• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Dan Aplikasi Ekstrak Protein Kacang- Kacangan Dan Produk Laut Sebagai Reagen Uji Alergi Makanan Dengan Metode Skin Prick Test (Spt)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi Dan Aplikasi Ekstrak Protein Kacang- Kacangan Dan Produk Laut Sebagai Reagen Uji Alergi Makanan Dengan Metode Skin Prick Test (Spt)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI DAN APLIKASI EKSTRAK PROTEIN

KACANG-KACANGAN DAN PRODUK LAUT SEBAGAI

REAGEN UJI ALERGI MAKANAN DENGAN METODE

SKIN

PRICK TEST

(SPT)

SRI YADIAL CHALID

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Produksi dan Aplikasi Ekstrak Kacang-Kacangan dan Produk Laut sebagai Reagen Uji Alergi Makanan dengan Metode Skin Prick Test (SPT) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Sri Yadial Chalid

(4)

RINGKASAN

SRI YADIAL CHALID. Produksi dan Aplikasi Ekstrak Protein Kacang-Kacangan dan Produk Laut sebagai Reagen Uji Alergi Makanan dengan Metode

Skin Prick Test (SPT). Dibimbing oleh FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA, DAHRUL SYAH dan PUSPO EDI GIRIWONO

Alergi pangan merupakan reaksi abnormal sistem kekebalan tubuh dalam merespon protein alergen dari makanan dan termasuk reaksi hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi IgE (IgE-mediated). Alergen memicu sistem imun mensintesis imunoglobulin E (IgE), kemudian IgE terikat pada permukaan sel mastosit. IgE yang terikat pada sel mastosit membentuk ikatan silang dengan alergen yang sama pada paparan selanjutnya dan merangsang degranulasi sel melepaskan mediator patologik seperti histamin, protease dan leukotrien. Mediator-mediator ini menyebabkan gatal, bentol, bengkak, sesak nafas, batuk, dan reaksi yang terberat disebut syok anafilaksis. Sampai saat ini pengobatan dan pencegahan alergi makanan yang terbaik adalah menghindari semua penyebab alergi. Menghindari konsumsi makanan tertentu sebaiknya berdasarkan uji alergi seperti SPT (Skin prick test) dan uji tantangan (food challenge). Skin prick test

(SPT) atau uji cukit kulit merupakan uji klinis yang umum digunakan untuk menentukan alergen penyebab alergi. Bahan utama SPT disebut dengan reagen SPT yaitu ekstrak protein yang dicukitkan pada lapisan epidermis kulit lengan bagian volar.

Penelitian ini bertujuan memproduksi ekstrak SPT dari kacang kedelai, kacang tanah, kacang bogor, udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau yang berasal dari bahan pangan lokal. Ekstraksi protein kacang-kacangan dilakukan dengan metode pengendapan pada titik isoelektrik dan produk laut dengan larutan bufer fosfat. Kemudian ekstrak dilarutkan dengan phospat buffer saline (PBS) dan diencerkan dengan larutan gliserol-saline mengandung fenol steril, dikemas dalam botol vial 5 mL dan disebut dengan reagen SPT. Spesifikasi reagen SPT mengacu pada standar European Pharmacopoeia Monograph on Allergen Products

2010:1063 meliputi kadar protein dengan metode Bradford, profil protein dengan metode Sodium dodcylsulfate polyacrilamine gel electrophoresis (SDS-PAGE),

immunoblotting untuk menentukan berat molekul protein alergen dan IgE spesifik dengan metode Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Reagen SPT diujikan pada 40 subjek alergi dan non alergi makanan. Hasil SPT dan IgE spesifik digunakan untuk menghitung sensitivitas dan spesifitas reagen SPT. Protokol penelitian ini sudah lolos kaji etik penelitian oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro No.190/EC/FKM/2014.

Rendemen dan recovery ekstrak protein kacang kedelai adalah 53.10% dan 23.50 g/100g kacang kedelai. Analisis SDS-PAGE mengidentifikasi sebanyak 14 pita protein dengan berat molekul:147 kDa, 102 kDa, 91 kDa, 82 kDa, 76 kDa, 66 kDa, 56 kDa, 30 kDa, 28 kDa, 23 kDa, 22 kDa, 20 kDa, 18 kDa dan 17 kDa. Sebanyak 14 subjek positif SPT dan hasil perhitungan sensitivitas dan spesifitas didapatkan sebesar 100%. Uji immunoblotting menunjukkan bahwa ekstrak protein kacang kedelai mengandung protein alergen dengan kisaran berat molekul antara 17 kDa sampai 61 kDa.

(5)

kacang tanah sebanyak 10 pita dengan berat molekul: 122 kDa, 70 kDa, 57 kDa, 41 kDa, 37 kDa, 31 kDa, 20 kDa, 19 kDa, 18 kDa dan 17 kDa. Protein alergen kacang tanah ditunjukkan oleh pita dengan kisaran berat molekul antara 10 kDa sampai 49 kDa. Besarnya sensitivitas dan spesifitas reagen SPT kacang tanah adalah 90.9% dan 100% dengan tingkat kesalahan negatif 9.1%.

Rendemen esktrak protein kacang bogor sebesar 53.58% dengan recovery

sebesar 12.53g/100g kacang bogor. Sebanyak 14 pita protein ditemukan pada ekstrak kacang bogor dengan berat molekul:159 kDa, 115 kDa, 60 kDa, 51 kDa, 42 kDa, 36 kDa, 30 kDa, 27 kDa, 26 kDa, 22 kDa, 20 kDa, 19 kDa, 18 kDa dan 17 kDa. Hanya 4 protein yang bersifat alergen yaitu pita protein dengan berat molekul 26 kDa, 38 kDa, 41 kDa dan 48 kDa. Sebanyak 11 subjek dinyatakan positif SPT. Sensitivitas dan spesifitas reagen SPT kacang bogor masing-masing sebesar 90.9% dan100%.

Ekstrak protein udang jerbung merupakan reagen SPT yang sangat sensitif dimana sebanyak 60% subjek dinyatakan positif SPT dan perhitungan sensitivitas dan spesifitas didapatkan sebesar 96% dan 93.3% dengan kesalahan negatif 4% dan kesalahan positif 6.7%. Sebanyak 12 pita protein terdeteksi pada SDS-PAGE dengan berat molekul:185 kDa,125 kDa, 103 kDa, 76 kDa, 72 kDa, 66 kDa, 51 kDa, 49 kDa, 43 kDa, 30 kDa, 23 kDa dan 18 kDa. Protein alergen ditemukan pada pita protein dengan berat molekul antara 31 kDa sampai 65 kDa. Besarnya rendemen dan recovery ekstrak protein udang jerbung adalah 57.91% dan 31.27 g /100g udang jerbung.

Kadar protein ikan tongkol didapatkan sebesar 29.58% dengan rendemen dan recovery ekstrak protein ikan tongkol sebesar 60.96% dan 27.75g/100g ikan tongkol. Sebanyak 15 pita protein teridentifikasi pada ekstrak ikan tongkol dengan berat molekul: 152 kDa, 135 kDa, 97 kDa, 78 kDa,59 kDa, 49 kDa, 45 kDa, 34 kDa, 27 kDa, 24 kDa, 22 kDa, 21 kDa, 19 kDa, 18 kDa dan 17 kDa. Protein alergen ditemukan pada pita dengan berat molekul antara 12 kDa sampai 50 kDa. Ekstrak SPT ikan tongkol mempunyai sensitivitas dan spesifitas sebesar 79% dan 100% dengan kesalahan negatif (negative error) sebesar 21%.

Rendemen ekstrak protein kerang hijau didapatkan sebesar 58.16% dan nilai

recovery sebesar 25.29g/100g kerang hijau. Sebanyak 12 pita protein terdeteksi pada ekstrak kerang hijau dengan berat molekul: 117 kDa, 103 kDa, 70 kDa, 54 kDa, 46 kDa, 36 kDa, 29 kDa, 27 kDa, 22 kDa, 21 kDa, 19 kDa dan 18 kDa. Sensitivitas dan spesifitas reagen SPT kerang hijau didapatkan sebesar 86% dan 100% dengan tingkat kesalahan negatif (negative error) sebesar 14%. Protein alergen ditemukan pada pita protein dengan berat molekul antara 55 kDa sampai 79 kDa.

Ekstrak SPT yang diproduksi dari bahan lokal Indonesia dapat digunakan untuk menentukan protein alergen dan sekaligus mampu mendiagnosis alergi makanan dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Jumlah protein alergen pada setiap ekstrak sangat bervariasi dengan berat molekul yang berbeda-beda untuk masing-masing serum subjek, sehingga ekstrak SPT yang digunakan untuk uji cukit kulit harus dalam bentuk protein keseluruhan (whole) atau ekstrak kasar. Kata kunci: Kacang kedelai, kacang tanah, kacang bogor, udang jerbung, ikan

tongkol, kerang hijau, IgE spesifik, skin prick test

(6)

SUMMARY

SRI YADIAL CHALID. Production and Application of Protein Extract of Nuts and Seafood As Reagents for Detecting Food Allergies on Skin Prick Test (SPT) Method. Supervised By FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA, DAHRUL SYAH and PUSPO EDI GIRIWONO.

