• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Indeks Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau Dan Lahan Terbangun Di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Indeks Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau Dan Lahan Terbangun Di Kota Bogor"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN INDEKS KENYAMANAN RUANG TERBUKA

HIJAU DAN LAHAN TERBANGUN DI KOTA BOGOR

SITI HAWA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Indeks Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau dan Lahan Terbangun di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SITI HAWA. Penentuan Indeks Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau dan Lahan Terbangun di Kota Bogor. Dibimbing oleh RIZALDI BOER.

Keberadaan ruang terbuka hijau pada suatu kota sangat diperlukan untuk menciptakan kondisi kota yang nyaman bagi penghuninya. Keberadaan ruang terbuka hijau seperti taman kota dapat memberikan rasa nyaman bagi penghuninya baik secara spasial, visual, audial, maupun termal. Kenyamanan termal dapat ditetapkan dengan menggunakan indeks yang disusun berdasarkan parameter iklim. Namun demikian, indeks kenyamanan termal belum tentu dapat mewakili rasa kenyamanan spasial, visual maupun audial karena hal tersebut juga sangat terkait pada kondisi psikologis dan metabolisme seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan indeks kenyamanan termal yang dapat merepresentasikan rasa kenyamanan lainnya melalui interview rasa kenyamanan seseorang pada tiga kondisi waktu (pagi, siang, dan sore) dan dua kondisi spasial yaitu ruang terbuka hijau dan lahan terbangun. Nilai indeks kenyamanan termal dihitung berdasarkan data suhu dan kelembaban udara dan batas kenyamanan menurut nilai indeks ditetapkan berdasarkan hasil interview rasa kenyamanan responden pada beberapa lokasi (ruang) dan waktu. Tiga bentuk indeks kenyamanan termal yang digunakan ialah Temperature Humidity Index (THI), Relative Strain Index (RSI), dan Wet Bulb Globe Temperature (WBGT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai selang indeks kenyamanan untuk ruang terbuka hijau dan lahan terbangun di Kota Bogor ialah nyaman (THI≤27;

RSI≤0.17; dan WBGT≤30.8), nyaman-cukup nyaman (27<THI<28.5; 0.17<RSI<0.22; dan 30.8<WBGT<33.4), dan tidak nyaman (THI≥28.5;

RSI≥0.22; dan WBGT≥33.4). Batas indeks kenyamanan ini dapat dijadikan acuan dalam merancang RTH Kota Bogor ke depan.

(5)

ABSTRACT

SITI HAWA. Determined of Comfort Index of Green Open Space and Development Area in Bogor City. Supervised by RIZALDI BOER.

The existence of green open space in a city is needed to create a comfortable environment for the occupants. The existence of green open spaces such as city park can provide comfort for occupants both spatial, visual, audial, or thermal. Thermal comfort can be determined by using an index that is based on climatic parameters. However, the thermal comfort indices may not necessarily represent a sense of spatial comfort, visual and audial because it is also very relevant to the person's psychological condition and metabolism. This study aims to define thermal comfort indices which may represent a sense of other comfort through interviews sense of someone comfort at the three conditions of the time (morning, day, and afternoon) and two spatial conditions are green open space and development area. Thermal comfort index value is calculated based on the data of temperature and humidity and threshold of comfort according to the index value is determined based on the results of interviews sense of comfort respondents in several locations (space) and time. Three forms of thermal comfort indices are Temperature Humidity Index (THI), Relative Strain Index (RSI), and Wet Bulb Globe Temperature (WBGT). The results showed that the value of the comfort index interval to a green open space and development area in the Bogor city is

comfortable (THI≤27; RSI≤0.17; and WBGT≤30.8), comfortable-quite comfortable (27<THI<28.5; 0.17<RSI<0.22; and 30.8<WBGT<33.4), and

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

PENENTUAN INDEKS KENYAMANAN RUANG TERBUKA

HIJAU DAN LAHAN TERBANGUN DI KOTA BOGOR

SITI HAWA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penentuan Indeks Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau dan Lahan Terbangun di Kota Bogor”. Penulis ingin menyampaikan rasa hormat, apresiasi, dan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof Dr Ir Rizaldi Boer, MSc, selaku pembimbing utama yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Dr Ir Rini Hidayati, M.Sc dan Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ir Bregas Budianto Ass. Dipl selaku dosen pemandu dan pembahas

seminar yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

4. Sonni Setiawan, S.Si, M.Si selaku pembimbing akademik selama peneliti menjadi mahasiswa GFM.

5. Bapak Danang, Ibu Nurmalina, Ibu Rinrin, dan seluruh staff Kebun Raya Bogor-LIPI.

6. Aparat Pemerintahan Kota Bogor dan seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

7. Keluarga yang sangat saya cintai dan sayangi, Abah, Emak, abang dan adik yang selalu memberikan dukungan baik secara material maupun moril serta doa yang tiada henti.

8. Sastra, Yendar, Nunung, Indah, Yuni, Shinten dan teman-teman Wisma Ungu yang selalu membuat hari-hari menjadi menyenangkan.

9. Teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan Adit dan Galuh yang memberikan semangat, dukungan serta bantuan selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi.

10.Bang Khabib, Bang Shola, Herze, Aviya, Eka, Atu, Neneh, Iyo, Pradit, Ridwan, Iki, Udin, Mba Anis, Mas Gigih, Mba Joha dan GFM 48 atas bantuan, semangat, dan dukungan. Semoga dengan Rahmat-Nya kita diberi kemudahan dalam menggapai kesuksesan.

11.Tim Dosen GFM IPB, terima kasih atas bantuan, dukungan serta pengajaran yang diberikan, untuk para staff GFM, Pak Azis, Pak Nandang, Pak Engkos, Mas Kiki juga terima kasih atas bantuan selama perkuliahan dan penulisan hingga penyelesaian skripsi. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu.

Penulis mengapresiasi atas saran yang membangun demi tersusunnya karya ilmiah ini dengan baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Prosedur Analisis Data 4

Pengambilan Data Suhu dan Kelembaban Udara 5

Perhitungan Indeks Kenyamanan 6

Pengumpulan Kuisioner 8

Penentuan Indeks Kenyamanan berdasarkan Hasil Kuisioner 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Pola Suhu dan Kelembaban Udara 9

Tingkat Kenyamanan menurut Persepsi Responden 13

Batas Indeks Kenyamanan 15

Jumlah Hari Nyaman 17

Histogram Suhu dan Kelembaban Udara 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(12)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik lokasi penelitian 3

2 Rata-rata suhu udara selama setahun di empat lokasi penelitian

pada waktu pagi, siang, dan sore hari 11

3 Rata-rata kelembaban udara selama setahun di empat lokasi penelitian pada waktu pagi, siang, dan sore hari 11

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 4

2 Ilustrasi penentuan batas kenyamanan 9

3 Pola suhu udara rata-rata tahun 2002-2014 selama 365 hari di empat lokasi di Kota Bogor pada waktu (a) pagi, (b) siang, dan (c) sore hari 10 4 Pola kelembaban udara rata-rata tahun 2002-2014 selama 365 hari di

empat lokasi di Kota Bogor pada waktu (a) pagi, (b) siang, dan (c)

sore hari 12

5 Persentase pendapat responden terhadap kenyamanan (a) pemandangan dan (b) suhu udara di empat lokasi pengamatan 14 6 Sebaran nilai THI dan jumlah responden yang merasa nyaman,

cukup nyaman, dan tidak nyaman 15

7 Sebaran nilai RSI dan jumlah responden yang merasa nyaman,

cukup nyaman, dan tidak nyaman 16

8 Sebaran nilai WBGT dan jumlah responden yang merasa nyaman,

nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman 17

9 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada pagi hari

(rata-rata tahun 2002-2014) 18

10 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada siang hari

(rata-rata tahun 2002-2014) 18

11 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada sore hari

(rata-rata tahun 2002-2014) 18

12 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada pagi hari

(rata-rata tahun 2002-2014) 19

13 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada siang hari

(rata-rata tahun 2002-2014) 19

14 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada sore hari

(rata-rata tahun 2002-2014) 19

15 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada pagi hari

(13)

16 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada siang hari

(rata-rata tahun 2002-2014) 20

17 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada sore hari

(rata-rata tahun 2002-2014) 20

18 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada pagi

hari (rata-rata tahun 2002-2014) 21

19 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada siang

hari (rata-rata tahun 2002-2014) 21

20 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada sore

hari (rata-rata tahun 2002-2014) 21

21 Range suhu (a) dan kelembaban udara (b) dari kondisi nyaman,

nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi penelitian 26

2 Dokumentasi penelitian : Jalan Kapten Muslihat (a), Jalan Paledang (b), vertikultur di Jalan Kapten Muslihat (c), Lapangan Sempur (d) 26 3 Sensor DHT22 dan smartphone sebagai media penyimpan 26 4 Karakteristik responden di empat lokasi penelitian 27 5 Persepsi responden terhadap kenyamanan di empat lokasi penelitian 28 6 Rata-rata data suhu dan kelembaban hasil pengamatan dan data iklim

