ABSTRAK
KONFLIK DALAM NOVEL DAUN PUN BERZIKIR
KARYA TAUFIQURRAHMAN AL AZIZY DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA)
OLEH
RAHMA ARTA YULIA
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah konflik dalam novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy dan kelayakan novel tersebut sebagai bahan ajar sastra di sekolah menengah atas (SMA). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konflik dalam novel Daun Pun Berzikir karya
Taufiqurrahman Al Azizy dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA yang ditinjau dari tiga aspek: Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), kesastraan, dan pendidikan karakter.
Rahma Arta Yulia Rahma Arta Yulia
Sumber data penelitian ini adalah novel yang berjudul Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy. Novel ini diterbitkan oleh Laksana pada tahun 2010, edisi pertama, cetakan pertama, dan novel ini setebal 361 halaman
Berdasarkan analisis data, ditemukan berbagai macam konflik dan akibat yang ditimbulkannnya. Konflik-konflik yang ditemukan dalam novel ini adalah konflik pribadi, konflik antarkelas sosial, konflik batin, konflik sosial, dan konflik
antarindividu. Adapun akibat-akibat dari konflik-konflik yang ditemukan dalam novel ini di antaranya keretakan hubungan antarindividu dan persatuan kelompok, berubahnya kepribadian individu, dan hancurnya harta benda.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan novel yang ditinjau dari tiga aspek di atas, penulis menyimpulkan bahwa novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy layak dijadikan sebagai bahan ajar sastra di SMA.
MOTO
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.“
(Q.S. An-Nahl:43)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan),
Rahma Arta Yulia Rahma Arta Yulia
Sinopsis Novel Daun Pun Berzikir
Judul : Daun pun berdzikir
Penulis : Taufiqurrahman Al-Azizy. Penerbit : Laksana
Terbit : Mei 2010 Kategori : Fiksi/Novel Tebal : 361 halaman
Ini adalah sebuah novel Religius Inspirasional yang ditulis oleh Taufiqurrahman Al-Azizy. Di novel ini sang penulis menceritakan tentang cinta dan persahabatan. Tokoh utama nya adalah seorang pemuda yang bernama Haydar yang sangat religius memiliki beberapa sahabat diantara nya Sofi dan Nayla.
Semenjak kepergian sang ayah ke alam baka telah merubah keadaan Haydar. Kepergian sang Ayah tercinta telah membuat jiwa Haydar tergoncang, sedih yang begitu dalam dirasakan Haydar karena dia tak sempat melihat jenazah ayahnya. Hari-harinya di lalui oleh Hayar dengan menyendiri dan menyepi. Kepada pohon dia berbicara, seakan-akan dia tengah berbicara dengan ayahnya. Pohon diajak berbicara sebab ayahnya sering berteduh dibawahnya. Kepada sungai yang mengalir, dia berkata-kata, sebab disanalah sang ayah sering kali mengajarkan betapa indah alam di ciptakan-Nya. Ketika diladang, dia sering meneteskan air mata, sebab disanalah dia sering bersama ayahnya menghabiskan siang untuk bekerja. Ketika malam, dia sering berada dimesjid menjeritkan hati dan menumpahkan air mata di hadapan-Nya, hingga suara sengguk tangisnya membangunkan orang-orang disekitarnya.
Bram berbeda sekali dengan Haydar. Caranya mendekati dan mencuri hati Sofi. Cinta Bram yang begitu besar tak mampu meluluhkan hati Sofi. Penolakan Sofi telah menghancurkan hati dan jiwa Bram, hingga Bram kehilangan akal sehat dan prilakunya menjadi lebih aneh lagi dibandingkan Haydar. Karena dia telah
meletakkan harta diatas cinta, hingga cinta itu tak berharga apa-apa bagi Sofi. Teman - teman Bram mencoba membantu Bram untuk mendapatkan hati Sofi, berbagai taktik licik dilakukannya seperti mempermalukan Haydar di depan Sofi dan bahkan memfitnah Haydar telah menggunakan guna-guna untuk mendapatkan hati Sofi. Begitu banyak cobaan yang dihadapi Haydar. Tetapi begitu kayanya jiwa Haydar, hingga dia dapat melewatinya dengan tabah dan sabar dan
disamping itu sahabatnya Nayla ikut memberikan suport kepada Haydar, hingga Haydar semakin kuat menerima cobaan yang bertubi - tubi menghampiri Haydar. Cinta Bram yang begitu besar terhadap Sofi telah membuat dia kehilangan diri sendiri. dan menjauh dari teman-temannya, dia telah bertingkah laku aneh, badannya tak lagi terurus, telah menjadi sangat kurus, rambut acak-acakan, baju nya lusuh dan compang - camping, berbeda sekali dengan penampilan
sebelumnya, seorang pemuda kota yang kaya dan gagah.
Syukurlah Bram diketemukan oleh Kiai Ali Musthaofa. Kepada Kiai Ali Musthaofa , Bram menumpahkan beban didadanya yang telah lama
menghimpitnya. Sebuah nasehat diberikan Kia Ali kepada Bram jika kau ingin mengenal cinta, kenalilah dirimu terlebih dahulu dihadapan-Nya. Dihadapan Allah SWT. cinta itu berasal dari-Nya, sebab cinta itu ditiupkan bersama ruh yang menghidupkan kita. Ruh dan cinta melebur menjadi satu. Kau merasa seakan-akan memiliki cinta, sementara engkau abaikan Zat Yang Memberimu cinta. Maka, bagaimana mungkin perasaan cintamu akan benar ? Bagaimana benar bila semakin lama engkau mencintai gadis itu, justru semakin lama engkau jauhi Dia yang menanamkan cinta kedalam hatimu?
Nasehat dari Kia Ali itu telah membuka mata hati Bram, mulailah dia melakukan perbaikan diri nya yang telah sesat selama ini. Bram mulai mendekati diri kepada pemberi cinta itu yakni Allah SWT. Kecintaan Bram kepada sang pemberi cinta telah membuat Bram menjadi pemuda yang lembut, tak lagi sombong.
