukan langkah tepat guna peningkatan informasi dan kesadaran

kesehatan reproduksi pada remaja sebagai upaya meningkatkan kualitas reproduksi

(117)

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Penyertian Rernaja

Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-

kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara

seksual menjadi matang dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum

atau diakui hak-haknya sebagai warga negara (Monks et al, 1992).

Remaja sering kali disebut adolecence (adolescere dalam bahasa Latin)

yang secara luas berarti masa tumbuh dan berkembang untuk mencapai

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1991). WHO memberikan

definisi masa remaja mulai usia 10-24 tahun (Senderowitz, 1995). Monks et a/

(1992) menyatakan masa remaja berlangsung pada umur 12 sampai 21 tahun,

dengan pembagian masa remaja awal (1 2-1 5 tahun), masa remaja pertengahan (1 5-

18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

Masa remaja ditandai dengan gejala timbulnya seksualitas (genital) yang

disebut pubertas. Masa pubertas merupakan masa terjadinya kematangan alat-alat

seksual dan tercapainya kemampuan reproduksi individu (Hanlon, 1984).

Kematangan seksual yang normal berlangsung pada usia 11-18 tahun (Kartono,

1992). Menurut WHO dalam Senderowitz (1995) remaja digambarkan sebagai

periode perkembangan seksual, yaitu dari munculnya ciri-ciri seks sekunder menuju

kedewasaan seksual; periode perkembangan psikologis, dari anak-anak menjadi

orang dewasa; dan periode perkembangan sosioekonomi, dari orang yang sangat

(118)

Pertumbuhan Remaja

Masa pertumbuhan remaja ditandai dengan bertambahnya jaringan lemak,

tulang, serta otot yang cepat sehingga diperoleh bentuk tubuh orang dewasa (growth

spurt), pertumbuhan dan perkembangan gonad, perkembangan ciri-ciri seks

sekunder, dan perkembangan sistem organ tubuh (WHO, 1978). Pertumbuhan dan

perkembangan remaja laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Perbedaan ini

dipengaruhi oleh meningkatnya sekresi hormon dan gen, yang dihasilkan testes dan

adrenal cortex pada laki-laki, dan adrenal cortex pada perempuan (Husaini, 1989).

Growth spurt remaja putri terjadi lebih awal daripada laki-laki, sehingga pada

umur 11-13 tahun wanita lebih tinggi dan lebih berat daripada laki-laki. Sedangkan

laki-laki mengalami puncak pertumbuhan pesat pada umur 13-14 tahun dengan

intensitas yang lebih besar daripada perempuan (Husaini, 1989).

Hurlock (1991) menyatakan selama masa remaja terjadi perubahan eksternal

dan internal tubuh. Perubahan eksternal tubuh meliputi perubahan dalam tinggi

badan, berat badan, proporsi tubuh, organ seks, dan perkembangan ciri-ciri seks

sekunder seperti payudara, suara, rambut, dan sebagainya. Sedangkan perubahan

internal tubuh yang terjadi pada masa remaja meliputi perkembangan sistem

pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem endokrin, dan

jaringan tubuh terutama otot. Pada laki-laki pertumbuhan otot lebih menonjol

sedangkan pada perempuan deposit lemak yang lebih banyak (Husaini, 1989).

Menurut Hurlock (1991) pertumbuhan dan perkembangan pesat pada masa

remaja tergantung pada faktor keturunan yang mempengaruhi kelenjar endokrin,

faktor lingkungan khususnya terpenuhinya zat-zat gizi yang mempengaruhi

(119)

Perkembangan Remaja

Cepatnya perkembangan dalam masa remaja yang berkaitan dengan

kematangan fisik dan seksual memberikan perubahan dalam perkembangan sosial

remaja. Monks et a1 (1992) menyatakan ada dua macam gerak dalam

perkembangan sosial remaja, yaitu gerak memisahkan diri dari orang tua dan gerak

menuju ke arah teman-teman sebaya. Remaja berusaha diterima oleh teman-teman

sebayanya (peer group) sehingga perilaku, sikap, dan minat teman-teman sebaya

memberikan pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock,

1991). Hasil penelitian Evans (1995) menunjukkan pengaruh peer group pada

remaja terutama dalam ha1 konsumsi obat-obatan, konsumsi alkohol, dan kontrol

berat badan.

Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja menyebabkan

mereka memberi perhatian besar terhadap penampilan dirinya. Remaja

mengharapkan gambaran tubuh yang ideal (body image), sehingga penyimpangan

atau cacat anggota tubuh sangat merisaukan perasaannya terutama pada remaja

putri (Monks et a/, 1992). Salah satu upaya remaja untuk mencapai body image

tersebut adalah menurunkan berat badan dengan mengubah kebiasaan makan.

Perubahan kebiasaan makan yang tidak tepat memungkinkan terjadinya anorexia

nenlosa dan bulimia sebagai masalah kesehatan remaja (Heald, 1998).

Bentuk perubahan perkembangan sosial remaja yang menonjol adalah

dalam ha1 hubungan heteroseksual. Remaja cenderung lebih menyukai teman dari

lawan jenisnya. Perasaan suka kepada lawan jenis, tekanan-tekanan terhadap

keinginan seks, dan keingintahuan remaja tentang seks meningkatkan risiko remaja

(120)

Kecukupan Gizi Remaja

Kecukupan gizi (Recomended Dietary Allowances) adalah jumlah masing-

masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar sebagian besar orang

(97,5% populasi) hidup sehat (Hardinsyah, 1989). RDA pada remaja termasuk tinggi

karena harus memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat

cepat (Husaini, 1989). Berdasarkan intensitas pertumbuhan dan aktifitas fisiknya,

remaja putra membutuhkan lebih banyak zat-zat gizi sehingga kecukupan gizi untuk

remaja putra lebih tinggi daripada remaja putri.

