PENGARUH KEANGGOTAAN KELOMPOK LUMBUNG PANGAN PANRANNUANTA TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI
PADI DI DESA BONTOLOE KECAMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR
MUH. TAHIR 10596 01224 12
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
PENGARUH KEANGGOTAAN KELOMPOK LUMBUNG PANGAN PANRANNUANTA TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI DESA BONTOLOE KECAMATAN GALESONG KABUPATEN
TAKALAR
MUH. TAHIR 10596 01224 12
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016
.
MUH.TAHIR, 10596 01224 12. Pengaruh keanggotaan kelompok lumbung pangan terhadap pendapatan usahatani padi di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar di bawah bimbingan SRI MARDIYATI dan SITTI ARWATI.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh keanggotaan kelompok lumbung pangan panrannuanta terhadap pendapatan usahatani padi Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
Pengambilan sampel dilakukan dengan dua metode, pertama untuk sampel anggota lumbung pangan menggunakan metode purposive sampling dengan mengambil 17 orang petani atau keseluruhan anggota lumbung pangan Panrannuanta, kedua untuk non anggota lumbung pangan menggunakan metode sampel acak sederhana dengan mengambil sampel sebanyak 17 orang petani. Jadi jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 orang petani.
Analisis data yang digunakan dalam pengolahan data ada dua yaitu analisis pendapatan dan analisis regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya pendapatan yang di peroleh petani anggota kelompok lumbung pangan Panrannuanta sebesar Rp 9.386.227 sedangkan pendapatan yang di peroleh petani non anggota lumbung pangan sebesar Rp 9.175.144. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata atau signifikan setelah dilakukan uji t statistik (parsial) adalah luas lahan (X1) yang berpengaruh signifikan positif pada taraf kepercayaan 99%, Harga benih (X2) yang berpengaruh signifikan positif dengan taraf kepercayaan 90%, harga pestisida (X5) yang berpengaruh signifikan negatif dengan taraf kepercayaan 90%, upah tenaga kerja (X6) yang berpengaruh signifikan negatif pada taraf kepercayaan 99%. Sedangkan untuk variable dummy anggota (DA) tidak terdapat pengaruh yang signifikan atau tidak nyata terhadap pendapatan usahatani padi karena probabilitas nilai t-statistik 0,4306 menunjukkan > 0,1 (α=10%). Tetapi secara simultan (uji F) variable independen (luas lahan, harga benih, harga pupuk urea, harga pupuk phonskah, harga pestisida, upah tenaga kerja, dummy anggota) secara bersama-sama mempengaruhi pendapatan usahatani pada taraf kepercayaan 99% dengan nilai F-statistik sebesar 21,02918 dan nilai probabilitas sebesar 0,000000 menunjukkan < 0,01 (α=1%).
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah-Nya dan karunia-Nya yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya, yang telah dilimpahkan kepada penulis dengan penuh ketenangan hati dan keteguhan pikiran untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Keanggotaan Kelompok Lumbung Pangan Panrannuanta Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dalam penyusunan skripsi penulis menghadapi banyak kendala, akan tetapi kendala itu mampu diselesaikan dengan baik berkat arahan dan bimbingan yang senantiasa membimbing penulis dan motivasinya selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua tercinta yang telah memberikan banyak didikan, bimbingan, dukungan dan doanya, demi masa depan penulis.
2. Ibu Dr.Sri Mardiyati, S.P.,M.P. selaku Pembimbing I dan Ibu Sitti Arwati, S.P.,M.Si selaku Pembimbing II yang telah meberikan bimbingan dan arahan.
3. Bapak Ir. Saleh Molla, M.M selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Amruddin, S.Pt.,M.Si selaku ketua Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis di Fakulatas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada penulis.
6. Kakanda Ika Ariana, S.P alumni Jurusan Agribisnis angkatan 2011 yang selalu mendukung dan memberikan motivasi dalam setiap penulisan mulai dari penulisan proposal sampai dengan tahap sekarang ini.
7. Saudara-saudaraku di Jurusan Agribisnis angkatan 2012. Semangat dan canda kalian adalah motivasi untukku dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penuis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Semoga Kristal-kristal Allah senantiasa tercurah kepadanya. Amin.
Wassalammualaikum Wr. Wb
Makassar, 20 April 2016
MUH. TAHIR
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Pangan ... 7
2.2. Lumbung Pangan ... 9
2.3. Usahatani ... 15
2.4. Pendapatan Usahatani... 15
2.5. Kerangka Pikir ... 19
III. METODE PENELITIAN ... 20
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 20
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 21
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 22
3.5. Teknik Analisis Data ... 26
3.6. Definisi Operasional ... 30
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 32
4.1. Letak Geografis ... 32
4.2. Kondisi Demografis ... 33
4.3. Kondisi Pertanian ... 41
4.4. Profil Lumbung Pangan Panrannuanta ... 42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
5.1. Karakteristik Petani ... 44
5.2. Perbandingan Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Antar Petani Anggota dan Non Anggota Kelompok Lumbung Pangan Panrannuanta ... 53
5.3. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 58
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
6.1. Kesimpulan ... 64
6.2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN ... 67
RIWAYAT HIDUP ... 107
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman 1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Bontoloe
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar 2015 ... 34 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Komposisi Usia Penduduk Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar 2015 ... 35 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Bontoloe
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar 2015 ... 37 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Bontoloe
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar 2015 ... 39 5. Sarana dan Prasarana di Desa Bontoloe kecamatan Galesong
kabupaten Takalar tahun 2015 ... 40 6. Potensi Penggunaan Lahan Pertanian Desa Bontoloe Kecamatan
Galesong Kabupaten Takalar Tahun 2015 ... 41 7. Identitas Responden Petani Usahatani Padi Anggota Kelompok
Lumbung Pangan Panrannuanta Berdasarkan Tingkat Umur Petani
Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 45 8. Identitas Responden Petani Usahatani Padi Non Anggota Lumbung
Pangan Panrannuanta Berdasarkan Tingkat Umur Petani Di Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 46 9. Tingkat Pendidikan Petani Padi Anggota Lumbung Pangan
Panrannuanta Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar ... 47 10. Tingkat Pendidikan Petani Padi Non Anggota Lumbung Pangan
Panrannuanta Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar ... 48 11. Pengalaman Berusahatani Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta
Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 49
12. Pengalaman Berusahatani Padi Non Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar ... 50 13. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Padi Anggota Lumbung Pangan
