PENGETAHUAN, SlKAP DAN TINDAKAN PETANI
BAWANG MERAH DALAM PENGGUNAAN
PESTISIDA
(Studi Kasus
di
Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur)
Oleh
:
LULUK SULlSTlYONO
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
LULUK SULISTIYONO. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Bawang Merah Dalam Penggunaan Pestisida. Dibimbing oleh R.T.M. SUTAMIHARDJA dan CECEP KUSMANA
Tinggi-rendahnya pengetahuan petani dalam memahami pestisida pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penentuan sikap dan tindaknnya dalam penggunaan pestisida. Demikian halnya dengan latar belakang pendidikan yang berbeda akan berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman, mengevaluasi dan mengkoordinasikan suatu permasalahan, sehingga akan berpengaruh terhadap aplikasi pestisida dalam usahatani bawang merah.
Tujuan penelitaian ini adalah untuk menjajaki tingkat pengetahuan, sikap dan ketepatan tindakan petani dalam menggunakan pestisida serta dampak yang ditimbulkannya. Metode yang dipergunakan adalah metode survei, dengan penentuan sampel secara Stratified Porposive Random Sampling yang didasarkan pada jenjang pendidikan sekolah dan kursus SLPHT. Analisa data menggunakan pendekatan data kualitatif yang dikuantitatifkan yang diolah melalui uji Univariat, Bivariaf dan Two Independent Test.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenamya bahwa tesis yang
berjudul utama " Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Bawang Merah Dalam Penggunaan Pestisida" dengan sub judul "Studi Kasus di Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur" merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun dan dimanapun. Semua sumber data dan informasi
yang digunakan sudah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Nopember 2002
Yang M y t a k a n , k
PENGETAHUAN, SlKAP DAN TINDAKAN PETANI
BAWANG MERAH DALAM PENGGUNAAN
PESTISIDA
(Studi Kasus di Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur)
LULUK SULISTIYONO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani
Bawang Merah Dalam Penggunaan Pestisida
(Studi
Kasus diKabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur)
Nama Mahasiswa
:
Luluk Sulistiyono
Nomor Pokok
: P 105.00003
Program Studi
llmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
4-
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.
Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi
gram Pascasarjana
llmu Pengelolaan Sumberdaya Ala
dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. MS.
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 29 Maret 1967, sebagai anak pertarna dari lirna bersaudara dari pasangan Soeparrnan dan Endah Sri Muryani. Pendidikan dasar dan rnenengah pertama diternpuh rnulai tahun 1973 hingga 1984 di Kabupaten Madiun, pendidikan menengah atas (SPMA) diternpuh mulai 1984 hingga 1986 di Kabupaten Nganjuk dan pendidikan sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Darul 'Ulurn Jornbang lulus pada Bulan Desernber 1990.
Bersarnaan dengan pendidikan sarjana, rnulai tahun 1987 penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Sekolah Menengah Teknologi Pertanian (SMTP) Kabupaten Jornbang hingga tahun 1992. Pada tahun yang sarna diterirna sebagai tenaga pengajar di SMU Unggulan BPP-Teknologi dan Fakultas Pertanian Universitas Darul Ulurn Jornbang Jawa Tirnur.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SVVT atas segala karunia- Nya sehingga tesis hasil penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul utama penelitian ini adalah "Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Bawang Merah Dalam Penggunaan Pestisida" dengan sub judul "Studi Kasus di Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur".
Penulis sampaikan terima kasih kepada Dr. R.T.M. Sutamihardja, Drs. Mag., dan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. selaku dosen pembimbing, Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS. selaku Ketua Program Studi llmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Drs. Sutrisno, MSi, selaku Bupati Nganjuk beserta staf yang telah memberikan ijin lokasi selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, lstri dan anak-anak tercinta atas pengorbanan dan kasih sayangnya. Serta semua pihak yang telah membantu penulisan tesis penelitian ini. Semoga budi baiknya mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Demikian karya ilmiah ini kami susun semoga dapat bermanfaat bagi semua yang berkepentingan.
DAFTAR IS1
Halaman
...
DAFTAR TABEL
ix
...
DAFTAR GAM BAR
x
...
DAFTAR LAM PI RAN
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...
1
Perumusan Masalah
...
4
Kerangka Pemikiran ...
5
Tujuan Penelitian ...
6Manfaat Penelitian ...
6TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pestisida ...
Dampak Negatif dan Toksisitas Pestisida ...
Dinamika Pestisida di Lingkungan ...
Persepsi Masyarakat terhadap Residu Pestisida ...
Pola Kerja Petani ...
Kebijaksanaan Pengaturan Pestisida ...
Perundang-Undangan Pengelolaan Pestisida di Indonesia
...
Pengendalian Hama Terpadu pada Bawang Merah ...
METODOLOGI PENELlTlAN
Waktu dan Lokasi Penelitian ...
27
Metode Pengambilan Contoh ...
27
...
Teknik Pengumpulan Data
28
lnstrumen Penelitian ...
28
...
KONDISI UMUM WILAYAH PENELlTlAN
Topografi
...
34Luas Areal dan Produksi Bawang Merah
...
34Karakteristik Petani Responden
...
35Golongan Pestisida yang Dipergunakan Petani
...
36HASlL DAN PEMBAHASAN
...
Hasil Penelitian Pengetahuan Petani Tentang Substansi Pestisida...
...
Pengetahuan Petani Tentang Dampak Pestisida Pengetahuan Petani Tentang Aturan Aplikasi Pestisida...
Komulatif Pengetahuan Petani...
Sikap Petani Terhadap Aturan Penggunaan Pestisida...
Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida...
Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Petani Dalam Penggunaan...
Pestisida Hubungan Antara Pengetahuan dan Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida...
Hubungan Antara Sikap dan Tindakan Petani Dalam Penggunaan...
Pestisida Ketepatan Petani Dalam Penggunaan Pestisida ... Dampak yang Ditimbulkan Oleh Penggunaan Pestisida...
...
Pem bahasan 67 Pengetahuan. Sikap dan Tindakan Petani...
64Ketepatan Petani Dalam Menggunakan Pestisida
...
81Dampak yang Ditimbulkan Oleh Penggunaan Pestisida
...
85DAFTAR
TABEL
nan
Jenis Pestisida dan Potensi Bahayanya Pada Kesehatan Manusia
...
... Residu Pestisida Pada Sayuran
Klasifikasi Toksifikasi Pestisida Pada Hewan dan Manusia
...
... Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Daya Racunnya
Luas Areal dan Produksi Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk ... Karakteristik Petani Berdasar Umur. Lama Bertani dan Luas Lahan ... Golongan Pestisida Kategori Sering Dipergunakan Petani ...
...
Pengetahuan Petani Tentang Substansi Pestisida
... Pengetahuan Petani Tentang Dampak Pestisida
... Pengetahuan Petani Tentang Aturan Aplikasi Pestisida
Komulatif Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pestisida ... ... Sikap Petani Terhadap Aturan Aplikasi Pestisida
... Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida
Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Petani Dalam Penggunaan
...
Pestisida
Hubungan Pengetahuan Racun Pestisida Dengan Sikap Keharusan ... Membersihkan Badan
Hubungan Pengetahuan Daya Cemar Pestisida Dengan Sikap Mencuci
...
Alat Semprot
Hubungan Pengetahuan Racun Pestisida Dengan Sikap Penggunaan
...
Pakaian Pelindung
Hubungan Pengetahuan Dengan Tindakan Petani Dalam Penggunaan Pestisida ... Hubungan Pengetahuan Racun Pestisida Pada Manusia dan
... Penggunaan Pelindung
Hubungan Pengetahuan Kewajiban Menjaga Keselamatan Dengan
...
Penggunaan Pelindung
Hubungan Pengetahuan Daya Cemar Pestisida Dengan Tindakan ... Pencucian alat Semprot
Hubungan Antara Sikap dan Tindakan Petani Dalam Penggunaan ... Pestisida
Hubungan Antara Sikap dan Tindakan Petani Dalam Penaatan Dosis
...
Pestisida
Hubungan Antara Sikap dan Tindakan Menyemprot Sesuai Arah
...
Angin
Ketepatan Petani Dalam Penaatan Dosis Pestisida
...
