• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA BISNIS PRODUK TEMULAWAK BUBUK

BERORIENTASI EKSPOR MELALUI PENDEKATAN

COPERATIVE ENTREPRENEUR

DI BOGOR

ANISSA KHAIRINA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Anissa Khairina

(4)

ABSTRAK

ANISSA KHAIRINA. Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA.

Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki khasiat obat dan berpontensi untuk dikembangkan di Jawa Barat. Tujuan penelitian ini ialah untuk merancang rencana bisnis pengolahan rimpang temulawak melalui pendekatan Cooperative Entrepreneurship dengan lokasi usaha di Bogor. Pengolahan yang dilakukan ialah mengubah temulawak segar menjadi temulawak bubuk dengan teknologi modern dan dikemas menggunakan kemasan vakum. Target pasar dari produk ini ialah industri obat herbal dan fitofarmaka di negara Amerika. Produk ini dijual dengan harga Rp244 000 per kg atau USD21.4. Analisis finansial usaha menunjukkan usaha ini memiliki prospek yang sangat bagus. Keuntungan bersih yang diperoleh di tahun pertama sebesar Rp556 501 000, tahun kedua dan ketiga sebesar Rp535 503 000, dan tahun keempat selanjutnya sebesar Rp562 785 000. Melalui pendekatan wirakoperasi petani dapat memperoleh harga yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Kata Kunci : rencana bisnis, temulawak, wirakoperasi.

ABSTRACT

ANISSA KHAIRINA. Business Plan of Export Oriented Grain Temulawak Product through Cooperative Entrepreneur Approach in Bogor. Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA.

Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) is one of biopharmaceutical plant that has a potency to be developed in West Java. This research aims to design the business plan of the processing fresh java turmeric through Cooperative Entrepreneur approach. The business will be located in Bogor. The production processing is converting fresh java turmeric into granule using modern technology, and packed using vacuum packing. The market target of this product is herbal medicine industries and phyto-pharmacy in America. The product is sold at the price of Rp 244 000 per kg or USD 21.4. Financial analysis shows that the business is highly prospective and can be implemented. Net profit in the first year is Rp556 501 000, second until third year is Rp535 503 000, and the next year is Rp562 785 000. Through cooperative entrepreneur approach, farmers can obtain the higher price so it can increase the wealthiness of the farmers.

(5)

RENCANA BISNIS PRODUK TEMULAWAK BUBUK

BERORIENTASI EKSPOR MELALUI PENDEKATAN

COOPERATIVE ENTREPRENEUR

DI BOGOR

ANISSA KHAIRINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’alla atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2003 ini ialah rencana bisnis, dengan judul Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M. Baga, MAEc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, staf Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, serta para petani dan pihak-pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada mama, papa, Mas Ryan, Mas Adit, teman-teman sebimbingan skripsi (Rosalin Nur Ajani, Prawitia Widhyarini, Ricko Marpaung, Kamil Saragih, Dani Yoga Nugraha, dan Wuri Tri Handayani), teman-teman agribisnis 47, Inestha Naldi, Yuliana Mafiroh, dan Angga Cahyo Utomo atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Temulawak 7

Penelitian Terdahulu 8

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 18

METODE PENELITIAN 20

Waktu dan Lokasi Penelitian 20

Jenis dan Sumber Data 20

Metode Pengumpulan Data 20

Metode Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM LOKASI USAHA 24

RENCANA BISNIS 25

Rencana Produk 25

Strategi dan Rencana Pemasaran 26

Rencana Produksi (Operasional) 28

Rencana Manajemen 39

Rencana Keuangan 48

Prospek Pengembangan Bisnis Temulawak Berorientasi Ekspor 55

(12)

Simpulan 55

Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 56

(13)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan produksi tanaman obat di indonesia periode 2010-2012 2 2 Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011 3 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di indonesia tahun 2012 4

4 Kebutuhan bahan baku per bulan 33

5 Rincian kebutuhan tenaga kerja berdasarkan deskripsi kerja 37 6 Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan produk temulawak bubuk 38

7 Rincian upah karyawan per bulan 43

9 Hasil pendekatan wirakoperasi dalam usaha pengolahan rimpang temulawak 46

10 Biaya investasi awal usaha 50

11 Rincian biaya operasional tahun pertama 51

12 Rincian biaya operasional tahun selanjutnya 52

13 Modal awal usaha 52

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman temulawak 7

2 Rimpang temulawak 7

3 Kerangka pemikiran operasional penelitian 19

4 Temulawak bubuk 26

5 Mesin perajang 28

6 Mesin vacuum cabinet dryer 30

7 Mesin diskmill 30

8 Mesin vacuum packager 31

9 Kemasan plastik vakum 31

10 Mesin conveyor pendeteksi logam 32

11 Diagram manajemen pengumpulan bahan baku 34

12 Tata letak bangun 35

13 Diagram alir pengolahan temulawak bubuk 37

14 Diagram skema pembentukan usaha 39

15 Struktur organisasi usaha pengolahan rimpang temulawak 40 16 Diagram hubungan antara petani, koperasi, wirakoperasi, dan industri 45

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

2 Asumsi komponen biaya investasi 61 3 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan alat produksi 61 4 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran 62 5 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur 62

6 Rincian biaya penyusutan 63

7 Asumsi komponen biaya tetap 64

8 Rincian biaya tetap komponen biaya tenaga kerja 64 9 Rincian biaya tetap komponen biaya utilitas 64 10 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran 65

11 Asumsi komponen biaya variabel 65

12 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama 65 13 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun selanjutnya 65 14 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin 66

15 Penjualan perusahaan 66

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sangat besar dalam industri tanaman obat atau biofarmaka. Biofarmaka merupakan tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar, atau fitofarmaka. Perbedaan ketiga golongan obat dari bahan alami tersebut terletak pada proses pembuatan serta tingkat pembuktian khasiat produknya.

Jamu merupakan obat berbahan alami yang terdiri dari campuran lima hingga sepuluh jenis bahan dan diolah secara sederhana. Khasiat dan keamanannya terbukti berdasarkan pengalaman turun temurun atau sesuai dengan proses pengolahan yang telah disetujui serta telah memenuhi syarat mutu. Obat herbal terstandar merupakan obat berbahan alami yang berbentuk ekstrak dengan bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Obat jenis ini harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis, farmakodinamik (manfaat), dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Fitofarmaka merupakan peningkatan kelas dari obat herbal terstandar. Obat jenis ini harus melewati dua jenis pengujian yaitu uji praklinis dan uji klinis. Klaim khasiat dari obat jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia1.

Adanya kecenderungan gaya hidup back to nature dengan keyakinan bahwa mengkomsumsi obat herbal relatif lebih aman dibanding dengan obat kimiawi berdampak terhadap meningkatnya pertumbuhan industri obat herbal baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2006 pasar obat herbal di Indonesia mencapai lima triliun rupiah dan meningkat menjadi enam triliun rupaiah pada tahun 2007. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan kembali menjadi Rp7.2 triliun dan pada tahun 2012 mencapai tiga belas triliun rupiah2. Penggunaan obat herbal secara global diprediksi mencapai 107 miliar dollar AS pada tahun 20173. Hal ini menunjukkan suatu peluang pasar yang sangat besar pada industri obat herbal.

