• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PROKSIMAT DAN KOMPOSISI ASAM AMINO BUAH PISANG BATU (Musa balbisiana Colla) YULI ENDRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PROKSIMAT DAN KOMPOSISI ASAM AMINO BUAH PISANG BATU (Musa balbisiana Colla) YULI ENDRA"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PROKSIMAT DAN KOMPOSISI ASAM AMINO

BUAH PISANG BATU (Musa balbisiana Colla)

YULI ENDRA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

ABSTRAK

YULI ENDRA. Analisis Proksimat dan Komposisi Asam Amino Buah Pisang Batu (Musa balbisiana Colla). Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan ELLY SURADIKUSUMAH.

Pisang batu (Musa balbisiana Colla) termasuk pisang kelas rendah, umumnya tidak disukai karena bijinya banyak, kulitnya keras, dan tebal serta buahnya tidak dapat dimakan dalam bentuk segar. Dalam penelitian ini dilakukan analisis proksimat, komposisi asam amino, dan kandungan mineral buah pisang batu. Analisis kandungan mineral juga dilakukan terhadap biji pisang batu. Analisis proksimat dilakukan dengan metode gravimetri dan titrimetri, analisis asam amino menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), dan mineralnya ditentukan dengan spektrofotometri serapan atom (SSA), kecuali fosforus (P) dengan spektrofotometri ultraviolet-tampak. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan pisang raja dan pisang siam melalui uji statistika. Berdasarkan analisis proksimat diketahui kadar air, abu, serat kasar, dan gula pereduksi buah pisang batu lebih tinggi daripada buah pisang raja dan buah pisang siam. Kandungan protein, lemak, dan karbohidrat buah pisang batu lebih rendah daripada pisang raja, namun kandungan proteinnya lebih tinggi daripada pisang siam, dan kandungan lemaknya lebih rendah daripada pisang raja dan pisang siam. Dari hasil analisis asam amino buah pisang batu dengan KCKT diketahui semua asam amino buah pisang batu lebih kecil daripada pisang raja. Asam amino esensial buah pisang batu yang ditemukan dalam jumlah relatif lebih besar daripada buah pisang siam adalah treonina, metionina, valina, fenilalanina, isoleusina, leusina, dan lisina. Dari hasil analisis mineral secara spektrofotometri diketahui konsentrasi Ca, Fe, Mg, K, Na, Mn, dan P pada pisang batu lebih tinggi daripada pisang raja, sedangkan terhadap pisang siam adalah mineral Ca, Mg, Fe, dan P. Pada biji pisang batu komponen mineral yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi adalah P, Ca, dan Mn.

(3)

ABSTRACT

YULI ENDRA. Proximate and Amino Acid Composition Analysis of Musa balbisiana Colla. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and ELLY SURADIKUSUMAH.

Musa balbisiana Colla (MBC) belongs to low class of banana. It is commonly

undesirable not only because it has lots of seeds, but also because it is hard, thick-skinned, and inedible in raw form. In this research, proximate constituents, amino acid composition, and mineral content in MBC were analyzed. Mineral content in MBC seeds were analyzed as well. Proximate analysis was carried out using gravimetric and titrimetric methods, amino acid composition was evaluated using high performance liquid chromatography (HPLC), and mineral content was measured using atomic absorption spectrophotometry except for phosphorus (P) which was analyzed using ultraviolet-visible spectrophotometry. The results were statistically compared with Musa paradisiaca var. sapientum L. (MPS) and Musa paradisiaca var. normalis M. (MPN). Moisture, ash, crude fiber, and reducing sugar contents were higher than those of MPS and MPN. MBC’s content of protein, fat, and carbohydrate were lower than MPS, but protein content were higher than MPN’s though MBC’s content of fat were lower than the latter. The HPLC result showed that MBC’s amino acid composition was lower than MPS’s. MBC’s essential amino acids which were relatively high in threonine, methionine, valine, phenylalanine, isoleusine, leusine, and lysine. Concentration of Ca, Fe, Mg, K, Na, Mn, and P was higher in MBC as compared to MPS, while concentration of Ca, Mg, Fe, and P was higher than in MPN. In MBC seeds, mineral content which was found in high concentration were P, Ca, and Mn.

(4)

ANALISIS PROKSIMAT DAN KOMPOSISI ASAM AMINO

BUAH PISANG BATU (Musa balbisiana Colla)

YULI ENDRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(5)

Judul : Analisis Proksimat dan Komposisi Asam Amino Buah Pisang Batu (Musa

balbisiana Colla)

Nama : Yuli Endra

NIM : G44201041 Disetujui : Pembimbing I, Drs. Deden Saprudin, M. Si NIP 132126040 Pembimbing II,

Ir. Elly Suradikusumah, MS

NIP 130350043

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP 131473999

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rawang Bunian pada tanggal 18 Juli 1982 dari ayah Chaidir ST. Mantari dan ibu Efnimar. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Kimia Analitik III pada tahun ajaran 2004/2005, Kimia Analitik II pada tahun ajaran 2005/2006, Kimia Analitik Teknologi Pangan dan Gizi pada tahun ajaran 2005/2006, Kimia Lingkungan pada tahun ajaran 2005/2006, serta mata kuliah Kimia Dasar D3 Analisis Kimia tahun ajaran 2005/2006. Pada tahun 2003 penulis pernah melaksanakan magang di PT Kapsulindo Nusantara, Cileungsi Bogor, dan pada tahun 2004 melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Cibinong Bogor.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah analisis kandungan zat kimia buah pisang batu, dengan judul Analisis Proksimat dan Komposisi Asam Amino Buah Pisang Batu (Musa balbisiana Colla).

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Deden Saprudin, M.Si dan Ir. Elly Suradikusumah, MS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini, juga kepada PAU IPB dan kak Khotib serta bapak Kosasih yang telah membantu dalam pengeringan contoh dan AAS serta analisis asam aminonya.

Penghargaan yang terbesar penulis berikan kepada Mama, Papa, uda Andry, uda Yon, Roni, dan Dori yang telah membantu penulis secara moril dan materil, serta dorongan semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada Ibu Nunung, kak Rafi, om Eman, bapak Ridwan, bapak Manta, dan semua staf Laboratorium Kimia Analitik yang telah membantu dan memberikan saat-saat yang menyenangkan kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Kepada teman-teman kimia angkatan 38, terima kasih semuanya karena telah memberikan sebuah kenangan termanis dan kebersamaan yang indah selama kita belajar bersama di departemen kimia, Institut Pertanian Bogor. Untuk Steven terima kasih atas bantuan dan saran-sarannya, serta untuk Berenyit, Dhonkdhot, dan Babeh terima kasih atas saat-saat yang menyenangkannya selama kita praktik lapang di PT ITP Cibinong, Bogor. Terima kasih juga kepada mas Hery atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis dalam melakukan kolokium, seminar, dan sidang.

Sebagai penutup penulis berharap karya ilmiah ini kiranya dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran baru bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN ... 1 TINJAUAN PUSTAKA ... 1 Pisang (Musa sp.) ... 1

Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pisang ... 2

Analisis Proksimat ... 3

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 5

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)... 5

Statistika... 6

BAHAN DAN METODE ... 6

Bahan ... 6

Alat... 6

Metode ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN... 9

Preparasi Contoh ... 9

Analisis Proksimat ... 9

Asam Amino ... 12

Mineral ... 13

SIMPULAN DAN SARAN... 15

Simpulan ... 15

Saran... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 16

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimia daging buah pisang raja (nilai per 100 g porsi makanan... 3 2 Kandungan proksimat (%) daging buah dan biji pisang... 10 3 Analisis varian dari kombinasi kadar proksimat daging buah pisang untuk

uji F ... 10

4 Perbandingan keseluruhan (multiple comparison) kadar proksimat daging

buah pisang dengan uji LSD (least significant difference)... 10 5 Komposisi asam amino buah (%) pisang dengan KCKT... 13 6 Kandungan mineral daging buah dan biji pisang (ppm) secara spektrofotometri 14 7 Analisis varian dari kombinasi kadar mineral daging buah dan biji pisang

untuk uji F ... 15

8 Perbandingan keseluruhan (multiple comparison) kadar mineral daging

buah pisang dengan uji LSD (least significant difference)... 15

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Profil buah pisang raja (a), pisang siam (b), dan buah pisang batu (d) ... 2 2 Bentuk ikatan peptida dalam protein (a) dan kerangka umum asam amino... 4 3 Daging buah pisang raja (a), pisang siam (b), pisang batu (c), dan biji pisang

batu (e) setelah dikering-bekukan dan dihaluskan ... 9 4 Sintesis dan hidrolisis suatu dipeptida... 11

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan analisis proksimat... 19

2 Komposisi pereaksi yang digunakan ... 20

3 Komposisi pereaksi dan sistem kromatografi yang digunakan pada analisis amino dengan KCKT... 21

4. Data penentuan kadar air contoh ... 22

5 Data penentuan kadar abu contoh... 22

6 Data penetapan kadar protein contoh ... 23

7 Data penetapan kadar lemak contoh... 24

8 Data penetapan kadar serat kasar contoh... 24

9 Data perhitungan kadar karbohidrat contoh berdasarkan metode selisih ... 25

10 Data penentuan kadar gula pereduksi contoh ... 25

11 Data penentuan asam amino contoh dengan KCKT... 27

12 Kromatogram KCKT asam amino (a) standar, (b) pisang raja, (c) pisang siam, dan (d) pisang batu ... 28

13 Data penentuan mineral daging buah dan biji pisang dengan spektrofotometri... 29

14 Data penentuan konsentrasi mineral daging buah dan biji buah pisang secara spektrofotometri serapan atom (SSA) ... 30

15 Data penentuan P tersedia contoh dengan metode Bray I ... 31

(11)

PENDAHULUAN

Pisang merupakan tanaman serbaguna, se-bab mulai dari bagian bawah, yaitu bonggol hingga jantung pisangnya dapat dimanfaatkan melalui proses yang sederhana sehingga dimungkinkan untuk menaikkan nilai tambah tanaman pisang. Ini disebabkan pisang mudah ditanam, cepat tumbuh, cepat berkembang biak, dan rata-rata pada umur sekitar 10-12 bulan sudah dapat berproduksi.