Food allergy is an abnormal immune response of a sensitive person to food proteins that was known as allergen. Most of them have a protein or glycoproteins structure. The reaction of food allergies are mediated by immunoglobulin E (IgE) antibodies. The allergen may stimulate the immune system to produce a large amounts of immunoglobulin E antibodies of allergic individuals, then bind to their receptor on the surface of mast cells. These IgE could cross-linked with the same allergens on subsequent exposure. The cross-linked of IgE and allergen could be activated mast cells and the subsequent release rapidly pathological mediators such as histamine, proteases and leukotrienes. These mediators are causing itching, bumps, swelling, shortness of breath, cough, and anaphylactic shock.

To date, there is no cure for food allergies except avoiding allergenic foods. Avoiding food should be established according to the result of allergy tests, such as skin prick test and double-blind placebo-controlled food challenges (DBPCFC). Skin prick tests (SPTs) are widely used for detecting allergen that caused IgE-mediated food hypersensitivity. The main component on skin prick test was known as SPT reagent which were extracted from food. A miniscule amount of SPT reagent was pricked into the skin by gently.

The aim of study are extraction protein of soybean, peanut, bambara nut, shrimp, tuna and asian green mussel Indonesian local then making them as SPT reagents. The protein extract of nuts were prepared by isoelectric precipitation method and phosphat buffer extraction for seafood product. Autoclaved glycerol and phenol were mixed with the protein extracts then packed on 5 ml sterile vial bottles. The specification of food allergen extracts (SPT reagents) referred to the European Pharmacopoeia Monograph on Allergen Products 2010:1063. Characterization of protein extract was performed using electrophoresis, indirect ELISA method was done to detect specific IgE. Immunoblotting method was done

to identify allergen proteins. The study was approved by Ethics Committee of Faculty of Public Health, University of Diponegoro No. 190/EC/FKM/2014. SPT reagent have been tested on forty subjects allergic and non-allergic food. They and specificity of soybean protein extract were 100%. Immunoblotting test shown that extract protein of soybean contain protein allergenic, they have molecular weight between 17 kDa and 61 kDa.

(7)

SDS-PAGE method with molecular weight are: 122 kDa, 70 kDa, 57 kDa, 41 kDa, 37 kDa, 31 kDa, 20 kDa, 19 kDa, 18 kDa and 17 kDa. Potential allergenic protein were shown by molecular weight between 10 kDa and 49 kDa. The sensitivity and specificity of SPT extract were 90.9 % and 100% respectively. The negative error rate was 9.1%.

The yield and recovery of bambara nut extract were 53.58% and 12.53g/100 g sample. Protein profile shown that it was consists of fourteen bands of protein: 159 kDa, 115 kDa, 60 kDa, 51 kDa, 42 kDa, 36 kDa, 30 kDa, 27 kDa, 26 kDa, 22 kDa, 20 kDa, 19 kDa, 18 kDa and 17 kDa. Just four bands of protein as allergens, their molecular weight are: 26 kDa, 38 kDa, 41 kDa and 48 kDa. Sensitivity and specificity of bambara nut reagent were 90.9% and 100% respectively. The negative error rate was 9.1%.

Shrimp extract of jerbung was very sensitive. From the forty subjects were tested, twenty-four was stated positive. The yield of jerbung shrimp extract was 57.91% whereas recovery value was 31.27g /100 g sample.SDS-PAGE analysis could be identified twelve protein bands with molecular weight are: 185 kDa,125 kDa, 103 kDa, 76 kDa, 72 kDa, 66 kDa, 51 kDa, 49 kDa, 43 kDa, 30 kDa, 23 kDa dan 18 kDa. Potential allergenic protein were shown by molecular weight between 31 and 65 kDa. Sensitivity and specificity of shrimp extract were obtained 96% and 93.3% . Negative and positive error rate were 4% and 6.7%.

Protein content of tongkol was 29.58% and the yield and recovery of tongkol extract were 60.09% and 27.7g/100g sample respectively. SDS-PAGE analysis showed that the tongkol extract contains fifteen protein bands with their molecular weight were: 152 kDa, 135 kDa, 97 kDa, 78 kDa,59 kDa, 49 kDa, 45 kDa, 34 kDa, 27 kDa, 24 kDa, 22 kDa, 21 kDa, 19 kDa, 18 kDa and 17 kDa. Potential allergenic proteins were presented by the molecular weight between 12 kDa and 50 kDa. Sensitivity of SPT reagent of tongkol extract was 78.6% and 21.4% as a negative error value while the specificity values obtained was100%.

The yield protein extract of asian green mussel was 58.16% and recovery value was 25.29g/100g sample. Twelve protein bands were detected by SDS-PAGE method, their’s molecular weight are: 117 kDa, 103 kDa, 70 kDa, 54 kDa, 46 kDa, 36 kDa, 29 kDa, 27 kDa, 22 kDa, 21 kDa, 19 kDa and 18 kDa. Sensitivity of asian green mussel extract was obtained 86% and 14% as a negative error value. The specityvity was 100%. Allergen protein are: 55; 56; 57; 58; 59; 68 and 79 kDa.

SPTs extract of Indonesian local could be used to determine the allergen and concurrently were able for the diagnosis of food allergies. Their sensitivity and specificity were high. Each of extract protein was composed of several protein allergens and the molecular weight are different for each subjects sera, so that SPT extract which will be used for diagnosis allergies by skin prick test should be in the form of whole protein or the crude extract.

Key words: soybean, peanut, bambara nut, shrimp, tongkol, asian green mussel, sensitivity, skin prick test.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PRODUKSI DAN APLIKASI EKSTRAK PROTEIN KACANG- KACANGAN DAN PRODUK LAUT SEBAGAI REAGEN UJI ALERGI

MAKANAN DENGAN METODE SKIN PRICK TEST

SRI YADIAL CHALID

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Suhartono, MSc Staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fateta, IPB

Dr Hendra Wijaya, SSi MSi

Sfaf Balai Besar Industri Agro, Kementrian Perindustrian, Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir H. Mieka Syahbana Rusli

Staf pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta, IPB dan Direktur BLST IPB

Dr Hendra Wijaya, SSi MSi

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan pada Allah subhanahu wa ta'ala

atas segala rahmat dan kurunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah ekstrak SPT yang diberi judul: Produksi dan Aplikasi Ekstrak Protein Kacang-Kacangan dan Produk Laut sebagai Reagen Uji Alergi Makanan dengan Metode Skin Prick Test (SPT).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Fransiska R. Zakaria, MSc, Bapak Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr dan Bapak Puspo Edi Giriwono, PhD selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan serta saran. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Suhartono selaku penguji pada sidang tertutup. Terima kasih juga kepada Bapak Dr Ir H Mieka Syahbana Rusli selaku penguji luar pada promosi Program Doktor, Bapak Dr Hendra Wijaya, MSi SSi sebagai penguji luar komisi pada sidang tertutup dan ujian promosi Program Doktor. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Lembaga Penelitian Penerbitan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas bantuan dana penelitian tahun 2014. Terima kasih kepada Bapak Dr Mustopo Widjaja dan Dr Iwan Santoso sebagai Direktur dan dokter koordinator Klinik Alergi dan Asma DR Indrajana Tanah Abang. Terima kasih kepada Bapak dr Boenjamin Setiawan, PhD selaku Komisaris Utama PT Kalbe Farma Tbk yang telah menyambungkan silaturahmi penulis dengan Dr Mustopo Widjaja. Terima kasih kepada Dr Drh Hardiman, MM sebagai Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor. Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Bapak April Hari Wardhana, SKH MSi PhD sebagai Kelti Parasitologi BBalitvet Bogor yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian pada Laboratorium Parasitologi. Terima kasih kepada semua staf laboratorium Parasitologi dan Bapak Drh Didik Tulus Subekti, MKes atas ilmu yang telah diberikan, terima kasih kepada temen-teman dari Prodi Kimia UIN Jakarta dan teman-teman IPN angkatan 2010.