Panrannuanta Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar ... 51 14. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Padi Non Anggota Lumbung
Pangan Panrannuanta Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong
Kabupaten Takalar ... 51 15. Luas Lahan Petani Padi Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Di
Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 52 16. Luas Lahan Petani Padi Non Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta
Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 53 17. Biaya Produksi Dan Pendapatan Per Hektar Petani Padi Anggota
Lumbung Pangan Panrannuanta Di Desa Bontoloe Kecamatan
Galesong Kabupaten Takalar ... 55 18. Biaya Produksi Dan Pendapatan Per Hektar Petani Padi
Non Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Di Desa Bontoloe
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 57 19. Hasil Analisis Regresi Pengaruh Keanggotaan Kelompok Lumbung
Pangan Panrannuanta Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 59
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman 1. Kerangka Pikir Pengaruh Keanggotaan Kelompok Lumbung
Pangan Panrannuanta Terhadap Pendapatan Usahatani Padi
di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 19
2. Gudang Penyimpanan Gabah Kelompok Lumbung Pangan Panrannuanta ... 102
3. Gudang Penyimpanan Gabah Kelompok Lumbung Pangan Panrannuanta Dari Luar ... 102
4. Gudang Penyimpanan Gabah Kelompok Lumbung Pangan Panrannuanta Dari Dalam ... 103
5. Gabah Petani Yang Disimpan di Lumbung Pangan Panrannuanta ... 103
6. Responden Petani Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta ... 104
7. Responden Petani Non Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta ... 104
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman 1. Daftar Kuesioner Responden ... 67 2. Peta Lokasi Penelitian ... 72 3. Identitas Responden Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 73 4. Total Penerimaan (TR) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 74 5. Biaya Variabel (VC) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 75 6. Jumlah HKO Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa Bontoloe
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 79 7. Biaya Tetap (FC) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 81 8. Total Biaya (TC) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 84 9. Pendapatan (Pd) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 85 10. Identitas Responden Non Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta
Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 86 11. Total Penerimaan (TR) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 87 12. Biaya Variabel (VC) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 88 13. Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa Bontoloe Kecamatan
Galesong Kabupaten Takalar ... 92 14. Biaya Tetap (FC) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 94 15. Total Biaya (TC) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 97
16. Pendapatan (Pd) Anggota Lumbung Pangan Panrannuanta Desa
Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ... 98
17. Hasil Ln Variable Independen Dan Independen ... 99
18. Hasil Analisis Regresi Dengan Menggunakan Program Eviews 8 ... 100
19. Dokumentasi Peneltian... 102
20. Surat Izin Penelitian ... 105
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia sangat menentukan kelangsungan hidup rakyat. Ketidakcukupan pangan berpotensi mengguncang stabilitas sosial dan ketahanan nasional. Namun jika pangan tersedia sesuai dengan kebutuhan dan terjangkau daya beli, masyarakat akan member dukungan terhadap stabilitas nasional di bidang ekonomi dan politik. Oleh karenanya pangan juga merupakan barang strategis karena menjadi penentu pertahanan dan keamanan, sosial dan politik suatu negara. Tidak mengherankan jika pangan hingga hari ini tetap menjadi bagian penting kebijaksanaan ekonomi hampir semua negara.
Padi ( Oriza satifa. L) salah satu tanaman pangan yang banyak di budidayakan oleh masyarakat. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun, padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain. Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut juga makanan energi.Tingginya kebutuhan konsumsi beras disebabkan oleh sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa beras merupakan bahan makanan pokok yang
belum dapat digantikan keberadaannya. Di sisi lain luas tanaman padi menurun 0,5% dan menurunnya areal atau lahan karena dialih fungsikan menjadi pemukiman penduduk, sarana transportasi dan lain-lain.
Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan keluarga, upaya yang dilakukan antara lain melalui penguatan cadangan pangan masyarakat dalam bentuk kelembagaan lumbung pangan. Lumbung pangan adalah salah satu kelembagaan yang ada di masyarakat yang telah lama berperan dalam pengadaan pangan terutama dalam musim paceklik. Peranan lumbung di masa lalu lebih bersifat sosial dan sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di musim paceklik. Lumbung pangan tersebut tidak hanya efektif dalam melayani kebutuhan pangan anggotanya pada saat krisis tetapi juga melayani kebutuhan finansial anggotanya dari hasil pengelolaan lumbung.
Kelembagaan lumbung pangan masyarakat saat ini masih pada tingkatan sederhana dan berorientasi sosial, mempunyai potensi untuk dikembangkan dan direvitalisasi melalui proses pemberdayaan secara sistematis, utuh, terpadu, dan berkesinambungan dengan melibatkan unsur terkait, terutama kelompok- kelompok tani. Jayawinata (2003) menyatakan bahwa upaya pengembangan lumbung pangan akan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perwujudan ketahanan pangan, dan bahkan lembaga ini mampu menjadi penggerak ekonomi pedesaan. Selama ini Lumbung Pangan Desa (LPD) berfungsi untuk menyimpan cadangan dan hasil panen belum dapat digunakan secara optimal dan keberfungsiannya masih sedikit sehingga perlu adanya upaya untuk
memaksimalkan kegunaan Lumbung Pangan Desa (LPD) yang dapat mengatasi kerawanan pangan di Indonesia.
Upaya peningkatan pendapatan usahatani padi petani selalu menghadapi masalah yang dilematis. Pada saat panen raya, yaitu pada saat petani memproduksi pangan dalam volume yang besar pada saat itu pula petani menerima harga jual yang rendah bagi hasil produksinya. Sebaliknya pada musim paceklik yaitu pada saat persediaan bahan pangan rumah tangga petani semakin menipis petani harus membeli bahan pangan di pasar dengan harga yang tinggi.
Keadaan demikian selalu berulang dari tahun ke tahun dan dari musim ke musim sehingga berdampak pada jumlah keluarga miskin yang meningkat dari hari ke hari (Hermanto, 2003).
Dengan demikian lumbung pangan masyarakat merupakan lembaga penunjang ketahanan pangan lokal dengan fungsi utamanya adalah sebagai penunjang cadangan pangan kolektif yang bersifat sosial. Melalui diversifikasi kegiatan lumbung pangan akan memberikan peluang peningkatan penghasilan bagi anggotanya. Adanya peluang untuk meningkatkan penghasilan juga mempunyai prospek positif terhadap pengendalian kemiskinan, salah satunya adalah desa Timbuseng yang merupakan salah satu daerah di kabupaten Takalar yang berpotensi menghasilkan padi setiap tahunnya dengan jumlah yang besar.