Stasiun Baranangsiang 29

7 Rata-rata dan standar eror suhu-kelembaban waktu pagi, siang, dan

sore hari di empat lokasi pengamatan 30

8 Rata-rata dan standar eror suhu-kelembaban waktu pagi, siang, dan sore hari di empat lokasi pengamatan dalam bentuk grafik 30 9 Beda nilai rata-rata pengamatan dengan Stasiun Iklim Baranangsiang

(BS) sebagai estimasi data suhu-kelembaban empat lokasi penelitian 31 10Beda nilai rata-rata pengukur suhu-kelembaban dengan Stasiun Iklim

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suhu merupakan unsur cuaca dan iklim yang mempengaruhi manusia dalam berpakaian, makan, dan tempat tinggal. Peningkatan suhu udara di berbagai wilayah baik lintang tinggi maupun lintang rendah atau yang lebih dikenal dengan pemanasan global dapat mengubah budaya manusia sehari-hari seperti cara berpakaian, makan, termasuk tempat tinggal. Berbagai upaya dan tindakan terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mencegah pemanasan global maupun mengurangi salah satu sumber pemanasan global yakni peningkatan jumlah karbon di atmosfer, diantaranya dengan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, mencegah kebakaran dan konversi hutan, melakukan penghijauan, dan lain-lain. Adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di setiap kota di Indonesia diharapkan mampu menurunkan suhu udara dan menyerap kembali karbon yang dilepas dari aktivitas di kota tersebut. Ketentuan mengenai RTH telah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Peraturan Pemerintah No. 63/2002 tentang Hutan Kota mendefinisikan ruang terbuka hijau wilayah perkotaan sebagai ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka, berisi hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami atau tanaman budidaya.

Berdasarkan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan besarnya RTH di wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah perkotaan, yaitu terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat. Kota Bogor memiliki luas ±11850 ha, sehingga RTH yang dibutuhkan sekitar ±3555 ha yang terdiri dari ±2370 ha untuk RTH publik (20% dari luas wilayah Kota Bogor) dan ±1185 ha untuk RTH privat (10% dari luas wilayah Kota Bogor). Pada saat ini, RTH di Kota Bogor diperkirakan masih cukup memadai. Pada tahun 2007, RTH Kota Bogor masih sekitar 54.76% (Ainy 2012). Namun demikian, akibat pertumbuhan penduduk, keberadaan RTH Kota Bogor semakin lama akan semakin berkurang. Menurunnya RTH akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Kemampuan kota dalam mereduksi polusi, penyerapan air tanah dan keindahan alami kota akan menurun dan pada akhirnya akan menyebabkan semakin menurunnya tingkat kenyamanan kota. Apabila tingkat keterpaparan penghuni kota terhadap kondisi yang tidak nyaman berlangsung lama dan terus menerus, maka akan berpengaruh pada kualitas kehidupan yaitu dapat menurunkan tingkat produktivitas, tingkat kesehatan, tingkat harapan hidup, dan tingkat kecerdasan anak-anak, bahkan dapat meningkatkan kriminalitas dan konflik horizontal di antara kelompok masyarakat perkotaan (Anggriani 2010).

(16)

2

psikologis dan kondisi metabolisme. Temperature Humidity Index (THI) merupakan salah satu rumus yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kenyamanan makhluk hidup melalui suhu dan kelembaban lingkungan. Selain THI beberapa rumus indeks kenyamanan lain yang sudah digunakan di berbagai tempat diantaranya : Discomfort Index, Effective Temperature (Griffiths 1966), Predicted Mean Vote, Wet Bulb Globe Temperature (Lemke dan Kjellstrom 2012), dan lain-lain. Masing-masing persamaan indeks kenyamanan tersebut memiliki batas kenyamanan yang berbeda-beda. Thom (1959) dalam Tjasyono (2004) telah melakukan penelitian empiris di daerah lintang menengah untuk menetapkan kategori nyaman pada THI 21-24 oC dan kategori tidak nyaman pada THI lebih dari 26 oC. Batas kenyamanan Thom telah banyak digunakan di daerah tropis seperti oleh Aprihatmoko (2013) dan Tulandi et al. (2012). Padahal masyarakat di daerah tropis atau lintang rendah memiliki toleransi terhadap panas lebih tinggi sehingga akan memiliki batas indeks kenyamanan lebih tinggi. Selain itu, indeks kenyamanan termal belum tentu dapat mewakili rasa kenyamanan spasial, visual, maupun audial karena hal tersebut juga sangat terkait pada kondisi psikologis dan metabolisme seseorang. Oleh karena itu, penetapan nilai indeks kenyamanan termal yang juga dapat merepresentasikan rasa kenyamanan lainnya sangat diperlukan. Pengukuran kenyamanan termal di Kota Bogor dilakukan melalui parameter iklim. Parameter iklim (suhu dan kelembaban udara) diukur menggunakan sensor DHT22. Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks kenyamanan adalah Temperature Humidity Index (THI), Relative Strain Index (RSI), dan Wet Bulb Globe Temperature (WBGT). Penetapan batas kenyamanan dilakukan dengan menghubungkan indeks kenyamanan dan pendapat masyarakat melalui kuisioner. Selain kenyamanan termal, evaluasi kenyamanan visual di beberapa lokasi di Kota Bogor dilakukan melalui kuisioner pendapat masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam merancang RTH Kota Bogor ke depan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menetapkan indeks kenyamanan termal Kota Bogor yang dapat merepresentasikan rasa kenyamanan lainnya melalui interview rasa kenyamanan seseorang pada beberapa kondisi waktu (pagi, siang dan sore) dan kondisi spasial (ruang terbuka hijau dan lahan terbangun).

METODE

Alat dan Bahan

(17)

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 hingga Oktober 2015 di Kota Bogor. Lokasi penelitian diwakili oleh tiga lokasi ruang terbuka hijau (Kebun Raya Bogor, Lapangan Sempur, dan Jalan Paledang) dan satu lokasi lahan terbangun (Jalan Kapten Muslihat). Pemilihan keempat lokasi tersebut didasarkan pada karakteristik masing-masing lokasi yang sesuai dengan jenis-jenis RTH sesuai dengan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Karakteristik lokasi penelitian

Lokasi Karakteristik Gambar lokasi

Kebun Raya Bogor (KRB)

Merepresentasikan kondisi ruang terbuka hijau jenis taman kota dengan vegetasi yang rapat. KRB menjadi tempat wisata, tempat edukasi (penelitian, kunjungan lapang), maupun tempat kegiatan yang sering diselenggarakan baik oleh masyarakat Kota Bogor maupun wisatawan dari luar Bogor.

Lapangan Sempur

(18)

4

Jalan Kapten Muslihat

Merepresentasikan lahan terbangun dengan kondisi lalu lintas yang ramai dan jumlah vegetasi yang minimum. Penanaman vegetasi di jalur hijau di lokasi ini sangat minimum. Jalur hijau di lokasi ini sangat ramai oleh pejalan kaki dan pedagang kaki lima.

Sumber gambar : Google earth (diakses pada 4 Oktober 2015)

Prosedur Analisis Data

Penentuan indeks kenyamaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pengumpulan data suhu dan kelembaban udara melalui pengukuran langsung (observasi) di lokasi penelitian, estimasi data suhu dan kelembaban di empat lokasi penelitian selama 365 hari melalui rata-rata data Stasiun Klimatologi Baranangsiang tahun 2002-2014, perhitungan indeks kenyamanan berdasarkan persamaan indeks kenyamanan suhu-kelembaban, pengumpulan kuisioner, dan penentuan batas indeks kenyamanan berdasarkan hasil kuisioner.

