• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KAPASITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KOTA METRO (Studi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro Tahun 2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KAPASITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KOTA METRO (Studi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro Tahun 2011)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

DI KOTA METRO TAHUN 2011

(Studi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro)

Oleh

WIWIK VOFILIA WULANDARI NINGSIH

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF CIVIL SERVANTS CAPACITY TO THE PUBLIC SERVICES QUALITY IN METRO CITY

(Studies at Department of Population and Civil Sociaty Metro City 2011)

By

WIWIK VOFILIA WN

The aim of this research was to determine the effect of the civil servant’s capacity

to the public service quality. The data analysis technique used simple linear regression. Based on the results obtained the correlation between the civil servants capacity and public service quality is 0.334 and R2=0.112 means that the influence of civil servants capacity towards the pubilc services quality is 11.2%, while the remaining 88.8% is influenced by other factors outside the study. Further analysis in this study was obtained the regression equation is Y=53.146+0.456X+10.852=64.454X. Means, to increase 1 value of Y variable (civil servants quality) should be increased by 64.454, the positive sign on the regression coeficient indicates the variables have undirectional relation.

Based on hypothesis test using t-test and F test that the civil servants capacity have a significant effect on the public service quality . Hopefuly thi reasaearch can be use as an information and reference for the government to improve the quality of public services.

(3)

ABSTRAK

PENGARUH KAPASITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KOTA METRO (Studi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro Tahun 2011)

Oleh

WIWIK VOFILIA WN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kapasitas PNS terhadap kualitas pelayanan publik. Teknik analisis data menggunakan regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh korelasi antara kapasitas PNS dan kualitas pelayanan publik ialah 0.334 dan R2=0.112 artinya besarnya pengaruh kapasitas PNS terhadap kualitas pelayanan publik adalah 11.2%, sedangkan sisanya 88.8% dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian ini. Analisis selanjutnya dalam penelitian ini didapat persamaan regresinya adalah Y=53.146+0.456X+10.852=64.454X. Artinya untuk meningkatkan 1 nilai Y (kualitas pelayanan publik) maka X (kapasitas PNS) harus ditingkatkan sebesar 64.454, tanda positif pada angka koefisien regresi menunjukkan arah hubungan yang searah.

Berdasarkan uji hipotesis menggunakan uji t dan uji F menyatakan bahwa kapasitas PNS berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayan publik. Diharapakan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan referensi bagi pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

(4)
(5)
(6)
(7)

ii

1. Latar Belakang Masalah ...1

2. Perumusan Masalah ...10

3. Tujuan Penelitian ...10

4. Manfaat Penelitian ...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang kapasitas ...12

1. Konsep kapasitas ...12

2. Indikator pengembangan kapasitas SDM aparat pemerintah ...13

B. Tinjauan tentang Pegawai Negeri Sipil...14

1. Konsep Pegawai Negeri Sipil ...14

2. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil ...15

3. Hak Pegawai Negeri Sipil...18

C. Tinjauan tentang pelayanan publik ...18

1. Konsep pelayanan publik ...19

2. Kualitas pelayanan publik ...20

3. Indikator kualitas pelayanan ...21

4. Prinsip-prinsip pelayanan publik ...22

5. Asas-asas pelayanan publik ...24

6. Standar-standar pelayanan publik ...25

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitaspelayanan publik .26 D. Hubungan Kapasitas PNS dengan kualitas pelayanan publik ...28

E. Penelitian terdahulu ...29

F. Kerangka Pikir ...30

(8)

iii

C. Definisi operasional ...35

D. Lokasi penelitian ...36

E. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...36

1. Populasi ...36

2. Sampel...37

3. Teknik pengambilan sampel ...38

F. Teknik pengumpulan data ...38

G. Teknik pengolahan data ...39

H. Teknik pengujian instrumen penelitian ...40

1. Uji validitas ...40

3.1 Analisis regresi linear sederhana ...46

J. Uji hipotesis ...47

1. Uji t statistik ...47

2. Uji f statistik ...48

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Deskripsi lokasi penelitian ...50

B. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ...51

1. Sejarah singkat Disdukcapil Kota Metro ...51

2. Visi dan misi ...52

3. Tugas pokok dan fungsi ...53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi umum responden...60

1. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin ...60

2. Deskripsi responden berdasarkan usia ...61

3. Deskripsi responden berdasarkan jenis pelayanan ...62

B. Analisis statistik deskriptif ...62

1. Kapasitas PNS ...63

1.1. Pengetahuan PNS ...63

1.2. Keterampilan PNS ...65

1.3. Bakat PNS ...67

1.4. Motif kerja PNS ...69

1.5. Moral PNS ...71

2. Kualitas pelayanan publik ...73

2.1. Keandalan (reliability) ...73

2.2. Daya tanggap (responsiveness) ...77

2.3. Keyakinan (assurance) ...80

2.4. Empati (emphaty) ...82

(9)

iv

1.1. Korelasi antara kapasitas PNS dengan

kualitas pelayanan publik ...91

1.2. Koefisien determinasi ...92

1.3. ANOVA ...93

1.4. Koefisien regresi ...93

E. Uji hipotesis ...94

1. Uji t statistik ...94

2. Uji F statistik ...95

F. Pembahasan ...96

1. Pengaruh kapasitas PNS terhadap kualitas pelayanan publik ...96

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...104

B. Saran ...104

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Survei Integritas Layanan Publik Terendah di 10

Pemerintahan Kota di Indonesia Tahun 2011 ... 7

2. Definisi Operasional ... 36

3. Interpretasi Skor Jawaban ... 39

4. Nilai Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 42

5. Indikator Tingkat Reliabilitas ... 44

6. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 44

7. Klasifikasi Nilai Kategorisasi Rata-Rata ... 45

8. Jumlah Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

9. Jumlah Responden berdasarkan Usia... 61

10. Jumlah Responden berdasarkan Jenis Pelayanan ... 62

11. Statistik Deskriptif Pengetahuan PNS ... 63

12. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Pengetahuan PNS ... 63

13. Statistik Deskriptif Keterampilan PNS ... 65

14. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Keterampilan PNS ... 65

15. Statistik Deskriptif Bakat PNS... 67

16. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Bakat PNS ... 68

17. Statistik Deskriptif Motif Kerja PNS ... 69

18. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Motif Kerja PNS ... 69

19. Statistik Deskriptif Moral PNS ... 71

20. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Moral Kerja PNS ... 72

21. Statistik Deskriptif Keandalan (Reliability) Pelayanan Publik ... 74

22. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Keandalan (Reliability) ... 74

