TESIS
Oleh
DAULAT
107011145/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DAULAT
107011145/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAN SWASTA
Nama Mahasiswa : DAULAT
Nomor Pokok : 107011145
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
2. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Nama : DAULAT
Nim : 107011145
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : KEWAJIBAN DEBITUR UNTUK
MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN DENGAN HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK PEMERINTAH DAN SWASTA
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
i
nasabah debitur dengan bank kreditur mewajibkan nasabah debitur untuk mengangunkan barang miliknya sebagai jaminan dalam pelunasan utang-utangnya dikemudian hari. Dalam ketentuan dan tata cara perjanjian kredit berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), diwajibkan pula bagi nasabah debitur untuk mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan tersebut sebagai salah satu syarat disetujuinya permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah debitur tersebut.
Penelitian ini bersifat deskripsi analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berawal dari premis umum dan berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Pengumpulan data diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang terdiri dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), artikel, karya ilmiah, jurnal yang terkait dengan penelitian ini, kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagai data penunjang penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) berupa wawancara langsung dengan tiga orang nasabah debitur dari Bank Pemerintah dan tiga orang nasabah debitur dari Bank Swasta yang melaksanakan perjanjian kredit dan perjanjian asuransi barang agunan tersebut.
Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah masalah kebebasan debitur dalam memilih perusahaan asuransi, masalah pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan, dan masalah pelaksanaan klaim terhadap asuransi barang agunan dalam perjanjian kredit jika terjadi resiko.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya kebebasan dari nasabah debitur dalam menentukan perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan miliknya karena pihak bank yang menunjuk secara langsung perusahaan asuransi tersebut. Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi nasabah debitur diwakili oleh pihak bank kreditur dalam melakukan penandatanganan penutupan asuransi, namun semua kewajiban yang timbul dari perjanjian asuransi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh nasabah debitur. Hak-hak yang seharusnya milik nasabah debitur tidak diberitahukan oleh perusahaan asuransi maupun bank kreditur kepada nasabah debitur bahkan cenderung untuk ditutup tutupi keberadaan hak-hak tersebut. Pelaksanaan klaim asuransi yang diajukan oleh nasabah debitur terhadap perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian asuransi yang telah disepakati bersama oleh pihak penanggung dan tertanggung.
ii
the customer (debtor) and the bank (creditor) requires the customer (debtor) to collateralize his/her property as the collateral goods to pay his/her debt in the future. In the provisions and procedures of credit agreements based on the Decree of the Board of Directors of Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR dated March 31, 1995 on the Bank’s Credit Policy Guidelines, the customer (debtor) is also required to insure the collateral goods with collateral right as one of the requirements stating that the credit applied by the customer (debtor) has been approved.
This descriptive analytical study with normative juridical approach referring to the legal norms found in the existing legislation as the normative basis commencing from general premise and end in a specific conclusion. The data fore this study were obtained from the primary, secopndary and tertiary legal materials consisting of law No.10/1998 on banking, Law No.2/1992 on Insurance Business, and the Decree of the Board of Directors of Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR dated March 31, 1995 on the Bank’s Credit Policy Guidelines, articles, scientific works, related journal articles, general dictionary, law dictionary, encyclopedia, and the data obtained by field research through direct interviews with 3 (three) customers (debtors) fro state-owned banks and 3 (three) customers (debtors) fro private banks performing the credit agreement and the insurance agreement of the collateral goods. The problems solved in this study were that the debtor was not free to choose the insurance company, the implementation of the bonding of insurance to the collateral goods, and the implementation of an insurance claim against the collateral goods in the credit agreement if there is a risk.
The result of this study showed that the debtor was not free to choose the insurance company to insure his/her collateral goods because, for this, the bank
directly appoint the insurance company. In the implementatiuon of insurance
agreement, the customer (debtor) was represented by the bank (creditor) in signing the insurance coverage, but all the obligations arising from the insurance agreement shall be solely borne by the customer (debtor), The rights that should belong to the debtor is not notified by the insurance company and banks(creditors) to debtors, and they (the insurance company and the bank) even tend to cover-up the existence of these rights. The implementation of insurance claims filed by the customer (debtor) to the bank (creditor) and insurance companies must comply with the provisions contained in the insurance agreement that has been agreed by the insurer and the insured.
iii
hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini, dengan judul tesis adalah “Kewajiban Debitur Untuk Mengasuransikan
Barang Agunan Dengan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Di Bank
Pemerintah Dan Swasta”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang
harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan Program Studi S2
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan
dorongan baik berupa masukan maupun saran, sehingga penulisan tesis dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat
terpelajar dan dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan di Universitas Sumatera Utara.
2. BapakProf. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku kakanda penulis sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan
dan fasilitas kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
iv
4. Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, MS, selaku komisi pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan sejak awal penyusunan
proposal sampai selesainya penulisan tesis ini.
5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan sekaligus komisi penguji yang telah dengan tulus
ikhlas berkenan memberi masukan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan
tesis ini.
6. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku komisi penguji yang telah
memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam pembuatan dan
penyempurnaan tesis ini.
7. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik
dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.
Sudah pada tempatnya pada kesempatan ini terima kasih dan penghargaan
serta rasa hormat dan sayang Penulis sampaikan kepada :
1. Ayahanda H. Suryaman Tarigan, SH, SpN dan Ibunda Hj. Mariana Bangun yang
telah melahirkan, mengasuh dengan penuh kasih sayang, serta mendidik Penulis
di dalam memaknai arti perjuangan hidup dan senantiasa mendoakan Penulis
dengan tulus dan tiada henti-hentinya, sehingga pada akhirnya mengantarkan
Penulis menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan
v menyelesaikan perkuliahan ini.
3. Yang tercinta dan terkasih, Susi Herawati, selaku isteri Penulis yang telah setia
mendampingi dan memberikan semangat juga doanya, yang kesemuanya itu
menjadi dorongan berarti bagi Penulis di dalam mengikuti perkuliahan dan
akhirnya menyelesaikan perkulihan tersebut.
