• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Disusun oleh : Muhlisin 2012 022 0083

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, karena atas berkah dan rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Kelangkaan Pupuk Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur” yang merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian dalam rangka menyusun skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Diah Rina Kamardiani.MP selaku dosen pembimbing utama, Dr.Ir.Widodo.MP selaku dosen pembimbing pendamping dan kepada lembaga terkait yang memberikan informasi. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada ibu, ayah segenap keluarga dan teman-teman kelas agribisnis c terutama wilda, nala, adha, nizar atas doa dan dukungan yang selama ini diberikan.

Yogyakarta, 30 Agustus 2016

(3)

iv

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Pemikiran ... 18

C. Hipotesis ... 21

III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Metode Dasar Penelitian ... 22

B. Penentuan Lokasi dan Sampel ... 22

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 23

D. Pembatasan Masalah ... 24

E. Asumsi ... 24

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 24

G. Teknik Analisis Data ... 25

IV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN BABADAN ... 32

A. Kondisi Fisik dan Geografis Kecamatan Babadan ... 32

B. Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 34

C. Pertanian ... 35

D. Kelembagaan Kelompok Tani ... 36

E. Gambaran Kelangkaan Pupuk Bersubsidi ... 39

(4)

v

V . HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Profil Petani Padi ... 46

B. Kondisi Distribusi Ketersedian Pupuk ... 52

C. Input Usahatani Padi ... 53

D. Analisis Data ... 61

VI. PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(5)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produktivitas Padi di Jawa Timur Tahun 2009-2015... 2

Tabel 2. Merupakan Data Luas Wilayah Kecamatan Babadan Menurut Kelurahan/ Desa Berdasarkan Penggunaan Lahan Per Hektar ... 33

Tabel 3. Merupakan Data Jumlah Penduduk di Desa Lembah dan Desa Trisono 34 Tabel 4. Data Komoditas Tanaman Pangan Kecamatan Babadan ... 35

Tabel 5. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun 2015 di Kabupaten Ponorogo... 41

Tabel 6. Proses Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015... 42

Tabel 7. Dosis Penggunaan Pupuk Per Hektar Direkomendasikan di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. ... 43

Tabel 8. Distribusi Pupuk Bersubsidi di Desa Lembah dan Desa Trisono ... 44

Tabel 9. Umur Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk ... 47

Tabel 10. Pendidikan Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk ... 48

Tabel 11. Pengalaman Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk ... 49

Tabel 12. Luas Lahan Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Per Hektar ... 50

Tabel 13. Anggota Keluarga Berrdasarkan Kelangkaan Pupuk... 51

Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Pupuk Padi Per hektar (kg/ha) ... 54

Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar ... 57

Tabel 16. Rata-rata Penggunaan Penyusutan dan Jumlah Alat ... 58

Tabel 17. Rata-rata Penerimaan Per Hektar ... 59

Tabel 18. Rata-rata Biaya Sarana Produksi Per Hektar ... 60

Tabel 19. Nilai Rata-rata Produktivitas Per Hektar ... 61

Tabel 20. Nilai Rata-rata Pendapatan Per Hektar (Rp) ... 62

Tabel 21. Nilai Rata-rata R/C Per Hektar ... 64

Tabel 22. Nilai Rata-rata Produktivitas Lahan Per Hektar ... 65

Tabel 23. Rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja Per Hektar ... 66

Tabel 24. Produktivitas Modal Per Hektar ... 67

Tabel 25. Data Kelompok Tani Kecamatan Babadan Tahun 2016. ... 73

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 20

Gambar 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Desa Lembah ”Mukti Tani” ... 38

Gambar 3. Struktur Organisasi Kelompok Tani Desa Trisono ”Tani Jaya” ... 39

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data kelompok tani Kecamatan Babadan...72

Lampiran 2. Kuesioner penelitian...74

(6)
(7)

viii

PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR

The Influence of Subsidies Fertilizer Toward Productivity and Onfarm Rice Income in Babadan Subdistrict Ponorogo Regency East Java

Muhlisin

Ir.Diah Rina K.MP/Dr.Ir.Widodo.MP

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY

Abstract

This research aims to find out the influence of subsidies fertilizer’s scarcity toward rice productivity, farmers income and eligibility rice onfarm within its scarcity. This research using analysis descriptive quantitative and conducted in Babadan subdistrict Ponorogo Regency. 60 farmers are the responden and grouping on scarce and not scarce with random sampling. The results show that 24 farmers grouping in scarce condition and 36 were not in scarce. Methods in this research also using direct interview with questionnaire. Based on the average given that in scarce and not scarce condition there is a different between productivity and income. And analysis result using scarcity onfarm. Elegibility’s result shows R/C side, field productivity, labor and financial that were in scarce ferlitizer and unscarce. By this research can be conclude there is a different between productivity and income which have a lower fertilizer scarce.

(8)

vii INTISARI

PENGARUH KELANGKAAN PUPUK SUBSIDI TERHADAP

PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI

KECAMATAN BABADAN KABUPATEN PONOROGO JAWA TIMUR . 2016. MUHLISIN (Skripsi dibimbing oleh Ir. Diah Rina K, MP & Dr.Ir. Widodo, MP) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap produktivitas, pendapatan dan kelayakan usahatani padi. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Responden pada penelitian ini di Desa Lembah yang diambil 30 responden dan Desa Trisono 30 responden. Kemudian dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok yang mengalami kelangkaan 24 responden dan yang tidak mengalami kelangkaan 36 responden. Analisis yang digunakan adalah teknis analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan yaitu wawancara secara langsung dengan petani dengan daftar pertanyaan. Berdasarkan hasil analisis diketahui produktivitas dan pendapatan usahatani padi terdapat pengaruh antara yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Hasil analisis kelayakan usahatani padi jika dilihat dari segi kelayakan R/C, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja, dan produktivitas modal usahatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk layak diusahakan. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat perbedaan antara produktivitas dan pendapatan yang mengalami kelangkaan pupuk hasilnya lebih rendah sedangkan yang tidak mengalami hasilnya lebih tinggi.

(9)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pertanian di Indonesia merupakan salah satu sektor yang paling strategis karena sampai saat ini sektor pertanian merupakan sektor yang paling diunggulkan. Selain itu, sektor pertanian merupakan salah satu faktor penentu dalam proses pembangunan perekonomian nasional karena sektor pertanian mencakup subsektor seperti tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Bahkan sampai saat ini sebagian besar pertanian masih bertumpu pada sektor tanaman pangan, khususnya padi.

Padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan pangan utama dan komoditi strategis bagi Indonesia. Pada kenyataannya produksi padi nasional belum mampu mencukupi kebutuhan penduduk dengan banyaknya kebijakan yang dilakukan seperti penggunaan varietas unggul, pembangunan sarana irigasi, subsidi benih, pupuk, dan penggunaan pestisida dalam meningkatkan produksi padi secara nasional.

(10)

Tabel 1. Produktivitas Padi di Jawa Timur Tahun 2009-2015

No Tahun Produktivitas (kw/ha)

1 2009 59.11

2 2010 59.29

3 2011 54.89

4 2012 61.74

5 2013 59.15

6 2014 59.81

7 2015 61.09

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur 2015

Pupuk sebagai salah satu komponen penting pada sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting bagi peningkatan usahatani di Indonesia, hal ini karena petani telah menyadari peran pupuk pada hasil pertanian. Kebutuhan akan produksi pertanian yang terus meningkat seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk mengakibatakan kebutuhan akan pupuk juga semakin meningkat. Keadaan ini membuat para produsen pupuk harus berproduksi secara optimal dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar.

(11)

Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah. Pemerintah menyediaakan pupuk subsidi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Ketersediaan pupuk yang cukup dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas padi. Hal ini dikarenakan pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian. Ketersediaan pupuk di sektor pertanian sudah dianggarkan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan petani, namun yang terjadi kebutuhan pupuk setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, sementara produksinya terbatas sehingga hal ini menyebabkan kelangkaan pupuk.