Kecukupan zat-zat gizi bagi remaja yang dianjurkan menurut National

Research Council di dalam Recomended Dietary Allowences (RDA) ditunjukkan

[image:120.612.114.506.393.527.2]

dalam tabel berikut :

Tabel 1. Anjuran kecukupan gizi untuk remaja

I

Energi

I

Prot.

I

Vit A

I

Vit D

I

Vit E

I

Vit C

I

Ca

I

Fe

I

Zn

11-14 15-18 19-22 Putra 11-14 15-18 Putri

19-22

1

2900

1

56 Sumber: Heald. 1998.

Peningkatan kebutuhan zat gizi remaja tidak hanya terbatas pada energi dan

protein, tetapi juga beberapa mineral (zat besi, kalsium, dan seng) serta vitamin

(vitamin A, vitamin C, dan sebagainya) Survey mengenai pola makan remaja

menunjukkan bahwa sebagian besar remaja rendah dalam konsumsi pangan

sumber protein, zat besi, kalsium, seng, vitamin A, vitamin C, dan thiamin

(Senderowitz, 1995; Forbes, 1998). Remaja putri menurut Husaini (1989) memiliki

(121)

kebutuhan zat besi yang tinggi pada masa pertumbuhan cepat karena terjadinya

mensruasi, sehingga mengalami kehilangan zat besi 1,6 mglhari. Meningkatnya

kebutuhan kalsium karena lebih dari 50% massa skeleton terbentuk saat remaja

(FSN, 2002).

Status Gizi Remaja

Status gizi merupakan kondisi tubuh yang muncul diakibatkan adanya

keseimbangan antara konsumsi dan pengeluaran zat gizi. Secara umum, status gizi

seseorang dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi dari makanan dan penyakit infeksi

yang mengganggu proses metabolisme, absorpsi dan utilisasi zat gizi oleh tubuh

(Suhardjo, 1986). Status gizi seseorang dibedakan atas gizi lebih, gizi baik atau

optimal, dan gizi buruk (Soekirman, 2000).

Masalah Gizi Remaja

Menurut Husaini (1989) masalah gizi yang dapat terjadi pada remaja adalah

gizi kurang (underweight), obesitas (overweight), dan anemia. Gizi kurang terjadi

karena jumlah konsumsi energi dan zat-zat gizi lain tidak memenuhi kebutuhan

tubuh. Akan tetapi pada remaja putri, gizi kurang umumnya terjadi karena

keterbatasan diet atau membatasi sendiri intik makanannya. Kejadian gizi lebih pada

remaja disebabkan kebiasaan makan yang kurang baik sehingga jumlah masukan

energi (energy intake) berlebih. Beberapa faktor yang mempengaruhi gizi lebih ini

adalah konsumsi makanan yang berlebihan karena meningkatnya ketersediaan

pangan dan kurangnya aktivitas fisik remaja. Kecenderungan remaja untuk

menghabiskan waktu luang dengan menonton TV atau bermain games

dibandingkan beraktivitas di luar rumah (outdoor activities) menyebabkan

(122)

Alexander (1994) sebagian besar masalah gizi pada remaja terjadi karena

intik zat besi yang rendah atau anemia. Tingginya resiko anemia pada remaja putri

disebabkan terbatasnya konsumsi pangan hewani, menstruasi, dan meningkatnya

kebutuhan zat besi selama growth spurt (Anonim, 2002). Anemia merupakan suatu

keadaan dimana sel-sel darah merah tidak mampu membawa oksigen (02) yang

diperlukan dalam pembentukan energi. Anemia dapat disebabkan kurangnya kadar

hemoglobin darah yang mampu mengikat O2 atau berkurangnya jumlah sel darah

merah karena pendarahan akibat infeksi maupun pecahnya sel darah merah karena

penyakit malaria (King and Burgess, 1995).

Hasil survei N HAN ES I I I (National Health and Nutrition Examination Survey)

tahun 1996 di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi remaja putri umur 12-19

tahuri yang mengalami defisiensi zat besi antara 8-10% (Beard, 2000). lnsiden

anemia remaja putri di lnggris mencapai 10,5%. Dari hasil penelitian yang dilakukan

Wirawan (1995) di Jakarta Timur diketahui proporsi anemia pada siswi SLTA

sebanyak 44,4%. Penelitian Saidin (1 997) di Bandung menunjukkan proporsi anemia

siswi SMUN sebesar 41%. Hasil penelitian Permaesih (1990) menunjukkan proporsi

wanita remaja yang berstatus gizi baik menurut BBrrB dan nilai persentase lemak

tubuh berada diatas normal ternyata menderita anemia sebanyak 44,4%.

Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk

mengetahui masalah gizi yang ada pada masyarakat. Penilaian status gizi dapat

dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara

penilaian secara langsung diantaranya melalui pengukuran antropometri dan

(123)

lndeks pengukuran antropometri yang digunakan dalam penilaian status gizi

remaja adalah indeks massa tubuh (body mass index). lndeks massa tubuh (IMT)

merupakan indikator yang teliti untuk megetahui simpanan kelebihan energi dalam

bentuk lemak tubuh (body fat) dalam suatu populasi (Forbes, 1998; Berkey et a/,

2000). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diketahui besaran masalah gizi

kurang (underweight) maupun obesitas (overweight) yang terjadi pada remaja.