Dosis Penggunaan Pestisida Per Satu Musim Tanam ... Intensitas Penyemprotan Pestisida ... Ketepatan Komoditas Dalam Penggunaan Pestisida
...
Dampak Pestisida Terhadap Gangguan Kesehatan Berat ... Dampak Pestisida Terhadap Gangguan Kesehatan Ringan ... Data Pemeriksaan Cholinestemse Darah Tenaga Penyemprot Di Kabupaten Nganjuk
...
Pendapat Petani Tentang Populasi Organisme Umum Di Ekosistem
...
Bawang Merah
Analisa Usahatani Bawang Merah Satu Kali Musim Tanam Per
...
Hektar
Tindakan Petani Melakukan Penyemprotan Secara Terjadwal
...
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
.
Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian ...2
.
Dinamika Pestisida di Lingkungan...
3
.
Rataan Pengetahuan Petani Tentang Substansi Pestisida ... 4.
Rataan Pengetahuan Petani Tentang Dampak Pestisida...
5
.
Rataan Pengetahuan Petani Tentang Aturan Aplikasi Pestisida ...6
.
Rataan Komulatif Pengetahuan Petani Dalam Penggunaan...
Pestisida
DAFTAR LAMPIRAN
Malaman
...
1 . Analisis Statistik Data Penelitian 96
. .
...
2
.
Peta Lokasi Penel~t~an 102. .
...3
.
Kuesioner Penelthan 103Latar Belakang
lntensifikasi pertanian merupakan kebijaksanaan yang diambil oleh
pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sejalan
dengan laju pertambahan penduduk yang semakin meningkat pesat dan
tuntutan pendapatan negara dari non migas. Komoditi pertanian memiliki peran
strategis dalam mewujudkan kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan
perolehan devisa. Ketangguhan peran tersebut di era globalisasi perdagangan
dunia diperhadapkan pada persaingan mutu komoditi, baik dipasar domestik
maupun mancanegara. Era ini ditandai dengan semakin bebasnya perdagangan
komoditi antar negara di dunia termasuk komoditi sayuran.
Permintaan terhadap produk buah dan sayuran yang bebas residu
pestisida akan terus mengalami tuntutan sejalan dengan meningkatnya
kesadaran konsumen terhadap mutu pangan substantif dan adanya anjuran
untuk meningkatkan keinginan diperolehnya buah dan sayur. Kondisi ini dapat
dipandang sebagai tantangan dalam peluang bagi pengembangan komoditi
hortikultura, baik melalui peningkatan teknologi budidaya maupun peningkatan
mutu produk sehingga memiliki daya saing di pasar internasional.
Dari aspek mutu, keamanan pangan (food safety) dan pengaruhnya
terhadap kesehatan konsumen semakin penting, sebagai daya saing terutama
untuk orientasi ekspor. Dalam pengembangan standar yang dilakukan oleh CAC
(Codex Alimentarius Commission), standar mutu yang memenuhi kesehatan
perdagangan (Wirakartakusumah dan Kadarisman. 1995). Perhatian lndonesia
harus dikaitkan pula dengan perkembangan AFTAIAPEC merupakan alasan
yang kuat untuk menjadikan pertanian sebagai sektor yang efisien berwawasan
lingkungan, maka dibutuhkan pemenuhan standar persaingan mutu produk
yang kompetitif.
Pada komoditi hortikultura, residu pestisida yang sering terlacak memiliki
bahaya yang serius bagi kesehatan. Sebagai contoh di Amerika Serikat, Badan
Perlindungan Lingkungan (EPA) menemukan 14 dari 41 pestisida yang umum
dipakai pada komoditi ini diklasifikasikan sebagai senyawa karsinogen. Residu
pestisida dilaporkan telah mencemari 83% dari contoh tanaman hortikultura
yang diamati (Murphy dalam Riza 1994). Di lndonesia kadar residu pestisida
yang terkandung dalam bahan pangan cukup memprihatinkan pula ; seperti
wortel, kentang, sawi, bawang merah. tomat dan kubis dari berbagai tempat di
sentral produksi sayuran dilaporkan memiliki residu yang melampaui batas
maksimal (Riza V.T dan Gayatri, 1994).
Tingkat residu pada lemak air susu Ebu merupakan gambaran terbaik
untuk menilai tingkat cemaran pestisida pada suatu populasi penduduk (Shaw,
1999). Hasil pelacakan jejak residu pestisida organoklor seperti DDT dan HCB
(hexachlorobenzene) pada manusia melalui pengujian lemak air susu ibu (AS!)
di lndonesia ternyata menunjukkan tingkat yang sangat tinggi, residu DDT
dalam AS1 sebanyak 11 ,I ppb di daerah Lembang dan sebanyak 0,2736 ppm di
daerah Pengalengan (Theresia, 1987 dalam Riza V.T., 1994).
Dampak negatif lain yang ditimbulkan semakin bertambahnya
kontaminasi dan keburukan lingkungan. Estimasi banyaknya total pestisida di
industri atau pemerintah serta rurnah mencapai 620 kilogram (Aspellin, et.al.
1992). Selanjutnya Majeweski (1995) menyatakan bahwa kurang lebih 75%
sumber utarna pestisida air perrnukaan adalah penggunaan di bidang
pertanian. Hal ini terjadi sebagai akibat ketidaktahuan, kecerobohan, ketidak
pedulian dan banyak kasus yang semuanya diabaikan oleh manusia untuk
rnenjaga dan rnelindunginya.
Kebijaksanaan pengaturan residu pestisida dapat dipandang sebagai
upaya rnenjamin keamanan pangan, peningkatan daya saing produk,
pengendalian impor dan juga dapat diperlukan pada sistern pengelolaan
organisme pengganggu tanaman dalam konsep Pengelolaan Harna Terpadu
(Integrated Pest Management).
Aplikasi pestisida secara langsung di lapangan biasanya terbentur oleh
aspek pengamanan dalarn penggunaannya, dirnana aspek ini diantaranya
sangat ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan tindakan petani. Tingginya
pengetahuan tentang pestisida pada akhirya akan berpengaruh terhadap sikap
dan tidakan petani dalam menggunakan pestisida. Pengetahuan, sikap dan
tindakan petani tentunya berbeda satu sama lain, ha1 ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Perbedaan ini antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
formal, pendidikan non formal, pengalaman dan ketersediaan inforrnasi.
Pendidikan formal dan non formal seseorang akan rnampu meningkatkan
pengetahuannya untuk sesuatu yang berarti pada hakikatnya rnendukung
terhadap sikapnya., Sikap yang telah ditentukan akan berpengaruh terhadap
apa yang akan dilakukan seseorang. Untuk mengetahui gambaran hubungan
pestisida sesuai dengan peraturan yang berlaku maka perlu dilakukan
penelitian.
Perurnusan Masalah
Tingginya permintaan kebutuhan bawang merah mendorong petani
semakin berlomba memproduksi besar-besaran bawang merah dengan
penggunaan pestisida secara intensif dalam pengendalian hama dan penyakit
tanpa memperhitungkan resiko yang akan timbul. Dampak negatif penggunaan
pestisida akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan menurunnya
kualitas lingkungan.
Tinggi dan rendahnya pengetahuan terhadap pestisida pada akhirya
akan menentukan sikap dan tindakan petani dalam menggunakan pestisida.
Latar belakang pengetahuan petani yang berbeda tercermin pada sikap dan
tindakan petani yang bervariasi satu sama lain. Perbedaan ini sangat
mempengaruhi terhadap penggunaan pestisida dalam usahatani bawang
merah. Untuk itu penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
(I) Sejauhmana pengetahuan petani bawang merah terhadap substansi
pestisida,dampak yang ditimbulkan serta aturan penggunaannya ?
(2) Bagaimana sikap dan tindakan petani bawang merah terhadap penggunaan pestisida ?
(3) Sejauhmana ketepatan petani bawang merah dalam menggunakan pestisida ?
