.
ABSTRACT
This study examines the effect of Performance Measurement System for the Role Clarity, Psychological Empowerment and Managerial Performance. Which is a replication of the study Hall (2004), while that which is the object of this study is a non-profit organization engaged in education, namely Colleges in Lampung. This study is an empirical test using random sampling techniques in data
collection. Data was collected using a survey on 93 helpers chairman Colleges in Lampung who becomes the object of research. Analysis of the data using the Structural Equation Model (SEM) with SmartPLS Program (Partial Least Square).
Hypothesis testing results showed that of the six hypotheses proposed, only three hypotheses accepted. Accepted hypothesis is the hypothesis 2 (there is a positive effect of the performance measurement system to the clarity of roles), hypothesis 3 (there is a positive influence between the clarity of the role of managerial
performance) and hypothesis 6 (there is a positive influence between the clarity of the role of the empowerment pisikologis). While the first hypothesis (no effect of the performance measurement system on managerial performance), hypothesis 4 (no influence between performance measurement system for empowerment pisikologis), hypothesis 5 (no effect between empowerment pisikologis on managerial performance) hypothesis is rejected.
Keywords: Performance Measurement System, Role Clarity, Pisikologis
ABSTRAK
Penelitian ini menguji pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja untuk Kejelasan Peran, Pemberdayaan Psikologis dan Kinerja Manajerial. Yang merupakan replikasi dari penelitian Hall (2004), adapun yang menjadi objek dari penelitian ini adalah organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan yaitu Perguruan Tinggi Swasta yang ada di Lampung.
Penelitian ini merupakan uji empiris yang menggunakan teknik random sampling dalam pengumpulan data. Data dikumpulkan dengan menggunakan survei 93 pembantu ketua pada Perguruan Tinggi Swasta di Lampung yang menjadi objek penelitian. Analisis data menggunakan Structural Equation Model (SEM) dengan SmartPLS Program (Partial Least Square).
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa dari enam hipotesis yang diajukan, hanya tiga hipotesis diterima. Hipotesis yang diterima adalah hipotesis 2 (ada pengaruh positif antara sistem pengukuran kinerja terhadap kejelasan peran), hipotesis 3 (ada pengaruh positif antara kejelasan peran terhadap kinerja
manajerial) dan hipotesis 6 (ada pengaruh positif antara kejelasan peran dengan pemberdayaan pisikologis). Sementara hipotesis 1 (tidak ada pengaruh antara sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja manajerial), hipotesis 4 (tidak ada pengaruh antara sistem pengukuran kinerja untuk pemberdayaan pisikologis), hipotesis 5 (tidak ada pengaruh antara pemberdayaan pisikologis terhadap kinerja manajerial) hipotesis ditolak.
PENGARUH SISTEM PENGUKURAN KINERJA TERHADAP
KINERJA MANAJERIAL MELALUI KEJELASAN PERAN
DAN PEMBERDAYAAN PSIKIKOLOGIS SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
(Studi Kasus Perguruan Tinggi Swasta di Lampung)
(Tesis)
Oleh
DWI SARTIKA
PROGRAM PASCASARJANA ILMU AKUTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
No. Lampiran Judul Lampiran Halaman
Gambar 2.1 Research Framework Hubungan Antara 14
Sistem Pengukuran Kinerja, Kejelasan Peran dan Pemberdayaan Pisikologis Terhadap Kinerja Manajerial
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRAC ... ii
SANWANCANA ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 LatarBelakang ... 1
1.2 RumusanMasalah... 5