Hal ini sangat menguntungkan dengan adanya lumbung pangan Tumbuh Bersama di Desa Timbuseng ini sangat membantu para petani yang masuk dalam anggota lumbung pangan Tumbuh Bersama karena mendapatkan bantuan baik itu bantuan
saat kekurangan pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan keluarga maupun bantuan pinjaman modal.
Desa Bontoloe merupakan salah satu desa yang mendapatkan bantuan program pemerintah berupa lumbung pangan yang dapat dimanfaatkan oleh petani, baik untuk penyimpana atau tunda jual gabah atau menjual gabah ke lumbung dengan harga yang lebih baik dari pedagang pengumpul maupun meminjam modal untuk memulai usahataninya. Meski mempunyai manfaat yang begitu besar masyarakat Desa Bontoloe hanya sebagian saja yang tergabung dalam anggota lumbung pangan hal ini disebabkan karena tidak banyak yang tahu akan keberadaan lumbung pangan itu sendiri. Sosialisasi yang kurang terhadap masyarakat merupakan pemicu utama dari ketidaktahuan akan manfaat, fungsi dan tujuan dari lumbung pangan begitupun dengan petani yang tergabung.
Pengelolaan lumbung pangan di Desa Bontoloe ini aktif dilakukan oleh ketua kelompok lumbung pangan Panrannuanta maupun para anggota lumbung pangan dengan menghadiri rapat yang digelar oleh ketua kelompok lumbung pangan maupun kunjungan-kunjungan dari dinas pertanian terkait dengan kegiatan lumbung pangan Tumbuh Bersama di Desa Timbuseng Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar. Meskipun lumbung pangan ini memberikan banyak manfaat bagi para anggotanya, namun lumbung pangan juga mempunyai kekurangan dalam pengelolaannya yaitu bagi petani non anggota lumbung pangan tidak dapat meminjam modal atau pangan lainnya ke lumbung untuk kepentingan usahatani atau lainnya yang berdampak pada pendapatan usahatani. Oleh karena itu maka penulis menganggap perlu melakukan suatu
penelitian dengan judul “Pengaruh Keanggotaan Kelompok Lumbung Pangan Panrannuanta Terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah yang dapat di angkat yaitu seberapa besar Pengaruh Keanggotaan Kelompok Lumbung Pangan Panrannuanta Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keanggotaan kelompok lumbung pangan panrannuanta terhadap pendapatan usahatani padi Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis, seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian diharapkan dapat lebih memantapkan penguasaan fungsi keilmuan yang dipelajari selama mengikuti program perkuliahan di Program Studi Agribisni Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bagi anggota kelompok lumbung pangan, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna untuk meningkatkan efektivitas kinerja kelompok lumbung pangan Panrannuanta.
3. Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan acuan bagi sivitas akademika.
4. Bagi peneliti selanjutnya, dengan adanya hasil penelitian ini saya berharap bisa menjadi salah satu sumber literatur atau referensi yang berkaitan
dengan penelitian yang akan dilaksanakan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012).
Karsin (2004), Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusian untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Janin dalam kandungan, bayi, balita, anak, remaja, dewasa maupun usia lanjut membutuhkan makanan yang sesuai dengan syarat gizi untuk mempertahankan hidup, tumbuh dan berkembang, serta mencapai prestasi kerja.
Jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan pangan dalam pola makanan di suatu negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah di tanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Di samping itu kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja dari keluarga, berpengaruh pula terhadap pola makanan (Harper, et.al,
1986). Pangan telah dikelompokkan menurut berbagai cara yang berbeda dan berikut merupakan salah satu cara pengelompokannya, yakni :
1) Padi-padian
2) Akar-akaran, umbi-umbian dan pangan berpatiK 3) Kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak 4) Sayur-sayuran
5) Buah-buahan 6) Pangan hewani 7) Lemak dan minyak 8) Gula dan sirop
Ada beberapa hal penting dalam mengatasi permasalahan pangan di Indonesia yaitu :
2.1.1. Ketersediaan pangan
Negara berkewajiban untuk menjamin ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup (selain terjamin mutunya) bagi setiap warga negara, karena pada dasarnya setiap warga negara berhak atas pangan bagi keberlangsungan hidupnya.
Penyediaan pangan dalam negeri harus diupayakan melalui produksi dalam negeri dari tahun ke tahun meningkat seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk.
2.1.2. Kemandirian pangan
Kemandirian pangan suatu negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya merupakan indikator penting yang harus diperhatikan, karena negara yang
berdaulat penuh adalah yang tidak tergantung (dalam bidang politik, keamanan, ekonomi, dan sebagainya) pada negara lain.
2.1.3. Keterjangkauan pangan
Keterjangkaun pangan atau aksesibilitas masyarakat (rumah tangga) terhadap bahan sangat ditentukan oleh daya beli, dan daya beli ini ditentukan oleh besarnya pendapatan dan harga komditas pangan.
2.1.4. Konsumsi pangan
Konsumsi pangan berkaitan dengan gizi yang cukup dan seimbang.
Tingkat danpola konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh kondisi ekonomi,sosial, dan budaya setempat.
2.2. Lumbung Pangan
Lumbung pangan merupakan lembaga cadangan pangan di daerah perdesaan, berperan dalam mengatasi kerawanan pangan masyarakat. Lumbung pangan telah ada sejalan dengan budaya padi dan menjadi bagian dari sistem cadangan pangan masyarakat. Keberadaan lumbung pangan cenderung menurun karena beberapa sebab, yaitu: (a) penerapan revolusi hijau yang mengintroduksikan teknologi padi unggul, dan modernisasi pertanian dinilai tidak sesuai dengan lumbung tradisional masyarakat, (b) keberadaan Bulog yang berperan dalam stabilisasi pasokan dan harga pangan (gabah) di setiap wilayah pada setiap waktu menyebabkan tidak ada insentif untuk menyimpan gabah, (c) globalisasi yang menyebabkan terbangunnya beragam pangan, termasuk pangan
olahan sampai ke perdesaan, telah merubah pola konsumsi, dan (d) kegiatan pembinaan yang tidak konsisten dan cenderung orientasi proyek menyebabkan pembinaan yang dilakukan tidak efektif. Keberadaan lumbung pangan saat ini umumnya berada di daerah yang secara tradional telah mengembangkan lumbung pangan di daerah rawan pangan dengan kendala aksesibilitas. Lumbung pangan berperan mengatasi kerawanan pangan masyarakat di daerah rawan pangan kronis, namun belum mampu untuk mengatasi kerawanan pangan transien akibat kondisi tak terduga seperti bencana. Untuk mengatasi kerawanan pangan transien dibutuhkan penyediaan cadangan pangan oleh pemerintah yang memungkinkan mobilitas cadangan pangan antar wilayah sebagaimana dilakukan oleh Bulog.