Tanaman temulawak merupakan salah satu biofarmaka yang banyak dibutuhkan oleh industri obat herbal dikarenakan khasiat yang dimiliki. Temulawak dapat bermanfaat untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, antioksidan, dan membantu menghambat pembekuan darah. Kandungan minyak atsiri pada temulawak atau xanthorrizol dapat bermanfaat sebagai anti kanker, terutama kanker payudara4. Dibeberapa negara Asia rimpang temulawak tidak hanya digunakan sebagai obat tetapi juga

(17)

digunakan sebagai rempah, merangsang air susu (laktagoga), tonik bagi ibu yang melahirkan (Melayu), perawatan kulit (India), bahan dasar jamu (Indonesia), senyawa anti oksidan, dan anti hepatotoksik (Suksamrarn et al. 1994). Air rebusan temulawak yang dicampur dengan biji moste dapat digunakan untuk mengurangi kegemukan. Di Philipina, temulawak digunakan untuk mewarnai makanan dan beberapa jenis kain, sedangkan di Sudan digunakan untuk campuran kosmetika (Kristianti 1981).

Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai obat dan diklaim dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sebagai upaya menuju pola hidup alami yang lebih aman, pemerintah melalui Badan POM mensosialisasikan khasiat temulawak kepada masyarakat melalui ”Gerakan Nasional Minum Temulawak” pada tahun 2007. Program ini telah berhasil membawa pemanfatan temulawak mendunia baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di Eropa, Amerika, dan Asia5. Mendunianya khasiat temulawak mengakibatkan pertumbuhan produksi temulawak berkembang dengan sangat cepat. Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010 sampai 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010-2012a

a

Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2013)

b

Angka Prognosa

Tabel 1 menunjukkan temulawak memiliki nilai pertumbuhan pertumbuhan produksi yang paling besar dibandingkan tanaman rimpang lainnya yaitu 79.33%. Tingginya nilai pertumbuhan produksi ini mengindikasikan bahwa permintaan atau kebutuhan akan temulawak semakin meningkat. Oleh sebab itu, tanaman temulawak memiliki prospek untuk dikembangkan mengingat jumlah produksinya yang cukup tinggi.

Tanaman temulawak dibutuhkan oleh banyak industri obat herbal berskala besar ataupun menengah, seperti PT Sidomuncul, Soho Group, PT Air Mancur, PT Indo Farma, Dayang Sumbi, CV Temu Kencono, Indotraco, PT Nyonya Meneer, Herba Agronusa, dan Jamu Jenggot. Rata-rata kebutuhan perusahaan

5

http://abaherbal.com/gerakan-nasional-minum-temulawak/ (Diacu 25 Juni 2014)

No Komoditas Produksi (Kg) Pertumbuhan

(18)

tersebut dapat mencapai 3000 ton per tahun6. Selain pasar dalam negeri tanaman ini juga dibutuhkan oleh pasar luar negeri seperti yang tertera pada tabel volume ekspor tanaman temulawak (Kemendag 2011). Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011c Negara Tujuan Volume (Kg) Harga (USD)

India 1 269 517 2 463 976

Tabel 2 menunjukkan bahwa negara India merupakan negara tujuan ekspor temulawak dengan volume terbesar yaitu 1 269 517 Kg dengan total nilai ekspor sebesar USD2 463 976 pada tahun 2011. Selanjutnya, diikuti oleh negara asia lain sebesar 294 802 Kg dan Amerika sebesar 253 753. Tingginya nilai ekspor ini menunjukkan besarnya permintaan dari luar negeri untuk produk temulawak.

Berdasarkan klaim khasiat yang dimiliki, jumlah serapan industri obat herbal baik di dalam maupun luar negeri, serta perkembangan produksi temulawak yang cukup besar, temulawak merupakan salah satu tanaman potensial dalam pengembangan agribisnis tanaman obat unggulan. Tanaman temulawak dapat dijual dalam bentuk segar atau olahan berupa produk setengah jadi (simplisia, pati, minyak atsiri, ekstrak) dan produk jadi (sirup, jamu instan, tablet, dan kapsul), namun petani temulawak di Indonesia umumnya menjual dalam bentuk segar. Penjualan temulawak dalam bentuk segar tidak memberikan pendapatan yang cukup besar hanya sebesar Rp87 638 per bulan per 1 000 m2 luas panen dengan harga jual sebesar Rp1 500 per Kg (Ermiati 2011). Hal ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Pengolahan produk menjadi bentuk setengah jadi (simplisia atau bubuk) dapat memberikan nilai tambah sebesar 7 sampai 15 kali (Badan Litbang Pertanian 2007). Diversifikasi produk menjadi sirup dan temulawak instan dapat memberikan keuntungan dengan nilai B/C rasio sebesar 1.6 sampai 1.65 (Yuhono 2007).

Sentra budidaya tanaman temulawak di Indonesia tersebar di beberapa propinsi di Pulau Jawa, yaitu propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Propinsi Jawa Barat menempati posisi keempat

6

(19)

setelah Propinsi Jawa Tengah yang diikuti oleh Propinsi Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Data produksi temulawak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di Indonesia tahun 2012d

Propinsi Luas Panen (m2) Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/m2)

Jawa Tengah 8 671 783 28 707 216 3.28

Jawa Timur 6 203 118 8 316 896 1.32

DI Yogyakarta 1 582 606 3 441 605 2.17

Jawa Barat 471 346 831 112 1.75

Banten 143 057 49 337 2.21

DKI Jakarta 2 280 8 418 2.16

d

Sumber : Kementerian Pertanian (2013)

Tabel 3 menunjukkan bahwa Jawa Barat menduduki posisi keempat luas panen terbesar setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Hal ini menunjukkan Jawa Barat memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan tanaman biofarmaka dikarenakan untuk propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta mayoritas petani sudah melakukan kerjasama dengan industri jamu nasional. Pada saat ini, 97% Industri Obat Tradisional (IOT) berada di Pulau Jawa dan mayoritas industri tersebut berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Industri Obat Tradisional (IOT) tersebut rata-rata sudah melakukan kerjasama dengan petani temulawak (Badan Litbang Pertanian 2007). Oleh karena itu, Jawa Barat memiliki potensi untuk pengembangan temulawak dikarenakan masih banyaknya petani yang bekerja secara individual.

Terbukanya pasar serta potensi besar yang dimiliki Indonesia menciptakan suatu peluang usaha pengembangan industri pengolahan tanaman temulawak di Indonesia. Pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneurship) sangat cocok untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada pada agribisnis temulawak. Hal ini dikarenakan pendekatan wirakoperasi lebih mementingkan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadi, sehingga kesuksesan yang diperoleh merupakan kesuksesan bersama. Sama seperti usaha lainnya, untuk memulai usaha melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) membutuhkan modal dan rencana bisnis yang baik. Rencana bisnis dapat berguna sebagai pedoman dalam menjalankan bisnis ataupun sebagai alat untuk keperluan investasi.

Rumusan Masalah

(20)

dan pelaku usaha tidak terbentuk suatu integrasi vertikal yang baik. Selain itu, skala usaha petani temulawak yang kecil serta tidak adanya pengolahan yang dilakukan petani mengakibatkan petani tidak memiliki posisi tawar yang baik terhadap para pelaku usaha.

Pemasaran temulawak oleh petani umumnya dilakukan melalui kegiatan kemitraan kepada perusahaan obat herbal ataupun melalui tengkulak. Namun, kedua hal ini tidak memberikan keuntungan yang besar kepada petani. Harga temulawak segar di tingkat petani umumnya berada pada kisaran Rp1 500 sampai Rp2 000 per Kg. Harga ini belum terlalu menguntungkan bagi petani yang umumnya berskala kecil (Ermiati 2011). Selain itu, sistem kemitraan yang terjalin antara perusahaan dan petani juga tidak memberikan keuntungan yang besar dikarenakan harga yang dipatok perusahaan sangat rendah hanya sebesar Rp600 per Kg untuk temulawak segar dan Rp5 500 untuk simplisia7.