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Budidaya Tanaman, telah ditetapkan perlindungan tanaman
dilaksanakan dengan Sistem Pengelolaan Hama Terpadu dan pelaksanaannya
menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi petani dalam aplikasi pestisida diantaranya adalah
pengetahuan, sikap dan tindakan. Sikap positif diharapkan akan mengarah
perilaku positif yang ditunjukan pada penggunaan pestisida yang tepat yang
mampu menghasilkan produksi bawang merah secara optimum dan rendahnya
resiko terhadap kesehatan manusia serta lingkungan. Sehingga kerangka
[image:28.574.108.511.374.647.2]pemikiran penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan alir berikut;
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji petani dalam penggunaan pestisida.
Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini secara khusus adalah untuk mengkaji ;
(I) Pengetahuan petani bawang merah terhadap pestisida, aturan
penggunaannya dan dampak yang ditumbulkan ;
(2) Sikap dan tindakan petani bawang merah dalam penggunaan pestisida ;
(3) Ketepatan petani bawang merah dalam penggunaan pestisida ;
(4) Dampak penggunaan pestisida oleh petani bawang merah terhadap
kesehatan manusia dan populasi organisme.
Manfaat Penellitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu
masukan dalam penerapan konsep Pengelolaan Hama Terpadu (Integrated
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pestisida
Pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang
"Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida" yang dimaksud dengan
Pestisida adalah sebagai berikut; "Semua zat kimia bahan lain serta jasad renik dan
virus yang digunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan
penyakit-penyakit yang merusak tanaman, memberantas rerumputan, mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau
merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk
pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah
binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang
yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air".
Dampak Negatif dan Toksisitas Pestisida
Diantara berbagai dampak negatif yang ada, potensi bahaya pestisida
terhadap kesehatan manusia merupakan ancaman yang paling serius dan perlu
mendapat perhatian. Gangguan terhadap kesehatan manusia ini, terrnasuk, (a)
keracunan langsung atau tidak langsung (b) termakannya residu pestisida melalui
makanan.
Pengaruh penggunaan pestisida pada organisme non target terlihat pada
pemakaian pestisida di areal pertanian hingga ke kawasan lain yang tidak terbatas
terjadi rnelalui pola rantai rnakanan. Sekitar 90% pestisida yang terserap oleh
manusia terjadi melalui rantai makanan (Susilo, 1986). Sumatra dan Rengam (1991)
pestisida dari lingkungan maupun dalam makanan sepetti air susu ibu, sayuran.
tanaman pangan dan air minum. Lembaga Ekologi Universitas Padjajaran Bandung
pada tahun 1977 membuktikan bahwa dari 4 jenis sayuran yang dijual di pasar
Kosambi Bandung, ditemukan 2-4 mg/kg residu pestisida jenis Diazinon pada
tanaman wortel, karena jenis yang sering digunakan adalah jenis pestisida
Organofosfat (Soemawoto, dkk.,1978). Keracunan pestisida Organofosfat dapat
menurunkan aktifitas enzirn Cholinesterase ( M E ) dapat pula menyebabkan beberapa penyakit, terutama penyakit-penyakit yang menyerang hati.
Keracunan akut pestisida di Indonesia dari tahun 1979
-
1986 terjadi pada2.671 orang dan meninggal 2.092 orang. Kasus tersebut terjadi di 24 propinsi yang
tersebar di 98 wilayah kabupaten (Kusnoputranto, 1995). Keracunan kronis akibat
pestisida berupa gangguan kesehatan karena seseorang mengkonsumsi makanan
yang mengandung residu pestisida yang bersifat perststen. Winarno dan Rahayu,
1994, membuktikan adanya kaitan antara residu pestisida dengan masalah
Epidemiologi, khususnya Organoklonn. WHO memperkirakan bahwa setengah juta
kasus keracunan pestisida muncul setiap tahun, 5000 orang diantaranya berakhir
dengan kematian. Pada akhir tahun 1980 dilaporkan bahwa jumlah keracunan
pestisida dunia dapat mencapai satu juta kasus dengan 20.000 kematian pertahun.
The National Academy of Sciences (NAS)(1 987), melaporkan bahwa pestisida ada
dalam makanan dan berpotensi menyebabkan kanker, lebih sejuta kasus kanker
tambahan di masyarakat Amerika sepanjang hidupnya. Dan disinyalir bahwa
pestisida dapat menyebabkan gangguan sistern kekebalan tubuh.
Aplikasi pestisida yang intensif yang ditunjang dengan penggunaan yang
selanjutnya juga akan berpengaruh pula pada kehidupan biota tanah dan biota air.
Di dalam tanah pestisida akan mengalami dekomposisi baik secara fisik, kimia dan
biologi tetapi untuk senyawa yang persisten akan terakumulasi dalam tanah atau
hanyut oleh air dan akhirnya terbawa keberbagai air permukaan. Pencemaran tanah
oleh pestisida persisten akan mengakibatkan berkurangnya populasi dan
diversifikasi fauna dan menghambat proses dekomposisi humus dalam tanah.
Tabel 1. Beberapa Jenis Pestisida dan Potensi Bahayanya Pada Kesehatan Manusia
- - . - - - . . - - - - - -
NO
1
Jenis -1
&nis I Potensi Bahaya Pada Kesehatan Manusia1
Pmggunaan lnsektisida lnsektisida Insektisida lnsektisida lnsektisida lnsektrslda Fungisida Herbisida Insektisida lnsektisida Pestisida Aldikard
Kanker rnutasi gen, keracunan alat reproduksl. Sangat beracun pada dosis rendah
Kanker, beracun alat reproduksl Kanker, mutasi gen.
Mutasi gen, kerusakan gunjal.
Kanker, rnutasl gen, keracunan alat reproduksl. Kanker, keracunan alat reproduksi.
Kanker, rnutasi gen, pengaruh kronis Kars~gen.
Cacat lahir pengaruh kronis.
3. 4. 5. 6 . 7 . 8. 9. 10.
Di lingkungan akuatik pencemaran pestisida menyebabkan magnifikasi
BHC Kaptan Karbiral Klorobensilat Klorotalonis Klorprofarn Siheksatin DDT
secara langsung dan akan mengancam kehidupan biota air walaupun konsentrasi
pestisida di dalam air cenderung menurun karena proses pengenceran namun
potensi bahaya bagi biota air atau manusia tetap ada ha1 ini dibuktikan oleh
penelitian Hinderson dalam Suwindere (1 993) yaitu DDT pada konsentrasi 0,3
-
0,l ppm dan Endrin sebesar 0,01 ppm mampu mernbunuh ikan. Setiap aplikasi pestisidajuga mengandung resiko terjadinya pencemaran udara karena akan selalu terjadi
"dnff' yaitu terbawanya sebagian pestisida yang disemprotkan oleh hembusan angin
ketempat lain (Oka, 1 995).
Aplikasi pestisida yang berspektrum luas selain membunuh organisme
selanjutnya juga akan berpengaruh pula pada kehidupan biota tanah dan biota air.
Di dalam tanah pestisida akan mengalami dekomposisi baik secara fisik, kimia dan
biologi tetapi untuk senyawa yang persisten akan terakumulasi dalam tanah atau
hanyut oleh air dan akhirnya terbawa keberbagai air permukaan. Pencemaran tanah
oleh pestisida persisten akan mengakibatkan berkurangnya populasi dan
diversifikasi fauna dan menghambat proses dekomposisi humus dalam tanah.
Tabel 1. Beberapa Jenis Pestisida dan P ~ t e n s i Bahayanya Pada Kesehatan Manusia
Jenis Pestisida
Aldikard
3 ' BHC
4. Kaptan
5. Karbiral 6. Klorobens~lat 7. Klorotalonis 8 Klorprofam 9. Xiheksattn
10. DDT
Jenis Penggunaan lnsekt~sida lnsektisida Insekt~sida lnsektisida lnsektisida lnsekt~s~da Fungisida Herbisida fnsekttslda lnsektisida - - . - - - - -. - . -
Potensi Bahaya Pada Kesehatan Manusia
Kanker mutasi gen, keracunan alat reproduksi. Sangat beracun pada dosis rendah
Kanker, beracun alat reproduksi Kanker, mutasi gen.
Mutasi gen, kerusakan gunjal.
Kanker, mutasi gen, keracunan alat reproduksi. Kanker, keracunan alat reproduksi.
Kanker, mutasi gen, pengaruh kronis Karsigen.