23. Statistik Deskriptif Daya Tanggap (Responsiveness) ... 77

24. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Daya Tanggap ... 78

25. Statistik Deskriptif Keyakinan (Assurance)... 80

26. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Keyakinan (Assurance) ... 80

27. Statistik Deskriptif Empati (Emphaty) ... 82

28. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Empati (Emphaty) ... 83

29. Statistik Deskriptif Bukti Fisik (Tangibles) ... 85

30. Frekuensi Jawaban Responden mengenai Fisik (Tangibles) ... 85

31. Tabel Silang antara Kapasitas PNS dengan Kualitas Pelayanan Publik ... 88

32. Korelasi ... 91

33. Koefisien Determinasi ... 92

34. ANOVA ... 93

35. Uji Regresi ... 93

(11)

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang selanjutya diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, diharapkan dapat memberikan dampak nyata yang luas terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan.

(14)

pegawai negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

Menurut Josef Riwu Kaho (2001:60), salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah manusia pelaksananya harus baik. Faktor ini merupakan faktor yang sangat esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pentingnya faktor ini karena manusia merupakan subjek dalam setiap aktivitas pemerintah dan merupakan pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Unsur ini menempati posisi yang bukan saja mewarnai, melainkan juga menentukan arah ke mana suatu daerah akan dibawa. Aparatur pemerintah daerah dalam hal ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan pelaksana kebijakan publik yang mengemban tugas dan fungsi-fungsi pelayanan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat, sehingga diperlukan persyaratan kapasitas yang memadai dari unsur sumber daya manusia ini. Oleh sebab itu, agar mekanisme pemerintahan tersebut berjalan dengan sebaik-baiknya, yakni sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subjek atau pelakunya harus baik.

(15)

di sini menurut Josef R. Kaho (2001:60) meliputi; mentalitasnya atau moralnya baik dalam arti jujur, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya, dapat bersikap sebagai abdi masyarakat atau public servant, serta memiliki kecakapan atau kemampuan yang tinggi untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

Kausar dalam Lembaga Administrasi Negara (2007:02) mengatakan bahwa, berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara, salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan, dengan demikian dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas pemerintah daerah yang memadai. Menjadikan PNS yang profesional dalam rangka menunjukkan kapasitas, identitas serta potensi tersembunyi yang ada dalam setiap PNS menjadi bahan pemikiran yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia khususnya di pemerintah daerah pada saat ini.

(16)

PNS dituntut untuk mampu memaksimalkan kapasitas potensial yang dimilikinya, kemudian diaplikasikan secara langsung ke dalam ketugasan pokok dan fungsi mereka sebagai sosok pelayan yang responsif terhadap keinginan, keperluan atau kebutuhan para pelanggannya baik internal maupun eksternal. Suprapto dalam Ismail (2009:94), menyatakan bahwa makna penting dari prakarsa capacity building (pengembangan kapasitas) adalah sebagai upaya membangun kapasitas yang pada prinsipnya berupaya menciptakan suatu dynamic complexity (satu kesatuan dinamis) yang harus dikelola pemerintah daerah agar terwujud good

governance (pemerintahan yang baik) melalui pelayanan publik.

Diperlukan adanya upaya peningkatan kapasitas PNS untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat untuk mencapai tujuan nasional. Peningkatan kapasitas PNS dapat mendukung pengembangan karir seorang PNS dan merupakan pembangunan sumber daya aparat pemerintah yang diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas pada seluruh tatanan administrasi pemerintahan termasuk peningkatan kemampuan dan disiplin sebagai abdi negara dan abdi masyarakat serta sebagai bentuk keteladanan aparat. Menurut Bryant dan White (1982:30), untuk bisa memberikan pelayanan yang baik, aparat haruslah dikembangkan motivasi dan kapasitasnya. Kegiatan inilah yang disebut pengembangan sumber daya aparatur, yang meliputi “capacity, equity, empowerment and substainability”.

(17)

pelayanan kepada masyarakat. Kasmir dalam Pasolong (2010:133) mengatakan bahwa, pelayanan yang baik adalah kemampuan seseorang dalam memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan standar yang ditentukan. Selanjutnya Sulistio (2009:44) mengemukakan bahwa, birokrasi publik harus menempatkan pelanggan di kursi pengemudi (customer driven) dan senantiasa terbuka serta mendengarkan suara pelanggan karena kualitas pelayanan adalah menunjuk pada kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada klien sesuai dengan kebutuhannya.

Peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan salah satu agenda reformasi birokrasi, yang bertitik tolak dari kenyataan buruk kondisi faktual kualitas pelayanan publik yang sebagian besar ditentukan oleh kapasitas, kualitas sikap dan karakter PNS yang tidak terpuji, korup, dan tidak bertanggung jawab. Hal yang paling menonjol tercermin dari penyelenggaraan pelayanan publik adalah kualitas sikap dan karakter PNS yang kurang responsif.

Kondisi yang diharapkan dalam penyelenggaraan pelayanan publik antara lain semakin meningkatnya kualitas pelayanan publik dalam wujud pelayanan yang cepat, mudah, berkeadilan, berkepastian hukum, transparan, aman, tepat, biaya yang wajar, dan dapat dipertanggungjawabkan serta menghilangkan peluang pungutan tidak resmi. Disamping itu perlu diupayakan pola-pola pelayanan yang efektif yang memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan.

(18)

pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar penduduk, masih dirasakan belum seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya pengaduan, keluhan masyarakat baik yang disampaikan secara langsung kepada pimpinan unit pelayanan maupun melalui surat pembaca pada berbagai media massa.