Petani sebagai pelaku usaha budidaya yang memiliki lahan tidak memiliki posisi tawar yang baik sehingga harga yang diterima petani rendah. Hal ini dikarenakan petani memiliki keterbatasan dalam hal teknologi serta informasi. Rendahnya harga yang diterima petani mengakibatkan rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan temulawak dan agribisnis temulawak menjadi tidak berkembang.

Wirakoperasi ialah seorang pelaku usaha yang memiliki sebuah inovasi, ide kreatif, dan teknologi namun tidak memiliki lahan yang cukup untuk melakukan budidaya. Wirakoperasi berbeda dengan wirausaha pada umumnya. Wirakoperasi tidak hanya berorientasi kepada keuntungan tetapi juga berorientasi kepada manfaat atau kesejahteraan anggotanya. Berdasarkan keterbatasan serta kelebihan yang dimiliki oleh petani dan wirakoperasi, diperlukan pengembangan usaha melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) agar tingkat kesejahteraan petani meningkat dan agribisnis temulawak menjadi berkembang.

Jawa Barat sebagai daerah sentra penghasil temulawak terbesar keempat di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat daerah Jawa Barat masih sedikit petani yang melakukan kemitraan. Rendahnya harga yang diterima petani di pasar lokal mengharuskan adanya pengalihan pasar dari pasar lokal ke pasar luar negeri agar petani dapat memperoleh harga yang lebih baik. Pengolahan temulawak segar menjadi produk setengah jadi dalam hal ini simplisia dapat menjadi pilihan karena dapat memberikan keuntungan sebesar 7 sampai 15 kali (Badan Litbang Pertanian 2007).

Pengembangan usaha komoditas temulawak ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam maupun luar negeri. Selain itu, peranan seorang wirakoperasi diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan petani di Indonesia. Pengembangan usaha sosial melaui peranan wirakoperasi belum banyak digunakan dalam dunia bisnis sehingga menarik untuk dikaji mengenai :

1. Bagaimana rencana bisnis yang harus dirumuskan agar bisnis pengolahan temulawak dapat memberikan keuntungan secara finansial dan sosial?

7

(21)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Merancang rencana bisnis pengolahan rimpang temulawak melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur)

Manfaat Penelitian

Peneletian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi dalam hal wirakoperasi (cooperative entrepreneur) dan potensi bisnis pengolahan rimpang temulawak dalam bentuk rencana bisnis. Manfaat bagi mahasiswa dan perguruan tinggi yaitu dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan usaha pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) juga sebagai bahan acuan dalam hal perencanaan bisnis.

Bagi pemerintah terutama Kementrian Koperasi dan UKM, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam mengembangkan model bisnis dengan pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Bagi petani dan pelaku bisnis penelitian ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan dana untuk usaha pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak dari investor atau lembaga keuangan serta acuan dalam menjalankan usaha. Bagi investor atau lembaga keuangan penelitian ini dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai prospek tanaman biofarmaka sebagai acuan dalam proses pengambilan keputusan investasi dan alokasi modal yang akan digunakan.

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak

Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) termasuk keluarga

Zingiberaceae bersama dengan jahe. Di daerah Jawa Barat, temulawak sering disebut sebagai „Koneng Gede‟ sedangkan di Madura disebut „Temu Lobak‟. Bagian tanaman temulawak yang umumnya digunakan ialah bagian rimpang. Rimpang ini dapat digunakan dalam bentuk segar, rimpang kering, atau rimpang yang telah diserbukkan (BPOM 2005). Tanaman temulawak dan rimpang temulawak dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2

Temulawak dipercaya memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Penelitian Fitriani (2013) menunjukkan bahwa temulawak terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Selain itu, Sidik (2006) membuktikan bahwa kandungan kurkuminoid secara klini berkhasiat mencegah penyakit jantung koroner, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mencegah penggumpalan darah. Penelitian Kurnia (2006) menunjukkan bahwa kandungan kurkumin pada temulawak dapat bermanfaat sebagai acnevulgaris, anti inflamasi (anti radang), antioksidan, anti hepopotoksik (anti keracunan empedu). Banyaknya khasiat yang dimiliki menjadikan temulawak digunakan dalam hampir semua produk obat tradisional (Badan Litbang Pertanian 2007).

Sentra produksi budidaya temulawak tersebar di beberapa provinsi di Pulau Jawa, terutama provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Peningkatan produktivitas untuk tanaman temulawak mencapai 11% per tahun, sedangkan serapan yang terdiri atas Industri Obat Tradisional (IOT) atau Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan farmasi mencapai rata-rata 63%, ekspor 14%, serta untuk konsumsi rumah tangga 23%. Dalam kurun waktu 6 tahun diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari komoditas temulawak (Badan Litbang Pertanian 2007). Hal ini disebabkan oleh rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan tanaman temulawak.

Penelitian Purnaningsih (2008) menunjukkan bahwa para petani umumnya menjual hasil panennya dalam bentuk segar tanpa pengolahan. Sistem pemasaran umumnya disalurkan kepada pedagang pengumpul yang kemudian dari pedagang pengumpul dilanjutkan kepada Industri Obat Tradisional (IOT). Harga yang

(23)

diberikan oleh pedagang pengumpul cukup rendah yaitu Rp1 200 hingga Rp1 500 per kg. Berdasarkan penelitian Ermiati (2011) harga ini memberikan nilai pendapatan yang tidak terlalu besar. Hal ini yang mengakibatkan rendahnya motivasi petani dalam melakukan budidaya temulawak.

Penelitian Terdahulu

Keberhasilan peranan wirakoperasi dibuktikan melalui penelitian Baga dan Firdaus (2009) pada kasus belimbing dewa di Kota Depok serta penelitian Fajrian (2013) pada CV. Bunga Indah Farm di Kabupaten Sukabumi. Kedua penelitian ini menunjukkan penerapan sistem kewirausahaan sosial mampu memajukan usaha tidak hanya secara keuntungan pribadi tetapi juga usaha anggotanya. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya pendapatan petani setelah melakukan kemitraan serta meningkatnya skala usaha petani. Keberhasilan usaha ini tidak lepas dari adanya peran seorang pemimpin yang memiliki jiwa wirakoperasi.

Penelitian Baga (2011) Profil dan Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis menunjukkan bahwa karakter seorang wirakoperasi digambarkan dengan locus of control yang sangat internal, mempunyai need for achievment yang tinggi, sikap altruisme yang tinggi, serta perilaku kepemimpinan yang efektif dengan orientasi tugas dan manusia secara seimbang. Hal ini sesuai dengan penelitian Effendi (2005) pada Koperasi Simpan Pinjam Etam Mandiri Sejahtera menunjukkan untuk meningkatkan dinamika organisasi maka diperlukan keefektifan gaya kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi kepada tugas tetapi dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada hubungan baik anggota. Selain itu penelitian Nurlina (2009) menunjukkan kepemimpinan orientasi prestasi secara simultan signifikan berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha anggota koperasi.

Penelitian Effendi (2005) dan Nurlina (2009) menunjukkan peran seorang pemimpin berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisasi. Oleh sebab itu peran seorang pemimpin yang memiliki jiwa wirakoperasi akan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Sesuai dengan Selain peranan seorang wirakoperasi agar usaha dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan sebuah perencanaan bisnis. Perencanaan bisnis yang sistematis diperlukan untuk mengurangi kegagalan pada pendirian suatu proyek bisnis. Menurut Pinson (2003) ada tiga tujuan menulis rencana bisnis, yaitu sebagai panduan yang dapat diikuti sepanjang usia bisnis, sebagai dokumentasi pendanaan, dan sebagai alat standart untuk mengevaluasi potensi bisnis keluar negeri.