Cacat lahir pengaruh kronis.
Di lingkungan akuatik pencemaran pestisida menyebabkan magnifikasi
secara langsung dan akan mengancam kehidupan biota air walaupun konsentrasi
pestisida di dalam air cenderung menurun karena proses pengenceran namun
potensi bahaya bagi biota air atau manusia tetap ada ha1 ini dibuktikan oleh
penelitian Hinderson dalam Suwindere (1 993) yaitu DDT pada konsentrasi 0,3
-
0,l ppm dan Endrin sebesar 0,01 ppm mampu membunuh ikan. Setiap aplikasi pestisidajuga mengandung resiko terjadinya pencemaran udara karena akan selalu terjadi
"dnff' yaitu terbawanya sebagian pestisida yang disemprotkan oleh hembusan angin
ketempat lain (Oka, 1 995).
Aplikasi pestisida yang berspektrum luas selain membunuh organisme
organisme yang berguna (Miller,
1993).
Organisme yang terbunuh berupa musuhalami (predator dan parasit) atau organisme berguna lainnya yang ada di dalam dan
di permukaan tanah. Berbagai organisme tersebut secara bersama-sama dan
berinteraksi dengan fauna lain berperan sangat penting dalam menjaga
keseimbangan komunitas biotik di dalam ekosistem pertanian. Demikian pula
dengan musuh alami organisme pengganggu tanaman juga diperlukan guna
menjaga kepadatan populasi sehingga mernungkinkan suatu spesies hama berada
pada tingkat yang seimbang. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa akibat
aplikasi pestisida terhadap populasi musuh alami yaitu penyemprotan campuran
endrin dan paration yang dilakukan secara terjadwal pada tanaman kubis
menyebabkan hilangnya 22 spesies parasitoid dan peredator dari 27 spesies yang
ada, sementara populasi organisme pengganggu tanaman tidak mengalami
penurunan yang beradi.
Tingkat residu yang pernah diketemukan pada budidaya tanaman sayuran
di Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai indikasi bahayanya penggunaan pestisida
yang berlebihan. (Tabel 2).
Tabel 2 : Residu Pestisida Pada Sayuran
[image:34.568.73.503.519.678.2]Badan perlindungan lingkungan AS, EPA memperkirakan bahwa residu pestisida telah menyebabkan penyakit kanker bagi sekitar 6000 orang per tahun
(secara kasar 1 dalam 417.000 jiwa untuk populasi 2,5 milyar) (Buzby eta/., 1996).
Hampir semua pestisida adalah bagaikan pedang bermata dua, yaitu tidak
hanya membunuh hama sasaran tetapi juga sangat beracun atau berbahaya pada
manusia. Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida
terhadap manusia atau binatang adalah nilai LD50 .
Tabel 3. Klasifikasi Toksisitas Pestisida Pada Hewan dan Manusia.
Klasifi kasi
'
Super Toks~k Sangat BeracunSumber : Sastroutomo, 1992
Beracun
Tidak Begitu Beracun Tidak Beracun
Tabel 4. Contoh Klasifikasi pestisida berdasarkan daya racunnya
/
Sangat Toksik 50 - 5001
200 - 1000/
1-2 Sendok tehLDm dosis Melalui Mulut Tikus
m9kg
€5 5 - 50
LOs0 Mulut
i
500
-
5000 5000 - 15000 > 150001
LOm Kulit MgIKgI
I ILDm Dosis
1
Sangat Beracun1
I. lnsektisidaPerkiraan Dosis
1000 - 2000 2000-20000 > 20000
1
Cukup Tinggi!
1 ons
-
0,5 liter0,5 - 0,9 liter
> I ,O liter
Aldikarb Fensulfotion Monokrotofos
I
DemetOn1 Tunggal Metalui Lethal Melalui
7 .Herbisida DNOC Natrium Arsenat
2. Fungisida Sinklohesimida Fentin Khlorida Mulut Kelinci m@kg Paration Mevintos Mufut Pada Manusia
~ 2 0 Sejilatan
[image:35.572.74.509.301.696.2]Laniutan Tabel 4.
LOso
Mufut1. lnsektls~da Propoksur
o Khiogirifos
Diazinon
2. Herbisida 02,4-D Parakuat
3. Fungisida Binapakril Trifelniltin Hidroksida 1. lnsektisida
Malation Karbaril Permetrin tremofos
I
2. HerbisidaMSMA Monuron
Simazin 3. Fungsida
Tiram Anilazin
Etazol
o Dirnetirirnol
1
Sumber : Sastroutomo, 1992.
LOs0
KulitI
Ethil parationo Dioksation
Azinfosmetil
I
Parakuat : 0 Asifluorfen
Trifelniltin
I
AsetatI
I
Toksafen Fenvalerat DikofolI
Malation Karbaril1
I
Endatoli
DikhlobenilAsam 2,4-D
1
akril :I::'Dinoseb Maneb E 0 Zineb
Dinamika Pestisida di Lingkungan
Pestisida sebagai salah satu bahan pencemar ke dalam lingkungan baik
melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas
hewan, tumbuhan apalagi manusia. Pestisida yang masuk kedalam lingkungan
perrmukaan tanah. Masuk kedalam tanah berjalan melalui pola biotransformasi dan
bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorpsi oleh akar serta masuk secara
langsung melalui infiltrasi aliran air. Gejala ini akan mempengaruhi kandungan
bahan pada sistem air tanah hingga proses pencucian zat pada tahap penguraian
baik secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah.
[image:37.572.78.509.204.455.2]Dekomposisi biologi
Gambar 2. Dinamika Pestisida di Lingkungan (Larson,1997)
Proses pencucian (leaching) bahan-bahan kirniawi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air tanah baik setempat dan maupun secara region
dengan berkelanjutan. Apabila proses dekomposisi unsur-unsur residu pestisida
berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga arnan pada wadah-wadah
penampungan air tanah misal sumber mata air, sumur resapan dan sumur gali untuk
kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fakta pestisida kedalam lingkungan bisa
dikatakan aman. Namun demikian jika proses tersebut kurang berhasil atau bahkan
kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air
merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan.
Aliran permukaan akan mencemari sungai, danau dan waduk, apabila
proses dekomposisi pestisida tidak berjalan sempurna maka pestisida akan
terakumulasi didalam perairan tersebut dan berakibat terjadinya pencemaran yang
berlebihan
Pestisida di udara terjadi melalui proses evapotranspirasi selain adanya
penguapan proses foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan
tumbuhan. Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan
menambah parah pencemaran udara.
Gangguan pestisida melalui residunya terhadap tanah biasanya terlihat
pada tingkat kejenuhan tanah karena tingginya residu pestisida. Unsur-unsur hara
alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga
mengakibatkan tanah-tanah masam dan tidak produktif.
Persepsi Masyarakat Terhadap Residu ~estisida
Kesadaran konsumen dalam negeri tentang residu pestisida pada produk
pertanian masih kurang memadai sehingga semua produk cenderung dihargai sama
dalam perdagangan. Hal ini mempengaruhi gairah petani dalam penggunaan
pestisida. Disamping itu Pemerintah Indonesia sering bersikap tidak tegas terhadap
baku mutu keamanan produksi hortikultura, meskipun ha1 ini bertolak belakang
dengan perlakuan keras dari negara lain seperti Singapura yang dilaporkan berkali-
kali memusnahkan sayuran yang dipasok dari Tanah Karo, Surnatera Utara
Hal yang mernprihatinkan menurut Pimentel dan Kahn (1997) adalah
penampilan produk (cosmetic appearance) yang masih merupakan faktor utama
bagi konsumen dalam menilai kualitas produk pertanian. Sementara itu konsumen
tidak banyak diberikan penerangan tentang ukuran kualitas yang lebih mendasar
seperti nilai gizi dan tingkat residu pestisida.
Pengetahuan masyarakat tentang residu pestisida di Indonesia masih
sangat terbatas. Data hasil pemantauan PAN Indonesia-sebuah LSM pemerhati pestisida selama periode 1993-1994 di beberapa tempat menunjukkan sebagian
besar buruh tani dan petani tidak mengetahui arti residu pestisida (Ri2a.T.V. 1996).