Bram mengunjungi Haydar untuk meminta maaf atas semua kesalahan yang dia lakukan terhadap Haydar yang telah menambahkan kesengsaraan Haydar. Kemudian Bram memberikan mobil nya yang selama ini menemaninya didesa Gagatan kepada Haydar, dia tahu mobil itu tak bisa menghapuskan dosa-dosa nya terhadap Haydar. Tetapi kekayaan jiwa Haydar mampu memaafkan semua
kesalahan Bram terhadap dirinya, begitu mulianya hati Haydar, inilah yang menyebabkan warga desa Gagatan semakin malu pada diri mereka sendiri mengingat apa yang telah mereka lakukan pada Haydar.
Rahma Arta Yulia Rahma Arta Yulia
Sofi. Sebelum dia pergi, Bram sempatkan berpamitan kepada Sofi dan ibunya. Bram tertunduk menahan gejolak didadanya, tanpa dia sadari air mata menetes di pipinya.
Bram memejamkan mata, menghela nafas dalam-dalam. Telapak tangannya dikepalkan seakan-akan dia ingin mencari kekuatan dari kepalan tangannya itu. Masih dengan mata terpejam, akhirnya terucap juga curahan hatinya. " Sofi, demi Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Aku tidak pantas untuk
mendapatkan cintamu. Untuk mendapatkan kasihmu. Jiwaku hanyalah pungguk dihadapan bulan kemulian jiwamu. Aku manusia yang tak tahu diri, tak punya etika dan sopan santun. Aku selalu menganggap diriku adalah manusia sempurna dengan segala yang kumiliki. Ternyata aku salah, aku keliru. Yang tengah kucintai ternyata bukan manusia biasa. Engkau bagai bunga dari surga, jiwamu tersulam dari benang-benang surgawi, yang tak tersentuh, tak teraih. sedangkan jiwaku tersulam dari benang-benang kejahatan dan kebejatan. Maafkanlah aku, Sofi"
Setelah Bram mencurahkan isi hatinya, Bram segera mohon diri dan keluar dari rumah Sofi. Sofi hanya duduk temangu-mangu setelah mendengar pengakuan Bram.
Keesokkan hari Bram bersama-sama teman yang lain Asep, Rohman, Lidya, Nana pergi meninggalkan desa Gagatan yang telah memberikan pelajaran rohani yang luar biasa pada mereka semua. Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba terdengar suara lembut yang memanggil Bram. Bram.... ! Tegakah engkau
meninggalkanku, setelah kau menyatakan perasaanmu yang paling tulus dan berharga ? Karena Allah, aku pun mencintaimu.
Ucapan itu terucap dari bibir Sofi. Sebuah suara yang sangat dirindukan, yang sangat didambakanya. Sebuah suara yang dicarinya selama ini kemana-mana. Sebuah suara yang menghentikan langkahnya, memejamkan matanya,
mendebarkan detak jantungnya, menggetarkan sendi tubuhnya. Sebuah suara yang tak diduga-duganya. Panggilan kekasih.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik merupakan bagian penting dari kehidupan manusia dan merupakan situasi yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik menjadikan hidup yang kita jalani menjadi lebih sempurna dan berwarna dengan segala lika-liku problematika yang bisa ditimbulkannya. Seseorang pasti akan merasa hampa jika selama hidupnya hanya merasakan kebahagiaan. Sebaliknya, seseorang lainnya pun akan merasa bosan jika terus-menerus menderita. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
2
Sama halnya posisi konflik dalam kehidupan, di dalam karya sastra konflik menjadi nyawa yang menentukan hidup matinya sebuah karya sastra. Semakin baik konflik yang terkandung dalam karya sastra, semakin bagus pula apresiasi terhadap karya tersebut. Konflik dalam sebuah karya sastra merupakan sebuah gambaran dari kehidupan nyata karena karya sastra adalah bentuk refleksi dari kehidupan.
Konflik dalam sastra berfungsi sebagai penyampai tema. Konflik juga merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya membentuk alur atau plot. Ada hubungan langsung antara tema dan alur dalam novel. Alur yang digariskan haruslah menjabarkan tema. Alur terbentuk dari rangkaian situasi di dalam cerita novel yang terjadi karena adanya konflik. Situasi-situasi tersebut selanjutnya akan membentuk konflik-konflik yang lebih besar. Konflik-konflik yang lebih besar itulah yang disebut tema.
Konflik dalam novel semakin menarik ketika Bram (tokoh utama) yang digambarkan pengarang sebagai pemuda dari keluarga kaya yang berasal dari kota, datang ke kampung Shofi dan mencintai tokoh Shofi.
Penulis mengkaji novel dengan menggunakan unsur alur dan tokoh. Konflik sebagai salah satu unsur intrinsik dalam novel layak untuk dijadikan sebagai alternatif bahan ajar di sekolah sebab pengarang mengelola konflik dalam novel dengan baik. Pengarang menggambarkan penyelesaian konflik secara
kekeluargaan. Selain itu, di dalam novel ini banyak terkandung nilai sosiologis dan nilai moral yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi pembaca dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan membaca novel ini, siswa dapat mencontoh bagaimana cara menyelesaikan suatu konflik dari tokoh cerita dalam novel dan dapat meniru akhlak mulia yang dicontohkan tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Siswa juga mampu mengelola konflik secara efektif dalam kehidupan sehari-hari. Demikianlah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti novel religi Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA.
Penulis juga menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy. Sejak tahun 2010, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan penerapan pendidikan yang bernilai karakter bagi semua tingkat pendidikan. Program ini dicanangkan sebab selama ini dunia pendidikan dinilai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi bangsa menjadi pribadi-pribadi yang bermartabat.
4
mempengaruhi karakter peserta didik (Elkind dalam Aunillah, 2011:21). Dalam hal ini, guru membantu membentuk watak peserta didik agar senantiasa positif. Pendidikan karakter memiliki esensi yang sama dengan pendidikan moral atau akhlak. Dalam penerapan pendidikan karakter, faktor yang harus dijadikan sebagai tujuan adalah terbentuknya kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik.
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, secara garis besar karya sastra (novel) yang hendak dijadikan bahan ajar bagi peserta didik hendaknya berisikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari siswa. Dalam hal ini peran guru SMA dalam pemilihan bahan ajar sastra akan
menentukan pencapaian keberhasilan siswa. Keberhasilan yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya keberhasilan membentuk kecerdasan peserta didik dalam mengapresiasi sastra, akan tetapi juga membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi pribadi yang bermoral. Dengan demikian kejelian guru dalam memilih novel yang akan dijadikan bahan ajar sastra sangatlah dibutuhkan.
