• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN PENGELOLAAN

PENYEDIAAN KOMPOS UNTUK PEMBANGUNAN HUTAN

KOTA JAKARTA

(Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda,

Lebak Bulus, Jakarta Selatan)

PUSPA DIVA NUR AQMARINA

MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

PUSPA DIVA NUR AQMARINA. Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan). Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN.

Hutan Kota Srengseng (HKS) merupakan salah satu hutan kota di Jakarta. Permasalahan utama HKS ialah banyaknya sampah yang sengaja dibuang warga sekitar HKS ke dalam kawasan. Dibutuhkan dasar pemahaman terkait pengelolaan sampah yang baik dan benar. Oleh sebab itu, dilakukan studi kasus pengelolaan sampah menjadi kompos di Kebun Karinda, Jakarta Selatan. Diketahui nilai tambah dan kelayakan usaha pengomposan sehingga dapat diimplementasikan oleh HKS sebagai strategi penyediaan kompos dimasa mendatang dan agar bisa dijadikan dasar penyuluhan kepada warga sekitar HKS tentang pengelolaan sampah organik. Nilai tambah pengeloaan sampah sebesar Rp 542.35/kg atau 75.43%. Pengomposan Karinda tergolong layak dalam aspek pasar, manajemen, teknik, sosial, dan finansial. Berdasarkan analisis finansial, NPV yang didapat dari usaha sebesar Rp 33 492 850 dengan BCR sebesar 1.12 dan IRR sebesar 45%. Pemanfaatan sampah kebun HKS dapat menghasilkan 12 474 kg pupuk kompos setiap tahun. Pupuk ini dapat dijadikan penyediaan pupuk kompos untuk penghijauan HKS pada masa yang akan datang.

Kata kunci: hutan kota, kelayakan usaha, kompos, nilai tambah

ABSTRACT

PUSPA DIVA NUR AQMARINA. Feasibility Analysis of Compost Supply Management for Jakarta Urban Forest Development (Case Study at Karinda Garden Composting, Lebak Bulus, South Jakarta). Supervised by DUDUNG DARUSMAN

Srengseng Urban Forest (SUF) is one of the urban forest in Jakarta. SUF’s main problem is the amount of waste that is deliberately thrown away by residents around the SUF area . It takes a basic understanding of proper waste management. Therefore, a case study was conducted on the management of turning waste into compost at Karinda Garden, South Jakarta. As well to know the added value and feasibility of composting, so that it can be implemented by SUF as a strategy in providing compost in future times to come and it can be used as basic education to the residents around SUF about how to manage the organic waste. The added value through waste management of Rp 542.35/kg or by 75.43%. Karinda Garden composting is considered feasible in aspects of market, management, technique, social, and financial. Based on financial analysis, the NPV obtained from operations amounted up to Rp 33 492 850 with BCR of 1.12 and IRR of 45 %. SUF garden waste utilization can produce 12 474 kg of compost in a year. This fertilizer can be used to provide compost in the future for greening the SUF area.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

ANALISIS KELAYAKAN PENGELOLAAN

PENYEDIAAN KOMPOS UNTUK PEMBANGUNAN HUTAN

KOTA JAKARTA

(Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus,

Jakarta Selatan)

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan) Nama : Puspa Diva Nur Aqmarina

NIM : E14100062

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MScFTrop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai syarat kelulusan pada Program Studi Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian ini diselesaikan berdasarkan pengamatan langsung di beberapa daerah di Jakarta dengan mengangkat judul Analisis Kelayakan Pengelolaan Penyediaan Kompos untuk Pembangunan Hutan Kota Jakarta (Studi Kasus di Kebun Pengomposan Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dudung Darusman, MA selaku dosen pembimbing. Apresiasi penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Djamaludin, Bapak dan Ibu Artomo, Ibu Las, staf Karinda maupun HKS, dan pihak lain yang membantu dalam proses pengambilan data. Terima kasih senantiasa terucap untuk Papa, Mama, Belva, serta seluruh keluarga besar, dan sahabat (Ayu, Tiwi, Adis) yang tak kunjung bosan memberi dukungan dengan limpahan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada seluruh teman seperjuangan MNH 47, seluruh Rimpala khususnya R15 (Mentari Purwakasiwi, Galuh Ajeng, Fajar Alif, Anxious Yoga, Nurani Hardikananda, Nursinta Arrifiani, Mentari Medinawati, Iqbal Nizar, Fitri Maharani, Anggi Gustiani) yang senantiasa memberi semangat. Penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada kekurangan pada penulisan karya ilmiah ini penulis mohon agar dapat dimaklumi.

Bogor, November 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODOLOGI 2

Metode Pengumpulan Data 2

Pemilihan Responden 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Pola Operasional Pengomposan 8

Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengomposan 11

Potensi Kompos HKS 19

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Format Perhitungan Nilai Tambah Hayami 3

2 Input, Output, dan Harga 11

3 Nilai Tambah 12

4 Input Sumbangan Lain dalam Analisis Nilai Tambah 12

5 Pendapatan dan Keuntungan dari Nilai Tambah 13

6 Proyeksi Penerimaan dan Penjualan Pupuk 16

7 Hasil Analisis Finansial Usaha Pengomposan Karinda 18

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi Pengomposan Karinda 7

2 Kondisi HKS 7

3 Komposter: A. Bambu; B. Bata; C. Semen; D. Keranjang 8 4 Proses Pencampuran Bahan Organik dengan Aktivator 11

5 Bahan Baku Sampah Kebun 12

6 Kemasan Kompos Karinda 7 kg 14

7 Struktur Organisasi Pengomposan Karinda 15

8 Kondisi Pelatihan dan Penyuluhan Pengomposan 16

9 Kondisi Tanah HKS 19

10 Timbunan Sampah Warga di HKS 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah Lokasi Pengomposan Karinda 23

2 Peta Kawasan HKS 24

3 Alat dan Bahan Pengomposan 25

4 Komponen Arus Masuk 26

5 Komponen Arus Keluar 27

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan kota ialah hamparan lahan tempat tumbuhnya pepohonan yang kompak dan rapat dalam wilayah perkotaan di tanah negara maupun hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang (Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002). Hutan Kota Srengseng (HKS) merupakan salah satu hutan kota yang terletak di Jakarta Barat. Kawasan HKS ditetapkan sebagai hutan kota berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 202 tahun 1995 yang memiliki fungsi sebagai wilayah resapan air, plasma nutfah, wisata, dan pusat aktivitas masyarakat (DKPP 2011).

HKS memiliki kendala dalam pengelolaannya yaitu banyak masyarakat sekitar hutan kota yang dengan sengaja membuang sampah rumah tangganya ke dalam kawasan HKS. Berdasarkan penelitian (Saputro 2013), perilaku kurang bertanggungjawab masyarakat sekitar HKS disebabkan akibat situasi, kondisi ekonomi, dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap dampak perilaku mereka. Sampah tersebut mengganggu fungsi HKS sebagai paru-paru kota dan keindahan kota. Saat hutan kota dipenuhi sampah, maka akan berkuranglah kualitas lingkungan hutan kota tersebut. Sebelumnya pernah dilakukan pendekatan dengan masyarakat sekitar HKS, namun tidak ada reaksi dari masyarakat.

Dibutuhkan adanya penyuluhan lebih lanjut mengenai penanganan sampah di HKS. Masyarakat perlu dibekali ilmu pengelolaan sampah rumah tangga. Sampah akan memiliki nilai tambah saat sudah diubah bentuknya.