Terima kasih dari lubuk hati yang dalam dan salam takzim penulis sampaikan kepada orang tua (Alm), suami tercinta Saiful Akmal yang selalu memberikan motivasi dan doanya. Keberhasilan ini takkan mungkin tercapai tanpa dukungan penuh dari suami dan buah hati ku Buti Lubna Yurdha serta jantung hati ku (Jati) Muhammad Jati Akmal. Terima kasih teruntuk buat kakak-kakak, adik, ponakan dan seluruh keluarga besar Chalidin dan Gaduik Family atas doa dan dukungan moril yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Alergi dan Alergen 4

Alergi Makanan 6

Mekanisme Reaksi Alergi 7

Reaktivitas Silang (Cross-reactivity) 10

Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merr) 10

Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) 12

Kacang Bogor(Vigna subterranea (L) Verdc) 13

Alergen Produk Laut (Seafood) 14

Udang Jerbung (Penaeus merquiensis) 15

Ikan Tongkol (Thunnus albacares) 16

Kerang Hijau (Perna viridis) 17

Diagnosis Penyakit Alergi 18

Ekstrak atau Reagen SPT 20

Standardisasi Ekstrak SPT 21

3 METODE 22

Waktu dan Tempat Penelitian 22

Alat 24

Bahan 24

Persiapan Subjek Penelitian 25

Proksimat Bahan Baku 25

Ekstraksi Protein Kacang-Kacangan 26

Ekstraksi Protein Produk Laut 27

Karakterisasi Ekstrak Protein 28

Persiapan Ekstrak SPT 30

Pengambilan Darah Subjek 34

Uji Cukit Kulit (Skin Prick Test) 34

Analisis IgE Total Serum dengan Metode ELISA 35

Analisis IgE Spesifik Serum dengan Metode ELISA 35

(15)

Uji Stabilitas Ekstrak SPT 36

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 37

Karakteristik Kacang-Kacangan 37

Karakteristik Produk Laut 39

Rendemen dan Recovery Ekstrak Protein 41

Profil Ekstrak Protein dengan Elektroforesis 44

Profil Ekstrak Protein Kacang-Kacangan dengan SDS-PAGE 44 Profil Ekstrak Protein Produk Laut dengan SDS-PAGE 49

Komposisi dan Hasil Sterilitas Reagen SPT 53

Karakteristik Subjek Uji SPT 57

Skin Prick Test (Uji Cukit Kulit) 59

Sensitivitas dan Spesifitas Ekstrak SPT 66

Immunoblotting 71

Stabilitas Ekstrak SPT 82

5 KESIIMPULAN DAN SARAN 86

Kesimpulan 86

Saran 86

DAFTAR PUSTAKA 88

LAMPIRAN 103

(16)

DAFTAR TABEL

1 Gejala klinik alergi makanan yang dimediasi oleh IgE ( IgE-mediated) 6

2 Alergen utama kacang kedelai 11

3 Frekuensi gejala klinis reaksi alergi pada sistem organ target pasien

alergi kacang tanah 12

4 Komposisi kimia bahan baku kedelai, kacang tanah dan kacang bogor 38 5 Komposisi kimia bahan baku udang jerbung, ikan tongkol dan kerang

hijau 39

6 Nilai recovery dan rendemen ekstrak protein kacang-kacangan 42 7 Nilai recovery dan rendemen ekstrak protein produk laut 43 8 Hasil analisis berat molekul ekstrak protein kacang kedelai dengan

Pharmacopoeia Monograph on Allergen Products (2010:1063) 54

15 Konsentrasi ekstrak SPT: kacang kedelai, kacang tanah, kacang bogor,

udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau 55

16 Hasil analisis sterilitas ekstrak SPT: kacang-kacangan dan produk laut 56 17 Hasil konfirmasi sterilitas reagen SPT sesuai dengan European

Pharmacopoeia 7 01/2011:50104 57 18 Karakteristik subjek peserta penelitian yang dihimpun dari hasil

wawancara dan kuisioner 58

25 Hasil skin prick test ekstrak produk kacang- kacangan dan produk laut

(17)

26 Hasil analisis IgE total, IgE spesifik (ELISA) dan SPT ekstrak kacang-kacangan pada subjek alergi dan non-alergi makanan 67 27 Sensitivitas dan spesifitas ekstrak protein kacang kedelai, kacang tanah

dan kacang bogor untuk SPT 68

28 Hasil analisis IgE total, IgE spesifik (ELISA) dan SPT udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau pada subjek alergi dan non-alergi 70 29 Sensitivitas dan spesifitas ekstrak protein udang jerbung, ikan tongkol

dan kerang hijau pada uji cukit kulit 71

30 Berat molekul pita protein alergen ekstrak protein kacang kedelai hasil

analisis software GelAnalyzer 2010a 73

31 Berat molekul pita protein alergen ekstrak protein kacang tanah hasil

analisis software GelAnalyzer 2010a 75

32 Berat molekul pita protein alergen ekstrak protein udang jerbung hasil

analisis dengan software GelAnalyzer 2010a 78

33 Berat molekul pita protein alergen ekstrak protein ikan tongkol yang

dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010a 80

34 Berat molekul pita protein alergen ekstrak protein kerang hijau yang

dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010a 82

35 Hasil analisis kadar protein ( g/ L) ekstrak SPT kacang-kacangan dan

produk laut selama penyimpanan 8 bulan 83

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur 3 dimensi Ara h1, (A) monomer Ara h 1, daerah epitop

ditandai nomor 10-22, (B) homotrimer Ara h 1 6

2 Interaksi seluler respon imun pada mukosa. (a)Sensitisasi pada mukosa lambung, alergen kacang tanah diserap oleh sel M epitel (b) Tantangan,

setelah paparan kedua dengan alergen yang sama 9

3 Peralatan dan langkah-langkah SPT 19

4 Diagram alir penelitian 23

5 Bahan baku yang digunakan pada penelitian: (A) Kacang kedelai (B) Kacang tanah, (C) Kacang bogor, (D) Udang jerbung, (E) Ikan tongkol

dan F (Kerang hijau). 37

6 Keramba budidaya ikan kerapu tempat pengambilan kerang hijau 41 7 Hasil SDS-PAGE ekstrak protein kacang-kacangan: A= kacang kedelai,

B=kacang tanah, C= kacang bogor 44

8 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan ekstrak protein kacang kedelai (A) setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010a 45 9 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan ekstrak protein kacang tanah

(B) setelah dianalisis dengan softwareGelAnalyzer 2010a 47 10 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan ekstrak protein kacang bogor

(C) setelah dianalisis dengan softwareGelAnalyzer 2010a 48 11 Hasil SDS-PAGE ekstrak protein poduk laut: A= udang jerbung, B=

(18)

12 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan ekstrak protein udang jerbung (A) setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010a. 50 13 Hasil SDS-PAGE protein marker (M) dan ekstrak protein ikan tongkol

(B) setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010a 51 14 Hasil SDS-PAGE protein marker (A) dan ekstrak protein kerang hijau

(C) setelah dianalisis dengan software GelAnalyzer 2010a 52 15 Hasil immunoblotting ekstrak protein kacang kedelai dengan serum

subjek alergi kacang kedelai dan M adalah protein marker 72 16 Hasil immunoblotting ekstrak kacang kedelai dengan IgE serum subjek

alergi kacang kedelai dan penentuan berat molekul pita protein alergen

dengan software GelAnalyzer 2010a. 72

17 Hasil immunoblotting ekstrak protein kacang tanah dengan serum

subjek alergi kacang tanah dan M adalah protein marker 74 18 Hasil immunoblotting ekstrak kacang tanah dengan IgE serum subjek

alergi kacang tanah dan penentuan berat molekul pita protein alergen

dengan software GelAnalyzer 2010a 74

19 Hasil immunoblotting ekstrak protein kacang bogor dengan serum subjek alergi kacang bogor dan M adalah protein marker 75 20 Hasil immunoblotting ekstrak kacang bogor dengan IgE serum subjek

alergi kacang bogor dan penentuan berat molekul pita protein alergen

dengan software GelAnalyzer 2010a 76

21 Hasil immunoblotting ekstrak protein udang jerbung dengan serum subjek alergi udang jerbung dan M adalah protein marker 76 22 Hasil immunoblotting ekstrak udang jerbung dengan IgE serum subjek

alergi udang jerbung dan penentuan berat molekul pita protein alergen

dengan software GelAnalyzer 2010a 77

23 Hasil immunoblotting ekstrak protein ikan tongkol dengan serum subjek alergi ikan tongkol dan M adalah protein marker 78 24 Hasil immunoblotting ekstrak ikan tongkol dengan IgE serum subjek

alergi ikan tongkol dan penentuan pita protein dengan software

GelAnalyzer 2010a 79

25 Hasil immunoblotting ekstrak protein kerang hijau dengan serum subjek alergi kerang hijau dan M adalah protein marker 80 26 Hasil immunoblotting ekstrak kerang hijau dengan IgE serum subjek

alergi kerang hijau dan penentuan pita protein dengan software

GelAnalyzer 2010a 81

27 Nilai recovery konsentrasi protein ekstrak SPT (A) kacang kedelai, (B) kacang tanah, (C) kacang bogor, (D) udang jerbung, (E) ikan tongkol dan (F) kerang hijau yang disimpan pada suhu 2-4 oC selama 8 bulan 83 28 Garfik recovery IgE spesifik ekstrak protein (A) kacang kedelai, (B)

kacang tanah, (C) kacang bogor, (D) udang jerbung, (E) ikan tongkol dan (F) kerang hijau yang disimpan pada suhu 2-8 oC selama 12 bulan 84

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sertifikat identifikasi kacang-kacangan dan produk laut 103

(19)

3

A.

Naskah penjelasan persetujuan subjek penelitian

107

B.

