• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Nasional Kesehatan Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Nasional Kesehatan Remaja"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

-

セ@ ';of-

セ@

:>

セエNセセ@

n

s

Direktorat

k・ウ・ィ。エ。セョ

セkセ ・セ iZu Z。 イァセ。ャGャャ

• • • Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
(2)

I

|lセ

M]MMMMM

G@

STRATEGI NASIONAL

KESEHATAN REMAJA

,.-

"

セ@

r"'

<; - ...,

01':>'

at.{

セ@

11

M^セGャM

b/

[}

r

J, '1. ' It

7

l-q1/

,l\t\Q

.... r.

1 '

セMャ

セNイ_N N@N@ NN N@

.s

-1° ' . / /... . ... . . ..

J

- I .... .. .... ..

..

...

..-... ... ... ... ... ... . .

Direktorat Kesehatan Keluarga

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI

2005

(3)

-TIM PENGARAH DAN -TIM PENYUSUN BUKU

STRATEGI NASIONAL KESEHATAN REMAJA

Pengarah:

Prof. Dr. Azrul Azwar, MPH (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat)

Tim Penyusun : 1. Dr. Sri Hermiyanti, Msc (Direktur Kesehatan Keluarga)

2. Dr. Anasrul SR

(Kasubdit Kesehatan Usia Sekolah & Remaja) 3. Dr. Enny Setiasih

(Konsultan) 4. Dr. Frits de Haan

(WHO)

5. Dr. Hanny Roespandi (WHO)

6. Dr. Liwina Tasman

(Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Kes.Usia Sekolah & Remaja) 7. Dr. Penina Regina B, MPHM

(Kasie Standarisasi Subdit Kes. Usia Sekolah & Remaja) 8. Dr. Lovely Daisy

(4)

,- - - -- - - -- -

b

IND O N ES I ...

SEt ,,,,T

20 10

KATASAMBUTAN

Oalam memberi dukungan bagi tumbuh kembang remaja, perlu diperhatikan kondisi remaja itu sendiri dan kondisi lingkungan dimana ia berada . Tumbuh kembang yang optimal dapat dicapai bila remaja dalam keadaan fisik, mental dan sosial yang sehat. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya lingkungan dimana remaja tinggal seperti orang tua , teman sebaya serta lingkungan keseharian yang dialaminya dan dipahami dari pendengaran, penglihatan dan seluruh inderanya . Banyaknya faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang ini menunjukkan betapa kompleks masalah remaja. Oi lain pihak menunjukkan begitu banyak aspek yang dapat diintervensi untuk meningkatkan faktor pendukung dan mengurangi faktor risiko dalam membentuk perilaku positif yang ュ・ョァィ。ウゥャォセョ@ status kesehatan dan kualitas hidup yang baik pada saat ini dan di kemudian hari.

Strategi Nasional Kesehatan Remaja ini diharapkan menjadi acuan yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang ingin berkontribusi menyumbangkan program atau kegiatan guna menciptakan remaja Indonesia yang sehat fisik, mental dan sosial , dimanapun remaja tinggal dan pada tingkat kesejahteraan keluarga manapun mereka hidup.

Ookumen Inl Juga diharapkan dapat merangsang diciptakannya langkah-Iangkah konkrit peningkatan lingkungan yang lebih menguntungkan untuk tumbuh kembang remaja melalui kerjasama yang solid dari semua pihak baik yang berkaitan dengan penyempurnaan peratu ran perundang - undangan dan pelaksanaannya pad a aspek pemberian pelayanan dan informasi , pendidikan , agama, maupun yang berkenaan dengan penyediaan sarana rekreasi, kesenian dan olahraga bagi remaja.

(5)

Pad a akhirnya, dengan satu tujuan dan tekad yang sama dalam mempersiapkan remaja sehat menuju kehidupan dewasa yang berkualitas merupakan kepentingan kita semua karena di tangan merekalah kelak nasib bangsa dipertaruhkan. Dengan demikian akan memperkecil perbedaan dan egoisme antar program dan sektor serta dapat memacu peningkatan kualitas, efektivitas dan efisiensi program-program kesehatan remaja, melalui perwujudan jejaring kerjasama yang dijalin dengan lebih baik.

Selamat bekerja.

Jakarta, Juni2004 Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,

Prof.Dr. Azrul Azwar. MPH NIP. 130422608

(6)

KATA PENGANTAR

Kondisi remaja saat ini akan menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Namun dewasa ini, berbagai masalah kesehatan yang terjadi dikalangan remaja sang at memprihatinkan, sehingga memerlukan upaya penanganan secara komprehensif dan terintegrasi yang melibatkan semua unsur dari Iintas program dan sektor terkait.

Sehubungan dengan hal tersebut, telah berhasil disusun buku Strategi Nasional Kesehatan Remaja, yang penyusunannya telah didiskusikan bersama dengan semua program dan sektor terkait, pengelola program tingkat Pusat dan Daerah, pelaksana program di lapangan, serta para pakar terkait dengan kesehatan remaja.

Diharapkan Buku Strategi Nasional Kesehatan Remaja ini dapat digunakan sebagai acuan bagi semua pihak terkait untuk memperkuat pelaksanaan pro-gram kesehatan remaja dalam rangka meningkatkan kesehatan remaja Indo-nesia, baik fisik, mental dan sosial, dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas bagi pembangunan bangsa di masa mendatang.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada konsultan dan semua pihak yang telah menyumbangkan masukan yang sangat berharga, khususnya Perwakilan WHO di Indonesia atas dukungan pemikiran maupun dana dalam proses penyusunan, serta UNFPA hingga buku Strategi Nasional Kesehatan Remaja ini dapat tersusun dengan baik. Sangat diharapkan masukan dan saran dari semua pihak terutama para pengguna buku ini untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa datang .

Jakarta, Juni 2005 Direktur Kesehatan Keluarga,

(7)
(8)

2010

I!!!!!!II!!!!!!!!!!!!!!!!II!!!!!!!!!!!I!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!!!!!I!!!I!!!I!I-

b

I NOONfSI A

SEHAT

DAFTARISI

Hal KATASAMBUTAN ... ... ... .. ... .. ... ... .. ... .. .

KATAPENGANTAR ... ... ... ... .. ... ... .. ... ... .. ... ... .. ... .. iii

DAFTAR lSI ... ... .... ... .... ... .. ... ... ... ... .... ... .. ... v

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... .... ... ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1

A. Latar Belakang .... ... .. ... ... . .. .. ... .. .... ... ... .. 1

1. Gambaran Umum ... ... ... .. ... .... ... 1

2. Hubungan Faktor Risiko dan Faktor Pelindung dengan perilaku dan kesehatan remaja ... ... ... ... ... 6

3. Landasan Hukum ... ... ... ... .... ... ... .... ... .. ... ... . 9

B. Analisa Situasi ... .. .... ... .. ... .. ... ... .. ... ... .. ... .... .... 10

1. Masalah kesehatan remaja ... ... ... ... ... .. ... .. 10

2. Pelayanan kesehatan remaja .... .... ... .... ... ... .... ... . 25

3. Isu strategis... ... .. .. ... ... .. ... ... ... ... ... ... .. 28

BAB II. VISI, MISI DAN TUJUAN STRATEGI NASIONAL KESEHATAN REMAJA ... .. ... ... .... ... ... ... ... 32

BAB III. STRATEGIINTERVENSI ... ... ... .. ... ... ... ... .... .... 33

A. Peningkatan partisipasi aktif remaja dalam meningkatkan kesehatannya ... ... .. .... .. ... ... .. ... .. ... ... ... ... ... ... 33

B. Peningkatan partisipasi Orang Tua dan Masyarakat dalam meningkatkan kesehatan remaja .. ... .. ... ... .... .. ... .. 34

C. Peningkatan kemitraan antar Institusi, Lembaga, Organisasi dan Sektor Swasta dalam upaya kesehatan remaja ... ... .... 35

D. Peningkatan penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada remaja .... ... ... ... ... ... .. 38

BAB IV. INDIKATOR ... ... ... ... ... .. ... ... .... ... ... ... ... ... ... ... ... 46

BAB V. PENUTUP ... ... ... ... ... .. ... ... ... .... ... ... .. .... .... .... ... 49

DAFTAR PUSTAKA .... ... ... ... ... ... .. ... 50

(9)
(10)

DAFTARSINGKATAN DAN ISTILAH

AFHS AIDS BBLR BPS Catin ESKA GAKY IDUs IMT IYARHS KEK KIE KTD KtP KRR KTD LDUI LILA LSE LSM Miras NAPZA ODHA PKHS PKPR PUG RAR RSKO Sakernas SKB SKRT Susenas UKS UNFPA VCT WHO WUS YFHS

Adolescent Friendly Health Services Acquired Immune Deficiency Syndrome

Bayi Berat Lahir Rendah Badan Pusat Statistik Calon Pengantin

Eksploitasi Seksual Komersial Anak Gangguan Akibat Kurang Yodium

Injecting Drug Users

Indeks Masa Tubuh

Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey

Kekurangan Energi Kronis Komunikasi Informasi Edukasi Kehamilan Tak Diinginkan Kekerasan terhadap Perempuan Kesehatan Reprodusi Remaja Kehamilan tak Diinginkan Lembaga Demografi U.I

Lingkar Lengan Atas (Iengan kiri, dalam em)

Life Skills Education

Lembaga Swadaya Masyarakat Minuman keras (beralkohol)

Narkotik, Psikotropik dan ZatAdiktif lainnya Orang dengan HIV/AIDS

Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Pengarus Utamaan Gender

Rapid Assessment Response

Rumah Sakit Ketergantungan Obat Survei Angkatan Kerja Nasional Surat Keputusan Bersama

Survei Kesehatan dan RumahTangga Survei Sosial Ekonomi Nasional Usaha Kesehatan Sekolah

United Nations Population Fund

Voluntary Counseling and Testing for HI VIA IDS World Health Organization

Wanita Usia Subur

Youth Friendly Health Services

(11)
(12)

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1. Gambaran Umum

Kelompok remaja di Indonesia sebagaimana di sebagian besar negara di dunia, memiliki proporsi kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk . Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang disebut anak adalah seseorang yang berusia

o

(dalam kandungan) sampai usia 18 tahun. Oi dalam kategori anak menurut undang-undang tersebut, remaja termasuk di dalammya, karena Oepartemen Kesehatan menganut batasan umur remaja sesuai dengan batasan WHO, yaitu antara 10-19 tahun. 'Mengingat perbedaan permasalahan dan penanganan antara remaja yang sudah menikah dan yang belum menikah, dan juga untuk kepentingan pemilahan tanggung jawab program, remaja yang sudah menikah dimasukkan dalam kategori bukan remaja. Anak Usia Sekolah dimaksudlkan anak dalam usia SO sampai SMA. Meskipun usianya melebihi 19 tahun, apabila masih bersekolah, kesehatannya dibina melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan dengan demikian untuk intervensi, digolongkan dalam kategori anak usia sekolah.