Penentuan batasan berat badan normal pada orang dewasa berdasarkan

nilai indeks massa tubuh dihitung menurut rumus berat badan dalam kilogram dibagi

kuadrat tinggi badan dalam meter. Batasan nilai IMT normal bagi wanita adalah

18,7-23,8 atau sekitar 20,8 (Atmarita, 1992). Depkes (1996) mengkategorikan nilai

IMT menjadi lima, yaitu kurus sekali (IMT<17,0), kurus (IMT 17,O-18,4), normal (IMT

18,5-25,0), gemuk (IMT 251-27,0), dan gemuk sekali (IMT>27,0). Becker et al(1999)

juga menyebutkan nilai IMTe20 dikatakan underweight, nilai IMT 20 sampai 25

dikatakan normal, nilai IMT 25 sampai 30 dikatakan overweight, dan >30 dikatakan

obese.

Penilaian biokimia digunakan untuk menentukan status besi (hemoglobin)

sebagai indikator anemia pada remaja. Meskipun telah dikembangkan metode-

metode baru untuk mendeteksi anemia khususnya anemia kurang zat besi seperti

ferritin, free erithrocyte protoporphyrin (FEP), dan transferrin, penentuan secara

konvensional dengan hemoglobin dan hematokrit masih sering dilakukan. Akan

tetapi berbeda dengan kadar hemoglobin, batasan kadar hematokrit untuk

mendiagnosis anemia masih belum ada kesepakatan umum diantara para ahli

(124)

Menurut Muhilal (1 980) metode penentuan kadar hemoglobin yang paling

teliti adalah Cyanmethemoglobin. Sehingga cara ini dianggap paling digunakan

penelitian gizi.

Ambang batas hemoglobin bagi remaja putri adalah 12 gram/dl

W

O

dalam

Soekirman, 2001). Kadar hemoglobin yang berada di bawah 12 gramldl

menunjukkan bahwa orang tersebut mengalami anemia.

Konsumsi Pangan

Status gizi remaja dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan berkaitan erat

dengan perilaku remaja (Alexander, 1994). Perilaku adalah segala sesuatu yang

dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dan di dalamnya mencakup cara-cara

mancapai tujuan tersebut (Winkel, 1984). Terbentuknya perilaku seseorang

dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan nilai

(WHO, 1992). Menurut Friedman (1 993) pembentukan pola perilaku saat dewasa

diawali ketika remaja. Perilaku remaja lebih banyak dipengaruhi perilaku teman-

teman sebaya atau kelompoknya daripada pengaruh keluarga. Sehingga bila teman

kelompoknya mencoba merokok, minum alkohol atau obat-obatan terlarang, remaja

cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibatnya (Hurlock, 1991).

Konsumsi pangan remaja ditunjukkan dengan kebiasaan makan, merokok,

minum alkohol, dan konsumsi obat-obatan. Hasil penelitian Evans et a1 (1995)

menunjukkan pengaruh peer group terkadap perilaku sehat remaja yang tertinggi

adalah pada pengontrolan berat badan, konsumsi obat-obatan, minuman keras, dan

melakukan fitness. Sedangkan pengaruh peer group terhadap kebiasaan makan

(125)

Kebiasaan Makan dan Diet

Bourne (1979) menyatakan remaja mempunyai kecenderungan umtuk

mengonsumsi makanan di luar rumah atau sekolah, memilih makanan yang

sianggap populer dan meningkatkan gengsi, serta mempunyai kebiasaan makam

tidak teratur. Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk

terlihat langsing, khususnya pada remaja putri seringkali menimbulkan gangguan

makan atau eating disorders (Bruess, 1989). Eating disorders yang paling banyak

dialami remaja putri adalah anorexia nervosa dan bulimia. Diperkirakan 3% dari

seluruh remaja putri Amerika Serikat mengalami eating disorders (Becker et a/,

1999). Eating disorders pada remaja putri memungkinkan timbulnya komplikasi

medis yang sangat serius, seperti berhentinya menstruasi, terganggunya fungsi hati,

hipokalemia, anemia, dan sebagainya (Becker et a/, 1999). Becker et al(1999) juga

menyatakan salah satu karakteristik anorexia nervosa adalah indeks massa tubuh

<17,5. Beberapa pernyataan tersebut menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

-

antara praktek makan dengan status gizi.

Berkembangnya produk pelangsing atau penurun berat badan, baik berupa

makanan, minuman, jamu, atau obat-obatan yang ditawarkan pada masyarakat

meningkatkan peluang remaja untuk mengonsumsi produk tersebut. Praktek diet

yang tidak tepat dan pengetahuan gizi yang kurang mengenai produk tersebut

memberikan dampak negatif bagi kesehatan remaja.

Konsumsi Fast Food

Konsumsi pangan seseorang erat kaitannya dengan kebiasaan makan.

Kebiasaan makan merupakan sesuatu yang sulit diubah namun dapat berubah

(126)

teman kelompoknya (peer group). Menurut Alexander (1994) kebiasaan makan

sehat pada remaja masih jauh dari ideal. Remaja lebih suka mengonsumsi makanan

berupa fast food, snack, soft drink, dan sebagainya yang pada umumnya rendah

sumber vitamin dan mineral.

Asmoro (1993) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku

konsumsi pangan seseorang dalam menentukan makanan erat hubungannya

dengan tradisi serta status simbol atau gengsi. Hasil penelitian yang dilakukan

Sartiningsih (1993) tentang perilaku konsumsi fast food pada remaja di Bogor

menunjukkan pada umumnya remaja yang mengonsumsi fast food memiliki

lingkungan sosial, yaitu keluarga dan teman dekat atau teman sekolah yang

mendukung konsumsi fast food. Alasan utama mereka mengonsumsi fast food

karena selera atau kesenangan dan kondisi keuangan.

