Skripsi
Disusun oleh : Muhlisin 2012 022 0083
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sebagai persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Disusun oleh: Muhlisin 2012 022 0083 Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
viii
PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR
The Influence of Subsidies Fertilizer Toward Productivity and Onfarm Rice Income in Babadan Subdistrict Ponorogo Regency East Java
Muhlisin
Ir.Diah Rina K.MP/Dr.Ir.Widodo.MP
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY
Abstract
This research aims to find out the influence of subsidies fertilizer’s
scarcity toward rice productivity, farmers income and eligibility rice onfarm within its scarcity. This research using analysis descriptive quantitative and conducted in Babadan subdistrict Ponorogo Regency. 60 farmers are the
responden and grouping on scarce and not scarce with random sampling. The
results show that 24 farmers grouping in scarce condition and 36 were not in scarce. Methods in this research also using direct interview with questionnaire. Based on the average given that in scarce and not scarce condition there is a different between productivity and income. And analysis result using scarcity
onfarm. Elegibility’s result shows R/C side, field productivity, labor and financial
that were in scarce ferlitizer and unscarce. By this research can be conclude there is a different between productivity and income which have a lower fertilizer scarce.
vii INTISARI
PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR . 2016. MUHLISIN (Skripsi dibimbing oleh Ir. Diah Rina K, MP & Dr.Ir. Widodo, MP) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap produktivitas, pendapatan dan kelayakan usahatani padi. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Responden pada penelitian ini di Desa Lembah yang diambil 30 responden dan Desa Trisono 30 responden. Kemudian dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok yang mengalami kelangkaan 24 responden dan yang tidak mengalami kelangkaan 36 responden. Analisis yang digunakan adalah teknis analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan yaitu wawancara secara langsung dengan petani dengan daftar pertanyaan. Berdasarkan hasil analisis diketahui produktivitas dan pendapatan usahatani padi terdapat pengaruh antara yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Hasil analisis kelayakan usahatani padi jika dilihat dari segi kelayakan R/C, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja, dan produktivitas modal usahatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk layak diusahakan. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat perbedaan antara produktivitas dan pendapatan yang mengalami kelangkaan pupuk hasilnya lebih rendah sedangkan yang tidak mengalami hasilnya lebih tinggi.
1
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sektor yang paling strategis karena sampai saat ini sektor pertanian merupakan sektor yang paling
diunggulkan. Selain itu, sektor pertanian merupakan salah satu faktor penentu dalam proses pembangunan perekonomian nasional karena sektor pertanian
mencakup subsektor seperti tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Bahkan sampai saat ini sebagian besar pertanian masih bertumpu pada sektor tanaman pangan, khususnya padi.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan pangan utama dan komoditi strategis bagi Indonesia. Pada kenyataannya produksi padi nasional belum mampu
mencukupi kebutuhan penduduk dengan banyaknya kebijakan yang dilakukan seperti penggunaan varietas unggul, pembangunan sarana irigasi, subsidi benih, pupuk, dan penggunaan pestisida dalam meningkatkan produksi padi secara
nasional.
Produktivitas padi di Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, produktivitas padi di Jawa Timur dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2015 selalu mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2011 produktivitas padi mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya. Namun, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) di bawah ini sebagian besar produktivitas padi mengalami peningkatan di setiap tahunnya
Tabel 1. Produktivitas Padi di Jawa Timur Tahun 2009-2015
No Tahun Produktivitas (kw/ha)
1 2009 59.11
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur 2015
Pupuk sebagai salah satu komponen penting pada sektor pertanian
mempunyai peran yang sangat penting bagi peningkatan usahatani di Indonesia, hal ini karena petani telah menyadari peran pupuk pada hasil pertanian. Kebutuhan akan produksi pertanian yang terus meningkat seiring meningkatnya
laju pertumbuhan penduduk mengakibatakan kebutuhan akan pupuk juga semakin meningkat. Keadaan ini membuat para produsen pupuk harus berproduksi secara
optimal dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Pemerintah sebagai regulator dan stabilisator memiliki peranan penting dalam perkembangan industri pupuk. Fungsi pemerintah sebagai regulator salah
satunya diwujudkan dalam kebijakan yang dikeluarkan untuk menangani masalah pengeloaan dan penyaluran komoditas pupuk agar tercipta kriteria enam tepat,
yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu. Sedangkan fungsi pemerintah sebagai stabilisator berperan dalam menciptakan kestabilan harga pupuk di dalam negeri. Selain itu pemerintah juga
Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas
dasar program Pemerintah. Pemerintah menyediaakan pupuk subsidi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Ketersediaan pupuk yang cukup dapat
membantu petani dalam meningkatkan produktivitas padi. Hal ini dikarenakan pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian. Ketersediaan pupuk di sektor pertanian sudah dianggarkan oleh pemerintah sesuai
dengan kebutuhan petani, namun yang terjadi kebutuhan pupuk setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, sementara produksinya terbatas sehingga hal ini
menyebabkan kelangkaan pupuk.
Keterlambatan pupuk yang dialami di Kecamatan Babadan merupakan hal yang baru, karena sebelumnya di Kecamatan Babadan belum ada keterlambatan
pupuk susbsidi dalam pendistribusian ke petanai. Pada bulan september 2015 pada saat musim tanam petani sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi. Masyarakat
menjadi resah dengan tidak tersedianya pupuk subsidi di kios resmi oleh sebab itu berita tidak tersedianya pupuk meluas beritanya karena salah satu dari koran menuliskan judul kelangkaan pupuk yang di alami di Kecamatan Babadab
Kabupaten Ponorogo. Adanya berita tentang kelangkaan pupuk saya selaku mahasiswa tertarik untuk meneliti untuk bahan penelitian skripsi tentang
kelangkaan pupuk. Berita yang beredar di masyarakat dan saat penelitian hal kelangkaan sebenarnya tidak terjadi di kalangan petani, namun adanya keterlambatan pendistribusian pupuk ke petani. Keterlambatan yang terjadi karena
Keterlambatan pupuk subsidi secara tidak langsung akan berpengaruh pada pola tanam, karena keterlambatan pupuk akan menunda penanaman padi yang
seharusnya di tanam pada saat musim tanam menundanya penanaman padi akan berpengaruh pada musim yang seharusnya menanam tapi tidak menanam dan
akan menyebabkan pada hasil produksi dan produktivitas. Pupuk subsidi yang di salurkan ke kios resmi kurangnya pengawasan dari pemerintah menyebabkan kios resmi menjual pupuk subsidi tidak sesuai dengan harapan pemerintah, karena
sistem pemasaran pupuk subsidi siapa yang mempunya uang dia yang akan di dahulukan dalam penyalurannya dan petani kecil cenderung tidak siap dalam
pembelian pupuk yang disediakan karena harus membeli pupuk dengan jumlah rekomendasi dari pemerintah dan tidak bisa dibeli secara satu persatu, menjadikan petani kecil sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi dan kios tidak menyediakan
pupuk apabila tidak membayar secara langsung.
Kebutuhan pupuk di Kecamatan Babadan pada tingkat petani terus
mengalami peningkatan, namun petani masih kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Kelangkaan pupuk yang terjadi di Kecamatan Babadan karena pupuk subsidi yang diberikan pemerintah tidak mencukupi permintaan petani. Hal
tersebut mengakibatkan kelangkaan pupuk subsidi yang disediakan pemerintah. Adanya kelangkaan pupuk bersubsidi petani padi mencari cara agar kebutuhan
biaya pembelian pupuk nonsubsidi secara tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi.