4. Yang tersayang : Putri, Dwi, Wafa dan Nabila selaku anak-anak Penulis yang
menjadi penyemangat dan penambah gairah untuk segera menyelesaikan
perkuliahan (jika kalian dewasa nanti, semoga hal ini Penulis harapkan dapat
menjadi motivasi kalian untuk juga berhasil menyelesaikan pendidikan kalian)
5. Drs. Rinaldi M. Pane dan Dra. Ratnasari Tarigan, Mhd. Bani Hamzah Ginting
dan Siswati Tarigan, SH, M.Kn, Dr. Gunawan Lubis dan Syafridawati Tarigan,
SH, M.Kn selaku adik ipar dan adik kandung Penulis yang tiada hentinya
memberikan doa juga semangat untuk dapat menyelesaikan perkuliahan.
6. Alm Kakek dan Almh. Nenek juga Alm Indrayani Tarigan dan Almh. Leli
Siregar serta Alm. Syaiful Anwar Tarigan selaku adik ipar dan adik kandung
Penulis yang telah berpulang kehadirat ALLAH SWT, dimana semasa hidupnya
begitu menyayangi dan juga memberikan dorongan kepada Penulis, pada
kesempatan ini Penulis sampaikan terima kasih seraya berdoa agar kiranya
ALLAH SWT memberi keampunan dosa serta tempat yang terbaik di sisi-NYA,
vi masa depan.
8. Abangda Dr. T. Suhaimi, SH, M.Hum, secara khusus Penulis sampaikan terima
kasih karena dengan dorongan juga semangat yang ditanarnkan disertai canda
dikala suasana kurang kondusif, menjadi motivasi tersendiri bagi Penulis di
dalam mengikuti dan akhirnya menyelesaikan perkuliahan.
9. Teman-teman sesama mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, juga tak lupa teman-teman sepermainan yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, terima kasih buat dorongan dan kebersamaan kita yang
begitu indah selama ini.
10. Seluruh Staf dan Pegawai Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
yang begitu banyak membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi
perkuliahan yang dibutuhkan.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar
selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita
semua, Amin
Medan, Januari 2014 Penulis,
vii I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Daulat
2. Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 16 September 1966 3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Status : Menikah
5. Agama : Islam
II. KELUARGA
1. Nama Ayah : H. Suryaman Tarigan, SH, SpN 2. Nama Ibu : Hj. Mariana Perangin-angin
III. PENDIDIKAN
1. SD : SD Mardi Lestari Medan
2. SMP : SMP Negeri 1 Medan
3. SMA : SMA Methodist Hang Tuah Medan
4. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Dharma Agung
viii
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH ASING ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Keaslian Penelitian ... 8
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9
1. Kerangka Teori ... 9
2. Konsepsi ... 28
G. Metode Penelitian ... 31
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 31
2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 32
3. Analisis Data ... 32
BAB II KEBEBASAN DEBITUR MEMILIH PERUSAHAAN ASURANSI SEBAGAI TEMPAT MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN YANG TELAH DIBEBANI DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PERJANJIAN KREDIT BANK ... 34
A. Prosedur Hukum Perjanjian Kredit Pada Bank Dengan Jaminan Hak Tanggungan ... 34
ix
BAB III PELAKSANAAN PENGIKATAN PERJANJIAN
ASURANSI TERHADAP BARANG AGUNAN YANG
DIBEBANI DENGAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI
JAMINAN KREDIT PADA BANK DI KOTA MEDAN ... 64
A. Pengertian Perjanjian Dan Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi ... 64
B. Polis Sebagai Bukti Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Barang Agunan Dalam Perjanjian Kredit pada Bank ... 82
C. Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Barang Agunan dalam Perjanjian Kredit Pada Bank ... 98
BAB IV PELAKSANAAN KLAIM TERHADAP ASURANSI BARANG AGUNAN, JIKA TERJADI RESIKO TERHADAP BARANG AGUNAN YANG DIASURANSIKAN PADA PERUSAHAAN ASURANSI ... 109
A. Asas Itikad Baik Dalam Pelaksanaan Perjanjian dan Pembayaran Klaim Asuransi Barang Agunan ... 109
B. Prosedur Pengajuan Klaim Asuransi Barang Agunan Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank ... 119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 128
A. Kesimpulan ... 128
B. Saran ... 129
x
APHT : Akta Pemberian Hak Tanggungan
Appraiser : Pejabat penilai
Agunan : Barang Jaminan dalam perjanjian kredit
BG : Bilyet Giro
BMPK : Batas Maksimum Pemberian Kredit
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
Commitment Fee : Pembayaran provisi
Discount : Potongan untuk pembayaran premi Droit de Preference : Kedudukan diutamakan kreditur
Debitur : Yang berutang
Eksekusi : Pelaksanaan putusan
Force Majeure : Keadaan di luar kekuasaan manusia Grace Period : Tenggang waktu
HT : Hak Tanggungan
Insured : Pihak tertanggung
Insure : Pihak penanggung
Insurable Interest : Kepentingan yang dapat diasuransikan
KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Kreditur : Yang berpiutang
Liferente : Pembayaran sejumlah uang secara sekaligus
Problem : Permasalahan
Polis : Tanda bukti peserta asuransi
PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah
PMNA : Peraturan Menteri Negara Agraria
PPKPB : Pedoman penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank Personal Guaranty : Jaminan perorangan
Privilage : Hak istimewa kreditur
Overdraft : Saldo negatif pada rekening nasabah Risk transfer : Memindahkan resiko
Recovery : Perbaikan Kembali
Re-insurance : Perbuatan mengasuransikan kembali Standart Contract : Perjanjian baku
xi
UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria
UUHT : Undang-Undang hak Tanggungan
i
nasabah debitur dengan bank kreditur mewajibkan nasabah debitur untuk mengangunkan barang miliknya sebagai jaminan dalam pelunasan utang-utangnya dikemudian hari. Dalam ketentuan dan tata cara perjanjian kredit berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), diwajibkan pula bagi nasabah debitur untuk mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan tersebut sebagai salah satu syarat disetujuinya permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah debitur tersebut.
Penelitian ini bersifat deskripsi analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berawal dari premis umum dan berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Pengumpulan data diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang terdiri dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB), artikel, karya ilmiah, jurnal yang terkait dengan penelitian ini, kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagai data penunjang penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) berupa wawancara langsung dengan tiga orang nasabah debitur dari Bank Pemerintah dan tiga orang nasabah debitur dari Bank Swasta yang melaksanakan perjanjian kredit dan perjanjian asuransi barang agunan tersebut.
Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah masalah kebebasan debitur dalam memilih perusahaan asuransi, masalah pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan, dan masalah pelaksanaan klaim terhadap asuransi barang agunan dalam perjanjian kredit jika terjadi resiko.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya kebebasan dari nasabah debitur dalam menentukan perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan miliknya karena pihak bank yang menunjuk secara langsung perusahaan asuransi tersebut. Dalam pelaksanaan perjanjian asuransi nasabah debitur diwakili oleh pihak bank kreditur dalam melakukan penandatanganan penutupan asuransi, namun semua kewajiban yang timbul dari perjanjian asuransi tersebut ditanggung sepenuhnya oleh nasabah debitur. Hak-hak yang seharusnya milik nasabah debitur tidak diberitahukan oleh perusahaan asuransi maupun bank kreditur kepada nasabah debitur bahkan cenderung untuk ditutup tutupi keberadaan hak-hak tersebut. Pelaksanaan klaim asuransi yang diajukan oleh nasabah debitur terhadap perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian asuransi yang telah disepakati bersama oleh pihak penanggung dan tertanggung.
ii
the customer (debtor) and the bank (creditor) requires the customer (debtor) to collateralize his/her property as the collateral goods to pay his/her debt in the future. In the provisions and procedures of credit agreements based on the Decree of the Board of Directors of Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR dated March 31, 1995 on the Bank’s Credit Policy Guidelines, the customer (debtor) is also required to insure the collateral goods with collateral right as one of the requirements stating that the credit applied by the customer (debtor) has been approved.
This descriptive analytical study with normative juridical approach referring to the legal norms found in the existing legislation as the normative basis commencing from general premise and end in a specific conclusion. The data fore this study were obtained from the primary, secopndary and tertiary legal materials consisting of law No.10/1998 on banking, Law No.2/1992 on Insurance Business, and the Decree of the Board of Directors of Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR dated March 31, 1995 on the Bank’s Credit Policy Guidelines, articles, scientific works, related journal articles, general dictionary, law dictionary, encyclopedia, and the data obtained by field research through direct interviews with 3 (three) customers (debtors) fro state-owned banks and 3 (three) customers (debtors) fro private banks performing the credit agreement and the insurance agreement of the collateral goods. The problems solved in this study were that the debtor was not free to choose the insurance company, the implementation of the bonding of insurance to the collateral goods, and the implementation of an insurance claim against the collateral goods in the credit agreement if there is a risk.
The result of this study showed that the debtor was not free to choose the insurance company to insure his/her collateral goods because, for this, the bank
directly appoint the insurance company. In the implementatiuon of insurance
agreement, the customer (debtor) was represented by the bank (creditor) in signing the insurance coverage, but all the obligations arising from the insurance agreement shall be solely borne by the customer (debtor), The rights that should belong to the debtor is not notified by the insurance company and banks(creditors) to debtors, and they (the insurance company and the bank) even tend to cover-up the existence of these rights. The implementation of insurance claims filed by the customer (debtor) to the bank (creditor) and insurance companies must comply with the provisions contained in the insurance agreement that has been agreed by the insurer and the insured.
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia usaha yang sangat pesat kemajuannya dewasa ini
membutuhkan modal yang besar dan dalam waktu yang singkat pula untuk
mendukung perkembangan usaha yang dilakukan oleh pelaku bisnis. Salah satu
sumber dana yang digunakan oleh pelaku bisnis dalam mengembangkan usaha
bisnisnya adalah lembaga keuangan bank dengan melakukan suatu perjanjian kredit
antara pelaku bisnis dengan bank sebagai kreditur. Dalam suatu perjanjian kredit
dibutuhkan syarat dan ketentuan agar bank dapat menyetujui kredit yang diajukan
oleh pelaku bisnis. Salah satu syarat untuk lebih memudahkan agar perjanjian kredit
tersebut dapat disetujui oleh bank adalah dengan memberikan sejumlah barang
agunan baik bergerak maupun tidak bergerak yang diikat dengan akte jaminan
fidusia dan akte pemberian hak tanggungan. Pengikatan jaminan dalam suatu
perjanjian kredit merupakan suatu syarat mutlak untuk keamanan pemberian kredit
yang dilakukan oleh bank dan juga kelancaran pembayaran kredit tersebut pada masa
yang akan datang.
Secara etimologi istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kredit adalah pinjaman
dalam batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau lembaga keuangan
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, pengertian kredit
diatur dalam Pasal 1 Butir 11 yang berbunyi ”Kredit adalah penyediaan atau tagihan
yang dapat dipersamakan neto, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain atau kreditur yang mewajibkan pihak lain
atau kreditur tersebut untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga”.
Berdasarkan pengertian kredit di atas, dapat dikatakan bahwa kredit
mempunyai pengertian penting untuk menunjang dan mewujudkan pembangunan
yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat di Indonesia. Meskipun kredit sangat
bermanfaat bagi kelancaran pembangunan, kredit juga dapat menimbulkan berbagai
masalah. Permasalahan yang timbul merupakan resiko yang harus diterima. Dalam
pelaksanaan kredit, kreditur harus memperhatikan azas-azas perkreditan yang benar,
menurut Hermansyah untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari,
penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan
kredit dilakukan dengan berperdoman kepada formula 5C. 5C tersebut adalah : (1)
Cheracter (watak), (2) Capacity (kemampuan), (3) Capital (modal), (4) Condition (kondisi ekonomi), (5)Colateral(Jaminan).1
Kredit yang diberikan oleh bank mempunyai resiko berupa kegagalan dan
kemacetan dalam penulisannya ”In good times both borrowers and renders are overconfident about inverstment project and thier ability to repay and the recoup
thier loans and the corresponding feesand interest rates” yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan menjadi pada kondisi baik, baik peminjam maupun pemberi
pinjaman yang terlalu percaya tentang proyek-proyek investasi dan kemampuan
mereka untuk membayar dan atau untuk menutup pinjaman mereka dan biaya yang
sesuai dan tingkat suku bunga”, merupakan salah satu penyebab resiko kredit. Salah
satu cara yang digunakan untuk memperkecil resiko adalah dengan memberikan
jaminan dari debitur ke kreditur dengan jaminan yang diberikan, maka bank yakin
bahwa debitur akan memenuhi prestasinya dikemudian hari sesuai jangka waktu
yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit. Bagi debitur yang tidak memenuhi
prestasinya, maka jaminan yang diserahkan akan menjadi hak bank sebagai ganti dari
pelunasan hutang.
