• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYADAPAN TELEPON DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA ( HAM )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYADAPAN TELEPON DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA ( HAM )"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENYADAPAN TELEPON DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA ( HAM )

Oleh

FAUZAN WARGANEGARA

Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian yang mempergaruhi lahirnya suatu pembangunan nasional, hal ini telah membawa perkembangan kemajuan Teknologi guna pengungkapan suatu tindak pidana yang di lakukan dengan cara penyadapan jaringan telekomunikasi yang membantu aparat penegak hukum melakukan penyelidikan kasus yang sangat sulit di buktikan apabila tidak di lakukan penyadapan, permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apa sajakah dasar hukum dalam melakukan Penyadapan telepon. (2) Apakah Penyadapan Telepon Dalam Penyelidikan Tindak Pidana melanggar HAM. (3) Apakah ada batasan-batasan dalam melakukan Penyadapan Telepon dalam Penyelidikan Tindak Pidana. Untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada maka data tersebut perlu dianalisis Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang penulis lakukan dalam bentuk usaha mencari kebenaran dengan melihat Asas-asas yang terdapat dalam berbagai peraturan undang-undang yang menunjang terutama yang berhubungan dengan Penyadapan dan Hak Asasi Manusia.Penelitian normatif dilakukan terhadap bahan-bahan bacaan, dasar hukum dan konsep-konsep hukum.

(2)

a.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.c.Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Anti Terorisme. d.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. e.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Trasnsaksi Elektronik. f. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. (2) Penyadapan telepon untuk keperluan penyelidikan tindak pidana tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), selama hanya untuk keperluan penyelidikan yang memerlukan bukti-bukti yang kuat. Penyadapan dapat di lakukan hanya kepada orang-orang tertentu yang di duga terlibat atau di curigai melakukan tindak pidana, misalnya Korupsi, psiktropika, narkotika, dan terorisme. (3) Batasan dalam Penyadapan Telepon antara lain Harus atas izin dan perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Upaya penyadapan jaringan telepon, tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, dalam hal ini harus memberikan tebusan ke mentri komunikasi dan informatika.

(3)

PENYADAPAN TELEPON DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA (HAM)

(Skripsi)

Oleh:

FAUZAN WARGANEGARA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR ISI

C. Pengaturan Penyadapan Telepon Berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik... 18

D. Asas Legalitas...……... 18

E. Pengertian HAM...……….... 22

F. Pengaturan tentang larangan melakukan penyadapan dalam undang-undang... 24

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN ………. 27

A. Pendekatan Masalah ………... 27

B. Sumber dan Jenis Data ………... 27

C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data …………... 29

(5)

DAFTAR PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31 A. Dasar Hukum dalam Melakukan Penyadapan Telepon Untuk

Keperluan Penyelidikan... 31 B. Analisi Penyadapan Telepon Dalam Penyelidikan Tindak

Pidana Di Pandang Dari Hak Asasi Manusia... 43 C. Batasan- Batasan Dalam Melakukan Penyadapan Telepon

Dalam Penyelidikan Tindak Pidana... 48

DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

St, Hamid. Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Pustaka Dua, Surabaya. Saydam, gouzali.1993. Sistem Telekomunikasi, Djambatan, Jakarta.

Soerjono, soekanto. 1983, Penegakan Hukum, BPHN dan Bina Cipta, Jakarta. KUHP dan KUHAP

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

http://yuhendra blog. Wordpress.com/ 2008 : 07

http://www.one.indoskripsi.com. Sejarah telekomunikasi diakses 22/1/09 jam 21:30

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 2004. KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta.

Husin, Sanusi. 1991, Penuntun Praktis Penyusunan Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung, Bandar Lampung.

Singarimpun, Masri. 1987. Pathologi. Balai Pustaka, Jakarta.

Soekanto, Soerjono 1984. Teoritis Hukum Dalam Masyarakat, Rajawali, Jakarta. --- 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 2004. KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta.

Husin, Sanusi. 1991, Penuntun Praktis Penyusunan Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung, Bandar Lampung.

Singarimpun, Masri. 1987. Pathologi. Balai Pustaka, Jakarta.

Soekanto, Soerjono 1984. Teoritis Hukum Dalam Masyarakat, Rajawali, Jakarta. --- 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penyusunan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung, Bandar Lampung.

Hamzah, Andi. 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta. Universitas Lampung. 2005. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas

Lampung, Bandar Lampung.

---. 2004. KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta, Jakarta.

Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika RI No. 23/M.Kominfo/10/2005. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/10/tgl/11/time/1 33354/idnews/693405/idkanal/10.

http://www.radarlampung.co.id/web/opini/2537-penyadapan-kemajuan-atau-kemunduran.html.3:2010

(10)
(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perubahan hukum baru. Perkembangan teknologi informasi yang pada awalnya hanya terbatas pada alat penghitung kemudian berevolusi dari waktu ke waktu dengan adanya penemuan dan penciptaan telepon oleh Alexander Graham Bell yang menjadi sarana telekomunikasi pertama yang tidak memerlukan keahlian khusus untuk menggunakannya, namun dengan kabel-kabel dan satelit-satelit telepon menjadi sarana telekomunikasi yang murah dan berhasil digunakan di seluruh dunia sehingga diyakini akan menjadi alternatif utama bagi penyenggaraan seluruh aspek kehidupan manusia, dan cara baru ini dipilih karena teknologi informatika yang berkarakteristik lintas-batas ditingkat nasional maupun global (borders world) akan dapat meningkat efesiensi dan kecepatan penyenggaraan kehidupan manusia.