Adanya permasalahan kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan akan berpengaruh terhadap produktivitas padi dan pendapatan usahatani padi,
karena Kecamatan Babadan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ponorogo penyumbang terbesar dalam hal produktivitas padi. Permasalahan kelangkaan pupuk di Kecamatan Babadan harus segera diberi solusi oleh
pemerintah daerah, karena kelangkaan pupuk akan berpengaruh terhadap produktivitas padi dan pendapatan usahatani padi.
B.Rumusan Masalah
1. Apakah produktivitas padi menurun dengan adanya kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan Kabupten Ponorogo?
2. Apakah pendapatan usahatani padi menurun dengan adanya kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo?
3. Apakah usahatani padi layak untuk diusahakan dengan adanya kelangkaan pupuk?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap produktivitas padi.
2. Untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap pendapatan usahatani padi.
D. Kegunaan
1. Bagi peneliti, sebagai sarana pembelajaran dan penerapan ilmu.
2. Bagi petani, sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam melakukan usahatani padi di Kecamatan Babadan.
7
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI
A.Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Padi
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman
pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (China)
sudah mulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM.
Padi merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia yang menjadi
bahan baku bagi industri pangan industri non pangan. Menurut Siregar (1987), tanaman padi (Oryza Sativa L) termasuk kedalam golongan Gramineae yang
memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain berbeda dalam hal pembawaan atau sifat varietas. Meskipun begitu, diantara ribuan varietas dari tanaman padi terdapat beberapa sifat yang
sama untuk beberapa varietas dan berdasarkan varietas-varietas tersebut, dapat digolongkan sebagai berikut (Siregar 1987) :
1. Golongan Indica, pada umumnya terdapat di negara-negara tropis.
2. Golongan Yaponica/Sub-Yaponica, pada umumnya terdapat di Negara-negara di luar negara tropis.
Varietas-varietas Indica yang di Indonesia disebut cempo dan banyak ditanam di seluruh Asia, kecuali di Korea dan Jepang, sementara varietas Yaponica banyak
Hongaria). Adapun varietas-varietas padi yang tergolong kedalam Sub-Yaponica
adalah varietas khas Indonesia dan lazim dikenal masyarakat dengan sebutan
varietas bulu. Varietas Sub-Yaponica banyak dibudidaya oleh petani di Pulau Jawa, Bali, Lombok, sebelah barat Pulau Sumbawa dan beberapa daerah terpencil.
Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanamannya anak beranak. Demikianlah misalnya jika bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membentuk satu dapuran, dimana
terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas-tunas baru (Siregar, 1981). Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara
garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, daun dan
bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir, daun dan bunga. Tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Unsur hara
merupakan pelengkap dari komposisi asam nukleit, hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintesis atau respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman padi dari dalam tanah dan
2. Pupuk Bersubsidi
Jones (Abidin 2005: 18) merumuskan pengertian kebijakan sebagai perilaku
konsisten dan berulang yang berhubungan dengan upaya pemerintah memecahkan berbagai masalah publik. Sejalan dengan Jones, Dunn (Winarno 2002: 7)
mengemukakan bahwa kebijakan publik perlu dikaitkan dengan analisis kebijakan yang merupakan aspek baru dari perkembangan ilmu sosial untuk pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari yang sangat kompleks. Oleh karena itu, metodologi
yang digunakan dalam melakukan analisis kebijakan haruslah bersifat multidisiplin.
Kebijakan subsidi bertujuan untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa, memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah, meningkatkan produksi pertanian, serta insentif bagi dunia usaha dan masyarakat. Pada tahun
anggaran 2013, kebijakan subsidi diarahkan melalui : 1) Kebijakan subsidi yang efisien dengan penerima subsidi yang tepat sasaran, yaitu melalui pengendalian
besaran subsidi energi dan subsidi non-energi; 2) Menyediakan tambahan anggaran untuk antisipasi subsidi tetap sasaran.
Menurut Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. dalam bukunya
Contemporary Economics Edisi ke-8 halaman 484 sebagaimana dikutip oleh Rudi Handoko dan Pandu Patriadi menulis bahwa subsidi adalah pembayaran yang
Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). (bppk.kemenkeu.go.id).
Menurut Suparmoko, subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan
menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatann riil apabila mereka mengonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi
dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash
transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy).
Pupuk bersubsidi menurut SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 356/MPP/Kep/5/2004 adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas
dasar program Pemerintah. Pengadaan ini merupakan proses penyediaan pupuk oleh produsen sedangkan penyalurannya merupakan proses pendistribusian pupuk
dari tingkat produsen sampai dengan tingkat konsumen. Artinya pupuk bersubsidi memang diberikan oleh pemerintah kepada produsen pupuk yang selanjutnya proses pengadaan pupuk kepada para petani dengan memberikan harga pupuk
yang terjangkau. Selain itu, arti dari subsidi berlainan dengan yang dinyatakan dengan Hill, sebab subsidi yang berkaitan dengan masalah yang diamati
berhubungan dengan subsidi pupuk. Oleh karena itu subsidi pupuk atau pupuk bersubsidi merupakan pupuk yang diawasi peredarannya dari pemerintah. Mulai dari kekacauan mata rantai distribusi pupuk, tingginya harga eceran pupuk di
pupuk ini intinya bertujuan agar para petani mendapatkan pupuk dengan harga yang terjangkau sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian mereka
yang akhirnya dapat meningkatkan ketahanan pangan Nasional.
Agar subsidi pupuk ini tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 70/MPP/Kep/2003 mengenai pengadaan dan penyaluran
pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian. Tetapi kebijakan yang telah dikeluarkan ini ternyata tidak membawa pengaruh yang baik. Banyak petani yang kesulitan
mendapatkan akses yang mudah sehingga sulit untuk mendapatkan harga pupuk yang terjangkau. Penyimpangan dan penyelewengan tersebut disebabkan oleh para pengecer yang bertindak nakal dalam pendistribusiannya. Misalkan pengecer
ini melakukan penimbunan pada sejumlah pupuk ataupun mengeskpor pupuk tersebut ke luar negeri. Akibatnya yang terjadi adalah kelangkaan pupuk di
sejumlah daerah yang dibarengi dengan kenaikan harga pada pupuk tersebut. Pengecer ini melakukan hal tersebut karena dinilai mendatangkan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan menjual di dalam negeri. Dan akhirnya
yang terjadi adalah pencabutan atau penghapusan kebijakan tersebut. Pemberian subsidi atau pencabutannya memberikan dampak yang bersifat lokal dan global.
Di Indonesia, fenomena pencabutan atau penghapusan kebijakan subsidi tersebut biasanya diikuti dengan protes dan penolakan dari masyarakat khususnya para petani, karena masyarakat tidak siap dengan tingginya harga barang yang
3. Produktivitas
Produktivitas adalah rasio total output dengan input yang dipergunakan
dalam produksi. Produktivitas menurut Mubyarto (1998) adalah perbandingan antara hasil produksi yang diperoleh dari satu kesatuan input dengan lahan.
Produktivitas lahan adalah kemampuan lahan produktif untuk menghasilkan produk-produk hayati. Produktivitas dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
Produktivitas : kg/ha Jumlah produksi : kg
Luas lahan : ha
4. Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah besarnya manfaat atau hasil yang diterima oleh petani yang dihitung berdasarkan nilai produksi dikurangi semua jenis pengeluaran yang digunakan untuk produksi. Untuk itu pendapatan usahatani
sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan, biaya pasca panen, pengolahan dan nilai produksi (Soekartawi, 2006).
tunai dan diperhitungkan. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan tunai merupakan ukuran
kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi, 2006). Penjumlahan dari pendapatan tunai dan pendapatan diperhitungkan disebut
pendapatan total.