1.3 TujuanPenelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Pendahuluan... 7
2.1.1 TelaahTeori ... 7
2.1.1.1TeoriKontijensi ... 7
2.2 KerangkaPemikiran ... 9
2.2.1 SistemPengukuranKinerja ... 9
2.2.2 KejelasanPeran ... 11
2.2.3 PemberdayaanPisikologis ... 12
2.2.4 KinerjaManajerial ... 12
2.3 PengembanganHipotesis ... 14
2.3.1 PengaruhSistemPengukuranKinerjaTerhadapKinerjaManajerial ... 14
2.3.2 PengaruhSistemPengukuranKinerjaTerhadapKejelasanPeran ... 15
2.3.3 PengaruhKejelasanPeranTerhadapKinerjaManajerial ... 16
2.3.4 PengaruhSistemPengukuranKinerjaTerhadapPemberdayaan Pisikologis ... 17
2.3.5 PengaruhPemberdayaanPisikologisTerhadapKinerjaManajerial ... 19
2.3.6 PengaruhKejelasanPeranTerhadapPemberdayaanPisikologis ... 20
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
3.1 JenisdanSumber Data ... 22
3.2 SampelPenelitian ... 22
3.3 PengukuranVariabel ... 24
3.3.1 SitemPengukuranKinerja ... 24
3.3.2 KejelasanPeran ... 25
3.3.3 PemberdayaanPisikologis ... 25
3.3.4 KinerjaManajerial ... 26
3.4 Analisis Data ... 26
3.4.1 Pengukuran Model ... 28
3.5 PengujianHipotesis ... 28
3.6 UjiJalur ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 StatistikDeskriptif ... 29
4.1.1 DeskriptifResponden ... 29
4.2 Analisis Data ... 31
4.2.1 UjiReabilitasdanValiditas ... 31
4.3 Pengukuran Model ... 33
4.3.1 Struktur Model ... 33
4.3.2 AnalisisFaktor ... 34
4.3.3 R Square ... 35
4.4 PengujianHipotesis ... 36
4.4.1 Hipotesis 1 ... 37
4.4.2 Hipotesis 2 ... 37
4.4.3 Hipotesis 3 ... 37
4.4.4 Hipotesis 4 ... 37
4.4.5 Hipotesis 5 ... 38
4.5 Pembahasan ... 38
4.5.1 Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap Kinerja Manajerial ... 38
4.5.2 Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap Kejelasan Peran ... 39
4.5.3 Pengaruh Kejelasan Peran Terhadap Kinerja Manajerial ... 40
4.5.4 Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap Pemberdayaan Pisikologis ... 41
4.5.5 Pengaruh Pemberdayaan Pisikologis Terhadap Kinerja Manajerial ... 43
4.5.6 Pengaruh Kejelasan Peran Terhadap Pemberdayaan Pisikologis .... 43
4.6 UjiJalur ... 44
4.7 Analisis Pengaruh Tidak Langsung Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap Kinerja Manajerial Melalui Kejelasan Peran dan Pemberdayaan Pisikologis Sebagai Variabel Intervening ... 45
Bab V SIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ……….…….…47
5.2 Keterbatasan Penelitian ……….…………..49
5.3 Saran ………49
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL ……….v
DAFTAR LAMPIRAN ………vi
DAFTAR GAMBAR ………vii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Tabel Review Penelitian Terdahulu ... 23
3.1 Tabel Sampel dan Responden ... 25
4.1 Tabel Variabel Penelitian ... 30
4.2 Tabel Demografi Responden ... 32
4.3 Tabel Reliabilitas dan Validitas ... 34
4.4 Tabel Nilai Validitas Indikator Terhadap Variabel... 36
4.5 Tabel R Square (R2) ... 37
MOTO
Sayabukanlahmanusia yang terbaik,
namunsayaakanselaluberusahamenjadimanusia yang
baikdalammenjalanikehidupan di duniainidenganridhokeduaorangtuadanAlloh
RIWAYAT HIDUP
Penulislahir di Tanjungkarang, 06 Desember 1981, merupakan putri kedua dari
dua bersaudara pasangan bapak H. Drs. Damin Sudjoko dan ibuHj. Dra.Yusro.
Pendidikan Dasa rdiselesaikan pada tahun 1993 di SD Taman siswaTeluk betung,
kemudian melanjutkan Pendidikan Menengah Pertama lulus padatahun 1996 di
SMP Taman siswa Teluk betung, dan melanjutkan PendidikanMenengahAtas
lulus pada tahun 1999 di SMA.N.8 Bandar Lampung. Penulis melanjutkan
pendidikan ke Fakultas Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lampung
(STIE-A2L) Jurusan Akuntansi diselesaikan pada tahun 2003.