Indonesia yang merupakan negara tropis, sangat subur untuk sebagian besar tanaman termasuk pisang. Pisang dapat tumbuh dimana-mana baik sebagai tanaman sela, batas pagar sekitar rumah, dan pekarangan termasuk kebun. Di Indonesia pisang digemari bukan saja karena rasanya yang enak, namun juga kandungan gizinya. Dari sekian banyak jenis pisang, terdapat satu varietas yang masih kurang dimanfaatkan secara luas, yaitu pisang klutuk atau yang lebih dikenal dengan nama pisang batu. Sampai saat ini penggunaan pi-sang batu masih pi-sangat terbatas, hal itu me-ngakibatkan harga jual pisang batu ini jauh dibawah harga pisang lain seperti pisang ambon, pisang mas, pisang kepok, dan pisang raja (Margono 2000).

Pisang batu mentah sering digunakan se-bagai obat untuk mengurangi perasaan tidak enak di perut atau dispepsia. Best et al. (1984) dalam Pramono & Sudarsono (1995) menyata-kan bahwa pisang batu mempunyai efek men-cegah timbulnya ulkus pada tikus yang ke-mungkinan bekerjanya melalui stimulasi per-tumbuhan mukosa gastrointestinal.

Komposisi kimia daging buah pisang batu (Musa balbisiana Colla) hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun demikian Tjandrasari (1991) telah mendeteksi adanya kandungan steroid dalam ekstrak etanol aktif. Hal ini juga diperkuat oleh Santoso et al. (1991) yang juga telah mendeteksi empat senyawa sterol dalam serbuk pisang batu yang mempunyai kemungkinan manfaat klinik pada uji klinis pendahuluan sebagai obat gastritis. penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa suatu senyawa kimia sitoindosida IV yang diisolasi dari Musa paradisiaca L. dapat memberikan efek antiulkus berupa penyem-buhan luka dan resistensi mukosa lambung (Bhattacharya & Ghosal 1987).

Pisang batu termasuk pisang kelas rendah. Umumnya pisang ini tidak disukai karena bijinya yang banyak, kulitnya keras, dan tebal serta buahnya tidak dapat dimakan dalam bentuk segar. Buah pisang batu muda yang kandungan bijinya belum berkembang sering

dimanfaatkan sebagai campuran rujak. Namun buahnya yang masak, walau tidak dapat dimakan dalam bentuk segar mempunyai rasa yang manis dan bau yang harum (Margono 2000). Pisang batu yang terlampau masak di pohonnya jarang digunakan dan terkadang dibiarkan busuk begitu saja, dan ini sangat disayangkan sekali jika tidak dimanfaatkan. Untuk itulah perlu dicari suatu usaha peman-faatan pisang batu masak guna meningkatkan daya guna buah pisang sebagai bahan pangan yang kaya akan gizi, seperti produk makanan olahan. Namun sebelum diolah lebih lanjut, tidak ada salahnya dilakukan pengujian ter-lebih dahulu terhadap kandungan gizi dan komposisi bahan kimianya. Bila diperoleh ni-lai gizi yang baik atau mungkin lebih baik dari pisang lain yang biasa dikonsumsi, barulah perlu dicari lagi cara untuk usaha pengola-hannya agar lebih berdaya guna.

Penelitian bertujuan untuk mengalisis dungan gizi, komposisi asam amino, dan kan-dungan mineral pisang batu. Untuk Pemban-dingnya digunakan pisang raja dan pisang siam. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu informasi menge-nai kandungan gizi daging buah pisang batu, terutama kandungan dan komposisi asam amino esensialnya yang diperlukan dalam per-tumbuhan. Selain itu juga dapat menjadi pertimbangan bagi kita untuk memanfaatkan daging buah pisang batu masak yang belum dimanfaatkan hingga saat ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang (Musa sp.)

Pisang merupakan tanaman partenokarpik yang berkembang biak dengan rizoma. Jenis pisang ada dua macam, yaitu buah yang enak dimakan setelah masak seperti pisang emas, raja, ambon, serta pisang yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dimakan seperti pi-sang siam, nangka, tanduk, dan kepok (Suyan-ti & Mur(Suyan-tiningsih 1991).

Tjitrosoepomo (1988) di dalam buku sistematika tumbuhan mengelompokkan tana-man pisang ke dalam kelompok divisi sperma-tophyta, subdivisi angiospermae, kelas mono-cotyledonae, bangsa scitaminae atau zingibe-rales, suku musaceae, marga Musa, dan spe-sies Musa sp. Dalam penelitian ini untuk melihat apakah ada tidaknya perbedaan dalam kandungan kimia (gizi) daging buah pisang batu juga dilakukan pengujian terhadap dua varietas pisang lain yang umum dikonsumsi

(12)

sebagai hidangan buah, yaitu pisang raja dan pisang siam (Gambar 1).

(a) (b) (c)

Gambar 1 Profil buah pisang raja (a), pisang siam (b), dan pisang batu (c). Pisang Raja (Musa paradisica var.

sapien-tum L.)

Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Teng-gara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjut-nya menyebar ke berbagai negara baik negara tropis maupun negara subtropis. Akhirnya buah pisang dikenal di seluruh dunia. Jadi pisang raja termasuk tanaman asli Indonesia dan kultivar-kultivarnya banyak ditemukan di pulau Jawa (Zuhairini 1997).

Pisang Siam (Musa paradisiaca var.

norma-lis M.)

Sama halnya dengan pisang raja, pisang siam juga termasuk jenis pisang buah yang masih satu marga dengan jenis pisang yang lain, yaitu musaceae. Pisang ini memiliki beberapa macam keunggulan spesifik bila dibandingkan dengan pisang lain yang masih satu marga. Bentuk tanamannya ramping, genjah, jumlah anakan banyak, kadar tepung tinggi dan kandungan vitamin A serta kalori yang tinggi bila dibandingkan dengan pisang kepok lain, tahan terhadap pH rendah, sistem aerasi yang jelek, dan toleran terhadap penyakit layu bakteri Pseudomonas sp.

Pisang Batu (Musa balbisiana Colla) sino-nim : (Musa brachycarpa Back)

Pisang ini mempunyai nama lain pisang klutuk, pisang biji, dan pisang bereng. Pisang batu merupakan tanaman yang dijumpai sebagai tanaman liar atau dibudidayakan, dan diduga bahwa pisang yang umum dibudi-dayakan sekarang merupakan turunan dari

Musa balbisana Colla dan Musa acuminata

Colla yang banyak memiliki keanekaragaman di Muangthai, Malaysia, Indonesia, dan Papua Nugini (Anonim 1977). Jika merupakan tana-man budidaya biasanya tidak diambil daging

buahnya tetapi diambil bagian daunnya seba-gai kemasan pembungkus karena daunnya lebih tebal (banyak mengandung lapisang lilin) dibandingkan daun pisang jenis lain sehingga tidak mudah sobek atau rusak ketika diguna-kan (Irbi’ati 2002).

Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pisang

Menurut Simmonds (1996), komponen utama penyusun daging buah pisang adalah air yang mencapai 75% pada buah yang telah masak. Karbohidrat merupakan komponen kedua terbesar penyusun daging buah pisang setelah air, yaitu sekitar 20-25%. Pada pisang mentah senyawa utama karbohidratnya masih berupa pati, sedangkan pada pisang yang masak terdiri dari gula-gula penyusun yang pada tiap tingkat pemasakan secara garis besarnya terdapat rasio glukosa, fruktosa, dan sukrosa 20:15:65. Satu-satunya jenis gula lain yang ditemukan dalam jumlah sedikit adalah maltosa dalam kultivar Gros Michel serta trigliserida dan fruktosil sukrosa dalam kultivar Cavendish (Forsyth 1980). Jenis kar-bohidrat lain yang ditemukan dalam daging buah pisang adalah serat kasar dan pektin. Kandungan serat kasar terdiri dari 60% lignin, 25% selulosa, dan 15% hemiselulosa. Pada umumnya pisang yang masak kaya vitamin dan mineral, yaitu vitamin betakarotin, vita-min B1, vitavita-min B6, niasin, dan vitavita-min C. Mineral utama yang terdapat dalam pisang adalah fosforus, kalium, dan besi.

Dalam buah pisang raja terkandung zat-zat yang bersifat antitukak peptik, yakni sito-indosida I, II, III, dan IV. Namun, di antara keempatnya yang paling kuat kerjanya ialah sitoindosida IV. Zat-zat itu sangat peka terhadap suhu. Karena itu pengeringan daging buah ini cukup dengan cara diangin-anginkan setelah dirajang tipis-tipis agar cepat kering.