Oleh sebab itu, dilakukan studi kasus usaha pengomposan skala rumah tangga di Kebun Pengomposan Karinda, Perumahan Bumi Karang Indah (BKI), Jakarta Selatan untuk mengidentifikasi pola operasional, nilai tambah, dan kelayakan usaha yang dihasilkan dari pengeololaan sampah agar menguatkan masyarakat untuk melakukan hal serupa demi mendukung pemeliharaan hutan kota supaya tidak ada lagi kegiatan pembuangan sampah ke dalam kawasan HKS dan sebagai pemenuhan kebutuhan kompos HKS dimasa mendatang dengan pemanfaatan serasah daun agar dipercepat proses dekomposisinya menjadi kompos.

Perumusan Masalah

(12)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pola operasional pengelolaan sampah organik menjadi kompos di Kebun Pembibitan Karinda agar bisa dikembangkan di lokasi lainnya. 2. Menganalisis nilai tambah dan kelayakan usaha pengelolaan sampah

organik menjadi kompos.

3. Menghitung potensi sampah organik Hutan Kota Srengseng untuk dijadikan pemenuhan kompos bagi pemeliharaan hutan kota.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Wawasan dan pengetahuan bagi khalayak terkait pola operasional pengelolaan sampah organik menjadi kompos.

2. Masukan bagi pengembang usaha Karinda terkait nilai tambah kompos dan kelayakan usaha.

3. Masukan bagi pengelola hutan kota agar mengimplementasikan pola pengomposan pada kawasan hutan kota sebagai pertimbangan kebijakan pembangunan hutan kota dan sebagai acuan dasar melakukan penyuluhan kepada warga sekitar hutan kota.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif ialah pola operasional pengomposan dan analisis kuantitatif adalah analisis nilai tambah pengelolaan sampah organik menjadi kompos dengan bantuan nilai tambah Metode Hayami dan kelayakan usaha pengomposan dari segi finansial serta non finansial. Hasil analisis akan dijadikan acuan pihak HKS untuk penyuluhan kepada masyarakat sekitar HKS untuk menanamkan pola pengelolaan sampah terpadu agar tercipta kesadaran masyarakat sekitar HKS untuk tidak lagi membuang sampah ke dalam kawasan HKS dan dapat dijadikan landasan pihak HKS membuat pengomposan sederhana di kawasan HKS guna membantu mempercepat proses dekomposisi serasah sebagai pemenuhan kebutuhan pupuk kompos HKS di masa yang akan datang.

METODOLOGI

Metode Pengumpulan Data

(13)

3

Pemilihan Responden

Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau secara sengaja. Metode purposive sampling adalah metode pengambilan contoh yang dipilih secara sengaja berdasarkan tujuan tertentu sesuai keadaan yang dikehendaki (Walpole 1993). Pertimbangan responden adalah pihah-pihak yang terkait langsung dalam kegiatan usaha pengomposan dan pihak pengelola hutan kota yakni Departemen Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta bagian Kehutanan. Jumlah responden tidak ditentukan karena mementingkan responden yang dapat memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah kamera, alat perekam, alat tulis, kalkulator, laptop, kuesioner, software Microsoft Word, dan Microsoft Excel.

Prosedur Analisis Data

Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

Menurut Chelst dan Canbolat (2011), nilai tambah adalah nilai yang menyatakan besarnya nilai yang diberikan dari suatu proses produksi terhadap nilai jual suatu produk. Format perhitungan nilai tambah Hayami disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Format Perhitungan Nilai Tambah Hayami

Keluaran (Output) Masukan (Input) dan Harga Keterangan

Output/Produk Total (kg/Proses Produksi) A

Input Bahan Baku (kg/Proses Produksi) B

Input Tenaga Kerja (HOK/Proses Produksi) C

Faktor Konversi (kg Output/kg Bahan Baku) D = A/B

Koefisien Tenaga Kerja (HOK/kg Bahan Baku) E = C/B

Harga Output (Rp/kg) F

Pendapatan dan Keuntungan Nilai Tambah Keterangan

(14)

4

input-input lain selain input bahan baku, dan tenaga kerja. Secara matematis, perhitungan nilai tambah Hayami et al. (1987):

Nilai tambah= f (K,B,T,U,H,h,L)

Keterangan: K= Kapasitas produksi (kg)

B= Bahan baku digunakan (kg)

Studi kelayakan diperlukan untuk mengetahui gambaran usaha yang sedang dijalankan atau akan dijalankan. Studi kelayakan dapat dijadikan pedoman usaha dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan Umar (2005), studi kelayakan dinilai dari aspek non keuangan meliputi aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial. Aspek keuangan yang dinilai dari analisis finansial berdasarkan pemasukan dan pengeluaran.

Kelayakan Usaha Aspek Non Keuangan

Berdasarkan Kotler (2002), pemasaran adalah keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan usaha untuk tujuan merencanakan, menentukan harga, mempromosikan barang hingga mendistribusikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

Menurut Umar (2005), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis adalah lokasi usaha, sumber bahan baku, kapasitas produksi, jenis, dan jumlah investasi yang diperlukan. Pemilihan lokasi yang tepat akan mengurangi dampak negatif dan mendapatkan lokasi dengan banyak faktor produksi, akan terjadi pula peminimuman biaya.

Aspek manajemen adalah kegiatan yang mengatur adanya kerjasama antara sekelompok orang dalam ikatan formal dengan memiliki tujuan dan kepentingan bersama. Kegiatan ini akan tercapai dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang teratur (Hasibuan dan Malayu 1997).

Aspek sosial harus mempertimbangkan secara teliti pengaruh negatif dan positif dari kegiatan yang dilakukan di daerah tersebut. Dipertimbangkan apakah usaha memberi manfaat sosial (Gitinger 1986).

Kelayakan Usaha Aspek Finansial

Analisis kelayakan usaha di Pengomposan Karinda memakai analisis finansial berdiskonto. Analisis finansial diperoleh dari perhitungan besarnya manfaat dan biaya yang sedang berlangsung dalam jangka waktu tertentu sesuai harga pasar yang disusun dalam cashflow.

Analisis kelayakan usaha diperlukan untuk menilai tingkat kelayakan usaha pengomposan. Analisis kelayakan usaha aspek finansial dilakukan dengan pendekatan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR).

(15)

5 NPV adalah manfaat bersih sekarang yang diperoleh selama umur usaha. NPV adalah selisih antara nilai sekarang (present value) dari manfaat (benefit) dari biaya pada suku bunga tertentu. Jika suatu usaha

memiliki NPV > 0 maka usaha layak dijalankan. Apabila NPV ≤ 0 maka

usaha tidak layak secara finansial.

Keterangan:

Bt = Total penerimaan usaha pengomposan pada tahun ke-t Ct = Total biaya usaha pengomposan pada tahun (t)

i = Bunga yang ditetapkan

n = Umur ekonomis usaha pengomposan

b. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah persentase tingkat pengembalian investasi yang diperoleh selama usaha yang dinyatakan dalam persen. Jika IRR usaha

i1= Discount Rate yang menghasilkan NPV positif i2= Discount Rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1= Nilai bersih sekarang positif

NPV2= Nilai bersih sekarang negatif

c. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR adalah besarnya nilai tambahan manfaat dari tiap biaya sebesar 1 rupiah. BCR adalah rasio manfaat dan biaya yang diperoleh bila nilai sekarang manfaat dibagi dengan nilai sekarang biaya. Jika BCR ≥ 1 n = Umur ekonomis usaha pengomposan

Analisis kelayakan finansial menggunakan beberapa dasar perhitungan, yaitu: 1. Permintaan pupuk organik (kompos) cukup potensial.