Faktor yang menjadi penghambat dalam pelayanan publik yang baik dapat dilihat dari birokrasi dan standar pelayanan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam tubuh pemerintah Negara Indonesia pada semua jenjang dan jenisnya memiliki struktur birokrasi yang panjang, gemuk, dan berbelit-belit. Hal ini mengakibatkan panjang dan berbelit-belitnya suatu urusan disebuah lembaga penyedia layanan publik, yang tentu saja membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya tinggi. Keadaan ini diperburuk oleh mentalitas mayoritas aparat pemerintah yang masih feodalistik dan justru minta dilayani oleh rakyat.

(19)

Tabel 1. Survei Integritas Layanan Publik Terendah di 10 Pemerintahan Kota di Indonesia Tahun 2011.

No Pemerintah Kota Hasil Indeks Integritas Pelayanan Kategorisasi

1 Lubuk Linggau 4,38 Buruk

Sumber: Tribunnews.com, diakses pada tanggal 15 Desember 2011

Fakta tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Kota Metro masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat. Salah satunya adalah pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam hal pembuatan KTP, sedangkan KTP itu sendri merupakan sesuatu yang wajib dimiliki oleh setiap orang yang telah memenuhi persyaratan sebagai identitas Warga Negara Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil karena dinas ini merupakan salah satu dinas yang memberikan fungsi pelayanan dasar bagi masyarakat.

(20)

menyadari akan perannya sebagai abdi masyarakat yang melayani dengan sepenuh hati.

Ketiadaan standarisasi pelayanan publik yang dapat menjadi pedoman bagi setiap aparat pemerintah adalah sisi lain yang menjadi kelemahan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang baik. Setiap institusi dapat membuat aturan dan pedoman sendiri sesuai selera masing-masing, dan standar inipun dapat berubah sewaktu-waktu sesuai keinginan dan kebutuhan personal pemimpin institusi tersebut.

Kenyataanya kondisi obyektif menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta kapasitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima. Upaya perbaikan kualitas pelayanan publik dilakukan melalui pembenahan sistem pelayanan publik secara menyeluruh dan terintegrasi.

(21)

setiap perkembangan lingkungan dan mampu mengikuti perkembangan teknologi yang berkaitan dengan bidang pekerjaannya serta menyadari akan perannya dalam keseluruhan kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Dalam kaitan ini pula pendidikan dan pelatihan diintegrasikan dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya peningkatan kapasitas aparatur di lingkungan pemerintahan. Dengan keterampilan yang dimiliki oleh seorang aparat, maka aparat akan dapat menyelesaikan setiap pekerjaan yang diberikan oleh atasannya.

Menyadari akan peran penting PNS sebagai unsur aparatur pemerintahan tersebut, maka pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur. Kebijaksanaan tersebut antara lain tertuang dalam Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas dalam rangka Mendukung desentralisasi, serta Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

(22)

adanya kebijakan otonomi daerah yang memerlukan kapasitas aparatur untuk mengemban tugas sebagai aparatur daerah otonom, jika kondisi aparatur seperti ini maka akan menghambat percepatan pelaksanaan otonomi daerah.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Kapasitas Pegawai Negeri Sipil terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kota Metro.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut, yaitu:

Apakah kapasitas pegawai negeri sipil berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan publik di Kota Metro tahun 2011?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

(23)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini adalah :

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan penambahan ilmu pengetahuan dalam khasanah Ilmu Administrasi Negara, terutama tentang studi pelayanan publik terkait dengan kapasitas.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi pemerintah, instansi dan stakeholders serta masyarakat pengguna jasa layanan publik.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menjadikan aparatur yang profesional dalam rangka menunjukkan kapasitas, identitas serta potensi tersembunyi yang ada dalam setiap aparatur menjadi bahan pemikiran yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia khususnya di pemerintah daerah pada saat ini, untuk itu aparatur dituntut untuk mampu memaksimalkan kapasitas potensial yang dimilikinya. Aparatur pemerintah daerah dalam hal ini adalah pegawai negeri sipil merupakan pelaksana kebijakan publik yang mengemban tugas dan fungsi-fungsi pelayanan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat, sehingga diperlukan persyaratan kapasitas yang memadai dari unsur sumber daya manusia ini. Gibson dalam Pasolong (2010:176), mengatakan bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan.

A. Tinjauan Tentang Kapasitas

1. Konsep Kapasitas

(25)

kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Selanjutnya dalam rumusan lain United Nations Development Programme

(UNDP) dalam Soeprapto (2010:12) menyatakan bahwa, kapasitas dapat diartikan sebagai kemampuan individu dan organisasi atau unit-unit organisasi untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Kapasitas juga dapat diartikan dalam konteks sistem dimana suatu entitas bekerja untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan proses dan aturan-aturan baku tertentu. Lebih lanjut Brown dalam Soeprapto (2010:09) mendefinisikan kapasitas sebagai sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, suatu organisasi atau suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-citakan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kapasitas merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu, suatu organisasi atau suatu sistem dalam melaksanakan fungsi-fungsinya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mencapai tujuan bersama dalam pembangunan.

2. Indikator Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Aparat Pemerintah

Ada banyak bentuk yang bisa dipilih dalam model pengembangan sumber daya manusia pemerintah daerah. Akan tetapi demikian, perlu adanya framework

(26)

daerah khususnya bagi keperluan lembaga/institusi pemerintah daerah. Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali pengembangan sumber daya manusia tidak dikaitkan dengan kebutuhan strategis daerah, bahkan terkesan kurang memberikan kontribusi bagi pemerintahan daerah itu sendiri. Menurut Soeprapto (2010:29), dalam konteks sumber daya manusia ini hendaknya difokuskan pada pengembangan: (a) ketrampilan dan keahlian, (b) wawasan dan pengetahuan, (c) bakat dan potensi, (d) kepribadian dan motif bekerja, serta (e) moral dan etos kerjanya. Oleh karena itu, peneliti memilih kelima indikator tersebut untuk mengukur kapasitas sumber daya aparatur atau PNS.