Terkait dengan pembelajaran sastra di sekolah, materi menganalisis konflik dalam novel merupakan bagian dari pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam silabus KTSP jenjang SMA kelas XI semester pertama terdapat standar kompetensi membaca yakni memahami berbagai hikayat dan novel Indonesia/novel terjemahan. Adapun kompetensi dasarnya adalah menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.
Al Azizy dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA kelas XI. Hal ini sesuai dengan tujuan pengajaran umum bahasa dan sastra Indonesia, yaitu siswa mampu menikmati, menghayati, memahami dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan,
memperhalus budi perkerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Depdiknas, 2006:1).
Alasan peneliti memilih novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy sebagai subjek penelitian adalah.
1. Novel ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami karena sama seperti bahasa yang dipakai dalam kehidupan siswa sehari-hari.
2. Novel ini tidak termasuk novel yang laris atau terkenal. Namun, novel ini sangat menarik untuk dikaji dari segi konflik yang terjadi di antara tokoh-tokoh dalam novel tersebut.
3. Novel ini mengandung pesan moral yang membahas mengenai masalah perbedaan status sosial, kaya, dan miskin.
4. Dalam novel ini pengarang mengelola konflik secara baik sehingga layak untuk dijadikan bahan ajar di sekolah.
1.2 Rumusan Masalah
6
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan konflik yang terdapat di dalam novel Daun Pun Berzikir dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA.
1.4 Manfaat Penelitian
Suatu penelitian ilmiah harus memberikan manfaat secara teoretis maupun praktis sehingga teruji kualitas penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti. Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan terutama dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dan landasan atau dasar sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konflik yang merupakan salah satu unsur intrinsik di dalam novel, serta memperkuat teori-teori di bidang mata pelajaran bahasa Indonesia.
2. Manfaat Praktis
1. Meningkatkan pemahaman dan apresiasi pembaca karya sastra mengenai kandungan konflik dalam novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup hal-hal berikut.
1. Konflik yang terdapat di dalam novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Novel
Istilah novel berasal dari kata novellas yang diturunkan dari kata novies yang
berarti “baru”. Dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra
lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain maka jenis novel ini muncul kemudian
(Tarigan, 1985: 164). Istilah novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella (yang
dalam bahasa Jerman:novelle). Pada hakikatnya novel adalah cerita, yaitu
menyampaikan tentang kehidupan manusia yang digali dari kehidupan sehari-hari
yang dapat dirasa dan dihayati oleh masyarakat pembaca (Priyatni, 2010:126).
Novel merupakan pengungkapan dari fragmen kehidupan manusia dan di
dalammya terjadi konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya
perubahan jalan hidup para pelakunya (Esten, 1987:12). Dalam Glosarium
Bahasa dan Sastra dikemukakan bahwa novel adalah hasil kesusastraan yang
berbentuk prosa yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dan dari
kejadian itu lahirlah satu konflik suatu pertikaian yang mengubah nasib mereka
2.2 Pendekatan Sosiologi Sastra
Pendekatan dalam penelitian suatu karya sastra cukup beragam. Setiap karya
sastra dapat dianalisis dari pendekatan dan sudut pandang yang berbeda sehingga
menghasilkan tafsiran yang berbeda pula. Dalam menganalisis karya sastra
pembaca mengenal dua pendekatan yaitu pendekatan intrinsik dan ekstrinsik
(Semi, 1988: 34). Pendekatan intrinsik berati mendekati unsur-unsur yang
membangun karya sastra yang berasal dari dalam karya sastra, sedangkan yang
dimaksud dengan pendekatan ekstrinsik adalah mendekati unsur-unsur yang
membangun karya sastra yang berasal dari luar yang berati penjelasan atau
analisis karya sastra berdasarkan ilmu yang lain yang berada di luar ilmu sastra
(Semi, 1988:35).
Penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan sosiologi memperlihatkan
kekuatan, yaitu sastra dipandang sebagai sesuatu hasil budaya yang sangat
diperlukan masyarakat. Karya sastra dibuat untuk mendidik masyarakat. Sastra
merupakan media komunikasi yang mampu merekam gejolak hidup masyarakat
dan sastra mengabadikan diri untuk kepentingan masyarakat (Semi, 1988 :76).
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan
itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui
strukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial
yang ada di luar sastra (Damono, 1978:3). Sosiologi mempelajari
masalah-masalah sosial kemasyarakatan, sedangkan sastra merupakan media untuk
mendokumentasikan masalah-masalah sosial. Damono mengungkapkan
10
Sosiologi dapat memberikan penjelasan yang bermanfaat tentang sastra dan
bahkan tanpa sosiologi pemahaman tentang sastra belum lengkap
(Damono, 1978: 2). Oleh karena itu, untuk dapat menerapkan pendekatan ini,
di samping harus menguasai ilmu sastra, kita juga harus menguasi konsep-konsep
(ilmu) sosiologi dan data-data kemasyarakatan yang biasanya ditelaah oleh (ilmu)
sosiologi. Damono mengemukakan tiga macam klasifikasi masalah sosiologi
sastra yaitu.
a. Konteks sosial pengarang
Pada pokok ini ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam
masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Faktor-faktor sosial
yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai seseorang di samping
mempengaruhi isi karya sastranya. Fakta sosial yang harus diteliti adalah (a)
bagaimana si pengarang mendapatkan mata pencahariannya, (b)
profesionalisme dan kepengarangan, sejauh mana pengarang menganggap
pekerjaannya sebagai suatu profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh
pengarang.
b. Sastra sebagai cermin masyarakat
Sejauh mana sastra dapat dianggap mencerminkan keadaan masyarakat yang
terutama mendapat perhatian adalah (a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan
mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra ditulis, (b) sifat “lain dari
yang lain,” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan
penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, (c) genre sastra sering
merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu dan bukan sikap sosial
masyarakat secermat-cermatnya, mungkin saja tidak bisa dipercaya sebagai
cerminan masyarakat.
c. Fungsi sosial sastra
Pada hubungan ini, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: (a) sudut
pandang ekstrik kaum Romantik, misalnya menganggap bahwa sastra sama
derajatnya dengan karya pendeta atau nabi yang berpendirian bahwa sastra
harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak, (b) sastra bertugas sebagai
penghibur, dan (c) adanya kompromi dapat dicapai dengan meminjam slogan
klasik bahwa sastra harus mengguanakan sesuatu dengan cara menghibur.