5. Kelayakan Usahatani
Usaha dikatakan produktif apabila usaha tersebut mempunyai produktivitas
tinggi. Dalam berusahatani seorang petani akan selalu berfikir bagaimana menggunakan sarana produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Dalam analisis kelayakan suatu usahatani dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a. R/C
R/C adalah singkatan dari Revenue Cost Rasio, atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya.
R/C = TR/TC Keterangan :
TR : Total Revenue (penerimaan)
TC : Total Cost (total biaya)
R/C : Revenue Cost Rasio
Kaidah Uji :
Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan.
b. Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan
dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahatani. Produktivitas laha merupakan faktor penting dalam
pertanian (Suwanto M. Harisudin & E. Antriandarti 2012).
Keterangan :
NR : Net Revenue (Pendapatan)
Nilai TKDK : Nilai Tenaga Kerja Dalam Keluarga BMS : Bunga Modal Sendiri
Kaidah Uji :
Produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tersebut layak untuk
diusahakan.
Produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tersebut tidak layak untuk
diusahakan.
c. Produktivitas Tenaga Kerja
Menurut (Soekartawi, 1990) menegaskan bahwa fakor produksi tenaga
kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan hanya dilihat dari tersedianya
dikurangi biaya implisit (selain biaya tenaga kerja dalam keluarga) dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga. Jika produktivitas tenaga kerja lebih besar dari upah
buruh setempat, maka usaha tersebut layak diusahakan. Namun jika produktivitas tenaga kerja kurang dari upah buruh setempat, maka usaha tersebut tidak layak
untuk diusahakan. Menghitung produktivitas tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
NR : Pendapatan
TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKO)
HKO : Hari Kerja Orang BMS : Bunga Modal Sendiri
NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri Kaidah Uji :
Produktivitas tenaga kerja > upah petani, maka usaha tersebut layak untuk
diusahakan.
Produktivitas tenaga kerja < upah petani, maka usaha tersebut tidak layak untuk
diusahakan.
d. Produktivitas Modal
Menurut (Soekartawi, 1986) Produktivitas modal merupakan pendapatan
dengan biaya total. Produktivitas modal dapat dikatakan layak dalam usahatani apabila besar produktivitas modal harus lebih besar dari tingkat bunga yang
berlaku dan rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan:
NR : Net Revenue (Pendapatan)
TEC : Total Eksplicyt Cost (total biaya eksplisit) TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga
NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri
Kaidah Uji :
Produktivitas modal > suku bunga simpanan, maka usaha tersebut layak untuk
diusahakan.
Produktivitas modal < suku bunga simpanan, maka usaha tersebut tidak layak
untuk diusahakan.
6. Penelitian Sebelumnya
Menurut Hambali Asep (2014), dalam penelitian berjudul “Evaluasi
Produktivitas Beberapa Varietas Padi”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum varietas unggul (VUB) Inpari 13, Ciherang dan Mekongga memiliki
ketiga VUB ini dingaruhi oleh komponen hasilnya yaitu anakan produktif, bobot 1000 butir, persentase gabah isi dan ketahan terhadap hama.
Menurut Hadi Azwar (2015), dalam penelitian berjudul “Pengaruh
Pengelolaan Lahan Sawah Berbasis Agroekologi Terhadap Keanekaragaman Mikrop Tanah, Produktivitas Padi dan Pendapatan”, Hasil FGD menunjukkan
bahwa petani di lokasi studi telah menerapkan sistem pertanian agroekologi. Perlakuan pengelolaan lahan berpengaruh nyata. Perlakuan IMKPS (IF8 + MOL +
Kompos + Provibio + 50% Dosis NPK) menghasilkan nilai tertinggi untuk
Azotobacter dan Azospirillum; produksi gabah kering panen; serta pendapatan
petani dan rasio pendapatan/biaya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa sistem pertanian agroekologi telah diterapkan oleh petani di Kabupaten Karanganyar dan pengelolaan lahan berbasis agroekologi meningkatkan secara nyata
keanekaragaman mikrop tanah, produktivitas padi sawah dan pendapatan petani.
Menurut Indrasari (2008), dalam penelitian berjudul “Dampak Kelangkaan
Pupuk Urea Bersubsidi Terhadap Sikap Petani dan Produktivitas Usahatani”, hasil
penelitian menunjukkan bahwa sikap petani pada usahatani padi dan jagung tidak mengurangi penggunaan pupuk urea walaupun adanya kelangkaan pupuk, begitu
pula dengan petani tembakau mereka tidak mengurangi pengunaan pupuk urea. Sikap petani dalam penggunaan pupuk urea pada usahatani padi, jagung, dan
tembakau dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya modal, pendapatan, pengalaman, umur, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, sarana komunikasi dan harga pupuk. Pada usahatani padi dan jagung faktor yang berkorelasi terhadap
berkorelasi dengan sikap petani karena petani tetap menggunakan pupuk urea tanpa mengurangi dosisnya. Usahatani tembakau tidak ada faktor yang berkorelasi
dengan sikap dalam penggunaan pupuk urea. Hal ini terlihat bahwa petani tetap penggunaan pupuk urea. Kelangkaan pupuk yang terjadi di Kecamatan
Mumbulsari menyebabkan usahatani padi mengalami perbedaan produktivitas yang sangat nyata sebesar -4,082 artinya adanya penurunan tingkat produktivitas usahatani, usahatani jagung juga mengalami perbedaan yang sangat nyata sebesar
-4,794, sedangkan usahatani tembakau perbedaan produktivitas sebesar -3,440. Hal ini dikarenakan keterlambatan dalam pemberian pupuk urea pada komoditi
sehingga menyebabkan produksi yang dihasilkan menjadi menurun.
Menurut Firdaus (2016), dalam penelitian berjudul “Pengaruh Perlakuan
Penempatan Pupuk dan Pemberian Jenis Pupuk Terhadap Produktivitas Kacang
Bogor (Vigna Subterranea (L.) Verdcourt)”, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelakuan penempatan pupuk alur memberikan pertumbuhan kacang bogor yang
lebih baik dibandingkan dengan penempatan pupuk konvensional, akan tetapi penempatan pupuk alur belum dapat memperbaiki produktivitas kacang dan produksi kacang bogor. Pemberian jenis pupuk tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi kacang bogor.
B.Kerangka Pemikiran
Kelangkaan pupuk bersubsidi merupakan keadaan di mana petani padi
harga yang terjangkau. Sehingga minat petani akan pupuk bersubsidi masih tinggi, disamping itu, ketersediaan pupuk nonsubsidi cukup tetapi harga yang dipasarkan
di tingkat petani lebih tinggi dibandingkan dengan harga pupuk bersubsidi yang di tetapkan oleh pemerintah.
Penggunaan pupuk subsidi pada usahatani padi yaitu pupuk petroganik, SP36, phonska, urea dan ZA akan mempengaruhi harga dalam biaya yang dikeluarkan seperti pembelian benih, pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja luar
keluarga karena petani menambah biaya yang dikeluarkan dalam membeli pupuk subsidi. Penggunaan pupuk subsidi secara tidak langsung dapat mempengaruhi
produksi yang seharusnya sudah mulai menanam padi pada saat musim tanam jadi tidak sesuai musim tanam padi yang masa tanamnya jadi terlambat karena pupuk subsidi mengalami keterlambatan, hal ini menyebabkan produksi akan mengalami
penurunan akibat tidak tepat musim tanam yang seharusnya sudah menanam padi. Dari penurunan produksi akan berpengaruh terhadap produktivitas hasil yang di
dapat oleh petani padi.