B. Tinjauan Tentang Pegawai Negeri Sipil

Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas, pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

1. Konsep Pegawai Negeri Sipil

(27)

Menurut Bratakusumah (2004:76), pegawai negeri terdiri dari: a. Pegawai Negeri Sipil (PNS),

b. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan

c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI).

Menurut Bratakusumah (2004:76), Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat, yaitu Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada departement, lembaga pemerintah non-departement, kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di daerah propinsi/kabupaten/kota, kepaniteraan pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah, yaitu Pegawai Negeri Sipil daerah propinsi/kabupaten/kota yang gajinya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) dan bekerja pada pemerintah daerah, atau dipekerjakan diluar instansi induknya.

2. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil

(28)

Adapun kewajiban yang bersifat umum berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Nomor 43 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.

b. Mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan dari segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri dan pihak lain. c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan PNS d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji PNS dan sumpah/janji jabatan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum.

f. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik baiknya. g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik baiknya dan dengan penuh

pengabdian, kesadaran dan taggung jawab.

h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara.

i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan korp PNS.

j. Segara melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara/pemerintah, terutama dibidang keamanan.

(29)

l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.

m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik baiknya.

n. Memberikan pelayanan dengan sebaik baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing.

o. Bertindak dan bersikap tegas tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya. p. Mebimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.

q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya.

r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya.

s. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.

t. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama PNS, dan terhadap atasan.

u. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karirnya.

v. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan.

w. Menjadi teladan sebagai warga negara yng baik dalam masyarakat.

x. Mentaati segala peraturan perundang undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.

y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang.

(30)

3. Hak Pegawai Negeri Sipil

Secara umum hak-hak Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya. b. Berhak atas cuti. Yang dimaksud dengan cuti adalah tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu. Cuti terdiri dari: cuti sakit, cuti besar, cuti tahunan, cuti karena alasan penting dan cuti di luar tanggungan negara. c. Berdasarkan pasal 9 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 setiap Pegawai

Negeri Sipil yang ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam menjalankan tugas dan kewajiban, berhak memperoleh perawatan.

d. Hak Pegawai Negeri Sipil untuk pensiun apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Pensiun ialah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara.

C. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik

(31)

untuk memajukan kesejahteraan publik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. (Surjadi, 2009:7)

1. Konsep Pelayanan Publik

Ada banyak definisi mengenai pelayanan publik yang telah dikemukakan oleh para ahli. Pelayanan publik menurut Sinambela dalam Pasolong (2010:128), adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Monir dalam Pasolong (2010:128), mengatakan bahwa pelayanan publik adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.

Lebih lanjut Kurniawan (Pasolong, 2010:128), mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Adapun menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Pasolong, 2010:128), pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

(32)

memiliki kepentingan pada organisasi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas oleh banyak pakar diartikan dalam suatu frase, diantaranya W.E Deming menyebutnya, perbaikan berkesinambungan (continuos improvement); Joseph M. Jurar menyebutnya sebagai cocok untuk digunakan (fit for use); Philip Crosby mengartikan kesesuaian dengan persyaratan. Selain itu Kaoru Ishikawa, mengartikan dalam bentuk kalimat, yaitu produk yang paling ekonomis, paling berguna dan selalu memuaskan pelanggan. Selanjutnya dalam J.W Cortado, menyebutnya pula dalam suatu frase, yaitu saat kejujuran (the moment of truth), atau kualitas diciptakan pada saat pelaksanaan. (Sinambela, 2007: 43)

Kualitas menurut Tjiptono dalam Pasolong (2010:132) adalah: (a) kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, (b) kecocokan pemakaian, (c) perbaikan atau penyempurnaan keberlanjutan, (d) bebas dari kerusakan, (e) pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat, (f) melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal, dan (g) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

(33)

memiliki ciri-ciri; tidak prosedural (birokratis), terdistribusi dan terdesentralisasi, serta terorientasi kepada pelanggan.

Kualitas pelayanan (service quality) telah hampir menjadi faktor yang menentukan dalam menjaga keberlangsungan suatu organisasi birokrasi pemerintah maupun organisasi perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa publik sangat penting dalam upaya mewujudkan kepuasan publik (customer satisfaction). Menurut Sinambela dkk dalam Pasolong (2010:133), kualitas pelayanan prima tercermin dari; transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipasif, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian kualitas pelayanan maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah suatu kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diterima dimana harapan yang diinginkan sesuai dengan kenyataan.

3. Indikator Kualitas Pelayanan

Menurut Zeithaml-Pasuraman-Berry (Pasolong, 2010:135), untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang dikatakan konsumen. Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut yaitu:

(34)

2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan dan keandalan untuk menyediakan layanan yang terpercaya.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kesanggupan untuk membantu dan

menyediakan layanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.

4. Assurance (keyakinan), yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.

5. Emphaty (empati), yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen.

Oleh karena itu, peneliti memilih kelima dimensi kualitas pelayanan di atas sebagai alat ukur kualitas pelayanan PNS di lingkungan Kota Metro tahun 2011.

4. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik

Prinsip-prinsip pelayanan sebagaimana tercantum dalam Keputusan MENPAN No.81 Tahun 1993 adalah sebagai berikut:

a. Kesederhanaan. Prosedur atau tata cara pelayanan yang ditetapkan dan dilaksanakan secara: (1) mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit. (2) mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

(35)

c. Keterbukaan. Prosedur/tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik teknis maupun administratif, unit kerja/pejabat yang berwenang dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan, rincian biaya/tarif pelayanan dan tatacara pembayarannya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta atau tidak diminta.

d. Efisiensi. Persyaratan pelayanan hanya dapat dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan. e. Ekonomis. Pengenaan biaya/tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar

dengan memperhatikan: nilai barang/jasa pelayanan, kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar, ketentuan perundangan yang berlaku.

f. Keadilan dan pemerataan. Jangkauan pelayanan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

g. Ketepatan waktu. Pelaksanaan pelayanan diselesaikan tepat waktu yang ditentukan.

Sedangkan prinsip-prinsip pelayan menurut KEPMENPAN No.63 Tahun 2003 adalah:

1) Kesederhanaan. Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

(36)

3) Kepastian waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan.