(12)

Keterlambatan pupuk subsidi secara tidak langsung akan berpengaruh pada pola tanam, karena keterlambatan pupuk akan menunda penanaman padi yang seharusnya di tanam pada saat musim tanam menundanya penanaman padi akan berpengaruh pada musim yang seharusnya menanam tapi tidak menanam dan akan menyebabkan pada hasil produksi dan produktivitas. Pupuk subsidi yang di salurkan ke kios resmi kurangnya pengawasan dari pemerintah menyebabkan kios resmi menjual pupuk subsidi tidak sesuai dengan harapan pemerintah, karena sistem pemasaran pupuk subsidi siapa yang mempunya uang dia yang akan di dahulukan dalam penyalurannya dan petani kecil cenderung tidak siap dalam pembelian pupuk yang disediakan karena harus membeli pupuk dengan jumlah rekomendasi dari pemerintah dan tidak bisa dibeli secara satu persatu, menjadikan petani kecil sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi dan kios tidak menyediakan pupuk apabila tidak membayar secara langsung.

(13)

biaya pembelian pupuk nonsubsidi secara tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi.

Adanya permasalahan kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan akan berpengaruh terhadap produktivitas padi dan pendapatan usahatani padi, karena Kecamatan Babadan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Ponorogo penyumbang terbesar dalam hal produktivitas padi. Permasalahan kelangkaan pupuk di Kecamatan Babadan harus segera diberi solusi oleh pemerintah daerah, karena kelangkaan pupuk akan berpengaruh terhadap produktivitas padi dan pendapatan usahatani padi.

B.Rumusan Masalah

1. Apakah produktivitas padi menurun dengan adanya kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan Kabupten Ponorogo?

2. Apakah pendapatan usahatani padi menurun dengan adanya kelangkaan pupuk subsidi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo?

3. Apakah usahatani padi layak untuk diusahakan dengan adanya kelangkaan pupuk?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap produktivitas padi.

2. Untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk subsidi terhadap pendapatan usahatani padi.

(14)

D. Kegunaan

1. Bagi peneliti, sebagai sarana pembelajaran dan penerapan ilmu.

2. Bagi petani, sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam melakukan usahatani padi di Kecamatan Babadan.

(15)

7

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Padi

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (China) sudah mulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM.

Padi merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia yang menjadi bahan baku bagi industri pangan industri non pangan. Menurut Siregar (1987), tanaman padi (Oryza Sativa L) termasuk kedalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain berbeda dalam hal pembawaan atau sifat varietas. Meskipun begitu, diantara ribuan varietas dari tanaman padi terdapat beberapa sifat yang sama untuk beberapa varietas dan berdasarkan varietas-varietas tersebut, dapat digolongkan sebagai berikut (Siregar 1987) :

1. Golongan Indica, pada umumnya terdapat di negara-negara tropis.

2. Golongan Yaponica/Sub-Yaponica, pada umumnya terdapat di Negara-negara di luar negara tropis.

(16)

Hongaria). Adapun varietas-varietas padi yang tergolong kedalam Sub-Yaponica

adalah varietas khas Indonesia dan lazim dikenal masyarakat dengan sebutan varietas bulu. Varietas Sub-Yaponica banyak dibudidaya oleh petani di Pulau Jawa, Bali, Lombok, sebelah barat Pulau Sumbawa dan beberapa daerah terpencil.

Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman-tanamannya anak beranak. Demikianlah misalnya jika bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu yang sangat singkat telah dapat membentuk satu dapuran, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan/tunas-tunas baru (Siregar, 1981). Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, daun dan bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir, daun dan bunga.

(17)

2. Pupuk Bersubsidi

Jones (Abidin 2005: 18) merumuskan pengertian kebijakan sebagai perilaku konsisten dan berulang yang berhubungan dengan upaya pemerintah memecahkan berbagai masalah publik. Sejalan dengan Jones, Dunn (Winarno 2002: 7) mengemukakan bahwa kebijakan publik perlu dikaitkan dengan analisis kebijakan yang merupakan aspek baru dari perkembangan ilmu sosial untuk pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari yang sangat kompleks. Oleh karena itu, metodologi yang digunakan dalam melakukan analisis kebijakan haruslah bersifat multidisiplin.

Kebijakan subsidi bertujuan untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa, memberikan perlindungan pada masyarakat berpendapatan rendah, meningkatkan produksi pertanian, serta insentif bagi dunia usaha dan masyarakat. Pada tahun anggaran 2013, kebijakan subsidi diarahkan melalui : 1) Kebijakan subsidi yang efisien dengan penerima subsidi yang tepat sasaran, yaitu melalui pengendalian besaran subsidi energi dan subsidi non-energi; 2) Menyediakan tambahan anggaran untuk antisipasi subsidi tetap sasaran.

(18)

Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output). (bppk.kemenkeu.go.id).

Menurut Suparmoko, subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatann riil apabila mereka mengonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy).

(19)

pupuk ini intinya bertujuan agar para petani mendapatkan pupuk dengan harga yang terjangkau sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian mereka yang akhirnya dapat meningkatkan ketahanan pangan Nasional.

(20)

3. Produktivitas

Produktivitas adalah rasio total output dengan input yang dipergunakan dalam produksi. Produktivitas menurut Mubyarto (1998) adalah perbandingan antara hasil produksi yang diperoleh dari satu kesatuan input dengan lahan. Produktivitas lahan adalah kemampuan lahan produktif untuk menghasilkan produk-produk hayati. Produktivitas dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

Produktivitas : kg/ha Jumlah produksi : kg Luas lahan : ha

4. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah besarnya manfaat atau hasil yang diterima oleh petani yang dihitung berdasarkan nilai produksi dikurangi semua jenis pengeluaran yang digunakan untuk produksi. Untuk itu pendapatan usahatani sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan, biaya pasca panen, pengolahan dan nilai produksi (Soekartawi, 2006).

(21)

tunai dan diperhitungkan. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan tunai merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi, 2006). Penjumlahan dari pendapatan tunai dan pendapatan diperhitungkan disebut pendapatan total.

5. Kelayakan Usahatani

Usaha dikatakan produktif apabila usaha tersebut mempunyai produktivitas tinggi. Dalam berusahatani seorang petani akan selalu berfikir bagaimana menggunakan sarana produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Dalam analisis kelayakan suatu usahatani dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a. R/C

R/C adalah singkatan dari Revenue Cost Rasio, atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya.

R/C = TR/TC

Keterangan :

TR : Total Revenue (penerimaan) TC : Total Cost (total biaya) R/C : Revenue Cost Rasio

Kaidah Uji :

Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan.

(22)

b. Produktivitas Lahan

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahatani. Produktivitas laha merupakan faktor penting dalam pertanian (Suwanto M. Harisudin & E. Antriandarti 2012).

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

Nilai TKDK : Nilai Tenaga Kerja Dalam Keluarga

BMS : Bunga Modal Sendiri

Kaidah Uji :

Produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

c. Produktivitas Tenaga Kerja

(23)

dikurangi biaya implisit (selain biaya tenaga kerja dalam keluarga) dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga. Jika produktivitas tenaga kerja lebih besar dari upah buruh setempat, maka usaha tersebut layak diusahakan. Namun jika produktivitas tenaga kerja kurang dari upah buruh setempat, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan. Menghitung produktivitas tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

NR : Pendapatan

TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKO) HKO : Hari Kerja Orang

BMS : Bunga Modal Sendiri NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri Kaidah Uji :

Produktivitas tenaga kerja > upah petani, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas tenaga kerja < upah petani, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

d. Produktivitas Modal

(24)

dengan biaya total. Produktivitas modal dapat dikatakan layak dalam usahatani apabila besar produktivitas modal harus lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku dan rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Keterangan:

NR : Net Revenue (Pendapatan)

TEC : Total Eksplicyt Cost (total biaya eksplisit) TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga

NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri

Kaidah Uji :

Produktivitas modal > suku bunga simpanan, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas modal < suku bunga simpanan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

6. Penelitian Sebelumnya

Menurut Hambali Asep (2014), dalam penelitian berjudul “Evaluasi

(25)

ketiga VUB ini dingaruhi oleh komponen hasilnya yaitu anakan produktif, bobot 1000 butir, persentase gabah isi dan ketahan terhadap hama.

