• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN FORMULASI TEPUNG PISANG BATU (Musa balbisiana Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BROWNIES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN FORMULASI TEPUNG PISANG BATU (Musa balbisiana Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BROWNIES"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

THE STUDY OF BALBISIANA BANANA (Musa balbisiana Colla) FLOUR AND WHEAT FLOUR IN MAKING BROWNIES

By

DEWI HILMA YUNINGSIH

Balbisiana banana (Musa balbisaiana Colla) is one of wild banana types growing in Indonesia, has potentials as carbohydrate sources and opportunities to develop

as material in making flour and processed product. Looking at the potentials, it

needs to define the physicochemical properties of balbisiana banana to be able to

develop and use it for the food availability and industrial raw material. One of

alternatives in food processing to improve acceptance and banana shelf life is by

processing the balbisiana banana in flour that is able to apply in food product

making such as brownies. The objective of this research is to analyze the

physicochemical properties of balbisiana banana, to obtain balbisiana banana flour

and wheat flour formula that is able to produce brownies with best organoleptic

properties with minimum properties that equals to commercial brownies and to

study the financial aspect of the product. The research uses descriptive method

with three repetitions in a single treatment consisting of six levels of mixture

between balbisiana banana flour and wheat flour (10:90, 20:80, 30:70, 40:60,

50:50 and 60:40). Obtained data are analyzed descriftively and presented in

(2)

shown in F3 (30:70) treatmen with water content of 25,26%, ash content of

1,55%, fat content of 19,63%, protein content of 6,04%, carbohydrate content (by difference) of 47,52%, total dietary fiber of 23,73%, and Glycemic Index (GI) of 20,53%. The calculation of financial feasibility shows HPP of Rp

12.406,223/package with selling price of Rp 13.500/package, BEP of 38.119,92

packages, PBP of 0,51 year and B/C ratio of 1,2 so that this bussines is considered

to be feasible to run.

(3)

KAJIAN FORMULASI TEPUNG PISANG BATU (Musa balbisiana Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BROWNIES

Oleh

DEWI HILMA YUNINGSIH

Pisang batu (Musa balbisiana Colla) merupakan salah satu jenis pisang liar yang tumbuh di Indonesia yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat dan berpeluang

untuk dikembangkan terutama sebagai bahan pembuatan tepung dan produk

olahannya. Berdasarkan potensi tersebut, maka perlu dilakukan karakterisasi sifat

fisikokimianya sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk

ketersediaan pangan dan sebagai bahan baku industri. Salah satu alternatif bentuk

pengolahan pangan yang dapat meningkatkan penerimaan dan keawetan pisang

adalah dengan mengolahnya menjadi tepung pisang batu yang kemudian dapat

diaplikasikan dalam pembuatan produk pangan seperti brownies. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisikokimia tepung pisang batu, mendapatkan

formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu yang menghasilkan brownies

dengan sifat organoleptik terbaik yang minimal sama dengan brownies komersial

dan mengkaji aspek finansial produk. Metode percobaan yang digunakan adalah

metode deskriptif (3 kali ulangan) dengan perlakuan tunggal yang terdiri dari

enam taraf yaitu proporsi tepung pisang batu dan tepung terigu (10:90), (20:80),

(30:70), (40:60), (50:50) dan (60:40). Data yang diperoleh dianalisis secara

(4)

dengan karakteristik sifat fisikokimia yang meliputi daya serap air sebesar 37,5%

dan daya serap minyak sebesar 23,5%. Hasil terbaik ditunjukkan pada perlakuan

F3 (30:70) dengan kadar air sebesar 25,26%, kadar abu 1,55%, kadar lemak

19,63%, kadar protein 6,04%, kadar karbohidrat (by difference) 47,52%, total serat pangan 23,73% dan GI 20,53. Hasil perhitungan kelayakan finansial

diperoleh HPP sebesar Rp 12.406,223/kemasan dengan harga jual sebesar Rp

13.500/kemasan, BEP sebesar 38.119,92 kemasan, nilai PBP sebesar 0,51 tahun

dan B/C ratio 1,2 sehingga usaha ini dinilai layak untuk dijalankan.

(5)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pisang batu (Musa balbisiana Colla) merupakan salah satu jenis pisang liar yang tumbuh di Indonesia. Masyarakat Indonesia mengenalnya secara umum dengan

sebutan pisang batu, pisang biji, atau pisang klutuk. Selama ini pemanfaatan

pisang batu hanya terbatas sebagai bahan tambahan pembuatan rujak dan belum

dimanfaatkan secara optimal. Sulistyaningsih (2009) melaporkan, pisang batu

mentah (tua) berpotensi sebagai sumber karbohidrat dan berpeluang untuk

dikembangkan terutama sebagai bahan pembuatan tepung dan produk olahannya.

Berdasarkan potensi tersebut, maka perlu dilakukan karakterisasi sifat

fisikokimianya sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk

ketersediaan pangan dan sebagai bahan baku industri. Salah satu alternatif bentuk

pengolahan pangan yang dapat meningkatkan penerimaan dan keawetan pisang

adalah dengan mengolahnya menjadi tepung pisang batu yang kemudian dapat

diaplikasikan dalam pembuatan produk pangan seperti brownies.

Brownies merupakan produk makanan semi basah yang dibuat dengan cara

memanggang atau mengukus adonan yang bahan dasarnya terdiri dari tepung

terigu, gula, telur, margarin, dan coklat dengan atau tanpa penambahan bahan lain

(6)

penyajian lain yang lebih menarik seperti tercetak dalam mangkuk kertas (cup). Secara umum brownies memiliki aroma khas coklat, rasanya manis/legit,

bertekstur lembut dengan permukaan luar kering (retak-retak) tetapi basah di

bagian dalam, sehingga banyak disukai masyarakat Indonesia. Pemanfaatan

tepung pisang batu sebagai pensubstitusi tepung terigu untuk bahan baku dalam

pembuatan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan penggunaan tepung

terigu dan juga dapat meningkatkan nilai ekonomis pisang batu. Penambahan

bahan yang mengandung serat seperti tepung pisang batu, merupakan suatu

inovasi baru dalam pembuatan brownies. Proporsi tepung pisang batu tersebut

kemudian diformulasikan dengan tepung terigu dan menghasilkan brownies yang

memiliki manfaat lebih serta memiliki karakteristik tetap baik dan disukai

konsumen.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui sifat fisikokimia tepung pisang batu.

2. Mendapatkan formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu yang

menghasilkan brownies dengan sifat organoleptik terbaik yang minimal

sama dengan brownies komersial yang kemudian dianalisis lebih lanjut

kandungan proksimat, kadar serat pangan dan Glikemik Indeksnya.

(7)

1.3 Kerangka Pemikiran

Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam

pengembangan sumber pangan lokal. Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung

antara lain memperpanjang umur simpan, mempermudah proses pengemasan dan

pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan, memberikan nilai

tambah buah pisang, mampu meningkatkan nilai gizi buah melalui proses

fortifikasi selama pengolahan dan dapat menciptakan peluang usaha untuk

pengembangan agroindustri pedesaan. Penelitian yang dilakukan oleh Martinez et al.(2008) mengenai penggunaan tepung pisang mentah sebagai bahan baku untuk meningkatkan karbohidrat tidak tercerna (undigestible carbohydrate) dalam pasta, menunjukkan bahwa tepung pisang dapat menjadi salah satu sumber polifenol

antioksidan dan pengggunaan tepung pisang sebagai bahan baku pasta (15%,

30%, 45%) mampu meningkatkan jumlah polifenol dan kapasitas antioksidan

yang terkandung dalam pasta (spageti).

Musita (2008) melaporkan bahwa kadar pati resisten pisang batu lebih tinggi

(39,35 %) dibandingkan dengan jenis pisang lainnya dan menurut Martinez et al.