Klasifikasi di atas menunjukkan adanya gambaran bahwa sosiologi sastra,
merupakan pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi-segi
mempunyai cakupan luas beragam, rumit, yang menyangkut tentang pengarang,
teks sastra sebagai sebuah karya, serta pembacanya.
Fungsi sastra dalam Novel Daun Pun Berzikir ini termasuk ke dalam fungsi yang
kedua, yaitu sastra sebagai cerminan masyarakat karena cerita dari novel yang
ditulis atau dibuat oleh pengarang menggambarkan realita kehidupan yang terjadi
dalam lingkungan masyarakat.
2.3 Kedudukan dan Fungsi Konflik di dalam Sastra
Konflik terjadi dalam situasi yang terdapat dua atau lebih kebutuhan, harapan,
keinginan, dan tujuan yang berbeda sehingga menyebabkan suatu organisme
merasa ditarik ke arah dua jurusan yang berbeda sekaligus dan menimbulkan
perasaan yang tidak enak. Konflik adalah pergumulan yang dialami oleh karakter
12
akhirnya membentuk alur atau plot. Ada dua jenis konflik yaitu konflik internal
dan konflik esternal. Konflik internal disebut juga dengan konflik kejiwaan
(konflik batin). Konflik ini merupakan konflik yang terjadi karena
pertentangan hati atau jiwa seseorang tokoh dengan tokoh lain. Konflik batin ini
juga bisa terjadi dalam diri seorang tokoh itu sendiri. Konflik eksternal adalah
konflik yang terjadi antara tokoh yang satu dengan orang di luar tokoh utama.
Dari beberapa penjelasan dapat disimpulkan bahwa konflik yang terjadi di dalam
cerita sebuah novel berkedudukan sebagai unsur dasar cerita serta berfungsi,
antara lain, sebagai unsur yang memiliki peranan utama dalam menghidupkan
peristiwa-peristiwa yang membentuk alur, serta secara umum berfungsi pula
sebagai penyampai tema.
2.4 Pengertian Konflik
Pengertian konflik dalam sastra adalah ketegangan atau pertentangan dalam cerita
rekaan atau drama (pertentangan antar dua kekuatan, pertentangan antara dua
tokoh, dan sebagainya. Sedangkan konflik sosial adalah pertentangan antar
anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan (KBBI ,
2011:723).
Konflik dapat berupa perselisihan, adanya tegangan atau munculnya
kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap
oposisi antara kedua belah pihak, sampai pada tahap ketika pihak-pihak yang
terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu
tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing. Konflik adalah interaksi sosial
proses interaksi sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik
emosi, kebudayaan, dan perilaku (Soekanto, 2012:91).
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa konflik merupakan pertentangan atau perselisihan yang terjadi
di dalam suatu lingkungan masyarakat karena adanya perbedaan fisik,
kebudayaan, emosi, dan perilaku.
2.5 Bentuk-Bentuk Konflik
Konflik adalah proses sosial yang di dalamnya orang per orang atau kelompok manusia berusaha mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan menggunakan ancaman atau kekerasan. Sebagai bagian masyarakat negara dan masyarakat dunia, tidak ada seorang pun yang menginginkan timbulnya konflik. Walaupun demikian, konflik akan selalu ada di setiap pola hubungan dan juga budaya. Pada dasarnya konflik merupakan fenomena dan pengalaman
alamiah. Konflik yang biasanya terjadi dalam masyarakat dibedakan menjadi konflik pribadi, konflik rasial, konflik antarkelas sosial, konflik politik, dan konflik internasional.
1. Konflik Pribadi
Konflik terjadi dalam diri seseorang terhadap orang lain. Umumnya konflik
pribadi diawali perasaan tidak suka terhadap orang lain yang pada akhirnya
melahirkan perasaan benci yang mendalam. Perasaaan benci yang mendalam
bisa mendorong seseorang untuk memaki, menghina, bahkan memusnahkan
14
2. Konflik Antarkelas Sosial
Konflik antarkelas sosial yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh adanya
sesuatu yang dihargai, seperti kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan, semua itu
menjadi dasar penempatan seseorang dalam kelas-kelas sosial, yaitu kelas
sosial atas, menengah, dan bawah. Seseorang yang memiliki kekayaan dan
kekuasaan yang besar menempati posisi atas, sedangkan orang yang tidak
memiliki kekayaan dan kekuasaan berada pada posisi bawah. Dari setiap kelas
mengandung hak dan kewajiban serta kepentingan yang berbeda-beda.
3. Konflik Rasial
Konflik rasial adalah pertentangan kelompok ras yang berbeda karena kepentingan dan kebudayaan yang saling bertabrakan. Konflik rasial sudah berlangsung lama dalam sejarah kehidupan manusia. Konflik rasial umumnya terjadi karena salah satu ras merasa sebagai golongan yang paling unggul dan paling sempurna di antara ras lainnya. Konflik rasial misalnya, terjadi di Afrika Selatan yang terkenal dengan politik apartheid. Konflik ini terjadi antara golongan kulit putih yang merupakan kelompok penguasa dan golongan kulit hitam yang merupakan golongan mayoritas yang dikuasai.
adalah konflik antara suku Indian dengan para migran dari Eropa. Kelompok migran orang-orang Eropa ini berusaha membinasakan eksistensi suku-suku Indian.
4. Konflik Politik
Masalah politik merupakan aspek yang paling mudah untuk menyulut ketidaknyamanan atau ketidaktenangan dalam masyarakat. Masalah politik sering mengakibatkan konflik antarmasyarakat. Konflik politik merupakan konflik yang menyangkut golongan-golongan dalam masyarakat maupun di antara negara-negara yang berdaulat. Konflik politik pernah terjadi antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1963.
5. Konflik Internasional
Konflik internasional, yaitu pertentangan yang melibatkan beberapa kelompok negara (blok) karena perbedaan kepentingan. Banyak kasus terjadinya konflik internasional sebenarnya bermula dari konflik antara dua negara karena masalah politik atau ekonomi. Konflik berkembang menjadi konflik
internasional karena masing-masing pihak mencari kawan atau sekutu yang memiliki kesamaan visi atau tujuan terhadap masalah yang dipertentangkan. Dengan demikian, terjadilah konflik internasional (Soekanto, 2012:94).