Gambar 1 Diagram alir penelitian Data suhu dan

kelembaban di lokasi pengamatan

Estimasi data lokal selama 365 hari menggunakan rata-rata data Stasiun Klimatologi Baranangsiang tahun 2002-2014

Perhitungan indeks kenyamanan lokasi penelitian

Data suhu dan kelembaban Stasiun Klimatologi Baranangsiang

Batas kenyamanan hasil kuisioner

(19)

5

Pengambilan Data Suhu dan Kelembaban Udara

Pengukuran data suhu dan kelembaban di empat lokasi penelitian menggunakan sensor DHT22. Sensor DHT22 memiliki akurasi suhu ±0.1 oC dan akurasi kelembaban ±2-5% (Digital 2010). Sensor DHT22 dihubungkan ke smartphone sebagai daya dan media penyimpan data (Lampiran 3). Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan di bawah pohon agar sensor tidak terkena sinar matahari langsung. Titik pengambilan data di setiap tempat tidak pernah berubah. Tutupan lahan di titik pengambilan data di seluruh lokasi pengamatan adalah lahan perkerasan (konblok), sehingga kemungkinan ada penambahan panas dari bawah. Data suhu dan kelembaban diukur pada ketinggian sekitar 1.2 meter setiap satu jam mulai pukul 07.00 – 17.00 WIB dengan urutan lokasi yakni : Kebun Raya Bogor, Lapangan Sempur, Jalan Kapten Muslihat, dan Jalan Paledang. Kebun Raya Bogor selalu menjadi lokasi pertama saat pengambilan data dan memiliki perbedaan waktu sekitar setengah jam dengan Jalan Paledang sebagai lokasi terakhir. Pengambilan data dilakukan dengan tiga kali ulangan selama lima hari di bulan Agustus. Sehingga jumlah data suhu dan kelembaban di empat lokasi penelitian sebanyak 11 (jam) x 3 (ulangan) x 5 (hari) x 4 (lokasi) x 2 (suhu dan kelembaban udara) = 1320 data. Data suhu dan kelembaban tersebut kemudian dirata-ratakan berdasarkan waktu, yakni pagi hari (pukul 07.00-10.00), siang hari (pukul 11.00-14.00), dan sore hari (pukul 15.00-17.00) (Lampiran 6).

(20)

6

data tersebut dilakukan di bawah naungan pohon sehingga pemanasan dari bawah tidak terlalu besar karena terlindungi bayangan kanopi pohon. Kekurangan dari metode ini adalah waktu pengambilan data selama lima hari yang dilakukan pada bulan Agustus di musim panas, sehingga tidak mewakili data saat musim hujan.

Perhitungan Indeks Kenyamanan

Temperature Humidity Index (THI)

Perhitungan indeks kenyamanan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Temperature Humidity Index (THI) yang telah dikembangkan oleh Nieuwolt. Persamaan THI mengaitkan kenyamanan manusia dengan suhu udara dan kelembaban udara sekitar. Rumus THI tersebut yakni:

THI 0.8t RH500 (1) dengan:

THI = indeks kenyamanan Ta = suhu udara (oC)

RH = kelembaban relatif (%)

Suhu udara mempengaruhi nilai THI sekitar 80%, namun untuk menjaga tingkat THI yang sama bisa dilakukan dengan mengkombinasikan suhu udara tinggi dengan kelembaban udara yang rendah atau sebaliknya dengan meningkatkan kelembaban dan menurunkan suhu udara (McGregor dan Nieuwolt 1998). Kekurangan persamaan THI yang dikembangkan oleh Nieuwolt menurut Emmanuel (2005) adalah hanya menitikberatkan faktor suhu udara dan kelembaban relatif tanpa melihat faktor lain seperti kebiasaan manusia dalam berpakaian, makan, dan lain-lain.

Relative Strain Index (RSI)

Ada tiga faktor yang mempengaruhi efek panas pada manusia, yaitu: kondisi lingkungan, faktor manusia (umur, jenis kelamin, metabolisme, dll), dan batas toleransi panas. Ketiga faktor tersebut dapat dihitung melalui pendekatan enam variabel, yakni: suhu udara, kelembaban udara, angin, pancaran panas, laju metabolisme, dan pakaian (Balafoutis dan Makrogiannis 2003). Karena keterbatasan dalam menghitung enam variabel tersebut secara kontinu, maka persamaan RSI dibuat dengan beberapa syarat/kondisi yang dapat mencakup seluruh variabel tersebut, diantaranya : laki-laki berusia 25 tahun, berpakaian formal, produksi panas internal sekitar 100 W/m2, tidak terpapar sinar matahari langsung, belum teraklimatisasi terhadap panas, dan kecepatan angin sekitar 1 m/s (Emmanuel 2005). Berbeda dengan THI yang menggunakan suhu udara dan kelembaban relatif, persamaan RSI menggunakan suhu udara dan tekanan uap aktual.

RSI 58 - 21

(21)

7

Ta merupakan suhu udara (oC) dan e adalah tekanan uap aktual (mbar). Nilai tekanan uap aktual diturunkan dari beberapa persamaan kelembaban udara relatif dan tekanan uap jenuh (es). Hal ini dilakukan karena data yang tersedia adalah data suhu udara dan kelembaban relatif. Reaksi tubuh terhadap kenyamanan termal bisa dikaitkan dengan nilai rata-rata suhu bola basah atau nilai rata-rata kelembaban udara (Tjasyono 2004). Nilai suhu bola basah (Tw) didapat melalui persamaan berikut:

RH 100 - 300(TaTa-Tw) (3) RH merupakan kelembaban relatif (%), Tw suhu bola basah (oC), dan Ta adalah suhu udara (oC). Kemudian nilai suhu bola basah tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai tekanan uap jenuh (es) menggunakan persamaan berikut:

e 6.112 exp Tw17.68243.5Tw (4) es merupakan tekanan uap jenuh (mbar) dan Tw merupakan suhu bola basah (oC). Setelah mendapat nilai tekanan uap jenuh, maka nilai tekanan uap aktual didapat menggunakan persamaan:

RH e e 100 (5) RH merupakan kelembaban relatif (%), es tekanan uap jenuh (mbar), dan e merupakan tekanan uap aktual (mbar). Perhitungan nilai tekanan uap aktual dengan menurunkan beberapa persamaan seperti diatas lebih baik dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari tabel psikrometrik (Emmanuel 2005).

Wet Bulb Globe Temperature (WBGT)

Persamaan WBGT merupakan persamaan yang memperhitungkan suhu bola basah, suhu global, dan suhu udara. Persamaan WBGT yang digunakan pada penelitian ini adalah persamaan dari Australian Bureau of Meteorology (ABM, 2007). Persamaan ini biasa digunakan untuk mengetahui stres panas pada kegiatan di luar ruangan. Persamaan ini hanya membutuhkan data suhu udara dan kelembaban, sedangkan radiasi matahari dan kecepatan angin diasumsikan pada tingkat sedang.

WBGT = 0.567Ta + 0.393e + 3.94 (6)

(22)

8

Pengumpulan Kuisioner

Pengumpulan pendapat masyarakat melalui kusioner dilakukan di empat lokasi penelitian pada waktu yang berbeda-beda. Pengumpulan kuisioner di Kebun Raya Bogor dilakukan pada waktu pagi, siang, dan sore hari, sedangkan di Jalan Paledang dan Jalan Kapten Muslihat dilakukan pada siang hari. Pengumpulan kuisioner di Lapangan Sempur dilakukan pada pagi hari. Perbedaan waktu pengumpulan kuisioner ini didasarkan pada kondisi psikologis dan jumlah responden. Adapun aktivitas responden saat dilakukan interview, diantaranya: berteduh atau bersantai di bawah pohon, berjualan, menunggu angkutan kota, dan pejalan kaki yang lewat.

Pengambilan data kuisioner dilakukan berdasarkan metode quota sampling. Quota sampling merupakan metode sampling dimana jumlah dan kriteria sampel telah ditentukan (Nasution 2003). Kriteria sampel ditetapkan berdasarkan usia responden minimal 16 tahun dengan jumlah responden di masing-masing lokasi adalah 50 responden, sehingga total responden adalah 200 responden. Jenis kuisioner yang digunakan merupakan kuisioner tertutup. Kuisioner tertutup merupakan kuisioner dengan jawaban pendek (Best 1982) dan kemungkinan jawabannya sudah ditentukan (Singarimbun dan Sofian 1981). Penyusunan pilihan jawaban kuisioner dilakukan berdasarkan skala likert. Skala likert merupakan suatu skala berupa angka atau skor untuk mengetahui pernyataan sikap responden mengenai suatu hal (Risnita 2012). Data yang dikumpulkan melalui kuisioner adalah data karakteristik responden dan data tingkat kenyamanan yang responden rasakan terhadap suhu udara dan pemandangan di empat lokasi pengamatan (Lampiran 4). Pilihan jawaban responden dibagi menjadi lima kategori skala likert, yaitu : (1) sangat tidak nyaman; (2) tidak nyaman; (3) cukup nyaman; (4) nyaman; dan (5) sangat nyaman (Lampiran 5).