Dengan menurunnya peran Bulog diperlukan pemikiran untuk mengembangkan kelembagaan cadangan pangan pada era otonomi daerah. Pengembangan kelembagaan cadangan pemerintah daerah tersebut dapat berupa BUMD, Lembaga Swasta atau kerjasama Pemda dengan Bulog dalam pengadaan cadangan pangan daerah. Penanganan kerawanan pangan juga sangat berkaitan erat dengan pengentasan kemiskinan. Untuk itu penanggulangan kerawanan pangan tidak hanya berkaitan dengan aspek produksi dan penyediaan bahan pangan. Perbaikan kondisi kerawanan pangan dapat dilakukan dengan perbaikan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia.
Dalam upaya penyediaan pangan secara berkelanjutan, masyarakat desa biasanya menyimpan padi dalam lumbung. Bangunan lumbung dibuat secara khusus, yang dapat menggambarkan bahwa masyarakatnya sangat erat berkaitan dengan budaya bercocok tanam. Di berbagai daerah di Indonesia, bentuk, jenis
dan fungsi lumbung beragam sesuai dengan tradisi dan kearifal local masyarakatnya. Lumbung dapat dibuat terpisah dengan rumah dan biasanya ada upacara atas keberadaannya untuk menghormati dan bersyukur kepada dewa (Dewi Sri) sebagai penjaga dan pemelihara padi.
Program pembangunan sistem dan kelembagaan Lumbung Desa Modern merupakan upaya pemberdayaan petani untuk mengatasi gejolak harga gabah, dengan mengembangkan manajemen stok disertai distribusi secara optimal yang mempunyai tujuan antara lain :
1) Mengintegrasikan subsistem produksi dan pasar, sehingga menjamin adanya kepastian harga produk tanaman pangan yang dapat memperbaiki pendapatan petani,
2) Memasyarakatkan dan memperkuat sistem lumbung pangan untuk meningkatkan nilai tambah produk tanaman pangan dan ketahanan pangan,
3) Mengembangkan kerjasama kemitraan dengan pihak lain untuk mengembangkan agribisnis tanaman pangan.
Lumbung pangan dikenal sebagai cadangan pangan di pedesaan dan sebagai penolong selama masa paceklik. Hal ini sangat penting untuk daerah pertanian tadah hujan, lahan pertanian pangan hanya dapat berproduksi optimal pada musim hujan saja. Selain itu, langkanya dan mahalnya harga pupuk dan saprodi lainnya, memaksa para petani harus berhutang untuk dapat melaksanakan usahtaninya. Dengan keberadaan lumbung, diharapkan dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dalam skala kecil.
Keputusan Mendagri dan otonomi daerah No : 6 tahun 2001 tentang pengembangan lumbung pangan masyarakat / kelurahan menyatakan bahwa LPMD merupakan lembaga milik rakyat desa/kelurahan yang bergerak di bidang pendistribusian, pengolahan dan perdagangan bahan pangan yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat. Hal yang perlu dikaji adalah “Apakah LPMD harus memiliki lumbung secara fisik sebagai tempat menyimpan cadangan pangan atau hanya sebagai kelembagaan desa?”
Tradisi sebagian masyarakat di Indonesia adalah mensakralkan sesuatu dalam kegiatan hidupnya, termasuk “lumbung pangan”. Dengan kemajuan teknologi dan informasi saat ini, telah banyak pergeseran/penghilangan perlakuan terhadap lumbung itu sendiri (pandangan mengenainya, struktur bangunan, metode pemeliharaan, dll). Struktur bangunan penyimpanan yang tradisional tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Bagaimana struktur bangunan lumbung sehingga dapat diketahui apa saja kelebihan dan kekurangannya sebagai sarana penyimpanan, hingga dapat disimpulkan apakah layak atau tidak.
Fenomena lumbung desa telah lama dikenal sebagai institusi cadangan pangan di pedesaan dan sebagai penolong petani di masa paceklik. Dengan fungsi konvensionalnya, lumbung desa telah membantu meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dalam skala kecil. Sayangnya, sepanjang periode orde baru, akibat kebijakan pangan (beras) murah, terjangkau semua orang dan tersedia setiap saat, institusi yang sebetulnya hidup dan dipelihara turun-temurun itu lenyap ditelan waktu.
Masyarakat merasa tidak perlu lagi menyisihkan dan menyimpan sebagian panenya di lumbung desa. Cuma, gagasan untuk menghidupkan kembali institusi lumbung desa saat ini bukan pekerjaan mudah. Identifikasi kondisi lumbung pangan masyarakat desa (LPMD) di Jabar (Kabupaten Tasikmalaya, Cirebon dan Cianjur) dan Jateng (Banyumas, Purworejo dan Boyolali) oleh Departemen Pertanian (2001) menunjukkan jika LPMD belum bisa diandalkan sebagai lembaga yang mampu menyerap marketable plus di saat panen raya. Apalagi diharapkan sebagai stabilitas cadangan pangan masyarakat dan membantu mengamankan harga gabah dari kejatuhan. Di Jabar, marketable plus gabah mencapai 4.074 ribu ton, sementara kapasitas LPMD cuma 13.771 ton (0,59 persen). Sedangkan di Jateng, kapasitas seluruh LPMD hanya menyerap 0,92 persen marketable plus.
Modal awal LPMD hanya dihimpun sekali dalam bentuk natura (gabah).
Berikutnya tidak pernah ada aktivitas penyimpanan (setor), yang ada adalah jasa peminjaman dalam bentuk natura dan dikembalikan dalam bentuk natura.
Penggunaan jasa pinjaman selain untuk akumulasi modal, susut, dan jasa pengurus serta anggota, juga dipakai untuk kegiatan sosial seperti mengatasi musibah. Dengan kata lain, dalam pengelolaannya LPMD masih menggunakan sistem natura, dan bukan uang. Ciri lain yang melekat, hampir semua LPMD masih berorientasi sosial.
Seiring makin menurunnya peran Bulog dalam pembentukkan cadangan pangan nasional, maka langkah merevitalisasi LPMD menjadi institusi penyangga cadangan pangan menjadi amat strategis. Revitalisasi LPMD menjadi lembaga
perekonomian desa harus dilakukan secara bertahap. Mula-mula LPMD yang sudah ada dan bersifat sosial dapat ditingkatkan menjadi LPMD sederhana yang kokoh. Selanjutnya, LPMD itu harus difasilitasi menjadi lumbung pangan yang modern seperti yang ada di negara-negara maju.