Dari harga akan berpengaruh terhadap penerimaan petani yang di dapat selama musim tanam yang mengalami keterlambatan pupuk subsidi. Dari
penerimaan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh petani, karena penerimaan yang menurun pendapatan akan terpengaruhi adanya permsalahan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kelangkaan Pupuk Subsidi 1. Ketersedian terbatas 2. Harga semakin tinggi
Produktivitas Pendapatan
Penerimaan
Biaya 1. Pembelian benih 2. Pembelian pupuk 3. Pembelian pestisida 4. TK luar keluarga Penggunaan pupuk
1. Petroganik 2. SP 36 3. Phonska 4. Urea 5. ZA
Produksi
Kelayakan Usahatani Padi 1. R/C
2. Produktivitas lahan 3. Produktivitas tenaga kerja 4. Produktivitas modal
C. Hipotesis
1. Diduga kelangkaan pupuk berpengaruh terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani padi.
22
III. METODE PENELITIAN
A.Metode Dasar Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriptif analisis yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Sugiyono, 2009).
B.Penentuan Lokasi dan Sampel
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini meliputi dua hal, yaitu sebagai berikut:
1. Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja atau purposive
sampling karena di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan kebutuhan pupuk yang terus meningkat di tingkat petani menyebabkan ketersediaan pupuk yang
disediakan oleh pemerintah menjadi terbatas. Hal ini menyebabkan ketersediaan pupuk mengalami kelangkaan saat musim tanam.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Babadan dengan cara dikelompokkan menjadi 2 desa yang mengalami kelangkaan pupuk dan yang tidak
mengalami kelangkaan pupuk subsidi. Berdasarkan saran dari penyuluh pertanian di Kecamatan Babadan. Desa yang dipilih yang mengalami kelangkaan pupuk
mengalami kelangkaan pupuk subsidi pada desa Trisono yang beranggota 9 kelompok tani. Kemudian dari masing-masing desa dipilih menjadi 1 kelompok
tani pada Desa Lembah di pilih 1 kelompok tani “Mukti Tani” dan pada Desa Trisono 1 kelompok tani “Tani Jaya”. Masing- masing kelompok diambil 30
responden, sehingga total 60 responden. Dari 60 responden dikelompokkan lagi menjadi yang mengalami kelangkaan pupuk subsidi yaitu 24 responden dan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk subsidi 36 responden.
C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang di gunakan untuk mendukung kelengkapan data penelitian, kedua jenis data tersebut yaitu :
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara secara langsung terhadap responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner)
yang telah disusun sebelumnya. Data yang diambil meliputi luas area lahan, profil keluarga, jumlah penggunaan pupuk, pengalaman bertani, penerimaan, biaya
peralatan pertanian, tenaga kerja yang diperlukan, penggunaan sarana produksi, permasalahan kealngkaan pupuk, tempat pembelian pupuk, pendapat tentang ketersediaan pupuk dan saran tentang ketersediaan pupuk bersubsidi.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dengan cara
penduduk, batas administrasi, penggunaan jumlah pupuk dan kondisi pertanian serta lembaga-lembaga yang berpengaruh di dalamnya.
D.Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini dibatasi oleh semua petani padi yang tergabung dalam kelompok
tani di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo.
2. Penelitian ini dibatasi pada masa produksi tanaman padi bulan September - Desember 2015.
E.Asumsi
1. Dalam penelitian ini diasumsikan hasil produksi dalam bentuk gabah kering.
2. Dalam penelitian ini diasumsikan petani rasional dalam penggunaan pupuk.
F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat
subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah jenis pupuk yang disubsidi seperti petroganik, SP36,
phonska, urea dan ZA.
2. Kelangkaan pupuk bersubsidi adalah keadaan dimana petani padi mengalami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi pada saat musim tanam.
3. Pupuk nonsubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyaluran di luar program Pemerintah dan tidak mendapat subsidi, jenis pupuk nonsubsidi
seperti KCL, phonska, urea, TSP dan ZA.
5. Luas lahan adalah sejumlah lahan yang digunakan oleh petani untuk usahatani padi dalam 1 musim tanam dinyatakan satuan dalam hektar ( ha).
6. Produksi adalah jumlah produk yang dihasilkan oleh petani padi dalam bentuk gabah kering dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
7. Penerimaan adalah sejumlah dana yang diterima dari penjualan hasil produksi dan dinyatakan dalam bentuk rupiah (Rp).
8. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dinyatakan
dalam satuan rupiah (Rp)
9. Total biaya adalah sejumlah dana yang digunakan untuk usahatani padi dan
dinyatakan dalam rupiah (Rp).
10. Kelayakan usaha yaitu untuk mengukur usahatani padi apakah layak atau tidak jika diusahakan, pengukuran menggunakan R/C rasio, produktivitas
lahan (Rp/ha), produktivitas tenaga kerja (Rp), produktivitas modal (%). 11.R/C yaitu besaran nilai yang menunjukkan perbandingan antara penerimaan
(Revenue =R) dengan total biaya (Cost = C).
G.Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif dan kuantitatif digunakan untuk mengambarkan profil petani di kecamatan babadan. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui produktivitas, biaya usahatani, pendapatan dan kelayakan usahatani padi dengan
1. Produktivitas
Untuk mengetahui produktivitas dapat digunakan dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan :
Produktivitas : kg/ha
Jumlah produksi : kg Luas lahan : ha
2. Biaya dan Pendapatan
Untuk mengetahui biaya dan pendaptan usahatani padi dapat digunakan rumus sebagai berikut:
a. Total Biaya
Total biaya dapat dihitung dengan rumus :
TC = TEC + TIC Keterangan :
TC : Total cost ( biaya total )
TEC : Total explicit cost ( total biaya eksplisit )
TIC : Total implicit cost ( total biaya implisit )
b. Penerimaan
Keterangan :
TR : TotalRevenue (Penerimaan)
Q : Quantity (Jumlah Produksi)
P : Price (Harga Produksi)
c. Pendapatan
Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan rumus :
NR = TR – TEC Keterangan :
NR : Net Revenue (Pendapatan)
TR : Total Revenue (Penerimaan)
TEC : Total Explicit Cost (Total biaya eksplisit)
3. Kelayakan Usahatani
Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani padi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo, dengan analisis sebagai berikut :
a. R/C Rasio
R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.
R/C = TR/TC Keterangan :
R/C : Revenue cost ratio
TR : Total Revenue (Penerimaan)
Kaidah Uji :
Jika R/C rasio > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan.
Jika R/C rasio < 1, maka usahatani tersebut tidak layak diusahakan. b. Produktivitas lahan
Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahatani.
Keterangan :
NR : Net Revenue (Pendapatan)
Nilai TKDK : Nilai Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Kaidah Uji :
Produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tersebut layak untuk
diusahakan.
Produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.
c. Produktivitas tenaga kerja
Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktivitas tenaga kerja lebih besar
Keterangan :
NR : Net Revenue (Pendapatan)
HKO : Hari Kerja Orang
NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri
Kaidah Uji :
Produktivitas tenaga kerja > upah petani, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.
Produktivitas tenaga kerja < upah petani, maka usaha tersebut tidak layak untuk
diusahakan.
d. Produktivitas Modal
Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktivitas modal besar dari bunga tabungan bank.