Penulis menjadi tenaga pengajar pada Perguruan Tinggi Dian Cipta Cendikia
Lampung – STMIK DCC Kotabumi, terhitungsejaktahun 2010 sampai dengan
sekarang.Sebelumnya penulis pernah menjadi announcer di beberapa radio swasta Bandar Lampung (Mix Female Radio FM dan MQ FM Bandar Lampung)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pengukuran kinerja diharapkan dapat memberikan dapat memberikan
informasi yang sesuai dalam pengambilan keputusan bagi manajer dan kinerja
organisasi meningkat. Pada awalnya pengukuran kinerja organisasi perusahaan
lebih ditekankan pada pengukuran kinerja keuangan namun seiring perkembangan
dan perubahan yang semakin pesat pengukuran kinerja non-keuangan mulai
diterapkan. Menurut Kaplan dan Norton (1996) pengukuran kinerja non-keuangan
bisa digunakan untuk melengkapi pengukuran kinerja keuangan jangka pendek
sebagai indikator kinerja jangka panjang. Sedangkan Anthony dan Govindarajan
(2004) berpendapat bahwa pengendalian manajemen merupakan proses dimana
para manajer mempengaruhi anggota organisasi lainnya untuk
mengimplementaikan trategi organisasi, sedangkan proses pengendalian
manajemen merupakan perilaku yang terwujud dalam interaksi antara para
manajer, dan antara manajer dengan bawahannya. Sistem pengukuran kinerja
diharapkan dapat membantu para manajer untuk memahami dan menyadari
kontribusi mereka dalam pencapaian tujuan organisasi dan juga mengelola dan
meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi.
Kim dan Hamer (1976) mengungkapkan sistem pengukuran kinerja adalah
frekuensi pengukuran kinerja pada manajer dalam unit organisasi yang dipimpin
2
kinerja (SPK) menyediakan informasi yang relevan dengan pengambilan
keputusan. Informasi yang relevan diperoleh dari alat ukur kinerja yang mencakup
aspek keuangan dan non keuangan. Penyatuan alat ukur yang meliputi rantai nilai
sebuah organisasi diyakini dapat membantu manajer untuk memahami hubungan
lintas fungsional yang mengarahkan pada pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan yang lebih baik dan tepat (Bardhan et al, 2010; Kihn et al 2010).
Menurut beberapa literatur tujuan utama manajer adalah menjadikan organisasi
efektif (Gibson et al, 1994; Poster dan Smith serta Drucker dalam Stoner dan
Wankel, 1998). Efektif artinya manajer menjalankan pekerjaan yang benar,
sehingga tujuan organisasi tercapai. Untuk mencapai efektifitas organisasi,
kegiatan/ fungsi manajer mengarah pada perencanaan, pengorganisaian,
memimpin dan pengendalian. Dalam mengevaluasi kinerja manajerial kegiatan/
fungsi manajemen tersebut diperinci oleh Mahoney et al (1963) sehingga meliputi
perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan
staff, negosiasi dan perwakilan. Seberapa jauh sebuah organisasi mencapai tujuan
tergantung pada kinerja manajernya, artinya bagaimana ia menjalankan kegiatan/
fungsinya, hal ini tentunya menandakan bahwa kemampuan seorang manajer
sangat menentukan terhadap kinerja suatu organisasi. Untuk mengukur kinrtja
manajer Hall (2004) mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja menyediakan
informasi kinerja yang meningkatkan pemberdayaan pisikologi manajer dan
manajer mengklarifikasi peran harapan yang pada gilirannya meningkatkan
3
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Hall (2004) yang menemukan
bukti bahwa system pengukuran kinerja berhubungan tidak langsung dengan
kinerja manajerial melalui kejelasan perandan pemberdayaan pisikologi manajer.