(24)

Analisis teknik dan teknologi terdiri dari aspek bahan baku, mesin dan peralatan, aspek teknologi, dan proses produksi, penentuan tata letak dan ruang pabrik, serta perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik. Analisis bahan baku yang dilakukan terdiri dari perencanaan bahan baku dn perencanaan mesin dan peralatan.

Aspek selanjutnya yang dianalisis adalah aspek teknologi dan proses produksi. Aspek ini berisi penjelasan tentang jenis teknologi yag akan digunakan serta tahapan-tahapan proses produksi yang akan dilakukan. Setelah menganalisis aspek teknologi dan proses produksi, aspek selanjutnya adalah penentuan tata letak dan ruang pabrik. Penentuan tata letak dan ruang pabrik sangat penting dilakukan untuk meningkatkan tingkat efisiensi dari kegiatan produksi. Usaha yang didirikan lebih baik dilakukan pada lokasi yang dekat dengan bahan baku dengan harapan dapat memperkecil biaya transportasi, ketersediaan sumberdaya yang cukup, infrastruktur yang mendukung, serta dekat dengan target pasar.

Analisis manajemen dan organisasi terdiri dari aspek legalitas, kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan. Pada aspek legalitas akan ditentukan bentuk badan usaha yang akan digunakan. Kebutuhan tenaga kerja menjelaskan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang akan digunakan pada kegiatan usahanya. Struktur organisasi menggambarkan hierarki manajemen dari organisasi bisnisnya dan bagaimana hubungan antar setiap karyawan dalam organisasi tersebut. Deskripsi pekerjaan menjelaskan tugas-tugas serta tanggung jawab setiap personil yang ada dalam organisasi bisnis.

Aspek lingkungan mengaji apakah usaha yang akan didirikan dapat dilaksanakan dengan layak dilihat dari kondisi lingkungan. Hal ini mencakup pengolahan limbah yang dihasilkan usaha yang didirikan sehingga perlu dilakuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Analisis ini dilakukan agar kualitas lingkungan tidak terganggu akibat kegiatan usaha.

Berdasarkan penelitian Wibowo (2011), maka penelitian ini akan menggunakan konsep rencana bisnis dengan mengkaji beberapa aspek yaitu, rencana produk, strategi dan rencana pemasaran, rencana operasional, rencana manajemen. Selain itu, pendekatan wirakoperasi yang digunakan sangat sesuai untuk mengatasi masalah sosial yang ada pada agribisnis temulawak, sehingga pada rencana manajemen akan dipaparkan sistem manajemen melalui pendekatan

cooperative entrepreneur. Berdasarkan keseluruhan penelitian maka akan dirancang sebuah rencana bisnis untuk produk simplisia temulawak melalui pendekatan cooperative entrepreneur.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

(25)

rencana bisnis untuk melihat potensi usaha pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak.

Wirakoperasi (Cooperative Entrepreneur)

Menurut Hendar dan Kusnadi (2009) dalam Fajrian (2013) wirakoperasi atau cooperative entrepreneur adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif dengan mengambil sikap inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam memenuhi kebutuhan serta peningkatan kesejahteraan bersama. Menurut Baga (2009) wirakoperasi adalah orang-orang yang mampu membawa atau menemukan peluang koperasi yaitu berupa efek koperasi kemudian melakukan upaya persusasif meyakinkan para petani untuk bersama-sama mengembangkan koperasi. Efek koperasi merupakan hal apapun yang menjadikan sesuatu lebih mudah, lebih murah, dan lebih menguntungkan jika dilakukan bersama-sama dibandingkan dilakukan secara sendiri-sendiri.

Peran seorang wirakoperasi adalah menemukan peluang berkoperasi dan mewujudkannya dalam bentuk usaha yang menguntungkan bagi para anggotanya (Baga 2011). Wirakoperasi menggabungkan antara jiwa kewirausahaan dengan sikap kooperatif pada diri seorang pemimpin. Seorang wirakoperasi tidak hanya mementingkan keberhasilan usahanya tetapi juga bertanggung jawab dalam meningkatkan kesejahteraan para anggota dan para petani.

Tugas utama seorang wirakoperasi adalah menciptakan inovasi yang dapat memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha. Keberhasilan inovasi sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan dari wirakoperasi tersebut. Tugas wirakoperasi akan berjalan dengan baik apabila seorang wirakoperasi memiliki tingkat kemampuan dan motivasi yang tinggi, serta kebebasan dalam bertindak (sepanjang tidak merugikan orang lain) dari wirausaha (Fajrian 2013). Seorang wirakoperasi dikatakan berhasil apabila dia mampu untuk mengembangkan usahanya juga meningkatkan kesejahteraan petani atau anggotanya. Orientasi peningkatan kesejahteraan tersebut dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan pendapatan petani atau anggota dan perubahan skala usaha kecil menjadi skala usaha yang lebih besar bagi petani.

Konsep cooperative entrepreneur dapat diterapkan pada suatu rancangan bisnis dengan melakukan kerjasama dengan petani untuk memasok bahan baku yang akan digunakan. Penerapan konsep ini akan menciptakan suatu multiplier effect bagi usaha yang dijalankan juga meningkatnya tingkat efisiensi rantai pasokan karena terintegrasinya rantai pasok mulai dari on-farm hingga off-farm.

Rencana Bisnis

(26)

Perencanaan bisnis mencakup uraian tentang gambaran umum rencana, kondisi perusahaan, produk/jasa yang akan diberikan oleh perusahaan, kondisi pasar, kondisi manajemen, kondisi keuangan, kondisi operasional, strategi untuk pengembangan di masa yang akan datang, informasi keuangan yang dibutuhkan dan lampiran-lampiran. Perencanaan bisnis dapat digunakan sebagai alat untuk mencari pinjaman dari pihak ketiga, seperti pihak perbankan, investor, lembaga keuangan, dan sebagainya (Rangkuti 2005).

Rencana Produk

Perencanaan produk adalah proses penciptaan suatu produk hingga produk tersebut diperkenalkan di pasar. Proses perencanaan produk diawali dengan pengenalan terhadap kebutuhan pasar. Produk yang dijual dapat berupa fresh product, intermediate product, atau final product.

Fresh product adalah produk segar yang belum dilakukan pemrosesan terlebih dahulu. Fresh product umumnya tidak menghasilkan margin yang tinggi bagi pelakunya, karena tidak memiliki nilai tambah. Intermediate product adalah produk yang telah diproses namum memerlukan proses selanjutnya untuk kemudian dijual kepada konsumen akhir. Intermediate product umumnya dipasarkan pada industri manufaktur produk akhir. Final product adalah produk yang langsung dapat dikonsumsi atau digunakan langsung oleh konsumen akhir.

Produk yang akan dihasilkan pada rencana bisnis ini adalah intermediate product yaitu berupa simplisia temulawak dan temulawak bubuk. Produk dihasilkan dengan mengolah rimpang temulawak segar menjadi simplisia kering yang dapat meningkatkan umur simpan produk. Nilai tambah pada produk ini diharapkan dapa memberikan keuntungan lebih bagi pelaku usaha.