Persetujuan berpartisipasi (Informed Consent) 111

C. Lembaran kuisioner 112

4 Pembuatan bufer fosfat 113

5 Pembuatan pereaksi Bradford 113

6 Pembuatan larutan kerja SDS-PAGE 113

7 Pembuatan larutan kerja ELISA 114

8 Pembuatan larutan kerja immunoblotting 115

9 Kadar histamin produk laut untuk reagen SPT 116

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Alergi makanan merupakan respon abnormal sistem imun tubuh terhadap protein atau glikoprotein dalam makanan dan termasuk reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh antibodi IgE (IgE-mediated). Manifestasi klinis reaksi alergi makanan sangat luas mulai dari gelaja ringan seperti gatal-gatal, bentol, bengkak pada kulit, sesak nafas (asma), batuk, dan reaksi yang terberat adalah syok anafilaksis yaitu reaksi alergi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah dan kesadaran secara mendadak serta penyumbatan saluran pernafasan yang dapat menyebabkan kematian (Pescatore 2003).

Kasus alergi makanan tiap tahun selalu meningkat dan pada beberapa negara Barat alergi makanan lebih banyak diderita oleh anak-anak yaitu sekitar 8% sedangkan dewasa hanya 2% (Cianferoni dan Spergel 2009). Data Elucidare (2011) menunjukkan bahwa penderita alergi makanan pada anak-anak didominasi oleh anak-anak usia 0-14 tahun yaitu hampir 26% dari populasi penduduk dunia. Sekitar 27% dari anak-anak penderita alergi makanan tersebut menderita eksim kulit dan lebih dari 30% dilaporkan menderita alergi pada saluran pernafasan (Branum dan Lukacs 2008). Menurut laporan National Institutes of Health (2010), 1 dari 20 orang anak-anak umur di bawah 5 tahun menderita alergi terhadap paling tidak 1 jenis makanan sedangkan untuk dewasa 1 dari 25 orang. World Allergy Organization (WAO) pada tahun 2011-2012 menyebutkan bahwa 220-250 juta penduduk dunia menderita alergi makanan dan prevalensi penyakit alergi ini meningkat secara drastis baik pada negara maju ataupun negara berkembang. Sebanyak 40-50% dari orang-orang yang didiagnosis menderita alergi makanan, memiliki risiko menderita anafilaksis. Alergen utama penyebab alergi makanan pada anak-anak adalah susu, telur, kacang tanah, tree nuts, seafood, kerang-kerangan, kedelai dan gandum (Sampson 2004; Branum dan Lukacs 2008).

Kasus dan data prevalensi alergi makanan untuk Indonesia belum terdokumentasi dengan baik. Beberapa informasi yang menunjukkan bahwa di Indonesia kasus alergi makanan cukup tinggi adalah pernyataan Baratawidjaja (1991) yang menyebutkan bahwa prevalensi alergi makanan di Indonesia sekitar 5-11%. Pada saat itu, dengan jumlah penduduk Indonesia hampir 205 juta orang, maka nilai ini dianggap rendah dibandingkan dengan negara lain. Penelitian yang dilakukan oleh Chandra dkk. (2011) pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta juga menyebutkan bahwa udang merupakan jenis makanan laut penyebab utama alergi pada anak-anak (8.8%) dan orang dewasa (24.3%) serta alergi kacang tanah pada anak-anak sebesar 7.4% dan dewasa 11.4%. Karena keterbatasan data kejadian alergi makanan di Indonesia maka untuk sementara, kasus alergi makanan di Indonesia diduga cukup tinggi.

(22)

2

umum digunakan, cukup akurat untuk mengetahui alergen penyebab alergi yang dimediasi oleh IgE (Heinzerling et al. 2013). Bahan utama pada uji cukit kulit ini adalah ekstrak protein atau dikenal dengan reagen atau ekstrak SPT. Ekstrak atau reagen SPT harus berkualitas untuk mendapatkan hasil diagnosis yang akurat (Rance et al. 1997) dan telah melalui uji potensi alergi sebelumnya baik secara in vivo ataupun in vitro.

Pada umumnya ekstrak SPT yang digunakan pada klinik alergi dan klinik kesehatan dan kecantikan serta rumah sakit di Indonesia merupakan produk komersial impor. Ketersediaan ekstrak alergen impor masih terbatas dan mahal sehingga jumlah klinik alergi, klinik kesehatan dan rumah sakit Indonesia yang mempunyai fasilitas uji cukit kulit masih terbatas. Saat ini sudah waktunya Indonesia mengembangkan ekstrak alergen untuk SPT dari produk lokal Indonesia. Penelitian ini bertujuan memproduksi ekstrak SPT dari bahan lokal seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang bogor, udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau sesuai dengan standar Farmakope Eropa. Dengan teknik ekstraksi protein yang umum dan peralatan laboratorium yang sederhana diharapkan hasil yang optimal sehingga harga ekstrak SPT lokal bisa lebih murah dibandingkan dengan ekstrak komersial impor. Dengan demikian diharapkan semakin banyak klinik alergi dan rumah sakit serta puskesmas yang mempunyai fasilitas uji SPT.

Pemilihan kacang kedelai, kacang tanah, kacang bogor, udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau sebagai bahan utama untuk ekstrak SPT adalah beberapa produk seperti kacang tanah, kacang kedelai, udang dan ikan tongkol (tuna) merupakan bagian dari the 8 big major allergen. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan menggungkapkan potensi protein kacang bogor sebagai penyebab alergi karena penelitian tentang alergenisitas kacang bogor masih jarang, baru ditemukan satu penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2012) yaitu alergenisitas kacang bogor secara in vitro, sehingga peneliti tertarik meneliti protein kacang bogor sampai ketingkat in vivo dengan uji skin prick test pada subjek manusia. Pada umumnya penelitian terkait kacang bogor lebih fokus pada pemanfaatan protein kacang bogor sebagai sumber protein pencegah malnutrisi pada anak-anak dan terutama dilakukan pada Negara-Negara Afrika.

Perumusan Masalah

(23)

3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: 1) memproduksi ekstrak SPT dari kacang kedelai, kacang tanah, kacang bogor, udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau lokal Indonesia yang berkualitas, 2) melakukan standardisasi ekstrak SPT masing-masing ekstrak berdasarkan standar European Pharmacopoeia 7 Monograph on allergen Product 01/2010:1063, 3) menguji kemampuan masing-masing ekstrak SPT untuk mendiagnosis penyakit alergi makanan dengan metode uji cukit kulit, 4) menentukan sensitivitas dan spesifitas masing-masing ekstrak SPT, 5) menentukan berat molekul protein alergen masing-masing ekstrak SPT dengan menggunakan serum subjek yang dinyatakan positif pada uji culit kulit, 6) menguji stabilitas masing-masing ekstrak SPT sesuai anjuran penyimpanan, 7) memberikan informasi tentang potensi kacang bogor sebagai penyebab alergi makanan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan inovasi baru tentang pemanfaatan bahan baku lokal Indonesia sebagai ekstrak SPT untuk mendiagnosis penyakit alergi makanan, diharapkan ekstrak SPT lokal Indonesia dapat digunakan sebagai reagen uji cukit kulit sehingga impor ekstrak SPT komersial dapat dikurangi. Tujuan yang juga penting dari penelitian ini adalah membantu menyediakan beberapa ekstrak SPT lokal Indonesia dengan harapan akan semakin banyak klinik alergi, rumah sakit dan puskesmas Indonesia yang mempunyai fasilitas uji alergi dengan harga diagnosis yang terjangkau. Novelti penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah baru tentang potensi alergenik kacang bogor secara in vivo yang belum terdokumentasi sebelumnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Alergi dan Alergen

Pada tahun 1960-an Robin Coombs dan Philip Gell menggunakan istilah hipersensitivitas sebagai istilah umum untuk menggambarkan gejala klinis reaksi sistem imun yang menyimpang dan merusak jaringan tubuh. Istilah alergi digunakan untuk menggambarkan respon abnormal sistem imun terhadap bahan-bahan atau agen yang sebenarnya tidak berbahaya bagi tubuh (Kay 2001). Von Pirquet menyarankan penggunaan kata allergen untuk menggambarkan agen yang menginduksi perubahan reaksi immunitas (Jackson 2006), dengan kata lain alergen adalah kelompok antigen khusus yang ditandai dengan kemampuan berikatan dengan IgE (Zeiler dan Virtanen 2008). Secara sederhana alergi didefinisikan sebagai kondisi tubuh dengan gejala patologik akibat reaksi imunologik yang spesifik (Rabson dan Roitt 2005). Reaksi sistem imun yang merusak jaringan tubuh juga disebut dengan istilah hipersensitivitas. Seseorang yang memiliki bakat atau kecenderungan mengalami reaksi hipersensitivitas disebut dengan atopik. Individu atopik memiliki kecenderungan secara genetik menghasilkan antibodi IgE terhadap alergen. Gangguan atopik ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Jones 2008). Gejala alergi pada hidung menyebabkan rinitis, pada mata disebut konjungtivitis, sinusitis pada rongga hidung di belakang wajah, asma bronchial

pada paru, dermatitis atopi (eksim) dan urtikaria (kaligata) pada kulit (Rabson dan Roitt 2005). Gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi, tapi juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa faktor pencetus alergi adalah faktor fisik seperti infeksi virus atau bakteri, udara dingin, panas atau hujan dan kelelahan, faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan. Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi, tanpa paparan alergi maka faktor pencetus tidak akan menimbulkan gejala alergi (Kay 2001).