Cikal-bakal lumbung pangan demikian sudah ada di Sumatera Selatan.
Dengan prinsip saling percaya. Pengusaha penggilingan padi memberikan fasilitas gudang gratis kepada petani. Lewat cara ini, pengusaha bisa menjaga pasokan beras sesuai kebutuhan pasar, sehingga harga gabah/beras terkendali. Ujung- ujungnya, bukan saja pengusaha yang untung, petani juga tidak merugi akibat kejatuhan harga di saat panen raya. Dengan bukti kepemilikan gabah di gudang, petani juga bisa mendapatkan kredit dari pengusaha dan pihak lain. Di Lampung jauh lebih maju. Dengan mengantongi sertifikat kepemilikan kopi di gudang dari surveyor, petani kopi di sana dengan mudah bisa mendapatkan fasilitas kredit off- shore berbunga ringan dari institusi perbankan.
Untuk mengembangkan lumbung pangan modern, yang penting bukan cuma institusi fisik, tapi juga soal manajemennya. Intinya, pengelolaan lumbung pangan modern menyangkut tiga hal penting, yaitu pengelolaan risiko, bursa komoditas, dan prinsip saling kepercayaan. Lumbung pangan itu bukan hanya untuk mengelola komoditas yang punya daya simpan panjang seperti beras dan kopi atau biji-bijian, tapi juga komoditas yang mudah dan cepat busuk seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dengan penerapan warehouse receipt system dan pergudangan yang canggih, petani dapat lebih terjamin pendapatannya. Petani tidak khawatir harga
jual komoditasnya anjlok karena rusak. Dengan lumbung pangan yang modern diharapkan cadangan pangan masyarakat menjadi lebih terjamin.
2.3. Usahatani
Redfield (2009), mengatakan bahwa usahatani terbentuk dari adanya tingkat kebutuhan dan kemajuan dengan melalui pemanfaatan sumber- sumberdaya alam seperti tanah, air dan matahari yang difungsikan untuk mendapatkan sesuatu produksi pertanian. Lebih lanjut Hernanto (2006) mendefinisikan usahatani adalah sebagai organisasi dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan pada produksi dilapangan pertanian.
Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat disuatu tempat yang diperlukan untuk produksi pada bidang pertanian seperti udara, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah dan sebagainya yang ada di alam ini (Mubyarto, 2001). Sejalan dengan pengertian usahatani yang dikemukakan beberapa pakar ekonomi pertanian tersebut diatas, pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama karena masing-masing melihat pengertian usahatani dari segi pemanfaatan sumberdaya alam.
2.4. Pendapatan Usahatani
Menurut Hermanto (1994), bahwa besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa factor yang mempengaruhi seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani berharap dapat meningkatkan pendapatannya sehingga
kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Harga dan produktivitas merupakan sumber dari factor ketidakpastian, sehingga bila harga dan produksi berubah maka pendapatan yang diterima petani juga berubah (Soekartawi, 2000).
Menurut Gustiyana (2003), bahwa pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu pendapatan yang diperoleh darikegiatan usahatani ditambah dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan diluar usahatani.Pendapatan usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung dalam per bulan, per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar usahatani seperti berdagang dan lain-lain.
Pendapatan usahatani menurut Gustiyana (2003), bahwa pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu :
1) Pendapatan kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petanidalam usahatani selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga pe satuan berat pada saat pemungutan hasil.
2) Pendapatan bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil sarana produksi.
Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsure penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran
atau biaya yang dimaksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain- lain yang dikeluarkan pada prose produksi tersebut (Ahmadi 2001).
Produksi berkaitan dengan penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani karena masih harus dikurangi dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai dalam proses poduksi tersebut.
Menurut Hernanto (2006), ada beberapa faktor yang mempengaruh pendapatan usahatani :Luas usaha, meliputi areal pertanaman, luas tanaman, luas tanaman rata-rata.Tingkat produksi, yang diukur lewat produktivitas/ha dan indeks pertanaman,Pilihan dan kombinasi,Idensitas perusahaan pertanaman, Efisiensi tenaga kerja.
Menurut Soekartawi (2000), bahwa biaya usahatani adalah semua pengeluaran yangdipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi. Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatan dapat ditulis sebagai berikut :
Besarnya pendapatan dapat dihitung menggunakan rumus : Pd = TR – TC
Dimana : Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya
Rumus untuk mencari penerimaan yaitu : TR = Y. Py Dimana : TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y
Rumus untuk mencari Total Cost : TC = FC + VC Dimana : TC = Total Cost (total biaya)
FC = Fixed Cost VC = Variabel Cost
Untuk mengetahui usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara penerimaan dengan biaya (Revenue Cost Ratio). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
R/C = PT / BT
Dimana :
R/C = Nisbah penerimaan dan biaya PT = Penerimaan total (Rp)
BT = Biaya total (Rp)
Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1) Jika R/C > 1, maka usahatani mengalami keuntungan karena penerimaan lebih besar dari biaya.
2) Jika R/C < 1, maka usahatani mengalami kerugian karena penerimaan lebih kecil dari biaya.
3) Jika R/C = 1, maka usahatani mengalami impas karena penerimanan sama dengan biaya.
2.5. Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang dan kajian pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka kerangka pikir disusun seperti Gambar 1 dibawah ini, dimana kerangka pikir ini menggambarkan bahwa Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar merupakan salah satu produsen padi yang faktor pendapatannya di pengaruhi sebagai berikut:
Petani Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi : - Luas lahan - Harga benih
- Harga pupuk (Urea, Phonskah)
- Harga pestisida - Upah tenaga kerja - Anggota lumbung (non anggota dan anggota)
Usahatani Padi
Pendapatan
Keterangan :
: Menyatakan Hubungan : Menyatakan Pengaruh
Gambar 1. Kerangka Pikir Pengaruh Keanggotaan Kelompok Lumbung Pangan Panrannuanta Terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Desa Bontoloe
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
III. METODE PENELITAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar pada bulan Februari sampai Maret 2016. Pemilihan lokasi dilakukan dengan metode purposive dan dengan melihat keadaan bahwa daerah tersebut merupakan satu-satunya daerah yang memiliki Kelompok Lumbung Pangan Di Kecamatam Galesong Kabupaten Takalar.