Strategi dan Rencana Pemasaran

Persaingan pasar yang semakin ketat menuntut para pelaku usaha untuk mempunyai suatu strategi dan perencanaan pemasaran yang matang agar dapat bertahan dalam suatu idustri. Keinginan pengusaha besar adalah mampu menerobos pasar dunia dan tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri di dalam negeri.

Pasar yang berubah dengan sangat cepat, selera konsumen yang mudah berubah, dan keinginan konsumen untuk mencoba produk baru menjadikan loyalitas konsumen sangat labil. Oleh karena itu, hal ini yang menjadi tantangan bagi kegiatan pemasaran, mencari, memelihara konsumen yang sudah ada. Strategi pemasaran harus menjawab tantangan ini dengan berbagai taktik. Setelah mengetahui keseluruhan kondisi pasar dari industri tersebut, hal yang harus dilakukan selanjutnya ialah menentukan usaha-usaha atau strategi pemasarannya. Menurut Kotler dan Keller (2009) semua strategi pemasaran dibuat berdasarkan STP (Segmentation, Targetting, Positioning) dan kemudian disesuaikan dengan bauran pemasaran (Product,Price, Place, Promotion)

1. Segmenting

(27)

keiginan, prilaku, dan respon terhadap program-program pemasaran spesifik. Program-program pemasaran yang sesuai dengan segmentasi pasar akan meningkatkan jumlah penjualan pada perusahaan.

Segmentasi pasar harus dapat diidentifikasi dan diukur terlebih dahulu sehingga akan memudah untuk menentukan strategi yang efektif pada segmen tersebut. Segmen pasar harus dapat terukur dengan baik tidak hanya berdasarkan besar pasar potensial tetapi juga prilaku membeli konsumen (Zehle 2004).

2. Targetting

Targetting adalah proses memilih target pasar produk yang dituju dari setiap segmen-segmen pasar yang telah ditentukan. Segmen pasar yang memberikan keuntungan menjadi target potensial bisnis. Sebuah bisnis dapat berkonsentrasi pada satu, beberapa, atau seluruh target. Salah satu hal penting dalam target pasar adalah komunikasi pasar, yaitu menempatkan produk sesuai dengan posisi produk tersebut (Zehle 2004).

3. Positioning

Positioning adalah proses menempatkan produk pada suatu posisi khusus sehingga konsumen dapat dengan mudah membedakan produk kita dengan produk perusahaan pesaing. Positioning penting dilakukan untuk menciptakan suatu citra produk pada konsumen.

Bauran pemasaran ialah suatu kombinasi yang memberikan hasil maksimal dari unsur-unsur product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan

process keempat P pertama disebut 4 P tradisional dan 3 P terakhir dikatakan unsur bauran pemasaran untuk pemasaran produk jasa (Alma 2010). Bauran pemasaran digunakan sebagai suatu strategi agar proses pemasaran dapat memberikan hasil yang maksimal.

1. Product (Produk)

Aspek ini terdiri dari spesifikasi produk yang ditawarkan oleh perusahaan, seperti bentuk produk, merek produk, kemasan, serta hal lain terkait produk yang akan dijual. Selain itu, pengembangan jenis-jenis atau variasi produk juga dapat dianalisis pada aspek ini.

2. Price (Harga)

Aspek ini menjelaskan tentang harga yang diberlakukan kepada konsumen untuk setiap jenis produk yang ditawarkan.

3. Place (Tempat)

Aspek ini mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan lokasi penjualan produk maupun pendistribusian produk, serta ketersediaan fasilitas yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen dari sisi tempat.

4. Promotion (Promosi)

Aspek ini mencakup strategi-strategi promosi yang dilakukan perusahaan untuk memasarkan produknya. Dalam aspek ini akan dikaji mengenai pemilihan media promosi serta pemilihan cara penjualan.

Rencana Operasional (Produksi)

(28)

yang tepat akan meningkatkan tingkat efisiensi dari perusahaan tersebut. Pada perencanaan operasional atau produksi juga dirancang suatu SOP (Standart Operational Procedure) dari kegiatan bisnis pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak. Selain itu, perencanaan jumlah produksi dan pemilihan teknologi yang tepat guna juga harus dilakukan sebelum melakukan bisnis. Hal ini berguna untuk menghitung modal yang akan dibutuhkan.

a. Perencanaan Lokasi dan Tata Letak

Perencanaan lokasi dan tata letak menjadi hal awal yang harus dipertimbangkan, karena pemilihan lokasi yang tepat dapat meningkatkan efisiensi kegiatan usaha. Pemilihan lokasi usaha dapat ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan bahan baku atau pasar potensial, tenaga kerja, serta ketersediaan infrastruktur yang baik yang dapat menunjang kegiatan usaha. Perancangan tata letak bangunan usaha terdiri dari ruang produksi, ruang penyimpanan atau gudang, ruang administrasi, serta ruangan lain yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang akan dibutuhkan.

b. Teknologi

Teknologi pengeringan rimpang temulawak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara tradisional dengan menggunakan panas matahari dan menggunakan oven. Namun, pengeringan dengan cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki risiko yang cukup tinggi terkontaminasi oleh bakteri ataupun jamur.

Proses pengeringan lebih baik dilakukan menggunakan oven dengan suhu ±60oC. Hal ini akan mempercepat proses pengeringan dan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari segi tampilan fisik (Cahyono, dkk 2011). Lebih jauh lagi, penelitian Cahyono, dkk (2011) juga menunjukkan bahwa proses pengeringan ini berpengaruh terhadap kandungan kurkuminoid temulawak. Kadar total kurkuminoid yang diekstrak dari simplisia kering memiliki kuantitas lebih banyak daripada temulawak segar.

Selain proses pengeringan, penggunaan teknologi juga dilakukan pada proses pengemasan. Pengemasan simplisia kering ataupun rimpang segara temulawak dilakukan dengan menggunakan alat Vacuum Packaging. Alat ini memiliki prinsip kerja dengan cara menyedot udara yang ada dalam kemasan dan kemudian dlakukan penyegelan kemasan. Pengemasan dengan teknologi ini dipilih karena memiliki keunggulan tidak merusak kandungan gizi, bentuk, tekstur, dan dapat menekan pertumbuhan mikroba karena terbentuknya hampa udara pada sisi dalam kemasan tersebut sehingga dapat memperpanjang umur penyimpanan produk juga memperkecil ruang simpan.

c. Perencanaan Bahan Baku

(29)

Kuantitas bahan baku, (3) Kualitas bahan baku, (4) Persediaan bahan baku, dan (5) Kemungkinan penggunaan jenis bahan baku lain.

Rencana Manajemen

Aspek manajemen dalam perencanaan bisnis berisi gambaran tentang bisnis/proyek dalam masa pembangunan dan bisnis/proyek sudah berjalan. Bisnis/proyek dalam masa pembangunan, berisi kajian lama waktu yang dibutuhkan unrtuk penyiapan proyek sampai proyek siap beroperasi dan biaya yang dibutuhkan untuk bisnis tersebut. Sedangkan bisnis/proyek sudah berjalan berisi kajian bentuk badan hukum organisasi, struktur organisasi, jumlah karyawan yang dibutuhkan, persyaratan karyawan, proses rekruitment, sistem upah, dan sebagainya (Supriyanto 2011).

a. Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Koperasi

Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseoragan atau badan hukum koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi (UU No. 17 tahun 2012). Koperasi terdiri atas dua jenis, yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh orang perseorangan, sedangkan koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum koperasi. Koperasi primer didrikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi. Koperasi sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) koperasi primer.