Di dalam perkembangannya bentuk jaminan yang oleh lembaga perbankan
dianggap paling efektif dan aman adalah berupa tanah yang sebelumnya dibebani
dengan hak tanggungan terlebih dahulu. Perjanjian kredit dengan jaminan hak
tanggungan harus melalui beberapa tahap, yaitu tahap permohonan kredit, analisis
kredit, keputusan kredit, perjanjian kredit serta pengikatan jaminan yang disebut
dengan pembebanan hak tanggungan. Walaupun demikian bukan berarti perjanjian
kredit dengan jaminan hak tanggungan tidak memiliki resiko lagi. Nilai objek hak
tanggungan dapat menyusut atau menurun jika mengalami suatu kerusakan atau
musnah yang ditimbulkan oleh musibah atau malapetaka, seperti kebakaran, banjir
bandang, tsunami, gempa bumi dan atau malapetaka lainnya. Oleh karena itu bank
dapat mengalihkan resiko tersebut dengan menerima meminta barang agunan (objek
yang telah dibebani hak tanggungan, tertulis dalam perjanjian kredit yang disepakati
bersama oleh pelaku usaha dan bank yang memberikan pinjaman. Kewajiban
mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan tersebut sudah
merupakan syarat tambahan yang juga harus dipenuhi oleh pelaku usaha agar
kreditnya dapat disetujui oleh bank yang memberikan pinjaman.
Untuk menghindari kemungkinan rusak atau hilangnya barang yang dijadikan
agunan akibat bencana alam atau kesengajaan dari pihak debitur, maka pihak bank
selaku kreditur mengatisipasinya dengan cara menambahkan atau menyertakan
perjanjian asuransi atas objek jaminan hak tanggungan yang dijadikan agunan dalam
perjanjian kredit tersebut. Perjanjian untuk mengasuransikan barang agunan yang
telah dibebani hak tanggungan dalam suatu perjanjian kredit dilakukan saat
pengikatan atau penandatanganan perjanjian kredit yang telah disepakati oleh para
pihak yakni pelaku usaha sebagai debitur dan bank sebagai kreditur.2
Pihak bank sebagai kreditur menyerahkan sepenuhnya terhadap debitur untuk
memilih perusahaan asuransi yang akan digunakan dalam mengasuransikan barang
agunan yang akan dijaminkan pada perjanjian kredit tersebut. Namun ada kalanya
pihak bank sebagai kreditur telah menetapkan perusahaan asuransi sebagai tempat
mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani hak tanggungan tersebut.
Dalam hal pihak bank telah menetapkan sendiri perusahaan asuransi sebagai tempat
mengasuransikan barang agunan dari pihak debitur sebagai jaminan kredit, maka
2 HMN Purwo Sujipto, Pengantar Pokok Hukum Dagang Indonesia,Jilid VIII (Asuransi),
pihak bank memiliki kerja sama atau memiliki perusahaan lain sebagai korporasi
dibidang asuransi. Dalam penelitian ini pihak bank menyerahkan sepenuhnya
kepada debitur perusahaan asuransi sebagai tempat mengasuransikan barang agunan
yang dijaminkan dalam perjanjian kredit tersebut.
Perusahaan asuransi yang dipilih oleh debitur adalah perusahaan asuransi
yang berkantor Indonesia dan memiliki kantor pusat di wilayah Negara Republik
Indonesia adalah salah satu perusahaan asuransi umum terkemuka di Indonesia yang
menawarkan produk-produk dan pelayanan yang baik kepada nasabah perusahaan
maupun kepada nasabah perorangan.
Dalam klausul perjanjian kredit yang dibuat oleh bank secara standart (dalam
bentuk formulir), dicantumkan kewajiban bagi calon debitur untuk mengasuransikan
harta benda tidak bergerak yang akan dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit
dengan cara membebaninya dengan hak tanggungan. Hal ini bertujuan agar
barang-barang tidak bergerak yang dijaminkan tersebut apabila mengalami kerusakan /
musnah karena bencana alam maka resiko dari kemusnahan barang-barang tersebut
beralih kepada perusahaan asuransi, sehingga pihak bank tetap dapat mengklaim
nilai barang tidak bergerak yang dijaminkan tersebut kepada pihak perusahaan
asuransi. Dengan ditandatanganinya polis asuransi oleh debitur dan perusahaan
asuransi dalam perjanjian asuransi, maka pihak debitur telah terikat untuk membayar
sejumlah premi sedangkan pihak perusahaan asuransi terikat untuk bertanggung
apabila mengalami kerusakan atau musnah akibat bencana alam atau hal-hal yang
diluar kekuasaan manusia(force majeure).3
Perusahaan asuransi dalam mempromosikan produk – produk asuransinya
adakalanya memberikan potongan(discount) dalam hal pembayaran premi terhadap nasabah yang mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak
tanggungan tersebut. Namun pemberian discount atau potongan pembayaran premi tidak tercantum dalam klausul perjanjian asuransi yang telah ditandatangani oleh
debitur. Potongan(discount)premi pembayaran tidak dinikmati secara langsung oleh debitur yang mengasuransikan barang agunannya, karena tidak tercantum dalam
klausul asuransi. Oleh karena itu bagi debitur yang mengasuransikan barang
agunannya yang telah dibebani hak tanggungan tersebut, tidak dapat meminta
pertanggungjawaban perusahaan asuransi dalam hal potongan (discount) premi pembayaran asuransi tersebut.4
Berdasarkan uraian di atas maka tulisan ini akan membahas lebih mendalam
mnengenai pengaturan hukum perjanjian kredit dan kewajiban mengasuransikan
barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan oleh debitur dalam suatu
perjanjian kredit dengan pihak bank serta klausul yang terdapat dalam perjanjian
asuransi antara nasabah debitur dengan perusahaan asuransi sebagai tertanggung dan
penanggung.5
3Salim Abas,Dasar-dasar Perasuransian, Rajawali Press, Jakarta, 2002, hal. 63
4 Sri Rezeky Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta,
2001, hal. 34
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kebebasan pihak debitur untuk memilih perusahaan asuransi sebagai
tempat mengikatkan asuransi atas barang agunan kredit bank di Kota Medan?