(25)

5 (makrofag). Tipe IV merupakan mekanisme utama pertahanan terhadap patogen, termasuk bakteri, jamur, parasit tertentu dan penolakan transplantasi (Roitt dan Delves 2001).

Alergen adalah senyawa yang dapat memicu sintesis immunoglobulin E (IgE) dan merupakan protein atau glikoprotein larut air dengan berat molekul antara 3 sampai 160 kDa dan umumnya 20 sampai 40 kDa, tahan panas, suasana asam (pH) lambung dan enzim proteolitik saluran pencernaan (Untersmayr et al.

2003; Kucharska et al. 2010; Privalle et al. 2011). Kemampuan suatu alergen untuk menginduksi sintesis immunoglobulin E (IgE) dan kemudian memicu respon klinis disebut dengan alergenisitas (Mills et al. 2004). Beberapa alergen yang sering menyebabkan alergi adalah serbuk tanaman, spora jamur, sengatan insekta, bulu atau ketombe binatang, kecoa, debu, kutu dan zat aditif yang mengandung sulfur, telur, kacang pohon, kacang tanah, kacang kedelai, susu, jagung dan ikan laut, kerang-kerangan dan udang (NIAID 2012).

Menurut World Health Organization/International Union of Immunological Societies (WHO/IUIS), nomenklatur alergen ditulis mengikuti aturan sebagai berikut: tiga huruf pertama dari genus kemudian huruf pertama dari spesies kemudian diikuti angka Arab yang menunjukkan urutan kronologis identifikasi. Der p 1 adalah alergen pertama yang diisolai dari tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronyssinus) dan Der p 2 adalah alergen berikutnya. Kedua alergen ini merupakan molekul yang bertanggung jawab terhadap kasus asma pada Negara Amerika Utara (Valenta 2008). Bet v 1 adalah alergen utama Betula verrucosa. Kata-kata alergen mayor dan minor menunjukkan sifat fungsional alergen. Alergen mayor adalah alergen yang mampu mengikat atau dikenali oleh lebih dari 50% IgE subjek yang alergi terhadap alergen tertentu, sedangkan alergen minor menunjukkan bahwa alergen ini dikenali oleh IgE subjek kurang dari 20% (McSherry dan Blumenthal 2008).

Bagian alergen yang berperan mengikat antibodi disebut dengan epitop atau antigen determinants (Bannon 2004), sedangkan bagian dari antibodi yang berikatan dengan epitop disebut dengan paratop. Bentuk epitop dapat berupa konformasi atau linear. Epitop linear ditentukan oleh urutan asam amino pada bagian hidrofilik (5-15 asam amino) dan umumnya bermuatan, sedangkan epitop konformasi tergantung pada lipatan pada molekul protein globular dan struktur

(26)

6

Gambar 1 Struktur 3 dimensi Ara h1, (A) monomer Ara h 1, daerah epitop ditandai nomor 10-22, (B) homotrimer Ara h 1 pada lokasi pada bagian depan (nomer 10–22) sebelumnya diidentifikasi pada C-terminal Ara h 1. Dua epitop yang tumpang tindih (overlapping) yaitu 20 dan 21 warna kuning (Maleki et al. 2000).

Alergi Makanan

Alergi makanan (food allergy) merupakan reaksi abnormal sistem kekebalan tubuh terhadap komponen makanan sehingga menyebabkan gejala klinik pada kulit, saluran pencernaan dan pernafasan (Cianferoni dan Spergel 2009). Gejala klinik reaksi alergi makanan yang dimediasi oleh IgE dinyatakan pada Tabel 1. Disfungsi enzim saluran pencernaan dan perubahan pH lambung akibat penggunaan obat ikut memperparah reaksi alergi makanan. Untersmayr et al.

(2003) menyatakan bahwa antasida sebagai obat lambung secara tidak langsung menyebabkan peningkatan penyerapan protein alergen sehingga meningkatkan sensitasi IgE pada tikus terhadap alergen parvalbumin. Infeksi Helicobacter pylori, toksin Clostridium difficile dan pemakaian antibiotik menyebabkan perubahan fisiologi dan kerusakan membran mukosa lambung dan usus halus sehingga meningkatkan absorbsi alergen makanan (Matysiak-Budnik et al. 2003;Kucharska

et al. 2010).

Tabel 1 Gejala klinik alergi makanan yang dimediasi oleh IgE ( IgE-mediated)

Gastrointestinal Mual, muntah, diare, kram perut Saluran Pernafasan Asma, mengi, rhinitis

Kulit Urtikaria (gatal-gatal), eksim atau dermatitis atopik, pruritis, ruam, angiodema

Lain-lain Syok anafilaksis, hipotensi, pembengkakan pada lidah, laring, oedema, sindrom alergi oral

Sumber: Taylor (2006)

Alergen memicu sel B mensintesis imunoglobulin E (IgE) ketika pertama kali masuk tubuh, kemudian IgE terikat pada permukaan sel mastosit dan basofil yang tersebar merata pada jaringan seperti kulit, mukosa bronkial dan mukosa usus. IgE yang terikat pada sel mastosit membentuk ikatan silang (cross link)

(27)

7 dengan alergen yang sama pada paparan kedua. Ikatan silang ini mempunyai afinitas yang kuat sehingga merangsang degranulasi sel melepaskan mediator seperti histamin, protease dan leukotrien (Durham SR dan Church 2010). Mediator ini bersifat patologik secara in situ atau dibawa keseluruh tubuh melalui peredaran darah sehingga menimbulkan gatal, bentol, bengkak, sesak nafas (asma), batuk dan syok anafilaksis sebagai reaksi alergi yang terberat. Syok anafilaksis merupakan suatu kondisi tubuh yang ditandai dengan hilangnya kesadaran ketika terjadi penurunan tekanan darah secara drastis, pembuluh darah jantung berkontraksi dan penyumbatan saluran pernafasan. Kejadian ini dapat menyebabkan kematian (Pescatore 2003; Pawankar et al. 2011).

Kasus alergi makanan setiap tahun selalu meningkat. Menurut laporan

National Institutes of Health (2010), yaitu satu dari 20 orang anak-anak dibawah umur 5 tahun dan 1 dari 25 orang dewasa menderita alergi terhadap paling tidak 1 jenis makanan. World Allergy Organization (WAO) menyebutkan bahwa 22% penduduk dunia menderita alergi. Prevalensi penyakit alergi meningkat secara drastis yaitu sekitar 55% dalam 5 tahun terakhir baik pada negara maju ataupun negara berkembang. Sebanyak 40 sampai 50% penderita alergi makanan memiliki risiko menderita anafilaksis.

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa alergi makanan yang dimediasi oleh IgE (IgE-mediated) diderita oleh 4% jumlah penduduk Amerika yang menderita alergi. Prevalensi alergi susu pada anak-anak sebesar 2.5% dan 0.3% pada orang dewasa, ikuti oleh alergi telur pada anak-anak sebesar 1.3% dan 0.2% pada orang dewasa (Sampson et al. 2014). Penelitian pada Negara Jerman menunjukkan bahwa dari 814 orang (± 41 tahun), sekitar 34.9% menderita alergi sepanjang hidupnya dan wanita lebih sering terkena alergi (60.6%) dibandingkan laki-laki (Zuberbier et al. 2004). Di Asia kasus alergi tertinggi menimpa anak-anak usia 0-4 tahun (Elucidare 2011) dengan alergen utama susu, telur dan kacang.

Mekanisme Reaksi Alergi

(28)

8

ikatan silang antara alergen dengan dua molekul IgE pada sel mastosit dan basofil. (Gambar 2b). Afinitas ikatan silang ini menyebabkan aktivasi sehingga sel melepaskan beberapa mediator seperti histamin, protease dan leukotrien. Fase selanjutnya disebut dengan fase efektor yaitu fase yang kompleks. Mediator sel yang dilepaskan seperti histamin, protease dan leukotrien bersifat patologik. Gelaja klinik yang kompleks dari fase ini ditandai dengan: eritema, eksim, gatal-gatal pada permukaan tubuh dan mulut, kejang perut, asma dan syok anafilaksis.

Mekanisme reaksi alergi makanan yang ditampilkan pada Gambar 2 adalah mekanisme reaksi alergi kacang tanah yang dipublikasikan oleh De Leon et al. (2007). Fase sensitasi diawali dari saluran pencernaan dimana alergen kacang tanah dapat melewati usus dengan bantuan sel epitel yang disebut dengan sel M (microfold cell), kemudian alergen ditransfer kepada antigen-presenting cell

(APC) sel-sel dendritik untuk diproses menjadi fragmen peptida. Disamping berfungsi menghancurkan antigen, APC juga merekam struktur pecahan alergen berupa peptida pendek untuk disajikan pada sel permukaan melalui melalui MHC II (major histocomptability complex). Peptida rantai pendek ini dipresentasikan pada sel T helper naif (Th 0) melalui interaksi kompleks MHC-peptida dengan reseptor sel T menghasilkan sel Th primer aktif yang merangsang sel humoral terkait peradangan (Lack et al. 2003).