Kekurangan dari metode pengumpulan kuisioner yang dilakukan adalah tidak memperhitungkan kondisi psikologis responden. Seluruh responden dengan usia, jenis kelamin, makanan, dan asal daerah diasumsikan sama. Padahal makanan, usia, dan jenis kelamin akan mempengaruhi metabolisme responden. Asal daerah menentukan kemampuan aklimatisasi responden. Aklimatisasi merupakan kemampuan adaptasi seseorang terhadap iklim di suatu wilayah. Kondisi psikologis dan aktivitas fisik responden juga mempengaruhi jawaban responden terhadap kuisioner yang diajukan.

Penentuan Indeks Kenyamanan berdasarkan Hasil Kuisioner

(23)

9

kenyamanan dalam penelitian ini disebut nyaman-cukup nyaman. Penetapan batas indeks kenyamanan dilakukan dengan menggunakan titik-titik perpotongan antara garis persamaan nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman seperti ilustrasi berikut:

Berdasarkan hubungan di atas ditetapkan wilayah kenyamanan sebagai berikut: 1. Zona nyaman : IK≤X1

2. Zona nyaman-cukup nyaman : X1<IK<X2 3. Zona tidak nyaman : IK≥X2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Suhu dan Kelembaban Udara

Berdasarkan laman resmi Kota Bogor, Kota Bogor terletak pada lintang 106o43’30’’BT – 106o51’BT dan 6o30’30’’LS – 6o41’LS dengan luas 11850 ha. Kota Bogor memiliki curah hujan tahunan sekitar 3500-4000 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Januari, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September. Rata-rata suhu udara 26 oC dengan suhu udara terendah 21.8oC dan suhu udara tertinggi 30.4 oC serta kelembaban udara 70%. Ketinggian tempat di Kota Bogor rata-rata antara 190 m hingga 330 m di atas permukaan laut. Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Tanah Sereal.

Kota Bogor dibatasi oleh Kabupaten Bogor yaitu:

-sebelah utara berbatasan dengan Kec. Sukaraja, Kec. Bojong Gede, dan Kec. Kemang

-sebelah timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi -sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin

-sebelah barat berbatasan dengan Kec. Kemang, Kec. Ciomas, dan Kec. Dramaga

Jenis penggunaan lahan di kota Bogor tahun 2007 terdiri atas ruang terbuka hijau sekitar 54.76% (6464.25 ha), lahan terbangun di Kota Bogor sekitar 42.21% (4982.4 ha), dan sisanya sekitar 3.03% (358.2 ha) adalah badan air (Ainy 2002).

P

erse

n Responde

n

Nyaman+Cukup Nyaman+Sangat Nyaman Nyaman+Sangat Nyaman

Tidak Nyaman+Sangat Tidak Nyaman

Indeks Kenyamanan (IK) X1 X2

(24)

10

Estimasi suhu dan kelembaban udara rata-rata di empat lokasi penelitian dihasilkan dari rata-rata suhu dan kelembaban udara Stasiun Klimatologi Baranangsiang tahun 2002-2014. Oleh sebab itu, nilai suhu dan kelembaban udara maksimum dan minimum seluruh lokasi pengamatan akan mengikuti pola suhu dan kelembaban udara maksimum dan minimum Stasiun Klimatologi Baranangsiang.

Pada pagi hari, rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan Juli-Agustus, sedangkan rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada bulan April dan November (Gambar 3a). Pada siang hari, rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan Desember dan rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Oktober (Gambar 3b). Pada waktu sore hari, rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan Februari dan rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada bulan September (Gambar 3c).

(25)

11

serta pada peralihan dari musim hujan ke musim kemarau (April). Tabel 2 menunjukkan rata-rata suhu udara selama setahun di empat lokasi penelitian. Lokasi yang memiliki rata-rata suhu udara terendah hingga tertinggi pada pagi, siang, dan sore hari berturut-turut, yakni: Kebun Raya Bogor (KRB), Lapangan Sempur, Jalan Paledang, dan Jalan Kapten Muslihat. Lokasi dengan jumlah vegetasi yang lebih banyak memiliki suhu udara yang lebih rendah, sedangkan lokasi lahan terbangun yang diwakili oleh Jalan Kapten Muslihat dengan vegetasi yang minimum memiliki suhu udara lebih tinggi. Suhu udara yang lebih rendah pada lokasi bervegetasi disebabkan oleh proses evaporasi. Evaporasi di sekitar vegetasi atau permukaan air memiliki efek menurunkan suhu udara, sehingga suhu udara di sekitar vegetasi akan lebih rendah dengan kelembaban relatif yang lebih tinggi (Griffiths 1966).

Tabel 2 Rata-rata suhu udara selama setahun di empat lokasi penelitian pada waktu pagi, siang, dan sore hari

Waktu Suhu ( vegetasi yang lebih banyak memiliki kelembaban udara yang lebih tinggi, sedangkan lokasi dengan vegetasi yang lebih sedikit memiliki kelembaban udara yang lebih rendah. Kelembaban yang tinggi disebabkan oleh penambahan uap air hasil evapotranspirasi. Evapotranspirasi juga menghilangkan panas sehingga suhu udara di sekitar tanaman menjadi lebih rendah (Asiani 2007).

Tabel 3 Rata-rata kelembaban udara selama setahun di empat lokasi penelitian pada waktu pagi, siang, dan sore hari

Waktu Kelembaban (%)

(26)

12

pagi, siang dan sore hari terjadi pada bulan Desember dan Februari. Bulan Desember dan Januari merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi di Kota Bogor sehingga jumlah uap air berlimpah dan meningkatkan kelembaban udara. Sebaliknya, rata-rata kelembaban udara terendah terjadi pada musim kering di bulan Agustus.

Gambar 4 Pola kelembaban udara rata-rata tahun 2002-2014 selama 365 hari di empat lokasi di Kota Bogor pada waktu (a) pagi, (b) siang, dan (c) sore hari

Kelemahan penggunaan data Stasiun Klimatologi Baranangsiang sebagai data regresi diantaranya menyebabkan nilai suhu dan kelembaban udara maksimum/minimum lokasi pengamatan mengikuti nilai suhu dan kelembaban udara maksimum/minimum Stasiun Klimatologi Baranangsiang, selain itu kesalahan pengambilan data suhu dan kelembaban Stasiun Klimatologi Baranangsiang akan menyebabkan bertambahnya error pada nilai kenyamanan. Kesalahan data iklim bisa disebabkan oleh kesalahan alat, kesalahan paralaks, dan kesalahan manusia. Pengambilan data suhu dan kelembaban pada bulan Agustus 2015 saat musim kering tidak merepresentasikan kondisi suhu dan kelembaban lokasi pengamatan saat musim hujan.

(27)

13

Tingkat Kenyamanan menurut Persepsi Responden

Kenyamanan merupakan rasa nyaman untuk tinggal atau beraktivitas di suatu objek/kawasan (Anggriani 2010). Menurut Karyono (2005) kenyamanan visual berkaitan dengan estetika/keindahan, kenyamanan termal berkaitan dengan kemampuan taman kota dalam mengurangi ketidaknyamanan termal yang diakibatkan iklim setempat. Karakteristik responden mengenai tingkat kenyamanan suhu udara dan kelembaban relatif di empat lokasi pengamatan dilihat pada Lampiran 4. Jumlah dan persentase persepsi responden terhadap kenyamanan di empat lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 5 menunjukkan persentase responden yang merasa nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman terhadap kenyamanan pemandangan dan suhu udara di masing-masing lokasi penelitian tanpa membedakan waktu pagi, siang, maupun sore hari. Persentase nyaman merupakan gabungan dari persentase sangat nyaman dan nyaman, persentase nyaman-cukup nyaman merupakan gabungan persentase sangat nyaman, nyaman, dan cukup nyaman, sedangkan persentase tidak nyaman merupakan gabungan dari persentase sangat tidak nyaman dan tidak nyaman. Gambar 5a menunjukkan persentase responden yang merasa nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman terhadap pemandangan di empat lokasi pengamatan. Kebun Raya Bogor menjadi lokasi yang paling memberikan kenyamanan dari segi pemandangan, sedangkan lokasi yang paling tidak nyaman dari segi pemandangan adalah Jalan Kapten Muslihat. Lokasi yang paling banyak dipilih responden sebagai tempat dengan suhu udara ternyaman adalah Kebun Raya Bogor, sedangkan lokasi dengan suhu udara yang tidak nyaman adalah Jalan Paledang (Gambar 5b).