(12)

menjadi semakin canggih yakni dengan ditemukannya telepon tanpa kabel yang lazim diesebut dengan telepon genggam atau hand phone (HP). Hand phone merupakan suatu terobosan baru yang merupakan suatu menjadi bukti dari para ahli di bidang teknologi informasi sebagai sebuah penemuan dan penciptaan terbesar pada abad ini. Dengan teknologi ini, telah tercipta sebuah alat komunikasi yang murah namun berkemampuan tinggi dengan berbagai sistem yang semula dianggap mustahil dapat diwujudkan seperti bentuk telepon yang tidak menggunakan kabel dan dalam penggunaanya dapat dipindahkan dan digunakan dari satu tempat ke tempat lain selama ada sinyal yang mendukung di tempat tersebut. Tidak ketinggalan juga seiring dengan perkembangan internet dan komputerisasi, telepon seluler atau sering juga disebut sebagai telepon mobil nirkabel, ponsel, wairres HP lahir dengan berbagai jenis yang terus berkembang dengan pesat sehingga menambah income bagi dunia bisnis yang bergerak dibidang telekomunikasi. (http://www.one.indoskripsi.com. 3 : 2010)

(13)

Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.Istilah lain yang digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law).

Pemanfaatan Teknologi bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat saja, tetapi juga sangat membantu aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus yang sedang terjadi.Biasanya apara penegak hukum tersebut menggunakan sistem penyadapan, Misalnya kasus korupsi yang kita sering dengar adalah penyadapan yang dilakukan oleh Jaksa Agung untuk mencari bukti - bukti bahwa si pelaku kejahatan melakukan kontak dengan orang-orang yang berhubungan dengan kasus tersebut.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hukum Pidana.Oleh karena itu pemerintah perlu mendukung perkembangan Teknologi melalui inprastruktur hukum dan pengaturannya, sehingga pemanfaatan teknologi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan norma-norma di masyarakat indonesia pada khususnya.

(14)

melakukan penyadapan oleh KPK di atur dalam Pasal 12 Ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi berisi : Pasal 12 Ayat (1) :

(1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

Penyidik berhak membuka akses, memeriksa dan membuat salinan data elektronik, jika data tersebut berhubungan atau diduga berkaitan dengan perkara pidana yang sedang diselidiki dan harus di sesuaikan dengan KUHAP. Penyidik membuka akses, memeriksa dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam file computer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya jika data tersebut di duga keras mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.

Penggunaan alat bukti berupa alat penyadap dan rekaman video sebenarnya telah diterapkan di dalam kasus Bom Bali I, 2002 lalu. Dalam menggunakan alat bukti ini penyidik merujuk pada Pasal 27 Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menentukan Bahwa :

Pasal 27

Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi :

(15)

b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atauyang serupa dengan itu; dan

c. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada : 20%C2%AB.htm. Alat Bukti Elektronik Kian Mendapat Tempat, Juli 11, 2006). Alat-alat bukti yang berupa penyadapan dan video ini, para penyidik menggunakan Pasal 27 Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) belum di atur tentang penindakan Terhadap kejahatan jenis kedua (Penyadapan).

(16)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 21 berisi ”setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan karena

itu tidak boleh menjadi obyek penelitian tanpa persetujuannya itu. Menjadi obyek penelitian adalah kegiatan menepatkan seseorang sebagai yang di mintai komentar, pendapat atau keterangan yang menyangkut kehidupan pribadi dan data- data pribadinya serta direkam gambar dan suaranya.

Sebenarnya aktifitas sadap menyadap adalah suatu tindakan ilegal yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Penyadapan hanya boleh dilakukan setelah mendapatkan izin oleh jaksa atau polisi dengan tembusan ke Menteri Komunikasi. ( http://yuhendra blog. Wordpress.com/ 2008 : 07 ).

Kewenangan untuk menentukan apakah informasi yang dikelola oleh negara merupakan informasi rahasia atau tidak juga tidak diatur secara tegas sehingga kewenangan tersebut menjadi sepenuhnya ditentukan oleh pejabat publik yang bersangkutan. Tiadanya definisi dan parameter yang jelas mengenai infomasi yang dirahasiakan berdampak pada suatu kondisi dimana pejabat publik atau setiap orang dengan mudahnya memberikan klasifikasi rahasia negara terhadap berbagai informasi yang berada dalam kekuasaannya. Kondisi ini bertambah parah ketika orang tersebut menetapkan suatu informasi menjadi rahasia tanpa parameter yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.

(17)

merupakan ancaman bagi Hak Asasi Manusia. Dengan dalih rahasia, tidak jarang informasi tersebut disalah gunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. dikhawatirkan akan menggangu keyamanan Pribadi, sehingga dapat menjerat siapa saja yang ingin mendapatkan informasi di lingkungan kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Berdasarkan ketertarikan penulis terhadap uraian di atas, maka penulis mengangkatnya guna penyusunan skripsi yang di beri judul “Penyadapan Telepon Dalam Penyelidikan Tindak Pidana Di Tinjau Dari Hak

Asasi Manusia ( HAM )

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Apa sajakah dasar hukum dalam melakukan Penyadapan Telepon ?

b. Apakah Penyadapan Telepon Dalam Penyelidikan Tindak Pidana melanggar HAM ?

c. Apakah ada batasan-batasan dalam melakukan Penyadapan Telepon dalam Penyelidikan Tindak Pidana ?

2. Ruang Lingkup

(18)

Penyadapan Telepon, dan di batasi pada penelitian hukum mengenai Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Dasar hukum dalam melakukan Penyadapan Telepon untuk keperluan Penyelidikan Tindak Pidana.

b. Penyadapan telepon untuk keperluan penyelidikan tindak pidana itu melangar Hak Asasi Manusia (HAM) atau tidak.

c. Batasan - batasan dalam melakukan Penyadapan Telepon.

2. Kegunaan a. Secara teoritis

Penulisan skripsi ini digunakan untuk menambah pengetahuan dalam pengkajian ilmu hukum yang diharapkan memberi manfaat bagi perkembangan ilmu hukum Pidana. b. Secara praktis

(19)

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abtraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang ada pada dasarnya untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti. (Soerjono Soekanto, 1984 : 123).

Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 125).

Asas legalitas pada dasarnya menghendaki perbuatan yang dilarang harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, peraturan tersebut harus ada sebelum perbuatan yang dilarang itu dilakukan. Tetapi, adagium nullum delictum,nulla poena

sine praevia lege poenali telah mengalami pergeseran, seperti dapat dilihat dalam

Pasal 1 KUHP berikut ini :

1. Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

2. Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi

berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang undangan.