4) Akurasi. Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan syah. 5) Keamanan. Proses dan produk pelayanan memberikan rasa aman dan

kepastian hukum.

6) Tanggung jawab. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan menyelesaikan keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7) Kelengkapan sarana dan prasarana. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk sarana teknologi komunikasi dan informatika.

8) Kemudahan akses. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan sarana teknologi komunikasi dan informatika.

9) Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. 10)Kenyamanan. Lingkungan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang

nyaman, bersih, lingkungan yang indah dan sehat dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

5. Asas-Asas Pelayanan Publik

(37)

a. Transparansi. Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangan.

c. Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan ddengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. d. Partisipatif. Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

f. Keseimbangan hak dan kewajiban. Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

6. Standar-standar Pelayanan Publik

Setiap pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan publik seperti tercantum dalam KEPMENPAN No.63 Tahun 2003 antara lain: a. Prosedur pelayanan: dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan

termasuk pengaduan.

b. Waktu penyelesaian: waktu yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan, termasuk pengaduan.

(38)

d. Produk pelayanan: hasil yang diterima sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

e. Sarana dan prasarana: penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai.

f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan: kompetensi ditetapkan berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketermpilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan.

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

Penemuan faktor-faktor lain diluar kapasitas PNS yang terindikasi turut berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik diperkuat oleh pendapat Anderson dan Kypryanou (Asri, 2008:1172), yang antara lain yaitu:

1. Struktur organisasi.

Struktur organisasi merupakan suatu tugas dan pertanggungjawaban, peranan dalam kerja, hubungan antara posisi kerja, dan saluran komunikasi (dengan indikator penempatan karyawan dalam organisasi dan pola pengawasan struktur).

2. Teknologi Organisasi.

Teknologi organisasi merupakan mekanisme untuk merubah masukan mentah menjadi keluaran jadi (dengan indikator tersedianya sarana pelayanan dan peralatan teknis lapangan).

3. Iklim organisasi.

(39)

dan menentukan hubungan antara imbalan dan hukuman (dengan indikator sistem insentif, mental aparat, dan prosedur kerja).

Menurut Hardiyansyah (Asri, 2008: 1174), adapun faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik antara lain:

1. Motivasi kerja birokrasi dan aparatur. 2. Kemampuan aparatur.

3. Pengawasan/kontrol sosial. 4. Perilaku birokrasi/aparatur. 5. Komunikasi.

6. Restrukturisasi organisasi.

Pendapat yang lain juga dikemukakan oleh Pasolong (2010:143), bahwa faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kualitas pelayanan publik antara lain:

1. Struktur organisasi. 2. Kemampuan aparat.

Aparat negara atau aparat pemerintah diharapkan atau dituntut adanya kemampuan baik berupa pengetahuan, keterampilan, serta sikap prilaku yang memadai, sesuai dengan tuntutan pelayanan dan pembangunan.

3. Sistem pelayanan.

(40)

D. Hubungan Kapasitas Pegawai Negeri Sipil dengan Kualitas Pelayanan Publik

Kapasitas merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu, suatu organisasi atau suatu sistem dalam melaksanakan fungsi-fungsinya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mencapai tujuan bersama dalam pembangunan. Kausar dalam Lembaga Administrasi Negara (2007:2) mengemukakan bahwa, berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara, salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan, dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas pemerintah daerah yang memadai.

Soeprapto dalam Ismail (2009), mengatakan bahwa makna penting dari prakarsa

capacitybuilding (pengembangan kapasitas) sebagai upaya membangun kapasitas

pada prinsipnya berupaya menciptakan suatu dynamic complexity (satu kesatuan dinamis) yang harus dikelola pemerintah daerah agar terwujud pemerintahan yang baik melalui pelayanan publik. Selanjutnya Bryant dan White (1982: 30) menyatakan, untuk bisa memberikan pelayanan yang baik, aparat haruslah dikembangkan motivasi dan kapasitasnya. Kegiatan inilah yang disebut pengembangan sumberdaya aparatur, yang meliputi “capacity, equity, empowerment and substainability”.

(41)

kualitas pelayanan publik. Semakin baik kapasitas aparatur tentu akan menunjang pelayanan publik yang semakin baik pula, dengan kesimpulan bahwa peningkatan kapasitas aparatur akan mengurangi tindak patologis dari birokrasi dan mengurangi dampak patologis yang ditimbulkannya sehingga membantu meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik.

E. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan digunakan sebagai acuan serta pembanding antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh H.M. Ismail (Jurnal Administrasi Negara, Volume 6 Nomor 1, Februari 2009) dengan judul “Mekanisme Pengembangan Kapasitas (Capacity Building) Sumberdaya Aparatur di Kabupaten Tulungagung”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,

dengan menggunakan studi kasus. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik analisis data dilakukan melalui tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Hasil dalam penelitian ini mengatakan bahwa mekanisme pengembangan kualitas sumber daya aparatur dalam konteks capacity building selama ini masih didominasi oleh sistem, metode, dan program-program dari pemerintah pusat.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Syahrumsyah Asri (Jurnal Borneo Administrator, Volume 4 Nomor 1 tahun 2008) dengan judul penelitian

“Pengaruh Pengembangan Aparatur Terhadap Kualitas Pelayanan Dan

(42)

Provinsi Kalimantan Timur). Data yang digunakan adalah data primer, metode pengumpulan data melalui wawancara dan kuisioner. Penelitian ini mengambil populasi aparatur di Kantor Samsat Dinas Pendapatan Daerah Kalimantan Timur, dan anggota masyarakat sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan model persamaan struktur dengan uji statistik analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian menemukan bahwa pendidikan, pelatihan, dan pengembangan aparatur memiliki pengaruh terhadap kualitas aparatur; pendidikan, pelatihan, pengembangan, dan kualitas aparatur memiliki pengaruh terhadap kualitas pelayanan; pendidikan, pelatihan, pengembangan, dan kualitas sumberdaya manusia berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; serta kulitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.