Penelitian Yulia (1999) mengenai pembelian dan respon konsumen fast food

usia 15 hingga 45 tahun di wilayah DKI Jakarta menunjukkan rata-rata frekuensi

pembelian fast food adalah dua kali sebulan. Konsumsi pangan yang cenderung

tinggi kalori dan lemak ini memungkinkan terjadinya obesitas pada remaja.

Kebiasaan Merokok

Menurut Aditama (1997) remaja putri biasanya mulai mencoba rokok pada

usia 10-14 tahun. Perilaku merokok pada remaja merupakan wujud sikap

pemberontakan, keingintahuan, tekanan dalam kelompoknya (peer pressure), dan

anggapan merokok sebagai simbol kedewasaan (Bruess, 1989). Penelitian di ltalia

menunjukkan sekitar 79,7% teman baik remaja putri yang merokok adalah perokok,

sedangkan 72,2% teman baik remaja putri yang tidak merokok juga bukan perokok

(127)

Selain pengaruh teman, lingkungan keluarga juga sangat berpengaruh pada

kebiasaan merokok remaja. Bruess

(1989)

menyatakan remaja yang berasal dari

keluarga perokok memiliki kecenderungan menjadi seorang perokok. Hasil penelitian

di Amerika Serikat menunjukkan bahwa remaja putri yang orang tuanya perokok

lima kali peluangnya menjadi perokok dibandingkan dengan yang orang tuanya tidak

merokok (Aditama,

1997).

Data statistik yang dikeluarkan American Heart Association menunjukkan

kurang lebih

44,l

juta remaja Amerika Serikat berusia

12-17

tahun adalah perokok.

Triatma

(1989)

membagi perokok menjadi tiga tingkatan, yaitu:

(1)

perokok ringan,

orang yang merokok

1-9

batang per hari, (2) perokok sedang, orang yang merokok

10-15

batang per hari, dan

(3)

perokok berat, orang yang merokok diatas

15

batang

per hari. Dari hasil penelitian kebiasaan merokok pada pelajar SLTA di Bandung

menunjukkan

16,2%

pelajar merokok sebelum usia

13

tahun dan proporsi siswi yang

merokok 2,6% (Kartasasmita,

1990).

Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan

persentase siswi atau pelajar putri yang merokok sebanyak

8,8%

(Lubis,

1994).

Aditama

(1997)

menyatakan merokok dapat menurunkan fertilitas atau

kesuburan. Diperkirakan kesuburan wanita perokok hanya

72%

dari kesuburan

wanita yang tidak merokok, menopause juga datang

2-3

tahun lebih cepat pada

wanita perokok. Gangguan kesehatan lain seperti kanker paru, kanker leher rahim,

abortus, menurunkan fertilitas, kelahiran bayi cacat dan berat bayi lahir rendah pada

ibu hamil juga merupakan resiko buruk akibat merokok pada wanita.

Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi

Secara sederhana persepsi diartikan sebagai pemaknaan dari hasil

(128)

kesehatan reproduksi merupakan pandangan atau pemahaman remaja terhadap

segala aspek yang mendukung reproduksi sehat. Menurut Affandi (1995) kesehatan

reproduksi mencakup tiga komponen, yaitu kemampuan (ability), keberhasilan

(success), dan keamanan (safety).

Persepsi remaja ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor struktural, faktor

fungsional, dan faktor kultural. Faktor struktural bersifat fisiologis, berkaitan dengan

fungsi organ-organ persepsi seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan lain-

lain. Faktor fungsional merupakan faktor yang dipengaruhi oleh ingatan, kebutuhan,

kebiasaan dan pengalaman yang diperoleh dari interaksi personal dan sosial.

Sedangkan faktor kultural merupakan ha1 yang mempengaruhi individu dikaitkan

dengan adat istiadat, norma, dan agama (Schiffman, 1982).

Pengukuran Persepsi

Muhadjir (1992) menyatakan persepsi merupakan proses pengamatan

seseorang yang berasal dari domain kognitif berupa ekspresi pendapat yang lebih

tepat atau kurang tepat. Menurut Schlosberg dalam Muhadjir (1992) pengukuran

persepsi dapat disajikan dalam dua dimensi senang-tidak senang dan menerima-

menolak. Selanjutnya Noeng dalam Muhadjir (1992) menyederhanakan pengukuran

persepsi dalam bentuk skala penilaian setuju dan tidak setuju.

Pengetahuan Reproduksi

Menurut Media (1995) pengetahuan reproduksi meliputi kemampuan untuk

mengetahui segala aspek yang mendukung proses reproduksi, seperti usia subur

wanita, kehamilan, usia nikah yang dianjurkan dan jenis alat kontrasepsi. Affandi

(129)

tiga komponen pendukung kesehatan reproduksi, yaitu kemampuan, keberhasilan,

dan keamanan reproduksi.

Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pada umumnya pengetahuan

reproduksi remaja masih rendah, hat ini disebabkan kurangnya kebenaran informasi

kesehatan reproduksi yang diterima remaja (Friedman, 1993). Suatu penelitian

menunjukkan ketidakakuratan informasi yang diterima remaja karena sumber

informasi utamanya adalah peer group, saudara, media massa, dan hanya sebagian

kecil remaja sumber informasinya dari orang tua (Senderowitz, 1995). Menurut

Sarwono (1993) peran orang tua yang rendah dalam memberikan informasi

pengetahuan reproduksi karena sikap orang tua yang tabu membicarakan seks

dengan anaknya, sehingga anak berpaling mencari sumber-sumber lain yang tidak

akurat seperti teman sebaya.