3.2. Teknik Penentuan Sampel
Teknik sampling probabilitas (probability) merupakan teknik yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Selain itu probability sampling merupakan pemilihan sampel tidak dilakukan secara subjektif, dalam arti sampel yang terpilih tidak didasarkan semata-mata pada keinginan si peneliti sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel (Asep, 2005). Terdapat empat metode dalam penarikan sampel probabilitas diantaranya yaitu Sampel Acak Sederhana, Sampel Berstrata, Sampel Berkelompok dan Sampel Sistematik.
Teknik sampling non-probilitas merupakan teknik yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini terdiri sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental, sampling purposive, sampling jenuh dan snowball sampling.
Teknik penentuan sampel yang dipakai dalam penelitian ini dengan 2 metode yaitu pertama teknik sampling non-probilitas dengan metode sampling purposive yang merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan
memilih satuan sampling atas dasar pertimbangan sekelompok pakar di bidang ilmu yang sedang diteliti, sampel yang di mkasudkan dalam teknik sampling purposive ini yaitu dari keseluruhan anggota kelompok lumbung pangan panrannuanta Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar sebanyak 17 orang. Kedua Teknik sampling probabilitas dengan metode sampel acak sederhana yang merupakan suatu prosedur yang memungkinkan setiap
elemen dalam populasi akan memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel, sampel yang tergolong dalam metode ini adalah nonanggota kelompok Lumbung Pangan dengan jumlah sampel yang diambil di samakan dengan jumlah sampel anggota lumbung pangan panrannuanta yaitu sebanyak 17 orang. Jadi jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian Pengaruh Keanggotaan Kelompok Lumbung Pangan Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar sebanyak 34 orang petani yang mengusahakan usahatani padi.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif dimana data ini berupa bilangan, nilainya biasa berubah-ubah atau bersifat variatif. Data kuantitatif terbagi atas dua bagian,yaitu cacahan dan ukuran.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden Petani padi. Adapun data tersebut diperoleh dengan metode sebagai berikut :
a. Metode Wawancara
Metode wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam.
b. Metode Observasi
Metode observasi yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, objektif , logis dan rasional mengenai berbagai fenomena.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari lembaga-lembaga yang erat hubungannya dengan penelitian ini, dengan cara pengutipan data dan membaca literatur untuk mendapat dasar teori yang selanjutnya digunakan sebagai alat analisis dalam pemecahan permasalahan.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, pengumpulan data dalam mengungkapkan permasalahan yang dianggap praktis yakni :
1. Studi pustaka (library research), yaitu teknik penelitian yang menggunakan berbagai macam kepustakaan dengan mengumpulkan data sekunder melalui literatur yang telah ada guna membantu memahami secara umum.
2. Penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sbb:
a. Observasi
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.
Bungin (2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.
• Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.
• Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.
• Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga responden).
Beberapa tips saat melakukan wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan kontrol emosi negatif.
Selanjutnya wawancara dapat dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktut, dan dapat dilakukan dengan tatap muka (face to face)
maupun menggunakan telepon (Sugiyono, 2006; 138-140).
• Wawancara Terstruktur
Pada wawancara ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam prakteknya selain membawa instrument sebagai pedoman wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan amterial lain yang dapat membantu dalam wawancara.
• Wawancara tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur maksudnya adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
3.5. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian pengaruh keanggotan kelompok lumbung pangan panrannuanta terhadap pendapatan usahatani padi di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupten Takalar yaitu analisis pendapatan untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang diperoleh petani anggota lumbung pangan dan non anggota lumbung pangan dan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui berapa besar pengaruh anggota lumbung pangan panrannuanta terhadap pedapatan usahatani padi.
3.5.1. Analisis Pendapatan
Besarnya pendapatan dapat dihitung menggunakan rumus : Pd = TR – TC
Dimana : Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya
Rumus untuk mencari penerimaan yaitu : TR = Y. Py
Dimana : TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y
Rumus untuk mencari Total Cost TC = FC + VC
Dimana : TC = Total Cost (total biaya) FC = Fixed Cost
VC = Variabel Cost
3.5.2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis Regresi Linear Berganda adalah hubungan secara linier antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,...Xn) dengan variabel dependen (Y).
Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan.
Dalam menyelesaikan analisis regresi ini peneliti menggunakan program eviews8, begitupun dengan uji koefisien (uji R2), uji keseluruhan secara bersama-sama atatu biasa dikenal uji simultan (uji F) dan uji parsial (uji t) untuk mengetahui pengaruh yang signifikan tiap-tiap variable bebas terhadap variable terikatnya.
LnY = b0 + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + b6LnX6 + DA + e Dimana : Y = Pendapatan Usahatani Padi (Rp)
X1 = Luas Lahan (ha) X2 = Harga Benih(Rp/kg) X3 = Harga Pupuk Urea (Rp/kg) X4 = Harga Pupuk Ponskah (Rp/kg) X5 = Harga Pestisida (Rp/kg) X6 = Upah Tenaga Kerja (Rp/HKO)
D1 = Anggota Lumbung DA = Dummy Anggota
D0 = Non Anggota Lumbung
e = Penyimpangan yang mungkin terjadi b0 = Intersep/Konstanta
b1-b6 = Koefisien regresi
1. Uji R2
Uji R2 (koefisien determinasi) digunakan untuk mengetahui kemampuan variabel bebas mempengaruhi variabel tak bebasnya. Semakin tinggi nilai R2 (semakin mendekati satu) makin erat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya. Dan sebaliknya semakin mendekati 0, maka makin kecil pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas.
Dimana nilai R2 adalah 0 < R2< 1, yang artinya :
a. Bila R2 = 1, berarti besarnya pengaruh dari variabel bebas terhadap naik turunnya variabel terikat sebesar 100 persen, sehingga tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya.
b. Bila R2 = 0, berarti variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat. Signifikan berarti hubungan yang terjadi dapat berlaku untuk populasi.
Penggunaan tingkat signifikansinya beragam, tergantung keinginan peneliti, yaitu 0,01 (1%) ; 0,05 (5%) dan 0,1 (10%)
Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Ho : b1 = b2 ... = b6 = 0
b. Ha : b1 ≠b2 ... b6 ≠0 (paling tidak ada salah satu yang tidak sama dengan nol)
c. F kritis = df1= k-1; df2= n-k (n= jumlah data; k= jumlah variabel) Kriteria pengujian yang digunakan adalah:
a. Nilai signifikansi <α, Fhitung >F kritis berarti Ho ditolak dan Ha diterima, maka variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
b. Nilai signifikansi >αberarti, F hitung ≤ F kritis berarti Ho diterima danHa ditolak, maka variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
3. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji secara parsial masing-masing variabel.
Hasil uji t dapat dilihat pada tabel coefficients pada kolom sig (significance).