(2008), tepung pisang mentah merupakan produk alami yang mengandung pati

resisten tertinggi yaitu 42,5%. Hamid (2000) melaporkan bahwa karakteristik

fisikokimia untuk daya serap air tepung pisang owak berkisar antara 28,3 – 33,3%

dengan kadar protein 19,39 – 25,73%, kadar lemak 5,09 – 7,96%, serat kasar 0,74 – 2,03%, kadar air 2,40 – 3,91%, kadar abu 1,35 – 1,61% dan kadar karbohidrat

sebesar 61,64 – 68,59%. Menurut Triyono (2010), substitusi tepung pisang dalam

(8)

namun tidak berpengaruh terhadap kadar air. Penelitian sejenis belum banyak

dilaporkan.

Substitusi tepung terigu dengan tepung pisang batu diduga akan mempengaruhi

karakteristik dan sifat organoleptik brownies sehingga diperlukan penelitian untuk

mencari formulasi yang tepat agar diperoleh brownies yang bernilai gizi dan

memiliki karakteristik yang minimal sama dengan brownies yang terbuat dari

100% tepung terigu.

1.4Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Diperoleh informasi sifat fisikokimia tepung pisang batu.

2. Diperoleh formulasi yang tepat antara tepung pisang batu dan tepung

terigu yang menghasilkan brownies dengan sifat organoleptik terbaik dan

mempunyai tingkat penerimaan yang tidak berbeda nyata dengan brownies

komersial, serta diperoleh informasi tentang kandungan proksimat, serat

pangan dan GI brownies.

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang Batu

Pisang (Musa sp.) merupakan tumbuhan yang berasal dari Asia dan tersebar di Spanyol, Itali, Indonesia, Amerika, dan bagian dunia lainnya. Tanaman ini

dikelompokkan menjadi pisang liar dan pisang budidaya. Pisang liar pada

umumnya ditemukan tumbuh liar di alam, mempunyai banyak biji, dan bersifat

diploid. Sedangkan pisang budidaya pada umumnya tumbuh di pekarangan,

bijinya sedikit, dan bersifat triploid atau kadang diploid. Jenis pisang budidaya

inilah yang sering kita manfaatkan, sedangkan pisang liar tidak banyak

dimanfaatkan secara ekonomi padahal pisang liar mempunyai potensi yang luar

biasa dan masih belum banyak digali.

Indonesia merupakan salah satu negara pusat asal-usul pisang-pisangan. Jumlah

jenis pisang liar di Indonesia sangat melimpah. Sebanyak 12 jenis pisang liar

telah ditemukan di Indonesia mulai dari Lembah Alas (Aceh Tenggara) sampai ke

daerah Papua bagian utara. Salah satu jenis pisang liar adalah Musa balbisiana Colla. Masyarakat Indonesia mengenalnya secara umum dengan sebutan pisang

batu, pisang biji, atau pisang klutuk (Sulistyaningsih, 2009). Jenis pisang ini

tumbuh secara liar di Indonesia, tetapi belum banyak dilaporkan secara ilmiah

(10)

Propinsi Lampung dilaporkan menyumbang lebih dari 25% produksi pisang dari

total produksi buah-buahan nasional (BPS, 2010). Sentra produksi pisang di

Lampung ada di daerah Kedondong, Kalianda, Gading Rejo, Trimurjo, Metro, dan

Semulih Raya. Selain volume produksinya yang besar (5,814,576 ton), Lampung

juga mempunyai jenis pisang yang beragam. Potensi pisang liar di Indonesia

belum mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Daunnya digunakan sebagai

pembungkus makanan. Tangkai daun dan serat upih daun yang kering digunakan

sebagai pengikat. Masyarakat Jawa Tengah menggunakan upih daun keriting

sebagai pembungkus daun tembakau, sedangkan di Sumatera Utara digunakan

sebagai pembungkus gula aren. Selain itu upih batang dapat digunakan sebagai

pelindung bibit tanaman. Padahal kalau dikaji lebih jauh lagi, kegunaan pisang

liar tidak hanya terbatas pada hal tersebut. Pisang liar mempunyai potensi yang

luar biasa, diantaranya sebagai sumber plasma nutfah. M. acuminata Colla dan M. balbisiana Colla merupakan nenek moyang dari pisang-pisang budidaya yang ada di Indonesia (Sulistyaningsih, 2009).

Tanaman pisang batu berbatang semu (tampak di atas tanah) tinggi dapat

mencapai ± 30 m. Di atas batang semu tersebut terdapat banyak daun yang

menggerombol dengan pelepah daun 1-2 m dan mudah robek. Bunga keluar dari

ujung batang, dekat daun berbentuk tandan, warna bunga putih. Buah juga

berbentuk tandan setelah masak berwarna kuning. Pisang biji rasanya manis,

tetapi banyak sekali bijinya, dalam 1 buah pisang terdapat ± 50 biji, biji kecil,

berwarna hitam (seperti biji kapuk randu). Habitat tanaman ini tumbuh di dataran

rendah sampai ketinggian ± 2200 m dpl. Tanaman pisang ini menyukai daerah

(11)

Pisang batu sudah dibudidayakan/ditanam di kebun dengan skala kecil (0,5

hektar) sampai skala sedang (± 2 hektar) di Jawa Timur. Tetapi dijumpai pula

tumbuh liar di tepi hutan (Musita, 2008).

2. 2 Tepung Pisang

Pisang banyak diolah menjadi berbagai produk seperti sale, keripik, dan ledre.

Tepung pisang merupakan salah satu produk awetan buah pisang yang belum

banyak dikembangkan di Indonesia. Tepung ini memiliki rasa yang khas dan

kaya akan vitamin. Di beberapa Negara, seperti Equador, Brazilia, dan Perancis,

tepung pisang telah dibuat roti tawar, campuran makanan bayi, dan lainnya.

Pembuatan tepung pisang sangat sederhana, pada dasarnya semua jenis pisang

dapat diolah menjadi tepung, hanya saja untuk memperoleh tepung yang baik

diperlukan buah pisang yang cukup tua. Tepung pisang yang terbuat dari pisang

kepok sangat baik hasilnya yaitu warna tepung putih menarik (Satuhu, 1990).

Disamping memiliki rasa dan aroma yang khas, kandungan gizi tepung pisang

cukup baik. Perbandingan komposisi kimia pisang segar, tepung pisang, dan

(12)

Tabel 1. Perbandingan komposisi kimia pisang segar, tepung pisang, dan tepung beras

Komposisi Kimia Pisang Segar Tepung Pisang Tepung Beras

Air (%) 70,0 3,0 12,0

Catatan : Kadar kalsium, fosforus dan sodium dihitung dalam ppm Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1990

Kandungan karbohidrat (pati) dari berbagai jenis pisang bervariasi juga. Warna

tepung pisang dari jenis pisang yang berbeda memberikan warna tepung yang

berbeda. Variasi warna tepung dan kandungan karbohidrat dari beberapa jenis

pisang dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan Tabel 3 menunjukkan komposisi

kimia tepung pisang batu.

Tabel 2. Sifat fisik dan kandungan karbohidrat tepung pisang dari beberapa varietas

Varietas Warna Kadar Karbohidrat (%)

Kepok Putih 74,67

Uli Putih 34,90

Nangka Putih kecoklatan 79,84

Tanduk Putih kekuningan 33,50

Ambon Putih keabuan 78,99

Raja Bulu Putih coklat 76,47

Lampung Putih 70,10

Siem Putih kekuningan 77,13

(13)

Tabel 3. Komposisi kimia tepung pisang batu

Ciri-ciri tepung pisang berkualitas baik adalah berwarna putih, rasa, dan aroma

khas, tahan disimpan 9 12 bulan, tidak ditumbuhi jamur dan kadar air sekitar 9

-11%. Menurut Satuhu (1990), proses pembuatan tepung pisang adalah buah

pisang yang cukup tua, tapi mentah, dikukus 10 menit untuk memperbaiki warna

dan mengurangi kandungan getahnya, lalu direndam dalam larutan sodium

metabisulfit 2000 ppm selama 5 menit, lalu ditiriskan dan dikeringkan (dengan

alat pengering atau dijemur), terakhir chips atau gaplek digiling. Tepung pisang

(14)

Tabel 4. Syarat mutu tepung pisang (SNI 01-3481-1995)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Jenis A Jenis B

tahun 1920, brownies mulai ada walau belum popular seperti sekarang ini. Pada

masa itu penggemar brownies masih terbatas. Mereka sering menyebut brownies

sebagai kue, dengan atau tanpa kacang-kacangan yang diberi perasa seperti

(15)

diklasifikasikan sebagai kue coklat sehingga dikenal dengan sebutan brownies.