Menurut Hadi Azwar (2015), dalam penelitian berjudul “Pengaruh

Pengelolaan Lahan Sawah Berbasis Agroekologi Terhadap Keanekaragaman

Mikrop Tanah, Produktivitas Padi dan Pendapatan”, Hasil FGD menunjukkan

bahwa petani di lokasi studi telah menerapkan sistem pertanian agroekologi. Perlakuan pengelolaan lahan berpengaruh nyata. Perlakuan IMKPS (IF8 + MOL + Kompos + Provibio + 50% Dosis NPK) menghasilkan nilai tertinggi untuk

Azotobacter dan Azospirillum; produksi gabah kering panen; serta pendapatan petani dan rasio pendapatan/biaya. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa sistem pertanian agroekologi telah diterapkan oleh petani di Kabupaten Karanganyar dan pengelolaan lahan berbasis agroekologi meningkatkan secara nyata keanekaragaman mikrop tanah, produktivitas padi sawah dan pendapatan petani.

Menurut Indrasari (2008), dalam penelitian berjudul “Dampak Kelangkaan

Pupuk Urea Bersubsidi Terhadap Sikap Petani dan Produktivitas Usahatani”, hasil

(26)

berkorelasi dengan sikap petani karena petani tetap menggunakan pupuk urea tanpa mengurangi dosisnya. Usahatani tembakau tidak ada faktor yang berkorelasi dengan sikap dalam penggunaan pupuk urea. Hal ini terlihat bahwa petani tetap penggunaan pupuk urea. Kelangkaan pupuk yang terjadi di Kecamatan Mumbulsari menyebabkan usahatani padi mengalami perbedaan produktivitas yang sangat nyata sebesar -4,082 artinya adanya penurunan tingkat produktivitas usahatani, usahatani jagung juga mengalami perbedaan yang sangat nyata sebesar -4,794, sedangkan usahatani tembakau perbedaan produktivitas sebesar -3,440. Hal ini dikarenakan keterlambatan dalam pemberian pupuk urea pada komoditi sehingga menyebabkan produksi yang dihasilkan menjadi menurun.

Menurut Firdaus (2016), dalam penelitian berjudul “Pengaruh Perlakuan

Penempatan Pupuk dan Pemberian Jenis Pupuk Terhadap Produktivitas Kacang Bogor (Vigna Subterranea (L.) Verdcourt)”, hasil penelitian menunjukkan bahwa

pelakuan penempatan pupuk alur memberikan pertumbuhan kacang bogor yang lebih baik dibandingkan dengan penempatan pupuk konvensional, akan tetapi penempatan pupuk alur belum dapat memperbaiki produktivitas kacang dan produksi kacang bogor. Pemberian jenis pupuk tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kacang bogor.

B.Kerangka Pemikiran

(27)

harga yang terjangkau. Sehingga minat petani akan pupuk bersubsidi masih tinggi, disamping itu, ketersediaan pupuk nonsubsidi cukup tetapi harga yang dipasarkan di tingkat petani lebih tinggi dibandingkan dengan harga pupuk bersubsidi yang di tetapkan oleh pemerintah.

Penggunaan pupuk subsidi pada usahatani padi yaitu pupuk petroganik, SP36, phonska, urea dan ZA akan mempengaruhi harga dalam biaya yang dikeluarkan seperti pembelian benih, pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja luar keluarga karena petani menambah biaya yang dikeluarkan dalam membeli pupuk subsidi. Penggunaan pupuk subsidi secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi yang seharusnya sudah mulai menanam padi pada saat musim tanam jadi tidak sesuai musim tanam padi yang masa tanamnya jadi terlambat karena pupuk subsidi mengalami keterlambatan, hal ini menyebabkan produksi akan mengalami penurunan akibat tidak tepat musim tanam yang seharusnya sudah menanam padi. Dari penurunan produksi akan berpengaruh terhadap produktivitas hasil yang di dapat oleh petani padi.

(28)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kelangkaan Pupuk Subsidi 1. Ketersedian terbatas 2. Harga semakin tinggi

Produktivitas Pendapatan

Penerimaan

Biaya 1. Pembelian benih 2. Pembelian pupuk 3. Pembelian pestisida 4. TK luar keluarga Penggunaan pupuk

1. Petroganik 2. SP 36 3. Phonska 4. Urea 5. ZA

Produksi

Kelayakan Usahatani Padi 1. R/C

2. Produktivitas lahan 3. Produktivitas tenaga kerja 4. Produktivitas modal

(29)

C. Hipotesis

1. Diduga kelangkaan pupuk berpengaruh terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani padi.

(30)

22

III. METODE PENELITIAN

A.Metode Dasar Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode dasar deskriptif analisis yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Sugiyono, 2009).

B.Penentuan Lokasi dan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini meliputi dua hal, yaitu sebagai berikut:

1. Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja atau purposive sampling karena di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan kebutuhan pupuk yang terus meningkat di tingkat petani menyebabkan ketersediaan pupuk yang disediakan oleh pemerintah menjadi terbatas. Hal ini menyebabkan ketersediaan pupuk mengalami kelangkaan saat musim tanam.

2. Teknik Pengambilan Sampel

(31)

mengalami kelangkaan pupuk subsidi pada desa Trisono yang beranggota 9 kelompok tani. Kemudian dari masing-masing desa dipilih menjadi 1 kelompok tani pada Desa Lembah di pilih 1 kelompok tani “Mukti Tani” dan pada Desa Trisono 1 kelompok tani “Tani Jaya”. Masing- masing kelompok diambil 30 responden, sehingga total 60 responden. Dari 60 responden dikelompokkan lagi menjadi yang mengalami kelangkaan pupuk subsidi yaitu 24 responden dan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk subsidi 36 responden.

C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang di gunakan untuk mendukung kelengkapan data penelitian, kedua jenis data tersebut yaitu :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara secara langsung terhadap responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disusun sebelumnya. Data yang diambil meliputi luas area lahan, profil keluarga, jumlah penggunaan pupuk, pengalaman bertani, penerimaan, biaya peralatan pertanian, tenaga kerja yang diperlukan, penggunaan sarana produksi, permasalahan kealngkaan pupuk, tempat pembelian pupuk, pendapat tentang ketersediaan pupuk dan saran tentang ketersediaan pupuk bersubsidi.

2. Data Sekunder

(32)

penduduk, batas administrasi, penggunaan jumlah pupuk dan kondisi pertanian serta lembaga-lembaga yang berpengaruh di dalamnya.

D.Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini dibatasi oleh semua petani padi yang tergabung dalam kelompok tani di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo.

2. Penelitian ini dibatasi pada masa produksi tanaman padi bulan September - Desember 2015.

E.Asumsi

1. Dalam penelitian ini diasumsikan hasil produksi dalam bentuk gabah kering. 2. Dalam penelitian ini diasumsikan petani rasional dalam penggunaan pupuk.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah jenis pupuk yang disubsidi seperti petroganik, SP36, phonska, urea dan ZA.

2. Kelangkaan pupuk bersubsidi adalah keadaan dimana petani padi mengalami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi pada saat musim tanam.

3. Pupuk nonsubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyaluran di luar program Pemerintah dan tidak mendapat subsidi, jenis pupuk nonsubsidi seperti KCL, phonska, urea, TSP dan ZA.