Hasil penelitianini di dukung penelitian Rahman (2007) yang mengatakan bahwa
konstruk kejelasan peran dan pemberdayaan pisikologis memediasi hubungan
antara sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja manajerial. Karena untuk
mengukur kinerja manajerial dengan sistem pengukuran kinerja melalui perantara
kejalasan peran dan pemberdayaan pisikologis, sehingga sistem pengukuran
kinerja tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel
dependen ( Sugiyono, 2013:39), maka penelitian ini menggunakan variabel
intervening yaitu kejelasan peran dan pemberdayaan pisikologi yang menjadi perantara atau mediasi sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja manajerial.
Sistem akuntansi manajemen dapat membentuk perilaku peran normative dengan
memberitahukan kepada individu tentang apa yang mereka harapkan dari
kejelasan peran yang mereka rasakan (Collins 1982). Pendapat ini di dukung oleh
Ilgen et al, (1979 dalam Hall 2004) yang menyatakan bahwa informasi kinerja
dari sistem akuntansi manajemen dapat berpengaruh secara langsung terhadap
kinerja, yaitu dengan cara memberikan kejelasan tujuan dan perilaku yang
mengacu pada peranan individu ditempat mereka bekerja.
Peningkatan kejelasan peran terhadap sistem pengukuran kinerja dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu dengan menjelaskan harapan akan peran tersebut,
4
menjelaskan harapan suatu peranan dengan memberikan informasi strategi dan
operasional sebuah perusahaan yang komperhensif (Hall, 2004). Kinerja
manajerial dapat menjelaskan perilaku yang tepat dengan menyediakan informasi
kinerja yang komperhensif yang dapat meningkatkan pemahaman seorang
Manajerakan pemicu suatu kinerja, dampak dari suatu tindakan atas rantai nilai,
dan hubungan antara bagian yang berbeda dalam operasional perusahaan.
Sementara penelitian sebelumnya yang terkait dengan pemberdayaan pisikologis
terhadap sistem pengukuran kinerja, memperlihatkan adanya hubungan positif
antara informasi kinerja dan pemberdayaan pisikologis secara keseluruhan
(Spreitzer, 1997; Randolph, 1995).PenelitianSpreitzer (1997) menemukan bukti
empiris bahwa akses informasi kinerja berhubungan positif dengan pemberdayaan
pisikologis. Penelitian tersebut didukung oleh Rondolph (1995) yang menyatakan
bahwa penyediaan informasi kinerja yang strategis dapat membantu
mengembangkan pemberdayaan pegawainya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh sistem pengukuran kinerja
terhadap kinerja manajerial melalui kejelasan peran dan pemberdayaan pisikologis
pada organisasi nirlaba karena organisasi nirlaba saat ini juga sudah banyak
memberikan kontribusi pada kegiatan perekonomian, salah satunya adalah sector
pendidikan. Dengan semakin banyaknya perguruan tinggi swasta yang berdiri
dengan memberikan tawaran pelayanan dan biaya pendidikan yang bersaing tentu
sangat membutuhkan sumberdaya manusia yang dapat menunjang keberhasilan
5
kredibilitas di masyarakat. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari peran
orang-orang yang secara struktural bertanggung jawab dalam kegiatan operasional
perguruan tinggi, yang bertanggung jawab dalam kegiatan oprasional yang setara
dengan manajer pada perusahaan bisnis adalah pembantu ketua yang bisa
membuat keputusan dengan pihak lainnya. Alasan peneliti mengambil perguruan
tinggi swasta sebagai objek penelitian dikarenakan perkembangan dunia
pendidikan saat ini semakin pesat bersaing untuk memberikan pelayanan yang
terbaik terhadap steakholder dan pelanggan yaitu calon mahasiswa dan
mahasiswa, untuk itu perguruan tinggi juga harus dapat mengukur kinerja
organisasi agar pelayanan yang diberikan dapat memuaskan sekaligus sebagai
bentuk evaluasi kinerja melalui sistem pengukuran kinerja dalam pengambilan
keputusan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
1.2 RumusanMasalah
Penelitian tentang pengaruh system pengukuran kinerja, kejelasan peran dan
pemberdayaan pisikologis terhadap kinerja manajerial merupakan penelitian
pisikologi social dan perilaku organisasi dalam konteks akuntansi yang menjadi
bagian dari akuntansi manajemen dan akuntansi keprilakuan.