Proses pembuatan serta bentuk brownies memang mirip cake. Membuat brownies tidaklah sulit dan bahan yang digunakanpun mudah didapat (Damayanti, 2005).

Secara umum brownies memiliki aroma khas coklat, rasanya manis/legit,

bertekstur lembut dengan permukaan luar kering (retak-retak) tetapi basah bagian

dalam sedangkan bagian dalam tidak begitu penting (Semy, 2004). Rasa yang

dihasilkan tergantung dari formulasi bahan yang digunakan. Makanan ini

cenderung disukai baik dari rasa, aroma berikut warnanya, biasanya digunakan

sebagai cemilan pada selang tiga waktu makan utama. Jenis brownies sangat

beragam seperti dasar (tanpa penambahan bahan lain), brownies kacang, brownies

buah, brownies keju dan lain sebagainya. Secara garis besar pembuatan brownies

meliputi persiapan bahan dan alat, penimbangan bahan, pengocokan gula dan

telur, pencairan margarine dan coklat, pencampuran bahan, peloyangan,

pemnggangan/pengukusan, pendinginan dan pengemasan.

Brownies merupakan produk bakeri yang termasuk dalam kategori cake (Widarti, 2005). Produk bakeri meliputi roti, cookies dan cake merupakan produk yang banyak dikonsumsi (Bakke and Vickers, 2007). Brownies termasuk ke dalam

(16)

2.4Bahan-Bahan Yang Diperlukan Dalam Pembuatan Brownies

2.4.1 Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan brownies.

Komposisi protein dalam tepung terigu adalah protein gliadain dan protein

glutenin yang berbeda pada proporsi 50 : 50. Pada saat pengadukan, kedua

protein tersebut akan bercampur lalu membentuk gluten. Gluten adalah protein

yang terkandung dalam endosperm gandum. Menurut Bellitz and Grosch (1999)

gluten adalah golongan protein yang mempunyai proporsi terbesar pada gandum.

Gluten merupakan kelompok protein yang dapat dibedakan atas gluten dengan

berat molekul tinggi, sedang, dan rendah. Setelah gluten terbentuk, adonan yang

lengket menjadi liat, elastis dan timbul gelembung-gelembung pada permukaan

adonan. Gluten jika dicampur dengan air, proteinnya akan menyerap air dan

volumenya membesar. Selama pencampuran, partikel protein yang terhidrasi

pecah dan menjadi jaringan serabut yang pada proses pencampuran dan

pengadukan adonan lebih lanjut, akan menjadi jaringan protein yang menentukan

pengembangan adonan. Jaringan protein ini memberikan sifat elastis pada adonan

kue (Wade, 1988). Selain mengandung protein, tepung terigu juga mengandung

karbohidrat yang terdiri dari pati, dekstrin, gula selulosa dan pentosa.

Dipasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki

karakteristik dan fungsi berlainan. Berikut ini adalah beberapa jenis tepung

(17)

a. Hard Wheat (terigu protein tinggi)

Contoh yang banyak dikenal adalah terigu Cakra Kembar. Tepung ni deperoleh

dari gandum keras (hard wheat). Kandungan protein gluten 11%-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur,

difermentasikan, daya serap air tinggi, elastis, dan mudah digiling. Karakteristik

ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti manis, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan.

b. Medium Wheat (terigu protein sedang)

Jenis terigu medium wheat kandungan protein gluten 10%-11%. Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna, contoh yang telah ada di pasaran adalah tepung Segitiga Biru. Terbuat dari campuran

tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut, tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan

tingkat pengembangan sedang seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka

cake dan muffin.

c. Soft Wheat (terigu protein rendah)

Tepung ini terbuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%.

Sifatnya yaitu memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan

adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangnya rendah.

Cocok untuk membuat kue kering, biskuit, pastel dan kue-kue yang tidak

memerlukan proses fermentasi. Contoh di pasaran adalah tepung Cap Kunci.

d. Self Raising Flour

Tepung ini merupakan jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan bahan

(18)

tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan. Jika sukar didapat,

tambahkan satu sendok baking powder ke dalam 1/2 kg tepung sebagai gantinya. Self raising flour sangat cocok untuk membuat cake, muffin, dan kue kering. e. Whole Meal Flour

Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya

sehingga warna teung lebih gelap/cream. Terigu whole meal flour sangat cocok untuk makanan kesehatan dan menu diet karena kandungan serat (fiber) dan proteinnya sangat tinggi (Sutomo, 2008).

2.4.2 Gula pasir

Menurut Gaman et al. (1994), gula merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pemanis yang berasal dari tanaman tebu, bit atau yang lainnya yang

diperoleh dari kondensasi glukosa dan fruktosa yang memiliki sifat-sifat antara

lain:

1) kenampakan secara urnum berwarna putih dan berbentuk kristal

2) berasa manis tetapi tingkatan kemanisan beragam dengan pembanding

sukrosa dianggap seratus persen

3) mudah terbentuk karamel (penjendalan) akibat panas

4) mudah tereduksi dengan senyawa ion-ion tembaga.

Selain sebagai pemanis, gula juga membuat susunan dan butiran brownies

meniadi halus dan lembut, menimbulkan rasa dan aroma yang khas serta sebagai

pembentuk warna brownies yang terjadi akibat reaksi browning. Reaksi browning

(19)

membentuk gumpalan-gumpalan yang berwarna gelap yang sering disebut

melanoid (U.S. Wheat Associates, 1983).

Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena hampir

setiap produk mempergunakan gula. Fungsi gula, sebagai bahan penambah rasa,

sebagai bahan perubah warna dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan

dalam jaringan produk. Gula yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah

gula pasir yang harus memenuhi persyaratan seperti berbentuk kristal, benwarna

putih, memiliki partikel yang halus agar mudah larut, bebas dari serangga, jamur

dan kontaminan lainnya, mempunyai aroma dan mengandung 99,9% sukrosa

(Yossy, 2010).

2.4.3 Telur

Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Putih

telur jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur dan sekitar 50% protein

serta semua lemak yang terkandung di dalam telur berada di dalam kuning telur

(Margono et al., 2000). Beberapa jenis telur digunakan dalam produksi kue , biskuit dan sejenisnya. Ada tiga sifat telur yang paling penting yaitu kemampuan

pembuihan, emulsifikasi, dan koagulasi. Albumen (putih telur) berfungsi sebagai

agensia pengeras, sedangkan kuning telur sebagai agensia pengempuk. Penambahan telur dalam pembuatan produk-produk biskuit mempunyai fungsi

antara lain menyumbangkan warna, menambah cita rasa, sebagai bahan

(20)

2.4.4 Coklat

Coklat adalah bahan pangan penambah rasa dari olahan tanaman kakao

(Theobroma cacao) yang disajikan dalam bentuk bubuk, batangan maupun cairan/pasta. Archolle (2009) melaporkan, terdapat beberapa jenis olahan coklat,

diantaranya :

a. Bubuk cocoa/chocolate powder/coklat bubuk

Coklat bubuk natural dibuat dari bubur coklat atau balok coklat pahit, dengan

menghilangkan sebagian besar lemaknya hingga 18-23%.

b. Converture

Yaitu coklat terbaik dengan kandungan mentega cocoa. Sangat bagus untuk celupan karena sangat cair ketika meleleh.

c. Coklat premium

Biasanya mengandung sekitar 50-70% coklat padat. Mengandung lebih

sedikit gula, minyak nabatidan sedikit kalori dari produk coklat pada

umumnya.

d. Cocoa butter/mentega coklat

Bentuknya seperti pasta kental, terbuat dari lemak coklat 50%, ditambah gula,

flavor dan bahan pengental. Biasanya digunakan untuk membuat ice cream atau aneka dessert.

e. Coklat masak

(21)

f. Dark chocolate

Rasanya lebih pekat, warnanya lebih gelap dan merupakan coklat murni tanpa

kandungan susu. Coklat ini mengandung 15% coklat cair, bubuk coklat dan

minyak coklat.