Dibeberapa negara maju telah berkembang gerakan masyarakat konsumen
yang dikenal sebagai "konsumen hijau". Menurut Untung (1996), gerakan ini
menuntut agar semua produk dan komoditi yang dlihasilkan mempertimbangkan atau
mengacu pada aspek lingkungan dalam proses produksinya dan tidak mengandung
pencemar yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat baik untuk jangka
pendek maupun jangka ganjang.
Pola Kerja Petani
Pengetahdata, Sikap
dan
Perilaku manusia
Pengetahuan atau dalam bahasa lnggris knowledge merupakan segala perbuatan manusia untuk memahami sesuatu barang yang dihadapinya, atau hasil
usaha manusia untuk memahami sesuatu obyek tertentu. Pengetahuan dapat
berupa barang-barang fisik, pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi baik
lewat indera maupun lewat akal. Selanjutnya Ashari (1990), menambahkan
didapatkan indvidu baik melalui proses belajar, pengalaman atau media elektronika
yang kemudian disimpan dalam diri individu.
Menurut Walgito (1 980) menerangkan bahwa pengetahuan mengenal suatu
obyek baru menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai
oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek itu.
Sikap merupakan kesiapan bereaksi menanggapi berbagai aspek pekerjaan yang
berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pekerjaan tersebut (Parker,
1992). Menurut Mar'at (1981), menjelaskan bahwa sikap belum merupakan suatu
tindakan atau action, akan tetapi masih merupakan pre-disposisi tingkah laku.
Kesiapan dalam ha1 ini sebagai suatu kecenderungan potensial untuk bereaksi
apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respon.
Respon evaluatif berarti bahwa bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu
didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberikan kesimpulan nilai
terhadap stimulus dalam bentuk baik dan buruk, positif atau negatif, menyenangkan
atau tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi
terhadap obyek sikap. Sikap menunjukkan bagaimana pandangan seseorang
terhadap sesuatu nilai dalam masyarakat, apakah menolak atau menerima. Sikap
mempunyai peranan penting dalam setiap aktifitas manusia, karena berhasil atau
tidaknya manusia menjaiankan tugasnya, akan banyak ditentukan oleh manusia itu
sendiri. Terbentuknya sikap dipengaruhi oleh tiga komponen meliputi komponen
kognitif (pengetahuan dan keyakinan), afektif (perasaan) dan konatif (tindakan).
Perilaku menurut Teori Tindakan Beralasan yang dikemukakan oleh lcek
Ajzen dan Martin Fishbein (1980), bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu
hanya pada tiga ha!: Perfama perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap urnum
tetapi sikap spesifik terhadap sesuatu. Kedua perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh
sikap tetapi juga oleh norma-norma subyektif (subyektive norms) yaitu keyakinan
kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Ketiga sikap terhadap
sesuatu perilaku bersarna norma-norma subyektif rnernbentuk suatu intention atau
niat untuk berberilaku tertentu. Dengan rnencoba melihat penyebab perilaku
volisional (perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri) berdasarkan atas asumsi-
asurnsi : (a) bahwa rnanusia urnurnnya rnelakukan sesuatu dengan cara yang sarna
dan masuk akal, (b) bahwa manusia mernperhitungkan sarna inforrnasi yang ada,
dan (c) bahwa manusia secara ekplisist maupun implisit mernperhitungkan irnplikasi
tindakan rnereka.
Persepsi Petani Dalam Penggunaan Pestisida
Petani dan masyarakat pada umurnnya, rnasih banyak yang mengartikan
pengendalian harna sarna dengan penggunaan pestisida. Jika diketahui tanarnan
yang diusahakan rusak karena serangan harna dan penyaki, rnaka petani akan
langsung rnencari pestisida dan rnernbunuhnya tanpa mernperhitungkan apakah
serangga tersebut serangga yang rnerugikan atau serangga yang berrnanfaat.
Kekhawatiran petani terhadap akan datangnya serangan harna rnenyebabkan
mereka melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan penyernprotan
pestisida pada tanaman yang dibudidayakan secara terjadwal artinya pada waktu
tertentu atau pada tingkatan turnbuh tanarnan tertentu. Cara ini disebut cara
pernberantasan hama konvensional (Untung, 1996).
Faktor-faktor yang cenderung mernpengaruhi keputusan petani dalam
dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor sosiokultur individu (contoh ;
tingkat pendidikan formal pengetahuan petani rnengenai PHT ; tingkat mobilitas
petani dan keluarganya; keikutsertaan dalam organisasi petani; status sosial) dan
faktor kemampuan ekonomi petani (contoh : luas garapan lahan; jumlah tenaga kerja
yang dirniliki; jangkauan terhadap modal pinjaman; jumlah, ragam pekerjaan dan
pendapatan keluarga. Sedangkan faktor eksternal rnerupakan faktor-faktor diluar
petani dan dapat mempengaruhi secara tidak langsung terhadap pengambilan
keputusan petani, yaitu (1) faktor sosiokultur seperti adat istiadat, budaya dan
struktur kemasyarakatan; (2) faktor biotik seperti serangga hama, musuh alarni,
penyakit dan lain sebagainya; (3) faktor abiotik sepesti suhu curah hujan dan
sebagainya; (4) faktor prasarana seperti sistem pengairan, jalan dan fasilitas
pemasaran input dan output; (5) faktor kebijaksanaan pemerintah seperti harga dan
subsidi terhadap, pestisida, pupuk dan sebagainya.
Kebijaksanaan Pengaturan Pestisida
Kebijaksanaan terhadap penggunaan pestisida dirnaksudkan untuk
meningkatkan produksi pertanian secara berkelanjutan dan sekaligus melindungi
sumberdaya alam. Kebijaksanaan ini mencakup berbagai instrumen untuk
membatasi dan mengurangi darnpak penggunaan pestisida, berupa pengenaan
peraturan pengendalian dan provisi ekonomi (Wise & Johnson, 1991).
Aktualisasinya, kebijaksanaan ini mencakup pengendalian impor, pembuatan
formulasi, distribusi, penjualan, pengangkutan. penyimpanan, pelabelan.
penggunaan dan pembuangan pestisida. Pengaturan pestisida bertujuan untuk
melindungi konsurnen, pekerja pertanian dan lingkungan dari bahan-bahan kimia
mengatur baku mutu bahan kimiawi, dan penetapan tingkat toleransi terhadap residu
pestisida pada makanan dan minuman (Fleischer, 1994).
Dalam perspektif pertanian berkelanjutan yang dilandasi oleh kesadaran
akan kualitas lingkungan hidup dan tuntutan kelestarian produksi mengacu pada
pengalaman kegagalan pemberantasan hama konvensional, konsep Pengelolaan
Hama Terpadu (PHT) menjadi pilihan yang bijaksana dalam pengendalian
organisme pengganggu tanaman.
Meskipun secara konseptual penggunaan pestisida diposisikan sebagai
alternatif terakhir dalam pengendalian organisme penggangggu tanaman (OPT)
serta didukung dengan piranti peraturan yang mengikat, namun kenyataan di
lapangan menunjukkan pestisida sering merupakan pilihan utama dan paling umum
dilakukan petani. Penggunaan pestisida dalam mengatasi organisme pengganggu
tanaman telah membudaya dikalangan petani. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya
trend data sebelum tahun 1970 jumlah penggunaan pestisida untuk tanaman
pangan masih dibawah 100 ton, maka pada tahun 1970 sudah mencapai 2000 ton
yang kemudian terus meningkat cepat dan pada tahun 1987 jumlah pestisida yang
disubsidi oleh pemerintah sebesar 80% dari harga pestisida telah mencapai 18.700
ton (Bimas, 1988).
Penggunaan pestisida yang tinggi dalam penanganan hama dan penyakit
pada umumnya tidak lepas dari paradigma lama yang memandang keberhasilan
pertanian atau peningkatan produksi sebagai wujud peran pestisida. Dorongan
kebijaksanaan pemerintah yang terlanjur memanjakan petani menggunakan
pestisida melalui regulasi subsidi sebesar 80% dari harga pestisida pada tahun
kesenjangan pengetahuan petani dalam mengendalikan hama dan gencarnya
promosi keandalan pestisida serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
dan adanya iklim kebijaksanaan pencapaian target program produksi pertanian
(swasembada, dan sebagainya) secara politis kurang kondusif bagi pemasyarakatan
PHT.