Bentuk konflik sebagai suatu kejadian dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu
konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal (Stanton
16
1. Konflik internal
Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seseorang tokoh
cerita. Jadi, konflik internal merupakan konflik yang dialami manusia dengan
dirinya sendiri (konflik batin). Konflik ini tidak melibatkan orang lain, konflik
ini ditandai dengan gejolak yang timbul di dalam diri sendiri mengenai
beberapa hal seperti nilai-nilai dan pertentangan antara dua keinginan,
keyakinan dan pilihan yang berbeda, harapan-harapan atau masalah-masalah
yang lainnya. Kekuatan karakter akan terlihat dalam usahanya menghadapi
gejolak tersebut.
2. Konflik eksternal
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seseorang tokoh dengan
sesuatu yang ada diluar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau
mungkin dengan lingkungan manusia. Konflik eksternal dapat dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu konflik fisik dan konflik sosial (Jones dalam
Nurgiyantoro, 2012:124).
a. Konflik fisik (konflik antara tokoh dengan alam)
Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh
dengan lingkungan alam. Misalnya, konflik atau permasalahan yang dialami
oleh seseorang tokoh akibat adanya banjir, gunung meletus, dan sebagainya.
b. Konflik sosial (konfik tokoh dengan masyarakat)
Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya masalah yang
muncul akibat adanya hubungan antarmanusia.
c. Konflik antarindividu terjadi karena adanya perbedaan pandangan terhadap
Berdasarkan pengertian dan jenis konflik di atas dapat disimpulkan bahwa konflik
internal dan eksternal saling berkaitan. Artinya, konflik-konflik itu dapat terjadi
sekaligus dan dialami oleh seseorang tokoh cerita dalam waktu yang bersamaan,
walau tingkat intensitasnya mungkin saja tidak sama. Tingkat kompleksitas
konflik yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi dalam banyak hal menentukan
kualitas, kuantitas, dan kemenarikan karya itu. Bahkan, mungkin tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa menulis cerita sebenarnya tidak lain adalah membangun
atau mengembangkan konflik itu. Konflik itu sendiri dicari, ditemukan,
diimanjinasikan, dan dikembangkan berdasarkan konflik yang dapat ditemui di
dunia nyata.
2.6 Akibat Konflik
Konflik dapat bersifat fungsional secara positif maupun negatif. Dampak secara
positif apabila tersebut berdampak memperkuat kelompok, sebaliknya bersifat
negatif apabila bergerak melawan struktur. Dalam kaitannya dengan sisitem nilai
yang ada dalam masyarakat, konflik berdampak negatif apabila menyerang suatu
nilai ini. Dalam hal konflik antara satu kelompok dengan kelompok lain, konflik
dapat berdampak positif karena membantu pemantapan batas-batas struktural dan
mempertinggi integritas dalam kelompok. Dampak atau akibat negatif yang
timbul dari sebuah konflik sebagai berikut.
1. Keretakan Hubungan Antarindividu dan Persatuan Kelompok
Visi dan misi dalam kelompok menjadi tidak dipandang lagi sebagai dasar
penyatuan. Setiap anggota berusaha menjatuhkan anggota lain dalam kelompok
yang sama sehingga dapat dipastikan kelompok tersebut tidak akan bertahan
18
2. Berubahnya Kepribadian Individu
Dalam konflik sosial biasanya membentuk opini yang berbeda, misalnya orang
yang setuju dan mendukung konflik, ada yang menaruh simpati kepada kedua
belah pihak, ada pribadi-pribadi yang tahan menghadapi situasi konflik, akan
tetapi ada yang merasa tertekan sehingga menimbulkan penderitaan pada
batinnya dan merupakan suatu penyiksaan mental.
3. Hancurnya Harta Benda dan Jatuhnya Korban Jiwa
Setiap konflik yang terjadi umumnya membawa kehancuran dan kerusakan
bagi lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena masing-masing pihak
yang berkonflik mengerahkan segala kekuatan untuk memenangkan pertikaian.
Oleh karena itu, tidak jarang segala sesuatu yang ada di sekitar menjadi bahan
amukan. Peristiwa ini menyebabkan penderitaan yang berat bagi pihak-pihak
yang bertikai. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban jiwa wujud nyata
akibat konflik (Soekanto, 2012: 95).
2.7 Pemilihan Bahan Ajar Sastra di SMA
Pengajaran sastra dapat membantu keterampilan berbahasa apabila dalam
pengajaran sastra guru melibatkan langsung kemampuan berbahasa siswa meliputi
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pengajaran sastra dapat
mengembangkan cipta dan rasa apabila dalam pengajaran sastra guru mencoba
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kecakapan yang
dimilikinya. Kecakapan siswa berupa penalaran indrawi, afektif, social, dan
religius sehingga pengajaran sastra mampu mengembangkan kualitas pribadi
melakukan penghayatan dalam memahami sebuah karya sastra agar siswa mampu
mencerna dan memahami sebuah karya sastra.
Dalam sebuah karya sastra ada yang disebut dengan penghayatan keindahan atau
penghayatan nilai. Penghayatan nilai bermula dari pengamatan dan pencerahan
jiwanya atau suatu karya sastra. Penghayatan nilai disebut dengan penghayatan
atau pengalaman estetik. Penghayatan estetik ini tidak selalu mudah karena suatu
karya sastra yang diciptakan untuk semua orang yang mau membacanya itu sering
tidak dapat diresapi oleh setiap orang. Hal yang demikian terjadi karena dua
kemungkinan, yaitu pembacanya terlalu tertutup dan tegar untuk dapat menyerap
sastra yang halus dan tinggi atau karya sastra itu terlalu tidak berdaya untuk
menggerakkan minat dan hati pembacanya.
Penghayatan estetik tidak terjadi dengan sendiri, kesadaran pribadi seseorang
pembaca akan nampak kuat dan mustahil larut ke dalam rahasia karya sastra yang
dihadapi. Apabila penghayatan estetik terjadi seseorang kritikus akhirnya sadar
kembali akan pribadinya dan menjelaskan bagaimana sebuah karya yang ia baca
telah dia hayati, bagaimana penghayatan itu terjadi dan mengapa penghayatan itu
terjadi karena telah dijelaskan bahwa penghayatan estetik berati penemuan nilai,
dalam penjelasannya kritikus menuliskan bagaimana dalam sebuah karya sastra
dia menemukan suatu nilai, bagaimana penemuan nilai terjadi, dan mengapa
penemuan nilai terjadi. Tetapi apabila penghayatan benar-benar berpangkal dari
persepsi tentulah penghayatan estetik itu dapat sejalan dan memang merupakan
nilai yang hendak diungkapkan oleh pengarang yang bersangkutan (Harjana,
20
2.8 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra
Pembelajaran merupakan interaksi atau komunikatif aktif antara dua pihak, yaitu
interaksi antara pengajar dengan pengajaran. Pengajar berkedudukan sebagai
perancang, penggerak, dan fasilitator bagi pembelajar. Di lain pihak pembelajar
berkemampuan untuk menafsirkan petunjuk-petunjuk melakukan antisipasi dan
aktif bertindak sesuai dengan karakteristik yang ia miliki.
Pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya
meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan
pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang
pembentukan watak (Rahmanto, 1993:16). Pembelajaran sastra mempunyai
tujuan. Tujuan pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila ditunjang
penggunaan media dan bahan ajar yang memadai yang dapat memenuhi
kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan. Novel adalah salah satu media
dan bahan ajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran sastra di sekolah.
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis kelayakan novel Daun Pun
Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy dari tiga aspek, yaitu (1) pemilihan
bahan ajar ditinjau dari aspek kurikulum, (2) pemilihan bahan ajar sastra ditinjau
dari aspek kesastraan, dan (3) pemilihan bahan ajar sastra ditinjau dari aspek
2.8.1 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (BNSP, 2006:16) adalah sebagai berikut.
1. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan;
2. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa;
3. Menghargai dan membanggakan sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) artinya dalam proses pemilihan bahan ajar sastra harus disesuaikan
dengan KTSP. Hal ini berarti bahwa kriteria pokok pemilihan bahan ajar atau
materi pembelajaran harus sesuai dengan standar isi yang tercantum dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia. Standar isi mata pelajaran bahasa Indonesia ini
mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan yang tertuang dalam silabus pembelajaran (Mulyasa,
2009:21). Berdasarkan hal tersebut, materi pembelajaran yang dipilih untuk
diajarkan pada siswa hendaknya berisi materi atau bahan ajar yang benar-benar
menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dengan kata
lain, pemilihan bahan ajar haruslah mengacu atau merujuk pada standar
22
Dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA) materi yang berkaitan dengan konflik dalam novel terkait
pada kelas XI semester pertama terdapat pada satandar kompetensi (Memahami
berbagai hikayat dan novel Indonesia/terjemahan) dengan kompetensi dasar
menganalisis unusr-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dan terjemahan.
Indikator yang harus dicapai menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik
(alur, tema, penokohan, sudut pandang, nilai sosial, budaya, dan lain-lain).
Standar Kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan pengusaan,
pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia. Dengan Standar Kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra
Indonesia ini, diharapkan siswa dapat menumbuhkan penghargaan dan mengambil
hikmah terhadap hasil karya kesusastraan.
Dengan penentuan bahan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) dan didukung dengan kriteria tujuan pembelajaran
sastra, diharapkan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat
lebih bermakna.
2.8.2 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Berdasarkan Aspek Kesastraan Dalam penelitian ini, untuk menentukan layak tidaknya novel Daun Pun Berzikir
dapat dijadikan sebagai bahan ajar sastra. Kriteria pemilihan bahan ajar sastra
1. Bahasa
Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah
yang dibahas, tetapi juga faktor-faktor lain seperti cara penulisan yang dipakai
oleh pengarang, bahasa yang digunakan si pengarang yang menggunakan
bahasa yang baku, komunikatif, memperhitungkan kosakata baru, isi wacana,
cara menuangkan ide yang disesuaikan dengan kelompok pembaca yang ingin
dijangkau sehingga mudah dipahami semua kalangan, serta ciri-ciri karya
sastra yang disesuaikan pada waktu penulisan karya itu.
2. Psikologi
Dalam memilih bahan ajar, tahap-tahap perkembangan psikologis hendaknya
diperhatikan karena sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan
anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologi sangat
berpengaruh terhadap daya ingat kemauan mengerjakan tugas, kesiapan
bekerja sama dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem
yang dihadapi. Ada empat tahap perkembangan psikologis yang penting
diperhatikan oleh guru untuk memahami psikologi anak-anak sekolah dasar
dan menengah (Rahmanto, 1993:30). Empat tahap perkembangan psikologis
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)
Pada tahap ini imajinasi anak-anak belum banyak diisi dengan hal-hal yang
24
b. Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)
Anak mulai meninggalkan fantasi dan berpikir mengarah ke realitas. Meski
pandangan ke dunia ini masih sangat sederhana. Anak-anak mulai menyenangi
cerita kepahlawanan, petualangan, bahkan kejahatan.
c. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)
Pada tahap ini anak mulai terlepas dari dunia fantasi. Mereka sangat berminat
pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha
mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami
masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
d. Tahap generalisasi (16 tahun ke atas)
Pada tahap ini anak mulai tidak lagi hanya berminat pada hal-hal yang praktis
saja, tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fenomena yang ada. Mereka berusaha menemukan dan
merumuskan penyebab utama fenomena itu dan terkadang mengarah kepada
pemikiran filsafat untuk menentukan keputusan-keputusan moral.
Karya sastra dipilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis
pada umumnya dalam suatu kelas. Usia anak SMA berada antara tahap realistik
dan generalisasi. Tentu saja tidak semua siswa dalam satu kelas memunyai tahap
psikologis yang sama. Walaupun demikian, guru harus berusaha untuk
menyajikan karya sastra yang setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik
3. Latar belakang budaya
Latar belakang karya sastra meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia
dan lingkungannya, seperti geografi, sejarah, legenda, pekerjaan, kepercayaan,
cara berpikir, nilai-nilai masyarakat, seni, moral etika, dan sebagainya.
Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar
belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka,
terutama apabila karya itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan
yang memunyai kesamaan dengan mereka atau orang-orang di sekitar mereka.
Namun, latar belakang budaya luar budaya lokal perlu diperkenalkan agar
siswa mengenal dunia lain (Rahmanto, 1993:32).
2.8.3 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Berdasarkan Aspek Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter
pada peserta didik yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu,
tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
maupun bangsa sehingga akan terwujud insan kamil (Aunillah, 2011: 18-19).
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen, dan
watak. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak pada
nilai-nilai karakter dasar manusia. Nilai- nilai-nilai karakter dasar yang harus diajarkan
kepada peserta didik sejak dini adalah sifat dapat dipercaya, rasa hormat dan
perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, ketulusan, berani, tekun, disiplin,
26
karakter di sekolah sebaiknya berpijak pada nilai-nilai karakter dasar tersebut,
yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau tinggi,
yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Adapun ciri yang dapat dicermati pada seseorang yang mampu memanfaatkan
potensi dirinya adalah terpupuknya sikap-sikap terpuji, seperti jujur, percaya diri,
bersikap kritis, analitis, peduli, kreatif-inovatif, mandiri, bertanggung jawab,
sabar, berhati-hati, tegas, rela berkorban, berani, rendah hati, bekerja keras,
disiplin, mampu mengendalikan diri, sportif, tekun, ulet, dan berhati lembut.
Dengan demikian, para peserta didik yang disebut berkarakter baik adalah mereka
yang selalu berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan dengan mengoptimalkan
potensi (pengetahuan) dirinya disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasi
(perasaan) (Aunillah, 2011:21).
Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang
menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut
suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan
karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari
pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai
yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan
pembaruan tata kehidupan yang lebih menghargai kebebasan individu. Pendidikan
karakter juga bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
akhlak mulia peserta didik secara utuh terpadu dan seimbang sesuai dengan
standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapakan peserta
didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter yang terpadu dalam pembelajaran adalah kegiatan spesifikasi
dalam pembelajaran merupakan pengenalan nilai-nilai, diperolehnya kesadaran
akan pentingnya nilai-nilai, dan internalisasi nilai-nilai ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di
dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Kegiatan pembelajaran
bertujuan menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang
ditargetkan, serta dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari,
atau peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dalam bentuk perilaku.
Dalam pendidikan karakter di butuhkan metodologi yang efektif, aplikatif, dan
produktif agar tujuannya bisa tercapai dengan baik. Metodologi pendidikan
karakter adalah sebagai berikut.
1. Pengajaran
Mengajarkan pendidikan karakter dalam rangka memperkenalkan pengetahuan
teoritis tentang konsep nilai. Pemahaman konsep ini menjadi bagian dari
pemahaman pendidikan karakter itu sendiri sebab anak-anak akan banyak
belajar pemahaman dan pengertian tentang nilai-nilai yang dipahami oleh para
28
2. Keteladanan
Keteladanan menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan
pendidikan karakter. Tujuan pendidikan karakter ada pada pundak guru.
Konsistensi dalam mengajarkan pendidikan karakter tidak sekedar melalui
pembelajaran di kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri sang guru,
dalam kehidupan yang nyata di luar kelas.
3. Menentukan Prioritas
Lembaga pendidikan memiliki prioritas dan tuntutan dasar atas karakteristik
yang ingin diterapkan di lingkungan mereka, pendidikan karakter menghimpun
banyak kumpulan nilai yang dianggap bagi pelaksanaan dan realisasi atau visi
lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan mesti menentukan
tuntutan standar atas karakter yang akan ditawarkan kepada peserta didik
sebagai bagian dari kinerja kelembagaan mereka.
4. Praksi Prioritas
Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti
dilaksanakannya prioritas nilai pendidikan karakter tersebut. Berkaitan dengan
tuntutan lembaga pendidikan atau prioritas nilai yang menjadi visi kinerja
pendidikannya, lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh
mana visi sekolah telah dapat direalisasikan dalam lingkup pendidikan
skolastik melalui berbagai macam unsur yang ada dalam lembaga pendidikan
5. Refleksi
Karakter yang ingin dibentuk oleh lembaga pendidikan melalui berbagai
macam program dan kebijakan senantiasa perlu dievaluasi dan direfleksikan
secara berkesinambungan dan kritis sebagaimana dikatakan Socrates, “Hidup
yang tidak direfleksikan merupakan hidup yang tidak laya dihayati.” Tanpa ada
usaha untuk melihat kembali sejauh mana proses pendidikan karakter ini
direfleksikan dan dievaluasi, tidak akan pernah terdapat kemajuan (Koesoema
dalam Asmani, 2011:67).
Metodologi pendidikan karakter tersebut menjadi catatan penting bagi semua
pihak, khususnya guru yang berinteraksi langsung kepada anak didik. Tentu, lima
hal ini bukan satu-satunya sehingga masing-masing tertantang untuk
menyuguhkan alternatif pemikiran dan gagasan untuk memperkaya metodologi
pendidikan karakter.
Sastra dalam kaitan dengan pendidikan karakter, yaitu sastra sebagai media
pembentuk watak moral peserta didik, dengan sastra kita bisa mempengaruhi
siswa. Karya sastra dapat menyampaikan pesan-pesan moral baik secara implisit
maupun eksplisit. Dengan mengapresiasi guru bisa membentuk karakter siswa,
sastra mampu memainkan perannya. Sikap peduli, kritis, bertanggung jawab,
tegar, yang berhubungan dengan pendidikan karakter, bisa kita terapkan kepada
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif antara lain bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata-kata atau gambar daripada angka-angka (Moleong, 2005:5).
Metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk membuat deskripsi atau gambaran untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain (Moleong, 2005:6). Dalam metode kualitatif, metode yang biasanya
dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen, seperti memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu maupun kelompok orang.
3.2 Sumber Data
3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis teks. Langkah-langkah yang dilakukan penulis untuk menganalisis data ialah sebagai berikut.
1. Membaca keseluruhan novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy
2. Mengumpulkan data mengenai konflik yang terdapat dalam novel.
3. Menganalisis bentuk-bentuk konflik dan akibat-akibat konflik terhadap data yang telah dikumpulkan.
4. Mendeskripsikan hasil analisis mengenai konflik yang telah ditemukan dalam novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy
69
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap novel Daun Pun Berzikir karya
Taufiqurrahman Al Azizy, peneliti menyimpulkan hal-hal sebagai berkut.
5.1.1 Konflik dalam novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy
terjadi antara tokoh Haydar dengan masyarakat. Adapun pemicu konflik
tersebut adalah kesalahpahaman di antara kedua pihak itu.
5.1.2 Novel Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy layak dijadikan alternatif bahan ajar karena memenuhi tiga kriteria pemilihan bahan ajar, yaitu
kriteria berdasarkan Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP), berdasarkan aspek
kesastraan, dan berdasarkan aspek pendidikan karakter.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang diberikan peneliti meliputi saran
praktis dan saran teoretis, yaitu sebagai berikut.
5.2.1 Saran Praktis
Guru dapat memanfaatkan Daun Pun Berzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy
sebagai alternatif bahan ajar, terutama dalam pembelajaran berdimensi pendidikan
karakter yang menumbuhkan nilai-nilai yang berkaitan erat dengan kemampuan
5.2.1 Saran Teoretis
Kepada peneliti yang akan menggunakan novel Daun Pun Berzikir karya
Taufiqurrahman Al Azizy sebagai sumber data, peneliti menyarankan supaya
melakukan penelitian tentang bagaimana pembelajaran dalam novel Daun Pun
Konflik dalam Novel Daun Pun Berzikir Karya
Taufiqurrahman Al Azizy dan Kelayakannya sebagai
Bahan Ajar Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)
(Skripsi)
Oleh
Rahma Arta Yulia
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Konflik dalam Novel
Daun Pun Berzikir
Karya
Taufiqurrahman Al Azizy dan Kelayakannya
sebagai Bahan Ajar Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Oleh
Rahma Arta Yulia
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Novel ... 8
2.2 Pendekatan Sosiologi Sastra ... 9
2.3 Kedudukan dan Fungsi Konflik di dalam Sastra ... 11
2.4 Pengertian Konflik ... 12
2.5 Bentuk-Bentuk Konflik ... 13
2.6 Akibat Konflik ... 17
2.7 Pemilihan Bahan Ajar Sastra di SMA ... 18
2.8 Kriteria Bahan Ajar Sastra ... 20
2.8.1 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Berdasarkan KTSP ... 21
2.8.2 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra Berdasarkan Aspek Kesastraan ... 22
3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 32
4.3 Analisis Akibat Konflik dalam Novel Daun Pun Berzikir Karya Taufiqurrahman Al Azizy ... 47
4.3.1 Keretakan Hubungan Antarindividu ... 47
4.3.2 Berubahnya Kepribadian Individu …… ... 49
4.3.3 Hancurnya Harta dan Benda ... 50
4.4 Kelayakan Konflik dalam Novel Daun Pun Berzikir Karya Taufiqurrahman Al Azizy sebagai Bahan
V. Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan ... 69
5.2 Saran………. ... 70
DAFTAR PUSTAKA………. ... 71
DAFTAR PUSTAKA
Al Azizy, Taufiqurrahman. 2010. Daun Pun Berzikir. Jakarta: PT. Gramedia.
Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.
BSNP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta.
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra (Sebuah Pengantar Ringkas). Jakarta: Depdiknas.
Depdikbud. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.
Esten, Mursal. 1987. Kesusatraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Hardjana, Andre. 1985. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Lubis, Hamid Hasan. 1994. Glosarium Bahasa dan Sastra. Bandung: Angkasa.
Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gramedia.
Mulyasa, H. E. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahmanto, Bernandus. 1993. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
Tim Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Media Pustaka Phoenix.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Konflik dalam Novel Daun Pun Berzikir Karya
Taufiqurrahman Al Azizy dan Kelayakannya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA
Nama Mahasiswa : Rahma Arta Yulia
Nomor Pokok Mahasiswa : 0713041006
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Bandarlampung, November 2012
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing 1
Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum. NIP 19610104 1987031004
Dosen Pembimbing 2
Dr. Muhammad Fuad, M. Hum. NIP 195907221986031003
2. Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni
PERSEMBAHAN
Beriringan ucapan Alhamdulillahirabbil’alamin dengan segenap hati
kupersembahkan skripsi ini kepada orang-orang terkasih.
1. Kedua orang tercintaku yang telah membesarkanku dan mendidik dengan
penuh kasih, kesabaran, pengorbanan, ketulusan, dan keikhlasan. Kuucapkan
terima kasih kepada ibuku tersayang yang selalu berdoa demi keberhasilanku;
2. Kakak dan adikku tersayang Deza Ariffandy, Kartika Arta Rahmadana, dan
Azizatul Khaira Arta yang senantiasa mendoakanku selalu memahami dan
memberikan dukungan;
3. Tanteku Emilia yang selalu mendukung aku dan memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsiku;
4. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku dalam berpikir, bertutur, dan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukit Kemuning pada tanggal 30 Juli 1989, putri kedua dari
empat bersaudara, buah hati dari pasangan Armizal dan Ervi Yurita. Pendidikan
formal yang telah ditempuh penulis adalah SD Negeri 1 Bukit Kemuning
diselesaikan pada tahun 2001, SMP Negeri 1 Bukit Kemuning diselesaikan pada
tahun 2004, dan SMA Al Kautsar Bandarlampung diselesaikan pada tahun 2007.
Tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa Seni, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Selama jadi mahasiswa, penulis
pernah mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 14
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat teriring salam tetap tercurah kepada teladan umat manusia, yaitu Nabi
Muhammad Saw.
Skripsi dengan judul Konflik dalam Novel Daun Pun Berzikir Karya
Taufiqurrahman Al Azizy dan Kelayakannya sebagai Bahan Ajar Sastra
Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang
setulusnya kepada pihak-pihak berikut ini.
1. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku dosen pembimbing utama dan Ketua
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah banyak memberiku
bimbingan dan motivasi dengan penuh pengertian serta kesabaran kepada
2. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku dosen pembimbing kedua dan Ketua
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, serta kritik dan saran yang sangat
bermanfaat selama proses penyelesaian skripsi ini;
3. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
dan kritik yang membangun;
4. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan;
5. Staf pengajar di lingkungan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, serta seluruh staf akademik di lingkungan FKIP Universitas
Lampung;
6. Kedua orang tuaku atas doa, dukungan moral, pengorbanan, dan cinta yang tak
putus mengiringi tiap langkah hidupku. Kakakku Deza Ariffandy, dan adik-
adikku tersayang, Kartika Arta Rahmadana dan Azizatul Khaira Arta atas doa
dan perhatian yang sangat berati;
7. Teman-temanku di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
angkatan 2007 reguler dan nonreguler, terima kasih atas persahabatan, doa,
khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin.
Bandarlampung, November 2012
Penulis,