Kesehatan Reproduksi

Reproduksi adalah merupakan proses perkembangbiakan dari suatu

makhluk hidup untuk menghasilkan organisme lain yang sama jenisnya (Penghulu,

1993). Reproduksi dimaksudkan sebagai peristiwa atau proses yang berkaitan

dengan fungsi kembang biak atau meneruskan keturunan (Media, 1995). Proses

reproduksi manusia bermula dari pertemuan sperma pria dengan sel telur wanita

melalui hubungan seksual kemudian berlanjut dengan kehamilan, dan berakhir pada

persalinan (Chalik, 1998).

Kesehatan reproduksi adalah didapatnya keadaan sehat yang mencakup

keadaan fisik, mental, sosial, serta spiritual dan tidak adanya kecacatan yang terkait

dengan sistem reproduksi fungsi dan prosesnya (Martodipuro, 2000). Kesehatan

(130)

yang aman dan adanya kemampuan untuk berkembangbiak dengan kebebasan

untuk memutuskan sendiri sejak kapan dan berapa banyak.

Menurut Affandi (1995) kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen,

yaitu kemampuan (ability), keberhasilan (success), dan keamanan (safety).

Kemampuan berarti wanita tersebut dapat bereproduksi. Keberhasilan berarti wanita

tersebut dapat menghasilkan anak yang sehat, tumbuh dan berkembang dengan

baik. Keamanan berarti semua proses reproduksi diantaranya hubungan seksual,

kehamilan, persalinan, pengguanaan kontrasepsi dan aborsi menjadi suatu aktivitas

yang aman dilakukan.

Secara umum masalah kesehatan reproduksi remaja adalah kehamilan yang

tidak diinginkan, kehamilan di usia belasan tahun, penyakit menular seksual

(sexually transmitted disease), dan aborsi. Beberapa penelitian yang dilakukan di

Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia menunjukkan semakin banyaknya

remaja putri yang berhubungan seksual pada usia dini, sekitar 17% remaja putri

melakukannya sebelum usia 16 tahun (Jones, 1998).

Penelitian yang dilakukan di Jakarta dan Yogyakarta menunjukkan proporsi

remaja yang telah melakukan hubungan seksual 6,6% (Bandi, 1992). Dari hasil

penelitian terhadap 633 pelajar SLTA di Bali menunjukkan 27% siswa dan 18% siswi

mengaku pernah melakukan hubungan seksual (Media, 1995).

Hubungan seksual yang dilakukan remaja sebelum menikah menyebabkan

kehamilan dini atau kehamilan tidak diinginkan, yang beberapa diantaranya berakhir

dengan aborsi dan terjangkitnya penyakit menular seksual termasuk diantaranya

infeksi HIV (Friedman, 1993). Pada tahun 1995 di Thailand masalah penyakit

(131)

kasus PMS yang ada dan kehamilan di usia belasan tahun mencapi 14,7% dari total

jumlah kehamilan (Sawanto, 2002).

Kesiapan Reproduksi

Kesiapan reproduksi berhubungan dengan tugas remaja nantinya sebagai

calon ibu yang memiliki tanggung jawab besar dalam kehidupan keluarga. Mereka

akan terlibat dalam proses pernikahan, dengan konsekuensi untuk hamil,

melahirkan, merawat, mengasuh serta mendidik anak (Martodipuro, 2000).

Untuk dapat memulai kehidupan keluarga dengan baik, diperlukan kesiapan

fisik dan mental, diantaranya kesiapan dalam ha1 reproduksi. Kesiapan fisik remaja

diukur dari status gizi remaja. Sedangkan kesiapan mental remaja terhadap

reproduksi diukur dari pengetahuan reproduksi serta persepsi remaja mengenai

(132)

KERANGKA PEMlKlRAN

Untuk mempelajari kesiapan mental dan fisik remaja terhadap reproduksi,

maka kaitan status gizi, konsumsi pangan, dan persepsi remaja terhadap kesehatan

reproduksi dengan kesiapan reproduksi dapat dilihat dari Gambar 1.

Masa remaja ditandai dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan

fisik serta perubahan mental atau psikologis sehingga merupakan masa-masa rawan

bagi pemenuhan zat-zat gizi. Pertumbuhan normal dan status kesehatan yang

optimal sebagai upaya pencegahan penyakit sangat bergantung pada tercukupinya

intik zat-zat gizi (Alexander, 1994).

Status gizi dan kesehatan remaja sangat berkaitan dengan perilaku remaja.

Adapun bentuk perilaku remaja dipengaruhi karakteristik remaja, lingkungan

keluarga serta sosial (khususnya peer group). Rasa ingin tahu yang tinggi dan masa

ambang menuju kedewasaan pada remaja menyebabkan mereka mencoba untuk

berperilaku sebagaimana yang dilakukan orang dewasa seperti merokok,

mengkonsumsi alkohol bahkan sampai melakukan hubungan seksual sehingga

remaja rawan terhadap resiko kehamilan, terkena penyakit menular seksual,

kekerasan dan sebagainya (Senderowitz, 1995).

Konsumsi pangan yang kurang baik pada remaja rnemungkinkan mereka

mengalami malnutrisi. Malnutrisi remaja dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor

budaya yang berperan dalam keluarga. Obesitas pada rernaja timbul akibat

konsumsi pangan yang berlebihan dan kurangnya aktivitas remaja. Masalah gizi lain

yang sering dialami remaja terutama remaja putri adalah anemia gizi besi. Dari data

SKRT 1995 menunjukkan bahwa prevalensi anemia remaja putri di Indonesia masih

(133)

Berkaitan dengan remaja putri yang nantinya menjadi seorang ibu, faktor

sosial ekonomi, ukuran tubuh yang merefleksikan status gizi, dan perilaku konsumsi

memberi pengaruh terhadap status bayi yang akan dilahirkannya (Kusharto, 1994).