Kebun Raya Bogor menjadi lokasi ternyaman dari segi suhu udara dan pemandangan (sekitar 47%) karena lokasi tersebut dipenuhi oleh tumbuhan alami yang rapat. Kebersihan di Kebun Raya Bogor juga terjaga sehingga tidak ada sampah yang merusak pemandangan. Lapangan Sempur dengan luas sekitar 9000 m2 merupakan salah satu taman kota dengan lapangan rumput yang dikelilingi barisan pepohonan. Sekitar 35% responden merasa nyaman terhadap pemandangan Lapangan Sempur (Gambar 5a) dan sekitar 37% responden merasa suhu udara Lapangan Sempur memberikan kenyamanan (Gambar 5b). Jalan Paledang dengan panjang sekitar 900 meter merupakan lahan terbangun dengan barisan pepohonan di sepanjang jalur hijau. Sekitar 32% responden masih merasa nyaman terhadap pemandangan di Jalan Paledang (Gambar 5a). Sekitar 46% responden merasa tidak nyaman terhadap suhu udara di Jalan Paledang, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah responden yang merasa tidak nyaman di Jalan Kapten Muslihat (Gambar 5b). Besarnya jumlah responden yang merasa tidak nyaman terhadap suhu udara di Jalan Paledang bisa disebabkan beberapa hal seperti pengaruh panas dari kendaraan bermotor dan kondisi psikologi responden, padahal adanya vegetasi di sepanjang jalur hijau membuat suhu udara di Jalan Paledang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun di Jalan Kapten Muslihat (lihat Gambar 3 dan Gambar 4).

(28)

14

di pinggir dan pembatas Jalan Kapten Muslihat. Namun, fungsi estetika dari tanaman vertikultur tersebut belum tercapai karena sekitar 35% responden merasa pemandangan di Jalan Kapten Muslihat tidak nyaman (Gambar 5a). Suhu udara di lokasi ini cukup tinggi akibat kurangnya vegetasi ditambah dengan panas dari kendaraan bermotor. Panas dan debu dari knalpot kendaraan serta jumlah naungan vegetasi yang tidak mencukupi membuat lokasi ini menjadi tidak nyaman. Perlu kajian lebih jauh untuk mengetahui pengaruh suhu yang lebih tinggi pada Jalan Kapten Muslihat akibat lahan terbangun dengan vegetasi yang minimum atau akibat adanya penambahan panas dari kendaraan bermotor. Menurut Karyono (2005) badan jalan yang terbuat dari aspal atau beton sebaiknya dilindungi oleh vegetasi jenis pohon, bukan hanya tanaman perdu yang berdimensi kecil dan rendah. Kombinasi tanaman perdu dengan vegetasi jenis pohon dapat mengurangi polusi udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor disamping juga berfungsi sebagai estetika kota. Keberadaan pohon juga dapat mengurangi intensitas radiasi matahari, menurunkan suhu udara, meningkatkan kelembaban udara, dan mengurangi kecepatan angin (Setyowati 2008; Kalfuadi 2009). Selain itu, pohon atau tumbuhan yang ditanam pada taman dan jalur hijau dapat mengurangi pencemaran dan pemanasan udara, mereduksi karbondioksida, serta meningkatkan oksigen (Karyono 2005).

Kategori :

(a) (b)

Gambar 5 Persentase pendapat responden terhadap kenyamanan (a) pemandangan dan (b) suhu udara di empat lokasi pengamatan

Jenis tutupan lahan akan mempengaruhi kenyamanan manusia. Lokasi dengan jumlah vegetasi yang lebih banyak mampu memberikan kenyamanan visual, termal, dan audial. Gambar 5 menunjukkan lokasi bervegetasi lebih memberikan kenyamanan daripada lokasi lahan terbangun yang minim vegetasi, baik kenyamanan termal maupun kenyamanan visual. Kenyamanan audial berkaitan dengan kemampuan taman kota dalam mengurangi polusi suara dari kendaraan bermotor (Karyono 2005). Beberapa fungsi ekologis ruang terbuka

(29)

15

hijau, yaitu: mengurangi pencemaran, menyediakan air tanah dan mengendalikan emisi, memperbaiki iklim mikro, dan estetika (Asiani 2007). Contoh lahan terbangun di Kota Bogor dengan vegetasi yang kurang mencukupi, antara lain: Jalan Mayor Oking, Jalan Merdeka, dan Jalan Perintis Kemerdekaan. Contoh lahan terbangun dengan badan jalan yang dilindungi pohon, antara lain: jalan-jalan di lingkar Kebun Raya Bogor seperti Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Jalak Harupat, dan Jalan Salak.

Batas Indeks Kenyamanan

Perpotongan antara trendline nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman ditetapkan sebagai batas indeks kenyamanan. Trendline negatif menunjukkan semakin rendah nilai indeks kenyamanan, maka persentase responden yang merasa nyaman akan semakin tinggi dan persentase responden yang merasa tidak nyaman akan semakin rendah. Trendline positif menunjukkan semakin tinggi nilai indeks kenyamanan maka persentase responden yang merasa tidak nyaman akan semakin tinggi dan persentase responden yang merasa nyaman akan semakin rendah. Batas kenyamanan THI di bawah 27masuk kategori nyaman, antara indeks 27.0-28.5 masuk kategori nyaman-cukup nyaman, sedangkan indeks THI di atas 28.5 masuk kategori tidak nyaman (Gambar 6).

Gambar 6 Sebaran nilai THI dan jumlah responden yang merasa nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman

Temperature Humidity Index (THI) merupakan indeks yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban lingkungan untuk menyatakan stres panas pada manusia (McGregor dan Nieuwolt 1998). THI merupakan salah satu indeks kenyamanan termal yang paling banyak digunakan. Penelitian empiris yang dilakukan Thom di lintang menengah menentukan batas kenyamanan THI bernilai 21 (seluruh peserta merasa nyaman), pada THI bernilai 24 (50% perserta merasa nyaman), dan nilai THI diatas 26 (100% peserta tidak nyaman). Batas kenyamanan THI yang telah dilakukan Thom melalui penelitian empiris tersebut dilakukan pada sejumlah orang dengan budaya dan reaksi yang mirip sehingga persamaan ini tidak bisa diaplikasikan di Afrika, Asia, termasuk daerah tropis (Griffith 1966). Orang yang hidup di dataran rendah tropis mungkin dapat mentoleransi nilai THI yang lebih besar (McGregor dan Nieuwolt 1998).

(30)

16

Nilai THI bervariasi secara diurnal dan musiman mengikuti variasi suhu dan kelembaban (McGregor dan Nieuwolt 1998). Kekurangan dari persamaan THI adalah tidak melibatkan faktor radiasi dan aliran angin (Griffith 1966). Padahal kenyamanan termal pada manusia tidak hanya melibatkan suhu dan kelembaban lingkungan. Faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan termal pada manusia diantaranya: makanan, pakaian, aktivitas fisik, keterpaparan sinar matahari langsung, dan kemampuan aklimatisasi. Adanya faktor bio-iklim tersebut membuat penelitan indeks kenyamanan termal saat ini telah berkembang dari penelitian empiris ke model biofisik yang lebih kompleks. Model biofisik melibatkan pertukaran panas manusia-lingkungan berdasarkan keseimbangan energi manusia (McGregor dan Nieuwolt 1998).

Relative Strain Index (RSI) merupakan indeks kenyamanan termal yang disusun berdasarkan beberapa kondisi, yaitu: laki-laki sehat berusia 25 tahun dengan pakaian kantor, produksi panas (heat production) sekitar 100 W/m2, kecepatan angin 1 m/s, dan tidak terpapar radiasi matahari langsung (Emmanuel 2004). Beberapa kondisi tersebut menjadi kelemahan dari persamaan RSI karena penerapan persamaan RSI di lokasi lain yang tidak sesuai dengan kondisi di atas akan memperbesar kesalahan perhitungan. Kelemahan lain dari persamaan RSI dapat dilihat pada Persamaan 2 yang menunjukkan bahwa persamaan RSI tidak berlaku jika suhu udara sama dengan 21 karena akan menghasilkan nilai pembilang nol. Nilai penyebut nol juga akan terjadi jika nilai tekanan uap air sama dengan 58. Batas kenyamanan RSI di bawah 0.17 masuk kategori nyaman, antara 0.17-0.22 masuk kategori cukup nyaman, sedangkan indeks RSI di atas 0.22 masuk kategori tidak nyaman (Gambar 7).