(16)

6

3. Pemasukan dari pelatihan yakni sebanyak 2 kali pelatihan setiap bulannya, sehingga setiap tahun sebanyak 48 kali pelatihan dengan biaya Rp 25 000 sekali pelatihan untuk setiap orangnya. Dalam 1 kali pelatihan ada 20 orang peserta.

4. Pemasukan dari penjualan keranjang Takakura setiap tahunnya sebanyak 120 sampai 200 keranjang. Harga jual setiap keranjang Rp 75 000 sampai Rp 105 000.

5. Warga perumahan menyumbang per bulan sebesar Rp 10 000 per kepala keluarga (50 KK) di awal tahun 2005 dan pada tahun 2006 sampai 2015 menyumbang Rp 15 000 per KK sebagai pengganti nilai sampah dalam pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.

6. Tidak ada biaya sewa lahan karena sudah mendapat pinjaman dari kontraktor tanpa harus membayar sewanya.

7. Usia proyek ditentukan 10 tahun, hal ini untuk mengantisipasi adanya perubahan harga input produksi yang terlalu besar pada tahun berikutnya.

8. Produksi kompos pada tahun awal tahun 2006 sampai 2010 sebanyak 4000 kg per tahun dan pada 2011 sampai 2015 mencapai 4500 kg setiap tahunnya.

9. Harga yang digunakan dalam perhitungan biaya adalah harga beli tahun 2014.

10.Biaya utilitas (air dan listrik) dianggap sama sebesar Rp 1 200 000 setiap tahun, karena sudah termasuk biaya utilitas pemilik usaha yang digabung dengan pengeluaran rutin rumah tangga.

11.Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 7.5% yakni mengacu pada rata-rata tingkat suku bunga BI (Bank Indonesia) Agustus 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Pembibitan Pengomposan Karinda, Perumahan Bumi Karang Indah Blok C2 No. 28, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Lahan 300 m2 dimanfaatkan sepasang suami istri Ir Djamaludin Suryohadikusumo dan Dra Sri Murniati Djamaludin, Apt, MS untuk aktif melakukan pengomposan. Pengomposan Karinda dimulai sejak tahun 2006 dengan berlatar-belakang kepedulian terhadap lingkungan tempat tinggal agar tetap terjaga kebersihannya. Hingga saat ini Karinda dijadikan tempat percontohan, penyuluhan, dan pelatihan pengelolaan sampah terpadu. Tercatat lebih dari 11 000 peserta sudah belajar pengomposan di Karinda. Kondisi Karinda dapat dilihat dalam Gambar 1.

(17)

7 Jakarta. Hingga saat ini sudah ada lebih dari 65 jenis pohon yang ditanam di HKS. Pohon-pohon yang tumbuh antara lain adalah jati, akasia, flamboyant, ketapang, dan mahoni. Kawasan ini merupakan bagian dari formasi aluvial, endapan pematang pantai, dan tuf banten. Tapak topografi bervariasi dari datar hingga curam (0 hingga lebih dari 25%). Fungsi kawasan HKS ialah sebagai kawasan lindung flora fauna, sarana rekreasi, wahana penelitian, plasma nutfah, sarana bermain dan pelatihan. Potensi rekreasi HKS cukup memadai karena dilengkapi beberapa fasilitas. Fasilitas yang ada di HKS yakni taman bermain, danau buatan, stadium tempat berkumpul, papan panjat, dan tempat parkir yang memadai. Kondisi fasilitas HKS seperti papan panjat sudah tidak begitu baik keadaannya. Meskipun begitu, tidak menurunkan minat pengunjung untuk berkunjung setiap minggunya. Jumlah pekerja di HKS sebanyak 10 orang yang bertugas menjaga kawasan HKS, memelihara seluruh tanaman yang ada, serta menjaga fasilitas yang sudah tersedia. Kondisi HKS tertera pada Gambar 2.

Gambar 1 Kondisi Pengomposan Karinda

Gambar 2 Kondisi HKS (A. Stadium Pertunjukan; B. Danau)

(18)

8

Pola Operasional Pengomposan

Pengomposan adalah cara alamiah mengembalikan material organik ke dalam bentuk penggemburan tanah. Proses pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik terkendali (Djamaludin dan Wahyono 2006).

Wadah pengomposan yang digunakan bisa beragam, berupa kotak, kayu, bambu, drum 200 liter, semen, barang bekas, atau pun bak dari batu bata yang di susun selang-seling berukuran 80 x 80 x 100 cm. Sirkulasi udara dibuat dengan melubangi wadah bagian belakang dan dasarnya. Wadah pun dilengkapi tutup. Wadah pengomposan tertera pada Gambar 3.

Gambar 3 Komposter: A. Bambu; B. Bata; C. Semen; D. Keranjang Jenis Pengomposan

Terdapat 2 jenis pengomposan, yakni pengomposan aktif dan pasif. Pengomposan aktif ialah pengomposan yang memerlukan bantuan manusia memberikan upaya pengolahan supaya mempercepat pengomposan dibantu oleh bakteri aerob. Pengomposan pasif adalah pengomposan yang tidak dilakukan perlakuan, hanya membiarkan tumpukan sampah terdekomposisi alami dengan bantuan bakteri anaerob.

Pengomposan aktif pada intinya melakukan pengomposan di dalam wadah pengomposan dengan memperhatikan sistem pengairan, sirkulasi udara, suhu, dan komposisi sampah agar pengomposan dapat terjadi dengan baik tanpa mengeluarkan bau tak sedap. Pengomposan pasif dapat dilakukan apabila memiliki pekarangan yang luas.

Faktor yang Penting Diperhatikan saat Pengomposan

Berdasarkan Djamaludin dan Wahyono (2006), beberapa faktor yang penting diperhatikan saat melakukan pengomposan:

a. Perbandingan C/N

Perbandingan sampah coklat (kaya karbon) : sampah hijau (kaya nitrogen) yakni 1:2 atau 1:3.

b. Suhu Pengomposan

Suhu tumpukan dijaga sekitar 55ºC pada 2 minggu pertama dan akan menurun mendekati suhu ruangan saat aktivitas mikroba menurun apabila mendekati pematangan kompos.

(19)

9 Mikroba aerob membutuhkan udara dalam proses pengomposan. Cara menjaga kestabilan aerasi adalah sering diaduk agar memasukkan udara segar. Pengadukan dilakukan minimal 1 minggu sekali.

d. Kelembaban

Dibutuhkan kelembaban 50-60%. Jika sampah terlalu kering maka mikroorganisme kekurangan air sehingga pengomposan akan berjalan lambat. Jika terlalu basah maka ruang antar partikel tersumbat sehingga udara tidak bisa masuk sehingga mikroba aerob mati dan digantikan dengan mikroba anaerob yang menyebabkan pembusukan sehingga menghasilkan bau busuk selama proses pengomposan. Cara untuk menjaga kelembaban tetap stabil adalah dengan selalu menutup sampah yang akan dikomposkan agar tidak terkena air hujan langsung.

e. Tingkat Keasaman (pH)

Pengomposan ideal akan terjadi pH basa yakni antara kisaran 5-8 f. Ukuran Partikel

Ukuran partikel berpengaruh terhadap aerasi dan efektivitas luas permukaan partikel yang diuraikan mikroba.

g. Ukuran Wadah

Ukuran wadah pengomposan yang ideal adalah 1x1x1 m karena pada ukuran ini dapat dipertahankan suhu dan kelembabannya sehingga masih ada ruang untuk udara segar saat kegiatan pembalikan.

h. Aktivator

Aktivator adalah bahan yang dapat mempercepat penguraian bahan organik. Penggunaan aktivator dapat meningkatkan proses pengomposan meskipun tidak terlalu nyata. Terdapat 2 jenis aktivator yakni aktivator alami (kompos matang, kotoran ternak, topsoil) dan aktivator buatan (EM4, MOL, air gula, dll).

Proses Pengomposan Aktif

Tahapan melakukan pengomposan sampah dapur adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan komposter, ukurannya bergantung volume sampah

dapur yang tersedia. Didalamnya sudah diberikan ⅓ kompos matang atau tanah subur sebagai pemancingnya. Rincian alat dan bahan pengomposan tertera pada Lampiran 3.

2. Memisahkan sampah organik dapur mudah membusuk (tulang, daging, susu, keju, kotoran hewan, dan ikan) karena mengundang lalat dan belatung.

3. Mengecilkan sampah dapur yang sudah dipisahkan (sisa sayuran, kulit buah, dan makanan) dengan mencacahnya.

4. Memasukkan sampah dapur yang sudah dicacah kedalam komposter. Perhatikan kelembabannya, jika terlalu kering bisa diberikan sedikit air. Namun, jika terlalu basah tambahkan lagi kompos matang atau serbuk gergaji sebagai penambah unsur karbon. Campur rata kompos matang dengan sampah dapurnya.

5. Menutup komposter sehabis melakukan pengomposan agar suhu dan kelembaban tetap terjaga.

(20)

10

7. Melakukan tahapan yang sama hingga kompos sudah matang saat berusia 6-7 minggu yaitu saat kompos sudah hitam dengan struktur kompos remah.

8. Mengayak kompos yang sudah matang lalu disimpan ke dalam wadah penyimpanan yang terbebas dari kelembaban berlebih.

Tahapan Pengomposan Sampah Kebun adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan komposter bervolume 100 x 100 x 100 cm dengan sirkulasi udara baik.

2. Memperhatikan komposisi sampah hijau dan coklat sebesar 2:1 atau 3:1. Bahan yang kaya karbon berciri kering, kasar, berserat, dan berwarna coklat; sedangkan bahan yang kaya nitrogen berciri sampah daun segar, potongan rumput, sampah dapur, dan kotoran ternak. 3. Memisahkan bagian daun dengan ranting sebab ranting akan lebih sulit

terdekomposisi. Cacahlah sampah apabila ukurannya masih besar agar memudahkan dekomposisi.

4. Gunakan aktivator seperti EM4 dan air gula sebagai biang maupun pemancing mikroba. Takaran memberikan EM4 adalah hanya sebanyak 1 cc untuk 1 kg sampah. Isi 1 tutup botol EM4 adalah 10 cc sehingga digunakan untuk 10 kg sampah kebun ditambah dengan 1 liter air. Dicampur pula dengan air gula merah dengan perbandingan ½ kg gula merah untuk 1 liter air. Takaran pemberian air gula merah sama dengan EM4. Proses pengomposan akan tetap berjalan meskipun tidak diberikan aktivator. Proses pencampuran aktivator dilihat pada Gambar 4.

5. Menata sampah kebun di dalam komposter bertujuan agar menghindari adanya ruang yang kosong. Periksa kelembaban airnya. Saat kering maka ditambahkan air dan saat terlalu basah hendaknya air dikurangi dengan memadatkan sampah kebun sampai ada air yang terbuang dari bagian bawah wadah. Kelembaban baik ialah saat bahan baku digenggam terasa seperti spons basah yang sudah diperas.

6. Menghindarkan kompos terkena air hujan secara langsung, sehingga dibutuhkan penutup wadah komposter. Penutup digunakan untuk menjaga temperatur agar tetap tinggi dan menghindari binatang pengganggu yang masuk.

7. Dibutuhkan pengadukan setiap 3 hari sekali atau paling tidak 1 minggu sekali untuk menjaga kondisi aerobik optimal. Pengadukan dimaksudkan mempercepat proses pengomposan, menjaga tumpukan tetap panas, membuat tumpukan tidak memadat, dan mencegah timbulnya bau busuk.

(21)

11 9. Memanen kompos bisa dilakukan saat kompos berusia 6-8 minggu.

Gambar 4 Proses Pencampuran Bahan Organik dengan Aktivator Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengomposan

Analisis Nilai Tambah

Proses pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos akan menyebabkan adanya nilai tambah pada sampah organik yang sebelumnya tidak memiliki nilai pasar menjadi barang yang bernilai pasar. Nilai tambah adalah penambahan nilai yang terdapat pada suatu barang setelah dilakukan pengolahan lebih lanjut sehingga nilai barang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Produksi kompos di pengomposan Karinda membutuhkan waktu 6 hingga 8 minggu untuk setiap siklus produksi. Perhitungan nilai tambah menggunakan estimasi waktu 8 minggu. Perhitungan memakai hasil panen kompos bulan Agustus 2014. Perhitungan difokuskan pada nilai tambah dari sampah kebun. Perbandingan input, output, dan harga dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 Input, Output, dan Harga

Variabel Perhitungan

Output (Kg) 604

Input (Kg) 1800

Faktor konversi (Rendemen) 0.34

Input Tenaga Kerja (HOK) 36

Koefisien Tenaga Kerja 0.02

Harga Output (Rp /Kg) 2143

Berdasarakan Tabel 2, input yang digunakan adalah sampah organik daun dari Perumahan BKI yang diukur dengan satuan kg bahan baku. Input bahan baku dapat dilihat pada Gambar 5. Output adalah penjumlahan produk yang dihasilkan selama satu periode produksi yang diukur dalam satuan kg produk. Input bahan baku adalah 1800 kg yang menghasilkan kompos sebanyak 604 kg. Terjadi penyusutan (rendemen) sebesar 0.34.

(22)

12

minggu dengan jam kerja selama 8 jam. Perhitungan untuk menentukan input tenaga kerja dalam HOK ialah dengan mengalikan hari kerja dengan proses produksi dan porsi kerja. Didapat total 36 HOK.