O O O CH3 CH3 OH OH OH OH HO HO OH O O CH3 H3C CH3 CH3 CH3 senyawa sitoindosida IV

(13)

Senyawa sitoindosida I-IV disebut juga glikosida sterol atau sterolin yang tersebar luas dalam spesies tumbuhan yang tidak se-kerabat. Bentuk glikosida sterol ditemukan bersama sterol bebas dalam fraksi lemak tak tersabunkan, tetapi dapat dibedakan berdasar-kan titik leburnya yang lebih tinggi dan kelarutannya yang rendah dalm pelarut lemak seperti etil-eter. Glikosida sterol dapat di-bedakan dari saponin berdasarkan sifatnya yang kurang toksik terhadap hewan.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap kandungan gizi dalam buah pisang raja, diantaranya dilaporkan Riana (2000) yang beberapa kandungannya tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia daging buah pisang raja (nilai per 100 g porsi makanan)

Komponen Nilai Konsentrasi

Proksimat %b/b Air 67.30 g 67.30 Energi 116.00 kkal - Protein 0.79 g 0.79 Total Lemak 0.18 g 0.18 Karbohidrat 31.15 g 31.15 Serat 2.30 g 2.30 Ampas 0.58 g 0.58

Asam Amino (* = AAE) %b/b

Triptofan* 0.009 g 0.009 Treonina* 0.021 g 0.021 Isoleusina* 0.022 g 0.022 Leusina* 0.036 g 0.036 Lisina * 0.037 g 0.037 Metionina* 0.010 g 0.010 Sistina 0.012 g 0.012 Fenilalanina* 0.027 g 0.027 Tirosina 0.020 g 0.020 Valina* 0.028 g 0.028 Arginina* 0.066 g 0.066 Histidina* 0.039 g 0.039 Alanina 0.031 g 0.031 Asam aspartat 0.065 g 0.065 Asam glutamat 0.070 g 0.070 Glisina 0.027 g 0.027 Prolina 0.030 g 0.030 Serina 0.025 g 0.025

*asam amino esensial (AAE)

Mineral ppm Kalsium, Ca 2 mg 200 Besi, Fe 0.58 mg 58 Magnesium, Mg 32 mg 3200 Fosforus, P 28 mg 2800 Kalium, K 465 mg 46500 Natrium, Na 5 mg 500 Besi, Zn 0.13 mg 13 Tembaga, Cu 0.066 mg 6.6 Selenium, Se 1.4 mcg 1.4 × 10-4 Sumber: Riana (2000) Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan analisis kandungan makro zat dalam suatu bahan

ma-kanan. Analisis proksimat adalah analisis yang dapat dikatakan berdasarkan perkiraan saja, tetapi sudah dapat menggambarkan kom-posisi bahan yang dimaksud (Sumartini & Kantasubrata 1992). Analisis proksimat yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi anali-sis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat, dan mineral (Lampiran 1).

Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Selain itu kandungan air dalam bahan maka-nan juga menentukan acceptability (penerima-an), kesegaran dan daya tahan bahan itu (Winarno 1997). Semua bahan makanan me- ngandung air dalam jumlah yang berbeda-beda seperti sayuran dan buah-buahan mengandung 60-98% air, susu 87%, dan da-ging 40-75%, bahkan dalam makanan kering sekalipun seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian, juga terkandung air dalam jumlah tertentu (Krause 1961). Penentuan kadar air dari daging buah pisang berdasarkan nilai selisih bobot contoh awal sebelum dike-ringkan dengan bobot contoh yang telah dikeringkan dengan sistem pengeringbekuan. Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pem-bakaran suatu bahan organik. Penentuan abu total digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu selain sebagai parameter nilai gizi dalam ba-han makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya suatu proses pengolahan, serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji et al. 1996).

Protein

Protein merupakan senyawa polimer yang tersusun dari satuan-satuan molekul yang saling berikatan. Satuan molekul penyusun itu disebut asam α amino. Masing-masing asam amino saling dihubungkan oleh suatu ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida (Sumar-tini & Kantasubrata 1992). Bentuk ikatan pep-tida dan kerangka umum asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.

Sebanyak dua puluh jenis asam amino berbeda terdapat secara alami dalam protein. Setiap protein dibedakan satu sama lain berdasarkan jumlah dan sekuen dari asam

(14)

amino yang membentuk tulang punggung polipeptida. Akibatnya setiap protein akan memiliki stuktur molekul, sifat gizi, dan sifat fisikokimia yang berbeda dengan protein lainnya.

(a) (b)

Gambar 2 Bentuk ikatan peptida dalam pro-tein (a) dan kerangka umum asam amino (b).

Sebanyak dua puluh jenis asam amino berbeda terdapat secara alami dalam protein. Setiap protein dibedakan satu sama lain berdasarkan jumlah dan sekuen dari asam amino yang membentuk tulang punggung polipeptida. Akibatnya setiap protein akan memiliki stuktur molekul, sifat gizi, dan sifat fisikokimia yang berbeda dengan protein lainnya.

Protein mengandung unsur N, C, H, O, S, dan kadang-kadang P, Fe, dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan. Apabila unsur N ini dile-paskan dengan cara destruksi dan N yang terlepas ditentukan jumlahnya secara kuanti-tatif, maka jumlah protein yang dapat diper-hitungkan berdasarkan atas kandungan rata-rata unsur N yang ada dalam protein. Kele-mahan cara ini adalah tidak semua jenis protein mengandung jumlah N yang sama, selain itu adanya senyawa lain bukan protein yang mengandung N dapat terhitung sebagai protein (Sudarmadji et al. 1989).

Asam Amino

Asam amino adalah suatu golongan senyawa karbon yang setidak-tidaknya me-ngandung satu gugus karboksil (-COOH) dan satu gugus amino (-NH2). Asam amino adalah senyawa ion yang tidak berwarna, sifat kela-rutan, dan titik lelehnya yang tinggi disebab-kan karena asam-asam amino zwitter ion. Semuanya larut dalam air, meskipun derajat kelarutannya berbeda-beda.

Sekitar 80 jenis asam amino terdapat di alam, namun hanya 20 macam saja yang penting bagi tubuh manusia yang terdiri dari dua kelompok, yaitu asam amino esensial (AAE) dan non esensial. Bagi tubuh AAE peranannya menjadi sangat penting karena

tidak dapat disintesa dalam tubuh dan harus disuplai dari makanan sehari-hari. Dalam penelitian ini analisis asam amino dilakukan dengan menggunakan kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT).

Lemak

Lemak merupakan campuran dari lipid, terutama trigliserida yang berwujud padat pada temperatur ruang. Lemak banyak di-jumpai dalam tumbuhan dan hewan yang disimpan sebagai cadangan energi, sebab nilai kalornya dua kali nilai kalor karbohidrat. Lemak nabati dan lemak ikan biasanya me-miliki asam lemak tak jenuh lebih banyak di-bandingkan lemak mamalia sehingga konsis-tensinya lebih lembut pada suhu kamar. Le-mak tak jenuh yang memiliki lebih dari satu ikatan rangkap dalam rantainya berwujud cair pada suhu kamar dan oleh karena itu lebih lazim disebut minyak.

Penentuan lemak dalam contoh daging pi-sang dilakukan dengan menggunakan metode soksletasi. Pada penentuan kadar lemak, se-nyawaan yang larut dalam pelarut lemak (petroleum eter, petroleum benzena, heksana, dan eter) diekstrak dari contoh menggunakan metode sokslet. Ekstrak yang diperoleh ini disebut lemak kasar.

Karbohidrat

Karbohidrat bisa terdapat sebagai molekul tunggal atau bergabung secara fisik atau secara kimia dengan molekul lain. Karbo-hidrat atau gula merupakan polihidroksi dari alehida atau keton (Holme & Peck 1993).

Polisakarida adalah kelompok karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam. Poli-sakarida terdiri dari rantai panjang yang mem-punyai ratusan atau ribuan unit mono-sakarida. Polisakarida yang paling banyak di-jumpai pada dunia tanaman, yaitu pati dan selulosa yang terdiri dari unit berulang D-glukosa. Selulosa mempunyai rantai linear, sedangkan pati terdiri dari amilosa yang be-rantai lurus dan amilopektin yang be-rantainya bercabang.

Gula Pereduksi

Semua karbohidrat yang dapat mereduksi Cu2+ dalam suasana alkalis tanpa terlebih dahulu mengalami hidrolisis disebut sebagai gula pereduksi. Semua monosakarida dan be-berapa disakarida termasuk ke dalam jenis gula pereduksi. Cu2+ Cu2O gula pereduksi + OH + hasil oksidasi H2N CH C R OH O R1 C NH2 H C N O R2 H ikatan peptida

(15)

Reaksi redoks tersebut dapat berlangsung berdasarkan prinsip Le Chatelier. Di dalam larutannya gula mengalami peristiwa muta-rotasi. Monosakarida dan disakarida dalam bentuk struktur rantai terbuka dengan gugus aldehida bebas meskipun sangat sedikit (kira-kira 0.01%) selalu berkesinambungan dengan struktur sikliknya. Ion kupri (Cu2+) akan bereaksi dengan aldehida bebas sampai bentuk rantai terbuka pada campuran kesetimbangan habis. Hal ini akan mengganggu kesetim-bangan dan mendorong reaksi ke arah pembu-kaan struktur cincin yang akan langsung di-oksidasi. Suasana basa memudahkan terja-dinya kesetimbangan tautomeri antara bentuk enol dan keto dari struktur rantai terbuka. Peristiwa ini sangat penting untuk me-nerangkan mengapa fruktosa bersifat reduktor walaupun merupakan suatu gula keton. Serat

Serat makanan merupakan komponen da-lam tumbuhan yang tidak tercerna secara enzi-matik menjadi bagian-bagian yang dapat di-serap di dalam saluran pencernaan manusia. Serat terdiri atas berbagai substansi diantara-nya adalah karbohidrat kompleks. Beberapa komponen serat makanan mampu mengikat asam atau garam empedu, dengan demikian akan mencegah penyerapan kembali dari usus, serta meningkatkan ekskresinya melalui feses. Dengan demikian akan meningkatkan kon-versi kolesterol dari serum darah menjadi asam atau garam empedu (Leveille 1997).