Tercapainya reproduksi yang sehat tidak hanya ditentukan faktor kesiapan fisik,

akan tetapi juga kesiapan mental. Kesiapan mental diantaranya dipengaruhi

persepsi terhadap reproduksi.

Persepsi seseorang dipengaruhi faktor struktural, fungsional dan kultural,

sehingga persepsi setiap orang terhadap suatu obyek tidak selalu sama (Schiffman,

1982). Faktor struktural berkaitan dengan kemampuan fisiologis memahami obyek

atau pengetahuan, faktor fungsional dipengaruhi pengalaman atau hasil interaksi

dengan lingkungan, serta faktor kultural yang berkaitan dengan norma atau tradisi

yang berlaku. Persepsi terhadap kesehatan reproduksi diarahkan untuk tercapainya

ketiga aspek kesehatan reproduksi, yang meliputi kemampuan (ability) untuk

bereproduksi, keamanan (safety) selarna proses reproduksi, dan keberhasilan

(134)

i

Kualitas reproduksi

\

I (pregnancy outcome) I

STATUS GlZl

Status besi (Hb)

' - - - I I lnfeksi

I

Kebiasaan mkn & diet 1---1 Konsumsi fast food

Kebiasaan merokok

gizi &

keseh.

Sosek kelg & resp pddk OT

pekerj OT pdpt keluarga besar keluarga uang jajan

1

Persepsi thp Kesehatan Reproduksi

Kemampuan (ability) usia reproduksi perawatan alat reprod. Keberhasilan (success)

stat.gizi & konsumsi hubungan seksual Keamanan (safety)

aborsi

alat kontrasepsi peny. menular seksual

Faktor struktural

openget. re produksi

1

' - - - I I Faktor

I

I kultural

i

I I

- - -

- - - , - - - - - - ,

I I

I Lingk. kelg l I Faktor

i

I & sosial I I

I

- - - 4

fungsional

j

-

- - -

-

- - - - 4 [image:134.612.84.517.74.669.2]

Keterangan : variabel yang diteliti - - - . variabel yang tidak diteliti

(135)

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan untuk mengetahui status gizi, perilaku

konsumsi, dan persepsi remaja putri SMU dan SMK dikaitkan dengan kesiapan

reproduksi adalah cross sectional.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian irli akan dilakukan di Kota Bogor, dengan responden siswi di dua

SMU (SMUN 1 dan SMUN 3) dan dua SMK (SMKN 1 dan SMKN 3).

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposif (purposive sampling).

Pemilihan Sekolah Menengah Umum dengan pertimbangan sekolah tersebut

merupakan sekolah favorit di Kota Bogor dan sebagian besar lulusannya cenderung

memilih melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan pemilihan

Sekolah Menengah Kejuruan berdasarkan pertimbangan sebagian besar muridnya

adalah remaja putri yang setelah lulus mereka diharapkan segera mandiri (bekerja

atau menikah). Waktu pengambilan data dimulai pada bulan Juni sampai Agustus

2002.

Contoh dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh penelitian adalah remaja putri SMU dan SMK kelas dua di Kota

Bogor. Pertimbangan memilih siswi kelas dua dikarenakan mereka pada umumnya

berusia 17 tahun, yang oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai usia menuju

kedewasaan dan mengganggu ujian akhir nasional (UAN) pada saat pengambilan

(136)

Pengambilan contoh penelitian dilakukan dengan acak (random sampling)

berdasarkan daftar nama siswa. Sehingga pada akhirnya terpilih 105 siswi sebagai

contoh penelitian, dengan rincian 52 siswi SMU dan 53 siswi SMK.

26 siswi 26 siswi 27 siswi 26 siswi

=

105 siswi [image:136.616.110.481.181.579.2]

0

(137)

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Data penelitian yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer.

Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah, daftar nama siswa, pekerjaan orang

tua, dan pendapatan keluarga. Data primer yang dikumpulkan meliputi sosial

ekonomi keluarga dan responden, pengetahuan gizi dan reproduksi, perilaku

konsumsi, sumber informasi, status gizi (berat badan, tinggi badan, dan hemoglobin)

serta persepsi terhadap kesehatan reproduksi.

Pengumpulan data primer (sosial ekonomi, pengetahuan gizi dan reproduksi,

perilaku konsumsi, sumber informasi, serta persepsi terhadap kesehatan reproduksi)

menggunakan teknik wawancara. Data persepsi terhadap kesehatan reproduksi

dikumpulkan dengan instrumen kuesipner yang dimodifikasi dari premarital sexual

permissiveness scale (PSPS). Kuesioner persepsi, pengetahuan gizi dan reproduksi

yang digunakan telah diuji validitasnya dengan menggunakan rumus korelasi

product moment (Notoatmodjo, 2002).

Data berat badan diperoleh melalui penimbangan menggunakan timbangan

berat badan digital (digital balance scale) merek Tronno, kapasitas 150 kg dengan

ketelitian 0 , l kg. Sedangkan data tinggi badan diukur menggunakan microtoise

dengan ketelitian 0 , l cm. Status besi, atau kadar hemoglobin diperoleh dari

pengambilan darah oleh tenaga profesional laboratorium klinik dan analisis biokimia

darah gengan metode Cyanmethemoglobin di Laboratorium Pusat Penelitian dan

Pengembangan (Puslitbang) Gizi Depkes Bogor. Ringkasan jenis data dan cara

(138)
[image:138.612.94.506.96.395.2]

Tabel 2. Jenis dan cara pengumpulan data

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul dikelompokkan menurut peubahnya, selanjutnya

hubungan antar peubah dianalisis secara deskriptif dan diuji statistik dengan

menggunakan paket program Statistical Product and Senlice Solution (SPSS) versi

10 (Santoso, 2001).