(20)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (HAP) hanya mengatur macam-macam tindakan penyidikan antara lain penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat (Bab V HAP). Tindakan penyadapan telepon baru muncul di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagai salah satu cara penyidikan atau penyelidikan tindak pidana korupsi (Tipikor). Dalam hal ini nilai HAM yang harus kita hormati, yang tidak bersalah tidak harus jadi korban penyadapan telepon, karena penyadapan telepon sama saja memasuki kehidupan pribadi seseorang.

2. Konseptual

Kerangka konseptual, merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah (Soerjono Soekanto, 1986 : 32).

Dalam konseptual ini penulis menguraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini.

Uraian ini ditujukan untuk memberikan kesatuan pemahaman yaitu :

(21)

b. Tindak Pidana adalah Setiap perbuatan yang dapat dipidana yang diatur dalam ketentuan menurut undang- undang. (Undang-Undang Nomor 1 KUHP)

c. Penyadapan atau intersepsi adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/ atau mencatat transmisi informasi elektronik dan atau Dokumen elektronik yang bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti elektromagnetis atau Radio (Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008).

d. Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik , termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic

data iterchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,

telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda angka, kode akses, simbol, atau perforasi

yang telah di olah yang memilik arti atau daoat di pahami oleh orang yang mampu memahaminya. (Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008). e. Telepon adalah perangkat yang di gunakan oleh manusia sebagai alat atau

penghubung, pegirim dan penerima suara atau komunikasi dari jarak jauh.Alat telekomunikasi yang di temukan oleh Alexander Graham bell tahun 1870 yang berupa setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk yang suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, Radio atau sistem elektromagnetik lainya (Gauzali Saydam, 1993: 9).

(22)

kelompok orang yang di jamin oleh undang – undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhwatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum

yang adil dan yang benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999).

g. Menjadi objek penelitian dalam Undang-undang Penjelasan Pasal 21 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah kegitan menepatkan seseorang sebagai di mintai komentar, pendapat yang menyangkut kehidupan pribadi dan data-data pribadinya serta di rekam gambar dan suaranya.

E. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang akan menguraikan mengenai latar belakang perkembangan, serta penggunaan penyadapan alat telekomunikasi di tinjau dari Hak Asasi Manusia (HAM), ruang lingkup penelitian, tujuan, kegunaan penulisan, kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(23)

telepon, Hak asasi manusia, dan peraturan tentang penyadapan telepon yang sah, serta yang di harap dapat mempermudah menjawab permasalahan- permasalahan yang ada.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat metode penelitian yang meliputi pendekatan masalah, sumber data, jenis data, populasi, sampel, cara pengumpulan data, dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan penjelasan dan pembahasan penyadapan telepon dalam penyelidikan tindak pidana ditinjau dari hak asasi manusia. karena pada bab ini memberi jawaban apa dasar hukum dan sahkah Penyadapan itu bila di gunakan untuk kepentigan pembuktian Perkara Pidana.

V. PENUTUP

(24)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penyadapan dan Telepon

1. Pengertian penyadapan

Penyadapan atau intersepsi adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan atau mencatat transmisi informasi elektronik dan atau Dokumen elektronik yang bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti elektromagnetis atau Radio (Penjelasan Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008).

Pengertian penyadapan juga di atur dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yaitu kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah. Pada dasarnya informasi yang di miliki oleh seseorang adalah hak

pribadi yang harus di lindungi sehingga penyadapan harus di larang (Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999,)

(25)

Penyadapan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

a) Penyadapan oleh perusahaan telekomunikasi.

Aktivitas penyadapan ini hanya dapat dilakukan oleh tim penyelidik untuk kasus tindakan pidana tertentu, yang tuntutannya 5 tahun lebih, seumur hidup atau tuntutan mati.

b) Penyadapan Telepon Rumah Analog.

Cara yang paling mudah yaitu menggunakan spliter, alat sederhana yang biasa dipakai untuk memparalel telepon rumah. Kabel cabang spliter yang dipasang pada telepon target, disambungkan penyadap ke tape recorder, komputer ataupun perangkat sejenis untuk merekam pembicaraan.

c) Penyadapan Telepon Rumah Digital.

Penyadapan biasanya mempergunakan alat kecil yang disebut bug. Bug mengirimkan data menggunakan frekuensi radio ke receiver penyadap. Bug memiliki dua kaki yang dipasang pada gagang telepon

d) Software Pengintai.

(26)

e) Handphone Pengintai.

Pihak penyadap dapat melakukan panggilan secara diam-diam kehandphone target, tanpa terlihat tanda apapun pada layar handphone. Penyadap dapat mendengarkan pembicaraan dan suara yang terjadi disekeliling target. Kegiatan ini hanya dapat dilakukan oleh nomor telpon penyadap.

( http://yuhendra blog. Wordpress.com/ 2008 : 07 )

2. Pengertian Telepon

Telekomunikasi merupakan salah satu hasil teknologi, yang pada awalnya melakukan komunikasi dengan cara verbal dengan yaitu dengan cara berteriak.Penemuan teknolgi di mulai dari satu abad yang lalu.Teknologi berkembang dari riset ilmiah yang dilakukan banyak ilmuan.Dewasa ini, penemuan Teknologi banyak di lakukan oleh tim riset dari beberapa organisasi bisnis, universitas-universitas dan organisasi nirlabe. Setiap teknologi baru biasanya menggantikan teknologi yang sudah tua. Penemuan di bidang teknologi dapat memberikan kemudahan - kemudahan bagi kita. Kondisi ini lalu mendorong di kembangkanya teknolgi komunikasi yakni telepon.

Pesawat telepon dikenal sebagai salah satu sarana telekomunikasi yang sangat berguna dan merupakan alat komunikasi pertama dalam sejarah perkembangan telekomunikasi.

(27)

Alat telekomunikasi yang di temukan oleh Alexader Graham Bell tahun 1870 yang berupa setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya.Di samping itu, David B, Huges menciptakan mikropon dan thomas alfa edison menemukan kumparan induksinya, dengan ketiga penemuan tersebut, maka komunikasi percakapan melalui kawat antara dua tempat yang berjauhan berhasil dapat di lakukan ( Gauzali saydam, 1993 : 19 ).