Pertumbuhan dan perkembangan dramatis yang menandai masa remaja ini dikuti oleh perubahan emosi dan intelektual dan pemikiran sebab-akibat dari kongkrit ke abstrak . Masa ini dipenuhi dengan paradoks: remaja menghadapai situasi dimana mereka bukan lagi seorang anak namun belum lagi dewasa. Secara biologis mereka dapat menjadi seorang ayah atau ibu tetapi tidak siap menyandang tanggung jawab sebagai orang tua.

Mereka merasakan kebutuhan akan kemerdekaan tetapi masih bergantung pada orang tua dalam pemenuhan kebutuhan materialnya. Masa ini juga merupakan masa pencarian jati diri dengan mencoba-coba hal-hal baru , termasuk perilaku berisiko. Remaja sering tergoda berperan sebagai tokoh idola dalam sinetron TV atau film . Hal ini seringkali membawa bencana, karena mereka berbuat nekad seperti dalam film tanpa berpikir tentang risiko. Mereka mempunyai rasa ingin tahu dan sikap optimis berlebihan tetapi cepat diikuti oleh depresi dan rasa cemas. Selain itu perubahan peran dan harapan dalam kehidupan sosial dibebankan pada pundaknya.

(13)

Saat ini tersedia berbagai sarana dan fasilitas hingga remaja mempunyai banyak peluang untuk maju namun sekaligus terhadang berbagai risiko oleh terbukanya kesempatan untuk penjelajahan hal-hal baru dalam hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan membentuk pola pikir, ide dan perilaku. Pilihan tersaji di hadapan remaja berupa penawaran pendidikan, penambahan pengetahuan dan keterampilan berdampingan dengan berbagai godaan perilaku negatif misalnya eksplorasi seksual dalam bentuk seksual aktif serta penyalahgunaan narkotik, pSikotropik dan zat adiktif lainnya (Napza) dengan segala konsekuensinya.

Dengan perubahan sosial yang pesat dalam 50 tahun terakhir, lingkungan sosial dimana remaja menetap dan tumbuh , yang amat penting untuk membangun kesehatan remaja , telah berubah secara dramatis membawa akibat terhadap diri , termasuk kesehatannya . Remaja menghadapi bahaya yang lebih kompleks sifatnya dengan dukungan yang umumnya lebih kecil dibandingkan dengan remaja generasi sebelumnya .

Secara bertahap terjadi perubahan global dunia yang membawa perubahan pad a beberapa aspek , mempengaruhi kehidupan sosial yang harus dijalani remaja termasuk remaja Indonesia, sebagai berikut:

• Perubahan dalam ikatan keluarga dan kekerabatan .

Dengan meningkatnya mobilitas, ikatan kekeluargaan yang erat dan luas menjadi berkurang , perceraian meningkat dan terjadilah perkawinan kedua dari orangtua dan seterusnya. Lingkungan keluarga, yang terdiri dari pola asuh , kondisi , dan pendidikan moral dalam keluarga bergeser menjadi kurang mendukung bagi perkembangan jiwa remaja. Pengertian dan dukungan keluarga pad a masa kritis ini menjadi tidak optimal , sehingga kurang membantu remaja dalam menghadapai berbagai tantangan . Selain itu perubahan nilai sosial dan hubungan antar tetangga lambat laun terkikis.

• Perubahan ekonomi .

Perubahan struktur pekerjaan mengakibatkan goyahnya stabilitas ekonomi karena keterampilan yang kurang dan upah kerja yang rendah . Tingginya proporsi remaja yang tinggal di daerah miskin membawa dampak terhadap pendidikan, kehidupan sosial dan masa depan remaja pada umumnya. Krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan banyak remaja putus sekolah atau tidak mendaftarkan ke sekolah lanjutan, karena harus bekerja

STRATEGI NASIONAL KESEHATAN REMAJA

(14)

b

.I!!!I!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!I!!!I!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!• • •IIJ!!!!!!!!!!!.II!!!!!!!!!!!I!II!!!!!!!!!!!!!!!!!I!!!!!.... I NOON E"S IA 5[H AT

20 10

membantu ekonomi keluarga. Dari survei partisipasi sekolah di 100 desa tahun 1998 diketahui terjadi penurunan sebesar 6 % remaja perempuan usia 13-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah sedangkan pada remaja laki-Iaki 3%, dibandingkan dengan tahun sebelumnya (BPS-Unicef, 1999).

Penurunan persentase parti'sipasi sekolah pada remaja usia 13-15 tahun

Jenis kelamin 1994 1997 1998 % perubahan

Perempuan 58 71 65 -6

Laki-Iaki 59 68 65 -3

Sumber : BPS-Unicef, 1999

Pekerja anak usia 10-14 tahun dilaporkan seja'k awal (1986) cukup besar jumlahnya, sekitar 1,9 juta (45% berada di Jawa), dan meningkat dua kali pada tahun 1996 sebagai akibat dari krisis. Diperkirakan 4% atau sekitar 75000 anak yang bekerja di perkotaan bekerja melebihi 35 jam seminggu. Sakernas 1997 menyebutkan 7,4% atau sekitar lebih satu setengah juta anak usia 10-14 tahun bekerja dan paling sedikit 20% di antaranya bekerja lebih dari 35 jam seminggu .

• Berkurangnya waktu kebersamaan dengan orang dewasa. Perubahan struktur keluarga dan dunia kerjanya menyebabkan berkurangnya kesempatan remaja bertemu dengan orang tuanya hingga mereka lebih menghabiskan waktu bersama teman sebaya. Meskipun tekanan ternan sebaya kadang-kadang bersifat positif, namun seringkali menggiring remaja ke arah perilaku berisiko.

• Perpanjangan masa lajang .

Transisi dari masa remaja lajang ke masa dewasa menikah berangsur memanjang menjadi satu dekade atau lebih . Hal ini terjadi karena peningkatan pesat laju populasi mengakibatkan persaingan menjadi semakin be rat. Dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan lanjutan yang cukup agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarga. Dengan demikian usia terjadinya pernikahan rata-rata meningkat, sementara pemenuhan kebutuhan seksual orang dewasa pada masa penundaan itu makin dirasakan .

(15)

Data dari BPS 1994 menunjukkan bahwa usia nikah ternyata lebih tinggi di perkotaan dibandingkan dengan perdesan , dan bertendens i meningkat dari tahun ke tahun . Pad a tahun 1997 rata-rata usia nikah di perdesaan 18.8 sementara di perkotaan 21 .1 tahun , sedang tahun 1990 di perdesaan 20 .5 dan di perkotaan 23.5. Pada tahun 1994 dilakukan survei pada perempuan usia 25-49 tahun tentang usia nikah mereka dengan hasil sebagaimana ditunjukkan dalam tabel dibawah ini .

Median usia nikah pertama pada wan ita usia 25-49 berdasarkan tempat tinggal dan usia responden

Tmp sekrg

tinggal

25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Total

urban 22.0 19.6 19.7 18.8 18.5 20.0

Rural 18.1 17.6 17.1 16.7 16.5 17.4

Total 19.2 18.3 17.9 17.3 17.2 18.1

Sumber: BPS, 1994

Terlihat pada tabel diatas , makin tua usia responden , makin mud a usianya pada saat menikah .

• Kurangnya mendapat peran sosial yang berarti di masyarakat. Perubahan sosial mengurangi kesempatan remaja untuk berperan dan bertanggung jawab dalam kehidupam sosial. Akhir-akhir ini sebagian remaja mempunyai lebih banyak otonomi dan uang untuk dibelanjakan tetapi dengan tanggung jawab yang lebih kecil. Kurangnya tanggung jawab ini mempermudah remaja jatuh ke dalam perilaku berisiko .

• Media dan teknolog i.

Peran dominan dari media dan teknologi pada remaja amat jelas terlihat. Abad ini merupakan abad informasi, ditandai oleh kemajuan pesat di bidang teknolog i informasi. Kemajuan teknologi informasi yang luar biasa selain berdampak positifjuga mengurangi kualitas hubungan antar personal yang manusiawi. Tayangan televisi, siaran radio, komunikasi internet, mengurangi waktu komunikasi dalam keluarga, suasana kebersamaan yang dapat menumbuhkan saling pengertian , kerjasama , dukungan dan kasih sayang. Selain itu media juga mempengaruhi konsep pikir terhadap dirinya dan

(16)

orang lain, juga mempengaruhi nilai personal, norma sosial, harapan terhadap masa depannya, dan hubungannya dengan orang lain .