Gambar 7 Sebaran nilai RSI dan jumlah responden yang merasa nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman

Persamaan WBGT yang digunakan pada penelitian ini adalah persamaan WBGT yang digunakan oleh Australian Bureau of Meteorology (ABM 2005). Persamaan WBGT ini hanya memasukkan suhu dan tekanan udara tanpa kecepatan angin dan radiasi matahari. Parameter tekanan udara diturunkan dari suhu dan kelembaban udara. Persamaan WBGT ini dikembangkan oleh American College of Sport Medicine tahun 1984 dan diterapkan pada bidang olahraga. Australian Bureau of Meteorology menggunakan persamaan WBGT ini karena keterbatasan instrumentasi pada stasiun iklim di Australia (ABM 2005).

(31)

17

Macfarlane (1958) dalam Aynsley dan Spruil (1990) telah menetapkan batas kenyamanan indeks WBGT berdasarkan lintang. Untuk lintang di bawah 30, batas kenyamanan WBGT di musim panas sekitar 24-30 oC, sedangkan pada musim dingin sekitar 21-28 oC. Sebaran nilai indeks WBGT dengan jumlah responden di lokasi penelitian menunjukkan batas kenyamanan WBGT di bawah 30.8 masuk kategori nyaman, antara 30.8-33.4 masuk kategori nyaman-cukup nyaman, sedangkan indeks WBGT di atas 33.4 masuk kategori tidak nyaman (Gambar 8).

Gambar 8 Sebaran nilai WBGT dan jumlah responden yang merasa nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman

Setiap persamaan kenyamanan tersebut memiliki batas kenyamanan yang berbeda-beda karena kondisi kenyamanan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara tetapi juga dipengaruhi oleh kebiasaan hidup, aktivitas fisik, serta musim dan iklim (Tjasyono 2004).

Jumlah Hari Nyaman

(32)

18

hari nyaman, 341 hari nyaman-cukup nyaman, dan 1 hari tidak nyaman pada sore hari (Gambar 11). Hari nyaman sore hari menurut persamaan WBGT terjadi pada akhir bulan November hingga awal bulan April yang merupakan musim hujan.

Gambar 9 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Gambar 10 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Gambar 11 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Lapangan Sempur merupakan lokasi kedua yang memiliki jumlah hari nyaman terbanyak setelah Kebun Raya Bogor. Lapangan Sempur masuk kategori nyaman sepanjang tahun pada pagi hari menurut persamaan THI, RSI, dan WBGT (Gambar 12). Gambar 13 menunjukkan jumlah hari nyaman pada siang hari di Lapangan Sempur. Lapangan Sempur memiliki 305 hari nyaman dan 60 hari nyaman-cukup nyaman (THI), 254 hari nyaman dan 111 hari nyaman-cukup nyaman (RSI), serta 364 hari nyaman dan 1 hari nyaman-cukup nyaman (WBGT). Hari nyaman-cukup nyaman tersebut terjadi pada akhir bulan April hingga pertengahan bulan Juni dan akhir bulan Juli hingga awal bulan November.

Menurut persamaan THI, Lapangan Sempur masih memiliki beberapa hari nyaman pada musim panas saat pertengahan bulan Juni hingga pertengahan bulan Agustus. Sedangkan menurut persamaan RSI, pada siang hari Lapangan Sempur memiliki beberapa hari nyaman hanya saat pertengahan bulan Juni hingga akhir bulan Juli. Pada sore hari menurut persamaan THI, Lapangan Sempur memiliki 2 hari tidak nyaman pada bulan April dan Mei (Gambar 14). Menurut persamaan WBGT, Lapangan Sempur tidak memiliki hari nyaman pada sore hari dan 30 hari

(33)

19

tidak nyaman pada bulan April hingga Oktober (Gambar 14). Menurut persamaan RSI, Lapangan Sempur masih memiliki 296 hari nyaman pada sore hari dan 69 hari nyaman-cukup nyaman pada bulan April hingga Oktober.

Gambar 12 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Gambar 13 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Gambar 14 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Jalan Paledang merupakan lahan terbangun dengan jalur hijau yang ditanami vegetasi. Jalan Paledang masuk kategori nyaman sepanjang tahun pada pagi hari menurut persamaan THI, RSI, dan WBGT (Gambar 15). Pada siang hari, Jalan Paledang memiliki 3 hari tidak nyaman berdasarkan persamaan THI yang terjadi pada bulan Mei dan Oktober (Gambar 16). Sedangkan menurut persamaan RSI, Jalan Paledang hanya memiliki 1 hari tidak nyaman yang terjadi pada bulan Oktober. Menurut persamaan WBGT, pada siang hari Jalan Paledang tidak memiliki hari tidak nyaman. Hari tidak nyaman terbanyak di Jalan Paledang justru terjadi pada sore hari (Gambar 17). Menurut persamaan THI, terdapat 6 hari tidak nyaman di Jalan Paledang pada sore hari. Sedangkan menurut persamaan WBGT jumlah hari tidak nyaman di Jalan Paledang pada sore hari mencapai 46 hari. Sebaliknya, menurut persamaan RSI, Jalan Paledang tidak memiliki hari tidak nyaman pada sore hari. Adanya vegetasi di jalur hijau mampu menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara (Setyowati 2008; Kalfuadi 2009). Sehingga meskipun Jalan Paledang merupakan lahan terbangun dengan kondisi lalu lintas yang ramai, jumlah hari tidak nyaman di Jalan Paledang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Jalan Kapten Muslihat.

(34)

20

Gambar 15 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Gambar 16 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Gambar 17 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Kondisi pagi hari Kota Bogor masih sangat baik untuk beraktivitas. Hal ini dibuktikan dengan seluruh lokasi penelitian termasuk lahan terbangun yang diwakili Jalan Kapten Muslihat masuk kategori nyaman pada pagi hari sepanjang tahun (Gambar 18). Namun, pengaruh panas dari kendaraan bermotor dan radiasi matahari mulai terlihat pada siang hari karena jumlah hari tidak nyaman pada siang hari mencapai 133 hari menurut persamaan THI dan 76 hari menurut persamaan RSI (Gambar 19).

Jumlah hari tidak nyaman menurut persamaan THI terjadi mulai bulan Maret hingga November, sedangkan menurut persamaan RSI hari tidak nyaman mulai terjadi pada bulan April hingga November. Sebaliknya, menurut persamaan WBGT tidak terdapat hari tidak nyaman di Jalan Kapten Muslihat pada siang hari, melainkan jumlah hari nyaman hanya 67 hari dan 298 hari masuk kategori nyaman-cukup nyaman.

Kondisi sore hari Jalan Kapten Muslihat lebih tidak nyaman daripada siang hari karena terdapat 178 hari tidak nyaman dan hanya 1 hari nyaman menurut persamaan THI (Gambar 20). Sedangkan menurut persamaan WBGT jumlah hari tidak nyaman di Jalan Kapten Muslihat pada sore hari mencapai 337 hari tidak nyaman tanpa ada hari nyaman. Sebaliknya, menurut persamaan RSI, kondisi sore hari di Jalan Kapten Muslihat lebih nyaman daripada siang hari karena hanya terdapat 1 hari tidak nyaman.

(35)

21

Gambar 18 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Gambar 19 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Gambar 20 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014)

Pohon merupakan jenis vegetasi yang mampu memberikan tingkat kenyamanan paling tinggi (Ainy 2012). Badan jalan di lingkar Kebun Raya Bogor tetap dinaungi vegetasi jenis pohon, namun semakin menjauhi Kebun Raya Bogor jumlah vegetasi yang menaungi badan jalan semakin berkurang. Lokasi dengan campuran vegetasi rumput dan pohon di Lapangan Sempur memiliki hari tidak nyaman pada sore hari. Lokasi lahan terbangun dengan jalur hijau yang ditumbuhi vegetasi (Jalan Paledang) memiliki jumlah hari tidak nyaman yang jauh lebih sedikit daripada lahan terbangun di Jalan Kapten Muslihat. Jalan Kapten Muslihat merupakan lokasi yang memiliki jumlah hari tidak nyaman paling banyak diantara keempat lokasi penelitian.

Penyerapan panas melalui jalan dan bangunan pada siang hari, perubahan lahan menjadi pemukiman dan daerah perkotaan akan menambah panas sistem atmosfer (Tjasyono 2004). Suatu lokasi yang didominasi oleh tutupan lahan perkerasan tetapi ternaungi oleh kanopi pohon akan memiliki nilai THI yang lebih kecil dibandingkan dengan tutupan lahan berupa rumput dan tidak ternaungi oleh kanopi pohon (Hadi et al. 2012).