B. Pengertian Penyelidikan dan Tindak Pidana

1. Pengertian Penyelidikan

Penyelidikan adalah setiap pejabat polisi Republik Indonesia ( KUHAP Bab IV Pasal 4 ) yang mempunyai wewenang mencari barang bukti dan

keterangan, serta atas perintah Penyidik dapat melakukan pemeriksaan, penyitaan, penggeledahan, mengambil sidik jari, membawa seseorang menghadap penyidik, serta menyampaikan hasil penyelidikan.

2. Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.

(28)

C. Pengaturan Penyadapan Telepon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Dalam mencapai penegakan hukum yang baik, maka beberapa peraturan perundang-undangan yang di gunakan sebagai landasan penegakan hukum adalah :

1. Undang-Undang Dasar 1945.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ).

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

D. Asas Legalitas

Asas legalitas pada dasarnya menghendaki :

(i) Perbuatan yang dilarang harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan,

(ii) Peraturan tersebut harus ada sebelum perbuatan yang dilarang itu dilakukan. Tetapi, adagium nullum delictum, nulla poena sine praevia

lege poenali telah mengalami pergeseran, seperti dapat dilihat dalam

(29)

(1) Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

(2) Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang undangan.

(4) Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat

(5) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa.

Sebagian ahli hukum pidana menganggap bahwa pengaturan tersebut merupakan perluasan dari asas legalitas, tetapi sebagian lagi menganggap pengaturan tersebut sebagai kemunduran, terutama bunyi Pasal 1 ayat (3). Akibatnya, timbul perdebatan di antara para yuris Indonesia, bahkan yuris Belanda. Perdebatan ini seolah mengulang perdebatan lama ketika Kerajaan Belanda akan memberlakukan KUHP di Hindia Belanda, yaitu apakah akan diberlakukan bagi seluruh lapisan masyarakat di Hindia Belanda atau tidak. Namun, Van Vollenhoven menentang keras jika KUHP diberlakukan juga kepada pribumi.

(30)

RKUHP tidak memberikan batasan yang jelas hukum yang mana yang diterapkan mengingat bahwa setiap komunitas mempunyai hukum yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Apabila dalam hukum yang hidup dalam masyarakat itu tercakup juga hukum adat, RKUHP tidak menentukan dengan jelas siapa yang dimaksud ndengan masyarakat adat, tidak ada batasan-batasan yang pasti dan rinci. Hal ini menjadikan setiap orang bisa saja menganggap dirinya sebagai masyarakat adat sehingga ia dapat menolak atau mengubah ketentuan hukum yang seharusnya berlaku baginya. RKUHP juga belum memberikan lingkup keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat ini, misalnya wilayah geografis. Dalam Pasal 1 Ayat (4) disebutkan bahwa : Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan/atau prinsip-prinsi hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa. Pada dasarnya pasal ini hendak membatasi pemberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat. Tidak semua hukum yang hidup dalam masyarakat dapat diterapkan kecuali:

(i) sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; dan

(31)

Lex temporis delictie atauAsas legalitas : “yang berarti tiada suatu perbuatan dapat di pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”.

Pasal 1 (1) KUHP bermakna :

1. Lex Certa, harus ada peraturan sebelum ada perbuatan

2. Non retroaktif, undang-undang tidak berlaku surut

3. Undang-undang dalam hukum pidana tidak boleh di analogikan

Pengecualiannya ada pada Pasal 1 (2) KUHP : “bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya”.

Adanya perubahan perundang-undangan, disini terdapat 3 teori ;

a. Teori perubahan formal, dimana perubahan undang-undang yang dimaksud baru terjadi bilamana redaksi undang-undang pidana yang diubah.

b. Teori perubahan materil, dimana perubahan undang-undang yang dimaksud harus diartikan sebagai perubahan keyakinan hukum pembuat undang-undang. c. Teori materil tak terbatas, dimana perubahan undang-undang meliputi semua macam perubahan baik perubahan perasaan maupun perubahan keadaan karena waktu hukum pembuat undang-undang.

(32)

E. Pengertian HAM

HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahnya yang wajib di hormati, di junjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap

orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999).Oleh karena Hak Asasi

Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus di lindungi, di hormati,

dipertahankan, dan tidak boleh di abaikan, di kurangi, atau di rampas oleh siapapun. (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 huruf b), dan dalam ketentuan umum pada

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 huruf d, mengatakan indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-bangsa mengembang tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang di tetapkan oleh peserikatan bangsa-bangsa, serta bebagai instrumen internasional lainya mengenai Hak Asasi Manusia yang telah di terima oleh negara Republik Indonesia.

(33)

mekanisme hukum yang berlaku. (Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999).

Hak Asasi Manusia merupakan kebebasan dasar manusia pribadi, tidak boleh di paksakan oleh orang lain dan bila di langgar akan di kenakan sanks pidana, perdata maupun administrasi yang di sesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyatakan “ setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi objek penelitian tanpa persetujuan darinya” yang maksudnya dimintai

keterangan atau pendapat, menyangkut kehidupan pribadi dan data pribadinya serta di rekam gambar dan suaranya.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikas sebenarnya juga melarang perbuatan penyadapan jaringan telepon tersebut.Yaitu :

(1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem Elektronik tertentu milik orang lain.

(34)

telekomunikasi dalam bentuk apa pun. Pasal 56 menegaskan, Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Sebagai perbuatan pidana, penyadapan dapat dipahami mengingat ketentuan dalam konstitusi yang menyatakan tiap orang berhak untuk berkomunikasi dan mendapat informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada (Pasal 28F UUD 1945). Demikian pula Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan Hak Asasi Manusia, oleh karena itu, dalam mengungkap suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan melakukan penyadapan.