2. Bagaimana pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan yang telah
dibebani hak tanggungan sebagai jaminan kredit pada bank di Kota Medan?
3. Bagaimana pelaksanaan klaim terhadap asuransi barang agunan yang telah
dibebani hak tanggungan tersebut pada perusahaan asuransi yang telah ditunjuk
oleh bank tersebut, jika terjadi resiko?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kebebasan pihak debitur untuk memilih perusahaan asuransi
sebagai tempat mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani hak
tanggungan pada bank di Kota Medan
2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang agunan
yang telah dibebani hak tanggungan pada bank di Kota Medan
3. Untuk mengetahui pelaksanaan klaim terhadap asuransi barang agunan yang
telah dibebani hak tanggungan pada perusahaan asuransi yang telah ditunjuk
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis yaitu :
1. Secara teoritis penelitian dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih
pemikiran bagi perkembangan hukum perjanjian kredit bank pada umumnya dan
hukum asuransi pada khususnya dalam hal perjanjian asuransi barang agunan
yang telah dibebani hak tanggungan dalam suatu perjanjian kredit bank.
2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
para praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan perjanjian
kredit bank maupun perjanjian asuransi barang agunan yang telah dibebani
dengan hak tanggungan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara khususnya di Lingkungan Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum dan
Magister Kenotariatan menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ”KEWAJIBAN
DEBITUR UNTUK MENGASURANSIKAN BARANG AGUNAN DENGAN
HAK TANGGUNGAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK
PEMERINTAH DAN SWASTA” belum ada yang meneliti dan membahasnya,
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,6 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaranya. Kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis bagi peneliti
kajian hukum terhadap penerapan azas keseimbangan dan keadilan dalam suatu
perjanjian asuransi di Indonesia.
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
keseimbangan dan keadilan sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles yang
mengatakan bahwa suatu kaidah hukum atau peraturan tertulis benar-benar harus
bersifat seimbang dan adil dalam mengayomi kepentingan seluruh masyarakat.7
Dalam suatu perjanjian apapun bentuknya kepentingan para pihak harus
dapat terakomodasi dengan seimbang baik hak maupun kewajiban, sehingga
perjanjian tersebut benar-benar dapat terlaksana dengan adil.8
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) ketentuan mengenai
asuransi diatur dalam Pasal 246 yang berbunyi :
”Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu
6JJJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,(Jilid I), Jakarta, FE UI,
1996, hal. 203
7
Oltje Salman,Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelahan), Renada Media, Jakarta 2007. hal. 19
8
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”.
Dari bunyi Pasal 246 KUHD tersebut diatas dapat dikatakan bahwa perjanjian
asuransi ialah suatu perjanjian dimana penanggung menikmati suatu premi,
mengikatnya dirinya terhadap terganggung untuk membebaskannya dari kerugian,
karena kehilangan atau lenyapnya keuntungan yang diharapkan karena suatu
kejadian yang tidak pasti. Jadi adanya kerugian yang disebabkan oleh kejadian yang
tidak pasti tersebut adalah faktor yang tidak dapat diabaikan pada perjanjian asuransi.
Kemudian definisi pertanggungan tersebut dipertegas dalam Pasal 1 Undang-undang
No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menjelaskan bahwa dengan
adanya pertanggungan maka terbentuk hak dan kewajiban pada pihak dan tanggung
jawab hukum penanggung kepada tertanggung timbul dari peristiwa yang tidak pasti,
atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Asuransi mempunyai tujuan pertama-tama ialah mengalihkan segala risiko
yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak pasti, yang tidak diharapkan
terjadi kepada orang lain yang mengambil risiko itu, untuk mengganti kerugian. Oleh
sebab itu, selama tidak ada kerugian penanggung tidak akan membayar ganti
kerugian kepada tertanggung.9 Selanjutnya dalam Pasal 247 KUHD menyebutkan
pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai bahya kebakaran,
bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni, jiwa satu atau
beberapa orang, bahaya laut atau pembudakan, bahaya yang mengancam
pengangkutan didaratan, sungai dan lautan. Mengenai isi dari Pasal 247 KUHD
tersebut maka dapat dikatakan pada pokoknya ada 2 jenis asuransi yaiu :
1. Asuransi, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian, asuransi laut,
serta sauransi pengangkutan.
2. Asuransi jiwa, adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi
dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan.10
Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi tersebut adalah :
1) Pada asuransi jiwa ”peristiwa yang tak tertentu” terjadi, bila terjadi kematian
dalam tegangan waktu yang lebih singkat dari waktu yang disebutkan dalam
polis. Pada asuransi kerugian ”peristiwa tak tertentu” terjadi bila pada masa
tenggang waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan
kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang diasuransikan
terbakar.
2) Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan terlebih dahulu
(Pasal 305 KUHD).
Pada asuransi kerugian, jumlah ganti kerugian dihitung dengan
membandingkan harga barang yang rusak sebagai akibat hilang atau terbakar dengan
10Bagus Irawan,Aspek-aspek Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi,Alumi Bandung
harga barang sebelum timbul kehilangan atau kebakaran.11Suatu perjanjian asuransi
harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta, yang dinamakan polis. Hal ini diatur
dalam Pasal 255 KUHD, yang bunyinya :
”Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan
polis”.12Tetapi, berlakunya perjanjian asuransi sudah ada bila sudah dibentuk hak –
hak dan kewajiban-kewajiban dari pada penanggung dan pihak tertanggung mulai
berlaku sejak adanya persetujuan antara penanggung dan tertanggung. Walaupun
polis belum ditandatangani. Hal tersebut tercermin dalam Pasal 257 dan Pasal 258
KUHD.