Koperasi dalam pelaksanaannya harus menerapkan tujuh prinsip dasar koperasi. UU No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian menyebutkan tujuh prinsip dasar koperasi adalah sebagai berikut:

1. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka 2. Pengawasan oleh anggota dilaksanakan secara demokratis 3. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi 4. Koperasi merupakan badan usaha yang swadaya dan otonom

5. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengawas, pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan koperasi 6. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan

koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan

7. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota.

b. Persyaratan Perusahaan untuk Mengekspor

Perusahaan yang ingin meluaskan pasarnya ke luar negeri atau ekspor, harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya (Kemendag 2013):

(30)

c. PT (Perseroan Terbatas)

d. Persero (Perusahaan Perseroan) e. Perum (Perusahaan Umum) f. Perjan (Perusahaan Jawatan) g. Koperasi

2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

3. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan pemerintah seperti: a. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas Perdagangan b. Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian

c. Izin Usaha PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) atau PMA (Penanaman Modal Asing) yang dikeluarkan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)

4. Memiliki Angka Pegenal Ekspor (APE)

Pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan untuk koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Fotokopi Akta Pendirian Koperasi

2. Fotokopi KTP Pimpinan/Penanggung jawab koperasi 3. Fotokopi NPWP Koperasi

4. Neraca terakhir koperasi bermaterai Rp 6 000,- 5. Susunan Pengurus

6. Surat keterangan domisili usaha dari kelurahan atau kantor desa, diketahui kecamatan

7. Pasfoto warna ukuran 4x6 dua lembar.

Ijin usaha perdagangan ini masuk kedalam ijin usaha perdagangan dan berlaku selama lima tahun dan setiap tahun dilakukan registrasi ulang.

c. Struktur Organisasi

Struktur organisasi menggambarkan tentang hierarki kepengurusan dari organisasi bisnis. Struktur organisasi terdiri dari susunan bagian-bagian yang diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi bisnis tersebut. Pada struktur organisasi akan digambarkan hubungan kerja antara orang yang satu dengan yang lainnya dengan memperhatikan aturan bentuk badan hukum dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.

d. Deskripsi Kerja

Bagian-bagian yang dicantumkan pada struktur organisasi akan mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Penggambaran tugas dan tanggung jawab masing-masing tenaga kerja atau pegurus dipaparkan dalam bentuk deskripsi kerja. Deskripsi kerja bagi tenaga kerja dan pengurus perusahaan berbeda-beda sesuai dengan jabatan dan bagiannya.

e. Upah dan Gaji

(31)

karyawan, dan pengalamannya. Penetapan upah tidak dapat ditentukan oleh satu formula, karena penetapan besarnya upah juga melihat kepada tingkat produktivitas, biaya hidup, dan laba yang diperoleh pengusaha.

Berdasarkan ketetapan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.1636-bangsos/2013 upah minimum regional (UMR) untuk Kabupaten Bogor untuk industri ini adalah sebesar Rp2 578 576. Upah ini termasuk dengan gaji pokok serta tunjangan.

f. Manajemen Risiko

Jalannya sebuah bisnis tidak akan terlepas dari sebuah risiko. Menurut Siahaan (2007) risiko adalah kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya. Darmawi (2007) mendefinisikan risiko adalah penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Menurut Muslich (2007) risiko adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian. Secara umum risiko dapat didefinisikan sebagai penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan yang dapat menimbulkan suatu kerugian.

Risiko dapat dikategorikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang dilakukan, dan aktivitas yang dilakukan. (Kountur 2008).

- Risiko dari Sudut Pandang Penyebab Timbulnya Risiko

Sofyan (2004) menyebutkan penyebab timbulnya risiko pada umumnya berasal dari dua sumber, yakni sumber intern dan sumber ekstern. Sumber intern umumnya memiliki risiko yang lebih kebih kecil dikarenakan masalah intern umumnya lebih mudah dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber ekstern berasal dari luar organisasi dan umumnya jauh diluar kendali si pembuat keputusan, antara lain muncul dari pasar, ekonomi dan politik, perkembangan teknologi, perubahan sosial budaya, kondisi suplai atau pemasok, kondisi geografi dan kependudukan, serta perubahan lingkungan dimana perusahaan itu didirikan.

- Risiko dari Sudut Pandang Akibat

Risiko dari sudut pandang akibat dibagi menjadi risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni terjadi apabila suatu ketidakpastian yang terjadi menghasilkan kerugian. Tidak ada kemungkinan menghasilkan keuntungan. Contoh dari risiko ini yaitu adanya barang yang hilang karena kemalingan, kehancuran gedung, dan kebakaran gedung. Sebaliknya, risiko spekulatif yaitu risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan (Hanafi 2006). Kerugian akibat risiko spekulatif akan merugikan individu tertentu, tetapi akan menguntungkan individu lainnya. Contohnya adalah usaha bisnis.

- Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas

Jenis risiko pada kategori ini timbul dari aktivitas yang dilakukan. Aktivitas yang dapat menimbulkan risiko ada berbagai macam, misalnya risiko kredit timbul akibat adanya aktivitas pemberian kredit dan risiko produksi timbul akibat adanya aktivitas produksi. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas ini sebanyak jumlah aktivitas yang ada.

(32)

Aspek finansial dapat digambarkan melalui proyeksi arus kas pada saat bisnis tersebut dijalankan. Proyeksi arus kas dibutuhkan agar para investor dapat melihat tingkat keuntungan yang akan didapatkan. Arus kas (cash flow) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan/pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode.

Laporan arus kas memiliki dua macam arus, yaitu cash inflow dan cash outflow. Cash Inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas), terdiri dari: (1) Hasil penjualan produk atau jasa, (2) Penagihan piutang dari penjualan kredit, (3) Penjualan aktiva tetap yang ada, (4) Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas, (5) Pinjaman/hutang dari pihak lain, dan (6) Penerimaan sewa dan pendapatan lain.

Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas, terdiri dari: (1) Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain, (2) Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan, (3) Pembelian aktiva tetap, (4) Pembayaran hutang-hutang perusahaan, (5) Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan, dan (6) Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan pengeluaran lain-lain

Ada beberapa hal yang perlu dianalisis lebih lanjut untuk menyusun suatu perencanaan bisnis yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR),

penerimaan (benefit) dengan total Present Valure pengeluaran (cost) atau jumlah

Present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0 (NPV>0).

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak atau dapat berjalan apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga yang berlaku.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C Rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1). Hal ini berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada kerugian yang dialami.

4. Payback Period (PP)

(33)

pengembalian modal, maka para investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada bisnis tersebut.

5. Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik impas yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan (P = ATC minimum). Dengan kata lain pada kondisi ini kerugian dan keuntungan sama denga nol.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka pemikiran operasional digunakan sebagai landasan yang berkaitan dengan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian. Kerangka pemikiran operasional penelitian dimulai dari menganalisis potensi tanaman temulawak. Tanaman temulawak memiliki banyak khasiat untuk kesehatan dan permintaan tanaman temulawak sangat tinggi baik pada pasar domestik maupun luar negeri. Namun, pada kenyataan di lapang para petani memiliki keterbatasan dalm hal informasi pasar, sehingga petani tidak mengetahui kebutuhan industri yang membutuhkan dalam bentuk olahan kering atau bubuk. Petani umumnya menjual produk dalam bentuk segar sehingga harga yang diberikan kepada petani sangat rendah. Harga di tingkat petani yang rendah mengakibatkan rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan temulawak. Selain itu, skala usaha petani temulawak umumnya berukuran kecil dan lokasi budidayanya tersebar sehingga jumlah produksi yang dihasilkan umumnya sedikit. Hal ini menyebabkan kebutuhan atau permintaan pasar untuk produk temulawak ini menjadi tidak terpenuhi dan agribisnis temulawak menjadi tidak berkembang.