Keterangan :
NR : Net Revenue (Pendapatan)
NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga
TC eksplicit : Total Biaya Eksplisit
Kaidah Uji :
Produktivitas modal < suku bunga simpanan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.
4.Uji t-test
Uji ini digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata yang diperoleh dari pengamatan terhadap sampel yang berasal dari 2 populasi. Pengujian dilakukan
terhadap 2 populasi yang diasumsisakan mempunyai varians yang sama. Uji T digunakan untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas
dan pendapatan.
Keterangan :
: nilai rata-rata sampel ke -1
s1 : simpangan baku sampel ke -1
n1 : ukuran sampel ke – 1
: nilai rata-rata sampel ke – 2
s2 : simpangan baku sampel ke – 2
Perumusan hipotesis:
Ho : µ1 = µ2 artinya tidak terdapat perbedaan antara produktivitas yang mengalami
kelangkaan pupuk dan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.
Ha : µ1 ≠ µ2 artinya terdapat perbedaan antara produktivitas yang mengalami
kelangkaan pupuk dan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.
Ho : µ1 = µ2 artinya tidak terdapat perbedaan antara pendapatan usatani padi yang
mengalami kelangkaan pupuk dan pendaptan yang tidak mengalami
kelangkaan pupuk.
32
IV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN BABADAN
A. Kondisi Fisik dan Geografis Kecamatan Babadan
Kecamatan Babadan merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo. Kecamatan Babadan terdiri dari 12 desa dan 3
kelurahan yang dibedakan berdasarkan letaknya yaitu desa yang letaknya mendekati daerah kota dan desa yang berada di daerah desa atau jauh dari kota.
Desa yang terletak dengan daerah perkotaan yaitu Desa Cekok, Desa Gupolo, Desa Polorejo, Desa Ngunut, Desa Bareng, Desa Babadan, Kelurahan Kertosari, Kelurahan Patihan Wetan dan Kelurahan Kadipaten. Sementara, desa yang
letaknya jauh dari kota yaitu Desa Japan, Desa Sukosari, Desa Lembah, Desa Pondok, Desa Purwosari dan Desa Trisono. Kelurahan Kertosari, Patihan Wetan
dan Kadipaten dibagi menjadi 127 rukun warga (RW), 482 rukun tetangga (RT) dan 55 lingkungan atau dusun.
Luas wilayah Kecamatan Babadan menurut penggunaanya yaitu sebesar
4.293 km², di mana luas lahan untuk lahan sawah sebesar 3.342 km² dan lahan bukan pertanian sebesar 1.689 km². Letak geografis untuk wilayah Ponorogo yaitu
111º17´-111º52´ BT dan 7º49´- 8º20´ LS. Wilayah Kecamatan Babadan terletak pada ketinggian antara 150 m sampai dengan 199 m diatas permukaan laut dengan batas-batas Kecamatan Babadan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
madiun, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jenangan, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Sukorejo dan sebelah selatan berbatasan dengan
Tabel 2. Merupakan Data Luas Wilayah Kecamatan Babadan Menurut Kelurahan/ Desa Berdasarkan Penggunaan Lahan Per Hektar
Kelurahan/ Desa Penggunaan Lahan Luas Keseluruhan Pertanian Non Pertanian
Jumlah 3342.04 1689.37 4293.81
Sumber Data : Kantor Camat Babadan 2015
Desa Lembah memiliki luas wilayah dengan penggunaan lahan sebesar 425,47 Ha dan berdasarkan penggunaan lahannya, wilayah tersebut dibedakan
menjadi dua yaitu sebagai lahan pertanian dan non pertanian. Lahan yang digunakan untuk pertanian sebesar 329,16 Ha dan non pertanian sebesar 96,31.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan didominasi oleh lahan untuk pertanian. Adapun batas-batas wilayah Desa Lembah yaitu sebelah utara
berbatasan dengan Desa Trisono, sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwosari dan Desa Pondo, sebelah barat berbatasan dengan Desa Polorejo dan sebelah selatan Polorejo.
yang digunakan sebagai lahan pertanian sebesar 361,13 Ha dan non pertanian sebesar 99,79 Ha. Desa Trisono memiliki perbedaan luas wilayah yang sedikit
lebih banyak dari pada Desa Lembah, namun untuk kondisi wilayah di kedua desa tersebut tidak jauh berbeda. Batas-batas wilayah Desa Trisono yaitu sebelah utara
berbatasan dengan Kali Asin dan Kabupaten Madiun, sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwosari, sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukosari dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Lembah.
B. Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Jumlah penduduk di Kecamatan Babadan sebesar 70.619 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 35.094 jiwa dan perempuan sebesar 35.525 jiwa yang
tersebar di seluruh desa yang ada di Kecamatan Babadan. Adapun jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan di desa yang dijadikan
sebagai lokasi adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Merupakan Data Jumlah Penduduk di Desa Lembah dan Desa Trisono
Desa Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
Lembah 2.926 3.049 5.975
Trisono 2.675 2.698 5.373
Sumber : Kantor Camat Babadan 2015
Desa Lembah memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dari pada di Desa Trisono. Selisih jumalh penduduk dari kedua desa tersebut kurang lebih
sebanyak 602 orang. Penduduk yang berjenis kelamin perempuan di Desa Lembah sedikit lebih tinggi dari pada jumlah penduduk yang berjenis laki-laki,
Mayoritas penduduk di Kecamatan Babadan beragama Islam. Jenis pekerjaannya pun bermacam-macam, yaitu bertani, menjadi tenaga kerja luar
negeri, wiraswasta dan pegawai negeri. Namun, jenis pekerjaan yang mendominasi adalah petani, alasannya walaupun pegawai sebagai pekerjaan
utamanya, tetapi petani dijadikan sebagai pekerjaan sampingan karena sebagian besar masyarakat di desa masih mengandalkan sektor pertanian untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
C. Pertanian
Luas lahan yang digunakan pada sektor pertanian di Kecamatan Babadan
mencakup beberapa macam komoditas tanaman pangan, seperti tanaman padi, jagung dan kedele. Hasil produksi dari ketiga komoditas tersebut tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten
Ponorogo. Adapun data produksi komoditas tanaman pangan yang mencakup tanaman padi, jagung dan kedelai dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4. Data Komoditas Tanaman Pangan Kecamatan Babadan
Nama Desa Luas Tanam Produksi Ton/Ha
Padi Jagung Kedele Padi Jagung Kedelai
Meningkatnya luas area tanam untuk tanaman pangan akan berdampak pula terhadap meningkatnya kebutuhan pupuk di tingkat petani. Terlebih lagi petani
membutuhkan pupuk dalam jumlah yang relatif lebih tinggi dalam pemenuhan kebutuhan untuk usahatani yang dijalankan. Petani beranggapan bahwa dengan
memberikan pupuk dalam jumlah yang relatif lebih tinggi akan meningkatkan produktivitas tanaman atau usahatani. Sementara, kebutuhan pupuk di tingkat petani sangat terbatas, khususnya untuk pupuk bersubsidi. Jika ketersediaan
pupuk subsidi terbatas dan petani tetap menggunakan pupuk dalam jumlah yang banyak maka hal tersebut akan berdampak pada kelangkaan pupuk bersubsidi
sehingga untuk alternatif pemenuhannya petani harus membeli dan menggunakan pupuk non subsidi. Padahal pupuk non subsidi dijual dengan harga yang lebih tinggi sehingga petani yang merasa kekurangan untuk memenuhi kebutuhan
pupuk dalam usahatani yang dilakukan, maka pemenuhan pupuknya dengan menggunakan pupuk non subsidi.