Berdasarkan uraian tersebut Wirjono Prodjodikoro, berpendapat : ”dari
Pasal-pasal 255, 257 dan 258 KUHD, dapat disimpulkan :
a) Persetujuan asuransi pada hakikatnya bersifat konsensual, artinya setelah ada
kata sepakat antara kedua belah pihak untuk mengadakan asuransi, maka
sudah terbentuklah persetujuan asuransi.
b) Tulisan polis mempunyai sifat khusus, yang berlainan dari tulisan lain selaku
alat bukti dengan adanya hal-hal yang secara mutlak harus dimuat dalam
polis.”
Dapat pendapat Wirjono Pradjodikoro tersebut, maka dapat dikatakan, bahwa
polis tetap mempunyai arti yang sangat penting bagi tertanggung. Sebab polis itu
11 Zulkarnain Ma’arif, Hukum Asuransi Selayang Pandang,Prenada Media, Jakarta, 2008,
hal. 26
12R. Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,Jakarta, PT. Paramita, Cetakan ke VI,
merupakan bukti yang sempurna (volledigbewijs) tentang yang mereka janjikan di dalam perjanjian asuransi dan polis satu-satunya alat bukti.13
Mengenai asuransi jiwa, para sarjana ada yang mengidentifikasi dengan
golongan pertanggungan yang tidak sesungguhnya, atau yang disebut
”sommerverzekering” atau pertanggungan sejumlah uang. Dalam hubungan ini,
penelitian perlu akan mengutip pendapat Vollmar, yang antara lain mengatakan :
Secara luas simmerverzekering itu dapat diartikan sebagai suatu perjanjian di mana satu pihak mengikatkan dirinya untuk membayar sejumlah uang, secara sekaligus atau periodik, sedangkan pihak lain mengikatkan dirinya untuk membayar premi, dan pembayaran uang itu adalah tertanggung kepada mati atau hidupnya seorang tertentu atau lebih, salah satu perjanjian itu adalah lijfrentedi dalam KUHD.14
Walaupun tampaknya ada persamaan antara lijfrente dan perjanjian asuransi jiwa, tetapi ada perbedaanya. Pada asuransi jiwa premi itu dibayar oleh tertanggung secara periodik di dalam tenggang waktu bertahun-tahun lamanya, dan akan menerima atau menimbulkan hak atas pembayaran sejumlah uang pada dirinya atau ahli warisnya secara sekaligus dari penanggung. Sedang pada lijfrente, pemberian uang yang seperti premi itu adalah sekaligus, untuk mendapat pembayaran sejumlah uang secara periodik. Perjanjian asuransi jiwa termasuk dalam jenis asuransi sejumlah uang.15
Kewajiban debitur dalam mengasuransikan barang agunan yang telah
dibebani dengan hak tanggungan merupakan kewajiban yang diharuskan oleh pihak
bank dimana pihak bank dapat menunjuk perusahaan asuransi yang merupakan
bagian dari kelompok bisnisnya / atau yang memiliki hubungan kerja sama dengan
pihak bank tersebut. Disamping itu pihak bank juga memberikan kebebasan kepada
debitur untuk memilih sendiri perusahaan asuransi yang akan dijadikan perusahaan
13Wirjono Pradjodikoro,Hukum Asuransi di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 1998, hal. 24 14Emy Pangaribuan Simanjuntak,Hukum Pertanggungan (Pertanggungan Kerugian pada Umumnya, Kebayaran dan Jiwa), Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Universitas Gajah Mada, 1975, hal. 114
15
penanggung dari barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan yang
akan diasuransikannya. Dalam pelaksanaan pengikatan asuransi terhadap barang
agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan tersebut antara debitur dan
penanggung (perusahaan asuransi) memiliki perjanjian tertulis yang memuat hak dan
kewajiban para pihak yang harus dilaksanakan dalam perjanjian asuransi tersebut.
Pihak penanggung (perusahaan asuransi) dalam hal ini setelah perjanjian asuransi
tersebut ditandatangani telah mengambil alih resiko terhadap barang agunan yang
telah diasuransikan oleh debitur tersebut. Di dalam perjanjian asuransi pihak
penanggung selain menanggung resiko terhadap barang agunan tersebut juga
menentukan premi yang harus dibayar debtur atas pengalihan resiko barang agunan
tersebut. Disamping pemberian premi oleh debitur kepada perusahaan asuransi, maka
perusahaan asuransi berkewajiban pula memberikan manfaat kepada debitur selain
penanggungan resiko juga bunga atas premi yang telah dibayarkan oleh debitur
selama jangka waktu asuransi berlangsung. Dalam praktek pelaksanaanya sering
sekali terjadi pihak asuransi tidak menginformasikan / tidak memberikan bunga atas
premi yang telah dibayarkan oleh debitur yang merupakan hak yang wajib diterima
oleh debitur sebagai tertanggung. Demikian pula apabila terjadi perpanjangan jangka
waktu asuransi atau penggantian perusahaan asuransi oleh debitur, hak tertanggung
(debitur) yang telah mengasuransikan barang agunan para perusahaan asuransi
tersebut berupa bunga atas premi yang telah dibayarkan oleh tertanggung yang
(perusahaan asuransi) tersebut. Hal ini jelas merugikan hak dari debitur sebagai
tertanggung secara material.