Sebagai antisipasi terhadap bahaya pestisida diperlukan pengaturan dan
pembatasan dengan peraturanlperundangan pada tingkat nasional dan regional,
meskipun ha1 ini tidak dapat memperbaiki kerusakan terhadap lingkungan oleh
pestisida (Higley & Wintersteen,l992). Menurut Proost & Matteson (1997) pembuat
kebijaksanaan pestisida memperhatikan resistensi hama, fitotoksisitas, bahaya
terhadap kesehatan, bahaya dan ancaman terhadap pasar ekspor, sehingga perlu
upaya pengurangan penggunaan pestisida untuk memperoleh produk yang
kompetiiif, aman dan berkelanjutan.
Sistern kebijaksanaan ideal dalam pengaturan pestisida adalah apabila
rnelibatkan subyek dan obyek kebijaksanaan (pemerintah, konsumen dan pelaku
agribisnis) sebagai pelaku kebijaksanaan. Dengan demikian, pelaku kebijaksanaan
(stakeholders) dalarn pengaturan pestisida akan terdiri dari analisis kebijaksanaan,
pemerintah, organisasi non pemerintah dan dunia usaha. Masalah kesehatan yang
diakibatkan oleh penggunaan pestisida seperti residu pada makanan dan toksisitas
merupakan kekuatan pengendali (driving force) utama dalam reformasi regulasi
pestisida (Perkins & Patterson, I 997).
Dengan demikian kebijaksanaan pestisida merupakan upaya pengaturan
kegiatan yang berhubungan dengan pestisida yang bertujuan bagi perlindungan
pertanian kompetitif, aman dan berkelanjutan. Keamanan pangan terhadap pestisida
dapat diatur melalui penetapan tingkat paparan pestisida dan batas legal residu
pestisida. Menurut Felsot (1988), penetapan suatu tingkat paparan pestisida
merupakan ketentuan yang rnenjamin bahwa tingkat residu dalam semua makanan
adalah aman dari paparan agregat pestisida. Sedangkan batas legal (toleransi)
residu pestisida merupakan konsentrasi maksimum residu pestisida yang terdapat
dalam kornoditi pangan, yang didasarkan pada konsensus CAC (Codex Alkimentarius Comission) terutama menyangkut kepentingan kesehatan, pertanian
dan perdagangan.
Perundang-undangan yang Berkaitan Dengan Sistem Pengelolaan
Pestisida di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut sifat produk hukum tentang lingkungan
hidup yang diterbitkan sebelum adanya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982
merupakan hukum yang berorientasi kepada lingkungan itu sendiri atau
"Environment-Oriented Law" (Harjosoemantri, 1991). Secara garis besar Undang-
Undang Nomor 23 tahun 1997 tersebut memuat ketentuan-ketentuan pokok sebagai
berikut ;
(1) Pengelolaan lingkungan hidup yang berazaskan pelestarian kemapuan
lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan
(2) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. serta
berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta
menanggulangi kerusakan dan pencemaran.
(3) Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalarn
rangka pengelolaan lingkungan hidup. Dalam kaitan ini lembaga swadaya
masyarakat tumbuh berperan sebagai penunjang pengelolaan lingkungan
hidup dan berkembang mendayagunakan dirinya sebagai sarana untuk
mengikut sertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam mencapai
tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
(4) Usaha untuk rnengembangkan lingkungan hidup tidaklah berlangsung dalarn keadaan terisolasi. Sebagai anggota masyarakat dunia maka langkah usaha
dibidang lingkungan hidup harus punya makna bagi kehidupan antar bangsa.
(5) Pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem
dengan keterpaduan sebagai ciri utama. Lingkungan hidup terdiri dari tatanan
kesatuan dengan berbagai unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Oleh
sebab itu maka pengelolaan lingkungan hidup memerlukan keterpaduan
pelaksanaan ditingkat nasional, koordinasi pelaksanaan secara sektoral di
daerah, sehingga semua terkait secara mantap dengan kebijaksanaan
nasional pengelolaan lingkungan hidup dengan kesatuan gerak dan langkah
mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
Tujuan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang
Lingkungan Hidup berbunyi sebagai berikut ;
(1) Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan pembangunan manusia seutuhnya
(3) Temujudnya rnanusia lndonesia sebagai pembina lingkungan hidup
(4) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan
generasi mendatang
(5) Terlindunginya negara terhadap darnpak dalam kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan
Peraturan Tentang Perlindungan Tanaman
Peraturan tentang perlindungan tanaman yang ada selama ini masih bersifat
peraturan daerah atau lokal. Secara hukum perlindungan tanaman di lndonesia
diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman. Menurut penjelasan Undang-Undang tersebut yang dirnaksud dengan
perlindungan tanaman adalah suatu rangkaian kegiatan untuk melindungi tanarnan
dari serangan organisme pengganggu tumbuhan. Kegiatan tersebut meliputi
pencegahan masuknya, pengendalian dan eradikasi organisme pengganggu
tumbuhan. Pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggungjawab masyarakat
dan pemerintah.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang sistem Budidaya
Tanaman bagian yang mengatur masalah perlindungan tanaman terdapat pada
Bagian Ke Enarn, Pasal 20 sampai dengan pasal 27. Pasal-pasal yang berkaitan
dengan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan larangan penggunaan
sarana atau cara yang dapat mengganggu keselarnatan manusia, surnberdaya alam
dan lingkungan hidup adalah pasal20 ayat (1) dan pasal22 ayat (2) selengkapnya
berbunyi sebagai berikut ; Pasal 20. Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan
tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal21, setiap orang atau badan hukum
dilarang menggunakan sarana dan atau cara yang dapat mengganggu kesehatan
dan atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan
kerusakan sumberdaya alam dan atau lingkungan hidup.
Dalam penjelasan Pasal 20 ayat (I) disebutkan bahwa sistem pengendalian
hama terpadu adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan
organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari
berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk
mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan lingkungan hidup. Dalam sistem
ini penggunaan pestisida merupakan altematii terakhir. Pengendalian organisme
penggangggu tumbuhan bersifat dinamis.
Peraturan Pemerintah Republlk Irldanesia Ndmor 7 tahun 1973
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1973 Tentang
Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Pasal (1)
dalarn peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan ;
(1) Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk ;
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
b. Memberantas rerumputan:
c. Mematikan daun mencegah pertumbuhan yang tak diinginkan;
e. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
f. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyaki pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
(2) Peredaran adalah impor-ekspor dan jual beli pestisida di dalam negeri termasuk
pengangkutannya.
(3) Penyimpanan adalah memiliki dalam persediaan di halaman atau dalam ruang yang digunakan oleh importir, pedagang atau di usaha-usaha pertanian.
(4) Penggunaan adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan maksud sepesti tersebut dalam sub (1) Pasal
ini.
(5) Pemohon adalah setiap orang atau badan hukum yang mengajukan
permohonan pendaftaran dan izin pestisida
Pengendalian Hama Terpadu pada Tarraman Bawang Merah
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanianl Ketua Badan Pengendali
BlMAS No. 14lSWMentan/Bimas.Xl1/1990 dalam pelaksanaan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) adalah suatu konsep pengendalian hama yang memadukan
beberapa cara pengendalian untuk mempertahankan hasil panen yang tinggi dan
menguntungkan petani serta memelihara kelestarian lingkungan. Konsep PHT terdiri
atas tiga macam (Oka, 1997), meliputi ;
(1) Mereduksi sumber hama (pengganggu varietas yang resisten, pola bercocok
tanam, kultur teknis, pengendalian secara fisik atau mekanik, pengendalian
secara hayati atau mikrobiologi, penggunaan benih yang sehat dan
(2) Perpaduan (integrasi) cara-cara pengendalian yang serasi.
(3) Analisis ongkos dan keuntungan.