Pengurangan RTH akan meningkatan suhu udara, sebaliknya peningkatan RTH akan menurunkan suhu udara (Effendy et al. 2006). Hal ini dapat terlihat pada Jalan Kapten Muslihat yang hanya memiliki satu hari nyaman sepanjang tahun pada sore hari menurut persamaan WBGT. Effendy et al. (2006) menyarankan untuk meningkatkan RTH dan luas badan air berupa kolam, danau buatan, embung/situ untuk meredam peningkatan suhu udara, urban heat island,

(36)

22

dan THI. RTH mampu menurunkan suhu udara sekitar 5.68% dan meningkatkan kelembaban udara sekitar 4% (Asiani 2007).

Seluruh lokasi penelitian masuk kategori nyaman pada waktu pagi hari baik menurut persamaan THI, RSI, maupun WBGT. Persamaan THI dan WBGT menunjukkan jumlah hari nyaman siang hari lebih banyak daripada sore hari. Seluruh lokasi penelitian di Kota Bogor berdasarkan persamaan THI dan WBGT menunjukkan jumlah hari nyaman pada waktu sore hari lebih sedikit daripada siang hari. Menurut persamaan THI dan WBGT, sore hari merupakan waktu dengan suhu dan kelembaban yang kurang memberikan kenyamanan. Walaupun sore hari memiliki suhu udara yang lebih rendah daripada siang hari, namun kelembaban udara sore hari lebih tinggi daripada siang hari sehingga perpaduan suhu udara dan kelembaban relatif sore hari menghasilkan jumlah hari nyaman yang lebih sedikit dibandingkan waktu siang hari dengan suhu udara yang tinggi dan kelembaban relatif yang rendah. Hal ini berbeda dengan persamaan RSI yang menunjukkan jumlah hari nyaman sore hari lebih banyak daripada siang hari. Selain dipengaruhi oleh vegetasi dan waktu, jumlah hari nyaman juga dipengaruhi oleh musim. Seluruh lokasi menunjukkan jumlah hari nyaman mulai berkurang pada peralihan musim hujan ke musim kemarau dan kembali meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim hujan.

Histogram Suhu dan Kelembaban Udara

Gambar 21 menunjukkan histogram suhu dan kelembaban udara dari kondisi nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman dari persamaan THI, RSI, dan WBGT. Kondisi nyaman terjadi pada suhu antara 23.6-26.1 oC dengan kelembaban udara sekitar 70.9-87.9 %, kondisi nyaman-cukup nyaman terjadi antara 26.7-30.9 oC dengan kelembaban udara sekitar 60.1-84 %, dan kondisi nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman

Peningkatan nilai rata-rata suhu udara akan mengakibatkan pergeseran kondisi nyaman ke kondisi tidak nyaman, sedangkan kelembaban udara yang memberikan kenyamanan adalah yang tidak terlalu kering atau terlalu lembab. Peningkatan kelembaban akan mengakibatkan kondisi tidak nyaman karena kelembaban yang tinggi akan memperlambat evaporasi keringat dari tubuh. Efek pendingingan tubuh melalui evaporasi keringat merupakan faktor penting dalam

(37)

23

menjaga keseimbangan suhu tubuh saat kondisi panas (Kellerman 2005). Untuk mencapai kondisi nyaman, peningkatan kelembaban udara perlu dibarengi dengan menurunkan suhu udara (Nicol 2004).

Ketiga indeks yang digunakan hanyalah sebagian dari banyaknya persamaan indeks kenyamanan. Ketiga persamaan tersebut bukan yang terbaik diantara indeks kenyamanan lain. Alasan penggunaan ketiga indeks kenyamaan diatas didasarkan pada keterbatasan data yang dimiliki. Namun, diantara ketiga persamaan indeks kenyamanan diatas, yang paling baik digunakan untuk menduga kenyamanan di Kota Bogor adalah Temperature Humidity Index (THI) karena persamaan ini hanya mengkombinasikan suhu dan kelembaban udara. Sedangkan persamaan RSI dan WBGT dibuat dengan beberapa syarat/kondisi tertentu, jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka penyimpangan nilai kenyamanan akan semakin besar. Keutamaan penggunaan persamaan THI dibandingkan dengan persamaan lainnya didasarkan pada keterbatasan variabel kenyamanan yang diukur, yakni hanya suhu dan kelembaban udara yang mewakili variabel iklim. Semakin banyak variabel kenyamanan lain yang diukur, maka nilai kenyamanan yang diperoleh akan semakin baik. Variabel iklim lainnya yang perlu diukur adalah suhu globe, suhu bola basah, radiasi matahari, dan kecepatan angin, sedangkan variabel kenyamanan lain yang perlu diukur adalah laju metabolisme, usia, jenis kelamin, pakaian, makanan, dan sebagainya. Pendugaan kenyamanan manusia-lingkungan menggunakan model bio-iklim telah banyak dikembangkan dengan memasukkan variabel yang lebih kompleks (Sharma dan Ali 1986; Nicol 2004; Bartzokas et al. 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(38)

24

Saran

Pemerintah Kota Bogor sebaiknya melakukan penghijauan di sepanjang jalur hijau Kota Bogor. Penghijauan yang dimaksud disini adalah penanaman vegetasi jenis pohon, bukan hanya tanaman vertikultur yang memiliki fungsi estetika karena tanaman vertikultur tidak mampu memberikan manfaat sebanyak vegetasi pohon. Saran bagi penelitian selanjutnya dalam meng-interview responden sebaiknya dalam kondisi suhu dan kelembaban udara yang seragam, serta jumlah responden yang lebih banyak. Perhitungan kenyamanan di luar ruangan akan lebih baik jika melibatkan parameter iklim lainnya seperti kecepatan angin dan radiasi matahari.

DAFTAR PUSTAKA

[ABM] Au tralian Bureau of Meteorology. 2005. About the WBGT and apparent temperature indice [internet]. [diunduh 2015 Okt 4]. Ter edia pada: http:// www.bom.gov.au/info/ termal_ tre /.

Ainy CN. 2012. Pengaruh ruang terbuka hijau terhadap iklim mikro di kawasan Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anggriani N. 2010. Ruang Publik dalam Perancangan Kota. Surabaya (ID): Humaniora Pr.

Aprihatmoko F. 2013. Analisis hubungan antara Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan indeks kenyamanan (Studi kasus : Kota Yogyakarta) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Asiani Y. 2007. Pengaruh kondisi ruang terbuka hijau (RTH) pada iklim mikro di Kota Bogor [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Aynsley R, Spruil M. 1990. Thermal comfort models for outdoor thermal comfort in wam humid climates and probabilities of low windspreeds. J Wind Engin Industr Aerodynam. 36:481-488.

Balafoutis CJ, Makrogiannis TJ. 2003. Hourly discomfort conditions in the city of Thessaloniki (North Greece) estimated by The Realtive Strain Index (RSI). Greece: Aristotle University Pr.

Bartzokas A, CJ Lolis, PA Kassomenos, GR McGregor. 2013. Climate characteristics of summer human thermal discomfort in Athens and its connection to athmospheric circulation. Nat Hazard Earth Syst. 13:3271-3279.

Best JW. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Sanapiah S, Mulyadi GW, penyunting. Surabaya (ID): Usaha Nasional.

[Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2002 No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Jakarta (ID): Depdagri.

_________. 2007. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang: Penataan Ruang.Jakarta (ID): Depdagri.

Digital humidity and temperature sensor AM2302 [internet]. 2010. [diunduh 2015 Agt 10]. Tersedia pada: https://www.adafruit.com/datasheets/Digital%20 humidity%20and%20temperature%20sensor%20AM2302.

(39)

25

mengendalikan suhu udara dan urban heat island wilayah JABOTABEK. J Agrom Indones. 20(1):23-33.

Emmanuel R. 2005 Termal comfort implications of urbanization in a warm-humid city: The Colombo Metropolitan Region (CMR), Sri Lanka. J Build Environm. 40:1591-1601.

Hadi R, Komang AL, I Gusti Alit G. 2012. Evaluasi indeks kenyamanan taman kota (Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung) Denpasar, Bali. J Agroekoteknol Trop. 1(1): 34-45.

Griffiths JF. 1966. Apllied Climatology. London (UK): Oxford University Pr. Kalfuadi Y. 2009. Analisis Temperature Heat Index (THI) dalam hubungannya

dengan ruang terbuka hijau (Studi Kasus: Kabupaten Bungo-Propinsi Jambi) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Karyono TS. 2005. Fungsi ruang hijau kota ditinjau dari aspek keindahan, kenyaman, kesehatan, dan penghematan energi. J Tek Ling. 6(3):452-457. Kellerman Nielsen. 2005. Heat index manual [internet]. [diunduh 2015 Okt 4].