Dalam penelitian ini serat kasar ditentukan dengan cara memisahkanya dari polisakarida (karbohidrat) seperti pati melalui reaksi hidro-lisis asam dan basa (hidrohidro-lisis total). Pati dihidrolisis menjadi glukosa, sedangkan serat kasar atau selulosa tetap tidak dapat di-hidrolisis dengan asam (H2SO4 1,25%) atau dengan basa (NaOH 3,25%), lalu serat-serat yang diperoleh disaring dan dikeringkan. Mineral

Mineral adalah kandungan yang tersisa sebagai abu setelah contoh diabukan. Selain itu menurut Sudarmadji et al. (1996), bahwa ada hubungannya antara kadar abu dengan kandungan mineral suatu bahan. Meskipun kebutuhan tubuh akan mineral relatif lebih kecil dibanding komponen pangan lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak namun ke-beradaannya di dalam tubuh sangat mutlak untuk melangsungkan proses metabolisme tubuh secara normal (Palupi & Puspitasari 1994). Oleh karena itu ketersediaan mineral dalam tubuh perlu mendapat perhatian yang

serius mengingat beberapa komponen pangan lain dapat menghambat penyerapan mineral.

Dalam penelitian ini mineral ditentukan secara spektrofotometri serapan atom (SSA) dari abu hasil penetapan kadar abu. Kecuali P ditentukan dengan metode spektrofotometri sinar ultraviolet-tampak, yaitu penentuan P tersedia dengan metode Bray, yang pada prinsipnya bahwa fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO43- (PPTA 1999).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) KCKT merupakan kromatografi cair yang dikembangkan untuk pemisahan dan iden-tifikasi berbagai komponen dari campuran yang rumit dengan waktu yang relatif singkat dengan menggabungkan keefisienan kolom dan kecepatan waktu analisis (Krstulovic 1982). KCKT lebih bermanfaat untuk isolasi zat yang tidak mudah menguap dan yang secara termal tidak stabil. Metode ini dapat memisahkan kandungan senyawa yang ke-atsiriannya kecil dan dapat digunakan untuk analisis kualitatif serta kuantitatif.

Dalam penelitian ini KCKT digunakan untuk menentukan komposisi asam amino buah pisang. Prinsip penentuan konsentrasi asam amino adalah dengan membandingkan kurva yang dihasilkan dari kurva standar asam amino yang telah diketahui konsentrasinya. Hasil analisis asam amino bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino dengan pereaksi tertentu membentuk suatu derivat yang dapat menyerap sinar ultraviolet atau berfluoresensi. Salah satu pereaksi pra kolom yang sangat populer dalam analisis asam amino adalah ortoftalaldehida (OPA). Pereaksi OPA akan bereaksi dengan asam amino dalam suasana basa yang mengandung merkaptoetanol membentuk se-nyawa yang berfluoresensi sehingga detek-sinya dapat dilakukan dengan detektor fluo-resens.

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) SSA merupakan metode analisis untuk logam yang didasarkan pada pengukuran penyerapan sinar resonansi pada panjang gelombang tertentu oleh uap atom netral dari cuplikan. Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Konsentrasi unsur dalam larutan

(16)

contoh ditentukan dengan mengukur absor-bans larutan. Cara ini sangat efektif karena frekuensi radiasi yang diserap adalah spesifik untuk setiap unsur.

Bila larutan diaspirasikan kedalam nyala api, maka dalam nyala api terbentuk suatu larutan berbentuk gas yang disebut plasma yang berisi partikel-partikel atom. Jadi dalam nyala api terdapat contoh yang telah ter-atomisasi atau tereduksi menjadi atom-atomnya. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar bila diberi radiasi akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Nur & Adijuwana 1989).

Dalam SSA, radiasi dari suatu sumber radiasi yang sesuai (lampu katoda cekung) dilewatkan dalam nyala api yang berisi contoh yang telah teratomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui mono-kromator. Konsentrasi unsur diukur berda-sarkan perbedaan intensitas sebelum (Io) dan sesudah (I) diserap oleh atom. Sesuai dengan hukum Lambert Beer, hubungan antara absor-bans dengan konsentrasi berbanding lurus atau linear, yaitu

A = log Io/I = ε b c

dengan ε adalah tetapan karakteristik, b ada-lah ketebalan kuvet, dan c adaada-lah konsentrasi.

Statistika

Analisis statistika dengan aplikasi one

way anova dilakukan guna membandingkan

nilai yang diperoleh dari analisis pisang batu terhadap pisang raja dan pisang siam meng-gunakan piranti lunak komputer SPSS versi 10.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pene-litian ini adalah daging buah pisang raja, daging buah pisang siam, daging buah pisang batu, biji pisang batu, H2SO4 , HCl, NaOH, Na2S2O3, NH4F, KH2PO4, Na2B4O7.10H2O, HNO3, KIO3, amonium molibdat, THF, asam askorbat, K(SbO)C4H4O6.0.5H2O, asam borat petroleum benzena, larutan Luff Schoorl, pengekstrak Bray dan Kurts I, pereaksi pewarna P, pereaksi OPA, etanol, metanol, larutan brij-30 30%, 2-merkaptoetanol,

Na-EDTA, Na-asetat, lantanum klorida 3%, larutan bufer kalium borat pH 10.4 (1:1), standar asam amino 5 μmol/ml, larutan stan-dar Ca, Fe, Mg, K, Na, Zn, Cu, Se, Mn, air akuades, air murni (HP), air bebas ion, tablet selenium, indikator BCG-MM (Lampiran 2), indikator pati, indikator metil merah, dan kertas saring.

Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain alat-alat kaca, alat-alat pengeringbeku, cawan por-selin, tanur, pembakar gas, piringan pemanas, eksikator, alat destruksi protein, labu Kjel-dahl, alat destilasi kjeltech®, seperangkat alat sokslet dan alat refluks, pendingin tegak, pompa vakum, penguap putar, spektrofoto-meter ultraviolet-tampak, kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT) tipe ICI dengan kolom ODS, dan spektrofotometer serapan atom (SSA).

Metode

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA IPB, serta Labora-torium Terpadu dan PAU IPB.

Preparasi Contoh

Daging buah pisang yang masak dikupas dan dipisahkan dari bijinya, lalu ditimbang dan dikeringbekukan dengan alat pengering beku. Jumlah air yang hilang selama proses ini dihitung sebagai kadar air. Setelah kering contoh digiling menjadi serbuk. Contoh daging buah pisang digunakan untuk analisis kadar abu, protein, lemak, karbohidrat, dan serat kasar, asam amino, dan mineral. Biji pisang batu digunakan untuk analisis kadar abu dan mineral.

Penetapan Kadar Air

Kadar air contoh ditentukan langsung dari proses pengeringannya dengan cara pengeringbekuan. Kadar air contoh merupa-kan selisih antara bobot contoh awal sebelum dikeringkan dengan bobot contoh setelah di-keringkan.

Penetapan Kadar Abu (AOAC 1999) Cawan porselin yang kosong dimasukkan ke dalam tanur 600oC selama 30 menit. Lalu dikeluarkan dan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g contoh dima-sukkan ke dalam cawan porselin dan dibakar di atas pembakar sampai asapnya hilang.

(17)

Pemanasan dilanjutkan di dalam oven 600oC selama 6 jam (sampai menjadi abu), lalu dan didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan. Abu yang diperoleh digunakan untuk analisa mineral dengan SSA.

Penetapan Nitrogen dan Protein (AOAC 1999)

Penetapan nitrogen dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl terhadap contoh daging pisang untuk menentukan % N total. Sebanyak 0.5-1 g contoh ditimbang dalam labu destruksi, lalu ditambahkan 12 ml H2SO4 pekat dan satu butir tablet selenium. Larutan ini didestruksi selama 45 menit sampai diperoleh larutan berwarna hijau jernih. Selanjutnya larutan hasil destruksi ini ditempatkan pada alat destilasi Kjeltech®, kemudian didestilasi uap. Uapnya ditampung di dalam erlenmeyer yang berisi asam borat 4% dan indikator BCG-MM. Destilat yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0.02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna biru menjadi merah muda. Dilakukan juga penetapan blanko.

(mg) contoh bobot N 14,007 B) -(A b/b) (% nitrogen Kadar = × × nitrogen kadar 6.25 (%b/b) protein Kadar = × Keterangan :

A = volume HCl untuk titrasi contoh (ml) B = volume HCl untuk titrasi blanko (ml) N = normalitas HCl

Penetapan Kadar Lemak (AOAC 1999) Labu lemak yang bersih ditambahkan beberapa batu didih lalu ditimbang bobot kosongnya. Labu lemak ini diisi dengan 50 ml pelarut petroleum benzena. Sebanyak 3 g contoh dibungkus dengan kertas saring yang dibuat seperti bentuk selongsong, lalu ditempatkan dalam alat sokslet yang disambungkan dengan alat refluks dan labu lemak. Ekstraksi dilakukan selama ± 6 jam. Larutan lemak dalam pelarut disulingkan sehingga diperoleh kembali pelarut yang semula dipakai dalam alat sokslet dan lemak dalam labu lemak. Labu lemak kemudian dikeringkan pada oven 60oC dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan.

Kadar lemak (% b/b) = 100% contoh bobot lemak bobot ×

Penetapan Kadar Serat (AOAC 1999) Sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml, ditambahkan 50 ml H2SO4 1.25% dan diekstraksi dengan pendingin tegak selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 50 ml NaOH 3.25% dan pemanasan dilanjutkan kembali selama 30 menit. Larutan disaring panas-panas dengan kertas saring Whatman 41 yang telah diketahui bobotnya. Wadah dicuci dengan air panas yang mengandung H2SO4 1.25%. Endapan yang diperoleh dicuci dengan alkohol 96% kemudian dikeringkan pada oven 105oC, didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan.

Kadar serat (% b/b ) = 100% contoh bobot serat bobot ×

Penetapan Kadar Gula Pereduksi dengan Metode Luff Schoorl)

Ekstraksi gula pereduksi. Sebanyak 10 g contoh diekstraksi dengan 75 ml alkohol 70% dalam labu erlenmeyer asah yang disam-bungkan dengan alat refluks. Ekstraksi di-lakukan selama satu jam. Larutan disaring dan ditera dalam labu takar 100 ml dengan alkohol 70%. Larutan siap dianalisis.