Dari latar belakang yang telah dikemukakan penulis menarik kesimpulan bahwa
rumusan masalah dalam penelitian inia dalah :
1. Apakah sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja
6
2. Apakah sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja
manajerial melalui kejelasan peran dan pemberdayaan psikologis sebagai
variabel intervening?
1.3 TujuanPenelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisa apakah sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif
terhadap kinerja manajerial ?
2. Untuk menganalisa apakah sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif
terhadap kinerja manajerial melalui kejelasan peran dan pemberdayaan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Pada bab ini penulis mencoba mengungkapkan teori yang berkaitan dengan
kerangka pemikiran dan hipotesis, tinjauan pustaka sebagai acuan untuk
menjawab tujuan penelitian serta merumuskan hipotesis. Pada bagian berikutnya
penulis ingin menjelaskan kerangka pemikiran atas tujuan penelitian ini.
2.1.1 Telaah Teori
2.1.1.1 Teori Kontijensi
Pendekatan teori kontijensi mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal pengendalian
organisasi dibawah kondisi operasi yang berbeda dan mencoba untuk menjelaskan
bagaimana prosedur operasi pengendalian organisasi tersebut. Pendekatan
akuntansi pada akuntansi manajemen didasarkan pada premis bahwa tiadak ada
sistem akuntansi secara universal selalu tepat untuk dapat diterapkan pada setiap
organisasi, tetapi hal ini tergantung pada faktor kondisi atau situasi yang ada
dalam organisasi.
Menurut Otley (1980) para peneliti telah menerapkan pendekatan kontijensi guna
menganalisis dan mendesain sistem kontrol, khususnya dibidang sistem akuntansi
manajemen. Beberapa penelitian dalam bidang akuntansi manajemen melakukan
pengujian untuk melihat hubungan variabel-vaariabel kontekstual seperti
8
organisasional, ketidakpastian strategi dengan desain sistem akuntansi
manajeman.
Pendekatan kontijensi menarik minat para peneliti karena mereka ingin
mengetahui apakah tingkat keandalan suatu sistem akuntansi manajemen akan
selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak. Berdasarkan teori
kontijensi maka terdapat faktor situasional lain yang mungkin akan saling
berinteraksi dalam suatu kondisi tertentu. Diawali dari pendekatan kontijensi ini
maka muncul lagi kemungkinan bahwa desentralisasi juga akan menyebabkan
perbedaan kebutuhan informasi akuntansi manajeman.
Riyanto (1997) menyebutkan dengan desain akuntansi manajemen, pendekatan
strategic uncertainly cukup menarik untuk diteliti dalam menguji keandalan sistem akuntansi manajemen berpengaruh tidaknya pada setiap kondisi yang
didasarkan pada variabel penentu lainnya saling berinteraksi dengan kondisi yang
dihadapi. Hirts (1981) mengatakan bahwa perkembngan suatu organisasi
dipengaruhi oleh perbedaan fitur lingkungan. Lebih jauh hipotesisnya
menyebutkan bahwa kesuksesan suatu organisasi tergntung pada ketidakpastian,
faktor internal, umpan balik dengan organisasi lainnya, interaksi eksternal.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hubungan antara teori kontijensi dengan
sistem pengendalian manajemen, dalam hal ini adalah sistem pengukuran kinerja
yang merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen. Teori kontijensi
dapat digunakan untuk menganalisa desain dan sistem akuntansi manajemen
9
macam tujuan (Otley, 1995) dan untuk menghadapi persaingan (Mia dan Clarke,
1999). Menurut Otley (1995) sistem pengendalian dipengaruhi oleh konteks
dimana mereka beroperasi dan perlu diseuaikan dengan kebutuhan dan keadaan
organisasi. Premis dari teori kontijensi adalah tidak terdapat sistem pengendalian
yang secara universal selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh organisasi
dalam setiap keadaan. Suatu sistem pengendalian akan berbeda-beda di tiap-tiap
organisasi yang berdasarkan pada faktor organisator dan faktor situasional.
Para peneliti dibidang akuntansi menggunakan teori kontijensi saat mereka
menelaah hubungan antara faktor organisator dan pembentukan sistem
pengendalian manajemen. Berdasarkan pada teori kontijensi, maka sistem
pengukuran kinerja perlu digeneralisasi dengan mempertimbangkan faktor
organisator dan situasional agar dapat diterapkan secara efektif pada perusahaan.
2.2 Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, penulis ingin menjelaskan kerangka
pemikiran yang terdiri dari lima sub bagian yaitu sistem pengukuran kinerja,
kejelasan peran, pemberdayaan pisikologis dan kinerja manajerial.
2.2.1 Sistem Pengukuran Kinerja
Menurut Khoirina (2013) pada awalnya pengukuran kinerja diungkapkan dengan
Reliance on Accounting Performance Measure (RAPM), namun sesuai
perkembangan zaman penggunaan informasi akuntansi tidak dapat memberikan
informasi yang lebih luas atas strategi organisasi. Berbagai penelitian dari banyak
10
pengukuran kinerja berdasarkan informasi akuntansi. Contoh sistem pengukuran
kinerja yang paling sering digunakan adalah balanced scorecards.
Kim dan Larry (1998) mengungkapkan sistem pengukuran kinerja merupakan
frekuensi pengukuran kinerja pada manajer dalam unit organisasi yang dipimpin
mengenai kualitas dalam aktivitas operasional perusahaan. Pengukuran kinerja
perlu ditentukan apakah yang menjadi tujuan penilaian tersebut, apakah
pengukuran kinerja tersebut untuk menilai hasil kerja (performance outcomes) ataukah menilai perilaku personal (personality).
Menurut Han et al (1998) sistem pengukuran kinerja merupakan frekuensi
pengukuran kinerja pada manajer dalam unit organisasi yang dipimpin mengenai
kualitas dalam aktivitas operasional perusahaan. Anthony dan Govindarajan
dalam buku Management Control System (2007:460) mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja merupakan mekanisme yang meningkatkan kemungkinan
berhasilnya perusahaan dalam menerapkan strateginya.
Bititci (1994) mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja dan produktivitas
mendapatkan perhatian yang sangat signifikan baik bagi akademik maupun
perusahaan. Banyak kemajuan yang telah dilakukan dalam pengembangan sistem
pengukuan kinerja yang bertujuan untuk menyeimbangkan pengukuran yang
berorientasi pada aspek keuangan. Tangen (2003) menjelaskan bahwa tujuan
utama sistem pengukuran kinerja adalah menekankan manajemen agar lebih
proaktif daripada bersikap reaktif. Namun banyakkemajuan yang terjadi beberapa
tahun terakhir dalam pengukuran kinerja, tetap saja masih banyak perusahaan
11
semua maslah pengukuran kinerja telah dipecahkan, tentunya pengukuran
profitabilitas cukup mengagumkan. Sejak banyak strategi bisnis dan kesempatan
melibatkan kelangkaan dalam keuntungan jangka panjang (Ross et al, 1994; Neely
et al 1995) menggambarkan pengukuran kinerja sebagai proses tindakan, dimana
pengukuran adalah proses dari nilai suatu kegiatan yang berkolerasi dengan
kinerja.
Jackson dan Schuler (1985) dan Tubre dan Collins (2000) menemukan bukti
bahwa pemahaman yang tinggi terhadap tujuan suatu pekerjan, dapat
memeberikan informasi yang relevan terhadap pekerjaan dan motivasi untuk
meningkatkan kinerja suatu pekerjaan. Selain itu sistem pengukuran kinerja dapat
mengkomunikasikan prioritas organisasional dan informasi kinerja untuk setiap
individu yang bisa membantu meningkatkan pemahaman manajer akan peran
kerja mereka (Simon 2000).