(33)

5. Luas lahan adalah sejumlah lahan yang digunakan oleh petani untuk usahatani padi dalam 1 musim tanam dinyatakan satuan dalam hektar ( ha).

6. Produksi adalah jumlah produk yang dihasilkan oleh petani padi dalam bentuk gabah kering dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

7. Penerimaan adalah sejumlah dana yang diterima dari penjualan hasil produksi dan dinyatakan dalam bentuk rupiah (Rp).

8. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp)

9. Total biaya adalah sejumlah dana yang digunakan untuk usahatani padi dan dinyatakan dalam rupiah (Rp).

10. Kelayakan usaha yaitu untuk mengukur usahatani padi apakah layak atau tidak jika diusahakan, pengukuran menggunakan R/C rasio, produktivitas lahan (Rp/ha), produktivitas tenaga kerja (Rp), produktivitas modal (%). 11.R/C yaitu besaran nilai yang menunjukkan perbandingan antara penerimaan

(Revenue =R) dengan total biaya (Cost = C).

G.Teknik Analisis Data

(34)

1. Produktivitas

Untuk mengetahui produktivitas dapat digunakan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

Produktivitas : kg/ha Jumlah produksi : kg Luas lahan : ha

2. Biaya dan Pendapatan

Untuk mengetahui biaya dan pendaptan usahatani padi dapat digunakan rumus sebagai berikut:

a. Total Biaya

Total biaya dapat dihitung dengan rumus : TC = TEC + TIC

Keterangan :

TC : Total cost ( biaya total )

TEC : Total explicit cost ( total biaya eksplisit )

TIC : Total implicit cost ( total biaya implisit )

b. Penerimaan

(35)

Keterangan :

TR : TotalRevenue (Penerimaan)

Q : Quantity (Jumlah Produksi)

P : Price (Harga Produksi)

c. Pendapatan

Pendapatan usahatani dapat dihitung dengan rumus : NR = TR TEC

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

TR : Total Revenue (Penerimaan)

TEC : Total Explicit Cost (Total biaya eksplisit)

3. Kelayakan Usahatani

Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani padi di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo, dengan analisis sebagai berikut :

a. R/C Rasio

R/C yaitu pengukuran terhadap penggunaan biaya dalam proses produksi yang merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total.

R/C = TR/TC

Keterangan :

R/C : Revenue cost ratio

TR : Total Revenue (Penerimaan)

(36)

Kaidah Uji :

Jika R/C rasio > 1, maka usahatani tersebut layak diusahakan.

Jika R/C rasio < 1, maka usahatani tersebut tidak layak diusahakan. b. Produktivitas lahan

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara total pendapatan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahatani.

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan)

Nilai TKDK : Nilai Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Kaidah Uji :

Produktivitas lahan > harga sewa lahan, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas lahan < harga sewa lahan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

c. Produktivitas tenaga kerja

(37)

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan) HKO : Hari Kerja Orang

NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri

Kaidah Uji :

Produktivitas tenaga kerja > upah petani, maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

Produktivitas tenaga kerja < upah petani, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

d. Produktivitas Modal

Usahatani dinyatakan layak jika nilai produktivitas modal besar dari bunga tabungan bank.

Keterangan :

NR : Net Revenue (Pendapatan) NSLS : Nilai Sewa Lahan Sendiri TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga

TC eksplicit : Total Biaya Eksplisit

Kaidah Uji :

(38)

Produktivitas modal < suku bunga simpanan, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.

4.Uji t-test

Uji ini digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata yang diperoleh dari pengamatan terhadap sampel yang berasal dari 2 populasi. Pengujian dilakukan terhadap 2 populasi yang diasumsisakan mempunyai varians yang sama. Uji T digunakan untuk mengetahui pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan.

Keterangan :

: nilai rata-rata sampel ke -1

s1 : simpangan baku sampel ke -1

n1 : ukuran sampel ke – 1

: nilai rata-rata sampel ke – 2

(39)

Perumusan hipotesis:

Ho : µ1 = µ2 artinya tidak terdapat perbedaan antara produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk dan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Ha : µ1 ≠ µ2 artinya terdapat perbedaan antara produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk dan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Ho : µ1 = µ2 artinya tidak terdapat perbedaan antara pendapatan usatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan pendaptan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.

(40)

32

IV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN BABADAN

A. Kondisi Fisik dan Geografis Kecamatan Babadan

Kecamatan Babadan merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo. Kecamatan Babadan terdiri dari 12 desa dan 3 kelurahan yang dibedakan berdasarkan letaknya yaitu desa yang letaknya mendekati daerah kota dan desa yang berada di daerah desa atau jauh dari kota. Desa yang terletak dengan daerah perkotaan yaitu Desa Cekok, Desa Gupolo, Desa Polorejo, Desa Ngunut, Desa Bareng, Desa Babadan, Kelurahan Kertosari, Kelurahan Patihan Wetan dan Kelurahan Kadipaten. Sementara, desa yang letaknya jauh dari kota yaitu Desa Japan, Desa Sukosari, Desa Lembah, Desa Pondok, Desa Purwosari dan Desa Trisono. Kelurahan Kertosari, Patihan Wetan dan Kadipaten dibagi menjadi 127 rukun warga (RW), 482 rukun tetangga (RT) dan 55 lingkungan atau dusun.

(41)

Tabel 2. Merupakan Data Luas Wilayah Kecamatan Babadan Menurut Kelurahan/ Desa Berdasarkan Penggunaan Lahan Per Hektar

Kelurahan/ Desa Penggunaan Lahan Luas Keseluruhan Pertanian Non Pertanian

Jumlah 3342.04 1689.37 4293.81

Sumber Data : Kantor Camat Babadan 2015

Desa Lembah memiliki luas wilayah dengan penggunaan lahan sebesar 425,47 Ha dan berdasarkan penggunaan lahannya, wilayah tersebut dibedakan menjadi dua yaitu sebagai lahan pertanian dan non pertanian. Lahan yang digunakan untuk pertanian sebesar 329,16 Ha dan non pertanian sebesar 96,31. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan didominasi oleh lahan untuk pertanian. Adapun batas-batas wilayah Desa Lembah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Trisono, sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwosari dan Desa Pondo, sebelah barat berbatasan dengan Desa Polorejo dan sebelah selatan Polorejo.

(42)

yang digunakan sebagai lahan pertanian sebesar 361,13 Ha dan non pertanian sebesar 99,79 Ha. Desa Trisono memiliki perbedaan luas wilayah yang sedikit lebih banyak dari pada Desa Lembah, namun untuk kondisi wilayah di kedua desa tersebut tidak jauh berbeda. Batas-batas wilayah Desa Trisono yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kali Asin dan Kabupaten Madiun, sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwosari, sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukosari dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Lembah.

B. Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Jumlah penduduk di Kecamatan Babadan sebesar 70.619 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 35.094 jiwa dan perempuan sebesar 35.525 jiwa yang tersebar di seluruh desa yang ada di Kecamatan Babadan. Adapun jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan di desa yang dijadikan sebagai lokasi adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Merupakan Data Jumlah Penduduk di Desa Lembah dan Desa Trisono

Desa Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan

Lembah 2.926 3.049 5.975

Trisono 2.675 2.698 5.373

Sumber : Kantor Camat Babadan 2015

(43)

Mayoritas penduduk di Kecamatan Babadan beragama Islam. Jenis pekerjaannya pun bermacam-macam, yaitu bertani, menjadi tenaga kerja luar negeri, wiraswasta dan pegawai negeri. Namun, jenis pekerjaan yang mendominasi adalah petani, alasannya walaupun pegawai sebagai pekerjaan utamanya, tetapi petani dijadikan sebagai pekerjaan sampingan karena sebagian besar masyarakat di desa masih mengandalkan sektor pertanian untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

C. Pertanian

Luas lahan yang digunakan pada sektor pertanian di Kecamatan Babadan mencakup beberapa macam komoditas tanaman pangan, seperti tanaman padi, jagung dan kedele. Hasil produksi dari ketiga komoditas tersebut tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Ponorogo. Adapun data produksi komoditas tanaman pangan yang mencakup tanaman padi, jagung dan kedelai dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 4. Data Komoditas Tanaman Pangan Kecamatan Babadan

Nama Desa Luas Tanam Produksi Ton/Ha

Padi Jagung Kedele Padi Jagung Kedelai

(44)

Meningkatnya luas area tanam untuk tanaman pangan akan berdampak pula terhadap meningkatnya kebutuhan pupuk di tingkat petani. Terlebih lagi petani membutuhkan pupuk dalam jumlah yang relatif lebih tinggi dalam pemenuhan kebutuhan untuk usahatani yang dijalankan. Petani beranggapan bahwa dengan memberikan pupuk dalam jumlah yang relatif lebih tinggi akan meningkatkan produktivitas tanaman atau usahatani. Sementara, kebutuhan pupuk di tingkat petani sangat terbatas, khususnya untuk pupuk bersubsidi. Jika ketersediaan pupuk subsidi terbatas dan petani tetap menggunakan pupuk dalam jumlah yang banyak maka hal tersebut akan berdampak pada kelangkaan pupuk bersubsidi sehingga untuk alternatif pemenuhannya petani harus membeli dan menggunakan pupuk non subsidi. Padahal pupuk non subsidi dijual dengan harga yang lebih tinggi sehingga petani yang merasa kekurangan untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam usahatani yang dilakukan, maka pemenuhan pupuknya dengan menggunakan pupuk non subsidi.

D. Kelembagaan Kelompok Tani

Desa Lembah dan Desa Trisono merupakan desa yang digunakan untuk lokasi penelitian. Di kedua desa tersebut terdapat kelompok tani yaitu kelopok

tani “Mukti Tani” yang berasal dari Desa Lembah dan kelompok tani “Tani Jaya”

yang berasal dari Desa Trisono. Adapun struktur organisasi dari masing-masing kelompok tani akan dijelaskan pada bagan dibawah ini.

(45)

bendahara. Selain itu, juga terdapat beberapa seksi-seksi yang mengemban tugas yang berbeda-beda. Di Desa Lembah, ada beberapa anggota kelompok tani yang menjabat sebagai seksi-seksi tertentu, seperti seksi sarana dan produksi, pengairan, tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, humas serta PHT, sedangkan di Desa Trisono beberapa anggota kelompok tani juga menjabat sebagai seksi humas, simpan pinjam, PHT, pengolahan tanah, pengairan, peternakan, pemasaran dan arisan.

Struktur organisasi kelompok tani “Tani Jaya” di Desa Trisono memiliki

sistem organisasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan struktur organisasi pada kelompok tani di Desa Lembah “Mukti Tani”. Hal ini disebabkan oleh, setiap seksi-seksi yang diberikan tanggung jawab untuk mengemban tugas dapat melaksanakan tugas dengan baik dan transparan. Selain itu, sistem administrasi yang digunakan juga sangat baik sehingga semua proses administrasi dapat diterima oleh seluruh anggota dengan jelas. Jika di kelompok tani “Mukti Tani” struktur organisasinya kurang baik, misalnya masalah pembukuan kurang transparan dan daftar hadir anggota tidak berjalan dengan baik sehingga tugas dari seksi-seksi yang diberikan amanat kurang menjalankan tugas dengan maksimal.

Adapun struktur organisasi pada kelompok tani “Mukti Tani” dan kelompok tani

(46)

Gambar 2. Struktur Organisasi Kelompok Tani Desa Lembah ”Mukti Tani”

Herry (PPL)

Pelindung

Yayuk Sri Wahjuni

Pengawas

Agus Suhandono

Ketua

Hartono

Sekretaris

Madrum

Bendahara

Karmadi

Sapodi Minto Seksi

Pengarairan Jarun Tan. Pangan

Hartono

Peternakan Miran

(47)

Gambar 3. Struktur Organisasi Kelompok Tani Desa Trisono ”Tani Jaya”

E. Gambaran Kelangkaan Pupuk Bersubsidi

Kelangkaan pupuk bersubsidi merupakan keadaan ketika petani mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Pupuk bersubsidi merupakan pupuk yang disalurkan ke petani melalui kios daerah atau melalui kelompok tani untuk menunjang usahatani yang dijalankan oleh petani dan terbatas jumlahnya.

(48)

Selain terbatas jumlahnya, pupuk bersubsidi dipasarkan dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga pupuk non subsidi. Oleh karena itu, petani sangat terbantu dengan adanya pupuk bersubsidi.

(49)

Tabel 5. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun 2015 di Kabupaten Ponorogo

Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015

Berdasarkan tabel diatas, Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diajukan oleh petani sangat tinggi, sedangkan untuk alokasi pupuk yang diterima oleh petani terbatas. Sebagian besar permintaan pupuk urea, ZA, SP-36, NPK dan organik oleh petani juga sangat tinggi dan alokasi permintaan pupuk yang diterima oleh petani hampir setengah dari RDKK yang diajukan. Sehingga kekurangan dari permintaan pupuk yang diajukan sesuai dengan RDKK tersebut dapat dipenuhi dengan penggunaan pupuk lain, yaitu selain pupuk bersubsidi.

(50)

Tabel 6. Proses Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015

KEGIATAN Dokumen yang Dihasilkan

PENYALURAN

Ketua Poktan menyampaikan kebutuhan

pupuk kelompoknya kepada Petugas Rekap kebutuhan Poktan Koord. PPL menyampaikan daftar

kebutuhan pupuk se kecamatan kepada distributor

Surat Breakdown pupuk ke distributor Distributor menyalurkan pupuk kepada kios

sesuai dengan breakdown PPL

Bukti penyaluran pupuk oleh distributor

Kios menginformasikan kepada ketua poktan dan PPL pupuk sudah sampai di kios

Rekap pupuk yang telah diterima oleh kios

Penebusan pupuk oleh distributor ke Produsen

Harus ada Rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Dinas Indakop yang dilampiri RDKK

Kios wajib menyalurkan pupuk ke petani/poktan sesuai dengan RDKK

Nota penjualan ke poktan/petani Kios wajib memasang papan nama dan

wilayah kerja Nama desa, kecamatan

Jika penyaluran ke petani melalui poktan/gapoktan maka:

a. Poktan/Gapoktan wajib memiliki penyaluran ke petani

b. Kios wajib memiliki bukti penyaluran ke Poktan

a. Buku catatan penyaluran pupuk oleh poktan/gapoktan ke petani b. Bukti nota penyaluran pupuk oleh

kios kepada poktan/gapoktan

Jika kios menyalurkan pupuk kepada petani, maka:

a. Poktan/gapoktan wajib memiliki alat kontrol sehingga seluruh anggota tercukupi kebutuhannya

b. Kios wajib memiliki bukti penyaluran kepada petani

a. Kartu/ketak petani yang

dikeluarkan oleh poktan yang erisi jatah pupuk per musim per tahun dan jumlah yang diterima

b. Buku catatan penjualan oleh kios ke petani

Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015

(51)

memudahkan bagi petani. Tabel berikut merupakan tabel dosis penggunaan pupuk per hektar komoditas tanaman padi.