(34)

Gambar 3. Kerangka pemikiran operasional penelitian

- Temulawak memiliki banyak khasiat untuk kesehatan

-Permintaan industri untuk produk temulawak baik dalam maupun luar negeri sangat tinggi

- Pulau Jawa merupakan sentra penghasil temulawak

- Kurangnya pengetahuan petani

akan kebutuhan pasar temulawak - Harga ditingkat petani yang rendah karena tidak adanya nilai tambah sehingga rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan temulawak - Skala usaha yang kecil dan lokasi usaha yang tersebar

Wirakoperasi sebagai penggerak

Tidak terpenuhinya permintaan pasar sehingga agribisnis temulawak menjadi tidak berkembang

Komersialisasi tanaman temulawak

Memberikan nilai tambah pada produk Membuat kerjasama

melakukan usaha kolektif dengan petani

skala kecil

Rencana Produk

Rencana Keuangan Rencana

Manajemen Rencana

Operasional Strategi dan

Rencana Pemasaran

(35)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pada analisis produksi penelitian dilakukan pada salah satu industri obat tradisional dan beberapa petani yang ada di Kecamatan Cipaku, Tegal Waru, Cimanggu, Gunung Leutik, dan Kecamatan Rancabungur. Untuk analisis pasar penelitian dilakukan pada beberapa industri obat tradisional. Pemilihan lokasi industri dilakukan dengan metode Purpossive sampling dengan pertimbangan tempat tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangan dan lokasi yang strategis untuk kelancaran penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013-Februari 2014.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari keterangan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani terutama mengenai jumlah produksi atau potensi jumlah produksi. Selain itu, data kualitatif juga diperoleh dari industri obat tradisional mengenai keadaan serta kondisi pasar. Data kuantitatif diperoleh dari hasil produksi, jumlah penjualan, harga produk, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian.

Data yang digunakan pada penelitian ini, merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lokasi penelitian serta wawancara dengan petani ataupun pihak pelaku industri. Sedangkan data sekunder, diperoleh dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, perpustakaan, penelitian atau riset yang telah dilakukan, serta penelusuran dari literatur yang relevan dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode observasi serta wawancara di lapang. Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi terkait harga di tingkat petani, harga di tingkat pengusaha, proses pengolahan, serta Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi literatur melalui buku ataupun melalui penelusuran internet.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah menggunakan dua jenis analisis yaitu Analisis Non Finansial dan Analisis Finansial.

(36)

Produk yang akan dijual pada bisnis pengolahan rimpang temulawak ialah produk setengah jadi (Intermediate product). Produk yang dihasilkan berupa simplisia temulawak yang kemudian digiling menjadi bentuk bubuk. Produk ini kemudian akan dikemas menggunakan

vacuum packaging untuk memperpanjang umur simpan serta memperkecil ruang simpan produk.

2. Strategi dan Rencana Pemasaran

Analisis strategi dan rencana pemasaran menggambarkan mengenai bagaimana strategi pemasaran yang dilakukan agar dapat bersaing dalam pasar. Penentuan strategi dan rencana pemasaran didasarkan pada kondisi persaingan pasar yang dihadapi. Pada analisis strategi dan rencana pemasaran menggunakan analisis STP (Segmenting, Targetting, dan

Positioning) serta bauran pemasaran 4 P (Product, Price, Place, dan

Promotion).

a. Segmentasi Pasar

Segmentasi pasar merupakan proses pengarahan pasar yang bersifat heterogen kedalam kelompok pasar yang bersifat homogen. Dalam prosesnya aspek utama yang menjadi variabel dalam pengelompokan pasar adalah aspek geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.

b. Target Pasar

Setelah menganalisis segmentasi pasar, hal selanjutnya yang dilakukan adalah pemilihan segmen pasar yang akan dijadikan target pasar. Pada penentuan target pasar, kriteria yang harus diperhatikan adalah target pasar yang dituju harus responsif terhadap produk atau program pemasaran yang dilakukan, produk yang ditawarkan memiliki potensi penjualan yang cukup luas, pasar memiliki pertumbuhan pasar yang baik, serta pasar dapat dijangkau oleh media pemasaran.

c. Posisi Pasar

Penentuan posisi pasar merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan pada analisis strategi pemasaran. Penentuan posisi pasar dilakukan agar konsumen dapat membedakan antara produk yang ditawarkan perusahaan dengan produk pesaing. Penentuan posisi pasar dilakukan dengan cara mengidentifikasi keunggulan kompetitif produk dibandingkan dengan perusahaan pesaing.

3. Rencana Operasional (Produksi)

Rencana operasional merupakan keseluruhan kegiatan operasional yang akan dilakukan pada bisnis yang akan mempengaruhi kebutuhan biaya. Rencana operasional mencakup penentuan lokasi usaha, skala operasi, kriteria pemilihan mesin atau equipment, proses produksi, perumusan standar mutu input dan output, serta layout perusahaan.

4. Tim Manajemen

(37)

B. Analisis Finansial

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total Present value

penerimaan (benefit) dengan total Present Valure pengeluaran (cost) atau jumlah

Present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0 (NPV>0).

Keterangan :

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnist ( t = 0,1,2,3,..., n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Discount rate (%)

2. Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak atau dapat berjalan apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga yang berlaku.

Keterangan :

i1 = Nilai percobaan pertama untuk discount rate positif i2 = Nilai percobaan kedua untuk discount rate negatif NPV1 = Nilai percobaan pertama untuk NPV

NPV2 = Nilai percobaan kedua untuk NPV

3. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C)

(38)

Keterangan:

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnist ( t = 0,1,2,3,..., n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Discount rate (%)

4. Payback Period (PP)

Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis finansial. Merode perhitungan ini dilakukan untuk menghitung seberapa cepat tingkat pengembalian modal dari bisnis tersebut. Semakin cepat tingkat pengembalian modal, maka para investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada bisnis tersebut.

Keterangan :

I = besarnya biaya investasi yang diperlukan

Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya

5. Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik impas yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan (P = ATC minimum). Dengan kata lain pada kondisi ini kerugian dan keuntungan sama denga nol.

6. Cash Flow

(39)

Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas, terdiri dari: (1) Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain, (2) Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan, (3) Pembelian aktiva tetap, (4) Pembayaran hutang-hutang perusahaan, (5) Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan, dan (6) Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan pengeluaran lain-lain. Contoh tabel proyeksi arus kas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Contoh tabel proyeksi arus kas

No Uraian Komponen 1 2 ... n

I Inflow

1. Nilai Produksi 1. Pinjaman 2. Nilai Sewa 3. Grants

4. Salvage Value Total Inflow

II Outflow

1. Biaya Investasi 2. Biaya Operasional

2.1 Biaya Variabel 2.2 Biaya Tetap

3. Pembayaran Bunga Pinjaman 4. Pajak

5. Biaya Lainnya Total Outflow

III Net Benefit IV Dengan i=DR (%)

V PV Net Benefit (NPV)=(III)(IV)

GAMBARAN UMUM LOKASI USAHA

Bogor terletak di bagian barat Pulau Jawa. Bogor dibagi menjadi dua wilayah administratif, yaitu Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 1060480 BT dan 60260 LS. Kedudukan geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dekat dengan ibukota negara sehingga memiliki potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan 330 m dari permukaan laut. Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 26 0C dengan suhu terendah 21.8 0C dan suhu tertinggi 30.4 0C. Curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3 500 sampai 4 000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.