2.2.2 Kejelasan Peran
Sawyer (1992) mendefinisikan kejelasan peran dengan dua aspek yaitu: Goal Clarity dan Process Clarity. Goal Clarity adalah seberapa besar hasil, tujuan dan sasaran suatu pekerjaan dinyatakan secara jelas. Sedangkan Process Clarity adalah seberapa besar individu tahu mengenai bagaimana untuk melaksanakan
pekerjaannya. Kejelasan tujuan mengacu pada tujuan akhir dimana tujuan
pekerjaan tersebut dijelaskan dengan teliti dan didefinisikan dengan baik,
sedangkan kejelasan proses adalah keyakinan individu terhadap hasil kinerjanya.
12
perilaku yang berkaitan dengan perannya (Binnewies et al, 2008; Kahn etal,1964
dalam Hall 2008).
2.2.3 Pemberdayaan Pisikologis
Pemberdayaan pisikologis adalah konstruk kognitif yang mengacu pada motivasi
intrinsik tiap individu (Thomas dan Velthouse, 1990). Spreitzer (1995; 1996)
mendefinisikan konstruk pemberdayaan pisikologis dengan empat kognisi yaitu:
1. Tujuan diri meningkatkan kepercayaan seseorang dan keperdulian mereka
tentang tujuan dari sebuah proses. Kebermaknaan ditentukan dari idealnya
seseorang dan standar kebutuhannya.
2. Kopetensi diri yang mengarahkan pada efektifitas tertentu untuk melakukan
suatu pekerjaan dan dasar kepercayaan seseorang terhadap pengetahuan dan
kemampuan untuk menyajikan seluruh aktifitasnya sampai berhasil.
3. Penentuan sikap yang sejauhmana tingkat kepekaan dan respon seseorang
dalam melakukan pekerjaan, memiliki kemampuan memilih, memulai dan
mengatur suatu tindakan.
4. Dampak sebagai pengalaman yang menjadi pengaruh pada strategi, hasil
administrasi, atau operasi ditempat kerja untuk membuat sebuah perbedaan.
2.2.4 Kinerja Mnajerial
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan memenuhi tanggung
jawab sosialnya, sebagian besar tergantung pada manajer. Apabila manajer
mampu melakukan tugas-tugasnya dengan baik, maka organisasi akan mampu
13
melakukan perannya dalam mengerjakan tugas-tugas yang merupakan isu utama
yang banyak diperdebatkan dalam penelitian akhir-akhir ini.
Penelitian ini mendefinisikan kinerja manajerial sebagai kecakapan manajer
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan manajerial antara perencanaan,
investigasi, koordinasi, supervise, pengaturan staff, negoisasi dan representasi
(Mahoney et al, 1963 dalam Hall, 2004). Sistem pengukuran kinerja diharapkan
akan mempengaruhi hasil kerja dari manajer yang dalam hal ini adalah kinerja
manajerial. Seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu
menghasilkan suatu kinerja manajerial yang tinggi.
Sebelum menguraikan hipotesis penulis ingin menyajikan research framework atas penelitian ini. Sistem pengukuran kinerja mempengaruhi kinerja seorang
manajer melalui kejelasan peran dan pemberdayaan pisikologis. Informasi
tersebut dapat meningkatkan motivasi manajer untuk mencapai tujuan organisasi
yang pada akhirnya dapat mempengaruhi system pengukuran kinerja untuk
meningkatkan kinerja manajerial.