Aktivasi sel Th menyebabkan sekresi sitokin seperti interleukin-4 (IL-4). IL-4 merangsang sel B menghasilkan antibodi IgE yang spesifik terhadap alergen. Sel Th terpolarisasi menjadi 2 kelompok yang ditentukan oleh pola sekresi sitokin dan faktor genetik. Interleukin-4 merangsang proliferasi sel Th 0 ke arah Th 2 terutama pada individu atopik. Sedangkan interlukin 2 (IL-2), interferon gamma (INF- ) dan tumour necrosis factor alpha (TNF-α) merangsang polarisasi Th 0 menjadi sel Th 1, namun sitokin ini tidak mampu mengimbangi aktivitas sel Th2. Disamping itu sel Th 2 juga mensekserikan IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13. Interleukin (IL)-4 dan IL-13 mendorong diferensiasi dan inisiasi sel B mengalami class switching produksi antibodi IgG ke IgE. IgE yang dihasilkan akan menempel pada reseptor IgE (FcεRI) pada sel mastosit dan basofil sedangkan IL-5 merangsang aktivasi eosinofil.

(29)

9

Gambar 2 Interaksi seluler respon imun pada mukosa. (a)Sensitisasi pada mukosa lambung, alergen kacang tanah diserap oleh sel M epitel (b) Tantangan, setelah paparan kedua dengan alergen yang sama, terjadi ikatan silang (cross links) antara alergen dengan IgE sehingga sel teraktivasi (De Leon et al. 2007).

Fase ketiga adalah fase efektor yaitu fase yang merupakan respon kompleks efek mediator yang dilepas sel mastosit, basofil dan eosinofil seperti histamin, serotonin, leukotrin dan mediator yang terbentuk kemudian (newly formed mediator). Mediator yang terbentuk kemudian ini berasal dari metabolisme lipid mediator seperti prostaglandin D2, leukotrien D4, leukotrien C4, brakadinin dan platelet yang diyakini berperan dalam fase ketiga ini (Marc dan Olson 2009). Mediator-mediator ini bersifat patologik in-situ atau seluruh tubuh setelah dibawa melalui peredaran darah sehingga menimbulkan gatal, bentol, bengkak, sesak nafas (asma), batuk dan reaksi yang terberat yaitu syok anafilaksis. Syok anafilaksis merupakan reaksi alergi yang serius dan terjadi dalam waktu singkat terutama bila konsentrasi histamin lebih dari 10 ng/uL. Tanda awal syok anafilaksis adalah curah jantung dan tekanan arteri menurun dratis akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan kematian (Pescatore 2003; Sampson et al.

2006). Gejala alergi makanan yang paling umum adalah muntah, nyeri perut, diare dan pembengkakan pada mulut untuk gastrointestinal sedangkan gejala gatal-gatal pada kulit dan anus, urtikaria, angiodema, serangan asma, kesulitan bernafas, sakit kepala, nyeri pada dada dan sendi di luar gastrointestinal (FARRP 2005; De Leon

(30)

10

Reaktivitas Silang (Cross-reactivity)

Istilah cross-reactivity atau reaktivitas silang digunakan untuk menggambarkan kemampuan antibodi bereaksi dengan bagian antigen yang sama pada protein yang berbeda. Jika seseorang yang memiliki riwayat alergi udang, biasanya tes alergi menunjukkan bahwa orang tersebut tidak hanya alergi udang saja, tetapi juga alergi kepiting, lobster dan udang karang (crayfish). Reaktivitas silang juga terjadi pada sembilan jenis ikan laut yang umum dikonsumsi seperti ikan kod, makarel, tuna herring, halibut dan flounder (Van Do et al. 2005). Reaktivitas silang terjadi karena adanya homologi asam amino pada masing-masing alergen. Parvalbumin pada ikan memiliki homologi asam amino yang tinggi dengan parvalbumin ampibi sehingga bersifat reaktivitas silang. Protein ini merupakan alergen utama produk laut yang tahan terhadap panas dan enzim proteolitik.

Untersmayr et al. (2003) menyatakan bahwa penderita alergi makanan laut sensitif terhadap alergen tungau dan serangga. Bangsa Yahudi ortodok alergi terhadap krustasea dan kerang-kerangan melalui reaktivitas silang oleh tropomiosin. Mereka dilarang mengkomsumsi produk laut dari kelompok krustasea dan kerang-kerangan sesuai dengan aturan Agama mereka. Kelompok bangsa Yahudi ini juga tidak pernah terpapar alergen krustasea. Sensitasi tropomiosin diperkirakan berasal dari sumber non krustasea yaitu tropomiosin dari tungau debu dan kecoa (Fernandes et al. 2003).

Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merr)

Kacang kedelai (Glycine max L) merupakan tanaman legum yang diperkirakan berasal dari China dan dikenal sebagai sumber protein bagi manusia dan hewan. Disamping kandungan seratnya yang tinggi (Lokuruka 2010), kedelai juga dimanfaatkan untuk mengatasi Protein Calorie Malnutrition (PCM) dan penganti protein hewani (Fabiyi 2006). Komposisi kimia biji kacang kedelai tergantung pada varietas, iklim dan kondisi tanah tempat tumbuh. Menurut Banaszkiewicz (2011) biji kacang kedelai disusun oleh komponen lemak sebesar 14-24% dan protein sebesar 30-50%. Albumin dan globulin merupakan protein dominan pada biji kedelai. Globulin merupakan protein larut air dan dapat dipisahkan menjadi fraksi 2S, 7S, 11S dan 15S dengan cara ultrasentrifuse. Fraksi 2S terdiri dari α-konglisinin sebagai protein utama, sedangkan -konglisinin merupakan fraksi utama 7S dan glisinin komponen utama fraksi 11S (Ricki et al. 2008).

(31)

11 Tabel 2 Alergen utama pada kacang kedelai

No Jenis allergen Berat molekul

1 2S albumin 5 kDa

6 Kunitz-type soybean trypsin inhibitor 18-20 kDa

7 Oleosin 23-24 kDa

Meskipun hanya dalam jumlah yang relatif kecil, tiga protein kedelai Gly m Bd 60 KDa, Gly m Bd 30 kDa dan Gly m Bd 28 kDa merupakan alergen utama bagi orang yang sensitif kedelai. Protein Gly m Bd 28 kDa terdapat pada fraksi globulin 7S dan merupakan glikoprotein vicilin, namun alergen ini tidak hadir pada semua spesies kedelai. Pada penderita alergi kacang kedelai, sebanyak 25% sensitif terhadap Gly m Bd 60 kDa (Ogawa et al. 2000). Menurut Astuti (2012) sifat alergenik protein kedelai tiap individu penderita alergi berbeda tetapi umumnya berada pada berat molekul antara 30 dan 26 kDa.

Pengolahan kedelai dengan cara fermentasi dan panas dapat menurunkan stabilitas dan alergenisitas alergen kedelai. Fermentasi merupakan salah satu cara efektif untuk menurunkan alergenisitas Gly m Bd 30 kDa (Kobayashi 2005). Namun, perlakuan panas tidak efisien untuk mengurangi alergen kedelai secara keseluruhan sehingga tidak aman secara total bagi orang yang sensitif kedelai. Protein alergen P 34 kedelai mempunyai kemiripan dengan alergen Ara h 1 kacang tanah dan 2S 1 kasein susu sapi sehingga bersifat reaktivitas silang (Wilson et al. 2005). Alergen Bet v 1 serbuk sari pohon birch mempunyai sifat homolog dengan Gly m 4 (inhibitor Kunitz-tripsin) kedelai dan sensitasi terhadap Bet v 1 terjadi melalui rute inhalasi (Mittag et al. 2004).

Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)

(32)

12

7.4% dan dewasa 11.4%. Angka ini disimpulkaan dari penelitian menggunakan data sekunder dari 208 responden yang memiliki rekam medik tes cukit kulit (skin prick test) pada Poli Alergi Imunologi RSCM Jakarta tahun 2007.

Kasus alergi kacang tanah pada anak-anak banyak terjadi pada negara maju. Batas aman konsumsi kacang tanah pada anak-anak yang sensitif sebesar 2 mg (Flinterman et al. 2006). Namun sebanyak 100 µg protein kacang tanah sudah dapat memicu reaksi alergi pada anak-anak yang sensitif (Hourihane et al. 1997). Beberapa gejala reaksi alergi kacang tanah dinyatakan pada Tabel 3.

Tabel 3 Frekuensi gejala klinis reaksi alergi pada sistem organ target pasien alergi kacang tanah

Target % dari pasien

Kulit

Urtikaria, eritema, angiodema

89

Tekanan darah rendah, aritmia, serangan jantung

4

Sumber: Al-Muhsen et al. 2003

Alergen utama (major allergen) kacang tanah adalah Ara h 1 (globulin 7S atau vicilin), Ara h 2 (albumin 2S), Ara h 3 dan Ara h 4 (Koppelman et al. 2005). Ara h 5, Ara h 6 dan Ara h 7 sebagai alergen minor (Sue et al. 2000). Ara h 1 dan Ara h 2 adalah alergen yang potensial, dimana 90% serum penderita alergi kacang tanah dapat berikatan dengan Ara h 1 dan Ara h 2 (Burks et al. 1998). Uji IgE spesifik (sIgE) secara in vivo dinyatakan bahwa Ara h 2 lebih kuat merangsang pelepasan histamin dari sel mastosit dan basofil pada penderita alergi kacang tanah dibandingkan dengan Ara h 1 (Koppelman etal. 2004; Palmer et al. 2005).