F. Pengaturan tentang larangan melakukan penyadapan dalam Undang-undang.

Peraturan-peraturan di dalam undang-undang mengenai larangan melakukan penyadapan telepon antara lain :

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

(35)

tidak boleh menjadi objek penelitian tanpa persetujuan darinya. Yang dimaksud dengan ”menjadi obyek penelitian” adalah kegiatan menepatkan

seseorang sebagai yang di mintai komentar, pendapat atau keterangan yang menyangkut kehidupan pribadi dan data- data pribadinya serta direkam gambar dan suaranya.

2. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (Hak Asasi Manusia) menyatakan: “Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat menyurat,

termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik, tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 menegaskan,“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apa pun.”Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga memberi jaminan lebih khusus.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

(36)

Ayat (2) melarang setiap orang yang bersengaja tetapi tanpa hak, atau melawan hukum, melakukan intersepsi dan atau transmisi informasi elektronik,dan atau dokumen elektronik, yang tidak bersifat publik. Berarti informasi dan transmisi informasi yang bersifat publik dikategorikan publicly admissible and observable.

Pengecualian Penyadapan atas suatu proses komunikasi oleh pihak di luar alur merupakan tindakan yang secara sosial tercela karena melanggar hak-hak privasi

(infringement of privacy rights) yang dilindungi secara konstitusional.

Pengecualian terhadap perlindungan hak pribadi itu dapat dibenarkan karena bukan nonderogable rights yang dijamin oleh Pasal 28I Ayat 1 UUD 1945.

Pasal 28J Ayat 2 UUD 1945 menuntut alasan objektif-rasional, sehingga penyadapan terhadap komunikasi itu memiliki legitimasi kuat, misalnya untuk menjamin hak dan kebebasan orang lain dan harus diatur dengan undang. Sejumlah undang-undang membolehkan penerobosan terhadap hak pribadi untuk berkomunikasi. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK membolehkan penyadapan dan perekaman komunikasi guna mengungkap dugaan tipikor senilai Rp1 miliar. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi membolehkan penyadapan jika caranya sah (Mohammad Fajrul Falaakh).

(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pada penelitian ini penulis melakukan Pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang penulis lakukan dalam bentuk usaha mencari kebenaran dengan melihat Asas-asas yang terdapat dalam berbagai peraturan undang-undang yang menunjang terutama yang berhubungan dengan Penyadapan dan Hak Asasi Manusia.Penelitian normatif dilakukan terhadap bahan-bahan bacaan, dasar hukum dan konsep-konsep hukum.

Penggunaan pendekatan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, guna penulisan skripsi ini.

B.Sumber dan Jenis Data

(38)

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka (Soerjono Soekanto, 1984 : 52), terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, antara lain :

(1) Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

(3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

(5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ( HAM )

(6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Narkotika (7) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

(8) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, undang-undang, literatur-literatur, makalah-makalah, dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. c. Bahan hukum tersier, seperti kamus-kamus yang memberikan penjelasan

(39)

C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Studi Keperpustakaan

Untuk memperoleh data sekunder, penulis lakukan dengan cara membaca, mencatat atau mengutip dari Buku-buku dan perundang-undangan yang berlaku.

2. Metode Pengolahan Data

Setelah data yang dikehendaki terkumpul, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Seleksi data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperlukan sudah menyangkup atau belum dan data tersebut berhubungan atau tidak berhubungan dengan pokok permasalahan yang dibahas.

b. Sistematisasi data

(40)

E. Analisis Data

(41)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum dalam Melakukan Penyadapan Telepon untuk Keperluan Penyelidikan.

Dasar hukum yang memperbolehkan aparat penegak hukum melakukan penyadapan telepon untuk keperluan penyelidikan antara lain :

1. Pasal 55 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika menentukan bahwa Polisi Negara Republik Indonesia dapat :

b. membuka atau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang menyangkut psikotropika yang sedang dalam penyidikan ;

c. menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau alat telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan tindak pidana psikotropika. Jangka waktu penyadapan berlangsung untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(42)

kerahasiaan informasi, tidak di jelaskan dalam Pasal ini hal ini sama saja merupakan pelanggaran hak atas privasi sesorang.

2. Pasal 66 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menentukan bahwa, Pejabat Polisi Negara RI yang diberi tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika, berwenang untuk menyadap melalui telepon atau alat telekomunikasi lain, pembicaraan yang dilakukan oleh orang yang diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan tindak pidana narkotika

Dalam Pasal ini menentukan bahwa Polisi Negara Republik Indonesia boleh melakukan penyadapan telepon yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika saja, selain dari narkotika tidak di perkenankan, termasuk untuk keperluan pribadi. Dalam hal kerahasiaan informasi serta kerahasiaan permasalahan yang bersifat pribadi, tidak di jelaskan dalam Pasal ini. Menurut penulis hal tersebut membuat anggapan bahwa Kepolisi Negara Republik Indonesia, tidak bertanggung jawab atas kerahasiaan informasi yang di dapatkan.

(43)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Pasal 12 Ayat 1 Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berisi:

(1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

c. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

Pasal ini menentukan bahhwa Penyidik boleh melakukan penyadapan yang terkait dengan tindak pidana korupsi dan harus atas izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, dan apabila tidak dapat izin dari ketua pengadilan negeri tersebut penyadapan telepon tidak bisa dilakukan.

4. Pasal 43 Ayat (1), (2), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Trasnsaksi Elektronik yang isinya adalah :

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik di beri wewenang khusus sebagai penyidik sebagai mana di maksud dalam undang-undang tentang Hukum Acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

(2) Penyelidik di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik sebagai mana di maksud pada ayat (1) di lakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau ke utauhan data sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.

(44)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Trasnsaksi Elektronik Bab VII Pasal 27 sampai dengan Pasal 37, tetapi yang terkait dengan Penyadapan telepon yang dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum ditentukan dalam Pasal 31 Ayat (1) sampai Ayat (4) :

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan atau penghentian Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

(45)

5. Pasal 42 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menentukan bahwa, untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas:

a. Permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu.

b. Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 diundangkan tanggal 08 September 1999, dan dinyatakan mulai berlaku tanggal 8 September 2000.

Undang-undang ini menetukan proses perekaman telepon dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi di perbolehkan atas permintaan tertulis aparat penegak hukum untuk keperluan proses peradilan pidana.