Penentuan Kadar Gula Pereduksi. Se-banyak 10 ml ekstrak gula pereduksi ditambah dengan 25 ml larutan Luff Schoorl (Lampiran 2) dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml, selanjutnya dipanaskan hingga larutan mendidih, dan dibiarkan sela-ma 10 menit. Setelah dingin, ditambahkan 10 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% dan segera dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N yang ditandai perubahan warna menjadi kuning muda (sebelum titik akhir atau pada saat jumlah I2 tinggal sedikit), lalu ditambahkan 3 tetes indi-kator pati dan titrasi dilanjutkan sampai titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna dari biru kehitaman menjadi tidak berwarna. Prosedur ini berlaku pula untuk blanko dengan mengganti contoh dengan air akuades. Kadar gula pereduksi (%b/b) =

fp contoh bobot glukosa BE tiosulfat N ) c V b (V × × × − Keterangan :

Vb = volume Na2S2O3 untuk titrasi blanko Vc = volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh

(18)

Penetapan Kadar Karbohidrat

Penetapan kadar karbohidrat contoh meng-gunakan metode selisih dengan persamaan berikut:

Kadar karbohidrat (%b/b) =

100% – [kadar air (%b/b) + kadar lemak (%b/b) + kadar abu (%b/b) + kadar protein (%b/b) + kadar serat kasar (%b/b)]

Analisis Asam Amino

Preparasi contoh. Serbuk daging pisang yang mengandung 3 mg protein dimasukkan ke dalam vial kecil bertutup ulir, lalu ditambahkan 1 ml larutan HCl 6 N. Ke dalam vial ini dialiri gas N2 untuk menghilangkan udara yang terdapat dalam contoh. Protein dalam contoh dihidrolisis dengan cara me-nyimpan vial bertutup ulir ini di dalam oven bersuhu 110oCselama 24 jam. Hidrolisat yang diperoleh didinginkan pada suhu kamar, lalu disaring dengan kaca masir (synter glass G2) ke dalam labu penguap putar. Vial dibilas dengan air akuades. Cairan hasil bilasannya dimasukkan ke dalam labu yang sama. Pembilasan dilakukan 2-3 kali. Cairan dalam labu diuapkan pelarutnya dengan penguap putar, ekstrak yang diperoleh dilarutkan de-ngan 5 ml HCl 0.01 N. Cairan ini adalah campuran asam amino.

Analisis asam amino. Cairan yang me-ngandung campuran asam amino disaring de-ngan kertas saring milipore. Ke dalam filtrat yang diperoleh ditambahkan larutan bufer kalium borat pH 10.4 dengan perbandingan 1 : 1. Ke dalam vial kosong lain yang bersih dimasukkan 10 µl contoh dan ditambahkan 25 µl pereaksi OPA (Lampiran 3), dan dibiarkan selama 1 menit agar proses derivatisasi berlangsung sempurna. Sebanyak 5 µl contoh yang telah diderivatisasi ini diinjeksikan ke dalam kolom KCKT kemudian ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit.

Perhitungan. Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam contoh dihitung dengan persamaan berikut :

µmol AA (dalam 5 ml) = ml 5 mol/ml 0,5 standar puncak luas contoh puncak luas × μ ×

% AA dalam contoh yang ditimbang =

Contoh μg 100 AA Mr AA μmol × ×

Analisis Mineral dengan SSA

Preparasi contoh. Serbuk daging pisang yang telah diabukan dilarutkan dengan 10 ml HNO3 pekat. lalu dipanaskan diatas piringan pemanas sampai larutannya berwarna jernih. Larutan ini disaring ke dalam labu takar 50 ml dan ditera dengan air bebas ion. Larutan ini digunakan untuk penentuan mineral Ca, Fe, Mg, K, Na, Zn, Cu, Se, Mn dengan SSA.

Pembuatan kurva standar. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara membuat larutan standar dari mineral yang akan dianalisis, yaitu Ca, Fe, Mg, K, Na, Zn, Cu, Se, dan Mn untuk masing-masing larutan stok standar. Dari larutan kerja ini dibuat larutan standar dengan deret konsentrasi tertentu untuk setiap mineralnya. Larutan ini dibaca serapannya dengan alat SSA pada panjang ge-lombang dan lampu katoda yang berbeda-beda untuk setiap unsurnya.

Penentuan contoh. Mineral contoh di-tentukan dengan cara yang sama seperti larutan standar. Analisis unsur tersebut menggunakan oksidan berupa udara. dan bahan bakarnya adalah asetilena (C2H2). Kurva standar dibuat dengan memplotkan kurva hubungan antara konsentrasi dan absorbans larutan standar dari hasil pengu-kuran. Konsentrasi mineral contoh ditentukan dari kurva standar.

Analisis P Tersedia dengan Metode Bray I Pembuatan spektrum absorbsi. Seba-nyak 2 ml standar P ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna P (Lampiran 2). Tabung reaksi dikocok dan dibiarkan 30 menit. Absor-bans larutannya diukur dengan spektrofoto-meter ultraviolet-tampak pada kisaran panjang gelombang 600-700 nm setiap kenaikan satu panjang gelombang.

Pembuatan kurva standar. Dipipet masing-masing 0.2; 0.4; 0.8 ; 1.2; 1.6; dan 2 ml standar P 5 ppm (Lampiran 2) ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan dengan larutan pengekstrak Bray dan Kurts I menjadi 2 ml

,

lalu ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna P. Tabung reaksi dikocok dan dibiarkan 30 menit. Absorbans larutannya diukur dengan spektrofotometer ultraviolet-tampak pada pan-jang gelombang maksimum.

Penentuan contoh. Sebanyak masing-masing 2.5 g serbuk daging buah dan biji pisang diekstrak dengan 25 ml pengekstrak Bray dan Kurts I (Lampiran 2), kemudian dikocok selama lima menit. Larutan ini disaring. Ekstrak P yang diperoleh dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi lalu ditambah 10 ml pereaksi pewarna P. Tabung

(19)

reaksi dikocok dan dibiarkan 30 menit. Absorbans larutannya diukur dengan spektro-fotometer ultraviolet-tampak pada panjang gelombang maksimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preparasi Contoh

Daging buah dan biji pisang batu yang dianalisis berasal dari daerah Darmaga, Bogor. Sebagai perbandingan digunakan pisang raja dan pisang siam masak yang di-peroleh di daerah Pasar Anyar Bogor. Tempat pengambilan contoh pisang batu ini berbeda dengan pisang yang digunakan sebagai pem-bandingnya, hal ini dikarenakan sulitnya memperoleh ketiga contoh pisang yang di-tanam pada areal tanah yang sama dan usia pi-sang yang sama pula. Cara pengeringan con-toh pada penelitian ini tidak menggunakan cara pengeringan biasa (kering udara atau pengeringan dalam oven dengan suhu ter-tentu) melainkan menggunakan sistem pe-ngeringbekuan, hal ini bertujuan untuk men-cegah rusak atau hilangnya senyawaan ter-tentu yang terdapat dalam contoh pada saat pengeringannya. Daging buah pisang batu yang telah dikupas lalu dipisahkan dari biji-nya.

Gambar 3 Daging buah pisang raja (a), pisang siam (b), pisang batu (c), dan biji pisang batu (d) setelah dikeringbekukan lalu dihaluskan. Pada saat dikupas daging buah pisang ber-warna kuning, namun beberapa saat setelah dikupas berubah warna menjadi coklat, hal ini disebabkan karena kandungan fenol di dalam contoh telah teroksidasi. Daging buah dan biji pisang yang diperoleh, dikeringkan dengan pengeringbeku dan ditentukan kadar airnya. Contoh yang telah kering ini selan-jutnya dihaluskan hingga membentuk serbuk seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.

Analisis Proksimat

Tabel 2 menunjukkan nilai dan standar deviasi kandungan proksimat buah pisang, yaitu kadar air, abu, protein, lemak, kasar, gula pereduksi, dan karbohidrat. Berdasarkan uji F (Tabel 3) untuk semua komponen proksimat kecuali air dan karbohidrat pada tingkat kepercayaan 95% diketahui bahwa ketiga jenis pisang ini kadar proksimatnya berbeda atau dengan kata lain dengan adanya perbedaan jenis pisang menyebabkan perbe-daan kadar proksimatnya (Lampiran 16). Pengujian terhadap kandungan proksimat, asam amino, dan mineral pada daging buah pisang raja dalam penelitian tetap dilakukan sama dengan kedua jenis pisang yang lain, yakni pisang batu dan pisang siam, meskipun informasinya telah ada. Hal ini dikarenakan di dalam penelitian tujuannya untuk memban-dingkan antara kandungan kimia (gizi) buah pisang batu, dengan pisang lain, jadi agar hasil perbandingannya dapat dikatakan baik maka setiap contoh harus diperlakukan sama, baik metode maupun cara perlakuannya, karena tidak menutup kemungkinan metode ataupun perlakuan yang dilakukan pada pengujian kandungan kimia pisang raja tersebut bisa saja saja berbeda dengan yang dilakukan dalam penelitian ini. Jadi informasi mengenai kan-dungan kimia dalam penjelasan sebelumnya hanya digunakan sebagai bahan referensi.

Air

Berdasarkan hasil pengeringan contoh dengan pengeringbeku diperoleh kadar air untuk daging buah pisang raja 68.97%, daging buah pisang siam 72.25%, daging buah pisang batu 82.76%, dan biji pisang batu 76.65%. Kadar air contoh tidak dapat dilakukan analisis statistika sebab data penetapan kadar air berupa data tunggal karena hanya dila-kukan satu kali pengukuran (Lampiran 4). Kadar air yang diperoleh untuk setiap contoh cukup besar (lebih dari 10%), oleh karena itu dalam penyimpanannya harus hati-hati sebab akan mudah terkena jamur. Adanya perbedaan kadar air pada ketiga jenis pisang ini dapat disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh masing-masing pisang.

Pada prinsipnya proses penghilangan air dengan cara pengeringbekuan tidak jauh berbeda dengan sistem pengeringan biasa. Pada sistem pengeringan biasa (kering udara), suhu udara yang dialirkan di sekeliling bahan lebih tinggi dari suhu bahan dan menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi daripada tekanan uap air di udara sehingga

(20)

terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara, sedangkan pada metode pengering-bekuan bahan dibekukan terlebih dahulu dan es yang terjebak di dalamnya dibuang dengan pompa vakum (es menyublim). Dengan demikian air dapat disingkirkan tanpa meru-sak bahan yang dikeringkan (Daintith 1990). Selain itu, sistem pengeringan contoh dengan cara ini juga dapat mencegah kemungkinan hilangnya senyawaan tertentu yang tidak tahan terhadap panas, sebab dalam proses pengeringannya tidak ada penggunaan kalor.

Abu

Daging buah dan biji pisang dari hasil pengeringan ditentukan kadar abunya dengan metode gravimetri. Penentuan kadar abu contoh selain sebagai salah satu parameter nilai gizi juga untuk mengetahui kandungan zat anorganik yang terdapat dalam contoh, yaitu berupa mineral. Nilai kadar abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu untuk daging buah pisang batu adalah 2.08%, pisang raja 1.76% dan pisang siam 1.72% (Lampiran 5).

Tabel 2 Kandungan proksimat (%) daging buah dan biji pisang

Contoh Air Abu Protein Lemak Serat Gula Karbohidrat

P. raja 68.97±0.00 1.76±0.02 2.66±0.16 0.76±0.01 4.08±0.04 8.31±0.02 21.77±0.00 P. siam 72.25±0.00 1.72±0.01 1.52±0.11 0.78±0.02 4.75±0.05 5.83±0.02 18.98±0.00 P. batu 82.76±0.00 2.08±0.03 1.90±0.04 0.46±0.02 6.90±0.03 11.79±0.10 5.90±0.00 Biji P. batu 76.65±0.00 3.09±0.58

Tabel 3 Analisis varian dari kombinasi kadar proksimat daging buah pisang untuk uji F

Proksimat Kuadrat Jumlah dB Kuadrat Fhitung Ftabel

Abu 0.232 2 0.116 226.717 5.413 Protein 1.348 2 0.674 51.902 9.552 Lemak 0.130 2 6.522×10-2 177.864 9.552 Serat 13.024 2 6.512 4439.932 5.413 Gula 53.733 2 26.866 6792.076 5.413 Hipotesis :

Ho: diduga bahwa nilai dari ketiga contoh pisang adalah sama Hi: diduga bahwa nilai dari ketiga contoh berbeda

Pengujian hipotesis :

Jika:

Fhitung>Ftabel, maka Ho ditolak

Fhitung<Ftabel, maka Ho diterima

Tabel 4 Perbandingan keseluruhan (multiple comparison) kadar proksimat daging buah pisang dengan uji LSD (least significant difference)

Signifikasi Pisang

(I) Pisang (J) Abu Protein Lemak Serat Gula

LSD P. raja P. siam 0.057 0.002* 0.491 0.000* 0.000* P. batu 0.000* 0.007* 0.001* 0.000* 0.000* P. siam P. raja 0.057 0.002* 0.491 0.000* 0.000* P. batu 0.000* 0.045* 0.000* 0.000* 0.000* P. batu P. raja 0.000* 0.007* 0.001* 0.000* 0.000* P. siam 0.000* 0.045* 0.000* 0.000* 0.000*

*) perbedaan nilai signifikan pada tingkat kepercayaan 0.05

Hipotesis :

Ho: nilai kadar proksimat pisang (I) dan pisang (J) adalah tidak berbeda (sama saja) Hi: nilai kadar proksimat pisang (I) dan pisang (J) adalah berbeda

Pengujian hipotesis :

Jika:

signifikansi>0.05, maka Ho diterima signifikansi<0.05, maka Ho ditolak

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat perbedaan ini antara pisang batu terhadap pisang raja, pisang batu terhadap pisang siam dan pisang raja terhadap pisang siam dilakukan pengujian LSD (least significant

difference) yang data pengujiannya tertera

dalam Tabel 4. Berdasarkan uji LSD, diketahui bahwa nilai kadar abu pisang batu dan pisang raja memang tidak sama (berbeda) hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansinya yang lebih rendah dari 0.05. Demikian pula halnya pisang batu terhadap pisang siam.

(21)

Namun antara nilai kadar abu pisang raja dan pisang siam tidak berbeda (sama saja). Adanya perbedaan nilai kadar abu pisang batu terhadap pisang yang lain bisa disebabkan oleh keadaan alam tempat tumbuhnya pisang, atau mungkin juga adanya pengaruh dari biji pisang batu itu sendiri. Untuk biji pisang batu diketahui kadar abunya lebih besar dari pisang batu, yakni sebesar 3.09%.

Protein

Penetapan protein pada daging buah pisang menggunakan metode Kjeldahl. Dalam metode ini yang dianalisis adalah kadar protein kasarnya secara tidak langsung, sebab yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Pada prinsipnya bahan makanan diuraikan dengan cara mendestruksinya dengan asam kuat sehingga semua senyawa-senyawa nitrogen akan diubah menjadi garam-garam amonium. Adanya penambahan NaOH pada saat destilasi mengakibatkan garam-garam amonium direduksi menjadi gas amonia yang ditampung dalam asam borat.

H2N C H R1 C OH O + H N H C H R2 C OH O __ H 2O sintesis hidrolisi + H2O H2N C H R1 C N O H C H R2 C OH O ikatan peptida

asam amino asam amino

dipeptida

Gambar 4 Sintesis dan hidrolisis suatu dipeptida.

Kadar nitrogen yang diperoleh ditentukan dengan teknik titrasi. Kadar protein contoh diperoleh dengan mengalikan kadar nitrogen dengan faktor konversi 6.25. Nilai ini setara dengan 0.16 g nitrogen per g protein. Dari penetapan kadar protein dan pengujian LSD diketahui kadar protein daging buah pisang batu sebesar 1.90%. Nilai ini berbeda dari pisang raja, yaitu 2.66%. Demikian pula halnya kadar protein daging buh pisang batu terhadap siam (1.52%) dan pisang raja ter-hadap pisang siam (Lampiran 6).

Keberadaan protein dalam tumbuhan berasal dari sintesisnya yang memanfaatkan ketersediaan nitrogen dalam tanah. Prosesnya meliputi pembentukan rantai panjang asam amino yang dinamakan rantai peptida. Ikatan

ini dapat terjadi karena satu hidrogen (H) dari dari gugus amino suatu asam amino bersatu dengan hidroksil (OH) dari gugus karboksil asam amino lain. Proses ini menghasilkan satu molekul air, sedangkan CO dan NH yang tersisa akan membentuk ikatan peptida. Ikatan peptida ini dapat dipecah melalui reaksi hidrolisis menjadi asam amino oleh asam atau enzim pencernaan dengan penambahan satu molekul air. Reaksinya dapat dijelaskan pada Gambar 4.

Lemak

Penetapan lemak dalam daging buah pisang menggunakan metode soksletasi. Metode ini dipilih karena dapat digunakan untuk ekstraksi komponen yang tahan terhadap suhu yang tinggi dan dapat mem-berikan nilai rendemen yang lebih baik dibandingkan metode ekstraksi lainnya, karena dalam prosesnya ada sistem sirkulasi pelarut. Pelarut lemak yang digunakan dalam ekstraksi lemak dapat menggunakan pelarut apapun, asalkan bersifat non polar seperti kloroform, eter, dan benzena karena lemak adalah campuran dari lipid. Dalam penelitian ini pelarut lemak yang digunakan adalah petroleum benzena. Lemak yang diperoleh dari ekstrasi masih berupa lemak kasar. Artinya, ekstrak tersebut selain mengandung lemak juga mungkin terdapat senyawaan lain, seperti fosfolipid, sterol, minyak atsiri, vitamin, dan pigmen-pigmen yang larut dalam lemak. Dari penetapan kadar lemak (Lampiran 7) dan pengujian LSD diketahui nilai kadar lemak kasar daging buah pisang batu sebesar 0.46%. Nilai ini berbeda dengan daging buah pisang raja (0.76%) dan pisang siam (0.78%).

Sebagian besar lemak nabati mengandung asam lemak rantai panjang. Lemak merupakan bentuk simpanan energi paling utama dalam tubuh disamping sebagai sumber gizi esensial. Dikatakan esensial karena dibutuhkan tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya, sebab baik dalam tubuh hewan dan manusia tidak dapat menambahkan ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3 pada asam lemak yang ada dalam tubuhnya (Almatsier 2002). Burr dan Burr (1929) dalam Almatsier (2002) mengemukakan bahwa asam lemak esensial bagi tubuh adalah asam linoleat (18:2 ω-6) dan asam linolenat (18:3 ω-3). Kedua asam lemak ini dibutuhkan untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan. Berdasarkan hasil penelitian dalam Almatsier (2002) dikemukakan bahwa makanan tanpa lemak menunjukkan gejala ekzema dermatitis yang dapat dicegah atau disembuhkan dengan

(22)

pemberian asam linoleat (18:2 ω-6) ke dalam makanan. Kekurangan asam lemak omega-3 (18:2 ω-3) menimbulkan gangguan saraf dan penglihatan. Adanya pola konsumsi makanan seimbang setiap harinya dapat mencegah terjadinya kekurangan asam lemak esensial. Serat

Penetapan kadar serat kasar pada prinsipnya, yaitu memisahkan serat kasar dari polisakarida non pati seperti selulosa, hemi-selulosa, dan lignin (komponen serat yang tidak larut air) serta pektin, gum, mukilase, glukan dan algal (larut dalam air) dengan jalan menghidrolisisnya. Dalam penelitian ini dilakukan hidrolisis total menggunakan asam dan basa kuat sehingga semua polisakarida terhidrolisis menjadi glukosa sedangkan serat-seratnya terpisah dari polisakaridanya. Serat yang diperoleh dikeringkan dan ditimbang. Serat sendiri tidak akan mengalami hidrolisis meskipun dilakukan penambahan asam dan basa kuat, sebab selulosa tidak dapat mengalami peristiwa mutarosi, yaitu peru-bahan serta-merta yang lambat dari rotasi optis aktif. Hal ini dapat dijelaskan karena selulosa tidak memiliki karbon hemiasetal-selulosa. Bahkan tidak akan teroksidasi sekali-pun oleh reagensia seperti Tollens. Dari penetapan kadar serat kasar (Lampiran 8) dan melalui pengujian LSD diketahui kadar serat kasar daging buah pisang batu adalah 6.90%, dan nilai ini berbeda dengan serat pisang raja (4.08%) dan pisang siam (4.75%).

Serat akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian karena peranannya dalam mencegah berbagai macam penyakit seperti konstipasi, apendritis, divertikulitis, hemoroid, diabetes melitus, kanker kolon, jantung koroner, dan batu ginjal. Selain itu kekurangan serat makan dihubungkan pula dengan berbagai penyakit gastrointestinal (Almatsier 2002). Makanan yang rendah serat menghasilkan feses yang keras dan kering yang sulit dikeluarkan dan membutuhkan peningkatan tekanan saluran cerna yang luar bisa untuk mengeluarkannya. Makanan dengan kadar serat tinggi cenderung meningkatkan bobot feses, menurunkan waktu transit di dalam saluran cerna, dan dapat mengontrol metabolisme glukosa dan lipid (Almatsier 2002).

Karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting di alam, karena merupakan sumber energi utama yang semuanya berasal tumbuh-tumbuhan bagi organisme heterotrof. Karbohidrat dalam penelitian ini ditentukan dengan metode

selisih. Dari analisis (Lampiran 9) diketahui kadar karbohidrat daging buah pisang batu sebesar 5.90%. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan pisang raja (21.77%) dan pisang siam (18.98%).

Gula Pereduksi

Dalam bahan pangan gula bisa berupa gula pereduksi ataupun bukan. Dalam dunia indus-tri, kadar gula pereduksi merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas dari bahan makanan itu sendiri. Penetapan kadar gula pereduksi dalam penelitian ini menggunakan metode oksidireduktometri karena gula pere-duksi dapat merepere-duksi zat lain.

Dari penetepan kadar gula pereduksi (Lampiran 10) dan pengujian LSD diketahui kadar gula pereduksi daging buah pisang batu sebesar 11.79%. Nilai ini berbeda terhadap pisang raja (8.31%) dan pisang siam (5.83%). Kandungan gula yang tinggi pada pisang batu mungkin ada korelasinya terhadap keberadaan biji dalam buah pisang batu itu sendiri. Menurut Forsyth (1980) dan Forster et al. (2003) gula yang umum ditemukan dalam daging buah pisang masak adalah glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Almatsier (2002) juga mekan bahwa dari ketiga komponen gula terbesar buah pisang masak, fruktosa adalah jenis gula yang paling manis, yang sering disebut juga levusa atau gula buah. Baik fruktosa dan glukosa memiliki rumus kimia yang sama, C6H12O6 namun strukturnya berbeda. Susunan atom dalam fruktosa merangsang jonjot kecapan pada lidah sehingga menimbulkan rasa manis.

Asam Amino

Penentuan asam amino dengan KCKT dalam penelitian ini pada prinsipnya adalah dengan memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino yang ada pada contoh dengan pereaksi ortoftalaldehida (OPA) sebagai senyawa untuk menderivatisasi asam amino sehingga akan membentuk suatu derivat asam amino yang dapat menyerap sinar ultraviolet atau mengalami fluoresensi. OPA akan bereaksi dengan asam amino primer di dalam suasana basa yang mengandung merkaptoetanol mem-bentuk senyawa yang dapat berfluoresensi sehingga deteksinya dapat dilakukan dengan detektor fluoresens. Reaksinya dapat dijelas-kan pada Gambar 5.

(23)

Gambar 5 Reaksi umum asam amino dengan pereaksi OPA.

Sistem kromatografi yang digunakan adalah sistem kromatografi dengan elusi gra-dien. Artinya selama proses pemisahan, fasa gerak yang digunakan diubah-ubah derajat kepolarannya. Hal ini bertujuan untuk mem-peroleh hasil pemisahan yang lebih baik. Eluen yang digunakan untuk pemisahan ada-lah eluen campuran, yaitu campuran antara larutan bufer A yang non polar (Na-asetat 0.025 pH 6.5 M, Na-EDTA 0.05%, metanol 9.00% dan THF 1.00% yang dilarutkan dalam 1 liter air HP) dan larutan bufer B yang polar (metanol 95% dan air HP) yang komposisi campurannya (derajat kepolaran) dibuat ber-beda selama proses pemisahan (Lampiran 3). Kolom kromatografi yang digunakan adalah jenis kolom ultratechsphere®, yaitu kolom kromatografi yang bersifat non polar dengan bahan pengisi kolom adalah octa decyl silane (ODS) sebagai fasa diamnya yang bersifat non polar.

Pada awal pemisahan, komposisi fasa ge-rak yang digunakan bersifat non polar (100 % larutan bufer A dan 0 % larutan bufer B). Karena kolom yang digunakan kolom non po-lar dan fasa gerak juga non popo-lar, maka asam amino yang akan terpisah dan keluar lebih dahulu dari kolom adalah asam-asam amino yang memiliki derajat kepolaran yang tinggi, sedangkan asam amino yang memiliki derajat kepolaran yang rendah akan tertahan pada kolom karena adanya interaksi terlebih dahulu dengan kolom (Lampiran 11 sdan 12). Dalam hal ini asam aspartat akan keluar terlebih dahulu dari kolom, karena memiliki kepolaran

yang lebih lebih tinggi dibandingkan dengan asam amino lainnya yang juga dianalisis. Tabel 5 Komposisi asam amino daging buah

pisang (%) dengan KCKT

Asam amino P. raja P. siam P. batu Asam aspartat 0.36 0.21 0.26 Asam glutamat 0.37 0.26 0.23 Serina 0.17 0.11 0.14 Histidina* 0.09 0.06 0.06 Glisina 0.16 0.10 0.15 Treonina* 0.13 0.08 0.12 Arginina* 0.18 0.09 0.12 Alanina 0.17 0.11 0.15 Tirosina 0.04 0.03 0.03 Metionina* 0.03 0.01 0.02 Valina* 0.21 0.10 0.12 Fenilalanina* 0.15 0.10 0.13 Isoleusina* 0.12 0.08 0.10 Leusina* 0.26 0.14 0.16 Lisina* 0.14 0.10 0.09

*asam amino esensial (AAE)

Pada saat pemisahan dengan menggunakan fasa gerak yang mulai polar barulah asam-asam amino dengan kepolaran yang rendah keluar dari kolom, dan demikian seterusnya sampai proses pemisahan selesai. Data hasil analisis komposisi asam amino daging buah pisang ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut diketahui semua kandungan asam amino pisang batu lebih rendah dari pisang raja. Namun kandungan asam amino tertentu seperti asam aspartat, serina, glisina, treonina, arginina, alanina, metionina, valina, fenilalanina isoleusina, dan leusina pisang batu lebih tinggi dari pisang siam. Golongan asam amino esensial yang ditemukan dalam konsentrasi agak tinggi dalam daging buah pisang batu adalah leusina (0.16%) dan fenilalanina (0.13%).

Mineral

Analisis mineral dalam penelitian ini hanya meliputi mineral Ca, Fe, Mg, K, Na, Zn, Cu, Se, Mn, dan P (Lampiran 13). Hal ini mengacu pada Winarno (1997) dan Riana (2000) yang menyatakan bahwa mineral-mineral tersebut merupakan mineral-mineral yang umum dijumpai dalam bahan makanan. Penentuan mineral ini (Lampiran 14) dilakukan tidak hanya pada daging buah saja, tapi juga dilakukan pada biji pisang batu. Semua mineral ditentukan dengan SSA, kecuali P yang analisisnya dilakukan dengan spektrofotometri ultraviolet-tampak (Lampi-ran 14). Pada SSA, contoh diatomisasi menjadi unsur-unsurnya dengan nyala api, kemudian radiasi dari lampu katoda cekung dilewatkan ke dalam contoh yang telah

R C H NH2 C O OH C C H O H O H O (C H)2 2 S H N S C (CH2)2OH R H C O OH + ortoftalaldehida (OPA) asam amino

asam amino yang dapat berfluoresensi gugus yang berfluoresensi

(24)

diatomisasi. Lampu katoda cekung ini sifatnya spesifik, yaitu bekerja hanya pada satu unsur saja. Metode yang dipakai adalah metode standar internal. Maksudnya larutan standar dan larutan contoh diukur serapannya, dan didapatkan kurva standar. Konsentrasi contoh dihitung berdasarkan kurva standar.