Koefisien tenaga kerja didapat dari hasil perhitungan input tenaga kerja (HOK) yang dibagi dengan input bahan baku sehingga didapat koefisien sebesar 0.02 Nilai koefisien tenaga kerja menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan satu kg bahan baku sampah kebun adalah 0.02 HOK. Harga output kompos Rp 2143 per kg. Penerimaan dan keuntungan diketahui dari besarnya harga bahan baku, harga sumbangan lain, nilai output, nilai tambah, dan keuntungan. Hasil perhitungan nilai tambah dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3 Nilai Tambah

No Penerimaan dan Keuntungan Perhitungan

1 Harga Bahan Baku (Rp /kg) 100

2 Sumbangan Input Lain (Rp /kg) 76.7

3 Nilai Output (Rp /Kg) 719.04

4 a. Nilai Tambah (Rp /kg) 542.35

b. Rasio Nilai Tambah (%) 75.43

Gambar 5 Bahan Baku Sampah Kebun

Berdasarkan Tabel 3, harga input bahan baku yakni besaran yang dibayarkan saat baku sampah disetorkan dari petugas kebersihan. Setiap karung bahan baku yang disetorkan dihargai Rp 1000 dengan asumsi per karung terdapat 10 kg bahan baku, sehingga bahan baku dihargai Rp 100/kg. Harga input lain dalam proses ini adalah pemakaian plastik kemasan 35x30cm, penggunaan staples, dan penggunaan EM4. Dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4 Input Sumbangan Lain dalam Analisis Nilai Tambah

Uraian Biaya (Rp) Biaya (Rp/kg)

EM4 20 000/botol 1 l (1 l =1000 kg bahan baku) 20

Plastik 16 000/50 lembar (1lembar=7 kg kompos) 46

Gula 3500/1 l (1l=1000 kg bahan baku) 3.5

Isi Staples 5000/700 kg kompos 7.2

Total Sumbangan Input Lain 76.7

(23)

13 1000 kg sampah kebun. Sehingga harga sumbangan input lain untuk EM4 sebesar Rp 20/kg. Harga plastik kemasan 35 x 50 cm adalah Rp 16 000 yang berisi 50 buah. Harga sebuah plastik kemasan ialah Rp 320. Di dalam sebuah plastik dapat menampung 7 kg kompos, sehingga harga sumbangan input lain plastik sebesar Rp 46/kg. Harga isi staples sebesar Rp 5000 dengan asumsi dapat digunakan untuk mengemas 700 kg kompos atau 100 plastik kemasan. Sehingga harga sumbangan input lain untuk isi staples sebesar Rp 7.2/kg. Total biaya untuk harga sumbangan input lain sebesar Rp 76.7/kg.

Nilai output adalah perkalian dari faktor konversi sebesar 0.34 dengan harga output sebesar Rp 2143 per kg. Nilai output sebesar Rp 719.10 per kg. Nilai tambah dipengaruhi oleh nilai output, harga bahan baku, dan harga sumbangan input lain. Nilai output setelah dikurangi harga bahan baku dan harga sumbangan input lain akan mendapat nilai tambah sebesar Rp 542.35 per kg atau sebesar 75.43%. Rasio nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah organik menjadi kompos skala industri rumah tangga tergolong tinggi karena nilainya > 50%.

Tabel 5 Pendapatan dan Keuntungan dari Nilai Tambah

Pendapatan dan Keuntungan Nilai Karinda Nilai Umum Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK) 70 833 25 000

Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/kg) 1416.67 500

Bagian Tenaga Kerja(%) 261 92.19

Keuntungan (Rp/kg) -874.31 42.35

Bagian Keuntungan (%) -161.22 7.81

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa nilai Karinda mengalami kerugian karena upah rata-rata tenaga kerja tinggi yakni sebesar Rp 70 833/HOK. Pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 1416.67/kg sehingga bagian tenaga kerja yang didapat adalah 261%. Upah tenaga kerja tinggi karena pekerja yang digunakan bukan pekerja yang spesifik pada bidang pengomposan, melainkan pekerja yang juga memiliki tanggung jawab mengerjakan pekerjaan rumah pribada pemiliki usaha.

Nilai umum ialah penyaduran upah dari penelitian Yusuf (2012) tentang usaha pengomposan skala rumah tangga di daerah Bogor. Apabila upah tenaga kerja per orang sebesar Rp 300 000 per bulan, maka upah rata-rata tenaga kerja di Karinda sebesar Rp 25 000/HOK. Usaha mengalami keuntungan menjadi Rp 42.35/kg dengan bagian keuntungan 7.81%.

Aspek Pasar

(24)

14

masih kurang menonjolkan produk kompos Karinda karena hanya dikemas dalam plastik bening. Kemasan kompos dapat dilihat dalam Gambar 6.

Gambar 6 Kemasan Kompos Karinda 7 kg

Ketersediaan input sampah organik belum dimanfaatkan optimal, maka pengelolaan sampah di BKI memiliki prospek keberlanjutan usaha yang baik. Adanya permintaan kompos yang cukup banyak juga menambah nilai keberlanjutan usaha. Kepuasan konsumen terhadap hasil kompos menjadikan nilai tambah bagi pengelolaan sampah di kebun Karinda menjadi layak dilaksanakan. Aspek Teknis

Lokasi usaha dilakukan di kebun pengomposan Karinda dalam perumahan BKI. Setiap bulannya selalu dihasilkan kompos dari kebun Karinda. Saat persediaan kompos Karinda habis, maka akan diambil hasil pengomposan dari rumah pengomposan milik Ibu Julia yang letaknya tidak begitu jauh dari Karinda. Tidak dibutuhkan biaya transportasi karena letak keduanya tidak berjauhan. Hingga saat ini produksi masih berjalan lancar, namun perlu diupayakan lagi penambahan wadah pengomposan agar hasilnya dapat maksimal. Secara aspek teknis pengelolaan Karinda layak dilaksanakan.

Aspek Manajemen

(25)

15

Gambar 7 Struktur Organisasi Pengomposan Karinda

Hasil analisis aspek manajerial menunjukkan bahwa tercipta hubungan harmonis di dalam struktur organisasi. Tercipta kerjasama yang baik antar tenaga kerja karena pembagian tugas dilakukan secara merata. Berdasarkan aspek manajerial, usaha pengomposan masih layak dilaksanakan.

Aspek Sosial

Aspek sosial ialah melibatkan kepedulian pengelola terhadap lingkungan sekitar. Setiap bulan dilakukan penyuluhan rutin di lingkungan RT maupun RW dalam hal pengelolaan sampah secara benar, maupun bagi masyarakat di luar perumahan. Kondisi pelatihan dan penyuluhan pengomposan dapat dilihat pada Gambar 8. Pengomposan Karinda mendapatkan beberapa penghargaan yakni Juara I Adipura kategori pengomposan terbaik se-Jakarta Selatan tahun 2007 dan 2010 dan penghargaan Kalpataru DKI Jakarta kategori Pengabdi Lingkungan pada 2010. Sering mendapat kunjungan beberapa instansi pemerintahan untuk memantau kegiatan yang dilakukan dan hingga saat ini ada belasan ribu orang yang sudah menjadi peserta penyuluhan-pelatihan. Manfaat sosial yang diterima sebagai hasil dari pengelolaan sampah menjadikan usaha Pengomposan Karinda ini layak untuk dilaksanakan.

Ketua

Djamaludin Suryohadikusumo

Pengelola

Komite Lingkungan BKI RW 9

Pekerja Tetap

Rianto, Niman, Eka

Masyarakat

Pekerja Kebersihan RT

4 Tukang Sapu

Anggota

(26)

16

Gambar 8 Kondisi Pelatihan dan Penyuluhan Pengomposan Aspek Analisis Kelayakan Finansial

Usaha pengomposan Karinda dimulai sejak tahun 2006. Persiapan pembangunan dilakukan sejak tahun 2005 dan Januari tahun 2006 merupakan permulaan produksi kompos Karinda. Akan diproyeksikan kelayakan finansial usaha pengelolaan sampah Karinda selama 10 tahun.