Perebusan, penggorengan, modifikasi melalui reaksi Maillard, penambahan asam ferulat, tanin dan penggunaan enzim protease merupakan pengolahan yang dapat mempengaruhi alergenisitas kacang tanah. Penggorengan dan perebusan dapat menurunkan intensitas pengikatan Ara h 1, Ara h 2 dan Ara h 3 dengan IgE dibandingkan dengan cara sangrai atau bakar (Beyer et al. 2001) Sebaliknya kacang tanah yang diolah dengan cara panggang meningkatkan pengikatan IgE subjek alergi kacang tanah sebanyak 90 kali lipat dibandingkan dengan kacang tanah mentah. Peningkatan ini akibat modifikasi melalui reaksi Maillard, dimana produk Maillard lebih tahan terhadap enzim pencernaan (Maleki

(33)

13 cara merebus atau menggoreng, sedangkan di Amerika cara pengolahan kacang tanah yang dominan adalah panggang (Beyer et al. 2001).

Interaksi tanin dengan protein dapat membentuk kompleks yang menutupi epitope alergen sehingga tidak bisa diakses oleh antibodi (Yang et al. 2013). Hal yang sama juga dijelaskan oleh Chung dan Reed (2012), alergenisitas Ara h1 dan Ara h 2 dapat direduksi oleh penambahan tanin. Kompleks yang terbentuk antara protein dengan tanin tidak dapat membebaskan Ara h1 dan Ara h 2 sehingga terjadi penurunan alergenisitas kacang tanah. Enzim α-kimotripsin juga dapat menurunkan alergenisitas Ara h 1 dan Ara h 2 pada kacang tanah mentah, namun Ara h 1 lebih resisten terhadap aktivitas α-kimotripsin dibandingkan dengan Ara h 2. Kombinasi perlakuan pengolahan ultrasonik dengan α-kimotripsin terhadap kacang tanah yang dipanggang dapat menurunkan alergenisitas Ara h1 dan Ara h2 (Li et al. 2013) dan penambahan asam ferulat meningkatkan pengikatan IgE-binding dengan Ara h 1 (63 kDa) dan Ara h 3 (45 kDa) (Chung dan Champagne 2011).

Kacang Bogor (Vigna subterranea (L) Verdc)

Kacang Bogor termasuk famili fabacea (polong-polongan) yang dikenal dengan nama Bambara groundnut atau Bambara nut dari genus vigna. Tanaman ini asli dari Afrika, dapat tumbuh pada kondisi tanah yang tidak subur dan beradaptasi dengan suhu panas dan curah hujan yang tinggi (Anchirinah et al.

2001). Di Indonesia Vigna subterranea (L) Verdc dikenal dengan nama kacang bogor karena tanaman ini banyak dibudidayakan di sekitar daerah Bogor. Sama halnya dengan kacang tanah, kacang bogor dikonsumsi dalam bentuk kacang rebus, sangrai dan goreng. Biji kacang bogor merupakan sumber protein yang penting terutama ketika sumber protein hewani tidak mencukupi dan mahal sementara sumber protein nabati melimpah (Lawal et al. 2007). Kacang bogor termasuk bahan pangan yang murah dan kaya nutrisi. Menurut Olaleye et al.

(2013) komposisi kimia kacang bogor berdasarkan berat kering (g/100g) adalah: protein 15-22, karbohidrat 51-62, lemak 3-7 dan serat 1-23. Penyusun protein yang dominan pada biji kacang bogor adalah asam amino lisin dan leusin. Asam amino ini merupakan asam amino essensial. Pada beberapa Negara Afrika, kacang bogor diolah menjadi tepung kacang bogor dan selanjutnya digunakan untuk pembuatan roti. Steve et al. (2009) menyatakan bahwa membuat makanan berbasis kacang bogor merupakan salah satu cara untuk mengatasi kasus malnutrisi pada anak-anak di beberapa negara Afrika.

(34)

14

Alergen Produk Laut (Seafood)

Produk laut yang sering menimbulkan reaksi alergi adalah udang, kerang, tuna, kerang, cumi-cumi dan lobster. Istilah shellfish dan seafood sering digunakan oleh awam dengan arti yang berbeda. Seafood adalah istilah umum yang mengacu pada setiap hewan laut yang dapat dimakan (edible), sedangkan

Shellfish mengacu pada hewan air yang memiliki cangkang atau kulit di luar seperti krustasea dan moluska. Udang, kepiting dan lobster termasuk kelompok krustasea. Kelompok moluska seperti siput, kerang-kerangan, gurita, cumi-cumi, tiram dan kiton. Ikan dan kerang-kerangan merupakan dua kelompok produk laut terbesar yang menjadi penyebab alergi, baik pada orang dewasa ataupun anak-anak dan sering bersifat reaktif silang dalam famili ikan. Bagi orang yang sensitif terhadap ikan, sering juga menderita alergi terhadap spesies ikan lain (Faeste dan Plassen 2008).

Prevalensi alergi ikan laut yang tinggi ditemukan pada Negara pantai seperti Jepang dan Skandinavia, dimana penduduknya pemakan ikan sangat tinggi. Reaksi alergi ikan laut ditandai dengan munculnya gejala klinik pada kulit, saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Alergi ikan laut pada saluran pernafasan terjadi melalui uap udara yang mengandung alergen dari proses memasak ikan dan muncul 2 jam setelah terhirup (ALLSA 2005;Ramirez dan Bahna 2009). Gejala alergi yang sering ditemukan adalah urtikaria, asma, muntah-muntah dan beberapa kasus syok anafilaksis. Konsumsi makanan laut (seafood) terus meningkat, peningkatan konsumsi seafood ini disertai oleh laporan meningkatnya reaksi negatif terhadap makanan laut (Woo dan Bahna 2011). Prevalensi alergi shellfish lebih tinggi dibandingkan dengan kasus alergi seafood

walaupun konsumsi ikan lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi shellfish

(Bahna 2004).

Gad c 1 merupakan protein parvalbumin yang pertama berhasil diidentifikasi dari ikan kod laut Baltik (Gadus callarias). Disamping sebagai alergen utama, parvalbumin juga bersifat reaktif silang pada satu famili seperti kerang-kerangan, arakhanid dan insek (Wild dan Lehrer 2005). Alergen Sal s 1 (Salmo salar) merupakan parvalbumin dari ikan salmon laut Atlantik dan mempunyai homologi yang tinggi (75%) dengan Gad m 1 dan dengan Gad c1 sebesar 62.3% (Das- Dores et al. 2002).

(35)

15 mg/kg ikan (EU No 1019/2013). The Food and Drug Administration (FDA, 1996) Amerika menetapkan batas aman histamin sebesar 50 ppm (5 mg/100 g) untuk tuna, mahi-mahi (dolphin fish) dan ikan lainya. Manifestasi klinik keracunan histamin hampir sama dengan gejala klinis reaksi alergi (Demoncheaux et al

2012). Kasus keracunan (outbreak) histamin terjadi pada tahun 2010 pada Angkatan Bersenjata Perancis di Dakar, Senegal. Konsentrasi histamin sebesar 4900 mg/kg terdeteksi pada tuna yang dimakan mereka. Nilai ini 50 kali lebih tinggi dari konsentrasi yang diperbolehkan oleh Regulasi Eropa (Demoncheaux et al. 2012).

Udang Jerbung (Penaeus merquiensis)

Udang jerbung (Penaeus merquiensis)atau udang putih (white shrimp atau

Banana prawn)merupakan salah satu jenis udang yang tersebar luas pada perairan Indonesia yaitu sepanjang pantai Timur Sumatera, pantai Selatan Jawa, Kalimantan dan berakhir di Laut Arafura. Udang ini merupakan jenis udang yang banyak dikonsumsi. Selain Indonesia, udang jerbung juga tersebar sepanjang laut

Indo-West Pacific:Teluk Persia, Thailand, Hong Kong, Filipina dan New Guinea. Pada masing-masing Negara, udang jerbung dikenal dengan nama yang berbeda-beda yaitu Pakistan (jiaro), Malaysia (udang kaki merah), Indonesia (udang jerbung atau udang putih), Thailand (kung chaebauy), Hongkong (pak ha) dan Australia (banana prawn, white prawn) (FAO 1980 ).

Udang merupakan produk laut yang banyak dikonsumsi karena rasa yang gurih dan kandungan protein yang tinggi. Namun sebagai konsekwensinya, prevalensi alergi udang juga meningkat yaitu mencapai sekitar 2.8% (Besler et al.