F. Kerangka Pikir

Penelitian ini masuk dalam lokus administrasi negara. Dalam penelitian ini fokus ditujukan kepada masalah birokrasi publik khususnya masalah pelayanan kepada masyarakat dimana aparaturnya merupakan pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan dan merupakan faktor penentu berhasil atau tidaknya proses penyelenggaraan pelayanan. Meningkatkan mutu penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan terhadap masyarakat menjadi bahan pemikiran yang penting dalam rangka mencapai tujuan nasional, untuk itu diperlukan adanya sumber daya aparatur dalam hal ini pegawai negeri sipil yang memiliki kapasitas dan kualitas yang memadai.

(43)

satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan, dengan demikian dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas pemerintah daerah yang memadai. Lebih lanjut Pratiwi (2007) menyatakan, jika kapasitas yang dimiliki oleh aparatur (pegawai negeri sipil) baik, maka kualitas pelayanan publik akan baik pula, dengan kesimpulan bahwa peningkatan kapasitas aparatur akan mengurangi tindak patologis dari birokrasi dan mengurangi dampak patologis yang ditimbulkannya sehingga membantu meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Pegawai negeri sipil dituntut untuk mampu memaksimalkan kapasitas potensial yang dimilikinya, kemudian diaplikasikan secara langsung ke dalam ketugasan pokok dan fungsi mereka sebagai sosok pelayan yang responsif terhadap keinginan, keperluan atau kebutuhan para pelanggannya baik internal maupun eksternal.

Bryant dan White (1982:30) mengatakan bahwa, untuk bisa memberikan pelayanan yang baik, aparat haruslah dikembangkan motivasi dan kapasitasnya. Kegiatan inilah yang disebut pengembangan sumberdaya aparatur, yang meliputi “capacity, equity, empowerment and substainability”. Soeprapto dalam Ismail

(2009), juga mengatakan bahwa makna penting dari prakarsa capacity building

(44)

Menurut Soeprapto (2010:29), untuk mengetahui sejauh mana kapasitas yang dimiliki oleh seorang aparat, dalam konteks sumber daya manusia ini hendaknya difokuskan pada pengembangan; (1) ketrampilan dan keahlian, (2) wawasan dan pengetahuan, (3) bakat dan potensi, (4) kepribadian dan motif bekerja, serta (5) moral dan etos kerjanya. Oleh karena itu, peneliti memilih kelima indikator tersebut untuk mengukur kapasitas sumber daya aparatur atau Pegawai Negeri Sipil. Kemudian untuk mengukur kualitas pelayan publik, peneliti menggunakan dimensi service quality (kualitas layanan) yang dikemukakan oleh Zeithaml-Pasuraman-Berry (Pasolong, 2010:135) yang mencakup: reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (keyakinan), emphaty (empati), serta

tangible (wujud).

Supaya lebih memudahkan pembaca memahami apa yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dilihat bagan kerangka pikir berikut ini:

(45)

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : α = 0 Kapasitas pegawai negeri sipil tidak berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik.

Hi : α ≠ 0 kapasitas pegawai negeri sipil berpengaruh terhadap kualitas pelayanan

(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe explanatory research. Singarimbun dan Effendi (2006:4) menjelaskan explanatory research

yaitu penelitian yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa yang dirumuskan atau sering kali disebut sebagai penelitian penjelas. Penelitian ini memiliki tingkat yang tinggi karena tidak hanya mempunyai nilai mandiri maupun membandingkan tetapi juga berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan juga mengontrol suatu gejala dengan pendekatan kuantitatif.

(47)

B. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan definisi akademik atau yang mengandung pengertian universal untuk suatu kata atau kelompok kata. Pemaknaan dari konsep yang digunakan sehingga mempermudah peneliti untuk mengoperasionalkan konsep tersebut di lapangan. Adapun definisi konseptual pada penelitian ini adalah:

1. Kapasitas Pegawai Negeri Sipil (Variabel X)

Kapasitas Pegawai Negeri Sipil adalah kemampuan yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif, efisien dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan bersama dalam pembangunan.

2. Kualitas Pelayanan (Variabel Y)

Kualitas pelayanan adalah suatu kondisi dinamis yang berhungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

C. Definisi Operasional

(48)

Tabel 2. Definisi Operasional

No. Variabel Konsep Variabel Indikator

1. Kapasitas Pegawai Negeri Sipil (Variabel X)

Kapasitas Pegawai Negeri Sipil adalah kemampuan yang dimiliki oleh PNS untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif, efisien dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan

Kualitas pelayanan adalah suatu kondisi dinamis yang berhungan dengan produk, jasa, manusia, proses,

Lokasi penelitian adalah tempat dimana objek penelitian dapat ditemukan. Lokasi penelitian yang diambil pada penelitian ini bertempat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro. Lokasi ini dipilih karena Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan salah satu dinas yang memberikan fungsi pelayanan dasar bagi masyarakat.

E. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

(49)

pelayanan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro selama tahun 2011 yang berjumlah 10.960 orang. (Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Metro)

2. Sampel

Bila populasi dalam suatu penelitian berjumlah besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012:91). Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu rumus Krejcie dan Morgan.

Keterangan:

S = jumlah sampel N = jumlah populasi P = proporsi populasi (0,5) d = derajat ketelitian (0,1)

(50)

Berdasarkan rumus tersebut, maka sampel dalam penelitian ini adalah:

S = 95

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 95 warga Kota Metro yang mengakses pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tahun 2011.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik multistages cluster random sampling. Penarikan sampel dilakukan dengan cara membuat undian nama-nama kecamatan yang terdapat di Kota Metro, kemudian memilihnya secara acak. Kecamatan yang terpilih dari 5 kecamatan yang ada di Kota Metro adalah Kecamatan Metro Utara. Tahap selanjutnya dapat kita lakukan dengan cara yang sama pula yaitu memilih secara acak berdasarkan kelurahan yang terdapat di Kecamatan Metro Utara, dan kelurahan yang terpilih adalah Kelurahan Banjarsari. Cara yang sama pula dilakukan untuk menentukan Rukun Tetangga (RT) mana yang akan dipilih di wilayah Kelurahan Banjarsari, dan RT yang terpilih adalah RT 07 dan RT 24.

F. Teknik Pengumpulan Data

(51)

dijawab. Guna mempermudah pengolahan dan pengukuran data, jawaban dari responden diberi skor atau nilai. Pada penelitian ini pengukuran skor menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala Likert menjabarkan variabel yang akan diukur menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Pertanyaan pada kuesioner memiliki 5 alternatif jawaban, sehingga responden hanya memilih dari alternatif tersebut. Lima alternatif jawaban tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Interpretasi Skor Jawaban

Skor Keterangan Skor

5 Sangat setuju

4 Setuju

3 Netral

2 Tidak setuju

1 Sangat tidak setuju

(Sumber: Sugiyono, 2012:108)

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah mengumpulkan data dari lapangan, maka tahap selanjutnya adalah mengadakan pengolahan data dengan teknik-teknik sebagai berikut:

a. Editing

(52)

meliputi kelengkapan jawaban, kejelasan tulisan, dan kesesuaian jawaban yang satu dengan yang lainnya.

b. Koding

Pada tahap koding dilakukan kategori-kategori tertentu dari data-data yang diperoleh melalui angket/kuisioner yang disebar kepada 95 responden. Tahap ini meliputi pemberian tanda atau simbol dari data yang telah di edit sehingga dapat dikelompokkan dalam masing-masing variabel yang ditentukan.

c. Tabulasi

Tabulasi adalah mengelompokkan jawaban-jawaban dari angket/kuisioner yang disebar kepada 95 responden secara teratur dan sistematis untuk kemudian dihitung berapa banyak yang masuk ke dalam suatu kategori yaitu membuat tabel tunggal.

H. Teknik Pengujian Instrumen Penelitian

Pengujian instrumen penelitian meliputi dua hal yaitu pengujian validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas ini, berkaitan dengan pengukuran yang cenderung keliru. Uji validitas dan reliabilitas diperlukan sebagai upaya untuk memaksimalkan alat ukur, agar kecenderungan kekeliruan dapat diperkecil.

1. Uji Validitas

(53)

menggunakan koevisien korelasi product moment dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Rxy : koefisien korelasi antara x dan y

X : jumlah skor dari masing-masing (faktor yang mempengaruhi) Y : jumlah skor dari seluruh (skor total)

N : banyaknya variable sample yang dianalisis (Sumber: Sugiyono, 2012: 182)

Dimana bila nilai r hitung > r tabel, maka angket valid, dan sebaliknya bila nilai r hitung < r tabel, maka angket tidak valid. Hasil uji validitas instrumen menggunakan teknik korelasi person dengan program SPSS 16.

(54)

Tabel 4. Nilai Uji Validitas Instrumen Penelitian

(Sumber: hasil olah kuisioner, 2013)

(55)

nilai r hitung > r tabel (1,996). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa keseluruhan item dinyatakan valid dan dapat diuji untuk proses selanjutnya.

2. Uji Reliabilitas

Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliable jika pengukuran konsisten dan akurat. Jadi uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Adapun rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah koefisien Alfa Cronbach.

Keterangan:

r11 : reliabilitas instrumen/koefisien alfa k : banyaknya butir soal

a : total variasi

a : nilai variasi tiap-tiap butir

N : jumlah responden

(Sumber: Suharsimi dalam Abdurahman, 2007: 37)

Reliabel berarti dapat dipercaya jadi dapat diandalkan. Instrumen dapat dikatakan reliabel jika memiliki koefisien keandalan reliabilitas sebesar 0,6 atau lebih. Apabila penguji reliabilitas instrumennya menggunakan program SPSS 16 maka kriterianya adalah nilai α butir < α total maka angket dinyatakan reliabel. Untuk

(56)

Tabel 5. Indikator Tingkat Reliabilitas

No. Tingkat Reliabilitas Nilai Reliabilitas

1. 0.80 – 1.000 Sangat Tinggi

Tabel 6. Nilai Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Instrumen Nilai Alpha Reliabilitas

Pengetahuan 0,797 Reliabel

Keterampilan 0,789 Reliabel

Bakat 0,710 Reliabel

Motif Kerja 0,886 Reliabel

Moral 0,848 Reliabel

Keandalan 0,834 Reliabel

Daya Tanggap 0,853 Reliabel

Keyakinan 0,662 Reliabel

Empati 0,847 Reliabel

Bukti Fisik 0,768 Reliabel

(Sumber: hasil olah kuisioner, 2013)

I. Teknik Analisis Data

(57)

data yang diperoleh dari sampel (statistik). Statistik dapat dibagi menjadi dua, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial.

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif menurut Sugiyono (2012:169) adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Termasuk data deskriptif dalam penelitian ini antara lain adalah mean, standard error of mean, median, mode, standard deviation, variance, range, maximum, dan minimum. Tujuan analisis statistik deskriptif ini untuk memberikan gambaran mengenai data-data yang didapat dari angket yang bersifat menggambarkan karakteristik tertentu dari responden dan mengklasifikasikan nilai kategorisasi rata-rata.

Tabel 7. Klasifikasi Nilai Kategorisasi Rata-Rata

Nilai Kategori

(58)

memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Dasar pengambilan keputusan adalah:

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka regresi memenuhi asumsi normalitas.

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis, maka regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. (Santoso, 2000:214).

3. Statistik Inferensial.

Sugiyono (2012:143) mengatakan bahwa statistik inferensil adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan hasilnya diberlakukan untuk populasi dimana sampel diambil. Pemberlakuan bagi populasi ini biasa disebut juga penggeneralisasian. Generalisasi adalah penarikan kesimpulan dari data statistik dengan melakukan pengujian hipotesis, permodelan hubungan, prediksi, dan lain sebagainya.