Komponen Inflow Usaha Pengelolaan Sampah Karinda

Komponen inflow dihitung berdasarkan manfaat yang diterima, terdiri dari: a. Produksi total

Penjualan pupuk kompos Karinda dimulai dari tahun 2006. Proyeksi penerimaan penjualan pupuk karinda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Proyeksi Penerimaan Penjualan Pupuk Kompos Karinda

Tahun Jumlah Produksi (kg/tahun) Harga Satuan (Rp/kg) Nilai (Rp/tahun)

2006-2010 4000 2142.85 8 571 428.6

2011-2015 5000 2142.85 9 642 857.1

Berdasarkan Tabel 6, hasil produksi pupuk kompos pada tahun 2006-2010 mencapai 4000 kg per tahunnya. Harga jual pupuk adalah Rp 2143 per kg sehingga diperoleh pemasukan Rp 8 571 429 pada tahun 2006-2010. Pada tahun 2011-2015 terjadi peningkatan jumlah produksi menjadi 4500 kg/tahun sehingga meningkatkan pemasukan menjadi Rp 9 642 857. b. Pinjaman

Tanah seluas 300 m2 dipinjami pengembang tanpa sewa. Tidak dihitung biaya sewa tanah dalam proyeksi pengeluaran.

c. Penjualan Keranjang Takakura

(27)

17 paket. Pemasukan sebesar Rp 9 000 000 hingga Rp 21 000 000 per tahun. Rincian pemasukan dari paket Takakuran tercantum dalam Lampiran 4. d. Pelatihan dan Penyuluhan

Setiap bulan dilakukan 2 kali pelatihan dengan jumlah peserta minimal 20 orang. Dikenakan biaya pelatihan sebesar Rp 25 000 setiap peserta. Pemasukan pelatihan dan penyuluhan sebesar Rp 12 000 000 setiap tahun. e. Bantuan (Grants)

Usaha Karinda mendapatkan bantuan dari Yayasan Surya Andana Asih untuk membangun rumah kompos dan saung untuk pelatihan. Besarnya bantuan digunakan sebagai modal awal sebesar Rp 15 000 000. Adapula dana iuran warga perumahan BKI sebesar Rp 10 000 per kepala keluarga pada tahun 2005. Pada tahun berikutnya meningkat menjadi Rp 15 000 per KK. Pemasukan iuran warga sebesar Rp 6 000 000 pada awal tahun dan meningkat menjadi Rp 9 000 000 pada tahun berikutnya.

f. Nilai sisa

Nilai sisa berasal dari peralatan yang tidak habis dipakai selama umur proyeksi. Penaksiran nilai sisa dilakukan dengan metode penyusutan per tahun. Rincian nilai sisa tercantum dalam Lampiran 4.

Komponen Outflow Usaha Pengelolaan Sampah Karinda

Komponen outflow dihitung berdasarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan unit usaha, terdiri dari:

a. Biaya Investasi

Biaya investasi ini dikeluarkan pada tahun 2005. Biaya yang dikeluarkan adalah biaya membangun saung dan membangun 15 komposter dari paving blok. Terdapat pula penyediaan sarana prasarana seperti membuat meja dan kursi dari kayu hitam. Rincian biaya investasi tercantum dalam Lampiran 5.

b. Biaya Operasional

Biaya operasional dalam penelitian pengomposan Karinda terdiri dari biaya membeli peralatan untuk proses produksi. Rincian peralatan yang dibutuhkan dalam produksi dapat dilihat pada Lampiran 5.

c. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya gaji tenaga kerja dan biaya utilitas. Gaji tenaga kerja tetap yakni tukang kebun mendapat Rp 800 000 dari total gajinya Rp 1 600 000 karena waktu bekerja 50% untuk pengomposan. Supir mendapat Rp 475 000 dari total gajinya sebesar Rp 1 900 000 karena hanya bekerja 25% untuk pengomposan. Pembantu mendapat Rp 480 000 dari total gajinya sebesar Rp 1 600 000 karena hanya bekerja 30% untuk pengomposan. Total gaji sebesar Rp 1 755 000 per bulan, sehingga dibutuhkan Rp 21 060 000 per tahunnya.

Tenaga kerja tidak tetap yakni 4 orang tukang sapu yang diberi gaji sesuai banyaknya sampah serasah yang didapat. Dalam satu tahun bisa mendapat 12 000 hingga 13 500 kg bahan baku sehingga bisa mendapat gaji sebanyak Rp 1 200 000 hingga Rp 1 350 000 per tahun.

(28)

18

d. Biaya Perawatan

Biaya perawatan sebesar Rp 2 000 000 setiap tahunnya, digunakan untuk merawat sarana dan prasarana seperti perbaikan lantai, atap, LCD, dan lain-lain. Perincian komponen cashflow tercantum dalam Lampiran 6. Hasil Analisis Finansial

Berdasarkan analisis finansial, pengomposan karinda memiliki NPV sebesar Rp 33 492 850 menunjukkan bahwa usaha pengolahan sampah menjadi kompos memberi manfaat bersih Rp 33 492 850 selama jangka waktu 10 tahun proyeksi. Berdasarkan kriteria NPV maka usaha pengomposan Karinda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7 Hasil Analisis Finansial Usaha Pengomposan Karinda

Kriteria Nilai

NPV Rp 33 492 850

BCR 1.12

IRR 45%

Berdasarkan Tabel 7, nilai BCR sebesar 1.12 % menunjukkan setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih 1.12. Nilai BCR lebih dari 1 menunjukkan usaha pengomposan Karinda layak dilaksanakan berdasarkan kriteria BCR. Nilai IRR yang diperoleh sebesar 45%. Hal ini menunjukkan tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan pada pengomposan Karinda sebesar 45%. Nilai IRR yang didapatkan lebih tinggi daripada tingkat discount rate yang digunakan yaitu 7.5%. Maka dapat dikatakan bahwa usaha pengomposan Karinda layak dilaksanakan berdasarkan kriteria IRR.

Hasil analisis secara keseluruhan menunjukkan ketiga kriteria yakni NPV, BCR, dan IRR memenuhi syarat kelayakan, sehingga usaha dapat dijalankan karena mendatangkan manfaat secara finansial dan manfaat lainnya dari sisi non finansial.

Hubungan Analisis Nilai Tambah dengan Analisis Finansial

(29)

19 Potensi Kompos HKS

Pengomposan HKS

Sebagian besar sampah hutan kota adalah sampah daun yang setiap hari berguguran di dalam kawasan. Berdasarkan Mulia (2005), limbah padat yang mengandung bahan organik dan tidak mengandung bahan berbahaya dapat diproses secara biologi untuk mengurangi volumenya atau dapat memperoleh produk berguna seperti kompos. Wardhana (2004) menyatakan bahwa bahan buangan organik sebaiknya dikumpulkan untuk diproses menjadi kompos agar bertambah nilai gunanya karena pengomposan berarti mendaur ulang limbah organik yang berdampak positif bagi lingkungan hidup manusia.

Sampah daun gugur di hutan kota sebaiknya dibuat pengomposan dengan bantuan manusia. Pengomposan dengan bantuan manusia di HKS bertujuan mempercepat proses dekomposisi. Pengomposan alami membutuhkan waktu 6 bulan bahkan bisa mencapai beberapa tahun. Cara pengomposan di HKS dilakukan dengan menumpuk sampah daun agar terdekomposisi secara alami. Kegiatan ini membutuhkan waktu lama sampai kompos siap diserap tanaman. Pengomposan dengan bantuan manusia berupa kegiatan pengadukan sampah, pemberian aktivator EM4, dan adanya kegiatan pengaturan suhu serta kelembabannya akan mempercepat proses pengomposan.