Tabel 7. Dosis Penggunaan Pupuk Per Hektar Direkomendasikan di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo

Komoditas Jenis Pupuk Dosis Anjuran Kg/Ha Dosis Petani Kg/Ha Selisih Kg/ha

Padi Urea 250 350 +100

ZA 150 175 +25

SP-36 75 175 +100

Phonska 200 300 +100

Petroganik 500 700 +200

Sumber Data : Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo 2015

Berdasarkan tabel 7, dosis penggunaan pupuk yang dilakukan oleh petani dalam usahatani padi sangatlah tinggi. Penggunaan dosis ditingkat petani melebihi dosis anjuran penggunaan pupuk untuk tanaman padi. Setiap jenis pupuk yaitu untuk jenis pupuk urea, SP-36, NPK dan pupuk organik masing-masing mengalami kenaikan dosis dengan selisih kenaikan yang hampir sama yaitu antara 100 – 200 kg, kecuali untuk jenis pupuk ZA. Selisih kenaikan pupuk jenis ZA tidak melebihi 100 kg, tetapi hanya seperempatnya yaitu 25 kg per hektar.

F. Distribusi Pupuk Di Desa Lembah dan Desa Trisono

(52)

tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan petani sehingga menyebabkan kekurangan jumlah pupuk bersubsidi.

Penyebab kekurangan dari pupuk subsidi antara lain, alokasi pupuk bersubsidi yang diterima petani belum sesuai dengan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang pengecer memahami bahwa pupuk yang mereka salurkan merupakan barang dalam pengawasan. Kemudian, belum semua petani terdaftar dalam anggota kelompok tani, penggunaan pupuk di tingkat petani melebihi dosis anjuran pupuk dan pemupukan. Selain itu, administrasi pelayanan pupuk di kios pengecer kurang tertib termasuk di tingkat kelompok tani dan pembinaan dan pengawalan penyusunan RDKK perlu ditingkatkan. Hal tersebut perlu ditingkatkan supaya penyaluran pupuk bersubsidi ke petani dapat dilakukan secara efektif dan tepat sasaran. Berikut ini merupakan proses penyaluran pupuk bersubsidi di Desa Lembah dan Desa Trisono.

Tabel 8. Distribusi Pupuk Bersubsidi di Desa Lembah dan Desa Trisono Desa Proses Penyaluran

Lembah Distributor  Kios daerah  Petani

Trisono Distributor  Kios daerah  Kelompok tani  Petani Sumber Data : Data Primer 2016.

(53)

mengikuti anjuran tersebut, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan pupuk petani akan membeli sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh tanaman, misalnya memperbanyak pupuk NPK, mengurangi pupuk organik dan sebagainya. Sehingga hal ini akan menyebabkan dampak dari penggunaan pupuk yang berlebih terhadap tanaman maupun jumlah kebutuhan pupuk.

(54)

46

V . HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Petani Padi

Petani padi dalam menghadapi kelangkaan pupuk dibedakan berdasarkan pengaruh kelangkaan pupuk terhadap produktivitas dan pendapatan dalam usahatani padi. Pengaruh petani yang mengalami kelangkaan pupuk maupun yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan yang dihasilkan selama satu musim tanam padi pada akhir 2015. Kegiatan usahatani padi dipengaruhi oleh latar belakang petani dengan karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, anggota keluarga, dan luas kepemilikan lahan.

1. Umur Petani Padi

(55)

Tabel 9. Umur Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Kriteria

Umur

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

Jumlah Orang Persentase% Jumlah Orang Persentase%

18-40 7 29 5 14

41-60 13 54 23 64

>60 4 17 8 22

Jumlah 24 100 36 100

Sumber Data : Data Primer

Menurut Hurlock (1994) berdasarkan kelompok usia responden dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia dewasa awal atau dini (18-40 tahun), usia dewasa (41-60 tahun) dan usia dewasa lanjut (usia diatas 60 tahun)

Berdasarkan pada tabel 9, usia petani yang mengalami kelangkaan berumur 41 sampai dengan 60 tahun dengan persentase paling tinggi sebesar 54% sedangkan usia petani yang tidak mengalami kelangkaan berumur 41 sampai dengan 60 tahun dengan persentase paling tinggi sebesar 64%. Hal ini menunjukkan usia petani yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan berumur 41 sampai dengan 60 tahun. Usia 41 sampai dengan 60 tahun termasuk usia dewasa, hal ini berpengaruh pada pola pikir petani karena pola pikir di usia tersebut lebih baik karena usianya sudah dewasa dalam berpikir untuk melakukan usahatani.

2. Pendidikan Petani Padi

(56)

menerima dan menerapkan apabila hal yang dipercayai itu benar untuk diterapakan dalam usahatani yang akan dikembangkan untuk hasil yang lebih baik. Berikut ini tabel menjelaskan pendidikan petani berdasarkan kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Tabel 10. Pendidikan Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Pendidikan

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk Jumlah

Sumber Data : Data Primer

(57)

3. Pengalaman Petani Padi

Usahatani membutuhkan pengalaman yang dibutuhkan petani dalam usahatani padi yang telah dilakukan selama ini. Semakin lama pengalaman petani dalam usahatani padi maka petani akan memahami cara yang tepat dalam budidaya padi yang baik.

Tabel di bawah ini merupakan tabel pengalaman petani padi yang diukur berdasarkan lama tidaknya petani dalam melakukan usahatani padi. Pengalaman petani padi juga diukur berdasarkan keadaan kelangkaan yang dialami maupun yang tidak dialami oleh petani.

Tabel 11. Pengalaman Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk

Pengalaman Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

Jumlah Orang Persentase% Jumlah Orang persentase%

> 40 tahun 3 13 14 39

11-30 tahun 14 58 19 53

≤ 10 tahun 7 29 3 8

Jumlah 24 100 36 100

Sumber Data : Data Primer

(58)

4. Luas Lahan

Luas lahan merupakan jumlah area lahan yang dimiliki oleh petani yang digunakan sebagai lahan tanam untuk usahatani padi. Hasil panen yang diperoleh petani juga dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki oleh petani. Selain itu, petani yang tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk usahatani padi dapat menggarap lahan milik orang lain atau menyewa dari orang lain. Kriteria luas lahan untuk usahatani padi dibedakan menjadi lima kriteria, yaitu lahan dengan luas kurang dari 0,25 hektar, lahan dengan luas 0,25 - 0,5 hektar, lahan dengan luas 0,5 - 0,75 hektar, lahan dengan luas 0,76 - 1 hektar dan lahan dengan luas lebih dari satu hektar. Semakin luas lahan yang dimiliki petani untuk usahatani padi, maka semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan dan begitu pula dengan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani. Sebaliknya, semakin sedikit luas lahan petani untuk usahatani padi, maka hasil produktivitas juga semakin sedikit. Begitu pula dengan pendapatan yang diperoleh petani padi. Berikut ini merupakan tabel luas lahan petani untuk usahatani padi di Kecamatan Babadan.

Tabel 12. Luas Lahan Petani Berdasarkan Kelangkaan Pupuk Per Hektar Luas Lahan

(ha)

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

Jumlah Orang Persentase

Sumber Data : Data Primer

(59)

memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar dengan persentase 72%. Hal ini menunjukkan persentase keduanya luas area lahan yang dimiliki petani padi kurang dari 0,5 hektar. Luas lahan yang lebih satu hektar berada di kelompok tani yang mengalami kelangkaan pupuk, karena luas lahan yang tinggi menjadikan kebutuhan akan pupuk bertambah banyak menyebabkan kekurangan pupuk subsidi.

5. Anggota Keluarga

Usahatani membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan aktivitas usahanya baik dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Petani yang memiliki banyak anggota keluarga akan memiliki banyak ketersediaan tenaga kerja. Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja dapat meringankan pekerjaan petani serta meningkatkan pendapatan. Tabel berikut ini menunjukkan jumlah anggota keluarga.