D. Kelembagaan Kelompok Tani
Desa Lembah dan Desa Trisono merupakan desa yang digunakan untuk lokasi penelitian. Di kedua desa tersebut terdapat kelompok tani yaitu kelopok tani “Mukti Tani” yang berasal dari Desa Lembah dan kelompok tani “Tani Jaya”
yang berasal dari Desa Trisono. Adapun struktur organisasi dari masing-masing
kelompok tani akan dijelaskan pada bagan dibawah ini.
Sktrukur organisasi pada kelompok tani di Desa Lembah dan di Desa Trisono tidak jauh berbeda karena sususan kelembagaan pada kelompok tani
bendahara. Selain itu, juga terdapat beberapa seksi-seksi yang mengemban tugas yang berbeda-beda. Di Desa Lembah, ada beberapa anggota kelompok tani yang
menjabat sebagai seksi-seksi tertentu, seperti seksi sarana dan produksi, pengairan, tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, humas serta
PHT, sedangkan di Desa Trisono beberapa anggota kelompok tani juga menjabat sebagai seksi humas, simpan pinjam, PHT, pengolahan tanah, pengairan, peternakan, pemasaran dan arisan.
Struktur organisasi kelompok tani “Tani Jaya” di Desa Trisono memiliki
sistem organisasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan struktur organisasi pada kelompok tani di Desa Lembah “Mukti Tani”. Hal ini disebabkan oleh,
setiap seksi-seksi yang diberikan tanggung jawab untuk mengemban tugas dapat melaksanakan tugas dengan baik dan transparan. Selain itu, sistem administrasi
yang digunakan juga sangat baik sehingga semua proses administrasi dapat diterima oleh seluruh anggota dengan jelas. Jika di kelompok tani “Mukti Tani”
struktur organisasinya kurang baik, misalnya masalah pembukuan kurang transparan dan daftar hadir anggota tidak berjalan dengan baik sehingga tugas dari seksi-seksi yang diberikan amanat kurang menjalankan tugas dengan maksimal. Adapun struktur organisasi pada kelompok tani “Mukti Tani” dan kelompok tani
Gambar 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Desa Lembah ”Mukti Tani”
Herry (PPL)
Pelindung
Yayuk Sri Wahjuni
Pengawas
Agus Suhandono
Ketua
Hartono
Sekretaris
Madrum
Bendahara
Karmadi
Sapodi Minto Seksi
Pengarairan Jarun Tan. Pangan
Hartono
Peternakan Miran
Gambar 3. Struktur Organisasi Kelompok Tani Desa Trisono ”Tani Jaya”
E. Gambaran Kelangkaan Pupuk Bersubsidi
Kelangkaan pupuk bersubsidi merupakan keadaan ketika petani mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Pupuk bersubsidi merupakan
pupuk yang disalurkan ke petani melalui kios daerah atau melalui kelompok tani untuk menunjang usahatani yang dijalankan oleh petani dan terbatas jumlahnya.
Selain terbatas jumlahnya, pupuk bersubsidi dipasarkan dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga pupuk non subsidi. Oleh karena itu,
petani sangat terbantu dengan adanya pupuk bersubsidi.
Di sisi lain, dengan adanya pupuk bersubsidi, petani akan memenuhi semua
kebutuhan tanaman padi dengan menggunakan pupuk bersubsidi. Hal tersebut juga didukung dengan harga pupuk susbidi yang relatif lebih terjangkau daripada pupuk non subsidi sehingga akan sangat memudahkan petani untuk membelinya.
Sementara itu, dengan harga pupuk subsidi yang relatif lebih terjangkau menyebabkan penggunaan pupuk ditingkat petani semakin meningkat atau melebihi dosis dari rekomendasi. Petani beranggapan bahwa dengan memberikan
pupuk dalam jumlah yang lebih banyak akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi pula. Jika petani terus menggunakan pupuk secara berlebihan, maka
jumlah kebutuhan pupuk yang disediakan oleh pemerintah akan mengalami kekurangan sehingga petani akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk
karena pemakaian di tingkat petani belum sesuai dengan anjuran dari pemerintah. Selain itu, dengan penggunaan pupuk yang berlebihan dapat menyebabkan struktur tanah menjadi berkurang nutrisisnya dan dalam jangka waktu tertentu
hasil produksi dari usahatani yang digarap oleh petani akan menurun hasilnya. Berikut ini tabel 5 merupakan data kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2015 yang
Tabel 5. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun 2015 di Kabupaten Ponorogo
Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015
Berdasarkan tabel diatas, Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diajukan oleh petani sangat tinggi, sedangkan untuk alokasi pupuk yang
diterima oleh petani terbatas. Sebagian besar permintaan pupuk urea, ZA, SP-36, NPK dan organik oleh petani juga sangat tinggi dan alokasi permintaan pupuk yang diterima oleh petani hampir setengah dari RDKK yang diajukan. Sehingga
kekurangan dari permintaan pupuk yang diajukan sesuai dengan RDKK tersebut dapat dipenuhi dengan penggunaan pupuk lain, yaitu selain pupuk bersubsidi.
Dalam pemenuhan kebutuhan pupuk, setiap kelompok tani pada masing-masing desa atau daerah memiliki kebijakan atau Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK) untuk anggota kelompok tani. Sehingga jumlah pupuk yang diterima akan disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki oleh setiap petani. Pupuk disalurkan ke petani melalui kelompok tani dan petani yang mengambil
atau membeli harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu. Selain itu, ada juga bentuk penyaluran pupuk yang tidak melalui kelompok tani, sehingga petani
Tabel 6. Proses Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015
KEGIATAN Dokumen yang Dihasilkan
PENYALURAN
Ketua Poktan menyampaikan kebutuhan
pupuk kelompoknya kepada Petugas Rekap kebutuhan Poktan Koord. PPL menyampaikan daftar poktan dan PPL pupuk sudah sampai di kios
Rekap pupuk yang telah diterima oleh kios Kios wajib memasang papan nama dan
wilayah kerja Nama desa, kecamatan
Jika penyaluran ke petani melalui poktan/gapoktan maka:
a. Poktan/Gapoktan wajib memiliki penyaluran ke petani
b. Kios wajib memiliki bukti penyaluran ke Poktan
a. Buku catatan penyaluran pupuk oleh poktan/gapoktan ke petani b. Bukti nota penyaluran pupuk oleh
kios kepada poktan/gapoktan
b. Kios wajib memiliki bukti penyaluran kepada petani
a. Kartu/ketak petani yang
dikeluarkan oleh poktan yang erisi jatah pupuk per musim per tahun dan jumlah yang diterima
b. Buku catatan penjualan oleh kios ke petani
Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015
Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo tahun 2015, untuk dosis penggunaan pupuk untuk komoditas tanaman padi sebaiknya disesuaikan
memudahkan bagi petani. Tabel berikut merupakan tabel dosis penggunaan pupuk per hektar komoditas tanaman padi.
Tabel 7. Dosis Penggunaan Pupuk Per Hektar Direkomendasikan di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo
Komoditas Jenis Pupuk Dosis Anjuran Kg/Ha Dosis Petani Kg/Ha Selisih Kg/ha
Padi Urea 250 350 +100
ZA 150 175 +25
SP-36 75 175 +100
Phonska 200 300 +100
Petroganik 500 700 +200
Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015
Berdasarkan tabel 7, dosis penggunaan pupuk yang dilakukan oleh petani dalam usahatani padi sangatlah tinggi. Penggunaan dosis ditingkat petani melebihi dosis anjuran penggunaan pupuk untuk tanaman padi. Setiap jenis pupuk yaitu
untuk jenis pupuk urea, SP-36, NPK dan pupuk organik masing-masing mengalami kenaikan dosis dengan selisih kenaikan yang hampir sama yaitu antara
100 – 200 kg, kecuali untuk jenis pupuk ZA. Selisih kenaikan pupuk jenis ZA tidak melebihi 100 kg, tetapi hanya seperempatnya yaitu 25 kg per hektar.