Berdasarkan penelitian Yulipriyanto (2010) menunjukkan bahwa, hasil pembalikan selama 2-3 kali dalam tiap bulan pengomposan akan memaksimalkan kesuburan kompos, jika tanpa pembalikkan akan mengurangi kesuburan komposnya. Dibutuhkan waktu 6 hingga 8 minggu apabila melakukan pengomposan dengan bantuan manusia.

Kompos pada HKS berfungsi sebagai penyedia nutrisi tanah, meningkatkan kapasitas pegang air, menambah unsur hara makro mikro dalam tanah, dan dapat digunakan sebagai penyediaan pupuk organik untuk hutan kota. Tanah di HKS merupakan tanah bekas TPS sehingga memiliki topsoil yang sangat tipis karena saat digali terlihat banyaknya sampah yang mengendap dalam tanah namun belum terdekomposisi sempurna. Dengan bantuan kompos, maka tanaman akan mendapat nutrisi tambahan. Jika dibuat pengomposan di HKS, maka tidak akan ada biaya tambahan untuk pengadaan pupuk. Kondisi tanah HKS dapat dilihat dalam Gambar 9.

(30)

20

Sampah warga yang sudah terlanjur dibuang ke dalam kawasan HKS tidak bisa lagi dijadikan bahan baku pengomposan, karena sampah sudah membusuk dan sudah tercampur antara anorganik dengan organik, apabila dijadikan bahan baku pengomposan akan menurunkan kualitas kompos yang dihasilkan. Dibutuhkan pembuatan galian untuk menimbun sampah warga atau dengan mengeluarkan seluruh timbunan sampah ke TPS terdekat. Timbunan sampah warga dapat di lihat dalam Gambar 10.

Gambar 10 Timbunan Sampah Warga di HKS Potensi Kompos HKS berdasarkan Jumlah, Harga, dan Kapasitas

Rata-rata setiap harinya dikumpulkan bahan baku serasah sebanyak 15 karung seberat 7 kg setiap karung. Dalam sehari sudah terdapat 105 kg bahan baku di dalam kawasan hutan kota. Dalam sebulan terdapat bahan baku sebanyak 3150 kg. Bahan baku ini tidak bisa langsung terdekomposisi semuanya. Dibutuhkan waktu 6 bulan bahkan satu tahun untuk bahan baku bisa terserap tanah secara sempurna. Dalam waktu 1 tahun sudah ada 37 800 kg bahan baku.

Jika 37 800 kg bahan baku serasah dibuat pengomposan, maka akan menghasilkan kompos sebanyak 12 474 kg dengan asumsi adanya penyusutan sebesar 33% dari berat bahan baku semula. Bila harga jual Rp 1000 per kg, maka akan terdapat pemasukan sebesar Rp 12 474 000 dari pengelolaan pupuk kompos ini.

(31)

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karinda:

Hasil analisis nilai tambah, pengelolaan sampah organik menjadi kompos memiliki nilai tambah sebesar Rp 542.35/kg atau 75.43%. Hasil analisis kelayakan usaha non keuangan ditinjau dari aspek pasar, manajemen, teknis, dan sosial maka pengomposan Karinda tergolong layak dijalankan. Hasil analisis kelayakan finansial, pengomposan Karinda layak karena memiliki nilai NPV sebesar Rp 33 492 850 dengan BCR sebesar 1.12 dan IRR sebesar 45%. Hal ini disebabkan adanya inovasi usaha yang dilakukan Karinda.

HKS:

Pola operasional pengomposan Karinda dapat diterapkan di HKS dan bisa dijadikan dasar melakukan penyuluhan kepada warga sekitar untuk pengelolaan sampah secara baik dan benar. Rata-rata potensi sampah organik HKS dalam setahun mencapai 37 800 kg sehingga dapat memenuhi kebutuhan pupuk sebanyak 12 474 kg.

Saran

Karinda:

Perlu dilakukan keberlanjutan pengomposan Karinda karena banyak manfaat yang didapat dari pengelolaan sampah menjadi kompos.

HKS:

Perlu dilakukannya pengomposan di HKS mengingat potensi sampah HKS yang memadai demi penyediaan pupuk kompos dan bagi warga sekitar HKS sebagai salah satu solusi agar membiasakan mengelola sampah dengan baik. Dalam usaha pengomposan, perlu menggunakan tenaga kerja khusus pengomposan dan diperlukan inovasi usaha agar usaha lebih menguntungkan dari segi ekonomi seperti halnya yang dilakukan di Karinda.

DAFTAR PUSTAKA

Chelst K, Canbolat YB. 2011. Value-Added Decision Making for Managers. London (UK): Chapman & Hall.

Djamaludin SM, Wahyono S. 2006. Pengomposan Sampah Skala Rumah Tangga. Jakarta: Asdep Urusan Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

(32)

22

Gitinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerjemah Slamet Sutomo dan Komel Mangiri. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.

Grey GW, FJ Deneke. 1978. Urban Forestry. New York (NY): John Willey dan Sons.

Hasibuan SP, Malayu H. 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia, Dasar dan Kunci Keberhasilan. Jakarta (ID): PT. Toko Gunung Agung.

Hayami YT, Kawagoe Y, Marooka, Siregar M. 1987. Agriculturan Marketing and Processing in Upland Java- A Perspective from A Sunda Village [karya tulis]. Bogor (ID): Centre for Research and Development of Coarse Grains, Pulses, Roots and Tuber Crops.

Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID): PT. Prenhallindo.

Marimin, Magfiroh N. 2013. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.

Mulia RM. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Nakasaki K, Kato J, Akiyama, and Kubota H. 1987. A New Composting Model and Assessment of Optimum Operation for Effective Drying of Composting Material. J Fermentation Technology 65 (4): 441-447.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Jakarta (ID): Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Saputro TS. 2013. Persepsi, sikap, dan partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengelolaan Hutan Kota Srengseng, Jakarta Barat menurut perspektif gender [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sudiyono A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Yogyakarta.

Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID):

Penerbit PT Gramedia. Terjemahan dari: Introduction to Statistics. Ed ke-5. Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi Yulipriyanto. 2009. Ilmu Pengomposan. Yogyakarta (ID): Biologi FMIPA

Universitas Negeri Yogyakarta.