Pengembangan dan penerapan PHT pada tanaman bawang merah
memerlukan pengintegrasian dari seluruh aspek terkait dengan memadukan
komponen-komponen pengendalian sehingga pelaksanaannya dilakukan secara
benar (Sastrosiswoyo, 1994). Penerapan PHT pada tanaman bawang merah selalu
memperhatikan keadaan organisme di lapangan baik populasi hama maupun
musuh-musuh alaminya sehingga apabila masih berada dibawah Ambang
Pengendalian (AP), maka pengendalian dengan pestisida tidak perlu dilakukan.
Dengan demikian, sistem PHT dapat menekan penggunaan pestisida, sehingga
METODOLOGI PENELlTlAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus
2002, berlokasi di Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur, di daerah dengan tinggi
tempat 44 meter dari permukaan laut. Lokasi penelitian terdiri dari tiga kecamatan
meliputi Kec. Sukomoro, Kec. Rejoso dan Kec. Bagor. Tiga lokasi penelitian ini
memiliki areal bawang merah yang lebih luas serta memiliki kontinuitas yang tinggi
dibanding empat kecamatan lainnya sebagai sentra produksi bawang merah.
Metode Pengambilan Contoh
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yaitu dengan
teknik wawancara dan kuesioner kepada petani yang terpilih sebagai sampel untuk
memperoleh data primer. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara stratified porposive random sampling berdasarkan
kriteria yang pernah mengikuti SLPHT (SLPHT) dan yang belum pernah mengikuti
SLPHT (Non SLPHT) yang distratifikasi berdasarkan jenjang pendidikan ( tidak
tamat SD,
SD,
SLTP, SLTA).Pengambilan sampel masing-masing kecamatan terdiri dari dua desa,
setiap desa 16 sampel petani (responden) yang pernah mengikuti SLPHT dan 16
sampel petani yang tidak pernah mengikuti SLPHT, dengan 4 responden masing-
masing tingkat pendidikan, jumlah keseluruhan setiap kecamatan 64 petani
responden. Sehingga total keseluruhan responden yang menjadi objek penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan memberikan
pertanyaan berstruktur melalui pengisian kuesioner terpantau. Daftar pertanyaan
yang telah dibuat dikonsultasikan dengan komisi pembimbing beserta orang yang
mempunyai kapabilitas tinggi dibidang ini, selanjutnya diuji cobakan kepada
beberapa responden sebagai upaya penyempurnaan khususnya hal-ha1 yang
bersifat substansial serta mengukur tingkat reabilitasnya. Apabila dianggap cukup
sempurna diaplikasikan untuk memperoleh data primer dengan menemui responden
satu per satu.
Data sekunder diperoleh dari hasil pengumpulan data yang berasal dari
instansi yang terkait dan wawancara dengan responden yang diyakini berkompeten
dengan kegiatan penelitian termasuk dampak yang ditimbulkan penggunaan
pestisida oleh petani, serta hasil pengamatan langsung dilapangan.
lnstrumen Penelitian
lnstrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
berisi daftar pertanyaan tersturktur dengan cara wawancara kepada para petani
responden guna memperoleh data primer. Buku catatan beserta referensi untuk
mendokumentasikan data sekunder diperoleh dengan inventarisasi data dari
lembagalinstansi terkait, petugas lapangan, serta petani responden..
Kuesioner terdiri dari empat bagian meliputi, bagian pertama berisi
pertanyaan mengenai pengetahuan petani responden tentang substansi pestisida,
pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan serta pengetahuan aturan
responden terhadap beberapa pernyataan tentang aturan penggunakan pestisida,
bagian ketiga berisi pertanyaan mengenai tindakan petani responden dalam penggunakan pestisida. Bagian keempat pendapat petani tentang dampak penggunaan pestisida terhadap manusia dan lingkungan.
Analisa Data
Data primer yang bersifat kualitatif yang dikuantitatifkan (scoring) dengan
menggunakan skala ordinal yang dikelompokan berdasarkan tingkat pengetahuan,
sikap dan tindakan petani tentang penggunaan pestisida. Masing-masing variabel
mempunyai nilai tersendiri yang dikomulatifkan.
Kelompok Pengetahuan
a. Jumlah pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang pestisida
sebanyak 5 pertanyaan, yaitu (1) pengertian pestisida, (2) bahan aktif pestisida
(3) sifat pestisida (persiten atau non persisten), (4) spektrum racun pestisida, (5)
daya racun pestisida, Setiap pertanyaan yang dijawab dengan benar kategori
tahu dengan nilai 3, jawaban kategori agak tahu dengan nilai 2, dan jawaban
kategori tidak tahu dengan nilai 1. Dengan demikian nilai tertinggi adalah 15 dan
terendah adalah 5.
b. Jumlah pertanyaan pengetahuan yang berhubungan dengan dampak
penggunaan pestisida sebanyak 8 pertanyaan, meliputi (1) pestisida dapat
meracuni manusia, (2) pestisida dapat meracuni hewan piaraan, (3) pestisida
dapat terakumulasi di dalam tubuh rnanusia dan hewan, (4) pestisida dapat
membunuh musuh alami, (5) pestisida dapat menimbulkan resistensi, (6)
tanaman. (8) pestisida menimbulkan pencemaran perairan, udara dan tanah.
Jumlah nilai tertinggi 24, nilai terendah 8.
c. Jumlah pertanyaan pengetahuan yang berhubungan aturan penggunaan pestisida sebanyak 10 pertanyaan, meliputi (1) pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan secara terpadu, (2) penggunaan pestisida adalah
alternatif terakhir dalam pengendalian organisme pengganggu, (3) penggunaan
pestisida haaus memperhatikan keselamatan manusia, (4) penggunaan
pestisida meminimalisasi membunuh organisme diluar sasaran, (5) penggunaan
pestisida tidak boleh menimbulkan pencemaran lingkungan tanah (6)
penggunaan pestisida tidak boleh menimbulkan pencemaran dilingkungan
perairan (7) penggunaan pestisida tidak boleh menimbulkan pencemaran udara, (8) penggunaan pestisida harus mempertimbangkan timbulnya kerugian secara
ekonomis. (9) Penggunaan pestisida harus sesuai dengan dosis yang
dianjurkan, (10) Penggunaan pestisida diatur oleh pemerintah. Jawaban tahu,
agak tahu dan tidak tahu, Jawaban tahu (nilai 3), agak tahu (nilai 2) dan
jawaban tidak tahu (nilai 1). Jumlah nilai tertinggi 30, dan terendah 10.
Kelompok Sikap
Jumiah pertanyaan yang berhubungan dengan sikap petani dalam penggunaan pestisida sebanyak 18 pertanyaan yaitu (1) Penggunaan pestisida adalah suatu keharusanlkewajiban, (2) membeli pestisida yang tidak berlabel asalkan daya
bunuhnya tinggi, (3) Pestisida disebut sebagai obat, (4) pestisida bukan racun, (5)
membeli pestisida tidak mempertimbangkan hamalpenyakit sasaran, (6) membeli
pestisida tidak mempertimbangkan tinggi rendahnya harga pestisida, (7) melakukan
(9) pencampuran dua atau lebih jenis pestisida pasti lebih beracun (10) berpakaian
kaoslcelana pendek pada waktu menyemprot, ( I I ) tidak menggunakan masker pada
saat menyemprot (12) Tidak perlu menggunakan pelindung mata pada saat
menyernprot, (13) rnenyemprot dengan tidak sesuai dosis yang dianjurkan, (14)
menyemprot dengan berlawanan arah angin, (1 5) makanlminum/merokok pada saat
menyemprot, (16) tidak perlu membersihkan badan, pakaian setelah menyemprot,
(17) membuang botol bekas dan sisa pestisida di sembarang tempat, di selokan,
petakan sawah dan lainnya dan (18) mencuci alat penyemprot di sawah atau di
sungai. Jawaban setuju, ragu-ragu dan tidak setuju. Jawaban diberi nilai 1 untuk
setuju, nilai 2 untuk ragu-ragu dan nilai 3 tidak setuju. Dengan demikian jumlah nilai
tertinggi 54 dan terendah 18.