Pada pembuatan brownies biasanya rnenggunakan coklat bubuk ataupun coklat

masak (cooking chocolate) yang dicampurkan bersama margarin dengan cara dilelehkan.

2.4.5 Ovalet

Ovalet adalah bahan tambahan kue yang diklaim sebagai pengembang kue,

sebagaimana klaim yang dibuat pada SP, TBM dan Ovalet. Sebenarnya sesuai

dengan komposisi bahan yang digunakan pada ketiga jenis produk BTP tersebut

tidak tepat jika diklaim sebagai pengembang, melainkan seharusnya sebagai

pelembut. Komposisi ovalet juga mengandung turunan asam lemak dimana bisa

berasal dari hewan atau tumbuhan. Karenanya mengetahui sumber dari asam

lemak adalah sangat penting dalam masalah kehalalannya (Ndutyke, 2011).

2.5 Pangan Fungsional

Pangan fungsional adalah produk pangan atau bahan pangan yang mengandung

komponen aktif yang mampu mencegah, bahkan menyembuhkan suatu penyakit

tertentu untuk mencapai kesehatan tubuh yang lebih optimal. Produk tersebut

mempuyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, memberikan peran dalam proses

tubuh tertentu, seperti memperkuat sistem pertahanan tubuh, mencegah penyakit

(22)

tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan

(Asfar, 2010).

2.5.1 Serat pangan (dietary fiber)

Salah satu bagian bioaktif dalam bahan pangan fungsional adalah serat pangan

(dietary fiber). Serat pangan merupakan bagian dari tanaman yang dapat dimakan dan resisten terhadap pencernaan serta absorbansi pada usus besar. Serat pangan

semula dianggap mempunyai fungsi yang tidak penting, tetapi sekarang ini para

peneliti sudah membuktikan bahwa serat pangan mempunyai peranan yang sangat

potensial untuk menjaga kesehatan. Menurut AACC (2001) serat pangan

merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman yang resisten terhadap

pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau parsial

pada usus besar.

Mutu serat makanan dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan,

dimana komponen makanan terdiri dari komponen yang larut (soluble dietary fiber) dan komponen yang tidak larut (insoluble dietary fiber). Sekitar sepertiga dari serat makanan total (total dietary fiber) adalah serat makanan yang larut sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut. Serat pangan

larut dapat menyerap air selama melewati saluran pencernaan dan dapat

difermentasi oleh bakteri usus besar yang menghasilkan asam lemak rantai

pendek. Contoh serat larut yaitu pektin, glukans dan gums. Serat pangan tidak

larut memiliki efek kamba dan tidak dapat difermentasi oleh bakteri kolon.

(23)

Musita (2008) melaporkan, umumnya serat larut mudah difermentasi oleh bakteri

sehingga menyebabkan kenaikan massa bakteri, sedangkan serat tidak larut tahan

terhadap degradasi bakteri sehingga menaikkan jumlah feses. Serat makanan yang

dapat larut dapat menaikkan viskositas isi usus sehingga akan menunda

pengosongan perut, memperpanjang waktu transit dari mulut ke usus dan

mengurangi kecepatan absorpsi di dalam usus halus, sedangkan serat tidak larut

mempercepat pengosongan usus dan waktu transit sepanjang usus.

2.5.2 Glikemik Indeks (GI)

Glikemik indeks (GI) merupakan indeks atau tingkatan pangan menurut efeknya

dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang memiliki nilai glikemik

indeks tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan

cepat dan tinggi. Sebaliknya seseorang yang mengkonsumsi pangan dengan nilai

glikemik indeks rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung

lambat dan kenaikan gula darahnya rendah. Penderita diabetes melitus

membutuhkan makanan daya cernanya lambat sehingga memiliki nilai glikemik

yang rendah (Widowati, 2007).

Indeks Glikemik (IG) atau juga disebut Glikemik Indeks (GI) adalah sifat pangan

yang unik, dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga GI pangan yang satu

berbeda dengan pangan lainnya. Pengolahan dapat mengubah struktur dan

komposisi kimia pangan yang selanjutnya dapat mengubah daya serap zat gizi.

Makin cepat karbohidrat dapat diserap tubuh, GI-nya cenderung tinggi. Faktor

(24)

osmotik, kandungan serat pangan, pati resisten, lemak, protein dan zat gizi

(Widowati, 2007).

2.6 Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha atau analisis investasi adalah analisis yang digunakan

untuk mengkaji aspek finansial suatu produk atau usaha. Analisis ini digunakan

untuk mengukur nilai uang atau tingkat pengembalian dari investasi yang

ditanamkan dalam suatu usaha pada masa yang akan datang. Hal ini sangat

penting untuk dilakukan sebelum implementasi investasi yang sering

mempertaruhkan dana yang sangat besar dengan melakukan berbagai macam

simulasi tersebut, akan diketahui besarnya faktor-faktor resiko yang akan dihadapi

dan yang mempengaruhi layak atau tidaknya suatu rencana usaha. Data kemudian

(25)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Bandar Lampung dan uji organoleptik

dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Juli – November 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah pisang batu (Musa balbisiana Colla) tua (tetapi belum matang penuh) sebagai bahan dasar pembuatan tepung pisang batu,

tepung terigu protein sedang (merk segitiga biru), gula pasir (merk Gulaku),

coklat bubuk, Dark Cooking Chocolate (DCC)/coklat masak merk Chollata, minyak goring (merk Sania), telur, ovalet dan bahan-bahan lain untuk keperluan

analisis.

Alat-alat yang dipergunakan adalah pengukus, waring blender, loyang, baskom, mixer, kompor gas, termometer, neraca analitik, desikator, penjepit cawan, tanur,

pisau stainless stell, kertas label, ayakan 60 mesh, perangkat gelas untuk analisis

(26)

3.3 Metode Penelitian

Metode percobaan yang digunakan adalah metode deskriptif (3 kali ulangan)

dengan perlakuan tunggal yang terdiri dari enam taraf yaitu perbandingan tepung

pisang batu dan tepung terigu (10:90), (20:80), (30:70), (40:60), (50:50) dan

(60:40). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang ditampilkan dalam

bentuk Grafik dan Tabel.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yang meliputi pembuatan

tepung pisang batu yang kemudian dianalisis karakteristik sifat fisikokimianya

(daya serap air dan daya serap minyak tepung pisang batu) dan pembuatan produk

(brownies) yang kemudian dilakukan uji organoleptik dan proksimat untuk

perlakuan terbaik.

3.4.1 Pembuatan tepung pisang batu

Pisang dikupas untuk memisahkan buah dari semua kulit dan memisahkannya dari

bagian yang rusak. Kemudian pisang ditimbang 1 kg dan dicuci bersih dari semua

kotoran. Setelah itu pisang diiris-iris tipis berikut bijinya dan ditata dalam loyang.