Jika probabilitas nilai t atau signifikansi < 0,1, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Namun, jika probabilitas nilai t atau signifikansi > 0,1, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara masing- masing variabel bebas terhadap variabel terikat.
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Hipotesis yang digunakan untuk menguji persamaan di atas adalah:
a. Ho : b1 = b2 = … = 0
b. Ha : b1 ≠b2 … = b6 ≠0 (paling tidak ada salah satu yang tidak sama dengan nol)
c. t kritis = signifikansi = df= n-k-1 (k= jumlah variabel independen) Kriteria pengujian yang digunakan adalah:
a. Nilai signifikansi <α, t hitung > t kritis maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
b. Nilai signifikansi >α, t hitung ≤ t kritismaka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel bebas secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas ( Usman, 1995).
3.6. Definisi Operasional
Untuk membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka variabel-variabel yang dijadikan bahan analisis dalam penelitian ini perlu dioperasionalkan sebagai berikut :
1. Lumbung pangan merupakan lembaga cadangan pangan di daerah perdesaan, berperan dalam mengatasi kerawanan pangan masyarakat.
2. Anggota kelompok lumbung pangan adalah petani yang berada dalam kelompok lumbung pangan.
3. Petani padi adalah petani yang mengusahakan tanaman padi mulai pengolahan lahan, penyemaian, penanaman, pemeliharaan sampai pemaneman.
4. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usahatani padi dan total biaya usahatani padi dinyatakan dengan rupiah (Rp).
5. Luas lahan adalah luas lahan yang diusahakan petani untuk berusahatani padi selama satu musim baik lahan milik sendiri maupun sewa, dihitung dalam satuan hektar (ha).
6. Harga benih adalah jumlah benih yang digunakan untuk usahatani tanaman padi, diukur dalam Rp/Kg.
7. Harga pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan dalam usahatani padi yang di ukur dalam Rp/Kg.
8. Harga Pestisida adalah jumlah pestisida yang digunakan untuk usahatani tanaman padi yang di ukur dalam Rp/Kg.
9. Upah Tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk usahatani padi, diukur dalam hari orang kerja (HKO).
10. Variabel Dummy adalah variable kualitatif yang di ubah menjadi variabel kuantitatif dimana dummy anggota disimbolkan dengan angka 1 dan
dummy non anggota di beri angka 0.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak Geografis
Desa Bontoloe merupakan salah satu desa di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Desa Bontoloe dibentuk pada tahun 1993 dengan Luas wilayah desa Bontoloe 219,91 Ha dengan pembagian luas wilayah menurut penggunaan, luas wilayah pemukiman 43,27 Ha, luas persawahan 137,49 Ha, luas tambang ikan 5 Ha, luas pekarangan 29,15 Ha, luas kuburan 3 Ha, perkantoran 2 Ha. Secara administrasi desa Bontoloe memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
• Disebelah Utara berbatasan dengan Desa Boddia dan Desa Pattinoang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
• Disebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bentang Kecamatan Galesong Selatan Kabupaten Takalar.
• Disebelah Timur berbatasan dengan Desa Kalenna Bontomangape Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
• Disebelah Barat berbatasan dengan Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
Berdasarkan data curah hujan selama 2 tahun terakhir menunjukkan bahwa peta klasifikasi iklim menurut aldemen wilayah kerja Desa Bontoloe mempunyai type iklim 0-4 dimana bulan basah 200 mm terjadi 3-4 bulan berturut-turut dan bulan kering 100 mm terjadi 5 bulan berturut-turut pada tahun 2010-2015 yang
disebabkan oleh gejala elnina yang menyebabkan bulan basah dan suhu udara maksimal 24oC.
Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong, Kabupaten takalar berada di ketinggian 2-10 m dari permukaan laut, dengan orbitasi jarak dari pusat (Pemerintah desa) yaitu :
• Jarak dari pusat pemerintah kecamatan 2 km.
• Jarak dari ibu kota kabupaten yaitu 17 km
• Jarak dari ibu kota propinsi 30 km.
4.2. Kondisi Demografis
Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan khuususnya di wilayah Desa Bontoloe. Dalam nilai universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta mobilitasnya harus dikendalikan. Jumlah penduduk yang besar tidak hanya menjadi modal pembangunan, akan tetapi dapat juga menjadi beban, bahkan dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti kebutuhan akan lapangan kerja, kebutuhan perumahan, pendidikan dan sebagainya. Selain itu komposisi penduduk yang tidak seimbang antara jumlah penduduk muda dengan usia produktif dapat menyebabkan rendahnya produktifitas. Begitu pula dengan persebaran penduduk yang tidak merata dapat
menimbulkan berbagai permasalahan.
4.2.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Penduduk merupakan hal yang sangat penting dalam suatu negara, suatu penduduk yang menempati suatu tempat/desa akan sangat menentukan kemajuan desa tersebut, dalam dunia kerja jenis kelamin sangat menentukan keberhasilan suatu usaha tersebut. Penduduk desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar dapat dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, komposisi usia penduduk, jenis pekerjaan/mata pencaharian, dan tingkat pendidikan.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin desa Bontoloe kecamatan Galesong kabupaten Takalar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar 2015.
No Jenis kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1.
2.
Laki-laki Perempuan
1.287 1.277
50,2 49,8
Total 2.564 100
Sumber: Profil Desa Bontoloe, 2015
Berdasarkan Tabel 1, penduduk Desa Bontoloe kecamatan Galesong kabupaten Takalar 2015 jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.287 jiwa dengan persentase 50,2 % hal ini karena penduduk laki-laki merupakan seseorang yang akan berperang penting dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan kata lain mencari nafkah untuk keluarganya dan prioritas berprofesi sebagai petani, sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 1.277 jiwa dengan persentase 49,8 % .
4.2.2. Penduduk Berdasarkan Komposisi Usia Penduduk
Usia seseorang menentukan produktif atau tidaknya dalam bekerja, usia muda lebih sering dikatakan lebih produktif dalam bekerja karena dinilai mempunyai kekuatan yang besar dan kuat sehingga lebih cenderung mempunyai pendapatan yang besar baik itu laki-laki maupun perempuan begitupun sebaliknya usia tua lebih sering dikatakan tidak produktif dalam bekerja karena sudah dianggap lemah, kekuatan yang dimiliki untuk bekerja sudah berkurang.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk berdasarkan komposisi usia penduduk desa Bontoloe kecamatan Galesong kabupaten Takalar dapat dilihat pada Tabel 2 .