Yusuf R. 2012. Analisis nilai tambah pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos (studi kasus: rumah kompos Griya Melati, Kelurahan Bubulak, Kota Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(33)

23 Lampiran 1 Denah Lokasi Pengomposan Karinda

Alamat Pengomposan Karinda:

Perumahan Bumi Karang Indah Blok C-2 No. 28 Lebak Bulus, Jakarta Selatan

Telp : (021)-75909167 HP : 0815-8014-375

(34)
(35)

1

Lampiran 2 Peta Kawasan Hutan Kota Srengseng

(36)
(37)

25

Lampiran 3 Alat dan Bahan Pengomposan

No Alat atau Bahan Kegunaan

1 Komposter Wadah tempat pembuatan kompos

2 Garu Meratakan kompos dan mengaduk kompos

3 Ayakan Membantu dalam proses pemisahan kompos matang dengan

kompos yang masih kasar

4 Gembor Membantu dalam proses penyiraman kompos

5 Penutup kompos Digunakan sebagai penutup kompos bagian atas

6 Drum putih Wadah hasil akhir pengomposan (dijaga kelembabannya)

7 Sepatu boot Alas kaki saat mengerjakan pengomposan

8 Timbangan Digunakan untuk penimbangan kompos saat pengemasan

9 Kantong bening Ukuran 35x50 cm untuk wadah pengemasan kompos tiap 7

kg

10 Sarung tangan Pelindung tangan saat melakukan pengomposan

11 Sapu lidu Alat pembersih

12 Drum 200 liter Tempat menampung sampah

13 Isi staples Digunakan untuk mengemas kompos yang siap jual

14 Termometer Mengukur suhu kompos agar tetap stabil

15 EM4 Aktivator sebagai perangsang bakteri agar bekerja lebih

(38)

26

Lampiran 4 Komponen Arus Masuk

Penerimaan Penjualan Pupuk Kompos Karinda

Tahun Produksi (kg/tahun) Harga Satuan (Rp/kg) Nilai (Rp/thn)

2006-2010 4 000 2 142.85 8 571 428.6

2011-2015 4 500 2 142.85 9 642 857

Nilai Sisa dalam Proyeksi Penerimaan Pupuk Karinda

Uraian Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

Penyusutan (Rp)

Nilai Sisa (Rp)

Ember Putih 245 000 3 tahun 81 670 163 333

Sepatu Boot 80 000 3 tahun 26 667 53 333

Meja Kayu 1 200 000 15 tahun 80 000 320 000

Kursi Kayu 3 000 000 15 tahun 200 000 800 000

Lemari 200 000 15 tahun 13 333 53 333

Saung 10 500 000 15 tahun 700 000 2 800 000

TOTAL 1 101 670 4 189 999

Penerimaan Paket Keranjang Takakura

Tahun ke- Jumlah

Keranjang (buah/tahun)

Harga Jual (Rp/buah)

Total Harga (Rp/tahun)

t-1 sampai t-3 120 75 000 9 000 000

t-4 sampai t-5 120 85 000 10 200 000

t-6 150 90 000 13 500 000

t-7 150 100 000 15 000 000

(39)

27 Lampiran 5 Komponen Arus Keluar

Biaya Alat dan Bahan

TOTAL BIAYA OPERASIONAL 55 064 500

Rincian Biaya

Jenis biaya Nominal (Rp) Satuan Waktu Pengeluaran

Biaya Investasi

1. Penyediaan seluruh alat bahan 9 722 000 Rp/tahun t-1

(40)

28

Lampiran 6 Cashflow Usaha Pengomposan Karinda dengan Proyeksi 10 tahun (dalam satuan Rp x 1000)

(41)

29

29

No Uraian Umur

Ekonomis 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

PENGELUARAN

16 Kantong

Plastik

1 thn 0 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320

17 Cangkrang 1 thn 0 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

18 Penutup

Komposting

1 thn 0 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300

19 EM4 1 thn 0 240 240 240 240 240 240 240 240 240 240

20 Paket

Takakura

1 thn 0 6 720 6 720 6 720 7 920 7 920 9 900 11 775 15 700 15 700 15 700

21 Isi Staples 1 thn 0 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

22 Gula 1 thn 0 42 42 42 42 42 42 42 42 42 42

23 Spidol 1 thn 0 120 120 120 120 120 120 120 120 120 120

24 Gaji Tetap 1 thn 21 060 21 060 21 060 21 060 21 060 21 060 21 060 21 060 21 060 21 060 21 060

25 Gaji Tkg

Sapu

1 thn 0 12 000 12 000 12 000 12 000 12 000 13 500 13 500 13 500 13 500 13 500

26 Pemelihara 1 thn 0 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000 2 000

27 Utilitas 1 thn 0 1 200 1 200 1 200 1 200 1 200 1 200 1 200 1 200 1 200 1 200

TOTAL 36 060 33 982 32 237 32 397 33 762 33 697 35 672.250 37 972.250 41 412.250 41 572.250 41 837.250

Discount Factor 7.5% 1 1.07 1.15 1.24 1.33 1.43 1.54 1.66 1.78 1.92 2.06

Saldo -15 060 1 478.538 5 481.388 4 970.172 4 499.863 4 231.196 5 488.627 4 623.496 5 736.324 5 252.662 6 790.584

NPV 33 492 850

BCR 1.12

IRR 45%

(42)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 21 September 1992. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Tjipta Purwita dan Sulistyawati. Memiliki adik bernama Muhammad Belva Al-Kautsar. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari tahun 1995 di TK Handayani, Palu-Sulawesi Tengah. Pada tahun 1997 di SD Muhammadiyah, Samarinda-Kalimantan Timur hingga tahun 2000. Pada tahun 2000 menamatkan di SD Islam Al-Azhar 08 Kembangan, Jakarta Barat hingga tahun 2004. Tahun 2004 di SMP 75 Jakarta Barat hingga tahun 2007. Pada 2007 hingga 2010 menamatkan pendidikan di SMAN 112 Jakarta Barat. Tahun 2010 hingga saat ini penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswi Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI atau PMDK.

Penulis juga melakukan beberapa kegiatan praktek guna mendukung pengetahuan dan keterampilan penulis yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di jalur Hutan Pantai Pangandaran dan Hutan Pegunungan Sawal Jawa Barat pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Jawa Barat pada tahun 2013, dan Praktek Kerja Lapang di PT Inhutani I Kalimantan Timur pada bulan Februari hingga April 2014. Penulis juga aktif di Organisasi Rimbawan Pecinta Alam (Rimpala) sebagai dan Pengurus Cabang Sylva IPB sebagai Kepala Divisi Kajian Strategis dan Advokasi pada 2012-2013.

Gambar

Tabel 1.  Tabel 1  Format Perhitungan Nilai Tambah Hayami
Gambar 1  Kondisi Pengomposan Karinda
Gambar 3  Komposter: A. Bambu; B. Bata; C. Semen; D. Keranjang
Gambar 4  Proses Pencampuran Bahan Organik dengan Aktivator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil wawancara kami, Dapat disimpulkan bahwa Adi Erzal sebagai owner dari Jakcloth Store adalah seorang leader yang mempunya tipe kepemimpinan Transformasional

Handoko Daeng, Sp.KJ(K), selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis

Ketoksikan racun serangga dengan bahan aktif Acetamiprid telah diuji ke atas lalat putih Bemisia tabaci dewasa yang disampel dari dua jenis kebun yang berbeza iaitu kebun yang

Ada perbedaan hasil belajar antara sis- wa yang mendapat model DCKC dengan mo- del bersafari pada pembelajaran menulis cerpen siswa kelas XII SMA Kebon Dalem Semarang. Hal

Ekspor AS April 2017 tercatat sebesar USD190,98 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan realisasi ekspor bulan sebelumnya sebesar USD191,5 miliar.. Sementara itu, impor

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan kandungan hara boron tanah yang diperoleh melalui perbaikan sifat kimia tanah memiliki hubungan yang erat dengan penurunan

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa, pada putaran 5000 rpm grafik daya pada poros roda menunjukkan peningkatan yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena pembukaan katup gas yang

Dalam mode API atau Application Programming Interface data harus mengikuti struktur frame berupa formasi data ( payload ) dan alamat Xbee tujuan. Mode ini umumnya digunakan