Irisan pisang yang telah ditata dalam loyang kemudian dikeringkan dengan oven

pada suhu 500C selama 24 jam. Pisang yang telah kering kemudian ditimbang

kembali untuk mengetahui bobot keringnya. Pisang yang telah dikeringkan

dihancurkan menggunakan waring blender kemudian diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh sehingga diperoleh tepung pisang yang halus. Diagram alir

(27)

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung pisang

Sumber : Welly (2003) yang dimodifikasi

3.4.2 Pembuatan brownies

Brownies dibuat dengan menggunakan campuran tepung pisang batu dengan

tepung terigu pada perbandingan tertentu. Adapun formulasi bahan-bahan yang

digunakan dalam pembuatan brownies dapat dilihat pada Tabel 5. Pisang batu

Penimbangan sebanyak 1 kg

Pengupasan Kulit pisang

Pencucian

Pengirisan pisang dan penataan dalam loyang

Pengeringan dalam oven T= 50 0C selama 24 jam

Pisang batu kering

Penghancuran dengan waring blender dan pengayakan dengan ayakan 60 mesh

(28)

Tabel 5. Formulasi pembuatan brownies Sumber : Modifikasi formula Gusbud, 2011

Setelah didapatkan formulasi yang akan digunakan untuk setiap perlakuan,

selanjutnya dilakukan pembuatan brownies. Diagram alir pembuatan brownies

dapat dilihat pada Gambar 2. Telur dan gula pasir dikocok sampai mengembang,

kemudian ditambahkan ovalet dan dikocok kembali sampai adonan berwarna

putih dan mengembang. Tambahkan sedikit demi sedikit coklat bubuk dan

formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu dengan jumlahnya

masing-masing, aduk rata. Dicampurkan coklat masak yang telah dilelehkan beserta

minyak goreng kemudian diaduk rata menggunakan spatula. Adonan dituang ke

(29)

Gambar 2. Diagram alir pembuatan brownies

Sumber : Modifikasi metode Gusbud, 2011

3.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu sifat fisikokimia tepung

pisang batu yang meliputi daya serap air dan minyak, uji organoleptik produk

yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur, penerimaan keseluruhan dan potensi

komersialisasi. Brownies dengan hasil organoleptik terbaik kemudian akan

dibandingkan dengan brownies komersial, dilakukan uji proksimat (kadar air 6 butir telur

Dikocok dengan mixer selama ± 5-10 menit

225 g gula pasir,

Penuangan adonan ke dalam Loyang diikuti dengan pengukusan adonan selama± 30 menit

(30)

(AOAC, 1990), kadar abu (AOAC, 1990), kadar lemak (AOAC, 1990), kadar

protein (AOAC, 1990), kadar karbohidrat (Winarno, 1992), kadar serat pangan

(serat larut dan serat tidak larut) dan nilai Glikemik Indeks (Dubois et al., 1956)) dan dikaji aspek finansial produk (Susanto, T dan Saneto, 1994).

3.5.1 Karakteristik sifat fisikokimia tepung pisang batu

3.5.1.1 Daya serap air

Penyerapan air dilakukan dengan metode yang direkomendasikan oleh Rosario

and Flores (1981). Sebanyak 1 gram sampel dicampurkan dengan 10 ml air

destilat. Campuran tersebut dimasukkan dalam tabung sentrifusi dan diletakkan

dalam water bath suhu 300C selama 30 menit, kemudian disentrifusi pada 3.000 rpm selama 20 menit dan setelah itu volume supernatan diukur. Bagian air yang

terikat merupakan selisih antara volume air yang ditambahkan dengan supernatan.

Kapasitas pengikatan air dinyatakan sebagai air yang terikat per gram sampel.

Air yang terikat (ml) = volume air yang ditambahkan (10 ml) – volume supernatan (ml).

(31)

Air 10 ml

Supernatan (ml)

Sampel (g) Residu

Gambar 3. Daya serap air pada tepung pisang batu

3.5.1.2 Daya serap minyak

Penyerapan minyak dilakukan dengan metode yang direkomendasikan oleh

Rosario and Flores (1981). Sebanyak 1 gram sampel dicampurkan dengan 10 ml

minyak. Campuran tersebut dimasukkan dalam tabung sentrifusi dan diletakkan

dalam water bath 300C selama 30 menit, kemudian disentrifusi pada 3.000 rpm selama 20 menit dan setelah itu volume supernatan diukur. Bagian minyak yang

terikat merupakan selisih antara volume minyak yang ditambahkan dengan

supernatan. Kapasitas pengikatan minyak dinyatakan sebagai minyak yang terikat

per gram sampel.

Air yang terikat (ml) = volume minyak yang ditambahkan (10 ml) – volume supernatan (ml).

(32)

Minyak 10 ml

Supernatan (ml)

Sampel (g) Residu

Gambar 4. Daya serap minyak pada tepung pisang batu

3.5.2 Uji organoleptik

Penilaian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, rasa, aroma, tekstur,

penerimaan keseluruhan dan potensi komersialisasi produk yang dihasilkan.

Untuk warna, rasa, aroma dan tekstur akan digunakan uji skoring, sedangkan

untuk penerimaan keseluruhan dan potensi komersialisai akan menggunakan uji

hedonik. Uji organoleptik dilakukan oleh 20 orang panelis semi terlatih. Skala

(33)

Tabel 6. Skala penilaian organoleptik brownies

Parameter mutu Kriteria Skor

Warna Coklat kehitaman 5

Penerimaan keseluruhan Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka 2

Sangat tidak suka 1

Sangat potensial 5

Potensi komersialisasi Potensial 4

Agak potensial 3

Tidak potensial 2

Sangat tidak potensial 1

(34)

Format kuesioner penilaian panelis dibuat sebagai berikut :

1. Kuesioner Uji Skoring

Gambar 6. Kuesioner uji skoring

Kuesioner Uji Skoring

Nama :

NPM :

Telah disajikan 6 sampel brownies. Anda diminta untuk mencicipi dan memberikan nilai terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur produk. Berikan penilaian anda pada tabel penilaian berikut :

(35)

2. Kuesioner Uji Hedonik

Gambar 7. Kuesioner uji hedonik

Setelah itu, produk dengan hasil uji organoleptik terbaik akan dibandingkan

dengan brownies 100% tepung terigu (brownies komersial). Pengujian dilakukan

dengan uji perbandingan pembedaan dou trio dengan parameter uji meliputi

warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Kuesioner uji dapat memberikan nilai terhadap penerimaan keseluruhan dan potensialisasi produk. Berikan penilaian anda pada tabel penilaian berikut :

Penilaian Kode sampel

Penerimaan Keseluruhan Potensi Komersialisasi

Sangat suka : 5 Sangat potensial : 5

Suka : 4 Potensial : 4

Agak suka : 3 Agak suka : 3

(36)

Gambar 8. Kuesioner uji duo trio

3.5.3 Uji proksimat

Uji proksimat yang dilakukan terhadap brownies yang dihasilkan dari perlakuan

terbaik dan kontrol, meliputi : kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein,

kadar karbohidrat, kadar serat pangan dan penentuan nilai Glikemik Indeks (GI).

3.5.3.1Kadar air

Kadar air ditentukan dengan cara pemanasan langsung (Metode Oven AOAC,

1990). Cawan porselin yang dikeringkan dalam oven selama 30 menit, kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang ada dalam bentuk halus

ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan

dikeringkan dalam oven bersuhu 100 – 1050C selama 5 jam atau beratnya konstan,

Kuesioner Uji Pembedaan Duo Trio

Nama :

NPM :

Telah disajikan 3 sampel berupa brownies yang 1 diantaranya adalah R. Anda diminta untuk membandingkan dua sampel berkode acak dengan R dengan memberi tanda silang pada tabel berikut.