(46)

khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari : Pasal 26 a

Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari :

a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Undang-undang ini menetukan bahwa alat bukti berupa informasi diperbolehkan di jadikan alat bukti. Menurut penulis, sebenarnya di dalam KUHAP Penyadapan telepon sebagai alat bukti belum di atur, sehingga ke sahhanya masih di pertanyakan.

7. Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang anti terorisme, memperkenankan penyidik untuk melakukan penyadapan. Isinya adalah : berdasarkan bukti permulaan yang cukup, penyidik berhak menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana terorisme.

(47)

mengenai kerahasiaan pembicaraan seseorang yang bersifat pribadi, apakah di rahasiakan atau tidaknya.

8. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengatur tentang penyadapan telepon oleh seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, mulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.

Undang-undang ini menetukan bahwa KPK hanya boleh melakukan penyadapan telepon dalam kasus tindak pidana korupsi saja, diluar korupsi penyadapan telepon tidak boleh di lakukan, sehingga terlihat jelas bahwa KPK tidak berwenang melakukan penyadapan telepon apabila di luar tindak pidana korupsi.

Penyadapan telepon yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, tata caranya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ini berarti bahwa sebelum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur, maka peraturan yang lama tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penyadapan dimungkinkan dalam penyelidikan, namun kewenangan seharusnya diberikan kepada penyidik, bukan lembaga KPK. Jika tidak maka bertentangan dengan due process of law (proses pengadilan). Penyadapan berhubungan dengan

privacy seseorang sehingga dalam undang-undang semestinya diberi batasan sampai

(48)

kewenangan diberikan kepada lembaga yaitu KPK, dan aturan itu tidak dirinci lebih lanjut. Contohnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Narkotika, di sana ada aturan tentang penyadapan.

(http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/10/tgl/11/time/13 3354/idnews/693405/idkanal/10).

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mempunyai satu mekanisme penyelidikan atau penyidikan yang sangat istimewa yakni penyadapan. Cara ini sebenarnya sudah lama dipakai dunia hukum dalam usaha mendapatkan bukti yang cukup dengan cara mencari tahu pembicaraan seseorang, Hanya saja mekanisme penyadapan tidak mendapatkan pengaturan yang cukup jelas dalam produk perundang-undangan di Indonesia.

(49)

kesulitan dalam proses pembuktian dikarenakan barang bukti yang tidak cukup mendukung ditambah dengan kemungkinan mudah berkelitnya tersangka.

Sejak awal reformasi, agenda besar nasional mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) sehingga diperlukan instrumen hukum untuk menjaganya. Pada kasus korupsi, tersangkanya adalah pejabat negara yang memiliki kekuasaan besar. Untuk menangkap para pejabat yang terkait korupsi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 memberikan kepada KPK suatu kewenangan monitoring (Pasal 6 huruf e) dan melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan ke pengadilan Tipikor.

KPK merupakan suatu lembaga yang di bentuk untuk mewakili tugas pemerintah dalam menanggulangi dan menindak kejahatan korupsi. KPK berfungsi sebagai pengawas, penyelidik, penyidik sekaligus penuntut tindak pidana korupsi mewakili negara. Artinya, KPK tidak berada dibawah pejabat kepolisian (Pasal 38 Ayat 1). Sebagai wakil negara dalam menegakkan hukum, KPK mempunyai wewenang melakukan segala upaya untuk menangkap pejabat yang diduga melakukan korupsi.

Tindakan penyadapan pun merupakan satu tindakan yang sah manakala dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan dan menemukan bukti kuat adanya tindakan korupsi. Tindakan penyadapan yang dilakukan tidak melanggar HAM, karena hanya sesorang tertentu yang di curigai atau diduga melakukan tindak pidana.

(50)

mempunyai beberapa dasar hukum dan pertimbangan, antara lain Pasal 12 huruf (a) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 mengatur tindakan penyadapan sebagai bagian dari tindakan yang boleh dilakukan oleh Tim KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Secara legalitas formal, KPK sangat berwenang untuk melakukan tindakan ini guna melakukan pengawasan, menemukan bukti dan membuktikan adanya dugaan korupsi dan menuntutnya ke pengadilan.

(51)

1. Penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan tidak memerlukan izin dari siapa pun, tetapi harus melapor kepada ketua pengadilan negeri setempat dengan catatan pemberitahuan itu bersifat rahasia.

2. harus ada jangka waktu berapa lama KPK boleh melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan dalam mengungkapkan kasus korupsi. ( http://cubby.ngeblogs.com/category/uncategorized/) 3 : 2010

Menurut Iskandar Sonhaji pakar praktisi hukum, mekanisme penyadapan harus diatur dalam sebuah undang-undang, bukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Hal itu jelas disebutkan dalam Putusan MK pada 2009 soal permohonan Uji Materiil Undang-undang KPK. Artinya, pemerintah tidak boleh membuat suatu regulasi yang bertentangan dengan putusan MK sebagai salah satu lembaga kekusaaan kehakiman. Jika pemerintah menyatakan bahwa RPP Penyadapan tidak mempersempit kewenangan KPK, pemerintah dapat dinilai telah melakukan kebohongan publik. Karena faktanya RPP membatasi atau mempersempit ruang KPK dalam melakukan penyadapan misalnya hanya pada saat proses penyidikan.

(52)

aparat penegak hukum saling menyadap, Koridornya harus jelas yaitu penegakan hukum (http://www.radarlampung.co.id/web/opini/2537-penyadapan-kemajuan-atau-kemunduran.html) 3: 2010.