Manfaat yang diperoleh oleh bank atas diasuransikannya barang agunan yang
telah dibebani dengan hak tanggungan dalam suatu perjanjian kredit adalah bahwa
bank akan lebih terlindungi karena sebagian resiko kredit khususnya resiko terhadap
barang agunan telah dialihkan ke pihak perusahaan asuransi yang telah
menandatangani perjanjian asuransi dengan pihak debitur bank. Kewajiban dalam
mengasuransikan barang agunan yang telah dibebani dengan hak tanggungan dalam
suatu perjanjian kredit perbankan diatur di dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 27/162/KEP/Dir/Tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman
Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB). Bank akan memberikan
persetujuan baik sebagian maupun seluruhnya permohonan kredit dari calon nasabah
debitur tetapi akan ditegaskan terlebih dahulu mengenai syarat-syarat fasilitas kredit
dan prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah dalam rangka melindungi
kepentingan bank. Adapun langkah-langkah yang harus dijalani adalah :
a. Surat Penegasan Persetujuan Permohonan Kredit kepada pemohon dibuat
secara tertulis dalam 5 (lima) rangkap. Surat ini merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan dari surat perjanjian kredit karena dengan tegas
telah disebutkan nomor dan tanggalnya
b. Pengikatan Jaminan
c. Penandanganan Perjanjian Kredit
e. Membuat informasi untuk bagian lain, misalnya bagian kas dan bagian
ekspor/impor
f. Pembayaran biaya material kredit
g. Pembayaran provisi kredit ataucommitment fee h. Mengasuransikan barang agunan
i. Membuat asuransi kredit
Dalam Pasal 1 Butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamahan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan minjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib
dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak
semata-mata melunasi hutangnya, tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati sebelumnya. Berkaitan dengan pengertian kredit di atas
menurut ketentuan Pasal 1 Butir 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2 PBI/2005
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
(b) Pengambil alihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; (c) pengambil
alihan atau pembelian kredit dari pihak lain.16
Sebagaimana diketahui bahwa unsur esensial dari kredit pada bank adalah
adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai
debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan
persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan
peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan dan lain-lain. Makna dari
kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari bank sebagai kreditur bahwa
kredit yang diberikan akan sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu
tertentu sesuai kesepakatan. Dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perkreditan
Thomas Suyatno mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas :
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang barang, atau jasa, akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.
b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan
datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang,
yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan
diterima pasa masa yang akan datang.17
16 Chattamarrsjid, Kapita Selekta Hukum Perusahaan,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,
hal. 32
17Burhanuddin Abdullah,Analisa Kelayakan Kredit Perbankan, LP3EES Indonesia, Jakarta,
c. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit
diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauh
kemampuan manusia untuk menerobos masa depan tidak dapat
diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan
adanya unsur risiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.
d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi
juga dapat berbentuk barang, atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi
modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit
yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik
perkreditan.18
Bertitik tolak dari pendapat di atas maka bisa dikemukakan bahwa selain
unsur kepercayaan tersebut, dalam permohonan dan pemberian kredit juga
mengandung unsur lain yaitu unsur waktu, unsur resiko dan unsur prestasi. Dalam
pemberian kredit ditentukan juga unsur waktu. Unsur waktu ini merupakan jangka
waktu atau tenggang waktu tertentu antara pemberian atau pencairan kredit oleh
bank dengan pelunasan kredit oleh debitur. Lazimnya pelunasan kredit tersebut
dilakukan melalui angsuran / cicilan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan yang telah ditentukan antara debitur dan kreditur dalam perjanjian
kredit. Yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang
18
disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Berkaitan
dengan pemberian kredit oleh bank debitur tentu pula mengandung resiko usaha bagi
bank. Resiko disini adalah resiko dari kemungkinan ketidakmampuan dari debitur
untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya karena sesuatu hal tertentu yang
tidak dikehendaki. Oleh karena itu semakin lama jangka waktu atau tenggang waktu
yang diberikan untuk pelunasan kredit maka semakin besar pula resiko bagi bank.19
Setiap perjanjian tentu mengandung adanya prestasi dan kontraprestasi. Oleh
karena itu dalam perjanjian kredit sejak saat adanya kesepakatan atau persetujuan
dari kedua belah pihak (bank dan nasabah debitur) telah menimbulkan hubungan
hokum atau menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai
dengan kesepakatan yang telah disepakati. Bank sebagai kreditur berkewajiban untuk
memberikan kredit sesuai dengan jumlah yang telah disetujui, dan atas prestasinya
tersebut bank berhak untuk memperoleh pelunasan kredit dan bunga dari debitur
sebagai kontraprestasinya.20
Berdasarkan jangka waktu dan penggunaanya kredit dapat digolongkan
menjadi 3 jenis yaitu :
a. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan
kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka
rehabilitas, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk pelunasan pabrik
19Subekti,Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1987, hal. 25
20Abdul Kadir Muhammad,Dasar-Dasar Hukum Perbankan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang
dibiayai tersebut.
b. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam
rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam
satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang sesuai kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan.
c. Kredit Konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan
kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi
dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghaislan
bulanan nasabah debitur yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, kredit
konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk
kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk
membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama
lainnya.21
Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh
perbankan terdiri dari 9 persyaratan sebagai berikut yaitu :
1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan yang terkait.
2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta
perusahaan, NPWP, SIUP dan lain-lain.
3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu
(grace period)maksimum 4 tahun.
4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan agunan
tambahan jika menuntut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan
melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai agunan.
5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self financingadalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi
proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen
untuk menentukan progres proyek.
7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.
8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasarcash flow yang disusun berdasarkan analisis dalamfeasibility study.
9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.22
Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip perbankan,
bank wajib memerhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi :
Pasal 8 ayat (1) :
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta keseanggupan nasabah debitur
22 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjijan.
Pasal 8 Ayat (2) :
Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Berkaitan dengan itu menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikemukakan bahwa pedoman perkreditan
dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit dan
pembiayaan adalah sebagai berikut :
a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam
bentuk perjanjian tertulis.
b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah
debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan modal agunan, dan proyek usaha dari nasabah debitur.
c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur
dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
e. Laarangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur
dan/atau pihak – pihak terafiliasi.
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tersebut di atas merupakan landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya
kepada nasabah debitur. Lebih dari itu karena pemberian kredit merupakan salah satu
fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan
menerapkan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Untuk mencegah
terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk
memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan
berpedoman kepada Formula 4P dan 5C yaitu : (a) Personality, (b) Purpose, (c), Prospect (d) Payment, dan (a) Character, (b) Capacity,(c) Capital, (d) Collateral, (e)Condition of Economy23
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling
berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua
pihak atau lebih, masing-masing bersekapat akan mentaati apa yang tersebut dalam
persetujuan itu.
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipiil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank
kepada nasabah debitur.24
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya
menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu,
23Zainal Asikin,Studi Kelayakan Kredit Perbankan,Tarsito, Bandung, 2008, hal. 69 24 Yusuf Anwar, Aspek-Aspek Hukum Keuangan dan Perbankan Suatu Tinjauan Praktis,
memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank
sebagai kreditur sebagai debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik.
Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract), di mana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau
tawar-menawar.
Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan
oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut,
tetapi apabila debitur menolak ia tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit
tersebut.
Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank
sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan dan
penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Gatot Wardoyo
perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.
2) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak
dan kewajiban di antara kreditur dan debitur.
3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukanmonitoringkredit. Untuk memperoleh keyakinan dari pihak bank sebelum memperoleh kredit
bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
salah satu unsur pembagian kredit maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah
dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan
utangnya, agunan dapat hanya berupa barang proyek, atau hak tagih yang dibiayai
oleh kredit yang bersangkutan.25
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit,
bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas
kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan adalah
jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka
pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
Berdasarkan pada pengertian jaminan di atas maka dapat dikemukakan
bahwa fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur
bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan
kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.
1. Jaminan Perorangan(Personal Guaranty)
Jaminan perorangan atau jaminan pribadi adalah jaminan seorang pihak
ketiga yang bertindak untuk menjamin di penuhinya kewajiban-kewajiban dari
debitur. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perseorangan adalah suatu
perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang
25Gatot Wardoyo,Hukum Perbankan dan Praktek Pelaksanaanya,Renada Media, Jakarta,
menjamin dipenuhinya kewajiban – kewajiban si berutang (debitur). Ia bahkan dapat
diadakan di luar (tanpa) pengetahuan si berutang tersebut.
Dalam perjanjian perorangan selalu dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan
kewajiban – kewajiban si berutang, yang dijamin pemenuhan seluruhnya atau sampai
suatu bagian (jumlah) tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) bisa disita dan
dilelang menurut ketentuan-ketentuan perihal pelaksana (eksekusi) putusan – putusan
pengadilan.
2. Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang
dilakukan oleh kreditur terhadap debitur, atau antara kreditur dengan seorang pihak
ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban – kewajiban dari debitur.
Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya, tetapi
juga dapat diadakan antara kreditur dengan seorang pihgak ketiga yang menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berutang (debitur).
Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari
kekayaan seseorang, si pemberi jaminan dan menyediakannya guna pemenuhan
(pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang debitur. Kekayaan tersebut dapat
berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan seorang pihak ketiga. Penyendirian
atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang debitur
tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan
khusus itu, bagian dari kekayaan tadi, seperti halnya dengan seluruh kekayaan si
Oleh karena itu, pemberian jaminan kebendaan kepada seorang debitur
tertentu, memberikan kepada kreditur tersebut suatu privilage atau kedudukan istimewa terhadap kreditur lainnya.26
Dalam penelitian ini jaminan kebendaan yang dimaksud adalah benda tidak
bergerak berupa tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat
dibebani hak tanggungan dan akan dijadikan agunan oleh pemiliknya kepada pihak
bank.
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa, “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”.
Hak Tanggungan merupakan implementasi dari amanat Pasal 51 UUPA No.5
Tahun 1960 sebagai upaya untuk dapat menampung serta sekaligus mengamankan
kegiatan perkreditan dalam upaya memenuhi kebutuhan tersedianya dana untuk
menunjang kegiatan pembangunan.27 Sebagai bagian dari Hukum Jaminan, Hak
Tanggungan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lainnya (droit de preference). Hak Tanggungan mempunyai bebeberapa ciri pokok yaitu:
26Munir Fuadi,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,
hal. 35
27 Maria SW Sumardjono, Prinsip-Prinsip Dasar Dan Beberapa Isu Di Seputar
1. memberikan kedudukan diutamakan (preferensi) kepada kreditur-krediturnya
2. selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada
3. memenuhi asas spesialitas dan publisitas
4. mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya.28
Dalam hukum perdata, perjanjian kredit adalah termasuk dalam perjanjian tak
bernama, karena tidak dikenal dalam KUH Perdata. Walaupun usianya sama dengan
usia Bank, sampai saat ini belum ada ketentuan perundang undangan yang mengatur
perjanjian kredit.29
Dalam praktek perbankan, yang menjadi dasar hukum perjanjian kredit
adalah unsur kesepakatan (konsensualisme) yang tertuang dalam perjanjian antara
bank dengan debitur. Azas kebebasan berperjanjian (partij otonomos), azas itikad baik (good faith), azas setiap janji harus dipatuhi (pacta sun servanda) dan azas kehati- hatian(prudential).30
2. Konsepsi
Konsepsi adalah Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori.
Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu
yang konkrit, yang disebut dengan operasional defenition.31 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab 28 Maria SW Sumardjono,Hak tanggungan Dan Fidusia, Citra Aditya Bakti Bandung, 1996,
hal.2
29Martin Roestamy,Op.Cit, hal 24. 30Martin Roestamy,Op.Cit, hal 24.
31 Sutan Reny Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar
secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan, yaitu :
1. Perjanjian asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
2. Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
penanggulangan resiko yang berkaitan dengan barang agunan yang diberikan
debitur kepada bank dalam suatu perjanjian kredit.
3. Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi
kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
4. Barang agunan adalah sejumlah barang baik bergerak maupun tidak bergerak
yang diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank sebagai jaminan atas fasilitas
kredit yang diterimanya untuk memberikan kepercayaan kepada bank dalam hal
pelunasan kredit tersebut dikemudian hari sesuai dengan perjanjian kredit yang
5. Perjanjian kredit adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling
berjanji untuk melakukan suatu hal atau persetujuan yang dibuat oleh kedua
belah pihak atau lebih (nasabah debitur dan bank), masing-masing bersepakat
akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.
6. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseroangan,
badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan
lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya dan juga
melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem
pembayaran bagi semua sektor perekonomian.
7. Debitur adalah calon nasabah bank yang akan menerima fasilitas kredit dengan
sejumlah syarat dan ketentuan harus dipenuhi untuk dapat terlaksananya
pencairan fasilitas kredit tersebut.
8. Kreditur adalah lembaga keuangan (bank) yang akan memberikan fasilitas kredit
kepada nasabah debitur dengan sejumlah syarat dan ketentuan yang harus
dipenuhi oleh nasabah debitur tersebut.
9. Premi adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh tertanggung kepada
penanggung secara berkala dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat dalam perjanjian asuransi.
10. Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya, tujuan pemakaiannya
dan karena ditentukan oleh undang-undang mempunyai kedudukan sebagai