3.1. Analisis Regresi Linear Sederhana

Dalam menentukan analisis persamaan regresi linear sederhana dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y, maka peneliti menggunakan rumus persamaan regresi linear sederhana, dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Y2 : nilai yang diprediksikan

X : nilai variabel independen (bebas) a : konstanta atau jika nilai X=0

(59)

b : koefisien regresi

e : error term (standar error)

(Sumber: Sugiyono, 2012:237)

J. Uji Hipotesis

Dalam menguji hipotesis apakah terdapat pengaruh signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan statistik parametrik analisis linear sederhana atau tunggal. Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis menggunakan uji t statistik dan uji F statistik.

1. Uji t - statistik

Uji t-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh antara variabel bebas secara varsial terhadap variabel terikat, maka dilakukan pengujian keberartian masing-masing koefisien masing-masing regresi dengan menggunakan uji t – statistik sebagai berikut:

Keterangan: t : nilai uji t r : nilai korelasi n : besarnya sampel

(Sumber: Sugiyono, 2012: 214) t =

r n r

(60)

Untuk mengetahui hasil hipotesis apakah H0 diterima atau ditolak, maka perlu dibandingkan antara t hitung dengan t tabel. Hasil pengujian t-statistik menggunakan program SPSS 16. Apabila hasil penghitungnya dari:

1) Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak 2) Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima

2. Uji F Statistik

Uji f statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Keterangan:

R : koefisien korelasi n : jumlah anggota sampel k : jumlah variabel independen

(Sumber: Sugiyono, 2012:192)

(61)

1) Jika nilai Fhitung < Ftabel maka Ho diterimadan Ha ditolak. Sebaliknya jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

(62)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan mengenai pengaruh kapasitas PNS terhadap kualitas pelayanan publik, peneliti mengambil kesimpulan bahwa kapasitas PNS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan publik, dengan mengabaikan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kualitas pelayanan publik.

B. Saran

Berdasarkan uraian dalam pembahasan dan kesimpulan mengenai pengaruh kapasitas PNS terhadap kualitas pelayanan publik, peneliti ingin memberikan saran bagi pemerintah khususnya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Kota Metro, sebagai berikut:

1. Perlu adanya pendidikan dan latihan (diklat) tentang motivasi pegawai agar lebih meningkatkan motif kerja PNS.

2. Diperlukan pendidikan dan latihan (diklat) tentang etika dalam memberikan pelayanan agar meningkatkan moral PNS

3. Diperlukan pendidikan dan latihan (diklat) mengenai prinsip-prinsip pelayanan prima yang dikembangkan berdasarkan prinsip 3A yaitu: attitude

(63)

reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), serta emphaty

(empati).

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Asri, Syahrumsyah. 2008. Pengaruh Pengembangan Aparatur Terhadap Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Pelanggan (Studi pada Kantor Samsat Dinas

Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Timur). Jurnal Borneo

Administrator. Volume 4 Nomor 1 Tahun 2008.

Bratakusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin. 2004. Otonomi

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan

Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hadi, Sutrisno. 1998. Metode Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Ismail. 2009. Mekanisme Pengembangan Kapasitas (Capacity Building)

Sumberdaya Aparatur Di Kabupaten Tulungagung. Jurnal Administrasi

Negara. Volume 6 Nomor 1 Februari 2009. Tulungagung: Universitas Tulungagung.

Lembaga Administrasi Negara. 2007. Modul 1. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Diklat Teknis Manajemen dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia (Human Resource Management and Development).

Kaho, Josef Riwu. 2001. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Pratiwi, Wulan. 2007. Tesis. Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Aparatur Birokrasi Terhadap Peningkatan Pelayanan Publik Di Era Otonomi Daerah (Sebuah Kajian Terhadap Kebijakan Pengangkatan Tenaga

Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2005-2009).

(65)

Santoso, Pandji. 2009. Administrasi Publik – Teori dan Aplikasi Good

Governance. Bandung: Revika Aditama.

Santoso, Singgih. 2000. Mengolah Data Statistik secara Profesional Edisi ke-2.

Jakarta: Gramedia.

Sarwono, Jonathan. 2012. Metode Riset Skripsi Pendekatan Kuantitatif

Menggunakan Prosedur SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Sinambela, Lijan P. 2007. Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Soeprapto, Riyadi. 2010. Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju

Good Governance (The Capacity Building For Local Government),

diunduhdari: http://mages.opayat.multiply.multiplycontent.com Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sulistio, Eko. 2009. Birokrasi Publik. Metro: STISIPOL Dharma Wacana.

Surjadi. 2009. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Utoyo, Bambang dan Novita Tresina. 2004. Buku Ajar Manajemen Pelayanan

Publik. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Wibowo. 2008. manajemen Kinerja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Yudoyono, Bambang. 2001. Otonomi Daerah: Desentralisasi dan

Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Sumber Lain:

(66)

1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggraan Pelayanan Publik.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasaan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 mengenai Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

Gambar

Tabel 1. Survei Integritas Layanan Publik Terendah di 10 Pemerintahan Kota di Indonesia Tahun 2011
Tabel 2. Definisi Operasional
Tabel 3. Interpretasi Skor Jawaban
Tabel 4. Nilai Uji Validitas Instrumen Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kadar Logam Impregnasi 0% Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa variasi waktu reaksi dapat mempengaruhi perolehan yield biodiesel yang dihasilkan pada reaksi

Alat yang dirancang sudah dapat menampilkan tingkat kebisingan dalam suatu ruangan yang diukur dalam satuan dB yang ditampilkan dalam display dot matrik dengan

Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa hanya variabel keamanan kerja yang memiliki pengaruh negatif terhadap perpindahan kerja karyawan, sedangkan untuk

Pemberdayaan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang Mandiri 47 Substitusi yang berupa frasa satu sama lain mengacu pada seseorang untuk beradaptasi. Dalam

Tujuan akhir dari penelitian adalah mendeskripsikan penerapan strategi pemasaran yang dilakukan baik sekarang maupun rencana ke depan PT Telkom Kandatel

Penelitian tentang nilai perusahaan menarik untuk diteliti karena berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya masih ditemukan hasil-hasil penelitian yang hasilnya

Penelitian ini berjudul : Studi Deskriptif terhadap Kualitas Pelayanan Publik Dalam Pengurusan Administrasi Kependudukan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

Perilaku Birokrasi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik : Studi Pada Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Denpasar (Tesis). Magister Administrasi