• Perubahan jenis ancaman terhadap kesehatan remaja .

Ancaman terhadap kesehatan remaja telah berubah . Perubahan sosial dan kemajuan pemeliharaan kesehatan, mengubah penyebab kesakitan dan kematian. Penyebab penyakit infeksi telah tergeser oleh faktor penyebab masalah kesehatan yang lebih kompleks yaitu faktor sosial , lingkungan dan perilaku. Ketiga faktor tersebut mempunyai kontribusi besar terhadap baik-buruknya kesehatan remaja.

• Lingkungan yang kurang kondusif ulltuk perbaikan status kesehatan remaja.

Lingkungan yang baik sangat penting diciptakan agar remaja dapat menyadari potensinya secara penuh dan tumbuh sehat menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Investasi pada kesehatan remaja harus ditanamkan pada lingkup yang lebih luas, mencakup sampai 'kepada lingkungannya. Kesehatan remaja dipengaruhi tidak hanya oleh peril'akunya sendiri, melainkan juga orang-orang di sekitarnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya dukungan sosial untuk mereka, kesempatan yang terbuka untuk mereka serta harapan yang digantungkan kepada mereka. Kelompok marginal seperti anak jalanan , remaja dalam kam pengungsi dan pekerja anak, merupakan contoh kelompok remaja yang berada dalam lingkungan kurang kondusif bagi tumbuh kembangnya dan lebih banyak terpapar faktor risiko.

Remaja sa at ini merupakan orang dewasa di masa depan . Komplikasi masalah kesehatan pad a remaja dapat berdampak seumur hidup, bahkan kadangkal·a berpengaruh pad a generasi sesudahnya. Kesehatan dan keseja 'hteraan mereka selain menentukan kesejahteraan kelompok remaja masa kini, juga menentukan kesejahteran kelompok pad a masa hidup selanjutnya serta generasi berikutnya . Pengalaman masa anak mempengaruhi masa remaja dan pengalaman masa remaja menentukan kehidupan masa dewasanya.

(17)

- - -

-2010

b

セM MMMMMMMMセMM

INDONf.SIA

$ ( tlAT

2. Hubungan faktor risiko dan faktor pelindung dengan perilaku dan kesehatan remaja.

Pada dasarnya ada dua faktor, faktor risiko dan faktor pelindung, yang mempengaruhi perilaku remaja dan lebih lanjut berdampak pada kesehatan dan kesejahteraannya bahkan masa depannya. Secara konseptual faktor risiko akan menggiring kearah perilaku berisiko, sedang faktor pelindung mengurangi terjadinya dampak faktor risiko dalam kehidupan remaja. Di bawah ini beberapa contoh dari kedua faktor tersebut.

Faktor risiko:

1. adanya model atau dukungan untuk perilaku berisiko: misalnya teman dekat yang mengkonsumsi Napza atau yang melakukan kegiatan seksual aktif.

2. adanya dorongan untuk perilaku berisiko: tekanan teman sebaya yang bersifat negatif.

3. adanya rasa tertekan yang sangat hingga merasa perlu melakukan penlaku berisiko untuk mengatasi depresinya.

4. adanya kesempatan terlibat dalam perilaku berisiko, misalnya menjadi anggota gang yang mempunyai akses terhadap Napza atau yang sering melakukan tawuran.

Faktor pelindung:

1. adanya model atau dukungan untuk perilaku positif sebagai kontrol, sosial atau personal, terhadap perilaku berisiko.

2. ikut sertanya dalam kegiatan-kegiatan yang tidak mengarah pada perilaku berisiko.

3. ikut sertanya dalam kegiatan yang menyertakan orang dewasa seperti kegiatan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial.

Kedua faktor yang telah disebutkan tadi berada dalam 5 kelompok area yaitu biologi-genetik, lingkungan sosial, lingkungan keluarga, kepribadian dan perilaku, dimana masing-masing faktor mempunyai pengaruh satu sama lain, saling meningkatkan atau mengurangi bahkan dalam kelompok area yang berbeda. Kuatnya pengaruh masing-masing akan membentuk perilaku, dan perilaku ini akan berdampak bagi kesehatan baik pada saat ini maupun kesehatan dan kesejahteraan di masa dewasa kelak.

Untuk mendapat gambaran lebih jelas, berikut ini digambarkan bagan dari kerangka konsep terjadinya perilaku pada remaja.

(18)

セセ セ@

,,- 0 ....

""" ....

ッセ@

z

BIOLOGIGENETIK Faktor risiko

Riwayat alkoholisme pada keluarga

Faktor pelindung

Kecerdasan

I

KERANGKA KONSEP PERILAKU PADA REMAJA

LlNGKUNGAN SOSIAL Faktor risiko

Kemiskinan Kelainan normati! Oiskriminasi, Rasialisme Adanya kesempatan untuk

berbuat ilegal

セ@

LlNGKUNGAN KHUARGA

Faktor risiko

Model perilaku menyimpang dari orang tua dan teman Ortu bercerau, pola asuh buruk Adanya konftik normati!

f----I Faktor pelindung

Model perilaku konvensional KontroJketat terhadap perilaku

menyimpang Ikatan keluarga dan antar

tetangga

I

KEPRIBADIAN Faktor risiko

Rasa kurang punya kesempatan dalam hidup

Kurang menghargai diri sendiri Kecendenungan mudah

mengambil risiko

7

PERILAKU Faktor risiko

Bermasalah dg miras Prestasi sekolah bunukl

malas sekolah

Faktor pelindung

f----I Taat beribadah Keterlibatan ekskuI I

akti! disekolah I'-« ­,  <C  :;; W  a:: z <C  !;t  :J: W  III  W  セ@ ...J «  z Q <n «  z (3 w  !;t  a:: I-<II  PERILAKUlGAYA HIDUP

PERILAKU PERILAKU TERKAIT KESEHATAN PERILAKU SEKOLAH (TIDAK)BERMASALAH

Konsumsi gizi (gizi seimbang/tidak)  Membolos I tidak 

Penyalah­gunaan  Napza Itdk  Merokokltidak  OropouVtamat sekolah 

Kenakalan  remaja Itidak  Beri<endara  motor pakai I tanpa  helm  Konsumsi I menghindari  Napza 

Mabok­ngebuVtidak  Seks pranikah/tunda , Seks amanl di sekolah 

tidak aman 

1

I  

DAMPAK TERHADAP KESEHATAN ATAU KEHIDUPAN

I KESEHATAN NORMA SOSIAL PENGEMBANGAN PERSONAL PERSIAPAN MASA DEWASA

SakiVterbebas penyakit  Kegagalan  Isukses sekolah  Konsep diri  kurang  memadail  Pendidikan  tinggi/rendah 

Kebugaran  tinggilrendah  Oikucilkan Iditerima baik  percaya  din  Keterampilan kerja primal terbatas 

Terlibatltidak masalah hukum  OepresilBunuh  din Itegar  p・ ォ ・セ。。ョ@ baikl pengangguran 

Hamil mudal hamil terencana  Motivasi tinggi I tak  punya 

motivasi 

(19)

Dalam bagan diatas dapat dilihat tiga jajaran yang menggambarkan kerangka konsep tersebut. Jajaran ke-1 menunjukkan faktor risiko dan faktor pelindung yang terbagi dalam 5 kelompok area digambarkan dalam 5 kotak. Masing-masing faktor saling mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya perilaku positif atau negatif yang ditunjukkan pad a jajaran ke-2, dan pada akhirnya berdampak pada kesehatan dan kesejahteraannya masa kini dan masa dewasanya kelak, ditunjukkan pada jajaran ke-3.

Contoh kasus:

Seorang remaja yang mempunyai riwayat keluarga alkoholis, sehari-hari  menyaksikan  ayahnya  minum  miras  dan  mabuk  (faktor  risiko,  kotak 1 dan 3), akan terlindungi oleh kecerdasannya yang tinggi karena  dapat  menganalisa  serta  menimbang  untung  ruginya  minum  miras  (faktor  pelindung,  kotak  1),  dan  makin  terlindungi  dengan  sulitnya  mendapat  minuman  keras  di  luar  karena  adanya  undang­undang  membatasi  penjualannya  (faktor pelindung,  kotak 2).  Namun  ia juga  mendapat tekanan yang keras dari kelompoknya untuk minum miras  seperti kebiasaan anggota gangnya (faktor risiko,  kotak 2).  Selain itu  remaja  tersebut mempunyai  kepribadian:  rasa  kurang  percaya akan  kesempatan yang dapat diraihnya (faktor risiko,  kotak 4). 

Resultante dari semua faktor yang saling mempengaruhi dari berbagai  area  tadi,  tergantung  faktor  mana  yang  lebih  kuat  dari  yang  lain,  menghasilkan 2 kemungkinan: 

(a)  timbulnya perilaku bermasalah: penyalah gunaan Napza, dimulai  dari minum miras.  Perilaku  ini  bila tidak ditangani dengan benar,  akan berlanjut membawa dampak buruk terhadap kesehatannya  (ketergantungan  sampai  komplikasi)  bahkan  masa  depannya  (drop­out sekolah, tidak mendapat pekerjaan layak karena kurang  pendidikan), atau 

(b)   tetap  tegar  menepis  faktor  risiko  yang  ada  dan  menggunakan  secara  maksimal  faktor  pelindung  yang  ada,  menghasilkan  perilaku  positif yang  membuka  kesempatan  untuk meraih  masa  depan yang baik. 