Kode sampel

Penilaian

(37)

lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang, lakukan hingga diperoleh berat

konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

c – (a - b)

Kadar air (%) = x 100%

c

keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)

c = berat sampel awal (g)

3.5.3.2Kadar abu

Pengujian kadar abu dilakukan dengan menggunakan Metode Oven (AOAC,

1990). Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 400 -6000C, kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 - 5 gram sampel

dimasukkan ke dalam cawan porselen, lalu sampel dipijarkan di atas nyala

pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian pijarkan di dalam tanur

listrik pada suhu 400 – 6000C selama 4 - 6 jam atau sampai terbentuk abu

berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator selanjutnya

ditimbang, lakukan hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar abu

dilakukan dengan menggunakan rumus:

W2 – W

Kadar abu (%) = x 100% W1 - W

(38)

3.5.3.3Kadar lemak

Kadar lemak diuji dengan menggunakan metode soxhlet AOAC (1990). Labu

lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-1100C,

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram

dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet). Pelarut heksan dituangkan ke atas lubang kondensor sampai jatuh ke dalam labu

destilasi. Reflux dilakukan selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun

kembali ke labu destilasi berwarna jernih. Pelarut yang bercampur lemak dalam

labu didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Selanjutnya labu yang berisi

lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga beratnya

konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak

dilakukan dengan menggunakan rumus:

a - b

Kadar lemak (%) = x 100%

c

keterangan : a = berat labu + residu lemak (g) b = berat labu (g)

c = berat sampel awal (g)

3.5.3.4Kadar protein

Kadar protein diuji dengan metode Mikro Kjeldahl (AOAC,1990). Sampel yang

telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dimasukkan ke dalam labu

Kjeldahl, lalu tambahkan 1 gram selenium dan 5 ml H2SO4 pekat. Jika sukar

(39)

pada pemanas listrik atau api bunsen dalam lemari asap dan akhiri pemanasan

apabila cairan telah menjadi jernih. Buat pula blanko seperti prosedur tetapi tanpa

sampel. Setelah labu kjeldahl dan cairannya dingin tambahkan 200 ml aquades

serta larutan NaOH 67% sampai cairan bersifat basis. Labu kjeldahl dipasang

pada alat destilasi dan dipanaskan sampai amonia menguap semua. Destilat

(amonia) ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 100 ml HCL 0,1 N dan diberi

indikator PP 1% beberapa tetes. Destilasi diakhiri setelah volume destilat 150 ml

atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis. Selanjutnya titrasi destilat

dengan NaOH 0,1 %. Penetapan untuk blanko juga dilakukan. Perhitungan kadar

protein dilakukan dengan menggunakan rumus:

3.5.3.5Kadar karbohidrat (by difference)

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara perhitungan kasar atau yang

disebut dengan carbohydrate by difference, yaitu penentuan kadar karbohidrat dengan menggunakan perhitungan bukan analisis. Adapun rumus perhitungan

untuk kadar karbohidrat adalah sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - % (air + abu + lemak + protein) Kadar Protein (%) = a x 0,014x 6,25 x N HCl x 100%

(40)

3.5.3.6Kadar serat pangan

Pengujian kadar serat dilakukan dengan metode enzimatis (Asp et al., 1993). Sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 1 g, kemudian diekstraksi lemaknya

dengan menggunakan petroleum eter, selanjutnya dipindahkan ke dalam

erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,1M pH 6, dan diaduk sampai

terdispersi merata. Kemudian ditambah 0,1 ml enzim alfa amilase dan erlenmeyer

ditutup dengan alumunium foil, kemudian diinkubasikan pada suhu 800C dalam

waterbath selama 15 menit sambil diaduk sesekali, selanjutnya diangkat dan didinginkan. Setelah itu ditambah 20 ml air aquades dan pH diatur menjadi 1,5

dengan penambahan larutan HCI kemudian elektroda dibersihkan dengan sedikit

aquades. Kemudian ditambahkan 0,1 g enzim pepsin, erlenmeyer ditutup kembali

dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam shaker waterbath dengan suhu 400C selama 60 menit. Setelah itu ditambah 20 ml air aquades, dan pH diatur

menjadi 6,8 dengan larutan NaOH, kemudian elektroda dibersihkan dengan

sedikit aquades. Lalu ditambahkan 0,1 g enzim pankreatin, ditutup dengan

alumunium foil dan diinkubasikan dalam shaker waterbath dengan suhu 400C

selama 60 menit.

Setelah itu pH diatur dengan larutan HCl menjadi 4,5. Kemudian disaring

menggunakan kertas saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah

diketahui bobot tetapnya (KS1) dengan dibantu pompa vakum. Terakhir dicuci

dengan 2x10 ml etanol 90%. Residu yang diperoleh (merupakan serat makanan

tidak larut/IDF) dicuci dengan 2x10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta

residunya dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C, hingga berat konstan

(41)

pengabuan yang telah diketahui bobot tetapnya (CW1) lalu diarangkan, kemudian

diabukan dalam tanur suhu 5500C sampai menjadi abu (paling sedikit 5 jam),

kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang beratnya (CW2).

Perhitungan Insoluble Dietary Fiber (IDF):

Keterangan :

KS1 = kertas saring kosong (g) KS2 = kertas saring + residu serat (g) CW1 = cawan pengabuan kosong (g) CW2 = cawan pengabuan + abu (g) B = blanko bebas serat (g)

Sementara filtrat yang diperoleh (berupa serat makanan larut/SDF) diatur

volumenya dengan air aquades hingga 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol 95%

hangat (600C) dan didiamkan semalam, kemudian disaring menggunakan kertas

saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah diketahui bobot

tetapnya (KS3) dengan dibantu pompa vakum. Terakhir dicuci dengan 2xl0 ml

etanol 90%, dan 2x10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta residunya

dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C hingga beratnya konstan dan ditimbang

(KS4). Kemudian dimasukkan dalam cawan pengabuan yang telah diketahui

bobot tetapnya (CW3) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam tanur suhu

5500C sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang

beratnya (CW4). Untuk blanko diperoleh dengan cara yang sama tapi tanpa

(42)

menggunakan sampel dan nilai blanko sesekali perlu diperiksa ulang terutama jika

menggunakan enzim dari kemasan yang baru.

Perhitungan Soluble Dietary Fiber (SDF)

Keterangan :

KS 3 = kertas saring kosong (g) KS4 = kertas saring + residu serat (g) CS3 = cawan pengabuan kosong (g) CS4 = cawan pengabuan + abu (g) B = blanko bebas serat (g)

Perhitungan Total Dietary Fiber (TDF)

3.5.3.7Penentuan nilai Glikemik Indeks (GI)

Penentuan tingkat konversi sampel brownies menjadi glukosa menggunakan

metode hidrolisis enzim alfa-amilase, kemudian gula hasil hidrolisis

dikuantitatifkan dengan metode fenol-asam sulfat (Dubois et al., 1956). Sampel diliquifikasi dengan pemberian enzim alfa-amilase 1ml/kg sampel pada suhu

1050C dan diletakkan pada shaker water bath selama 0, 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Penentuan sampel glukosa dengan menggunakan metode fenol asam

sulfat (Dubois et al., 1956) dengan memasukkan 1 ml larutan sampel ke tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 5% dan asam sulfat pekat 5 ml.

Panaskan dengan penangas air pada suhu 300C selama 20 menit. Kemudian TDF = IDF + SDF

(43)

inaktivasi enzim dengan mencelupkan sampel ke dalam air mendidih selama 5

menit. Sebelum penentuan glukosa sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar

dengan membuat larutan glukosa standar (10 ml glukosa anhidrat/100 ml

aquadest).

Hidrolosis glikemik indeks dihitung sebagai persentasi dari total glukosa yang

dibebaskan dari sampel dengan menggunakan kurva hidrolisis (0-180 menit).

Nilai glikemik indeks dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tinggi jika nilai GI

(70-100), menengah (55-69), dan rendah ( < 55) (Miller, 1996). Roti tawar manis dan

glukosa dijadikan acuan untuk mengukur nilai gikemik indeks. Roti tawar manis

digunakan sebagai kontrol dalam pengukuran nilai glikemik indeks karena roti

tawar manis memiliki kandungan glukosa di dalamnya. Jika roti tawar manis

digunakan sebagai acuan pengukuran indeks glukosa, konversi ke nilai glikemik

(contohnya nilai glycemik indeks glucose = 100) dicapai dengan membagi nilai glikemik indeks roti tawar manis dengan 1,4, karena roti tawar manis memberikan

tanggapan niai glikemik indeks 29% kurang dari glukosa. Adapun rumus

Hidrolisis Indek adalah :

Kemudian nilai glikemik indeks dihitung dengan cara : HI = Total glukosa sampel Total glukosa roti tawar manis

(44)

3.5.4 Kajian finansial produk

Aspek finansial dikaji dengan memperhatikan kriteria investasi yaitu Harga Pokok

(45)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Tepung pisang batu memiliki karakteristik sifat fisikokimia yang meliputi

daya serap air sebesar 37,5% dan daya serap minyak sebesar 23,5%.

2. Hasil terbaik ditunjukkan pada perlakuan F3 (30% tepung pisang batu : 70%

tepung terigu) dengan kadar air sebesar 25,26%, kadar abu 1,55%, kadar

lemak 19,63%, kadar protein 6,04%, kadar karbohidrat (by difference) 47,52%, total serat pangan 23,73% dan GI 20,53.

3. Kapasitas produksi brownies pisang batu yang direncanakan adalah sebesar

46.080 kemasan/tahun dengan penjualan maksimal 90% dari produksi awal

yaitu sebesar 41.472 kemasan/tahun. Hasil perhitungan kelayakan finansial

diperoleh HPP sebesar Rp 12.406,223/kemasan dengan harga jual sebesar Rp

13.500/kemasan, BEP sebesar 38.119,92 kemasan, nilai PBP sebesar 0,51

tahun dan B/C ratio 1,2 sehingga usaha ini dinilai layak untuk dijalankan.

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan meningkatkan proporsi

tepung pisang batu dan lebih memperhatikan proses penggilingan serta

(46)

pisang batu dapat lebih maksimal dan menghasilkan kualitas brownies yang lebih

(47)

balbisiana

Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM

PEMBUATAN BROWNIES

Oleh

DEWI HILMA YUNINGSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(48)

KAJIAN FORMULASI TEPUNG PISANG BATU (

Musa

balbisiana

Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM

PEMBUATAN BROWNIES

(Skripsi)

Oleh

DEWI HILMA YUNINGSIH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(49)
(50)

DAFTAR PUSTAKA

AACC. 2001. The Definition of Dietary Fiber. Dalam : Nanti Musita. 2008. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten dari Berbagai Varietas Pisang. Tesis. Unila. Lampung.

Alsuhendra dan Ridawati. 2011. Pengaruh Modifikasi Secara Pregelatinisasi, Asam, dan Enzimatis Terhadap Sifat Fungsional Tepung Umbi Gembili (Dioscorea esculenta). PS Tata Boga Jurusan IKK. UNJ. Jakarta. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical

Chemist. AOAC Inc. Washington D.C. 1141 pp.

Archolle. 2009. Jenis Coklat Olahan. http://archolle.blogspot.com. Diinput pada 13 Februari 2012.

Asfar, M. 2010. Pangan Fungsional. http://muhhammadasfar.blogspot.com. Diinput pada 4 Juni 2011.

Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halimer, and M. Siljestron. 1993. Rapid Enzimatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. Dalam : Dayu Ika

Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2010. Indonesia dalam Angka. BPS Jakarta.

Bakke, A and Z. Vickers. 2007. Costumer liking of Refined and Whole Wheat Bread. Dalam : Rd. Rina Nur Apriani, M. Arpah dan Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Bellitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

(51)

Technology and Practice. Dalam : Rd. Rina Nur Apriani, M. Arpah dan Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Chizzatul. 2011. Hasil Praktikum IBM ” Serealia”. http://ch1za.wordpress.com/ 2011/04/29/hasil-praktikum-ibm-serealia/. Diinput 6 November 2011.

Damayanthi, E., S. Madanijah dan I.R.Sofia. 2001. Sifat Fisikokimia dan Daya Terima Tepung Bekatul Padi Awet Sebagai Sumber Serat Makanan. Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Damayanti, D.I. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1990. Daftar Komposisi Bahan

Makanan. Departemen Kesehatan R.I. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 25 hlm.

Dubois, M., K.A. Gilles, J. K. Hamilton, P.A. Rebers, and F. Smith. 1956. Colorimetric Method For Determination of Sugar and Related Substantec. Division Of Biochemistry, University Of Mine Sota. St. Paul. Minn. 28 (3) : 350-356.

Espino, Jamaluddin, Silayoi, Bechamas, Nasution. 2005. Edible Fruits and Nuts. Dalam : Nanti Musita, Siti Nurdjanah, A.G Lestari dan Refniati. 2009. Pengembangan Produk Minuman Prebiotik dengan Memanfaatkan Fruktooligosakarida Pisang Batu. Laporan Penelitian. Balai riset dan Standardisasi Bandar Lampung. Lampung.

Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi (terjemahan). Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek pertanian. Dalam : Tjutju Nurhayati dan Yelin Adalina. 2009. Analisis dan Teknis Finansial Produksi Arang dan Cuka Kayu Dari Limbah Industri Penggergajian dan Pemanfaatannya. Laporan Penelitian. Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil hutan. Peneliti Pusat dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 21 hlm.

Gunasoraya. 2011. Kadar Amilosa Serealia. http://gunasoraya.blogspot.com/ 2011/01/kadar-amilosa-serealia.html. Diinput 28 November 2011.

(52)

http://www.gusbud. web.id. Diinput pada 23 April 2011.

Hamid, Y.H. 2000. Pemanfaatan Tepung Pisang Owak (Musa paradisiaca, L) Untuk Bahan Makanan Campuran (BMC) sebagai Bahan Makanan Tambahan Bayi. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kumalasari, R dan R. Luthfiyanti. 2008. Karakteristik Tepung Pisang Masak (Ripe Banana Powder)Varietas Nangka (Musa paradisiaca sp) Setelah Perendaman Dalam Larutan Asam. http://ttg.lipi.go.id/berita-156-pengiris -emponempon.html. Diinput pada 28 Desember 2011.

Margono, T., D. Suryadi dan S. Hartinah. 2000. Pengolahan Pangan : Telur Asin. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI. Jakarta.

Ovando Martinez, M., S.S. Ayerdi, E. A. Acependo, I. Goni, and L. A. B. Perez. 2009. Unripe Banana Flour As an Ingredient to Increase The Undigestible Carbohydrate of Pasta. Food Chemistry. 113:121-126.

Meilgaard, MC., GV. Civille and BT.Carr. 2007. Sensory evaluation Techniques, 4th Edition. Dalam : Rd. Nur Apriani, M. Arpah dan

Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Miller, J.B., K. Foster-Powel and S. Colagiuri. 1996. The GI Factor :L The GI Solution. Hodder and Stougton. Hodder Headline ‘Australia Pty

Limitted. Dalam : Annisa Seprina. 2010. Kajian Substitusi Tepung Terigu dan Residu Ekstraksi Pati Jagung (Zea mayz L.) dalam Pembuatan Biskuit Berserat. Skripsi. Unila. Lampung.

Musita, N. 2008. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten Dari Berbagai Varietas Pisang. Tesis. Unila, Lampung.

Musita, N., S. Nurdjanah, A.G Lestari dan Refniati 2009. Pengembangan Produk Minuman Prebiotik dengan Memanfaatkan Fruktooligosakarida Pisang Batu. Laporan Penelitian. Balai riset dan Standardisasi Bandar Lampung. Lampung.

Ndutyke. 2011. Jenis Bahan Kue dan Kehalalannya Bag. 2. http://herkitchen. wordpress.com/2009/03/18/copas-jenis-bahan-kue-dan-kehalalannya-bag-2/. Diinput pada 6 Januari 2012.

Nittaaa. 2011. Karateristik Granula Pati dari Berbagai Macam Sumber Pati « Around The WorLd. http://blog.ub.ac.id/nittaaa/2011/04/10/karateristik- granula-pati-dari-berbagai-macam-sumber-pati/. Diinput pada 6 Oktober 2011.

(53)

Pengembangan Pascapanen. http://www.pustaka-deptan.go.id. Diinput pada 13 Februari 2012.

Richana, N dan T.C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa dan Gembili. J. Pascapanen I (I) : 29 – 37.

Rosario, R. Del., and Flores D.M. 1981. Functional Properties of Four Mung Been Flours. J. Sci. Food. Agri. (32):8105-10.

Satuhu, S, dan A. Supiyadi. 1990. Pisang Budidaya Pengelolahan dan Prospek Pasar. Dalam : Nanti Musita, Siti Nurdjanah, A.G Lestari dan Refniati. 2009. Pengembangan Produk Minuman Prebiotik dengan Memanfaatkan Fruktooligosakarida Pisang Batu. Laporan Penelitian. Balai riset dan Standardisasi Bandar Lampung. Lampung.

Semy. 2004. Brownies Sekarang Tak Hanya Berwarna Coklat. Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Seprina, A. 2010. Kajian Substitusi Tepung Terigu dan Residu Ekstraksi Pati Jagung (Zea mayz L.) dalam Pembuatan Biskuit Berserat. Skripsi. Unila. Lampung.

Setser, CS. 1995. Sensory Evaluatiuon. Dalam : Rd. Rina Nur Apriani, M. Arpah dan Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Soekanto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik, Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Dalam : Fibra Nurainy dan Otik Nawansih. 2006. Buku Ajar Uji Sensori. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Southgate. 1982. Definition and Terminology of Dietary Fiber. Dalam : Rocio Rodriguez, Ana Jimenez, J. Fernandez-Bolanos, Rafael Guillen and Antonia Heredia. 2010. Dietary Fibre from Vegetable Products as Source of Functional Ingridients. http://www.aseanfood.info/Articles/11015629. pdf. Diinput pada 13 Februari 2012.

Suarni dan Patong. 1999. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu. Dalam : Gunasoraya. 2011. Kadar Amilosa Serealia. http://gunasoraya.blogspot. com/2011/01/kadar-amilosa-serealia.html. Diinput 28 November 2011.

(54)

Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (Dpph). Jurnal Seminar Nasional Teknologi. Teknologi Farmasi Fakultas Teknik Universitas Setia Budi, Yogyakarta.

Susanto, T dan Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Dalam : Aldila Y.P., Wignyanto dan S. Kumalaningsih. 2009. Perencanaan Unit

Pengolahan “Brownies” Pisang (Musa paradisiaca L.) Skala Industri Kecil. Laporan Penelitian. Teknologi Industri Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Sutomo, B. 2008. Memilih Tepung Terigu Yang Benar Untuk Membuat Roti, Cake dan Kue Kering. Artikel Jakarta. Dalam : Pengaruh Proporsi Tepung Sukun (Artocarpus communis) Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Biskuit. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Triyono, A. 2010. Pengaruh Maltodekstrin Dan Substitusi Tepung Pisang (Musa paradisiaca) Terhadap Karakteristik Flakes. http://repository.upnyk. ac.id/548/1/13.pdf. Diinput pada 28 Desemnber 2011.

Universitas Gunadarma. 2010. Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis. Analisa Kelayakan Usaha. Lampiran 4. Universitas Gunadarma.

U.S. Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Wade, P. 1988. Biscuit, Cookies and Crackers. Dalam : Dayu

Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau Dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Welly, E. 2003. Pengaruh Proporsi Tepung Sukun ( Artocarpus communis) Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Biskuit. Skripsi. Unila. Lampung.

Widarti, A. 2005. Studi Eksperimen Pembuatan Brownies dengan Substitusi Tepung Pisang. Dalam : Rd. Nur Apriani, M. Arpah dan

Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Widowati, S. 2007. Sehat dengan Pangan Indeks Glikemik Rendah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29. No. 3. Bogor.

(55)

Dpph, dan Frap Serta Korelasinya Dengan Fenol Dan Flavonoid Pada Enam Tanaman. Skripsi. IPB, Bogor.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hal.

(56)

DALAM PEMBUATAN BROWNIES

Nama Mahasiswa :

Dewi Hilma Yuningsih

NPM : 0714051042

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc. Ir. Nanti Musita, M.T.A. NIP. 19620720 198603 2 001 NIP. 090021194

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

(57)

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc.

Sekretaris : Ir. Nanti Musita, M.T.A.

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Fibra Nurainy, M.T.A.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S. NIP 19610826 198702 1 001

(58)

Alhamdulillahirobbil’alamin,...

Kupersembahkan goresan

sederhana ini untuk

Papa, Mama, Kakak, Adik dan

Adinku tersayang serta

(59)

Bismillaahirrahmanirrahim

“..Karena keberhasilan tidak

terletak di awal perjalanan.

Karena kemudahan terletak di balik kesulitan.

Karena keajaiban adalah hadiah bagi yang berani.

Karena kesejahteraan adalah hak bagi yang bertahan.

Karena kedamaian adalah anugerah bagi yang bersabar.

Dan karena kemuliaan adalah rahmat bagi yang ikhlas.

Maka bersabarlah,

dan tetaplah setia kepada kebaikan yang Anda yakini.

Selalu ingatlah,

(60)

"...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib

suatu kaum kecuali mereka sendiri mengubah

keadaan jiwanya..."

( Q.S. Ar Ra'd 13:11 )

“Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang

ia usahakan..”

( Q.S. Surat An Najm 53: 39)

“Allah mengangkat orang

-orang beriman di antara

kamu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu

pengetahuan hingga beberapa derajat..”

(61)
(62)

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.5.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Pisang Batu ... 26

3.5.1.1Daya Serap Air ... 26

3.5.3.5Kadar Karbohidrat (by difference) ... 35

3.5.3.6Kadar Serat Pangan ... 36

3.5.3.7 Penentuan Nilai Glikemik Indeks (GI) ... 38

3.5.4 Kajian Finansial Produk ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Pisang Batu ... 41

4.1.1 Daya Serap Air ... 41

4.3 Penentuan Perlakuan Terbaik ... 52

4.4 Analisis Proksimat ... 54

4.4.1 Kadar Air ... 55

(63)

4.4.3 Kadar Lemak ... 56

4.4.4 Kadar Protein ... . 57

4.4.5 Kadar Karbohidrat (by difference) ... 57

4.4.6 Kadar Serat Pangan ... . 58

4.4.7 Kadar GI ... 59

4.5 Kajian Aspek Finansial ... ... 60

4.5.1 Analisis Pembuatan Brownies Pisang Batu ... 61

4.5.2 Harga Pokok Penjulan (HPP) ... 63

4.5.3 Analisis Pendapatan dan Keuangan ... ... 63

4.5.4 Analisis Titik Impas (Break Even Point) ... 63

4.5.5 B/C ratio ... 64

4.5.6 Keuntungan ... 64

4.5.7 Return Of Invesment (ROI) ... 65

4.5.8 Jangka Waktu Pengembalian Modal (Payback Period/PBP) ... 65

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1Simpulan ... 67

5.2Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 75

Tabel 12 ... 76

Gambar

Tabel 1.  Perbandingan komposisi kimia pisang segar, tepung pisang, dan tepung     beras
Tabel 3. Komposisi kimia tepung pisang batu
Tabel 4.  Syarat mutu tepung pisang (SNI 01-3481-1995)
Gambar 1.  Diagram alir pembuatan tepung pisang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur daya serap air pada tepung bonggol pisang dan daya terima brownies pada berbagai perbandingan.. Pengujian dalam penelitian ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tepung pisang batu dan tepung ubi jalar kuning berpengaruh nyata terhadap warna ( lightness ), daya kembang, tekstur dan

Hasil analisis statistik Oneway Anova menunjukkan bahwa subtitusi tepung pisang klutuk dan tepung tempe memberikan pengaruh yang tidak signifikan (p = 0,468)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan brownies pisang memberikan hasil yang optimal pada perlakuan penggunaan tepung pisang 75% dengan kadar serat kasar 1.88%, kadar air

Pengujian terhadap kandungan proksimat, asam amino, dan mineral pada daging buah pisang raja dalam penelitian tetap dilakukan sama dengan kedua jenis pisang yang lain, yakni

Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa ikan uji perlakun A (10% tepung kulit pisang) memiliki pertumbuhan nisbi terbaik yaitu 363% dan berbeda nyata dengan

Hasil analisis kandungan zat gizi es krim pada Table 3 menunjukkan bahwa ada perbedaan substitusi tepung pisang batu terhadap kandungan protein, lemak,

Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode disc diffusion pada sampel tepung kulit pisang kepok mentah, mengkal dan masak konsentrasi 10%, 50% dan 100% dengan bakteri uji yang