Menurut Audy Murfi, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan HAM RI : bahwa penyadapan yang dilakukan oleh KPK tersebut adalah berdasarkan hukum dan sah untuk dilakukan karena perbuatan korupsi adalah dikategorikan sebagai hal yang luar biasa (extraordinary

crime). Oleh karena itu, sesuai dengan komitmen Pemerintah dalam memberantas

korupsi penyadapan yang dilakukan oleh KPK tersebut dapat dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun pengaturan tentang penyadapan hendaknya diatur melalui suatu undang-undang karena berkaitan dengan pembatasan terhadap hak kebebasan seseorang sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 32 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

(http://www.balitbangham.go.id/index/index.option=com_content&view=article&id= 79:penyadapan-pemberantasan-korupsi-dan-hak-asasi manusia&catid=3:newsflash) 3: 2010

(53)

umum, mengingat penyadapan umumnya dilakukan terkait proses hukum pidana. Penyadapan pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain sebenarnya dilarang, kecuali dilakukan terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana yang tidak dapat diungkap jika tidak dilakukan penyadapan telepon. Penyadapan telepon yang dilakukan, bukanlah terhadap semua orang yang berkomunikasi, tetapi hanya beberapa orang yang dicurigai atau di duga melakukan perbuatan melanggar hukum seperti terorisme, korupsi dan Tindak pidana lainnya yang sulit di ungkapkan apabila tidak di lakukan penyadapan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (HAP) hanya mengatur macam-macam tindakan penyidikan antara lain penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat (Bab V Hukum Acara Pidana). Tindakan penyadapan baru muncul di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagai salah satu cara penyidikan atau penyelidikan tindak pidana korupsi (Tipikor).

B. Analisis Penyadapan Telepon dalam Penyelidikan Tindak Pidana di Tinjau dari Hak Asasi Manusia

(54)

Pengertian penyadapan juga di atur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi. yang di maksud dengan penyadapan dalam pasal ini adalah kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah. Pada dasarnya informasi yang di miliki oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus di lindungi sehingga penyadapan harus di larang (Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999).

Penyadapan Telepon atau alat Telekomunikasi sebetulnya dilarang karena melanggar hak privasi seseorang dan merupakan pelanggaran HAM, kecuali Aparat penegak hukum yang melakukan penyadapan, yang dilakukan terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana yang tidak dapat diungkap jika tidak dilakukan penyadapan telepon.

(55)

Kedua teknik di atas lazimnya hanya ditujukan terhadap mereka yang telah memiliki

track record yang buruk di kepolisian.Terhadap mereka yang masih bersih dari arsip

kepolisian, sudah tentu penggunaan kedua teknik itu wajib dipertanggung jawabkan di muka sidang pengadilan. Berangkat dari masalah ini dan menguatnya perjuangan hak asasi manusia, maka penerapan kedua teknik tersebut dihadapkan kepada prinsip

due process of law. Proses beracara pidana, termasuk dalam menemukan bukti-bukti

yang cukup dan baik, harus menjunjung tinggi dan sesuai dengan standar hak asasi manusia.

(56)

Peraturan Pemeritah belum ada yang mengatur tentang penyadapan telepon sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) , maka penyadapan telepon tetap dapat dilakukan berdasarkan peraturan yang sudah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Sesuai dengan Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia".

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Setiap orang juga berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia".

(57)

Berdasarkan pemaparan di atas Menurut penulis bahwa Penyadapan telepon lebih dapat di lakukan dengan kewenangan yang penuh dan di lakukan secara bertanggung jawab. Karena sifat kerahasiaan informasi akan menjadikan tindakan ini begitu efektif untuk mengungkapkan kasus tindak pidana yang memerlukan bukti yang kuat.

Penggunaan hasil Intersepsi atau penyadapan ini bersifat rahasia oleh Aparat Penegak

Hukum dilakukan secara profesional, sesuai dengan kepentingan pembuktian.

Penyadapan telepon di lakukan sebenarnya di karenakan kesulitan pembuktian dari Penyelidik untuk mencari barang bukti dan membuktikannya di sidang pengadilan.

(58)

tangan yang secara sewenang-wenang atau secara tidak sah dalam masalah pribadi, keluarga, serta kehormatan dan nama baiknya.

C. Batasan-batasan dalam Melakukan Penyadapan Telepon dalam Penyelidikan Tindak Pidana

Batasan-batasan bagi aparat penegak hukum yang melakukan penyadapan telepon antara lain :

1. Dalam menagani kasus Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997), batasan-batasan Penyelidik melakukan penyadapan telepon, jangka waktunya berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari.

2. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Anti Terorisme, memperkenankan penyidik untuk melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan hanya atas izin ketua pengadilan negeri dan dibatasi dalam jangka waktu satu tahun.

(59)

4. Penyadapan telepon dapat dilakukan terkait tindak pidana yang ancaman pidananya lima tahun atau lebih, seumur hidup, atau mati, dan telah memperoleh bukti permulaan yang cukup.

5. Yang di perbolehkan melakukan penyadapan telepon hanyalah aparat penegak hukum.

Pejabat Polisi dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang tugas dan tanggung jawab di bidang Teknologi Informasi dan Trasnsaksi Elektronik harus memperhatikan hal-hal tersebut, Setiap tindakan yang dibuat oleh penyelidik harus memiliki dasar hukum dan pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini penyadapan telepon tidak boleh di lakukan sewenang-wenang atau untuk keperluan pribadi karena berkaitan dengan hak terhadap perlindungan privasi seseorang dan hal ini tidak boleh di langgar, dan apabila di langgar maka aparat tersebut sama saja melanggar Hak Asasi Manusia ( HAM ). Oleh karena itu hak ini harus dijamin untuk semua campur tangan dan serangan yang berasal dari pihak berwenang negara maupun orang-orang biasa atau hukum, dan negara memiliki kewajiban-kewajiban untuk mengambil langkah-langkah legislatif dan lainnya untuk memberikan dampak pada pelarangan terhadap campur tangan dan serangan tersebut serta perlindungan atas hak ini. Dalam paradigma inilah hukum penyadapan harus diletakkan.