STRATEGI  NASIONAL  KESEHATAN  REMAJA 

(20)

3. Landasan Hukum

Beberapa perundangan dan peraturan telah ada sebagai landasan hukum dalam menentukan strategi intervensi kesehatan remaja dan pelaksanaan kegiatannya, sebagai berikut:

a. LlLI . No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

LlLI. ini memberikan batas umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-Iaki agar dapat melakukan pernikahan melalui lembaga resmi.

b. LlLI. No. 10 tahun1992 tentang Kependudukan.

Antara lain mengatur pemberian kontrasepsi untuk pasangan usia subur.

c . LlLI . No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan .

LlLI . ini merupakan payung bagi pelaksanaan upaya Kesehatan . Dalam pasal-pasalnya yang ditujukan pada setiap orang , keluarga atau masyarakat, remaja tercakup didalamnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kesehatan anak meliputi usia sekolah da n ini termasuk usia remaja .

d. LlLI. No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan LlLI. No. 22 tahun 1997 tentang I\larkotika.

Perundangan mengenai Napza ini mencegah pengedaran dan penyalahgunaannya di masyarakat, termasuk pad a remaja. e. LlLI .No.20 tahun 1999 tentang Pengesahan konvensi ILO no.138

mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja .

Llndang-undang ini menjelaskan usia minimum seorang anakl remaja untuk dapat bekerja, dan jenis pekerjaannya sesuai dengan usianya .

f. LlLI.No.1 tahun 2000 tentang pengesahan konvensi ILO no 182 mengenai pelarangan dan tindakan segera bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

g. LlU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak .

Llndang-undang ini menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hid up, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi  secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,  serta mendapat perlindungan dari kekerasan  dan  diskriminasi.  h.   UU.No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan .  

ULI .ini antara lain mencegah terjadinya eksploitasi anak.  

i.   ULI .No.23  tahun  2004 tentang  Penghapusan  Kekerasan  dalam  Rumah tangga. 

(21)

I LIK P uセ@ I

I

DEP: K.BSBHATAN

_

j. UU. NO.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pengaturan kewenangan dan pembiayaan dalam desentralisasi memberi sinyal bahwa tanggung jawab kesehatan remaja menjadi tanggung jawab pemerintah daerah pula.

k. UU.No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

I. Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenang Provinsi sebagai Daerah Otonom. m. Keppres No 36 tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS

(KPA). Komisi yang dipimpin Menko Kesra dengan anggota terdiri dari Menteri dari Departemen terkait masalah HIV/AIDS, merumuskan Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS. n. Inpres No 9 tahun 2000, tentang Pengarus-Utamaan Gender.

Inpres ini menjamin keadilan dan kesetaraan gender pad a semua program pemerintah termasuk pad a sasaran remaja.

o. Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tahun 2003 dengan masing-masing Depertemen mengeluarkan nomor tersendiri. Dalam SKB ini Depdiknas, Depkes, Depdagri dan Depag sepakat untuk menyelenggarakan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) termasuk di dalamnya di SLTP dan SMA serta madrasah setingkat.

p. Keputusan Menkes RI No 1457/MENKES/SKlIXl2003, tertanggal 10 Oktober 2003, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten dan Kota.

B. Analisa Situasi

1. Masalah kesehatan remaja

Dibandingkan dengan kesehatan pad a golongan umur yang lain, masalah kesehatan pada remaja lebih kompleks dilihat dari faktor yang mempengaruhi, jenis masalah yang dihadapi dan akibat lanjutnya serta penanganan yang perlu dilakukan. Masalah kesehatan remaja, selain masalah fisik, sebagian besar adalah masalah psikososial. Berikut ini masalah kesehatan khusus yang menonjol pada remaja:

a. Gangguan Gizi

Meskipun beberapa survei menunjukkan kecenderungan ke arah perbaikan, gangguan gizi masih menjadi masalah di Indonesia. Data yang ada dari SKRT sebagai berikut: prevalensi anemia remaja putri (10-14 tahun): 57.1 % (SKRT 1995). Anaemia

(22)

pada WUS (15-44 tahun) dan perempuan hamil pad a SKRT 1995 dan 2001 menunjukkan kecenderungan menurun yaitu berturut-turutdari 39,5% menjadi 27,9% pada WUS dan dari 50,9% menjadi 40% pad a perempuan hami/.

Analisa Susenas 1999-2002 menggambarkan bahwa proporsi LILA <23,5 cm adalah 24,9% pada tahun 1999 dan 17,6% tahun 2002. Proporsi WUS usia 15-19 tahun dengan risiko KEK sangat tinggi (35-40%) pada tahun 2002.

Masalah kurang yodium, ditemukan GAKY pada anak usia sekolah sebesar 30% pada tahun 1980 menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998, namun angka ini bervariasi antar kecamatan . Secara umum diketahui bahwa masalah gizi ini berkaitan erat dengan kemiskinan dan pendidikan.

Gangguan gizi dan anemia pada remaja dapat pula disebabkan oleh infeksi cacing. Infeksi cacing bersifat endemik kronis, dan menjadi penting karena kekurangan gizi dan anemia disebabkan oleh cacingan pada akhirnya akan menurunkan kapasitas belajar pada anak dan produktivitas kerja pada orang dewasa, atau menurunkan kualitas Sumber Oaya Manusia. Menurut survei Oepkes 1995 di Sumatera Utara (1995), cacing gelang menempati prevalensi tertinggi (60,2%), dikuti oleh cacing cambuk(53,8%) dan cacing tambang (6,7%). Survei di kepulauan Seribu oleh Yayasan Kusuma Buana (YKB) tahun 1999 menunjukkan bahwa prevalensi cacingan makin tinggi terdapat pada anak usia sekolah dasar (95,1%) dan menurun pada usia SLTP (89,8%) serta SMA (80,5%). Menurut Oepartemen Kesehatan (1999) prevalensi cacingan pada anak usia SO adalah 60-80% sedangkan pada orang dewasa sebesar 40-60% .

Masalah kegemukan yang diukur dari IMT > 25, pada usia 18-24 tahun ada di kisaran 5% di wilayah perdesaan dan di kisaran 9% di wilayah kumuh perkotaan (survei IMT, 1997), laki-Iaki menderita kegemukan lebih sedikit dibanding perempuan.

(23)

b. Peningkatan penyalah-gunaan Napza

Rokok

Persentase golongan umur pertama kali

rnerokok pacta perokok reguler

80 5 . 60

;J!.40 23.8

9.4

0

4.8 2.6

20 0 .3

n

g===JJ

IOJ

S- 9 i1@ - 1l4I 5-セ セ@ 2UI - £lI £s- n

»

kelompok umur

Sumber : susenas 2001

Kebiasaan merokok pad a sebagian remaja telah dilakukan sejak usia dini. Susenas tahun 1996 mengungkap bahwa 9% dari perokok mengawali kebiasaan tersebut sebelum usia 14 tahun dan 53,2% sebelum usia 19 tahun, sedang Susenas 2001 menunjukkan sekitar 27,7 % penduduk diatas 10 tahun merokok pada satu bulan terakhir. Perokok reguler dimulai pad a usia 10-14 tahun (9,4%), terbanyak dimulai pada usia 15-19 tahun sebesar 59.1 %.

perukok IiIIO-Wlimenuruttingginya pend. . . .

Sumber suse na s 2001

Survei Susenas 2001 menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara tingginya pendidikan dan konsumsi rokok.

(24)

kebiasaan minum miras

100

o

Laki-Iaki

80 . Perempuan

60

%

40

20

o

Minuman beralkohol

Minuman keras atau minuman beralkohol disebutkan sebagai salah satu substansi yang menyebabkan ketergantungan , sering menjadi awal tahapan menuju penyalahgunaan narkotik dan psikotropik .

Hasil survei perilaku Depkes dan BPS (2002) diantara pelajar di Jakarta mengungkap bahwa 4 ,3% pelajar perempuan dan 29 ,8% pelajar laki-Iaki pernah minum minuman keras beralkohol. IYARHS, 2002-2003 meneliti anak muda usia 15-24 di daerah urban dan rural menunjukkan persentasi dari yang tidak pernah minum miras , yang minum tidak mabuk dan yang mabuk berturut-turut pad a sejumlah 2341 laki-Iaki : 66,3%, 17,5%, 16,2% sedang pad a sejumlah 1815 perempuan : 97,5% , 1,7%,0,9%.

Pe rse ntase usia 15-24 thn te rhadap

Sumber : IYARHS. 2003

Narkotik dan Psikotropik

Hasil survei Rapid Assessment Response (RAR) tahun 2001 menunjukkan bahwa 48%-65% dari penyalah-guna NAPZA menggunakan jarum suntik (Injecting Drug UsersIIDUs) . Sekitar 70% diantaranya menggunakan jarum suntik secara bersamal

bergantian. Hasil survei perilaku Depkes dan BPS (2002) diantara pelajar di Jakarta mengungkap pula bahwa 0,5% pelajar perempuan dan 8 ,9% pelajar laki-Iaki pernah mencoba Napza suntik, sedang NAPZA lainnya pernah dicoba oleh 6,3% pelajar perempuan dan 34 ,2 % pelajar laki-Iaki. Yang lebih memprihatinkan adalah meningkatnya secara signifikan penularan penyakit Hepatitis dan HIV/AIDS sebagai akibat pemakaian jarum suntik yang tidak steril atau digunakan secara bergantian pada penyalahgunaan Napza.

Tidak Mnum Idk Mnum Pernah セ「オォ@ セ「オォ@

(25)

c. Merebaknya infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIVI AIDS

AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pad a tahun 1987. Pada tahun 2001, diperkirakan pengidap HIV/AIDS sebesar 80.000-120.000 orang, dan akan terus meningkat bila tidak diambil langkah konkrit untuk mengatasinya. Meskipun Indonesia masih tergolong negara dengan prevalensi H IV rendah, tetapi tre n peningkatan prevalensi HIV cukup tinggi (>5%) di beberapa tempat (kantong) tertentu.

Sampai pertengahan dekade 1990-an penularan HIV terutama terjadi melalui hubungan seksual yang berisiko , tetapi akhir-akhir ini penularan melalui penyalahgunaan Napza suntik dimana penggunanya umumnya remaja dan dewasa muda, semakin meningkat. Hasil surveilans di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menunjukkan telah terjadi peningkatan infeksi HIV secara bermakna diantara kelompok penyalahguna Napza suntik yaitu dari 15% pada tahun 1999 menjadi 40 .8 % pada tahun 2000 dan 47,9 % pada tahun 2002 . Di lapangan keadaan lebih memprihatinkan, karena data kegiatan Voluntary Counseling and

Testing for HIV/AIDS (VCT) tahun 2002 menunjukkan lebih dari

50% penyalahguna Napza suntik telah terinfeksi HIV.

Proporsi kumulatif (antara 1996-2001) menunjukkan infeksi HIV terbanyak diderita kelompok usia 20-29 tahun (29,8%). Dua tahun sebelumnya kelompok tertinggi ada pad a kelompok usia 30-39 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kecenderungan peningkatan infeksi pad a usia yang lebih muda yang berarti bahwa usia terbanyak mulai terinfeksi adalah pad a usia belasan atau awal usia 20 tahunan.

Menurut catatan Ditjen PPM dan PL September 2004, dilaporkan kasus HIV/AIDS kumulatif sebesar 5701 orang, terdiri dari 2363 kasusAIDS dan 3338 infeksi HIV.

(26)

Cara penularan HIV

IDUs

1

• Heterosexual

D Homosexual

DOthers

セオュ「・イ Z@ UltJ en C'C'M IS. C'L , セ・ー@ £UU4

Cara penularan yang dilaporkan adalah melalui IDUs (40 ,5% ), hetero-seksual (39,7%) dan homoseksual (6,2%),

Proporsl Penularan HIV/AIDS menurut kelompok umur

P@ LlM セセ MMMM セセセセセ セセ@

20-29 30-39 40-49

kelompok umur

60 セMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMセ@

40

20

Sumber Ditjen PPM & PL , Sep 2004

Proporsi kasusAIDS tertinggi dilaporkan ada pada kelompok umur 20-29 tahun (51,7%) disusul kelompok umur 30-39 tahun (25 ,6%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9 ,3%) .

Secara kumulatif dalam laporan bulan Juli sampai September 2004 dilaporkan kasusAIDS : 838 dan infeksi HIV: 473 . Cara penularan terbesar adalah melalui jarum suntik (AIDS : 535, HIV: 212) disusul dengan cara penularan heteroseksual (AIDS : 177, HIV: 63).

(27)

d. Kehamilan Remaja, Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) dan Abortus.

Angka kejadian abortus disengaja pada perempuan hamil sulit didapatkan karena dilakukan secara ilegal (sembunyi-sembunyi). WHO memperkirakan di Asia Tenggara terjadi 4,2 juta abortus setiap tahunnya dimana 750.000-1,5 juta diantaranya terjadi di Indonesia, termasuk abortus pada remaja . Penyebab kematian Ibu di Indonesia adalah: Perdarahan 67% , Infeksi 8% Keracunan kehamilan 7% dan Abortus 10% (Rosenfield& Fathalia , 1990), sedangkan WHO memperkirakan 15-50% kematian Ibu disebabkan oleh abortus. Di seluruh dunia diperkirakan 20 juta abortus tidak aman terjadi setiap tahunnya, 70.000 perempuan meninggal oleh karena abortus yang tak aman, dan satu diantara 8 kematian Ibu disebabkan abortus tidak aman.

Dari hasil penelitian perilaku di dua kota di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pad a tahun 1997 dilaporkan bahwa 8,8% pelajar SMA laki-Iaki pernah berhubungan seks, dan pad a tahun 1999 meningkat menjadi 22 ,9 %, sedangkan di Jakarta, pada pelajar SMA perempuan pada tahun 1997 sebanyak 0,5% pernah berhubungan seks dan pad a tahun 1999 meningkat menjadi 4,3%. Pada pelajar laki-Iaki di Surabaya tahun 1997 sebanyak 8% dan tahun 1999 meningkat menjadi 11,4% sedangkan pada pelajar perempuan tahun 1997 sebanyak 2%, meningkat menjadi 4% pada tahun 1999. Survei perilaku tahun 2002 di SMA Jakarta mengungkap 8,9 % pelajar laki-Iaki dan 5,3% pelajar perempuan pernah melakukan hubungan seks.

(28)

12%

10%

8%

6%

4%

2%

0%

Seks Pranikah pada remaja di sekolah lanjutan, Jakarta dan

Surabaya

01997 : . 1999

perempuan laki-Iaki

Sumber : laporan survei LDUI-B KKBN tahun 2000

Survei lain di propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Lampung (LDUI dan BKKBN) tentang Seks pranikah diantara remaja usia 15-24 tahun : pad a remaja perempuan yang belum menikah : 0,4% mengatakan melakukan hubungan pranikah , sementara 5% remaja perempuan yang pernah menikah menyatakan melakukannya . Pada laki-Iaki dengan urutan yang sama , 2,7% dan 11 ,6 % .

Hubungan seks pranikah yang dilakukan oleh remaja diduga dari tahun ke tahun meningkat. Kehamilan tak diinginkan pada remaja umumnya terjadi karena hubungan seks pranikah .

Kehamilan tak diinginkan akibat hubungan seks pranikah sering berakhir dengan tindakan abortus buatan atau disengaja , dan banyak dilakukan oleh tenaga tidak profesional. Abortus yang tidak aman ini berisiko terjadinya kematian.

e. Kecelakaan

Sifat remaja yang menyukai tantangan dan petualangan sering diekspresikan dalam bentuk kegiatan yang membahayakan, meskipun kegiatan itu bersifat positif, misalnya olahraga arung jeram , mendaki gunung, dan sebagainya . Pertimbangan akan bahaya akibat tindakannya seringkali diabaikan . Tanpa bekal

(29)

keterampilan yang cukup kegiatan tadi dapat mengundang bahaya kecelakaan. Kejadian kecelakaan pada remaja cukup signifikan dibandingkan dengan kejadian penyakit lainnya. Menurut SKRT (1995) Pola Penyebab Kematian Utama pada kelompok usia 10-24 tahun, kecelakaan menempati urutan ke-1 pada laki-Iaki dan ke-3 pada perempuan.

f. Kenakalan remaja

Apabila dorongan sifat dinamis remaja yang berlebihan tidak disalurkan dengan tepat, kedinamisan ini akan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kenakalan remaja misalnya corat-coret tembok, perkelahian, tawuran antar kelompok, perusakan tempat-tempat umum, kebut-kebutan dan tindakan brutal lainnya Tendensi luka dan kematian akibat tawuran meningkat dalam dua dekade ini . Dibawah ini data tawuran sejak tahun 1984 yang diambil dari Polda Metro Jaya, Direktorat Bimbingan Masyarakat 1998.

Kejadian tawuran dan perkelahian pelajar di Jakarta

Tahun Jumlah Jmlsekolah Jumlah Jumlah Kendaraan kasus terlibat luka meninggal yg dirusak

1984 386 14 4

-

8

1985 186 10 3 - 6

1986 214 12 4 - 9

1987 150 19 5 1 18

1988 96 30 10 2 63

1989 50 35 29 6 15

1990 212 55 15 5 58

1991 260 42 23 5 46

1992 167 121 76 11 535

1993 80 90 59 10 439

1994 183 113 116 10 1164

1995 194 127 108 13 876

1996 150 71 154 19 658

1997

NA

NA

NA

7

NA

1998 230

NA

142 15

NA

Sumber:Polda Metro Jaya , data tahun 1998.

(30)

Data tawuran, tahun 2003:

No POLRES

Jumlah kasus

Jumlah

pelaku Luka Meninggal Bukti benda tumpul

Bukti benda

tajam

1 Jkt pusat 9 42 3 - 1 2

2 Jkt Utara 6 6

-

-

-

2

3 Jkt Sarat 2 1 1 1 - 1

4 Jkt Seltn 36 23 17 - - 4

5 JktTimur 17 77 85 - -

-6 Tangerang 4 16 1

-

1 2

7 Sekasi 26 I 130 4 - - 16

8 Depok 8 42 4 I - 1 2

Jumlah j 108 337 115 1 3 29

Sumber: Polda Metro Jaya, data tahun 2003

g. Kekerasan terhadap Perempuan (KtP)

Yang dimaksud dengan KtP adalah segala tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat, atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik , mental, atau penderitaan terhadap perempuan ; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan perempuan , baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Tindak kekerasan, sering terjadi karena pola hidup yang keras  akibat tuntutan kebutuhan yang mendesak, mewarnai kehidupan  keluarga masa kini. 

Akibat yang ditanggung oleh korban KtP sebagai berikut: 

Akibat fatal 

Bunuh diri. 

Pembunuhan. 

Kematian ibu. 

HIV/AIDS. 

Akibat nonfatal 

•   Gangguan fisik (Iuka,  cacat) . 

•   Gangguan mental (stres pasca trauma, kegelisahan rasa  rendah diri). 

•   Kondisi kronis (nyeri berkepanjangan). 