F. Distribusi Pupuk Di Desa Lembah dan Desa Trisono
Proses penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani merupakan hal yang sangat penting atau dapat diartikan sebagai proses penyaluran yang membutuhkan
pengawasan yang sangat ketat. Hal ini bertujuan agar jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan oleh pemerintah dapat diterima oleh petani sesuai dengan kebutuhan masing-masing petani karena jumlah kebutuhan pupuk bersubsidi
tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan petani sehingga menyebabkan kekurangan jumlah pupuk bersubsidi.
Penyebab kekurangan dari pupuk subsidi antara lain, alokasi pupuk bersubsidi yang diterima petani belum sesuai dengan rencana definitif kebutuhan
kelompok (RDKK) yang pengecer memahami bahwa pupuk yang mereka salurkan merupakan barang dalam pengawasan. Kemudian, belum semua petani terdaftar dalam anggota kelompok tani, penggunaan pupuk di tingkat petani
melebihi dosis anjuran pupuk dan pemupukan. Selain itu, administrasi pelayanan pupuk di kios pengecer kurang tertib termasuk di tingkat kelompok tani dan pembinaan dan pengawalan penyusunan RDKK perlu ditingkatkan. Hal tersebut
perlu ditingkatkan supaya penyaluran pupuk bersubsidi ke petani dapat dilakukan secara efektif dan tepat sasaran. Berikut ini merupakan proses penyaluran pupuk
bersubsidi di Desa Lembah dan Desa Trisono.
Tabel 8. Distribusi Pupuk Bersubsidi di Desa Lembah dan Desa Trisono Desa Proses Penyaluran
Lembah Distributor Kios daerah Petani
Trisono Distributor Kios daerah Kelompok tani Petani Sumber Data : Data Primer 2016.
Penyaluran pupuk ke petani yang dilakukan di Desa Lembah dan Desa
Trisono dengan metode 5:3:2 atau sering disebut dengan penggunaan pupuk secara berimbang, namun lebih dikenal petani dengan istilah pupuk paketan. Penggunaan pupuk berimbang 5:3:2 artinya dalam satu hektar menggunakan 5
mengikuti anjuran tersebut, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan pupuk petani akan membeli sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh tanaman, misalnya
memperbanyak pupuk NPK, mengurangi pupuk organik dan sebagainya. Sehingga hal ini akan menyebabkan dampak dari penggunaan pupuk yang
berlebih terhadap tanaman maupun jumlah kebutuhan pupuk.
Di Desa Trisono penyaluran pupuk dengan metode 5:3:2 tidak diberlakukan karena untuk meminimalisisr biaya yang dikeluarkan oleh petani agar tidak terlalu
banyak. Jika pupuk dijual dengan metode tersebut maka petani yang memiliki lahan yang luas tidak akan mengalami masalah, namum sebaliknya jika petani hanya memiliki lahan yang sedikit maka penjualan pupuk dengan metode tersebut
akan meningkatkan jumlah biaya yang dikeuarkan oleh petani. Oleh karena itu, di Desa Trisono penjualan pupuk bersubsidi disesuaikan dengan luas lahan yang
46
V . HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Petani Padi
Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam
usahatani padi. Pengaruh petani yang mengalami kelangkaan pupuk maupun yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan
pendapatan yang dihasilkan selama satu musim tanam padi pada akhir 2015. Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani,
anggota keluarga, dan luas kepemilikan lahan.
1. Umur Petani Padi
Umur merupakan unsur penting dalam kemampuan fisik petani dalam mengelola usahatani padi. Kriteria pengelompokan umur petani dibagi berdasarsarkan kelompok umur petani yang tidak mengalami kelangkaan dan
kelompok umur petani yang tidak mengalami kelangkaan. Pengelompokan umur petani tersebut merupakan gabungan dari total responden yang diteliti, yaitu dari
Desa Lembah dan Desa Trisono dimana responden yang mengalami kelangkaan sebanyak 24 orang dan responden yang tidak mengalami kelangkaan sebanyak 36 orang. Berikut ini pada tabel 9 menjelaskan umur petani berdasarkan kelangkaan
Tabel 9. Umur Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Kriteria
Umur
Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk
Jumlah Orang Persentase% Jumlah Orang Persentase%
18-40 7 29 5 14
41-60 13 54 23 64
>60 4 17 8 22
Jumlah 24 100 36 100
Sumber Data : Data Primer
Menurut Hurlock (1994) berdasarkan kelompok usia responden dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia dewasa awal atau dini (18-40 tahun), usia
dewasa (41-60 tahun) dan usia dewasa lanjut (usia diatas 60 tahun)
Berdasarkan pada tabel 9, usia petani yang mengalami kelangkaan berumur
41 sampai dengan 60 tahun dengan persentase paling tinggi sebesar 54% sedangkan usia petani yang tidak mengalami kelangkaan berumur 41 sampai dengan 60 tahun dengan persentase paling tinggi sebesar 64%. Hal ini
menunjukkan usia petani yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan berumur 41 sampai dengan 60 tahun. Usia 41 sampai dengan 60
tahun termasuk usia dewasa, hal ini berpengaruh pada pola pikir petani karena pola pikir di usia tersebut lebih baik karena usianya sudah dewasa dalam berpikir untuk melakukan usahatani.
2. Pendidikan Petani Padi
Pendidikan merupakan komponen pendukung bagi petani dalam menerima
pengetahuan atau inovasi baru diantaranya dalam menghadapi kelangkaan pupuk. Tingkat pendidikan yang telah ditempuh oleh petani akan mempengaruhi petani dalam menentukan pola pikir dan tindakan yang akan dilakukan. Semakin tinggi
menerima dan menerapkan apabila hal yang dipercayai itu benar untuk diterapakan dalam usahatani yang akan dikembangkan untuk hasil yang lebih
baik. Berikut ini tabel menjelaskan pendidikan petani berdasarkan kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk.
Tabel 10. Pendidikan Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk
Pendidikan
Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk Jumlah
Berdasarkan tabel 10, petani yang mengalami kelangkaan pupuk berpendidikan yang tertinggi pendidikan SMA dengan persentase 38% sedangkan pendidikan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk yang tertinggi pendidikan
SD dengan persentase 53%. Pendididan sekolah menengah atas yang mengalami kelangkaan memiliki jumlah orang yang paling tinggi dengan jumlah 9 orang
sedangkan pendidikan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk pendidikan sekolah menengah atas jumlah orangnya lebih tinngi dibanding dengan jumlah orang yang mengalami kelangkaan pupuk. Hal ini menunjukkan dalam pendidikan
petani yang tidak mengalami kelangkaan meskipun persentase yang tertinggi pada pendidikan sekolah dasar namun jumlah pendidikan sekolah menengah atas lebih
3. Pengalaman Petani Padi
Usahatani membutuhkan pengalaman yang dibutuhkan petani dalam
usahatani padi yang telah dilakukan selama ini. Semakin lama pengalaman petani dalam usahatani padi maka petani akan memahami cara yang tepat dalam
budidaya padi yang baik.
Tabel di bawah ini merupakan tabel pengalaman petani padi yang diukur berdasarkan lama tidaknya petani dalam melakukan usahatani padi. Pengalaman
petani padi juga diukur berdasarkan keadaan kelangkaan yang dialami maupun yang tidak dialami oleh petani.