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Komposisi Usia Penduduk Desa Bontoloe Kecamatan Galesong kabupaten Takalar 2015.
No. Usia (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
0-6 7-12 13-18 19-25 26-40 41-55 56-65 66-75
>75
326 237 346 297 650 443 149 100 19
12,70 9,23 13,5 11,6 25,32 17,25 5,80 3,90 0,74
Total 2.567 100
Sumber : Profil Desa Bontoloe, 2015
Berdasarkan Tabel 2, jumlah penduduk terbanyak yaitu pada usia 26-40 tahun dengan jumlah penduduk sebanyak 650 orang dengan persentase sebesar 25,32% hal ini karena pada usia tersebut termasuk dalam usia yang produktif
dalam berusahatani sehingga pendapatan yang diperoleh pun semakin meningkat karena pada usia tersebut masih kuat dan mampu untuk bekerja dan jumlah penduduk sedikit pada usia >75 tahun dengan jumlah penduduk sebanyak 19 orang dengan persentase sebesar 0,74% pada usia tersebut termasuk dalam golongan yang sudah tidak produktif dalam bekerja .
4.2.3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Sumber pendapatan masyarakat di Desa Bontoloe kecamatan Galesong Kabupaten Takalar tergolong berbeda-beda, seseorang yang mata pencahariannya baik, maka pendapatan yang diperolehnya pun semakin baik pula begitupun sebaliknya. Apabila mata pencahariannya kurang baik maka pendapatan yang diperoleh juga sedikit.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian desa Bontoloe kecamatan Galesong kabupaten Takalar dapat dilihat
pada Tabel 3 .
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar 2015.
No. Jenis pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Petani Buruh tani PNS
Pedagang barang kelontong Peternak
Montir
Perawat swasta Bidan swasta POLRI Guru swata Pedagang keliling Tukang kayu Tukang batu Dukun tradisoinal Karyawan swasta Wiraswasta Pelajar
Ibu rumah tangga
Pensiunan/purnawirawan Perangkat desa
Tambang Ikan Sopir
Tukang jahit Karyawan honorer
Pemilik usaha jasa transportasi Buruh jasa perdagangan hasbum Pengusaha perdagangan hasbum Belum bekerja
Tidak mempunyai pekerjaan tetap
604 109 42 34 17 2 2 1 1 20 15 5 3 2 22 60 540 661 8 9 26
2 2 25 11 5 1 294
41
23,55 4,25 1,63 1,32 0,66 0,07 0,07 0,039 0,039 0,78 0,58 0,19 0,11 0,78 0,85 2,34 21,06 25,78 0,31 0,35 1,01 0,78 0,78 0,97 0,42 0,19 0,039 11,46 1,59
Total 2.564 100
Sumber : Profil Desa Bontoloe, 2015.
Berdasarkan Tabel 3, jumlah penduduk Desa Bontoloe berdasarkan mata pencaharian terbanyak yaitu petani dengan jumlah 604 dengan persentase sebesar
23,55% karena hal ini sebabkan karena petani suatu merupakan pekerjaan/mata pencaharian utama masyarakat Desa Bontoloe dengan lahan pertanian yang luas dan berpotensi besar dalam sehingga dapat meningkatkan ekonomi keluarga.
Sedangkan jumlah penduduk Desa Bontoloe berdasarkan mata pencaharian sedikit yaitu pengusaha perdagangan hasil bumi, bidan swasta, dan POLRI dengan jumlah yang sama yaitu 1 dengan persentase sebesar 0,039% karena hal tersebut merupakan pekerjaan yang hanya di dapatkan oleh orang-orang tertentu saja.
4.2.4. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang mendukung dalam segala hal termasuk dunia kerja, dari pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk masa depannya. Dengan pendidikan seseorang akan lebih dihormati, dihargai dibandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal seperti pendidikan melalui bangku sekolah sedangkan pendidikan informal sepeti pengalaman, kursus dan lain sebagainya. Selain itu dengan pendidikan seseorang akan lebih berfikir dalam bertindak karena akan memikirkan akibat dari perbuatan yang akan dilakukannya.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan desa Bontoloe kecamatan Galesong kabupaten Takalar dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar 2015.
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1
2 3 4 5 6
Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat D-2/sederajat Tamat D-3/sederajat Tamat S-1/sederajat
457 199 625 26 15 73
32,13 13,99 43,95 1,75 1,05 5,13
Total 1.422 100
Sumber : Profil Desa Tmbuseng, 2015
Berdasarkan Tabel 4, jumlah penduduk Desa Bontoloe berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak yaitu tamat SMA/sederajat sebanyak 625 orang dengan persentase sebesar 43,95% karena disebabkan faktor ekonomi yang rendah sehingga tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (perguruan tinggi) dan tingkat pendidikan sedikit yaitu D-3 dengan jumlah sebanyak 15 orang dengan persentase sebesar 1,05%.
4.2.5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana di Desa Bontoloe saat ini dinilai cukup memadai.
Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis sarana yang telah tersedia baik sarana angkutan, sarana pendidikan dan sarana sosial. Sarana dan prasarana di Desa Bontoloe kecamatan Galesong kabupaten Takalar dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sarana dan Prasarana di Desa Bontoloe kecamatan Galesong kabupaten Takalar tahun 2015.
No. Sarana dan Prasarana Unit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8 9.
10.
11.
12.
Kantor Desa Pasar Tradisional Puskesdes
Posyandu
Gedung SD/sederajat Gedung TK
Lembaga Pendidikan Agama Perpustakaan Desa
Masjid Jalan Desa Sumur Pompa
Lapangan Olahraga
1 1 1 6 2 1 1 1 4 1 25
1 Sumber: Propil Desa Bontoloe, 2015
Berdasarkan Tabel 5, menjelaskan bahwa sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Bontoloe yaitu kantor desa sebanyak 1unit, pasar tradisional sebanyak 1 unit, puskesdes sebesar 1 unit, posyandu sebanyak 6 unit, gedung SD/sederajat sebanyak 2 unit, gedung TK sebanyak 1 unit, lembaga pendidikan agama sebanyak 1 unit, perpustakaan desa sebanyak 1 unit, majid sebanyak 4 unit, jalan desa sebanyak 1 unit, sarana dan prasaran terbanyak adalah sumur pompa sebanyak 25 unit karena sumber air yang terdapat di Desa Bontoloe sangat kurang yang menyebabkan masyarakat Desa Bontoloe kekurangan air baik itu dalam pemenuhan kebutahan sehari-hari maupun dalam usahataninya, kemudian
lapangan olahraga sebanyak 1 unit.