(60)

penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, dilakukan untuk jangka waktu paling lama tiga bulan dan dapat diperpanjang setiap tiga bulan sesuai dengan keperluan, permintaan melakukan penyadapan harus dengan menyampaikan berkas secara tertulis dan atau elektronik. Berkas-berkas itu seperti surat perintah kepada penegak hukum yang bersangkutan, identifikasi sasaran, Pasal tindak pidana yang disangkakan; tujuan dan alasan dilakukannya penyadapan; substansi informasi yang dicari, dan jangka waktu penyadapan. Penetapan penyadapan dikeluarkan segera setelah permintaan diterima oleh ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat paling lama 3 x 24 jam secara tertulis dan atau secara elektronik. Permintaan penyadapan disampaikan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik melalui Pusat Intersepsi Nasional secara tertulis dan atau secara elektronik sesuai dengan peraturan pemerintah Teknis operasional penyadapan dilaksanakan melalui Pusat Intersepsi Nasional. Permintaan penyadapan berisi identifikasi sasaran dan jangka waktu penyadapan dengan dilampiri berkas yang diperlukan, Selain itu Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyampaikan hasil penyadapan rekaman informasi paling lama 3 x 24 jam terhitung sejak permintaan diterima.

(61)

berdasarkan hukum yang memberikan kepastian hukum dalam perlindungan hak asasi manusia, khususnya privasi setiap orang yang melakukan komunikasi.

( http://www.radarlampung.co.id/web/opini/2537-penyadapan-kemajuan-atau-kemunduran.html ). 3 : 2010

Menurut penulis, sebaiknya peraturan tentang batasan-batasan melakukan penyadapan harus lebih di perjelas untuk menghidari kesewenang-wenang Aparat Penegak Hukum dalam melakukan penyadapan telepon. Instansi yang berwenang melakukan penyadapan harus ada tahapan dan batasan dalam melakukan proses penyadapan telepon yaitu : harus ada surat perintah kepada penegak hukum yang bersangkutan dengan pasal yang disangkakan, tujuan dan alasan dilakukannya

Intersepsi atau penyadapan harus jelas, dan ada jangka waktu Intersepsi atau

penyadapan, karena Intersepsi atau penyadapan menggangu hak privasi seseorang,

(62)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Dasar hukum dalam melakukan Penyadapan Telepon antara lain : a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

c. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Anti Terorisme.

d. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Trasnsaksi Elektronik.

f. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

(63)

orang-orang tertentu yang di duga terlibat atau di curigai melakukan tindak pidana, misalnya Korupsi, psiktropika, narkotika, dan terorisme.

3. Batasan dalam Penyadapan Telepon dalam penyelidikan tindak pidana antara lain harus atas izin dan perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Upaya penyadapan jaringan telepon, tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, dalam hal ini harus memberikan laporan ke mentri komunikasi dan informatika.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka menjadi saran penulis adalah :

1. Sebaiknya KPK harus di berikan batas waktu dalam melakukan penyadapan telepon untuk keperluan penyelidikan tindak pidana. karena di khawatirkan membuat KPK terlalu bebas melakukan penyadapan telepon atau sewenang-wenang dalam melakukan penyadapan telepon.

(64)
(65)

PENYADAPAN TELEPON DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA (HAM)

(Skripsi)

Oleh:

FAUZAN WARGANEGARA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(66)

PENYADAPAN TELEPON DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Oleh

FAUZAN WARGANEGARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(67)

PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Nama Mahasiswa : Fauzan Warganegara No. Pokok Mahasiswa : 0542011117

Bagian : Hukum Pidana Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Kadri Husin, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H.

NIP 194311141969091001 NIP 196112311989031023

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(68)

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Kadri Husin, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Hj.Firganefi, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Hi. Adius Semenguk, S.H .,M.S. NIP 195609011981031003

(69)

RIWAYAT HIDUP

Penulis terlahir dari keluarga harmonis dan penuh dengan kesahajaan di kota Bandar Lampung pada tanggal 28 Januari 1986, dimana penulis anak ke empat dari pasangan ayahanda tercinta Drs.Tontowi Warganegara, dan ibunda tersayang Hj.R. Rosmala Dewi, S.pd

Penulis mengawali jenjang pendidikan di waktu kanak-kanak di SD Negeri 1 Rawa Laut Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bandar Lampung (SLTPN 1 Rawa Laut Bandar Lampung) diselesaikan pada tahun 2002, dan SMA Negeri 10 Pahoman Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005. Pada tahun yang sama juga penulis diterima di Perguruan Tinggi Universitas Lampung, dan diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum.

(70)

PERSEMBAHAN

Teriring rasa syukur atas segala nikmat dan karunia yang Allah SWT

berikan, dengan penuh rasa banggaku persembahkan goresan kecil yang

sederhana ini kepada bangsa dan negaraku yang begitu sangat ku cintai.

salam solidaritas untuk kalian semua dan ingatlah Bahwa bila kita

diatas, masih ada lagi yang lebih diatas, jangan pernah sombong dengan

sesuatu hal yang tidak perlu di sombongkan

Dan dengan penuh haruku persembahkan pula bagi Bapak dan Ibuku

yang tak pernah surut dan lelah dalam berkorban demi keberhasilanku

serta yang selalu mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya padaku

serta selalu ada untukku.

Mereka yang tanpa henti memberikan dukungan dan kedamaian dalam

doa dan harapannya, hanya Allah SWT dengan kuasanya yang

mampu membalas segala jasa-jasa kalian yang begitu besar telah

(71)

MOTTO

Kemampuan manusia ada batasnya, tapi usaha tidak ada batasnya

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perhitungan ini t hitung di atas diketahui ternyata t hitung lebih besar dari t tabel (10,820> 1,65501) sehingga dapat disimpulkan bahwa keterampilan guru

[r]

Sehingga untuk meningkatkan kinerja guru dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah dan memperhatikan lingkungan kerja yang ada disekitar guru...

yang terdiri atas struktur program, pengembangan diri, kriteria ketentuan minimal (KKM), kalender pendidikan dean lainnya persis sama. Anehnya, pada tataran aplikasi ada

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan mendeskripsikan keefektifan model pembelajaran Think Pair Share dan Spontaneous Group Discussion terhadap hasil belajar PKn

Universitas Sumatera Utara.. SISTEM INFORMASI PENYAKIT DEMAM BERDARAH BERBASIS ANDROID..

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang hendak diselesaikan melalui penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: bagaimana perbedaan aktivitas dan hasil belajar

SOFI HANS HAMDAN : Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan, yang