Tabel 11. Pengalaman Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk
Pengalaman Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk
Jumlah Orang Persentase% Jumlah Orang persentase%
> 40 tahun 3 13 14 39
11-30 tahun 14 58 19 53
≤ 10 tahun 7 29 3 8
Jumlah 24 100 36 100
Sumber Data : Data Primer
Berdasarkan tabel 11, petani yang mengalami kelangkaan pupuk pengalaman 11 sampai dengan 30 tahun memiliki persentase tertinggi dalam
kelangkaan pupuk dengan persentase 58% sedangkan persentase pengalaman usahatani yang tidak mengalami kelangkaan pupuk tertinggi pada 11 sampai
4. Luas Lahan
Luas lahan merupakan jumlah area lahan yang dimiliki oleh petani yang
digunakan sebagai lahan tanam untuk usahatani padi. Hasil panen yang diperoleh petani juga dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki oleh petani. Selain itu,
petani yang tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk usahatani padi dapat menggarap lahan milik orang lain atau menyewa dari orang lain. Kriteria luas lahan untuk usahatani padi dibedakan menjadi lima kriteria, yaitu lahan dengan
luas kurang dari 0,25 hektar, lahan dengan luas 0,25 - 0,5 hektar, lahan dengan luas 0,5 - 0,75 hektar, lahan dengan luas 0,76 - 1 hektar dan lahan dengan luas
lebih dari satu hektar. Semakin luas lahan yang dimiliki petani untuk usahatani padi, maka semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan dan begitu pula dengan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani. Sebaliknya, semakin sedikit luas
lahan petani untuk usahatani padi, maka hasil produktivitas juga semakin sedikit. Begitu pula dengan pendapatan yang diperoleh petani padi. Berikut ini merupakan
tabel luas lahan petani untuk usahatani padi di Kecamatan Babadan.
Tabel 12. Luas Lahan Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Per Hektar Luas Lahan
(ha)
Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk Jumlah Orang Persentase
memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar dengan persentase 72%. Hal ini menunjukkan persentase keduanya luas area lahan yang dimiliki petani padi
kurang dari 0,5 hektar. Luas lahan yang lebih satu hektar berada di kelompok tani yang mengalami kelangkaan pupuk, karena luas lahan yang tinggi menjadikan
kebutuhan akan pupuk bertambah banyak menyebabkan kekurangan pupuk subsidi.
5. Anggota Keluarga
Usahatani membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan aktivitas usahanya baik dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Petani yang memiliki banyak anggota keluarga akan memiliki banyak ketersediaan tenaga kerja.
Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja dapat meringankan pekerjaan petani serta meningkatkan pendapatan. Tabel berikut ini menunjukkan jumlah anggota
keluarga.
Tabel 13. Anggota Keluarga Berrdasarkan Kelangkaan Pupuk Jumlah
Tanggungan
Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk Jumlah
Berdasarkan tabel 13, anggota keluarga yang mengalami kelangkaan jumlah
tanggungan yang tertinggi jumlah aggota keluarganya antara 1 sampai dengan 4 tangungan keluarga dan memiliki persentase tertinggi diantara jumlah anggota
tanggungan kelarga dan memliki persentase tertinggi diantara jumlah tanggungan lainnya dengan persentase sebesar 77%. Hal ini menunjukkan anggota keluarga
antara yang mengalami kelangkaan pupuk jumlah tanggungan yang tertinggi antara 1 sampai dengan 4 adalah jumlah tangungan keluarga dari masing-masing
kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Anggota keluarga yang jumlahnya 1 sampai dengan 4 tanggungan keluarga dapat dimanfaatkan dalam hal tenaga kerja dalam keluarga, karena
semakin banyak anggota keluarga yang membantu dalam pekerjaan dapat menggurangi biaya usahatani sebab anggota keluarga upah yang dikeluarkan tidak
secara nyata di keluarkan dalam usahatani yang dilakukan.
B. Kondisi Distribusi Ketersedian Pupuk
Kelangkaan pupuk subsidi yang terjadi di Kecamatan Babadan pada bulan september 2015 pada saat musim tanam ketersediaan pupuk subsidi mengalami
keterlambatan dalam pendistribusian dari pemerintah setempat, hal ini menyebabkan petani sulit mendapatkan pupuk subsidi dari keterlambatan itu
menyebar luas dalam pemberitaan masuk pada media seperti koran memberitakan bahwa di Kecamatan Babadan mengalami kelangkaan pupuk. Dalam prosesnya petani yang sulit mendapatkan pupuk subsidi petani yang tidak memiliki
persiapan dalam pembelian pupuk subsidi.
Proses pendistribusian di kios lebih mengutamakan petani yang membeli secara tunai dan yang tidak mempunyai anggaran dalam membeli pupuk subsidi
memasuki musim tanam pada bulan september harus menunda dalam menanam padi, dari menunda penanaman pada prosesnya akan mempengaruhi musim yang
seharusnya untuk menanam tidak melakukan penanaman dan akan mengakibatkan tidak sesuainya musim tanam yang mengakibatkan produksi padi akan
berpengaruh karena musim tanam tidak sesuai dengan musim tanam.
C.Input Usahatani Padi 1. Benih
Benih merupakan input awal yang paling menentukan dalam usahatani.
Benih membawa sifat genetik yang nantinya akan menentukan hasil bagaimana karakteristik produk pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas. Benih yang digunakan dari kelompok yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami
kelangkaan ada dua macam benih padi yaitu benih ciherang dan IR64.
Berdasarkan penghitungan rata-rata penggunaan benih yang mengalami
kelangkaan diketahui nilai yang mengalami kelangkaan pupuk mempunyai rata-rata penggunaan benih lebih rendah dan yang tidak mengalami cenderung lebih tinggi meski selisih tidak terlalu berbeda nilai yang diperoleh. Jumlah rata-rata
yang mengalami kelangkaan nilainya sebesar 35 kg/ha dan yang tidak mengalami kelangkaan berjumlah rata-rata 36 kg/ha. Hal ini menunjukkan penggunaan benih
kedua kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk penggunaan benihnya tidak terlalu jauh berbeda dalam penggunaan benih yang digunakan dalam usahatani padi.
Tanaman pangan membutuhkan nutrisi untuk dapat tumbuh dan berkembang. Nutrisi yang dibutuhkan tanaman berupa unsur hara yang terdapat
pada media tanam yaitu berupa lahan pertanian. Setelah lahan pertanian ditanami secara terus menerus maka kandungan unsur hara pada lahan berangsur – angsur
menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemupukan untuk mengembalikan dan menyediakan unsur hara bagi tanaman pangan seperti padi.
Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Pupuk Padi Per hektar (kg/ha)
Jenis Pupuk Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk
Petroganik 473 515
Berdasarkan tabel 14, penggunaan pupuk yang mengalami kelangkaan
pupuk mempunyai rata-rata penggunaan rendah dengan rata-rata penggunaan sebesar 1.453 kg/ha sedangkan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk
penggunaan rata-rata lebih tinggi sebesar 1.561 kg/ha. Penggunaan jenis pupuk yang tertinggi digunakan dalam usahatani padi adalah petroganik dengan rata-rata yang mengalami kelangkaan pupuk sebesar 473 kg dan yang tidak mengalami
sebesar 515 kg dalam satu musim tanam. Penggunaan pupuk petroganik dalam usahatani padi yang jumlahnya paling tinggi akan menjaga kesuburan tanah itu