2001). Beberapa laporan menyatakan bahwa udang adalah penyebab utama alergi di antara seafood lainnya. Survei Internasional pada 15 negara menyebutkan bahwa penyebab utama alergi seafood pada orang dewasa adalah udang sebesar 2.3% dan ikan tuna 2.2% (Woods et al. 2001). Indonesia belum mempunyai data prevalensi alergi udang, hanya saja penelitian Chandra dkk. (2007) pada rumah sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) Jakarta, Bagian Penyakit Dalam memberikan informasi bahwa udang merupakan jenis makanan laut penyebab utama alergi pada anak-anak (8.8%) dan orang dewasa (24.3%). Ketiadaan data kejadian alergi udang di Indonesia maka untuk sementara waktu kasus alergi udang di Indonesia diduga cukup tinggi.

Beberapa alergen udang yang sudah diketahui dari grup arginine kinase adalah pen m 2 (40 kDa) yang diisolasi dari Tiger shrimp (P. monodon) dan Lit v 2 (40 kDa) dari White shrimp (Litopenaeus vannamei). Alergen dari kelompok tropomiosin adalah Met e, (34 kDa) dari Sand shrimp (Metapenaeusensis), Pen i 1 (34 kDa) dari Indian white shrimp (Penaeus indicus), Par f 1 (39 kDa) dari berat molekul 27-84 kDa pada fraksi sarkoplasma udang jerbung.

(36)

16

panas. Tropomiosin juga ditemukan pada tungau rumah, kecoa dan cumi-cumi (Miyazawa et al. 1999;Villalta et al. 2010) sehingga sering menimbulkan reaktivitas silang. Reaktivitas silang juga terjadi antara tungau debu rumah dengan molekul protein udang 20 kDa yang diperkirakan sebagai alergen novel (Villalta

et al. 2010). Tropomiosin juga termasuk pan-allergen yaitu alergen yang ditemukan pada beberapa sumber dengan homologi molekul yang tinggi. Tropomiosin Pen i 1 dari udang Penaeus indicus relatif tahan terhadap suasana asam saluran pencernaan simulated gastric fluid (SGF) dan simulated intestinal fluid (SIF) (Huang et al. 2010). Liu et al. (2010) menyatakan bahwaekstrak udang yang direbus menunjukkan pengikatan IgE lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak udang mentah. Hal yang senada juga ditemukan oleh Sahabudin et al. (2011) dimana protein udang black tiger (P monodon) dan king prawn (P latisulcatus) mengalami denaturasi akibat pemanasan sehingga alergenisitasnya turun, namum beberapa protein alergen dengan berat molekul 18, 20, 36, dan 150 kDa tahan terhadap panas dan terjadi peningkatan intensitas pada pita protein 18 kDa pada SDS-PAGE.

Ikan Tongkol (Thunnus albacares)

Thunnus albacares (yellowfin tuna) merupakan salah satu spesies tuna. Di Indonesia ikan ini dikenal dengan nama ikan tongkol dan termasuk kelompok ikan pelagis yang banyak dikonsumsi. Indonesia merupakan produsen ikan tuna ke tiga setelah Philipina dan Thailand dengan nilai produksi mencapai 406 200 ton pada tahun 2002. Jepang, Singapura, Korea Selatan, Filipina dan Thailand adalah negara tujuan ekspor utama ikan tongkol segar, dingin dan beku Indonesia. Amerika Serikat, Jepang, Arab Saudi, Mesir, Inggris dan Jerman merupakan negata utama pasar utama tuna kaleng (FAO Globefish 2005).

Gad c 1 merupakan alergen ikan laut pertama yang dipelajari. Alergen ini disebut juga dengan alergen M yang diisolasi dari ikan kod Gadus callarias laut Atlantik. Belakangan alergen ini diidentifikasi sebagai parvalbumin (Poulsen et al.

2001). Parvalbumin (10-13 kDa) merupakan alergen yang tahan panas dan enzim proteolitik (Untersmayr et al. 2006). Bentuk epitop linear parvalbumin distabilkan oleh interaksi dengan logam (Lopata dan Lehrer 2009). Pada tahun 1999, Yamada

et al. berhasil mengidentifikasi alergen pada yellowfin tuna dengan berat molekul 46 kDa. Pada tahun 2005, Misnan et al. menemukan alergen mayor dengan berat molekul ~50 dan 42 kDa pada ikan tuna S. commerson. Beberapa parvalbumin lain adalah Sal s l dari ikan Salmo salar, Gad m 1 dari ikan Gadus morhua, Sco j 1, Sco a1, dan Sco s 1 masing-masing dari spesies makarel Scomber japonis, S. australasicus, dan S. Scombrus (Hossny et al. 2010). Hamada et al. (2003) menyatakan bahwa kolagen dari spesies ikan Japanese eel, alfonsin, mackerel, skipjack dan bigeye tuna berikatan secara spesifik dengan IgE pasien alergi ikan dan juga bersifat cross-reactive dengan beberapa spesies ikan lain. Parvalbumin daging katak terbukti mampu berikatan dengan IgE serum pasien alergi ikan. Ini menunjukkan bahwa parvalbumin katak (ampibi) mempunyai homologi dengan parvalbumin ikan laut dan kemungkinan parvalbumin merupakan alergen baru yang bersifat reaktif silang (Hilger at al. 2004).

(37)

17 dari reaksi ringan sampai berat dan sering bertahan seumur hidup (Hossny et al. 2010). Manifestasi gejala klinik alergi ikan berupa: urtikaria, dermatitis, rinokonjunktivitis, asma, gatal pada bagian bibir, diare dan anafilaksis (Van Do et al. 2005).

Kerang Hijau (Perna viridis)

Kerang hijau atau Asian green mussels termasuk shellfish grup moluska (bertubuh lunak), bercangkang dua (bivalvia) berwarna hijau kebiruan, insang berlapis (lamellibrachiata), berkaki lapak (pelecypoda) dan tersebar luas di perairan Indonesia yaitu pada perairan pesisir, daerah mangrove dan muara sungai. Prevalensi alergi dari jenis kerang hijau tidak banyak dilaporkan, walaupun begitu tetap ada laporan alergi kerang melalui mekanisme reaktivitas silang. Leung et al. (1996) menyatakan bahwa alergen 38 kDa dari 10 spesies moluska termasuk kerang hijau bersifat IgE-binding dengan serum subjek alergi udang (krustasea). Protein ini kemudian diidentifikasi sebagai tropomiosin dan diberi nama Tod p 1. Reaksi silang tropomiosin juga diamati pada serum pasien alergi tiram.

Tropomiosin merupakan alergen utama yang ditemukan pada kelompok

seafood dari jenis krustasea. Beberapa jenis tropomiosin yang sudah diidentifikasi dari moluska adalah Cra g 1 dari tiram Pacific oyster, Hal d 1 dari abalon, Hel s 1 dari bakicot Brown garden snail, Mim n 1 dari kerang dan Per v 1 dari kerang hijau tropik tropical green mussel (Woo dan Bahna 2011). Serum penderita alergi krustasea seringkali bereaksi secara spesifik dengan alergen dari spesies kelompok moluska, seperti cumi-cumi, abalon, limpet, tiram, remis dan kerang. Kesamaan urutan asam amino alergen tropomiosin udang dengan kerang dan abalon sebesar 57% dan 61% sehingga penderita alergi udang juga harus menghindari jenis kerang-kerangan (Lopata dan Lehrer 2010).

Tropomiosin avertebrata adalah protein kaya lisin (hingga 12% dalam kerang). Lisin adalah asam amino yang mudah bereaksi dengan gula reduksi melalui reaksi Maillard selama pengolahan makanan seperti memanggang, mengukus dan menyangrai. Pemanasan kerang (bivalve) dengan gula pereduksi meningkatkan IgE-binding (Nakamura et al. 2005), sebaliknya terjadi penurunan alergenisitas cumi dengan adanya gula reduksi ribosa (Nakamura et al. 2006).

Diagnosis Penyakit Alergi

Gambar

Tabel 2 Alergen utama pada kacang kedelai
Gambar 3 Peralatan dan langkah-langkah SPT: A= reagen SPT, B= blood lancet,
Gambar 4 Diagram alir penelitian
Gambar 5 Bahan baku yang digunakan pada penelitian: (A) Kacang kedelai (B)
+7

Referensi

Dokumen terkait

A number of studies have developed methods to increase heat transfer rate either by (i) improving the effective thermal conductivity of the metal hydride materials by methods such

$EVWUDN $QDOLVLV ,PSOLNDWXU SDGD .RORP 0DQJ 8VLO GDODP 6XUDW .DEDU +DULDQ .RPSDV GDQ ,PSOLNDVLQ\D GDODP 3HPEHODMDUDQ %DKDVD ,QGRQHVLD GL 60$ 3HQHOLWLDQ LQL EHUWXMXDQ

Untuk meneliti tari Inai pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Variabel dalam penelitian ini adalah aktivitas wanita pekerja pemecah batu meliputi tempat kerja, peralatan kerja yang digunakan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjalankan peran sesuai dengan tugas yang diberikan Undang-Undang Nomor

atas Muslimah berkahwin dengan lelaki bukan Islam, sama ada dari kalangan ahli kitab.

[r]

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan