• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SPASIAL-TEMPORAL UNTUK MENGKAJI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEBARAN

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA BOGOR

AMITA RAHMAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

AMITA RAHMAT. Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan I MADE SUMERTAJAYA.

Kota Bogor merupakan daerah padat penduduk dan memiliki angka mobilitas penduduk yang tinggi karena ditunjang sarana transportasi yang baik. Dampak negatif yang timbul adalah penyebaran penyakit menular menjadi semakin tinggi. Salah satu penyakit menular yang ditemukan di Kota Bogor adalah demam berdarah (DB). Demam berdarah disebarkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia tidak membedakan usia dan jenis kelamin. Radius jarak terbang nyamuk Aedes aegypti ini adalah 50-100 meter. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor spasial dan non-spasial yang mempengaruhi penyebaran penyakit DB di Kota Bogor tahun 2011 menggunakan model spasial-temporal regresi dengan pendekatan regresi sekuensial dan regresi data panel. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu: jumlah penderita penyakit DB, jumlah kepadatan penduduk, jumlah mobilitas penduduk, rata-rata umur penderita DB dan jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor.

Hasil penelitian menunjukkan hampir keseluruhan kelurahan di Kota Bogor merupakan daerah endemis penyakit DB terlihat dari data jumlah penyakit DB di 3 tahun yaitu tahun 2009, tahun 2010 dan tahun 2011 ditemukan kasus DB di hampir seluruh kelurahan di Kota Bogor. Kelurahan Muarasari yang tidak ditemukan kasus DB di tahun 2009, tahun 2010 dan tahun 2011. Jumlah penderita DB mengalami penurunan dari 1791 di tahun 2010 turun menjadi 612 di tahun 2011. Hal ini menunjukkan keberhasilan dari program pemerintah melalui Dinas Kesehatan Kota Bogor dalam upaya mengurangi penyebaran penyakit DB di Kota Bogor. Model regresi spasial-temporal dengan pendekatan regresi sekuensial dan regresi data panel menunjukkan adanya pengaruh spasial terhadap penyebaran penyakit DB di Kota Bogor. Faktor-faktor non-spasial yang berpengaruh terhadap jumlah penderita DB di Kota Bogor pada pendekatan regresi sekuensial dan regresi data panel yaitu mobilitas penduduk dan jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor. Nilai koefisien regresi sekuensial untuk efek temporal jumlah penderita DB di tahun 2009 sebesar -0.00563 (p=0.62) dan tahun 2010 sebesar 0.017584 (p=0.08) tidak signifikan terhadap jumlah penderita DB di Kota Bogor pada tahun 2011. Nilai koefisien regresi dummy tahun D2009 sebesar 3.33 (p=0.20) dan D2010 sebesar 3.71 (p=0.19) juga tidak signifikan pada pendekatan model regresi data panel. Model regresi spasial-temporal dengan pendekatan regresi sekuensial lebih baik dalam menangkap pola hubungan penyakit DB di Kota Bogor dibandingkan dengan pendekatan regresi data panel, hal ini terlihat dari nilai koefisien determinasi sekuensial sebesar 73.27% dan MSE sebesar 0.48.

(5)

SUMMARY

AMITA RAHMAT. Spatial-Temporal Analysis for Assessing Factors Affecting The Distribution of Dengue Fever Disease in Bogor. Supervised by MUHAMMAD NUR AIDI and I MADE SUMERTAJAYA.

Bogor City as one of high populated cities in Indonesia is increasing day by day, either in mobility of transportation or number of entrepreneurship. This leads not only to the increasing of regional income, but also to the negative impact, such as disease infection. One of the infectious diseases found in Bogor City is Dengue Fever (DF). DF is transmitted to human through the bite of Aedes aegypti mosquitoes. Aedes aegypti mosquitoes make no distinction in biting human. They bite human in every age and gender. Aedes aegypti mosquitoes are able to fly in radius 50-100 meters. This study aims to look at the factors of spatial and non-spatial number of people that influences the spread of DF in Bogor City in 2011 by using regression spatial-temporal model with sequential approach and panel data regression. The data were secondary data which were: number of DF patients and density population, population mobility, average age of patients and the number of health center in 68 villages in Bogor City.

The result showed that most villages in Bogor City are DB endemic. This is seen through the total of DB patient in 2009, 2010, and 2011 which reported that DF was found in every village in Bogor City, except Muarasari village which was DF free in 2009, 2010, and 2011. The number of DF patient decreased from 1791 in 2010 to 612 in 2011. This was the result of Bogor City Health Department's effort in reducing the spread of the disease in Bogor City. Spatial-temporal regression model with sequential regression approach and panel data regression indicated that the influence of spatial towards DF spread in Bogor City. The influencing non-spatial factors toward the number of DF patient in Bogor City on sequential regression and panel data regression approach were population mobility and the number of health center in 68 villages in Bogor City. The coefficient sequential regression value for temporal effect of DF patient in 2009 is -0.00563 (p=0.62) and in 2010 is 0.017584 (p=0.08), insignificant to the total number of DF patient in Bogor City in 2011. The value of dummy coefficient regression in year D2009 is 3.33 (p=0.20) and D2010 is 3.71 (p=0.19) is also insignificant to the data panel regression model approach. Spatial-temporal regression model with sequential regression approach was better at capturing the relationship of DF pattern in Bogor City compared to data panel regression, this is seen through the value of sequential determination coefficient of 73.27% and MSE of 0.48.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika Terapan

ANALISIS SPASIAL-TEMPORAL UNTUK MENGKAJI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEBARAN

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI KOTA BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor Nama : Amita Rahmat

NIM : G152110081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS Ketua

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika Terapan

Dr Ir Indahwati, Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 18 Agustus 2014

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Analisis Spasial-Temporal untuk Mengkaji Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Penyakit Demam Berdarah di Kota Bogor ini berhasil diselesaikan. Sholawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada junjungan saya Nabi Muhammad SAW atas syafa’at yang diberikan kepada umatnya hingga akhir zaman.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS dan Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi sebagai pembimbing telah banyak meluangkan waktunya dengan sabar membimbing penulis sampai menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Indahwati, MSi sebagai Ketua Program Studi Statistika Terapan (STT) dan Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS sebagai penguji luar komisi atas masukan dan sarannya kepada penulis. Karya ilmiah ini penulis dedikasikan kepada Baba, Mama dan Adek atas

segala do’a dan kasih sayangnya kepada penulis. Terima kasih juga diucapkan

kepada Bay Naomi, atas dukungan dan perhatiannya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Demam Berdarah (DB) 2

Faktor-Faktor Penyebab DB 3

Regresi 5

Regresi Spasial 6

Regresi Spasial-Temporal 8

Regresi Data Panel 8

Regresi Sekuensial 9

Matriks Pembobot Spasial 9

Queen’s Moves 10

3 METODE PENELITIAN 10

Data 10

Metode Analisis 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Karakteristik Data 14

Pemodelan 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 29

(12)

DAFTAR TABEL

1 Korelasi jumlah penderita penyakit DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010

dan 2011 16

2 ANOVA model regresi spasial-temporal dengan pendekatan regresi sekuensial 23

DAFTAR GAMBAR

1 Pola Queen's Moves 10

2 Peta sebaran jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota

Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 14

3 Jumlah penderita DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 15 4 Jumlah penderita DB tahun 2009 berdasarkan jenis kelamin 16 5 Jumlah penderita DB tahun 2010 berdasarkan jenis kelamin 17 6 Jumlah penderita DB tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin 17 7 Rata-rata umur penderita DB tahun 2009, 2010 dan 2011 18 8 Kepadatan penduduk di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 19 9 Mobilitas penduduk di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 20 10 Jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di Kota Bogor tahun 2009,

2010 dan 2011 20

11 Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabulasi data untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan

menggunakan pendekatan regresi sekuensial 29

2 Tabulasi data untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan

menggunakan pendekatan regresi data panel 31

3 Hasil output program untuk pemodelan regresi 37

4 Hasil output program untuk pemodelan regresi setelah peubah responnya ditransformasi dengan bentuk akar kuadrat 38 5 Hasil output program untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan

menggunakan pendekatan regresi sekuensial 39

6 Hasil output program untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mobilitas penduduk yaitu perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu mobilitas non permanen (tidak tetap) dan mobilitas permanen (tetap) (Kemdiknas 2012). Menurut Tjiptoherijanto (2000) mobilitas penduduk merupakan bagian integral dari proses pembangunan secara menyeluruh. Mobilitas telah menjadi penyebab dan penerima dampak dari perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial suatu daerah. Dampak sosial yang diakibatkan oleh mobilitas penduduk adalah kepadatan jumlah penduduk dan penyebaran suatu penyakit meningkat. Salah satu penyakit yang ikut tersebar karena pengaruh adanya mobilitas penduduk adalah penyakit demam berdarah (DB).

Demam berdarah disebarkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari (Kristina et al. 2004). Nyamuk Aedes aegypti tersebar di Indonesia, kecuali daerah dengan ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia tidak membedakan usia dan jenis kelamin. Radius jarak terbang nyamuk Aedes aegypti ini adalah 50-100 meter. Kota Bogor berada pada ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas permukaan laut dengan kepadatan jumlah penduduk sebesar 8020 orang/km2 (BPS 2011). Kota Bogor merupakan habitat yang cocok untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti, sehingga berpotensi besar penyebaran penyakit DB.

Nadra (2006) menerapkan pemodelan regresi Auto-Gaussian untuk analisis hubungan spasial di 68 kelurahan di Kota Bogor terhadap jumlah penderita DB tahun 2005 di Kota Bogor, Kartika (2007) menggunakan statistik pengukuran

Indeks Moran, Geary’s Ratio dan Chi-Square Statistic untuk melihat hubungan

spasial jumlah penderita DB tahun 2005 di Kota Bogor, Mahtumah (2011) menggunakan regresi logistik untuk analisis spasial jumlah penderita DB tahun 2008 di Kota Bogor dan Praja (2013) menghitung nilai Indeks Moran dan Indeks LISA penyakit DB di Kota Bogor tahun 2007-2011. Mereka menyimpulkan penderita DB di Kota Bogor mempunyai autokorelasi spasial positif.

(14)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor spasial, non-spasial yaitu: kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, rata-rata umur penderita DB dan jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor pada tahun 2011 dan temporal jumlah penderita penyakit demam berdarah (DB) tahun 2009 dan 2010 yang mempengaruhi penyebaran penyakit DB di Kota Bogor tahun 2011.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Demam berdarah (DB)

Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Kristina et al. (2004) mengatakan demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Demam Berdarah (DB) disebut juga dengue hemorrhagic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue (DD), dan dengue shock syndrome (DSS).

Demam berdarah adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak berusia di bawah 15 tahun, disertai dengan pendarahan dan dapat menimbulkan syok yang dapat mengakibatkan kematian penderita. Demam berdarah di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru diperoleh pada tahun 1970 oleh Swandana yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke seluruh Indonesia (Sylvana et al. 2000).

(15)

3

Faktor-Faktor Penyebab DB

Sylvana et al. (2000) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus demam berdarah sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali (3) Tidak ada kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Hapsari et al. (2010) mengatakan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya demam berdarah sangat kompleks, antara lain iklim dan pergantian musim, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk dan transportasi. Sutaryo (2005) faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit DB adalah: faktor host, faktor lingkungan (environtment), kondisi demografi dan jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit.

Faktor Host Kerentanan (Susceptibility) dan Respons Imun

Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang mempengaruhi host adalah:

1. Umur

Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epidemi dengue di Gorontalo kebanyakan anak-anak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi epidemi DB penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DB menyerang anak-anak di bawah 15 tahun Sutaryo (2005).

2. Nutrisi

Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat atau ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik. 3. Populasi

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya penyebaran virus dengue. Daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DB, hal ini dikarenakan vektor penyebaran virus dengue yaitu nyamuk Aedes aegypti dapat terbang sampai radius 50-100 meter.

4. Mobilitas Penduduk

Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue.

Faktor Lingkungan (Environtment)

Faktor lingkungan yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim)

1. Letak Geografis

(16)

dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi 2006). Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam 5 hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam 5 hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro & Satari 2002).

2. Musim

Negara dengan 4 musim, epidemi DB berlangsung pada musim dingin. Di Asia Tenggara epidemi DB terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DB terjadi beberapa minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi (Hadinegoro & Satari 2002).

Kondisi Demografi

Faktor kondisi demografi adalah kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk.

Jenis Nyamuk Sebagai Vektor Penular Penyakit

Mandriani (2009) mengatakan bahwa Penularan DB dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadi penularan DB adalah:

1. Wilayah yang banyak kasus DB (rawan/endemis).

2. Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue yang cukup besar seperti: Sekolah, Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya (hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain).

3. Pemukiman baru di pinggir kota, penduduk pada lokasi ini umumnya berasal dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan diantaranya terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue yang berbeda dari masing-masing lokasi.

Faktor Gen

(17)

5

Gejala Utama

Selanjutnya dikatakan pula oleh Mandriani (2009), bahwa gejala utama bagi penderita penyakit demam berdarah (DB) adalah:

1. Demam

Demam tinggi yang mendadak, terus-menerus berlangsung selama 2-7 hari, naik turun (demam bifosik). Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam berdarah. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seajan sembuh hati–hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.

2. Tanda –Tanda Perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati, trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravasculer yang menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Retekia merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, dan hematemesis.

3. Hepatomegali

Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari hanya sekedar diraba sampai 2-4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri jika ditekan pada daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan.

4. Syok

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akan teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Soedarto (1996) pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.

Regresi

(18)

tinggi maupun yang pendek serupa ke arah rata-rata tinggi semua laki-laki (Gujarati 1997).

Analisis Regresi adalah analisis statistika yang memanfaatkan hubungan antara dua atau lebih peubah kualitatif sehingga salah satu peubah dapat diramalkan dari peubah lain, misalnya X dan Y. Bila hanya terdapat satu X dan satu Y maka dinamakan regresi linear sederhana sedangkan jika memiliki lebih dari satu peubah X maka dinamakan regresi linear berganda. Bila X diatur, yaitu bila percobaan dirancang, maka proses percobaan menetapkan atau memilih nilai-nilai Xi terlebih dahulu dan kemudian mengamati nilai-nilai padanannya Yi, dengan model persamaan sebagai berikut:

Y = 0+ 1X +ε

dengan �i adalah sisaan yang memiliki nilai tengah 0 dan ragam �2 (Walpole 1986). Asumsi-asumsi lain yang diperlukan untuk analisis selanjutnya adalah kebebasan antar pengamatan, keaditifan model, kehomogenan ragam dan kenormalan pola sebaran data (Aunudin 2005).

Regresi Spasial

Hukum pertama tentang geografi dikemukakan oleh W.Tobler (Anselin

1988), yang mengatakan “Everything is related to everything else, but near thing

are more related than distant thing”. Setiap hal saling terhubung antara satu dengan yang lainnya, tetapi keberadaan suatu hal yang saling berdekatan memiliki hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan yang jauh. Hukum tersebut merupakan dasar pemikiran dalam menentukan hubungan pengaruh spasial antar wilayah yang saling bertetangga.

Model regresi spasial yang dikembangkan oleh Anselin (1988) yaitu model General Spatial Model (GSM) seperti yang ditunjukkan dengan persamaan berikut:

n × n yang diketahui. Bentuk matriksnya dapat ditulis sebagai berikut:

�= y1 y2 … yn T ; �= u1 u2 … un T; �= ε1 ε2 … εn T

(19)

7

autokorelasi antar sisaan. Pendugaan parameter GSM dengan metode pendugaan kemungkinan maksimum dalam Anselin (1988) yaitu:

Dari persamaan (1) dapat dinyatakan dalam bentuk:

� − ρ �= �+ � atau

(� − ρ )�= �+ � (3)

dan persamaan (2) dapat dinyatakan dalam bentuk:

� − �= � atau

�= (� − )− � (4)

persamaan (3) disubstitusikan ke persamaan (4) diperoleh

(� − ρ )�= �+ (� − )− �

(� − )− � = � − ρ �– � (5) jika persamaan (5) dikalikan dengan � − � , maka diperoleh

� = � − � − ρ �– � (6) Nilai fungsi kemungkinan peubah ε adalah

L σ2;ε = c ε −1 2exp −1

T −1ε (7)

dengan V adalah matriks ragam koragam dari ε. Bila diasumsikan =σ2I,

=σ2n I =σ2n

Invers dari matriks ragam koragam dari − = σ−2I. Dengan mensubstitusikan nilai dan − ke persamaan (7) maka diperoleh

L σ2;ε = c ε σ2n −1 2exp 1 2σ2ε

Tε (8)

dari hubungan ε dan y pada persamaan (6), didapatkan nilai Jacobian

J = ∂x

∂y = � − � − ρ

dengan mensubstitusikan persamaan (6) ke persamaan (8) diperoleh fungsi kemungkinan untuk y yaitu: sebagai Ω dan penduga � diperoleh dengan memaksimalkan fungsi pendugaan di atas, sehingga diperoleh pendugaan bagi �sebagai berikut:

(20)

Regresi Spasial-Temporal

Model persamaan umum regresi linear di atas diasumsikan masih terdapat korelasi spasial pada ε sisaannya. Model regresi linear yang mengandung unsur spasial dimodelkan sebagai berikut:

Y = 0+ρ Y + X +ε*

Selanjutnya �∗ dari model spasial regresi yang masih mengandung unsur temporal dimodelkan kembali menggunakan model regresi spasial-temporal, pada penelitian ini model regresi yang diinginkan adalah sebagai berikut:

Yit = 0+ 1Yit−1+ 2Yit−2+ + nYit−n+ρ Yit + 1X1it + 2X2it + tahun ke-t, 0 adalah koefisien regresi (intersep), ρ adalah koefisien regresi Yit, 1 adalah koefisien regresi Yit−1, 2 adalah koefisien regresi Yit−2, n adalah koefisien regresi Yitn, 1 adalah koefisien regresi X1it, 2 adalah koefisien regresi X2it, 3 adalah koefisien regresi X3it, m adalah koefisien regresi Xmit dan

εit adalah sisaan model regresi.

Regresi Data Panel

Berdasarkan waktu pengambilannya, data pengamatan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Data deret waktu adalah data yang terkumpul dari waktu ke waktu untuk memberikan gambaran perkembangan suatu kegiatan atau keadaan.

2. Cross Section data adalah data yang terkumpul pada suatu waktu tertentu untuk memberikan gambaran suatu kegiatan atau keadaan pada waktu itu. 3. Data Panel adalah kombinasi dari data deret waktu dan cross section data.

Data Panel merupakan kumpulan data cross section yang diamati secara simultan/serentak dari waktu ke waktu (time series).

Gujarati (2003) menjabarkan ada tiga metode untuk menduga model regresi data panel, berikut:

1. Pooled Least Square (PLS) adalah metode regresi yang menduga data panel dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Yit = 0+ 1X1it + 2X2it + + pXpit + it

2. Fixed Effect (FE) adalah metode regresi yang menduga data panel dengan menambahkan variabel dummy.

Yit = 0+ 1X1it + 2X2it + + pXpit + 1D1+ 2D2 + + pDp+εit 3. Random Effect (RE) adalah metode regresi yang menduga data panel dengan

menghitung error dari model regresi dengan metode Generalized Least Square (GLS).

(21)

9

untuk i=1,2,3,… n (banyaknya kumpulan data cross-section) dan t=1,2,3,….t

adalah banyaknya waktu pengamatan sekumpulan data dari waktu ke waktu. Pengujian dilakukan untuk melihat kesesuaian model ketika menggunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Pengujian ini menggunakan Chow-test atau Likelihood rati-test dengan hipotesis berikut:

H0: model mengikuti Pooled Least Square

H1: model mengikuti Fixed Effect

Pengujian dilakukan untuk melihat kesesuaian model apakah baik ketika menggunakan Fixed Effect atau Random Effect. Pengujian ini menggunakan Hausman test dengan hipotesis berikut:

H0: model mengikuti Random Effect

H1: model mengikuti Fixed Effect

Regresi Sekuensial

Regresi sekuensial merupakan serangkaian model regresi yang dapat memberikan cara untuk mendefinisikan koefisien tambahan langsung dan tidak tergantung pada koefisien parsial. Kecenderungan antar peubah bebas untuk saling berkorelasi dan hal ini sulit untuk dihindarkan pada data-data tertentu khususnya data pada bidang ekonomi dan sosial, walaupun secara statistika terlihat tidak lagi adanya korelasi yang tinggi antara peubah penjelas sehingga diperlukan cara untuk menginterpretasikan koefisien regresi tanpa menghilangkan pengaruh peubah penjelas yang lain (Kruskal 1987).

Pendugaan koefisien regresi 0 dilakukan secara bertahap dengan langkah awalnya dilakukan pemodelan global atau regresi umum seperti berikut :

Y = 0+ 1X +ε∗

Pemodelan regresi dengan model lokal menggunakan �∗ sebagai Y∗. Nilai Y∗

yang digunakan dalam pemodelan lokal untuk menduga koefisien regresi model lokalnya. Salah satu contoh model lokalnya dengan regresi spasial, modelnya sebagai berikut:

Y∗ = ρ Y + X +ε∗∗

Nilai pendugaan koefisien yang diperoleh digabungkan dengan memasukkan kembali ke model global awal.

Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial merupakan matriks yang menggambarkan kekuatan interaksi antar daerah. Misalnya terdapat n unit daerah, maka digunakan matriks berdimensi nxn yang menyatakan hubungan spasial. Setiap nilai dalam matriks menjelaskan hubungan antar daerah yang diuraikan oleh baris dan kolom. Untuk mengetahui sejauh mana masing-masing tetangga memberikan pengaruh terhadap suatu daerah, maka dapat dihitung perbandingan antara nilai suatu daerah dengan total nilai daerah tetangga yang mempengaruhinya. Hasil dari perhitungan ini didapatkan nilai pembobot (� ) untuk setiap unit yang saling bertetangga.

(22)

Nama lain dari matriks pembobot spasial adalah row standardized matrix, yang disimbolkan sebagai W. � adalah nilai dalam matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks W merupakan turunan dari binary matrix C. Walaupun berasal dari matriks C, matriks W bukanlah merupakan matriks yang simetrik (Lee & Wong 2001).

Queen’s Moves

Queen’s moves merupakan metode yang digunakan untuk menentukan bagaimana hubungan spasial atau kedekatan antar daerah dibentuk. Hubungan spasial antar daerah didefinisikan seperti pada langkah ratu pion pada permainan catur (Silk, 1979). Jadi hubungan spasial (kedekatan antar wilayah) dapat dilihat melalui Queen’s Moves, dimana daerah yang berhimpit kearah kanan, kiri, atas, bawah dan juga secara diagonal mengindikasikan bahwa daerah tersebut saling berdekatan. Semua daerah yang berada di sekeliling X (titik pusat) dan berbatasan langsung dinyatakan sebagai tetangga. Seperti gambar 1 berikut:

Gambar 1 Pola Queen's Moves

3

METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data jumlah penderita demam berdarah (DB) tahun 2009, 2010 dan 2011 (Y) dan rata-rata umur penderita DB (X3) di 68 kelurahan di Kota Bogor diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. Jumlah kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk (X2) dari nilai mutlak perpindahan penduduk datang dan pindah, jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu (X4) di 68 kelurahan di Kota Bogor menggunakan data Kecamatan Bogor Dalam Angka yang diperoleh dari BPS Kota Bogor. Peta administrasi Kota Bogor tahun 2010 dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor untuk menentukan matriks pembobot spasialnya.

Metode Analisis

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan, hal ini dapat terlihat dari penjabaran di bawah ini:

1. Melihat Karakteristik Data

(23)

11

hubungan antar peubah yang diamati secara deskriptif dengan tahapan sebagai berikut:

i. Membuat peta spasial pola penyebaran penyakit DB berdasarkan data jumlah penderita DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011. Kelurahan itu dikelompokkan kedalam tiga kategori daerah yaitu endemis, sporadis dan potensial. Kelurahan yang dikategorikan endemis yaitu kelurahan yang terdapat warganya menderita kasus DB sepanjang tahun 2009, 2010 dan 2011. Kelurahan yang termasuk kategori sporadis yaitu kelurahan yang dalam satu atau dua tahun terakhir di kelurahan tersebut masih terdapat warganya yang menderita kasus DB dan kelurahan potensial yaitu kelurahan yang sepanjang tahun 2009, 2010 dan 2011 tidak ditemukan warganya menderita kasus DB.

ii. Data jumlah penderita kasus demam berdarah (DB) di 6 kecamatan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 disajikan dalam bentuk diagram garis. iii. Korelasi data jumlah penderita pada tahun 2009, 2010 dan 2011. Korelasi

antara data jumlah penderita DB tahun 2009, 2010 dan 2011 dihitung untuk melihat apakah penderita di tahun 2009 mempengaruhi penderita DB di tahun 2010 dan 2011, penderita DB di tahun 2010 juga mempengaruhi jumlah penderita DB tahun 2011.

iv. Data jenis kelamin penderita kasus DB di 6 kecamatan tahun 2009, 2010 dan 2011 disajikan dalam bentuk diagram batang untuk melihat mana yang lebih banyak terserang penyakit DB, apakah laki-laki atau perempuan. v. Data rata-rata umur penderita penyakit DB, data jumlah kepadatan

penduduk, mobilitas penduduk, rata-rata umur penderita DB di 6 kecamatan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 dibuat dalam bentuk diagram garis dan batang, sedangkan jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 6 kecamatan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 dibuat dalam bentuk pie chart.

2. Pemodelan

Tahapan pertama dalam pemodelan ini ialah meregresikan peubah respon data jumlah penderita DB di 68 kelurahan di Kota Bogor (Y1) dengan peubah penjelasnya yaitu jumlah kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk (X2), rata-rata umur penderita DB (X3), jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu (X4) di 68 kelurahan di Kota Bogor. Sisaan dari model regresi umum tersebut dilihat apakah telah memenuhi asumsi klasik pada regresi yaitu sisaannya menyebar normal, ragam homogen dan sisaan saling bebas. Model persamaan regresi tersebut mengikuti bentuk model sebagai berikut:

(24)

melihat pengaruh efek spasial dan temporal penyakit DB di tahun 2011 dengan menggunakan dua pendekatan yaitu regresi sekuensial dan regresi data panel. Model regresi spasial-temporal yang diinginkan berikut ini:

Yi,2011 = β0Yi,2009+ β1Yi,2010+ρ Yi,2011+ α1X1i,2011 +α2X2i,2011 +

α3X3i,2011 +α4X4i,2011 +εi,2011

Pendekatan pada pemodelan regresi spasial-temporal pada penelitian ini yaitu regresi sekuensial dan regresi data panel dengan tahapan sebagai berikut:

a. Regresi Sekuensial

Struktur data pada pendekatan regresi sekuensial untuk peubah penjelasnnya menggunakan data 1 tahun yaitu tahun 2011. Pendugaan koefisien model spasial-temporal dengan data tahun 2011 ini tidak dapat dilakukan secara langsung tetapi secara bertahap. Pendugaan koefisien regresi yang menggunakan pendekatan regresi sekuensial dilakukan dengan proses sebagai berikut:

i. Menduga koefisien regresi 0, 1, 2, 3 dan 4 dengan pemodelan regresi umum

Yi,2011 = β01X1i,20112X2i,20113X3i,20114X4i,2011 +ε∗i,2011

Sisaan dari model dilakukan pengujian

ii. Menduga koefisien � pemodelan regresi dengan model spasial dengan matriks pembobotnya menggunakan prinsip Queen’s Moves dengan �∗2011 sebagai Y∗2011 .

Y∗i,2011 = ρ Yi,2011 + ε∗∗i,2011

iii. Menduga koefisien 1 dan 2 pemodelan regresi dengan model temporal dengan �∗∗2011 sebagai Y∗∗2011

Yi,2011∗∗ = β1Yi,2010 +β2Yi,2009 + ε∗∗∗i,2011

Nilai koefisien regresi digabungkan kembali menjadi bentuk model regresi spasial-temporal seperti di bawah ini:

Yi,2011 = 0+β1Yi,2009+ β2Yi,2010+ρ Yi,2011+ α1X1i,2011 +α2X2i,2011+

α3X3i,2011 +α4X4i,2011 +εi,2011

b. Regresi Data Panel

Pendekatan dengan menggunakan model regresi data panel menggunakan data selama 3 tahun yaitu 2009, 2010 dan 2011. Data disusun untuk tahun 2009 dari nomor 1-68, kemudian tahun 2010 dari nomor 69-136 dan tahun 2011 dari nomor 137-204. Sehingga model regresi spasial-temporal dengan pendekatan data panelnya disusun mengikuti model berikut:

Yit = 0+ 1Di,2009+ 2Di,2010+ ρ Yit + 1X1it + 2X2it + 3X3it + 4X4itit

(25)

13

tidak memiliki cukup data di tahun sebelumnya, tetapi tetap ingin melihat pengaruh temporal dan spasialnya.

3. Menghitung Matriks Pembobot Spasial

Penentuan kedekatan antara kelurahan di Kota Bogor dengan membuat matriks contiguity mengacu pada Queen’s moves. Kedekatan antar kelurahan di Kota Bogor ini ditentukan dengan menggunakan peta wilayah administrasi Kota Bogor tahun 2010. Karena di Kota Bogor terdapat 68 kelurahan, maka matriks contiguitynya berukuran 68x68. Matriks pembobot spasial W ukuran 68x68 dikalikan Yi,2011 dengan ukuran 68x1 hasilnya Yi,2011 dengan ukuran 68x1. Hasil Yi,2011 adalah rata-rata jumlah penderita DB tetangga kelurahan ke-i yang dipakai dalam pemodelan pendekatan sekuensial regresi selanjutnya.

Pendekatan model regresi spasial-temporal dengan regresi data panel matriks pembobot spasial dihitung untuk setiap tahunnya, kemudian dipanelkan hasil perhitungannya dengan susunan mendatar. Karena data pada peubah penjelas dan responnya dipakai selama 3 tahun dan terdapat 68 kelurahan di wilayah Kota Bogor. Sehingga diperoleh Yi,2009, Yi,2010 dan Yi,2011 yang disusun dari tahun 2009, 2010 dan 2011. Hasil WYi,2009, Yi,2010 dan Yi,2011 adalah rata-rata jumlah penderita DB kelurahan ke-i tahun 2009, 2010 dan 2011 ini yang dipakai dalam pemodelan pendekatan regresi data panel selanjutnya.

4. Membuat Tabulasi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu data untuk pendekatan Regresi Sekuensial dan pendekatan Regresi Data Panel untuk pendekatan model Regresi Spasial-Temporal dengan menggunakan Regresi Sekuensial yang digunakan yaitu data jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2011 sebagai peubah respon Yi,2011, jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009 sebagai peubah respon Yi,2009 dan jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2010 sebagai peubah respon Yi,2010 sedangkan sebagai peubah penjelasnya yaitu; X1 201 adalah data kepadatan penduduk di Kota Bogor tahun 2011, X2 2011

adalah mobilitas penduduk di Kota Bogor tahun 2011, X3 2011 adalah rata-rata umur penderita DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2011 dan X4i,2011 adalah jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2011. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

(26)

Endemis

Sporadis

Potensial 5. Kebaikan Model

Kebaikan kedua pendekatan model regresi spasial-temporal dilihat mana yang memiliki R2 dan paling besar dan Mean Square Error (MSE) nya yang paling kecil. Perhitungan R2 dan R2 � dan MSE mengikuti rumus berikut:

R2 = JKR

JKT ; R

2 � = 1(1R2)N−1

N−k dan

MSE = JKG

dbG

dengan JKR adalah jumlah kuadrat regresi, JKT adalah jumlah kuadrat total, N adalah banyaknya sampel, k adalah banyaknya peubah (peubah respon dan penjelas), JKG adalah jumlah kuadrat galat dan dbG adalah derajat bebas galat (sisaan).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Data

Nyamuk Aedes aegypti tersebar di seluruh pelosok tanah air, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Kota Bogor berada pada ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan letak ketinggian tersebut maka, Kota Bogor menjadi daerah potensial berkembangnya nyamuk Aedes aegypti penyebab penyakit DB.

(27)

15

Warna merah pada Gambar 2 menunjukkan daerah endemis penyakit DB, kelurahan yang termasuk kategori tersebut adalah Kelurahan Batutulis, Ranggamekar, Cibuluh, Cimahpar, Tanah Baru, Tegalgundil, Bantarjati, Kedunghalang, Ciparigi, Ciluar, Baranangsiang, Katulampa, Tajur, Sindangsari, Sindangrasa, Sukasari, Batutulis, Ranggamekar, Pamoyanan, Mulyaharja, Bondongan, Empang, Cikaret, Cipaku, Lawanggintung, Harjasari, Pabaton, Cibogor, Sempur, Tegal Lega, Babakan, Ciwaringin, Panaragan, Kebon Kalapa, Gudang, Paledang, Babakan Pasar, Tanahsereal, Kebonpedes, Kedungbadak, Kedungjaya, Kedungwaringin, Kayumanis, Cibadak, Kencana, Sukaresmi, Sukadamai dan Mekarwangi.

Warna kuning menunjukkan daerah sporadis penyebaran DB, kelurahan yang termasuk kategori tersebut adalah Kelurahan Genteng, Rancamaya, Kertamaya, Bojongkerta, Pakuan dan Margajaya. Kelurahan Muarasari berwarna hijau dan menjadi daerah yang potensial untuk penyebaran penyakit DB dan dikelilingi oleh kelurahan tetangga yang merupakan daerah sporadis dan endemis kasus DB.

(28)

Tabel 1 Korelasi jumlah penderita penyakit DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011

Peubah Yi,2009 Yi,2010 Yi,2011

Korelasi Nilai-p Korelasi Nilai-p Korelasi Nilai-p

Yi,2009 1 0.84** 0.00 0.78** 0.00

Yi,2010 0.84** 0.00 1 0.75** 0.00

Yi,2011 0.78** 0.00 0.75** 0.00 1 **. Signifikan pada taraf 0.01

Keterangan tabel:

Yi,2009 adalah jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009, Yi,2010 adalah jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2010 dan Yi,2011 adalah jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2011.

Korelasi jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 terlihat di Tabel 1 jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2011 dengan jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009 dan 2010 di 68 kelurahan di Kota Bogor memiliki hubungan nyata yaitu sebesar 0.78 dan 0.75. Hubungan antara jumlah penderita penyakit DB di kelurahan di Kota Bogor tahun 2009 dan tahun 2010 yaitu sebesar 0.84. Hubungan ini menunjukkan keterkaitan antara pola sebaran penyakit DB di tahun 2009, 2010 dan 2011 yang cenderung tetap di suatu wilayah tertentu. Pola perilaku atau kebiasaan penduduk yang belum berubah terlihat dari hubungan ini, diasumsikan bahwa penderita DB dari lingkungan perumahan atau kawasan tertentu mungkin tetap menjadi langganan penyakit DB.

Gambar 4 Jumlah penderita DB tahun 2009 berdasarkan jenis kelamin Jumlah kasus penderita DB terbanyak di tahun 2009 berdasarkan jenis kelamin seperti terlihat di Gambar 4 yaitu perempuan sebanyak 174 orang ditemukan di Bogor Barat sedangkan penderita laki-laki sebanyak 200 orang ditemukan di Bogor Utara. Penderita kasus DB berjenis kelamin laki-laki paling sedikit ditemukan di Bogor Timur sebanyak 24 orang, penderita DB perempuan paling sedikit 19 orang ditemukan di Bogor Timur.

(29)

17

Gambar 5 Jumlah penderita DB 2010 berdasarkan jenis kelamin

Jumlah kasus penderita DB terbanyak di tahun 2010 berdasarkan jenis kelamin seperti terlihat di Gambar 5 yaitu perempuan sebanyak 198 orang ditemukan di Bogor Utara sedangkan penderita laki-laki sebanyak 186 orang ditemukan di Bogor Utara. Penderita kasus DB berjenis kelamin laki-laki paling sedikit ditemukan di Bogor Timur sebanyak 30 orang, penderita DB perempuan paling sedikit 34 orang ditemukan di Bogor Timur.

Gambar 6 Jumlah penderita DB tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin Jumlah kasus penderita DB terbanyak di tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin seperti pada Gambar 6 yaitu perempuan sebanyak 74 orang ditemukan di Bogor Utara sedangkan penderita laki-laki sebanyak 73 orang ditemukan di Bogor Barat. Penderita kasus DB berjenis kelamin laki-laki paling sedikit ditemukan di Bogor Timur sebanyak 8 orang, penderita DB perempuan paling sedikit 19 orang ditemukan di Bogor Selatan dan Bogor Timur.

(30)

Vektor penyebaran penyakit DB yaitu nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia tidak membedakan usia dan jenis kelamin. Radius jarak terbang nyamuk Aedes aegypti ini adalah 50-100 meter. Nyamuk ini pun mempunyai kebiasaan hidup pada genangan air jernih pada bejana buatan manusia yang berada di dalam dan luar rumah, nyamuk dewasanya beristirahat dan aktif menggigit di siang hari di dalam rumah (endofilik-endofagik).

Gambar 7 Rata-rata umur penderita DB tahun 2009, 2010 dan 2011

Gambar 7 menunjukkan rata-rata umur tertinggi penderita DB di Kota berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak berusia di bawah 15 tahun, disertai dengan pendarahan dan dapat menimbulkan syok yang dapat menyebabkan kematian penderita.

Spesies nyamuk Aedes aegypti mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali. Sifat tersebut meningkatkan risiko penularan DB di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang.

(31)

19

Gambar 8 Kepadatan penduduk di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan, jumlah penduduk tahun 2011 adalah 967398 jiwa dengan luas wilayah 118.5 km2. Dilihat dari Gambar 8 kepadatan penduduk, Kecamatan Bogor Tengah terdiri dari 11 kelurahan merupakan kecamatan yang memiliki angka kepadatan penduduk tertinggi yaitu 13828 jiwa/km2 tahun 2009, 12472 jiwa/km2 tahun 2010 dan 12564 jiwa/km2 tahun 2011. Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan merupakan kecamatan yang memiliki kelurahan terbanyak yaitu masing-masing 16 kelurahan namun tingkat kepadatan penduduknya lebih sedikit dibandingkan Kecamatan Bogor Tengah. Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan terluas yaitu 32.85 km2 dengan kepadatan penduduknya 6271 jiwa/km2 tahun 2009, 6426 jiwa/km2 tahun 2010 dan 6540 jiwa/km2 tahun 2011. Kecamatan Bogor Timur merupakan kecamatan dengan kelurahan paling sedikit yaitu 6 kelurahan, dengan kapadatan penduduk sebesar 9332 jiwa/km2 tahun 2009, 9369 jiwa/km2 dan 9519 jiwa/km2.

Perubahan penduduk meliputi perubahan jumlah dan komposisi penduduk. Perubahan jumlah penduduk diakibatkan oleh tiga komponen: fertilitas, mortalitas dan migrasi. Fertilitas atau kelahiran akan menyebabkan penambahan jumlah penduduk, mortalitas merupakan komponen demografi yang berkaitan dengan kematian atau peristiwa kematian yang berpengaruh terhadap pengurangan jumlah penduduk, sedangkan migrasi dapat menambah atau mengurangi jumlah penduduk. Secara demografi mobilitas berarti perpindahan penduduk secara geografis. Perpindahan untuk maksud menetap disebut migrasi, sedangkan perpindahan tidak untuk menetap disebut mobilitas sirkuler (tinggal sementara) dan Commuter (ulang pergi atau tidak menginap).

(32)

Gambar 9 Mobilitas penduduk di Kota Bogor 2009, 2010 dan 2011

Mobilitas penduduk di Kota Bogor dalam kurun waktu 3 tahun yaitu 2009, 2010 dan 2011 cenderung mengalami peningkatan di beberapa Kecamatan. Kecamatan Tanah Sareal angka mobilitas penduduknya paling tinggi di tahun 2011 yaitu 1735, diikuti oleh Kecamatan Bogor Selatan sebesar 1518 dan Bogor Utara sebesar 1409.

Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat di tengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan lainnya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri). Fungsi Puskesmas adalah mengembangkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh meliputi aspek promosi, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan oleh Puskesmas harus lebih mengedepankan upaya pencegahan.

(33)

21

Kelurahan di Kota Bogor belum semuanya terdapat Puskesmas/Puskesmas pembantu. Kota Bogor terdiri dari 68 Kelurahan tetapi jumlah Puskesmas dan Puskesmas pembantu di Kota Bogor sampai tahun 2011 baru 52 unit yang terdiri dari 24 Puskesmas dan 28 Puskesmas pembantu. Jika di 68 Kelurahan di Kota Bogor memiliki satu Puskesmas dan satu Puskesmas pembantu maka totalnya masih kurang 44 Puskesmas dan 40 Puskesmas pembantu yang perlu dibangung di Kota Bogor.

Gambar 10 menunjukkan Kecamatan Bogor Selatan yang terdiri dari 16 Kelurahan, masih terdapat 5 kelurahan yang belum memiliki Puskesmas/ Puskesmas pembantu yaitu Kelurahan Pamoyanan, Empang, Cikaret, Kertamaya dan Muarasari. Kecamatan Tanah Sareal ada 3 dari 11 Kelurahan yang belum memiliki Puskesmas/Puskesmas pembantu yaitu Kedungjaya, Cibadak dan Sukadamai. Kecamatan Bogor Utara tinggal Kelurahan Cibuluh yang belum memiliki Puskesmas/Puskesmas pembantu. Kecamatan Bogor Tengah masih terdapat 2 dari 11 kelurahan yang belum memiliki Puskesmas atau Puskesmas pembantu yaitu Kelurahan Cibogor dan Paledang. Kecamatan Bogor Timur masih terdapat 2 dari 6 kelurahan yang belum memiliki Puskesmas atau Puskesmas pembantu yaitu Kelurahan Tajur dan Sindangsari.

Program wajib yang dilakukan Puskesmas atau Puskesmas pembantu di suatu kelurahan adalah promosi kesehatan (Promkes), penyuluhan kesehatan masyarakat, sosialisasi program kesehatan, perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) serta pencegahan penyakit menular (P2M), surveilens epidemiologi dan pelacakan kasus: TBC, Kusta, DB, Malaria, Flu Burung, ISPA, Diare, Rabies.

Gambar 11 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

(34)

masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.

Pemodelan

Tahapan pertama dalam pemodelan ini ialah meregresikan peubah respon data jumlah penderita DB di 68 kelurahan di Kota Bogor (Y1) dengan peubah penjelasnya yaitu jumlah kepadatan penduduk (X1), mobilitas penduduk (X2), rata-rata umur penderita DB (X3), jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu (X4) di 68 kelurahan di Kota Bogor. Model persamaan regresinya diperoleh sebagai berikut:

Y2011 = 2.35 + 0.000005 X1 + 0.03078 X2 + 0.0434 X3 + 3.84 X4 (1) Hasil pengujian normalitas menggunakan histogram dan P Plot, dapat disimpulkan bahwa Y2011 dari pemodelan regresi umum (1) di atas tidak menyebar normal seperti yang terlihat pada Lampiran 3. Karena itu dilakukan transformasi data terhadap peubah respon Y2011, transformasi data yang digunakan adalah akar kuadrat. Hasil uji normalitas, kehomeganan ragam, multikolinearitas dan autokorelasi yang baru selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Model regresi baru yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Y2011 = 1.1326 + 0.000016 X1 + 0.00466 X2 + 0.0250 X3 + 0.613 X4 (2) Hasil pengujian normalitas menggunakan histogram dan P Plot pada Lampiran 4, dapat disimpulkan bahwa Y2011 dari pemodelan regresi umum (2) di atas menyebar normal. Uji homogenitas ragam berdasarkan plot prediksi dan sisaan pada Lampiran 4 menunjukan data tidak tersebar merata diatas sumbu 0 dan tidak membentuk pola, maka dapat disimpulkan ragam sisaan homogen. Nilai VIF dari setiap peubah penjelas kecil dari 5, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kolinearitas antar peubah dalam model regresi umum (2) diatas seperti yang terlihat pada Lampiran 4. Hasil perhitugan Durbin Watson dari model diperoleh 1.389. Jumlah peubah penjelas pada model regresi umum diatas ada 4, maka k=4 dengan n = 68 dan = 5% maka nilai tabelnya yaitu dl=1.4853 dan du=1.7335. Jika dibandingkan dengan nilai tabel maka nilai Durbin Watson berada pada daerah I yaitu DW=1.38918<dl=1.4853 yang artinya terdapat korelasi positif. nilai Indeks Moran untuk Y2011 berdasarkan perhitungan dalam penelitian Praja (2013) adalah 0.37.

Permasalahan autokorelasi positif dan adanya pengaruh spasial antar wilayah pada data jumlah penderita DB di Kota Bogor, maka selanjutnya dilakukan dua pendekatan model regresi yaitu pendekatan regresi sekuensial dan regresi data panel untuk mendapatkan model regresi spasial-temporal.

a. Regresi Sekuensial

Peubah penjelas yang signifikan pada model regresi (2) adalah mobilitas penduduk (X2) dan jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di Kota Bogor (X4), dengan pertimbangan hal tersebut seperti terlihat pada Lampiran 4 dan korelasi antara peubah respon Y2011 dan peubah penjelas X1, X2, X3, X4 seperti terlihat pada Lampiran 5. Maka regresi antara peubah respon Y2011 dan peubah penjelasnya yang signifikan saja yang dipakai sehingga diperoleh bentuk persamaan berikut:

(35)

23

Tahapan selanjutnya pada pendekatan regesi sekuensial adalah meregresikan sisaan dari model diatas dengan WY2011 untuk melihat efek spasialnya, hasil yang diperoleh sebagai berikut:

Sehingga, model regresi spasial-temporal dengan menggunakan regresi sekuensial menghasilkan model regresi sebagai berikut:

Yi,2011 = 1.5734 + 0.15739 WYi,2011 + 0.005260 X2i,2011 + 0.7092 X4i,2011 Pemodelan spasial-temporal dengan pendekatan sekuensial dari tahapan pertama sampai tahapan akhir sehingga mendapatkan koefesien regresi seperti pada model di atas dinyatakan dalam tabel ANOVA berdasarkan tabel ANOVA pada tiap tahapan seperti yang terlihat pada Lampiran 5 disajikan dalam Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2 ANOVA model regresi spasial-temporal dengan pendekatan regresi sekuensial

atau R2(adjusted)=72.02% dengan MSE = 0.4765.

(36)

Penyebaran penyakit BD di Kota Bogor masih terjadi dan penyebaran nyamuk Aedes aegypti terus terjadi antar kelurahan di Kota Bogor. Hal ini dikarenakan kemampuan terbang nyamuk ini bisa mencapai radius 100 m. Penyebaran antar kelurahan ini terlihat dari nilai koefisien 0.15739 dari WYi,2011, angka menunjukkan jika rata-rata jumlah penderita DB dari tetangga sekitar kelurahan ke-i tahun 2011 di Kota Bogor 10 orang maka kemungkinan terdapat penderita DB di kelurahan ke-i di tahun ke-t adalah sekitar 2 orang.

Nilai koefisien dari faktor mobilitas penduduk di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2011 (X2i,2011) sebesar 0.005260 berarti bahwa jika di kelurahan ke-i di tahun 2011 terdapat mobilitas penduduk sebanyak 1000 orang, maka peluang ditemukan penderita DB di kelurahan ke-i di tahun 2011 bertambah sebanyak 5 orang. Faktor mobilitas penduduk ini juga menunjukkan bahwa bisa saja warga Kota Bogor tidak hanya bisa terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti di rumahnya saja, tetapi juga di tempat umum dan lingkungan kerjanya yang mungkin kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. Nilai koefisien dari faktor jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 Kelurahan di Kota Bogor tahun 2011 X4i,2011 sebesar 0.7092 berarti bahwa jika di kelurahan ke-i di tahun 2011 ada 1 Puskesmas/Puskesmas pembantu maka akan menambah kemungkinan penderita DB di kelurahan ke-i di tahun 2011 ditemukan sebanyak 1 orang. Tetapi, secara teori keberadaan Puskesmas/Puskesmas pembantu harusnya membantu dalam mencegah penyebaran dan peningkatan jumlah penderita DB di suatu kelurahan bukan malah sebaliknya. Hal ini berarti bahwa bukan terpenting jumlah keberadaan Puskesmasnya dalam mengurangi penyakit DB, tetapi bagaimana kesadaran warga Kota Bogor dalam memperhatikan kesehatan diri dan lingkungannya.

b. Data Panel

Pemodelan regresi spasial-temporal dengan pendekatan data panel menghasilkan model prediksi berikut:

Yit = −7.98 + 3.33 D2009 + 3.71 D2010 + 0.85558 WYit+ 0.000202 X1it + 0.03552 X2it + 0.0312 X3it + 3.79 X4it

Koefisien regresi dari pebuah dummy D2009, D2010, peubah penjelas X1it dan X2it tidak signifikan seperti yang terlihat pada Lampiran 6. Model prediksi baru dengan mengeluarkan peubah yang tidak signifikan diperoleh hasil berikut:

Yit =−4.47 + 0.93919 WYit + 0.02844 X2it + 4.06X4it

Nilai koefisien determinasi R2 = 56.3% dan R2 � = 55.7 % berarti bahwa model prediksi di atas mampu menjelaskan keragaman antara data jumlah penyakit DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011, menggambarkan pola hubungan spasial antar wilayah kelurahan di Kota Bogor dengan temporal antar waktu 2009, 2010 dan 2011 dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam model adalah mobilitas penduduk dan jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 sebesar 56.3% dengan MSE=153.

(37)

25

2011 menjadi 612. Nilai koefisien 0.93919 dari WYit menunjukkan jika rata-rata jumlah penderita DB dari tetangga sekitar kelurahan ke-i tahun ke-t di Kota Bogor sebesar 10 orang maka kemungkinan terdapat penderita DB di kelurahan ke-i di tahun ke-t adalah sekitar 9 orang.

Nilai koefisien dari faktor mobilitas penduduk di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 X2it sebesar 0.02844 diartikan bahwa jika terdapat mobilitas penduduk di kelurahan ke-i tahun ke-t sebanyak 100 orang berdampak pada peluang ditemukannya kasus DB di kelurahan ke-i di tahun ke-t sebanyak 3 orang. Nilai koefisien dari faktor jumlah Puskesmas/Puskesmas pembantu di 68 kelurahan di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011 X4it sebesar 4.06 bukan berarti dengan penambahan jumlah Puskesmas di Kota Bogor maka semakin meningkat jumlah penderita penyakit DB. Karena penyakit DB adalah penyakit yang berkaitan dengan pola perilaku masyarakat yaitu pola hidup bersih dan sehat. Puskesmas melalui program wajibnya berusaha mengingatkan dan menghimbau masyarakat untuk memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan sekitarnya dalam upaya mencegah penyebaran penyaki menular seperti DB. Saat ini sudah ada 3 Puskesmas di Kota Bogor yaitu Puskesmas Pasir Mulya, Tanah Sereal dan Mekar Wangi yang membuka layanan rawat inap. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah Kota Bogor dalam memperhatikan kesehatan bagi warganya.

5

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

(38)

SARAN

1. Perlu dilakukan updating (pembaharuan) data jumlah penderita penyakit DB di Kota Bogor di tahun selanjutnya, untuk melihat pola sebarannya.

(39)

27

DAFTAR

PUSTAKA

Anselin L. 1988. Spatial Econometrics, Methods and Models. Kluwer Academic Publishers. Netherlands.

Aunuddin, 2005. Statistika: Rancangan dan analisis Data. IPB PRESS: Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kota Bogor Dalam Angka 2011. Bogor

Djunaedi D. 2006. Demam Berdarah Dengue (DBD). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.

Hadinegoro, Satari. 2002. Dengue Shock Syndrome.

https://www.searo.who.int/en/Section332/Section5212461.html [Agustus 2013]

Hapsari MD, Kusumawati NRD, Sareharto TP. 2010. Symposium & Workshop: Update Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Penerbit FK UNDIP. Semarang.

Gujarati. 2003. Basic Econometrics. New York: Mc.Graw-Hill. Gujarati, Zain. 1997. Ekonometrika Dasar. Erlangga: Jakarta.

Kartika Y. 2007. Pola Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor Tahun 2005. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kemdiknas. 2012. Sumber Daya Manusia.

https://belajar.kemdiknas.go.id/index3.php.pdf [13 November 2012]

Kristina, Isminah, Wulandari L, 2004. Kajian Masalah Kesehatan (terhubung berkala). https://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004

Kruskal W. 1987. Relative Importance by Averaging over ordering. The American Statistician Volume 41:6-10.

Lee J, Wong DWS. 2001. Statistical Analysis With ArcView GIS. New York; John Wiley & Sons.Inc.

Mahtumah U. 2011. Penerapan Model Regresi Logistik Spasial; Studi Kasus: Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor Tahun 2008. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mandriani E. 2009. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang Mengalami Dengue Shock Syndrome (DSS) Rawat Inap Di RSU Dr.Pirngadi Medan Tahun 2008. Skripsi FKM USU.

Nadra. 2006. Pola Penyebaran Spasial dan Penerapan Model Regresi Auto-Gaussian pada Kasus Jumlah Penderita Demam Berdarah di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Praja WP. 2013. Analisis Pola Penyebaran Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue (Studi Kasus: Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Bogor tahun 2007-2011). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Silk J. 1979. Statistical Concepts In Geography. London: George Allen &Unwin

Ltd.

Sylvana F, Gabriela, Pereira CM. 2000. Demam Berdarah Dengue (DB). [Kepaniteraan Klinik]. Surabaya (ID): Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Soedarto. 1996. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Widya medika. Surabaya

(40)

Tjiptoherijanto P. 2000. Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi.

https://id.scribd.com/doc/94671406/prijono-20091015151109-2385-0.pdf

[13 November 2012]

(41)

29

Lampiran 1 Tabulasi data untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan menggunakan pendekatan regresi sekuensial

No Kecamatan Kelurahan Yi,2011 Yi,2010 Yi,2009 WYi,2011 X1i,2011 X2i,2011 X3i,2011 X4i,2011

1 Bogor Selatan Batutulis 3 14 15 6.40 15629 119 27.67 1

2 Ranggamekar 4 14 11 5.00 9036 23 12.50 1

3 Pamoyanan 1 7 4 4.75 5553 43 12.00 0

4 Mulyaharja 8 16 2 2.75 3912 188 13.83 1

5 Bondongan 9 44 22 3.40 19832 197 24.57 1

6 Empang 5 23 28 4.33 21861 283 5.45 0

7 Cikaret 2 13 17 7.33 5200 77 10.00 0

8 Cipaku 7 25 14 2.00 7428 83 22.64 1

9 Genteng 0 1 1 2.00 4517 69 0.00 1

10 Rancamaya 0 0 2 0.00 3198 4 0.00 1

11 Kertamaya 0 0 1 0.40 1589 3 0.00 0

12 Bojongkerta 0 3 1 0.50 3320 75 0.00 1

13 Pakuan 0 3 10 3.60 5458 30 0.00 0

14 Lawanggintung 7 20 27 5.88 12602 184 21.13 1

15 Harjasari 2 9 2 0.25 9594 131 23.50 1

16 Muarasari 0 0 0 1.56 6449 9 0.00 0

17 Tanah Sareal Tanahsareal 3 30 32 19.17 8442 52 24.17 1

18 Kebonpedes 18 59 43 10.89 21528 100 5.33 1

19 Kedungbadak 13 87 52 13.63 14241 130 12.71 1

20 Kedungjaya 6 14 21 12.40 17933 269 25.00 0

21 Kedungwaringin 13 52 43 12.14 15285 480 24.20 1

22 Kayumanis 6 13 21 10.00 5650 113 0.00 1

23 Cibadak 14 32 24 7.00 5606 158 24.28 0

24 Kencana 6 17 3 8.50 8305 204 14.00 1

25 Sukaresmi 9 21 8 8.40 12072 37 10.67 1

26 Sukadamai 4 19 26 10.00 11957 101 22.25 0

27 Mekarwangi 8 20 15 7.80 14347 91 27.00 2

28 Bogor Utara Cibuluh 7 53 27 18.75 12233 199 21.14 0

29 Cimahpar 7 36 5 10.00 4164 166 18.20 1

30 Tanah Baru 10 43 51 14.25 10183 67 27.76 2

31 Tegalgundil 43 64 64 21.40 13994 305 15.35 2

32 Bantarjati 51 103 79 18.83 14318 251 16.71 1

33 Kedunghalang 11 55 35 9.75 10926 120 15.91 1

34 Ciparigi 10 39 37 9.25 15163 209 14.40 1

(42)

Lampiran 1 Lanjutan

No Kecamatan Kelurahan Yi,2011 Yi,2010 Yi,2009 WYi,2011 X1i,2011 X2i,2011 X3i,2011 X4i,2011

36 Bogor Tengah Pabaton 5 14 14 9.80 4783 18 15.50 1

37 Cibogor 2 17 7 8.20 17252 9 3.00 0

38 Sempur 21 25 35 18.00 12905 22 18.74 1

39 Tegal Lega 13 29 39 19.60 15375 25 7.73 1

40 Babakan 26 40 60 26.60 7800 25 16.96 1

41 Ciwaringin 5 29 19 13.57 10045 11 16.31 2

42 Panaragan 8 28 18 8.33 26596 16 14.13 2

43 Kebon Kalapa 19 22 18 12.40 24864 0 14.20 1

44 Gudang 1 2 6 5.40 23278 24 0.00 1

45 Paledang 5 23 17 8.75 6483 0 6.36 0

46 Babakan Pasar 1 18 21 7.20 24269 34 14.00 1

47 Bogor Timur Baranangsiang 14 62 48 7.71 11424 58 19.75 2

48 Katulampa 11 40 20 7.00 5709 168 41.67 1

49 Tajur 1 13 19 4.20 14582 105 17.84 0

50 Sindangsari 1 9 15 1.67 11036 49 6.00 0

51 Sindangrasa 3 2 6 2.60 12911 15 51.00 1

52 Sukasari 7 16 20 6.57 24148 152 16.67 2

53 Bogor Barat Menteng 30 58 73 14.22 7553 107 19.83 1

54 Cilendek Timur 8 47 30 17.00 15954 10 20.00 1

55 Cilendek Barat 21 45 31 13.67 9617 71 28.45 0

56 Sindangbarang 19 40 31 14.33 4512 80 20.30 1

57 Bubulak 12 13 4 10.00 4601 44 6.73 0

58 Situgede 1 3 5 9.00 3373 13 44.00 0

59 Margajaya 4 10 0 12.33 2108 97 17.00 0

60 Balungbangjaya 6 5 4 5.67 8084 71 17.00 1

61 Semplak 9 34 16 10.83 24666 57 7.96 1

62 Curug 8 16 6 8.25 6055 42 14.00 0

63 Curugmekar 4 33 13 12.17 12152 12 35.17 0

64 Pasirmulya 12 14 10 9.75 4934 9 22.98 1

65 Loji 10 19 33 19.00 5357 114 9.53 0

66 Gunungbatu 15 58 66 13.83 8480 90 10.43 1

67 Pasirjaya 4 18 21 8.80 7148 159 17.00 1

(43)

31

Lampiran 2 Tabulasi data untuk pemodelan regresi spasial-temporal dengan menggunakan pendekatan regresi data panel

No Tahun Kecamatan Kelurahan Yit Di,2009 Di,2010 WY X1it X2it X3it X4it

1

2009

Bogor Selatan Batutulis 15 1 0 21.60 13786 9 16.19 1

(44)

Lampiran 2 Lanjutan

No Tahun Kecamatan Kelurahan Yit Di,2009 Di,2010 WY X1it X2it X3it X4it

36

2009

Bogor Tengah Pabaton 14 1 0 26.80 3154 2 17.55 1

37 Cibogor 7 1 0 22.20 7861 64 9.24 0 38 Sempur 35 1 0 40.83 9355 106 15.51 1 39 Tegal Lega 39 1 0 48.00 19410 11 15.94 1 40 Babakan 60 1 0 46.80 11275 51 17.23 1 41 Ciwaringin 19 1 0 31.29 10760 9 27.38 2 42 Panaragan 18 1 0 24.67 7514 340 14.69 1 43 Kebon Kalapa 18 1 0 39.40 11331 82 0.42 1 44 Gudang 6 1 0 21.60 7714 63 6.83 1 45 Paledang 17 1 0 26.33 13890 1 17.29 0 46 Babakan Pasar 21 1 0 22.60 10168 8 19.50 1

47 Bogor Timur Baranangsiang 48 1 0 27.86 11729 15 16.44 2

48 Katulampa 20 1 0 25.14 5055 5 27.33 1 49 Tajur 19 1 0 12.60 18087 6 31.25 0 50 Sindangsari 15 1 0 2.67 9419 5 27.50 0 51 Sindangrasa 6 1 0 12.80 12979 1 12.50 1 52 Sukasari 20 1 0 22.71 24921 10 15.00 2

53 Bogor Barat Menteng 73 1 0 34.89 7247 34 14.45 1

(45)

33

Lampiran 2 Lanjutan

No Tahun Kecamatan Kelurahan Yit Di,2009 Di,2010 WY X1it X2it X3it X4it 69

2010

Bogor Selatan Batutulis 14 0 1 23.40 15608 9 21.25 1 70 Ranggamekar 14 0 1 17.57 8820 1 12.28 1 71 Pamoyanan 7 0 1 14.00 5384 2 20.79 0 72 Mulyaharja 16 0 1 13.00 3

792 20 18.19 1

Gambar

Gambar 2  Peta sebaran jumlah penderita penyakit DB di 68 kelurahan di Kota
Gambar 3 Jumlah penderita DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010 dan 2011
Tabel 1 Korelasi jumlah penderita penyakit DB di Kota Bogor tahun 2009, 2010
Gambar 5 Jumlah penderita DB 2010 berdasarkan jenis kelamin
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan (1) ada perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara siswa yang belajar dengan strategi PBMP, PBMPTPS, PBMPNHT, dan strategi Konvensional; (2) ada

Hal ini ditunjukkan dengan penurunan kadar air bahan, dengan kadar air awal sebesar 90,42 % menjadi 24,19 % produk setelah dikeringkan selama 7 jam pengeringan, karena

Weinraub and Visscher (1998) meneliti mengenai kebijakan manajemen modal kerja, dimana terdapat hubungan negative yang kuat dan signifikan antara kebijakan yang

Hasil akhir penelitian ini adalah dibuatnya aplikasi pengaduan kehilangan kendaraan bermotor berbasis web dengan SMS Gateway untuk membantu pencarian data laporan

Menurut pengalaman Bank Dunia 10-14 tahun terakhir ini, sejumlah faktor utama yang memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pemukiman kembali antara lain adalah (i) komitmen

Penyebab kesalahan pengucapan bunyi konsonan ini dikarenakan latar belakang pendidikan sampel yang mengenal bahasa Arab saat duduk di Madrasah Aliyah, penyebab selanjutnya

Jika bayi bunda rajin nyusu bagus, tapi terkadang ada bayi yang malas untuk nyusu secara langsung, sehingga agar ASI bunda selalu banyak maka kuncinya adalah

Oleh karena Kesuksesan dalam penanggulangan TB adalah dengan menemukan penderita dan mengobati penderita sampai sembuh, maka diperlukan suatu inovasi strategi komitmen dan kebijakan