Tabel 6 menunjukkan nilai dan standar deviasi konsentrasi mineral (ppm) dalam daging buah dan biji pisang. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa mineral yang dominan terdapat dalam daging buah dan biji pisang adalah K. Mineral P hanya dominan terdapat pada daging buah dan biji pisang batu. Untuk K, ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Von Loesecke (1950) yang mekan bahwa kandungan mineral utama daging buah pisang adalah K, P, dan Fe. Namun dalam penelitian ini mineral yang juga terdapat secara dominan dalam tiap daging buah pisang adalah Mg, bukan Fe seperti yang dilaporkan. Dari ketiga jenis pisang yang dianalisis diketahui bahwa kandungan K terbesar terdapat pada daging buah pisang siam, sedangkan P dan Mg terbesar terdapat pada pisang batu. Berdasarkan uji F (Tabel 7) untuk semua mineral kecuali Se (karena kandunganya rendah sehingga tidak dapat dilakukan uji anova), dapat dijelaskan bahwa kandungan mineral-mineral tersebut dalam ketiga contoh jenis pisang yang dianalisis memiliki nilai yang berbeda, atau dengan kata lain adanya perbedaan jenis pisang mempengaruhi kandungan mineralnya. Dari

pengujian LSD, diketahui bahwa kandungan mineral Ca, Mg, Na, Zn, Cu, Mn, dan P pada pisang batu berbeda terhadap pisang raja dan pisang siam. Demikian pula halnya pisang raja terhadap pisang siam. Mineral Fe pisang batu nilainya berbeda terhadap pisang siam dan pisang raja. Kadar K pisang batu tidak berbeda (sama saja) dengan kadar K pisang siam, namun berbeda bila dibandingkan terhadap pisang raja. Untuk pisang raja dan pisang siamnya sendiri kadar mineral keduanya berbeda. Penetapan mineral pada biji pisang batu diketahui bahwa kandungan kalsiumnya jauh lebih tinggi dibandingkan buah pisang, bahkan dengan pisang batunya sendiri. Tingginya Ca ini diduga berasal dari komponen penyusun kulit bijinya yang keras. Jenis dan jumlah mineral yang dibutuhkan tubuh yang berasal dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari jumlahnya tidak mu-dah didefinisikan, sebab jumlah dari hampir semua mineral yang diserap tubuh sangat bervariasi, tergantung dari jenis makanan yang dimakan. Namun kuantitas atau jumlah mineral yang terlalu tinggi juga tidak baik bagi tubuh, sebab akan mengurangi kemampuan tubuh dalam menyerap kuantitas mineral lainnya. Dalam tubuh peranan mineral sangat penting, bersama dengan vitamin, mineral merupakan bagian dari enzim (ko-enzim) yang sangat diperlukan dalam men-jamin kelancaran proses metabolisme tubuh secara normal.

Tabel 6 Kandungan mineral daging buah dan biji pisang (ppm) hasil analisis secara spektrofotometri

Mineral P. raja P. siam P. batu Biji P. Batu

Kalsium, Ca 128.73±1.09 94.10±0.57 167.04±0.46 2091.07±37.33 Besi, Fe 33.84±3.32 27.95±0.64 95.11±18.03 41.22±2.60 Magnesium, Mg 1362.84±2.47 986.48±13.12 1622.33±11.87 1473.41±0.51 Kalium, K 2784.37±9.96 4921.50±2.12 4208.68±2.59 3541.91±9.18 Natrium, Na 295.04±2.64 586.65±3.09 509.38±16.60 451.49±0.32 Seng, Zn 39.08±0.23 61.90±0.57 <0.25±0.00 2.24±0.00 Tembaga, Cu 19.10±0.15 13.10±0.21 11.32±0.13 18.68±0.02 Selenium, Se <0.05±0.00 <0.05±0.00 <0.05±0.00 <0.05±0.00 Mangan, Mn 23.72±1.43 37.81±0.45 28.98±0.75 52.68±1.88 Fosforus, P 371.90±1.12 537.81±2.62 3214.17±0.00 3113.77±7.52

(25)

Tabel 7 Analisis varian dari kombinasi kadar mineral daging buah dan biji pisang untuk uji F

Mineral Jumlah Kuadrat dB Kuadrat Fhitung Ftabel

Ca 5325.499 2 2662.750 4652.310 9.552 Fe 5532.663 2 2766.331 24.660 9.552 Mg 408864.1 2 204432.029 1920.669 9.552 K 3671385 2 183592.488 27.474 9.552 Na 91297.293 2 45648.646 469.113 9.552 Zn 3886.163 2 1943.081 15703.782 9.552 Cu 66.436 2 33.218 1208.668 9.552 Mn 202.800 2 101.400 107.846 9.552 P 10179302.000 2 5089650.945 1878042 9.552 Hipotesis :

Ho: diduga bahwa nilai dari ketiga contoh pisang adalah sama Hi: diduga bahwa nilai dari ketiga contoh berbeda

Pengujian hipotesis :

Jika:

Fhitung>Ftabel, maka Ho ditolak

Fhitung<Ftabel, maka Ho diterima

Tabel 8 Perbandingan keseluruhan (multiple comparison) kadar mineral daging buah pisang dengan uji LSD (least significant difference)

*) perbedaan nilai signifikan pada tingkat kepercayaan 0.05

Hipotesis :

Ho: nilai kadar mineral pisang (I) dan pisang (J) adalah tidak berbeda (sama saja) Hi: nilai kadar mineral pisang (I) dan pisang (J) adalah berbeda

Pengujian hipotesis :

Jika: signifikansi>0.05, maka Ho diterima

signifikansi<0.05, maka Ho ditolak

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kandungan kimia daging buah pisang batu seperti air, abu, serat, dan gula pereduksi lebih tinggi daripada daging buah pisang raja dan pisang siam, sedangkan komposisi kimia yang lain lebih rendah seperti protein, lemak, dan karbohidrat.

Semua asam amino daging buah pisang batu lebih rendah dari pisang raja. Asam amino esensial daging buah pisang batu yang ditemukan dalam jumlah yang lebih besar daripada daging buah pisang siam adalah treo-nina, metiotreo-nina, valina, fenilalatreo-nina, isoleu-sina, leuisoleu-sina, dan liisoleu-sina, sedangkan asam ami-no yang ami-non esensial yakni glisina, arginina, dan alanina.

Kandungan mineral daging buah dan biji pisang batu relatif lebih tinggi daripada daging buah pisang raja dan pisang siam. Pada biji pisang batu komponen mineral yang

di-temukan dalam konsentrasi tinggi adalah P, Ca, dan Mn.

Saran

Sebaiknya dilakukan analisis komposisi kimia lain seperti energi, asam folat, dan vita-min (B1, B2, dan B6) agar informasi mengenai kandungan kimia daging buah pi-sang batu menjadi lebih baik. Dengan ting-ginya kandungan gula daging buah pisang batu, sebaiknya perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai jenis gula penyusunnya.

Penentuan mineral dalam daging buah pisang batu secara menyeluruh sebaiknya menggunakan inductively coupled plasm mass

spectrophotometry (ICPMS). Kandungan Ca

pada biji pisang batu jauh lebih tinggi daripada daging buah pisang, bahkan terhadap daging buah pisang batunya sendiri, maka dapat dijadikan sebagai alternatif sumber kal-sium baru.

Signifikansi

Pisang (I) Pisang (J) Ca Fe Mg K Na Zn Cu Mn P

LSD P.raja P. siam 0.000* 0.617 0.000* 0.006* 0.000* 0.000* 0.000* 0.001* 0.000* P. batu 0.000* 0.010* 0.000* 0.012* 0.000* 0.000* 0.000* 0.012* 0.000* P. siam P. raja 0.000* 0.617 0.000* 0.006* 0.000* 0.000* 0.000* 0.001* 0.000* P. batu 0.000* 0.008* 0.000* 0.221 0.004* 0.000* 0.002* 0.003* 0.000* P. batu P. raja 0.000* 0.010* 0.000* 0.012* 0.000* 0.000* 0.002* 0.012* 0.000* p. siam 0.000* 0.008* 0.000* 0.221 0.004* 0.000* 0.002* 0.003* 0.000*

Gambar

Gambar 1  Profil buah pisang raja (a), pisang  siam (b), dan pisang batu (c).
Tabel 1  Komposisi kimia daging buah pisang  raja (nilai per 100 g porsi makanan)
Gambar 2 Bentuk ikatan peptida dalam pro- pro-tein (a) dan kerangka umum asam  amino (b)
Gambar  3 Daging buah pisang raja (a),  pisang siam (b), pisang batu (c),  dan biji pisang batu (d) setelah  dikeringbekukan lalu dihaluskan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pisang merupakan salah satu jenis buah yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi.. Kandungan mineral dan vitamin yang terdapat di dalam buah pisang dipercaya mampu menyuplai

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen, komposisi proksimat, protein larut air, protein larut garam dan kandungan asam amino serta analisis struktur jaringan

Dari hasil analisis pada sampel daging buah segar dapat teramati 16 macam asam amino dengan kadar protein total sebesar 0,41% dan pada sampel daging buah yang tersimpan dalam

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen, komposisi proksimat, protein larut air, protein larut garam dan kandungan asam amino serta analisis struktur jaringan

Hasil Pengukuran Viskositas Formulasi Suspensi Kering Kombinasi Ekstrak Etanol Kunyit ( Curcuma longa L.) Dan Serbuk Daging Buah Pisang Kepok ( Musa balbisiana Colla.) Dengan

Hasil penelitian Nurismanto,et.al (2014), pada proses pembuatan asam cuka pisang kepok (Musaparadisiaca L.) dengan kajian lama fermentasi dan konsentrasi inokulum

Variabel tetap yang digunakan dalam penelitian ini adalah berat kulit buah pisang kepok 10 gram, kadar air awal bahan 10%, dan pelarut asam klorida (HCl).. Kata kunci

Kandungan asam lemak daging kerang buah (Donax variabilis) terdiri dari 24 jenis asam lemak yang terdiri dari dari 10 asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), 5