Data

Berat badan

Tinggi badan

Umur, identitas keluarga, pendapatan dan pekerjaan orang tua, uang jajan, sumber informasi, pengetahuan gizi, perilaku konsumsi, pengetahuan reproduksi dan persepsi terhadap kesehatan reproduksi

Status besi (hemoglobin)

Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial ekonomi yang ddiukur meliputi pendidikan orang tua,

pendapatan per kapita keluarga, besar keluarga, dan uang jajan responden.

Pendidikan orang tua responden diukur berdasarkan lama sekolah dalam

tahun, kemudian dikelompokkan dengan kategori pendidikan dasar (0-6 tahun),

pendidikan menengah (7-12 tahun), dan pendidikan tinggi (>I2 tahun).

Pengumpulan Data

Penimbangan langsung dengan timbangan berat badan digital (digital balance scale) merek Tronno, kapasitas 150 kg, ketelitian 0 , l kg.

Pengukuran dengan microtoise, ketelitian 0 , l cm.

Wawancara menggunakan kuesioner.

(139)

Pendapatan per kapita keluarga diperoleh dari total pendapatan keluarga per

bulan dibagi jumlah anggota keluarga. Pengolahan data pendapatan keluarga

dilakukan setelah pendapatan per kapita dikategorikan menjadi tiga, yaitu

pendapatan rendah (X < x-ISD), pendapatan sedang (x-1SD < X < x+lSD), dan pendapatan tinggi (X > x+lSD).

Besar keluarga diukur dari jumlah anggota keluarga. Kriteria besar keluarga

menurut BPPS dalam Pranadji (2001) dibedakan atas keluarga kecil jika jumlah

anggota kurang dari atau sama dengan 4 orang, sedang jika jumlah anggota 5

sampai 7 orang, serta besar jika jumlah anggota lebih dari 7 orang.

Data uang jajan responden diukur dari rata-rata uang jajan yang diterima per

bulan. Uang jajan dikelompokkan dengan kriteria rendah (X < x-ISD), sedang (x-

1 SD < X < x + l SD), dan tinggi (X > x + l SD).

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan

Pengetahuan gizi dan kesehatan dinilai dengan skor, yang dihitung dari

jawaban responden atas 25 pertanyaan mengenai jenis, fungsi dan sumber zat gizi;

kebutuhan dan status gizi; masalah gizi remaja; makanan fast food; serta rokok dan

kesehatan. Hasil penilaian akan memperoleh skor tertinggi 25 dan skor terendah 0.

Pengetahuan gizi dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengetahuan gizi baik, sedang,

dan kurang (Khomsan, 2000).

Tabel 3. Kategori pengetahuqn gizi menurut skor pengetahuan gizi

I[---

Skor Pengetahuan Gizi

I

Pengetahuan Gizi

I

1

2.

1

60

-

80%

I

Sedang

I

I I

1

3.

1

> 80%

I

Baik

I

1.

1

~ 6 0 %

I I I I

Sumber: Khomsan (2000)

(140)

Pengetahuan Reproduksi

Pengetahuan reproduksi responden juga ditentukan menurut skor terhadap

10 pertanyaan, dengan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah

sehingga diperoleh skor maksimal 10 dan skor minimal 0. Kriteria skor pengetahuan

reproduksi lebih dari 80% skor maksimal dikatakan baik, antara 60-80% dari skor

maksimal dikatakan sedang, dan kurang dari 60% dari skor maksimal dikatakan

kurang.

Status

Gizi

Status gizi remaja dinilai dengan rumus indeks massa tubuh (IMT), yaitu

menghitung data dari berat dan tinggi badan dengan rumus IMT sebagai berikut

(WHO, 1995):

lndeks massa tubuh (IMT)

=

berat badan (kg)

tinggi badan x tinggi badan (m2)

Klasifikasi status gizi remaja yang dihitung dari IMT tersebut dibedakan

menjadi 3 kategori yaitu kurus (gizi kurang), normal, dan gemuk (gizi lebih) yang

ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi status gizi remaja menurut indeks massa tubuh (IMT)

/

No

I

Nilai IMT (BB/TB2) Status Gizi

1.

2.

3.

Sumber: Depkes RI (1996) <18,5

18,5

-

25,O > 25,O

Kurus (gizi kurang)

Normal

(141)

Status besi (kadar hemoglobin) ditentukan dengan membandingkan hasil

pemerikasaan kadar Hb responden dengan kadar Hb rujukan untuk anemia yaitu

kurang dari 12,O g/dL (!Mi0 dalam Soekirman, 2001).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan dinilai dari kebiasaan makan dan diet, konsumsi fast food,

dan kebiasaan merokok. Kebiasaan makan diukur dari skor gabungan antara

pengetahuan gizi (aspek kebutuhan dan status gizi serta aspek masalah gizi

remaja), sikap gizi, dan praktek makan dan diet. Sikap gizi ditentukan menurut skor

dari 10 pertanyaan, dengan skor 2 untuk jawaban benar, skor 1 untuk jawaban ragu-

ragu, dan skor 0 untuk jawaban salah. Praktek makan dinilai dari skor jawaban

responden atas 5 pertanyaan mengenai frekuensi makan, komposisi makanan,

produk pelangsing, serta kebiasaan memuntahkan kembali makanan yang dimakan.

Hasil penilaian kebiasaan makan dikategorikan baik apabila skor lebih dari

80% dari total skor maksimal, kategori sedang apabila skor berkisar antara 70%

hingga 80% dari total skor maksimal, dan kategori kurang apabila skor kurang 70%

dari total skor maksimal.

Data konsurnsi fast food diukur dari frekuensi konsumsi fast food per minggu.