Tabel 13. Anggota Keluarga Berrdasarkan Kelangkaan Pupuk Jumlah

Tanggungan

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk Jumlah

Sumber Data : Data Primer

(60)

tanggungan kelarga dan memliki persentase tertinggi diantara jumlah tanggungan lainnya dengan persentase sebesar 77%. Hal ini menunjukkan anggota keluarga antara yang mengalami kelangkaan pupuk jumlah tanggungan yang tertinggi antara 1 sampai dengan 4 adalah jumlah tangungan keluarga dari masing-masing kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Anggota keluarga yang jumlahnya 1 sampai dengan 4 tanggungan keluarga dapat dimanfaatkan dalam hal tenaga kerja dalam keluarga, karena semakin banyak anggota keluarga yang membantu dalam pekerjaan dapat menggurangi biaya usahatani sebab anggota keluarga upah yang dikeluarkan tidak secara nyata di keluarkan dalam usahatani yang dilakukan.

B. Kondisi Distribusi Ketersedian Pupuk

Kelangkaan pupuk subsidi yang terjadi di Kecamatan Babadan pada bulan september 2015 pada saat musim tanam ketersediaan pupuk subsidi mengalami keterlambatan dalam pendistribusian dari pemerintah setempat, hal ini menyebabkan petani sulit mendapatkan pupuk subsidi dari keterlambatan itu menyebar luas dalam pemberitaan masuk pada media seperti koran memberitakan bahwa di Kecamatan Babadan mengalami kelangkaan pupuk. Dalam prosesnya petani yang sulit mendapatkan pupuk subsidi petani yang tidak memiliki persiapan dalam pembelian pupuk subsidi.

(61)

memasuki musim tanam pada bulan september harus menunda dalam menanam padi, dari menunda penanaman pada prosesnya akan mempengaruhi musim yang seharusnya untuk menanam tidak melakukan penanaman dan akan mengakibatkan tidak sesuainya musim tanam yang mengakibatkan produksi padi akan berpengaruh karena musim tanam tidak sesuai dengan musim tanam.

C.Input Usahatani Padi 1. Benih

Benih merupakan input awal yang paling menentukan dalam usahatani. Benih membawa sifat genetik yang nantinya akan menentukan hasil bagaimana karakteristik produk pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas. Benih yang digunakan dari kelompok yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan ada dua macam benih padi yaitu benih ciherang dan IR64.

Berdasarkan penghitungan rata-rata penggunaan benih yang mengalami kelangkaan diketahui nilai yang mengalami kelangkaan pupuk mempunyai rata-rata penggunaan benih lebih rendah dan yang tidak mengalami cenderung lebih tinggi meski selisih tidak terlalu berbeda nilai yang diperoleh. Jumlah rata-rata yang mengalami kelangkaan nilainya sebesar 35 kg/ha dan yang tidak mengalami kelangkaan berjumlah rata-rata 36 kg/ha. Hal ini menunjukkan penggunaan benih kedua kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk penggunaan benihnya tidak terlalu jauh berbeda dalam penggunaan benih yang digunakan dalam usahatani padi.

(62)

Tanaman pangan membutuhkan nutrisi untuk dapat tumbuh dan berkembang. Nutrisi yang dibutuhkan tanaman berupa unsur hara yang terdapat pada media tanam yaitu berupa lahan pertanian. Setelah lahan pertanian ditanami secara terus menerus maka kandungan unsur hara pada lahan berangsur – angsur menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemupukan untuk mengembalikan dan menyediakan unsur hara bagi tanaman pangan seperti padi.

Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Pupuk Padi Per hektar (kg/ha)

Jenis Pupuk Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

Petroganik 473 515

Urea 243 223

ZA 334 364

Phonska 375 380

SP36 28 78

Jumlah 1.453 1.561

Sumber Data : Data Primer

(63)

petroganik dari masing-masing yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Berdasarkan rekomendasi pada tabel 7 penggunaan pupuk pada kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk menunjukkan penggunaan pupuk berlebihan dari masing-masing kelompok. Hal ini menunjukkan petani yang mengalami kelangkaan pupuk tidak mengikuti rekomendasi yang ditentukan dalam penggunaan pupuk yang telah dianjurkan oleh pemerintah Kabupaten Ponorogo. Petani beranggapan semakin banyak penggunaan pupuk hasil produksinya akan semakin meningkat, namun hal ini akan berdampak pada jangka panjang dengan penggunaan pupuk yang berlebihan akan merusak unsur hara yang ada. Pemerintah dalam hal ini harus meningkatkan pembinaan ke petani agar penggunaan pupuk di petani mengetahui akibat dalam penggunaan pupuk yang berlebihan dan secara perlahan menggurangi jumlah pupuk yang digunakan dalam usahatani padi.

3. Pestisida

(64)

akan menimbulkan dampak yang kurang baik bagi tanaman maupun bagi lingkungan.

Berdasarkan penghitungan rata-rata penggunaan pestisida per hektar, menunjukkan penggunaan pestisida yang mengalami kelangkaan pupuk penggunaannya lebih tinggi dengan rata-rata pestisida yang digunakan petani selama satu musim tanam sebesar 2.518 ml/ha sedangkan rata-rata penggunaan pestisida yang tidak mengalami kelangkaan pupuk lebih rendah dalam penggunaanya dengan rata-rata sebesar 1.637 ml/ha. Penggunaan pestisida yang tinggi akan tidak secara langsung akan mempengaruhi hasil yang didapat oleh petani, semakin banyak penggunaan pestisida secara tidak langsug akan merusak tanaman itu sendiri meskipun pestisida bertujuan untuk membasmi hama, namun semakin banyak penggunaannya hama yang disemprot berlebihan semakin kebal karena akan bertumbuh lagi hama yang lebih sulit untuk di kendalikan. Hal ini menunjukkan penggunaan pestisida yang mengalami kelangkaan pupuk penggunaannya lebih tinggi secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil produksi yang diperoleh.

4. Tenaga Kerja

(65)

implisit. Besar kecilnya antara tenaga kerja dalam dan luar keluarga berpengaruh pada produktivitas dan pendapatan yang yang dihasilkan selama melakukan usahatani. Berdsarkan tabel berikut ini menunjukkan rata-rata penggunaan tenaga kerja per HKO

Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar

TKDK (HKO) TKLK (HKO)

Uraian Langka Tidak Langka Langka Tidak Langka

Persemaian 9 7 0 0

Tanam 0 0 15 11

Persiapan lahan 9 10 28 14

Pemeliharaan 44 27 0 0

Panen 0 0 51 38

Pasca Panen 21 21 0 0

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 15, dapat diketahui tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga terdapat perbedaan rata-rata antara keduanya. Penggunaan rata-rata tenaga paling tinggi tenaga kerja dalam keluarga terdapat pada yang mengalami kelangkaan pupuk pada proses pemeliharaan dengan nilai sebesar 44 HKO dalam keluarga sedangkan tenaga kerja luar keluarga nilai yang tertinngi pada proses panen sebesar 51 HKO dalam kelompok langka. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga dengan masing-masing nilai HKO tertingginya pada proses yang berbeda.

5. Penyusutan Alat dan Penggunaan Alat

(66)

pada usahatani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Tabel 16. Rata-rata Penggunaan Penyusutan dan Jumlah Alat Per Hektar Macam

Alat

Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

Penyusutan Alat Penyusutan Alat

Cangkul 66.007 5 33.389 4

Garu 14.380 3 10.220 3

Sabit 14.350 4 25.271 4

Ganco 13.452 3 13.216 3

Sprayer 64.608 2 59.806 2

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 16, diketahui biaya rata-rata penyusutan alat tertinggi yang mengalami kelangkaan pupuk rata-rata penyusutan cangkul sebesar Rp 66.007 karena seluruh petani mempunyai peralatan petani yang jumlahnya berbeda menjadikan penyusutan alat tergantung dari pembelian dan jumlah yang dimiliki. Sedangkan biaya rata-rata penyusutan alat petani yang tidak mengalami kelangkaan penyusutan tertinngi ialah sprayer sebesar Rp 59.806 adanya perbedaan jenis alat yang memiliki rata-rata penyusutan dikarenakan jumlah alat yang dimiliki petani berbeda-beda jumlahnya dan harganya tergantung umur alat dalam pembeliannya.

(67)

6. Penerimaan

Penerimaan usahatani padi diperoleh dari rata-rata produksi usahatani dikalikan harga yang berlaku pada saat penelitian. Total penerimaan yang dihasilkan oleh petani padi yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan pupuk dengan jumlah rata-rata dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 17. Rata-rata Penerimaan Per Hektar

Kelompok Produksi Harga Penerimaan

Langka Pupuk 7.961 4.200 33.437.500

Tidak Langka Pupuk 9.325 4.219 39.309.524

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 17, dapat diketahui bahwa rata-arata produksi yang mengalami kelangkaan rata lebih kecil sebesar 7.961 kg/ha sedangkan rata-rata produksi yang tidak mengalami kelangkaan hasilnya lebih tinggi dengan rata-rata sebesar 9.325 kg/ha. Harga jual padi tidak terlalu berbeda harganya dengan rata-rata yang tidak mengalami kelangkaan pupuk sebesar Rp 4.200 /ha dan yang tidak mengalami sebesar Rp 4.219 /ha. Penerimaan yang mengalami kelangkaan pupuk lebih kecil dengan jumlah rata-rata Rp 33.437.500 /ha sedangkan penerimaan yang diperoleh petani yang tidak mengalami kelangkaan pupuk memiliki rata-rata penerimaan lebih tinggi sebesar Rp 39.309.524 /ha. Hal ini dapat diketahui rata-rata penerimaan yang tidak mengalami kelangkaan lebih tinggi hasilnya dengan jumlah rata-rata sebesar Rp 39.309.524 /ha.

7. Biaya

(68)

harga pasar yang berlaku. Biaya usahatani terdiri dari biaya eksplisit dan implisit. Biaya eksplisit terdiri dari biaya benih, pupuk, pestisida, penyutan alat, dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya implisit terdiri dari, dan upah tenaga kerja dalam keluarga. Berikut tabel rata-rata biaya yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Tabel 18. Rata-rata Biaya Sarana Produksi Per Hektar

No Jenis Biaya Langka Pupuk Tidak Langka Pupuk

1 Benih 312.872 348.021

4 Penyusutan Alat 281.796 292.400

5 TK Luar Keluarga 6.198.082 5.720.761

6 TK Dalam Keluarga 3.776.857 6.100.178

7 Bunga Modal Sendiri 157.772 155.219

8 Sewa Lahan Sendiri 1.623.943 1.837.239

Ekplisit Total 9.974.143 9.610.991

Implisit Total 5.558.572 8.092.636

Total Biaya 15.532.715 17.703.627

Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel 18, diketahui bahwa biaya total yang digunakan selama satu musim produksi padi memiliki perbedaan antara yang mengamalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani yang mengalami kelangkaan lebih kecil sebesar Rp 15.532.715 /ha sedangkan biaya total biaya sarana produksi yang tidak mengalami biaya yang dikeluarkan lebih tinggi sebesar Rp 17.703.627 /ha selama satu musim tanam.

(69)

sebesar Rp 9.974.143 /ha sedangkan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk biaya total ekplisit lebih rendah dengan nilai sebesar Rp 9.610.991 /ha. Biaya implisit petani padi pada kelompok yang mengalami dan tidak mengalami memiliki rata-rata total biaya cukup tinggi, adapun biaya implisit yang mengalami kelangkaan sebesar Rp 5.558.572 /ha sedangkan yang tidak mengalami memiliki rata-rata total implisit sebesar Rp 8.092.636 /ha.

Usahatani padi pada dua kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami pupuk memiliki perbedaan dalam hal biaya yang dikeluarkan selama usahatani padi. Hal ini menyebabkan biaya yang tidak mengalami kelangkaan pupuk lebih tinggi dalam sarana produksi padi selama satu musim. Biaya yang harus dikeluarkan petani seperti biaya benih, pupuk, pestisida dan alat mempengaruhi perbadaan dalam memenuhi hal mengeluarkan biaya dalam pemenuhan kebutuhan dalam usahatani padi.

D. Analisis Data 1. Produktivitas

Produktivitas adalah perbandingan antara hasil produksi yang diperoleh dari satu kesatuan input dengan lahan. Produktivitas usahatani padi yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan pupuk dapat dilihat tabel 19 sebagai berikut.

Tabel 19. Nilai Rata-rata Produktivitas Per Hektar

No Kelompok Rata-rata kg/ha

1 Langka Pupuk 7.981

2 Tidak Langka Pupuk 9.325

(70)

Berdasarkan tabel 19, Produktivitas petani yang mengalami kelangkaan pupuk lebih rendah dengan jumlah rata-rata produktivitas 7.981 kg/ha sedangkan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan lebih tinggi dengan rata-rata produktivitas 9.325 kg/ha. Hal ini menunjukkan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan pupuk hasilnya lebih tinggi dibandingkan dengan mengalami kelangkaan pupuk.

Hasil Uji t-test menggunakan analisis SPSS menunjukkan nilai t hitung lebih besar dari 2,661 yaitu 3,178, maka Ho ditolak. Artinya adanya perbedaan antara produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk dan produktivitas yang tidak mengalami kelangkaan pupuk. Produktivitas yang mengalami kelangkaan pupuk hasil produktivitasnya lebih rendah dengan nilai sebesar 7.981 kg/ha sedangkan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk hasilnya lebih tinggi produktivitasnya dengan nilai sebesar 9.325 kg/ha. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan produktivitass padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk dalam produktivitas.

2. Pendapatan

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 1995). Pendapatan petani padi yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami pupuk dapat dilihat tabel 20 sebagai berikut.

Tabel 20. Nilai Rata-rata Pendapatan Per Hektar (Rp)

Kelompok Penerimaan Total eksplisit Pendapatan

Langka Pupuk 33.437.500 9.974.143 23.463.357

(71)

Berdasarkan pada tabel 20, dapat diketahui penerimaan yang dikurangi total eksplisit dapat diketahui pendapatan yang diperoleh usahatani padi pada kelompok yang mengalami kelangkaan pupuk dan tidak mengalami kelangkaan pupuk. Pendapatan yang diperoleh petani yang mengalami kelangkaan dan tidak mengalami kelangkaan memiliki rata-rata yang berbeda, pendapatan yang diperoleh kelompok yang tidak mengalami kelangkaan pupuk menerima pendapatan yang lebih tinggi sebesar Rp 29.755.676 /ha sedangkan pendapatan yang diterima yang mengalami kelangkaan lebih rendah dengan nilai sebesar Rp 23.463.357 /ha. Hal ini menunjukkan pendapatan yang tidak mengalami kelangkaan pupuk lebih tinggi rata-rata pendapatan yang diperoleh oleh kelompok yang tidak mengalami kelangkaan pupuk.

Gambar

Tabel 1.  Produktivitas Padi di Jawa Timur Tahun 2009-2015
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Merupakan Data Luas Wilayah Kecamatan Babadan Menurut Kelurahan/          Desa Berdasarkan Penggunaan Lahan Per Hektar
Tabel 3. Merupakan Data Jumlah Penduduk di Desa Lembah dan Desa Trisono
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah tertulis ini yang berjudul Dampak Kelangkaan Pupuk Urea Bersubsidi Terhadap Sikap

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi “ Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi (Kasus Desa Tapos 1,

ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas distribusi subsidi pupuk organik oleh Pemerintah Provinsi Bali dan dampaknya terhadap pendapatan usahatani

Analisis data yang digunakan dalam penelitian pengaruh keanggotan kelompok lumbung pangan panrannuanta terhadap pendapatan usahatani padi di Desa Bontoloe Kecamatan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan finansial dan ekonomi usahatani padi di Kabupaten Ponorogo, menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Komparasi Pendapatan Usahatani Mina Padi dan Non-Mina Padi Di Kelurahan Borongrappoa Kecamatan

PERAN KELOMPOK TANI TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA CIPTA GRAHA1.