Kelompok Tindakan
a. Jumlah pertanyaan yang berhubungan dengan tindakan petani dalam menggunakan pestisida sebanyak 11 pertanyaan meliputi ; (1) petani membeli pestisida yang berlabel, (2) membeli pestisida yang dianjurkan petugas, (3)
membeli pestisida dengan mempertimbangkan harga, (4) membaca aturan
dalam label pestisida terlebih dahulu sebelum menggunakan pestisida, (5)
rnenyimpan sisa pestisida yang tidak terpakai ditempat yang aman, (6) mencuci
alat semprot pestisida di saluran air, petakan sawah atau sungai (7)
menggunakan alat pelindung pada saat menyemprot, (8) mandi dan ganti
pakaian setelah selesai menyemprot dan (9) memisahkan pakaian setelah
dipakai menyemprot dengan pakaian lainnya, (10) Menyemprot sesuai dengan
Untuk jawaban yang benar (nilai 3) , kadang-kadang (nilai 2) dan jawaban yang salah diberi nilai 1. Jumlah nilai tertinggi 33, dan nilai terendah 11.
b. Jurnlah pertanyaan yang berhubungan dengan tindakan ketepatan aturan penggunaan pestisida sebanyak 6 pertanyaan yaitu (1) ketepatan dosis,
(2)
ketepatan aplikasilintensitas penyemprotan, (3) ketepatan komoditas, (4)ketepatan mutu, (5) ketepatan jenis.
Kelompok Dampak Pestisida
Dampak penggunaan pestisida ini didasarkan pada hasil survey dan
pendapat petani ;
a. Dampdk terhadap kesehatan petani
b. Dampak terhadap Kesehatan manusia dan populasi organisme
Kateciori penilaian
:
a. Kelompok A(a-c), B, dan C(a) penetapan kategori penilaian di atas dalam kategori tinggi, sedang dan rendah ditentukan berdasarkan rumus Sturge
sebagai berikut :
Keterangan : i : Besar interval kelas k : Jumlah interval kelas R : Range
b. Kelompok C(b) (tindakan ketepatan aturan penggunaan pestisida) sebagai
berikut ;
Tepat apabiia pertanyaan dijawab dengan benar
Setelah pemberian nilai dilanjutkan analisa data dengan menggunakan
software SPSS, teknik analisis yang digunakan adalah ;
a. Analisa Univariat, yaitu analisa prosentase yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap distribusi frekwensi meliputi : variabel pengetahuan, variabel
sikap, variabel tindakan, ketepatan aplikasi dan dampak penggunaan pestisida
b. Analisa koreiasi Bivariat ( Uji K. Spearman's) yaitu analisa yang digunakan
untuk mengetahui korelasi antara dua variabel.
c. Analisa Mann-Withney ; untuk menguji dua variabel yang tidak berhubungan
KONDlSl UMUM WILAYAH PENELITIAN
Topograf i
Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
Timur, memiliki luas wilayah 122.433 ha berupa tanah sawah sebesar 76,1%
(93.140 ha), jurnlah penduduk pada tahun 2001 sebanyak 1.013.101 jiwa.
Topografinya terletak di dataran rendah yang relatif datar dan pegunungan dengan
kondisi dan struktur tanah yang cukup produktif, di tunjang dengan sistem irigasi
yang berasal dari surnber air, waduk serta air tanah yang relatif dangkal. Jenis tanah
didominansi oleh tanah aluvial sehingga daerah Kabupaten Nganjuk berpotensi
untuk sentra produksi bawang merah(DKLH, 2001).
Luas Areal dan Produksi Bawang Merah
Tanaman bawang merah sudah menjadi produk unggulan di Kabupaten
Nganjuk yang tersebar dibeberapa kecamatan meliputi ; Kec. Bagor, Kec. Nganjuk,
Kec. Sukomoro, Kec. Rejoso, Kec. Gondang, Kec. Wilangan, Kec. Baron dan Kec.
Sawahan. Luas areal dan produksi tahun 1998 hingga 2001 tertera pada Tabel
5.
Tabel 5 . Luas areal dan produksi bawang merah Kabupaten Nganjuk tahun 4988-2001
Bawang merah dijadikan produk primadona bagi masyarakat dikarenakan
rnerniliki nilai ekonorni tinggi, output dapat rnencapai empat puluh lima juta rupiah
per hektar (Dinas Pertanian, 2002). Berdasarkan hasil survei pada saat penelitian
/
I
1 1.
2.
Tahun 1998 1999 ,
3. 1 2000
i
4.8564.
1
2001 II 5.784
Rata-rata (kwt)
65
76.9
Sumber . Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab Nganjuk (2002).
4.323 I 340.400
i
78.7i Produksi 1 82.390 286.853 Luas Tanam (ha) 2.808 4.450
5.772 457.164
' Luas Panen '
(ha) 2.806 3.729
berlangsung rata-rata produksi bawang merah untuk rnusim kemarau dan penghujan
rata-rata dapat mencapai 12,73 ton per hektar. Usia bawang merah yang relatif
pendek (+ 60 hari), ditunjang dengan kondisi topografi yang memungkinkan serta
segmen pasar yang mudah dijangkau. Sehingga setiap tahun terjadi peningkatan
luas areal tanam sekitar 20
-
28% tentunya ha1 ini sangat berpengaruh terhadappenggunaan volume pestisida untuk mengendalikan OPT.
Karakteristik Petani Responden
Karakteristik berdasarkan usia petani responden dengan persentase
terbanyak berusia antara 31-50 tahun Kec. Bagor (62,5%), Kec. Rejoso (52,0%) dan
Kec. Sukomoro (60,4%). Usia kurang dari 30 tahun (16,6%) dan lebih dari 50 tahun Kec.Bagor (22,9%), Kec. Rejoso (31,3% dan 16,7%) dan Kec. Sukomoro
(25,096 dan 14,6%).
Tabel 6. Karakteristik Petani Berdasarkan Umur, Lama Bertani dan Luas Lahan Petani Responden
Karakteristi k Responden
Dari sisi lamanya responden melakukan aktifitas bertani sebagai pekerjaan
231
utamanya cukup bervariasi Kecamatan Rejoso persentase terbanyak selama kurang Persentase Petani Responden Menurut Lokasi
Kec. Bagor
Umur (thn).
<
30 14,631-50
1
62,522,9 251
Luas lahan (ha)
<0,30 56,3 58,3
I
66,70,31-0.60
1
39,5 33,4i
20,81 2 0,61 I 472 8,3 12,s
Sumber . Data has11 penelitian (2002) 31,2
Kec. Rejoso Kec. Sukomoro i
I
31,3 25,O !
I
52,O 60,4
16,7 I 14,6
16,7 10,4
Lama bertan~ (thn).
0 1 1 5 35,4
1
52.1 39.6dari 15 tahun (52.1%), Kec. Sukornoro 16-30 tahun (50.0%) sedang Kec. Bagor
merata diseluruh tingkatan pengelompokan Tabel 6. Sedangkan luas lahan yang
diusahakan oleh petani responden untuk ditanami bawang merah persentase rata-
rata kurang dari 0,30 hektar Kec. Bagor (563%). Kec. Rejoso (58.3%) dan Kec.
Sukomoro (66,7%).
Golongan Pestisida yang Dipergunakan oleh Petani
Hasil inventarisasi penggunaan jenis pestisida oleh petani sebanyak 54
macam formulasi diantaranya diketemukan pestisida organoklorin dengan nama
formulasi DDT yang terjual dengan bebas, jika dilakukan klasifikasi berdasarkan
jenis bahan aktidnya dapat dikelornpokkan menjadi 14 macam (Tabel 7). Golongan
bahan aktif yang paling banyak dipergunakan oleh petani adalah Organophosphat ,
Karbamat, Triofluorometil, Etilen Generatif dan Piretroid.
Tabel 7. Golongan Pestisida Kategori Sering Dipergunakan oleh Petani
No.
1.
Persentase Golongan
! 2.
1
Organoklorin I 1 I 1,85Jumlah
3.
(Bahan aktif)
Organophosphat
Karbamat 9
1
i
I
16,67 10 4. -- 5. 18,52Piretroid - -- 8
urea (Triofluorometil)
i
a----
I 14,81
14,81
7
6. Benzimidazol (MBC) 2 - 3,70
1,85 8. 9. 10. 1 1. 12. 1 3.
14
Sumber : Data hasil pene