Kebiasaan merokok diukur berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi responden

setiap hari dan dikatakan perokok jika mengonsumsi rokok minimal I batang sehari

dan bukan perokok jika tidak mengonsumsi rokok setiap hari.

Persepsi terhadap Kesehatan Reproduksi

Persepsi terhadap kesehatan reproduksi dinilai menggunakan skor, yang

dihitung dari jawaban responden atas 25 pertanyaan mengenai aspek kemampuan

(142)

yaitu status gizi dan konsumsi, serta hubungan seksual, keamanan (safety) meliputi

alat kontrasepsi, aborsi, dan penyakit menular seksual. Hasil penilaian persepsi

akan memperoleh skor tertinggi 50 dan skor terendah 0. Pengelompokan persepsi

terdiri dari kategori baik (total skor

2

nilai median atau persentil 50) dan kategori baik

(total skor < nilai median atau persentil 50).

Kesiapan Reproduksi

Kesiapan reproduksi dinilai dari skor gabungan antara status gizi (IMT),

status besi, dan persepsi. Status gizi normal, status besi tidak anemia, dan persepsi

baik diberi skor 2. Sebaliknya status gizi kurus atau gemuk, status besi anemia, dan

persepsi kurang baik diberi skor 1. Sehingga hasil penilaian kesiapan reproduksi memperoleh skor tertinggi 6 dan skor terendah 3. Kesiapan reproduksi dikategorikan

baik apabila memperoleh skor 6, kategori sedang apabila memperoleh skor 5, dan

ketegori kurang apabila skor kurang dari 5.

Analisis Data

Uji korelasi Spearman's dilakukan untuk mengetahui hubungan antar

variabel. Uji beda t digunakan untuk menganalisis perbedaan berbagai variabel di

SMU dan SMK. Uji regresi berganda digunakan untuk mengetahui variabel-variabel

yang berhubungan dengan kesiapan reproduksi digunakan.

Definisi Operasional

Remaja putri adalah siswi yang duduk di kelas 2 pada Sekolah Menengah Umum

atau Sekolah Menengah Kejuruan.

Status gizi remaja adalah keadaan tubuh yang diakibatkan konsumsi, penyerapan

(143)

indikator indeks massa tubuh (BB-kg)/(~B-rn~) dan status besi (Hb).

Berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh responden dikelompokkan

menjadi status gizi kurus, normal, dan gemuk. Sedangkan dari pengukuran

hemoglobin dikelompokkan menjadi anemia dan tidak anemia (normal).

Karakteristik sosial ekonomi merupakan keadaan sosial dan ekonomi keluarga dari remaja yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,

pendapatan keluarga, besar keluarga, dan uang jajan responden. Pendidikan

orang tua dikelompokkan menjadi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.

Pendapatan per kapita keluarga serta uang jajan responden dikategorikan

menjadi tiga, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Sedangkan besar keluarga

dibedakan atas keluarga kecil, sedang, serta besar.

Pengetahuan gizi adalah kemampuan remaja untuk menjawab pertanyaan mengenai makanan dan gizi, makanan fast food, masalah gizi remaja, gizi

dan diet remaja, serta rokok, gizi dan kesehatan. Skor atas jawaban

pengetahuan gizi dikelompokkan dalam pengetahuan gizi rendah, sedang,

dan tinggi.

Pengetahuan reproduksi adalah kemampuan remaja yang diukur dari jawaban atas pertanyaan tentang alat, usia, proses dan faktor-faktor yang

berpengaruh pada reproduksi. Penilaian terhadap pengetahuan reproduksi

dikelompokkan menjadi rendah, sedang dan tinggi.

Konsumsi pangan adalah kebiasaan remaja mengonsumsi rokok atau tembakau dan makanan, dalam bentuk kebiasaan makan untuk mempertahankan atau

menurunkan berat badan (diet), konsumsi fast food dan kebiasaan merokok.

(144)

Kebiasaan makan dan diet merupakan wujud tindakan remaja terhadap diet dan

makanan yang mencakup pengetahuan gizi (kebutuhan dan status gizi serta

masalah gizi remaja), sikap gizi, serta praktek makan dan diet remaja untuk

mempertahankan bentuk tubuh atau menurunkan berat badan, kemudian

dikategorikan menjadi perilaku kurang, sedang, dan baik.

Konsumsi fast food adalah frekuensi fast food yang dikonsumsi remaja yan

Gambar

Tabel 1. Anjuran kecukupan gizi untuk remaja
Gambar 1. Kerangka pemikiran status gizi, konsumsi pangan, dan persepsi terhadap kesehatan reproduksi pada remaja dikaitkan dengan kesiapan reproduksi
Gambar 2. Diagram pengambilan contoh penelitian
Tabel 2. Jenis dan cara pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

4 Kepala terlihat jelas sepalotoraks sepalotoraks terlihat jelas sepalotoraks Berdasarkan tabel di atas, ciri-ciri yang menentukan Nephila maculata(laba-laba) dikelompokkan ke

Buku ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan, lebih luas lagi peserta didik diajak menjadi berani untuk

(2) Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk pemberian izin tempat usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah... Pasal

Alhamdulillahirabil’alamin puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Peran Dinas Sosial Tenaga Kerja

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian, (2) Harga berpengaruh positif dan

Sistem Operasi Android membuka pintu untuk para developer mengembangkan software ini dengan Android SDK ( Software Development Kit ), yang menyediakan tool dan API

Daftar Persentase Debt to Equity Ratio Perusahaan Sampel Tahun 2008-2014.. Debt to Equity

Berdasarkan masalah yang peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang tepat atau sahih, benar, valid, dan dapat dipercaya atau reliable