(31)

• Perilaku negatif (Penyalahgunaan Napza).

• Masalah kesehatan reproduksi (IMS,KTD, Aborsi tak aman , BBLR) .

Pad a remaja, KtP ini menjadi lebih rawan karena perempuan di usia remaja lebih lemah dibandingkan dengan perempuan golongan umur yang lebih tua, fisik maupun mental. Amat sedikit data yang diperoleh pad a KtP ini. Data yang diambil dari surat kabar menunjukkan bahwa pad a tahun 1996 terekam 37 kekerasan dalam rumah tangga, 68% diantaranya berakibat fatal. Jumlah perkosaan pada tahun yang sama mencapai 829 kasus, 44% (persentase terbesar) diantaranya terjadi pada korban usia 12-18 tahun (Kalyanamitra).

Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) khususnya pada anak perempuan adalah salah satu bentuk terburuk pekerja anak dan merupakan salah satu contoh KtP, mencakup anak-anak yang ada di dunia pelacuran, perdagangan anak untuk tujuan pelacuran dan penggunaan anak untuk pornografi. Data tentang ESKA cukup sulit didapat mengingat kegiatan ini tersembunyi , namun Komnas Anak memperkirakan terdapat sekitar 70.000 PSK anak, sementara survei cepat Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia menunjukkan angka PSK anak di Jakarta 5100 anak dari 23.520 PSK, dan di Jawa Barat 9000 PSK anak dari 22.380 PSK. Sebagian besar anak yang dilacurkan ini perempuan dan sebagian kecil lainnya anak laki-Iaki. Risiko yang dihadapi anak yang dilacurkan adalah: kekerasan psikis dan fisik dari pelaku (germo, pelanggan , maupun sesama PSK, preman, oknum penegak hukum) serta terpapar Napza dan IMS termasuk HIV/AIDS .

h. Kesehatan mental

Bunuh diri merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian terbanyak pad a remaja di dunia. Kenaikan angka kejadian bunuh diri pada remaja melebihi kecepatannya pada kelompok umur yang lain. WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi kematian pada remaja antara 100.000 sampai 200 .000 sebagai akibat bunuh diri , dari sebanyak 40 kalinya yang melakukan percobaan bunuh diri. Kematian akibat bunuh diri pada laki-Iaki 3 kali lebih banyak jumlahnya dibanding pada perempuan sementara percobaan bunuh dirinya pada perempuan lebih besar 3 kali dibandingkan laki-Iaki. Hal ini mungkin disebabkan karena laki-Iaki jarang dapat mencurahkan kecemasannya pada orang lain, hingga

(32)

Data tawuran, tahun 2003:

No I POLRES

Jumlah kasus

Jumlah

pelaku Luka Meninggal

Bu,kti benda tumpul

.Bukti benda tajam

1 Jkt pusat 9 42 3 - 1 2

2 Jkt Utara 6 6 - - - 2

3 Jkt Sarat 2 1 1 1 - 1

4 Jkt Seltn 36 23 17

-

I - 4

5 JktTimur 17 77 85 - I -

-6 Tangerang 4 16 1 - 1 2

7 Sekasi 26 130 4 - - 16

8 Depok 8 42 4 - 1 2

Jumlah 108 337 115 1 3 29

Sumber: Polda Metro Jaya, data tahun 2003

g. Kekerasan terhadap Perempuan (KtP)

Yang dimaksud dengan KtP adalah segala tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat, atau mung kin berakibat, menyakiti secara fisik, mental, atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan perempuan, baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Tindak kekerasan, sering terjadi karena pola hidup yang keras  akibat tuntutan kebutuhan yang mendesak, mewarnai kehidupan  keluarga masa kini. 

Akibat yang ditanggung oleh korban KtP sebagai berikut: 

Akibat fatal 

Bunuh diri. 

Pembunuhan. 

Kematian  ibu . 

HIV/AIDS. 

•   Akibat nonfatal 

•   Gangguan fisik (Iuka,  cacat). 

•   Gangguan mental (stres pasca trauma, kegelisahan rasa  rendah diri). 

•   Kondisi kronis (nyeri berkepanjangan). 

(33)

• Perilaku negatif (Penyalahgunaan Napza).

• Masalah kesehatan reproduksi (IMS,KTD, Aborsi tak aman, BBLR).

Pad a remaja, KtP ini menjadi lebih rawan karena perempuan di usia remaja lebih lemah dibandingkan dengan perempuan golongan umur yang lebih tua, fisik maupun mental. Amat sedikit data yang diperoleh pada KtP ini. Data yang diambil dari surat kabar menunjukkan bahwa pada tahun 1996 terekam 37 kekerasan dalam rumah tangga, 68% diantaranya berakibat fatal. Jumlah perkosaan pad a tahun yang sama mencapai 829 kasus, 44% (persentase terbesar) diantaranya terjadi pada korban usia 12-18 tahun (Kalyanamitra) .

Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) khususnya pad a anak perempuan adalah salah satu bentuk terburuk pekerja anak dan merupakan salah satu contoh KtP, mencakup anak-anak yang ada di dunia pelacuran , perdagangan anak untuk tujuan pelacuran dan penggunaan anak untuk pornografi. Data tentang ESKA cukup sulit didapat mengingat kegiatan ini tersembunyi, namun Komnas Anak memperkirakan terdapat sekitar 70.000 PSK anak, sementara survei cepat Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia menunjukkan angka PSK anak di Jakarta 5100 anak dari 23.520 PSK, dan di Jawa Barat 9000 PSK anak dari 22 .380 PSK. Sebagian besar anak yang dilacurkan ini perempuan dan sebagian kecil lainnya anak laki-Iaki. Risiko yang dihadapi anak yang dilacurkan adalah: kekerasan psikis dan fisik dari pelaku (germo, pelanggan, maupun sesama PSK, preman , oknum penegak hukum) serta terpapar Napza dan IMS termasuk HIV/AIDS.

h. Kesehatan mental

Bunuh diri merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian terbanyak pada remaja di dunia. Kenaikan angka kejadian bunuh diri pada remaja melebihi kecepatannya pad a kelompok umur yang lain . WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi kematian pada remaja antara 100.000 sampai 200.000 sebagai akibat bunuh diri, dari sebanyak 40 kalinya yang melakukan percobaan bunuh diri. Kematian akibat bunuh diri pada laki-Iaki 3 kali lebih banyak jumlahnya dibanding pada perempuan sementara percobaan bunuh dirinya pada perempuan lebih besar 3 kali dibandingkan laki-Iaki. Hal ini mungkin disebabkan karena laki-Iaki jarang dapat mencurahkan kecemasannya pada orang lain, hingga

(34)

2 010

b

1I!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!.!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!II!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!II!!!!!II!!!!!!!!!!!!!!I!!!!!!!!!!l!I!!!!!!!I!!I!!I!!II!I1II! I N DON ESI A

SEHAT

menganggap bunuh diri merupakan cara efektif satu-satunya untuk mengahiri penderitaannya. Oiperkirakan sebagian perempuan yang melakukan percobaan bunuh diri, tidak menyelesaikan misinya dengan sempurna atau memilih cara yang tidak efektif, karena percobaan bunuh diri merupakann upaya mencari pertolongan atas penderitaannya . (WHO, 1998).

Tidak diketahui dengan pasti berapa angka bunuh diri di Indone-sia. Namun berita bunuh diri di kalangan remaja akhir akhir ini sering terjadi dan diliput secara nasional dengan sebab kecemasan (akan dinikahkan dengan pilihan orang tua), rasa malu (tidak dapat membayar SPP, dan depresi be rat (patah hati, dimarahi orang tua).

Penyebab Masalah Kesehatan Remaja

Melihat keadaan kesehatan remaja yang telah diuraikan di atas dan mengamati situasi pelayanan kesehatan remaja, pada dasarnya masalah kesehatan remaja di Indonesia disebabkan oleh :

a.

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan, sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatannya.

Seringkali perilaku remaja yang membawa akibat buruk bagi kesehatannya bahkan masa depannya semata-mata didasari oleh ketidaktahuan atas pengaruh buruk yang harus ditanggung akibat perilaku tersebut. Meskipun demikian, pengetahuan saja tidak cukup untuk menjauhi sikap dan perilaku yang merugikan . Oibutuhkan keterampilan untuk menangkal pengaruh buruk yang selalu hadir di sekitar remaja .

Oari berbaga'i survei, dapat diketahui masih amat kurangnya pengetahuan dan keterampilan remaja karena minimnya informasi yang mereka peroleh berkaitan dengan kesehatannya. Sebagai contoh dari survei pengetahuan sikap dan perilaku padla Siswa 11 SO OKI dan Pulau Seribu : pengetahuan tentang jenis cacing hanya diketahui oleh 30,7% siswa, penyebab cacingan diketahui oleh 48% siswa, tanda cacingan diketahui oleh 48,6% siswa dan cara pencegahan diketahui oleh 43,2% siswa.

Contoh lain rendahnya pengetahuan kesehatan pada remaja terungkap dalam survei perilaku berisiko oleh LOUI, UNFPA dan BKKBN tahun 2002 di Jawa Barat, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan dan NTT pada 4156 responden usia 15-24 tahun yang menemukan sebanyak

(35)

29,1 % laki laki dan 28,2 perempuan di perkotaan tidak pernah mendengar tentang HIV/AIDS, sedang berturut-turut di perdesaan sebanyak 60,1% dan 61 % . Adapun tentang cara pencegahannya, responden laki-Iaki di kota 61 % tidak pernah mendengarnya dan di perdesaan 65,2 % , sementara pada perempuannya, berturut-turut 55,7% dan 73,9%.

Dalam survei yang sama diketahui persentase penggunaan kondom pada hubungan seksual yang pertama dan terakhir sebagai berikut: responden usia 15-19 tahun yang memakai kondom pada hubungan seks pertama kali sebanyak 3,9% , pada usia 20-24 tahun sebanyak 6,8%, sedangkan untuk hubungan seks terakhir berturut-turut 20,6% dan 9,7%.

Dari survei Susenas tahun 2002 pada 8633 responden dengan usia 15-24 tahun dan belum menikah di 15 propinsi diketahui dalam hubungan pencegahan HIV: 35,9% perempuan dan 39,0 % laki-Iaki tidak tahu cara mencegah HIV, berturut-turut 21,7% dan 37,7% percaya ada cara untuk mencegahnya, dan yang meyakini pencegahan dengan memakai kondom sebanyak 17,8% dan 24,5% Tentang cara pencegahan berlaku setia pada pasangan diketahui oleh 10,9% responden perempuan dan 8,2% responden Ilaki-laki. Dalam survei yang sama diketahui pengetahuan yang terbatas tentang gejala IMS dan inipun hanya diketahui oleh 2 diantara 3 perempuan dan 6 diantara 10 laki-Iaki. Yang pernah mendengar IMS tidak dapat menyebut gejalanya.

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan remaja ini bisa disebabkan oleh:

• Kemiskinan.

Informasi kesehatan dapat diperoleh dari sekolah , orang tua, saudara, teman, mas-media. Kemiskinan menyebabkan remaja tidak bersekolah, dan tidak mempunyai akses terhadap mas media baik cetak maupun elektronik . Demikian juga informasi sering tidak diberikan oleh orang tua karena umumnya orang tua miskin selain kurang berpendidikan mereka juga tak mempunyai waktu tersisa untuk h·al-hallain selain mencari nafkah.

• Kurangnya penyampaian informasi dan pemberian keterampilan hidup sehat.

Informasi dan keterampilan hidup sehat dapat diberikan oleh berbagai pihak misalnya orang tua, guru atau sumber be rita dan fasilitator terpercaya lainnya. Informasi kesehatan khususnya

(36)

kesehatan reprod'uksi sering tidak disampaikan secara lengkap oleh orang tua atau guru. Membicarakan tentang rangsangan seksual, keterampilan untuk mengelola rangsangan tersebut, akibat melampiaskannya melalui hubungan seksual sebelum menikah dan hal-hal semacamnya, dirasakan tidak nyaman untuk dibicarakan dengan remaja .

• Informasi yang sampai pada remaja tidak benar, tidak tepat, kurang lengkap bahkan menjerumuskan .

Kesalahan ini bisa terjadi karena ketidaksengajaan , misalnya pemberi informasi tidak menyadari bahwa informasi yang diberikan tidak benar. Bisa juga terjadi karena disengaja untuk maksud tertentu, misa1lnya dalam perik'ianan, dengan tujuan mendapatkan keuntungan dibalik pemberian informasi tersebut. Mas media misalnya dalam pemberitaan mengenai penangkapan pengedar dan pengguna Napza, menyajikan informasi tentang kenikmatan luar biasa dari penggunaan Napza yang melatar belakangi tindak kriminal tanpa penjelasan dampak negatif penggunaannya, membuat sebagian tertentu pembaca tergoda untuk mencobanya. Demikian juga dengan informasi tentang keuntungan besar yang dapat diraih oleh pengedarnya, tanpa menyebut beratnya konsekuensi hukum dan sosial yang dihadapi, akan membuat sebagian pembaca khususnya yang mengalami kesulitan keuangan, tergoda akan keuntungan yang bisa diraih, dan tertarik untuk mencoba terjun kedalamnya. Hal yang sama terjadi pada pemberitaan mengenai perkosaan , atau pemberitaan aktivitas seksuallainnya.

b. Kurang kepedulian orang tua, masyarakat serta pemerintah terhadap kesehatan dan kesejahteraan remaja.

Penerapan pola asuh yang tepat oleh orang tua menjadi faktor pelindung yang baik bagi remaja, dan sebaliknya. Penempatan diri orang tua sebagai model yang baik : keluarga utuh, beribadah, dan tidak otoriter akan menjadi model positif atau faktor pelindung bagi remaja, dan sebaliknya model orangtua yang negatif menjadi faktor risiko.

Kurangnya kepedulian masyarakat antara lain tercermin dalam kurangnya partisipasi masyarakat mewujudkan lingkungan kondusif untuk optimalisasi tumbuh kembang remaja. Demikian pula sebaliknya , kurangnya partisipasi dalam menurunkan fa'ktor risiko , mulai di tingkat keluarga sampai masyarakat. Sebagai

(37)

contoh, ketidakpedulian masyarakat terhadap kejadian tawuran antar kelompok remaja , atau ketidakpedulian terhadap informasi media cetak dan tayangan media elektronik yang tidak sehat untuk konsumsi remaja. Contoh lain adalah ketidakpedulian terhadap peredaran media pornografi. Sebenarnya kontrol sosial dapat menjadi faktor pelindung untuk remaja, namun kontrol sosial ini sering baru dapat dilakukan pada masyarakat yang sudah terpenuhi kebutuhan mendasarnya.

Kesungguhan yang ditunjukkan pemerintah dalam memberikan perhatian pad a kesehatan remaja juga belum tampak, terbukti dari belum munculnya peraturan dan kebijakan yang:

• memberikan perlindungan terhadap remaja seksual aktif. • mengatur terminasi kehamilan pada kasus khusus selain yang

membahayakan jiwa ibu.

• mengatur penyediaan sarana rekreasi dan olahraga.

• mengatur upaya penegakan hukum menyangkut pengedar Napza, dan pengedar media pornografi.

• menghalangi pemanfaatan remaja sebagai sasaran iklan produk yang merugikan kesehatan.

• mewajibkan mas media untuk pemberitaan atau pemberian informasi dan edukasi tentang kesehatan remaja dengan tepat dan benar.

• mengijinkan remaja perempuan yang hamil untuk kembali ke sekolah menyelesaikan pendidikannya.

c. Belum optimalnya pelayanan kesehatan remaja .

Pelayanan kepada remaja akan diminati dan mencapai tujuannya apabila dilakukan sesuai dengan kebutuhan, minat dan selera remaja . 8erbagai aspek pelayanan yang seharusnya ada dalam menyediakan pelayanan kesehatan kepada remaja, belum dipenuhi. Pelayanan kesehatan kepada remaja yang berkualitas masih amat jarang didapat.

(38)

2010

1!!!!!!!!!!!!11._.!!11!!!!!!!IIIIB!!!!!!I!!I!!!!!!!!!!!!!!!!IJII!!!!1!!!!!!!!_ _!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!I1IIIII

b

I NDONESI.A. SU' ... T

2. Pelayanan kesehatan remaja.

Pelayanan kesehatan memegang peran penting dalam mencegah dan merespons masalah kesehatan pada remaja . Dengan pendekatan terintegrasi dan komprehensif, pelayanan kesehatan membantu remaja tetap sehat. Pel'ayanan kesehatan remaja termasuk pelayanan konse.ling, selain mengobati remaja yang sakit dan terluka, juga membantu remaja yang mempunyai masalah untuk memutuskan solusi pemecahan masalah yang dipilih. Dengan memberikan informasi yang lengkap dan benar serta memberikan pendidikan keterampilan hidup sehat, remaja akan terampil mengelola paparan falktor risiko.

Pelayanan kesehatan remaja dalam konteks remaja sebagai kelompok dalam masyarakat dilaksanakan sejak awal adanya program kesehatan di Indonesia. Sedangkan program kesehatan khusus untuk remaja mulai diperkenalkan oleh Puskesmas sejak awal dekade yang lalu, dengan penekanan pada Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dan Napza. Selama lebih sepuluh tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian informasi, berupa tanya jawab dan ceramah kepada remaja tentang masalah kesehatan melalui wadah UKS, Karang Taruna, atau organisasi pemuda lainnya. Kader remaja dibentuk oleh Puskesmas, dengan tugas khusus memberikan informasi kesehatan kepada teman sebayanya . Staf Puskesmas berperan sebagai fasilitator dan narasumber. Pada masa itu pemberian pelayanan kepada remaja me'lalui perlakuan khusus yang disesuaikan dengan keinginan, selera dan kebutuhan remaja belum dHaksanakan. Dengan demikian, remaja, bila menjadi salah satu pengunjung Puskesmas diperlakukan selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan atau penyakitnya.

Sementara itu, beberapa sentra pelayanan kesehatan khusus untuk remaja mulai dikembangkan oleh beberapa organisasi swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Konseling menjadi salah satu menu utama, selain kegiatan lain misalnya diskusi dan kadang-kadang pemberian materi keterampilan . Pendekatan Youth Friendly berangsur diterapkan pada sentra pelayanan tersebut.

Dari sisi pemerintah, beberapa tahun terakhir mulai dilaksanakan beberapa mode l pelayanan kesehatan remaj,a yang memenuhi kebutuhan dan selera remaja di Puskesmas di beberapa propinsi , dan diperkenalkan dengan sebutan "Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja" (PKPR), adaptasi dari istilah dalam bahasa inggris,

(39)

cent Friendly Health Services (AFHS), yang sebelumnya dikenal dengan Youth Friendly Health Services (YFHS). Pelayanan kesehatan pada sasaran remaja sebagaimana pada kelompok umur lainnya, juga meliputi upaya pro motif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sesuai permasalahannya, aspek yang perlu ditangani lebih intensif adalah aspek promotif dan preventif, tetap dengan cara "peduli remaja" . Pemberian layanan dengan model PKPR ini merupakan salah satu strategi yang penting dalam mengupayakan kesehatan yang optimal bagi remaja . Sebagian lagi baik institusi pemerintah atau LSM mengembangkan pendidikan teman sebaya dan menghasilkan peer

educators (pendidik sebaya) atau peer conselors (konselor sebaya) .

Tantangan dalam pemberian pelayanan kesehatan pada remaja

Upaya yang telah dirintis selama satu dekade lebih dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada remaja memberikan pengalaman tentang besarnya tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan kesehatan yang optimal bagi remaja . Tantangan tersebut berasal dari remajanya sendiri, orang tua dan masyarakat, pemberi layanan dan pemerintah , sebagai berikut:

a. Tantangan yang berasal dari pihak remaja

• Remaja seringkali tidak menyadari kebutuhannya akan pelayanan kesehatan . Contoh dari aspek promotif tidak disadarinya perlunya mempertahankan kesehatan yang prima, dari aspek preventif tidak disadarinya kebutuhan akan informasi dan pendidikan kesehatan, dari aspek kuratif tidak disadari bahwa dirinya mempunyai masalah kesehatan dan dari aspek rehabilitatif tidak disadari perlunya pemeliharaan kesehatan pasca trauma , menderita sakit atau gangguan mental-emosional .

• Keengganan remaja untuk mengunjungi fasilitas kesehatan . Pada dasarnya keengganan ini berasal dari rasa khawatir tidak mendapatkan pertolongan dengan cara yang diinginkan, misalnya khawatir akan prosedur pelayanan yang berbelit, khawatir diperlakukan tidak dengan hormat (diperlakukan sebagai anak kecil, menghakimi), khawatir dipermalukan (petugas tidak menjaga kerahasiaan) , khawatir akan ketidaknyamanan ruang pelayanan, khawatir pelayanan tidak menjamin privasi dan kerahasiaan, dan sebagainya.

(40)

b. Tantangan yang berasal dari pihak orang tua dan Masyarakat

• Sebagian orang tua dan pendidik menentang pemberian KIE tertentu, serta menganggap pemberian informasi, misalnya kesehatan reproduksi dan Napza, justru memancing lebih banyak keingin -tahuan dari remaja dan malahan akan mencobanya.

• Tidak memahami manfaat dari pelayanan kesehatan remaja . Sebagian orang menganggap bahwa remaja, tidak seperti halnya usia dibawahnya, tidak rentan terhadap infeksi. Mereka tidak memahami adanya masalah pSikososial yang dihadapi remaja, dan tidak menyadari 'bahwa bila masalah psikososial tsb . tidak ditanggapi secara benar dapat menimbulkan masalah kesehatan yang sulit ditangani. Ketidakpahaman tersebut menyebabkan mereka tidak sepenuhnya mendukung pelayanan kesehatan remaja. Dukungan tidak diberikan karena ketidak-tahuan tentang manfaat yang didapat.

c. Tantangan yang berasal dari pihak pemberi layanan

• Tidak menyadari pentingnya manfaat pelayanan kesehatan remaja .

• Ragu dalam memberikan pelayanan karena tidak ada dukungan hukum atau peraturan resmi sebagai back-up.

• Tidak yakin akan kemampuan diri dalam memberikan pelayanan.

• Menganggap pelayanan remaja sebagai beban tambahan .

d. Tantangan pada pihak pemerintah

• Anggapan pemegang keputusan bahwa masalah kesehatan remaja bukanlah prioritas karena dirasakan tidak mendesak atau tidak penting .

• Belum ada wadah untukjaringan kemitraan kesehatan remaja secara utuh atau kalaupun wadah kemitraan tsb. sudah ada, belum berfungsi secara optimal.

• Belum lengkapnya perlindungan hukum bagi pemberi layanan kesehatan remaja dalam melaksanakan tugasnya dan bagi remaja dalam mengurangi paparan faktor risiko.

(41)

3.

Isu Strategis

Berdasarkan masalah yang menonjol dalam kesehatan remaja dan pelayanannya saat ini , dibawah ini adalah isu strategis yang menentukan prioritas dari intervensi untuk meningkatkan kesehatan remaja, digolongkan dalam:

a. Gaya hidup

• Gaya hidup bersih dan sehat. Intervensi:

Promosi tumbuh kembang dan gaya hidup bersih dan sehat termasuk: gizi , olahraga, personal hygiene , pencegahan hubungan seks pranikah, dan penundaan kehamilan pad a pasangan muda .

b. Dukungan masyarakat dan pemerintah.

• Keterlibatan Remaja , Orang Tua dan Masyarakat. Intervensi:

Memperkuat peran masyarakat dan orang tua dalam membina hubungan dan bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang remaja . Keterlibatan remaja dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program .

• Lingkungan kondusif dan Sekolah Sehat. Intervensi:

• Menciptakan lingkungan kondusif bagi tumbuh kembang remaja agar selamat sampai kehidupan dewasa . Upaya ini merupakan tanggung jawab semua pihak .

• Revitalisasi UKS di tingkat sekolah lanjutan dan sekolah menengah .

• Hubungan antar sebaya . Intervensi:

Mengembangkan hubungan sehat antar sebaya dengan cara memberikan PKHS kepada remaja.

• Partisipasi/Kontribusi terhadap kegiatan sosial di masyarakat. Intervensi:

Mengupayakan keterlibatan remaja dalam kegiatan sosial kemasyarakatan .

• Pendidikan . Intervensi:

Memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan atau memperoleh keterampilan hidup dalam lingkungan yang sehat.

(42)

1!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!.I!!!!!!!III!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!I!!!!!!!!1!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1!!!!!!!!!1!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1!!!!!!!!!1!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!I!."

b

I NUONESI A SEI-IAT

2 01 (l

c. Pelayanan Kesehatan.

Intervensi:

Meningkatkan akses dan pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja termasuk konseling, untuk mencegah IMSI HIV/AIDS, KTD, gangguan gizi, masalah kesehatan jiwa, kecelakaan, dll.

d. Eksploitasi Pekerja Anak, dan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.

Iintervensi:

Memberikan perlindungan terhadap akibat yang merugikan pada pekerja anak dan el'iminasi ESKA. Evaluasi, penyusunan perundangan dan peraturan serta penegakan hukum terkait.

e. Perlindungan hukum baik bagi petugas yang memberikan pelayanan kesehatan termasuk pemberian informasi, maupun yang diberi layanan langsung yaitu remaja, atau tidak langsung yaitu orang tua dan masyarakat pada umumnya.

Intervensi:

Penerbitan peraturan baru, revisi atau penyempurnaan perundangan diperlukan sebagai dukungan dalam upaya peningkatan kesehatan remaja secara optimal.

Manfaat Intervensi Kesehatan Remaja

Melihat besaran masalah dan penyebabnya , pemerintah dan semua pihak termasuk masyarakat, orang tua dan remaja sendiri perlu memberikan perhatian dan intervensi terhadap kesehatan remaja dengan segera .

Manfaat yang akan diperoleh akan saling berkaitan, diuraikan sebagai berikut:

• Penurunan angka kesakitan dan kematian pada masa remaja. Sebagian penyakit atau masalah kesehatan pada remaja dapat dicegah dan bila sudah terjadi, dengan deteksi dan penanganan dini dapat dicegah agar tidak memburuk atau menyebabkan kematian .

(43)

Contoh:

• Penyalah-gunaan Napza dapat dicegah dengan pemberian informasi yang benar dan luas serta memutuskan rantai penyebaran, sedangkan deteksi dini penyalahgunaan Napza tersebut akan mencegah ketergantungan lebih lanjut, dan mencegah terjadinya overdosis atau komplikasi bahkan kematian • Infeksi Menular Seksual pada remaja dapat dicegah dengan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi yang baik sehingga memberikan pemahaman pentingnya menghindari seks di luar nikah dan seks bebas. Bila sudah terjadi IMS, pengobatan dini dapat mencegah terjadinya komplikasi lanjut misalnya infertilitas atau kematian .

• Penurunan beban penyakit di kehidupan masa sesudahnya.

Berbagai masalah kesehatan yang dihadapi remaja dapat berdampak lanjut pada usia dewasa sampai usia lanjut.

Contoh:

• Penyakit bronkhitis khronis dan kanker paru yang diderita pad

Referensi

Dokumen terkait

85 Nilai 07 Nilai Kinerja (NK) (berdasarkan PMK 249 tahun 2011) 90 Nilai 08 Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik Badan Karantina Pertanian 84 Nilai Output Program

pada kenyataannya sama dengan mendekati suatu harga tertentu melalui garis lurus.  Untuk memperbaiki

Pengujian sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian tepung teripang, ekstrak lemak teripang maupun ekstrak steroid teripang tidak berpengaruh nyata (p&gt;0,05) terhadap

 Deposit Sekuriti hanya akan dikenakan bagi Pembiayaan Semula (beserta lebihan tunai) di mana jumlah yang perlu dibayar adalah sebanyak dua (2) bulan ansuran bulanan yang

Sehubungan dengan itu, Persekutuan Pengakap Malaysia Negeri Kedah mengorak langkah bagi mengumpul ahli-ahli pengakap dari seluruh negeri ini berhimpun dalam satu

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara bimbingan belajar terhadap motivasi belajar

Proses ini dilakukan dalam ember yang telah diisi air agar tidak ada gelembung udara pa Sebagian dari Hidrilla Sebagian dari Mencatat jumlah gelembung besar dan gelembung kecil

BAB III pada laporan ini membahas tentang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) secara umum, Jenis PLTA, sistem pemipaan yang terdapat pada PLTA, aliran air di