Tersedia pada: http://kestrel.com.au

Lemke B, Kjellstrom T. 2012. Calculating workplace WBGT from meteorological data: a tool for climate change assessment. J Industr Health. 50: 267–278. McGregor Glen R dan Simon Nieuwolt. 1998. Tropical Climatology. Edisi ke-2.

London (UK): John Wiley and Sons ltd.

Nasution R. 2003. Teknik Sampling. Sumatera Utara (ID): USU Digital Library. Nicol F. 2004. Adaptive thermal comfort standards in the hot humid tropics. J

Ener Build. 36:628-637.

[Pemkot Bogor] Pemerintah Kota Bogor. Letak geografis Kota Bogor [internet]. [diunduh 2015 Mar 06]. Tersedia pada: http://kotabogor.go.id/ index.php /page/detail/9/ letak-geografis.

Risnita. 2012. Pengembangan skala model likert. J Edu Bio.3:86-99.

Setyowati DL. 2008. Iklim mikro dan kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Semarang. J Manus Lingkung. 15(3): 125-140.

Sharma MR, Ali S. 1986. Tropical summer index (A study of thermal comfort of indian subjects). J Build Environm. 21(1):11-24.

Singarimbun, Masri, Sofian E. 1981. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3S.

Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung (ID): ITB Pr.

(40)

26

Lampiran 1 Lokasi penelitian

Sumber gambar : Google earth, 4 Oktober 2015

Lampiran 2 Dokumentasi penelitian : Jalan Kapten Muslihat (a), Jalan Paledang (b), vertikultur di Jalan Kapten Muslihat (c), Lapangan Sempur (d)

(a) (b) (c) (d)

(41)

27

Lampiran 4 Karakteristik responden di empat lokasi penelitian

No Karakteristik Keterangan

Kebun Raya Bogor Sempur Jl. Kapten Muslihat Jl. Paledang

Jumlah Persentase

(%) Jumlah

Persentase

(%) Jumlah

Persentase

(%) Jumlah

Persentase (%)

1 Jenis kelamin Laki-laki 24 48.00 21 42.00 36 72.00 18 36.00

Perempuan 26 52.00 29 58.00 14 28.00 32 64.00

2 Usia 16-25 tahun 26 52.00 9 18.00 20 40.00 7 14.00

26-35 tahun 11 22.00 6 12.00 11 22.00 18 36.00

36-45 tahun 5 10.00 11 22.00 13 26.00 14 28.00

46-55 tahun 5 10.00 9 18.00 5 10.00 6 12.00

>55 tahun 3 6.00 15 30.00 1 2.00 5 10.00

3 Tempat

tinggal

Bogor 26 52.00 49 98.00 42 84.00 49 98.00

Luar Bogor 24 48.00 1 2.00 8 16.00 1 2.00

Catatan : Aktivitas yang dilakukan responden saat dilakukan interview di seluruh lokasi penelitian, diantaranya : berteduh / bersantai di bawah pohon, berjualan, menunggu angkutan kota, dan pejalan kaki yang lewat.

(42)

28

Lampiran 5 Persepsi responden terhadap kenyamanan di empat lokasi penelitian

Kategori Keterangan

Kebun Raya Bogor (KRB)

Lapangan Sempur

Jl. Kapten Muslihat

Jalan Paledang Jumlah

Kenyamanan suhu udara 1 Sangat tidak nyaman 0 0 6 8

2 Tidak nyaman 3 6 22 21

3 Cukup nyaman 2 15 13 8

4 Nyaman 39 28 8 13

5 Sangat nyaman 6 1 1 0

Kenyamanan pemandangan 1 Sangat tidak nyaman 0 0 5 0

2 Tidak nyaman 0 5 17 6

3 Cukup nyaman 5 18 15 21

4 Nyaman 32 26 13 23

5 Sangat nyaman 13 1 0 0

(43)

29

Lampiran 6 Rata-rata data suhu dan kelembaban hasil pengamatan dan data iklim Stasiun Baranangsiang

Tanggal Rata-rata

KRB Lap. Sempur

Jl. Kapten Muslihat

Jl.

Paledang KRB

Lap. Sempur

Jl. Kapten Muslihat

Jl. Paledang

St. Baranangsiang

Suhu (oC) RH (%) Suhu

(oC)

RH (%)

25-08 pagi 21.0 22.1 23.3 22.5 85.0 83.6 80.9 82.9 22.6 82

siang 29.8 31.1 33.7 31.9 48.7 45.6 41.8 44.1 32.4 48

sore 30.1 31.1 32.1 31.2 66.8 65.1 63.3 65.0 29.3 66

26-08 pagi 20.6 21.5 22.6 21.6 83.8 82.0 80.1 81.8 23.5 84

siang 28.4 29.3 32.0 30.7 45.7 43.4 39.3 40.8 30.6 59

sore 30.3 31.3 32.4 30.9 67.4 64.6 63.6 65.4 30 62

28-08 pagi 21.2 22.2 23.8 22.7 85.9 84.0 81.3 83.1 24.1 86

siang 30.0 31.3 33.3 32.3 48.1 46.2 42.1 40.8 32.8 46

sore 30.2 31.1 32.7 31.9 67.9 66.4 63.1 65.0 31 49

29-08 pagi 21.1 21.8 23.8 22.8 86.0 84.1 81.1 82.4 23.2 85

siang 29.8 30.9 33.1 31.8 47.8 45.4 41.8 43.8 32.2 53

sore 30.2 31.8 32.9 31.3 68.1 65.4 63.4 66.1 30 59

31-08 pagi 21.3 22.2 23.7 22.6 87.9 86.1 82.9 84.5 23.3 78

siang 30.2 31.1 32.6 32.3 46.8 46.3 42.5 44.2 33.3 40

sore 30.3 31.1 33.0 31.9 68.4 66.4 63.6 65.1 30.5 54

(44)

30

Lampiran 7 Rata-rata dan standar eror suhu-kelembaban waktu pagi, siang, dan sore hari di empat lokasi pengamatan

Waktu KRB

Lampiran 8 Rata-rata dan standar eror suhu-kelembaban waktu pagi, siang, dan sore hari di empat lokasi pengamatan dalam bentuk grafik

(45)

31

Lampiran 9 Beda nilai rata-rata pengamatan dengan Stasiun Klimatologi Baranangsiang (BS) sebagai estimasi data suhu-kelembaban empat lokasi penelitian

Waktu ∆(KRB-BS)

∆(Lap. Sempur-BS)

∆(Jl. Kapten Muslihat-BS)

∆(Jl. Paledang

-BS) suhu RH suhu RH suhu RH suhu RH pagi (07.00-10.00) -2.3 2.7 -1.4 0.9 0.1 -1.8 -0.9 -0.1 siang (11.00-14.00) -2.6 -1.8 -1.5 -3.8 0.7 -7.7 -0.5 -5.7 sore (15.00-17.00) 0.1 9.7 1.1 7.6 2.5 5.4 1.3 7.3

Lampiran 10 Beda nilai rata-rata pengukur kelembaban dengan Stasiun Klimatologi Baranangsiang (BsS) sebagai data tera suhu-kelembaban

Waktu ∆(BS-Pengukur)

suhu RH pagi (07.00-10.00) -5.6 1.0 siang (11.00-14.00) -1.6 -46.7 sore (15.00-17.00) -0.1 -23.3

(46)

32

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar lokasi
Gambar 2 Ilustrasi penentuan batas kenyamanan
Gambar 3  Pola suhu udara rata-rata tahun 2002-2014 selama 365 hari di empat lokasi di Kota Bogor pada waktu (a) pagi, (b) siang, dan (c) sore hari
Tabel 3  Rata-rata kelembaban udara selama setahun di empat lokasi penelitian pada waktu pagi, siang, dan sore hari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan Bioetanol dari Alga Hijau (Chaetomorpa) dengan Proses Hidrolisa Enzim dan Fermentasi 2.3 Pati.. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani terhadap adopsi inovasi Katam Terpadu di Kabupaten Gunung Kidul dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sosial

 Dengan bimbingan dan arahan guru, siswa mengidentifikasi ciri-ciri (fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan) interaksi menyatakan dan menanyakan tentang

Berdasarkan data dan fenomena yang ada pada latar belakang diatas penulis tertarik untuk untuk melakukan penelitian dan analisis yang lebih mendalam dengan judul

Dengan mengacu pada ketentuan umum yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28, Pasal 1 Ayat (1) tahun 2007 menyebutkan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada

Saluran pernapasan pada burung terdiri atas lubang hidung, trakea, bronkus, paru-paru, dan kantong udara..

[r]

akan berhasil ketika peserta diklat tidak memiliki keinginan untuk berkembang karena merasa sudah cukup dengan apa yang ada saat ini. Berikut adalah saran praktis yang