(40)

dan 106010 sampai 10701030 BT. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kota Depok - Sebelah Barat : Kabupaten Lebak - Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang - Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta - Sebelah Timur Laut : Kabupaten Sukabumi - Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi - Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur

Kabupaten Bogor memiliki suhu rata-rata antara 20 0C sampai 30 0C. Curah hujan tahunan antara 2 500 mm sampai dengan 5 000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang, dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2 500 mm per tahun. Ketinggian rata-rata Kabupaten Bogor berkisar antara 15 sampai 2 500 m diatas permukaan laut. Penyebaran ketinggian yaitu daratan bergelombang (100 sampai 500 m) di bagian tengah, pegunungan (500 sampai 1000 m), pegunungan tinggi dan daerah puncak (2 000 sampai 2 500 m).

Kondisi topografi yang dimiliki Kota Bogor dan Kabupaten Bogor sesuai dengan kondisi dan syarat tumbuh tanaman temulawak. Tanaman temulawak secara alami tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19 sampai 30 0C. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1 000 sampai 4 000 mm/tahun. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5 sampai 1 000 m diatas permukaan laut dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m diatas permukaan laut. Kandungan pati tertinggi didalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m diatas permukaan laut. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.

Pertumbuhan yang baik pada komoditas temulawak didukung oleh karakteristik topografi dan iklim wilayah Bogor yang sesuai dengan kondisi dan syarat tumbuh bagi tanaman itu sendiri. Karakteristik topografi dan iklim yang sesuai menjadikan wilayah Bogor berpotensi untuk pengembangan budidaya temulawak.

RENCANA BISNIS

Rencana Produk

(41)

sudah digiling kemudian akan dikemas dalam kemasan plastik vakum dengan berat 10 kg dan kemasan sekunder berupa kardus berukuran netto 50 kg atau isi lima kemasan plastik. Pengemasan dengan cara vakum dipilih untuk memperpanjang umur produk dan juga mengecilkan ruang simpan.

Gambar 4 Temulawak bubuk

Perumusan Standar Mutu Input dan Output

Perumusan standar mutu input dan output diperlukan untuk meghasilkan produk, sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Mutu input

berupa spesifikasi dari seluruh bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi. Mutu output berupa spesifikasi dari produk yang akan dijual. Mutu

input dan output yang digunakan disesuaikan dengan permintaan pasar atau dalam hal ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh standar ekspor dari Kementerian Pertanian (Kementan 2012). Namun, mutu output ini juga dapat disesuaikan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan pembeli.

- Standar mutu input

Input yang digunakan adalah rimpang temulawak segar yang diperoleh dari petani mitra. Standar mutu bahan baku yang ditetapkan adalah rimpang temulawak berumur 9 sampai 10 bulan dengan warna kuning-jingga. Selain itu rimpang yang digunakan merupakan rimpang dengan kondisi yang baik, tidak rusak, berjamur, ataupun cacat

- Standar mutu output

Output yang dihasilkan berupa temulawak bubuk. Standar mutu output untuk produk temulawak bubuk ialah temulawak yang sudah digiling berwarna coklat kuning-jingga dengan kehalusan 40 sampai 60 mesh dan kadar air 10 persen.

Strategi dan Rencana Pemasaran

Strategi Pemasaran 1. Segmenting

(42)

mencakup Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Thailand, Singapura, Piliphina, Malaysia, Vietnam, Arab Saudi, India, Jordania, Arab Syria, Uni Emirat Arab, Algeria, Australia, Amerika, Suriname, Argentina, Belanda, Jerman, dan Ukraina.

2. Targetting

Target pasar yang dipilih dari segmen pasar yang telah ditentukan adalah industri fitofarmaka yang membutuhkan simplisia ataupun bubuk kering temulawak sebagai bahan baku produknya di negara Amerika. Negara ini dipilih karena Amerika termasuk ke dalam tiga besar importir terbesar untuk tanaman temulawak di Indonesia dan bukan negara penghasil temulawak.

3. Positioning

Usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan menawarkan sebuah produk yang diolah dari tanaman eksotis Indonesia dengan kualitas premium. Temulawak bubuk yang dihasilkan memiliki kadar air 8 persen. Selain itu, produk temulawak bubuk ini juga diolah dari bahan baku yang berkualitas dengan proses yang higienis. Produk ini akan dikemas menggunakan teknologi pengemasan vakum sehingga dapat meningkatkan daya simpan dan mempertahankan kualitas didalamnya.

Bauran Pemasaran 1. Product (Produk)

Produk yang akan dihasilkan oleh usaha ini ialah berupa

intermediate product dalam temulawak bubuk.. Temulawak bubuk yang dihasilkan memiliki kadar air 10 persen. Produk yang sudah dikeringkan ataupun digiling menjadi bubuk kemudian dikemas dengan menggunakan kemasan plastik vakum dengan berat 10 kg per kemasan lalu Pada kemasan produk akan dicantumkan produk asal Indonesia, nama atau kode perusahaan eksportir, nama barang, negara tujuan, berat kotor, berat bersih, dan nama pembeli. Produk yang dijual tidak menggunakan merek ataupun label produk hanya mencantumkan label perusahaan.

2. Price (Harga) Harga jual dari produk yang dihasilkan adalah sebesar Rp244 000

per Kg atau setara dengan USD21.4 per kg. Harga ini ditetapkan berdasarkan data dari International Trade Centre (2013) untuk produk temulawak bubuk. (1 USD = Rp11 400)

3. Place (Tempat)

Lokasi penjualan produk temulawak bubuk ini adalah negara Amerika. Saluran distributor dari produk ini adalah dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang mengekspor produk dengan tujuan yang sama yaitu Amerika. Cara ini dilakukan karena skala usaha pengolahan yang akan didirikan ini masih kecil. Pendistribusian produk dilakukan melalui portal ekspor terdekat, dalam hal ini adalah pelabuhan Tanjung Priok. Tempat usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan didirikan di Jalan KH Sholeh Iskandar atau Jalan Baru, Bogor. Lokasi ini dipilih karena letaknya yang strategis, dekat dengan pintu tol sentul atau Jagorawi, dan akses kendaraan yang mudah.

Gambar

Tabel 1  Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010-2012a
Tabel 2  Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011c
Tabel 3  Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di Indonesia tahun
Gambar 3. Kerangka pemikiran operasional penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun secara umum, para informan dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada unsur judi dalam acara kuis yang banyak ditayangkan di televisi karena acara kuis tersebut

Adapun diantaranya adalah: Pertama, Skripsi: Penelitian yang dilakukan oleh Lukman Hakim pada tahun 2012 Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

a) File Materi untuk mengunggah file materi bahan ajar. b) Video Youtube untuk membagikan video pembelajaran yang telah diunggah ke Youtube. c) Invitasi Join Video Conference

Kutipan di atas adalah percakapan setelah Makiko memutuskan pergi ke Papa Mart untuk komplain karena Ibunya menemukan rambut dalam kemasan makanan yang dibeli

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa “Terdapat perbedaan kualitas laba secara signifikan antara

Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank wajib

Logic bomb merupakan logik yang ditempelkan pada program komputer agar memeriksa suatu kumpulan kondisi di sistem. Ketika kondisi-kondisi yang

Beberapa hasil penelitian seperti Wagner et al., (2010); Palmatier (2006); dan Zyl & Mathur-Helm (2007) menunjukkan bahwa terdapat dampak atas aktivitas jalinan