H4 H5
PemberdayaanPisikolo gis
KinerjaManajerial SistemPengukuraanKin
14
H6
H1
H2 H3
Gambar1.1 : Research framework hubunganantarasistempengukurankinerja, kejelasanperandanpemberdayaanpisikologisterhadapkinerjamanajeri al (Rahman 2007)
2.3 Pengembanga Hipotesis
2.3.1 pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap Kinerja manajerial
Sistem Pengukuran kinerja Juga Menyediakan informasi yang relefan dengan
pengambilan keputusan. Informasi yang relefan di peroleh dari alat ukur kinerja
yang mencakup aspek keuangan dan non keuangan. Penyatuan alat ukura yang
meliputi rantai nilai sebuah organisasi diyakini dapat membantu manajer untuk
memahami hubungan lintas fungsional yang mengarahkan pada pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan yang lebih baik dan tepat (Banker et al,
2002). Dengan cara ini sistem pengukuran kinerja dapat memandu proses
pengambilan keputusan dan membantu mengevaluasi keputusan di masa lalu
(marlina dan selto 2001 ).
Kren (1992) menyatakan bahwa informasi yang berkaitan dengan pekerjaan dapat
meningkatkan kinerja karna informasi kinerja memberikan para manajer prediksi
yang lebih akurat tentang keadaan lingkungan, sehingga menghasilkan sebuah
15
efektif dan efisien. Kren(1992) menemukan hubungan positif antara informasi
yang berkaitan dengan pekerjaan dan kinerja manajerial. Ia menyatakan bahwa
informasi kinerja yang komperhensif dari sistem pengukuran kinerja akan
memberikan informasi yang lebih spesifik dan relevan untuk proses pengambilan
keputusan, sehingga meningkatkan kinerjamanajerial. Berdasarkan penjelasan
diatas, maka diusulkan hipotesis berikut:
H1 : Sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial
2.3.2 Pengaruh sistem pengukuran kinerja terhadap kejelasan peran
Sistem akuntansi manajemen dapat membentuk prilaku peran normatif dengan
memberitahukan kepada individu tentang apa yang mereka harapkan dari
kejelasan peran yang mereka rasakan (Collins, 1982). Pendapat ini di dukung oleh
Ilgen et al, (1979 dalam Hall,2004) yang menyatakan bahwa informasi kinerja
dari sistem akuntansi manajemen dapat berpengaruh secara langsung terhadap
kinerja, yaitu dengan cara memberikan kejelasan tujuan (Goal Clarity) dan prilaku
yang mengacu pada peran individu di tempat mereka bekerja.
Sistem pengukuran kinerja dapat memberikan gambaran tentang prefensi atau
kesukaan, nilai dan jenis peluang yang dapat di manfaatkan oleh individu dalam
menyelesaikan pekerjaan. Hal ini dapat diraih dengan memfokuskan secara
sistematis pada informasi yang bermanfaat dan mengabaikan informasi yang tidak
relevan. Informasi yang tidak relevan adalah informasi yang tidak ada
16
Setiap alat pengukuran kinerja mampu menjelaskan bentuk prioritas yang
berbeda, memungkinkan setiap pegawai untuk memasuki arah dan tujuan strategi
dan mewujudkan strategi tersebut kemudian mengkomunikasikan arah dan tujuan
bisnis mereka (Simons, 2000).
Informasi tentang kinerja adalah kunci awal dari kejelasan peran, Lawler (1992)
berargumen bahwa informasi tentang misi suatu organisasi dan kinerja di
butuhkan untuk individu yang mengetahui bagaimana harus bertindak. Bowen dan
Lawler (1992) berpendapat bahwa akses menuju informasi tentang organisasi
yang memungkinkan seorang individu untuk melihat gambaran yang lebih besar
dan mengembangkan kerangka alternativ atas pemahaman peran mereka dalam
perusahaan.
Sistem pengukuran kinerja dalam kaitannya terhadap peningkatan kejelasan peran
individu dilakukan dengan cara, yaitu dengan menjelaskan akan peranan tersebut,
menjelaskan perilaku yang tepat untuk memenuhi harapan tersebut, dan dapat
menjelaskan harapan suatu peranan dengan memberikan informasi strategi dan
operasional sebuah perusahaan yang komprehensif (Hall,2004). Sistem
pengukuran kinerja dapat menjelaskan prilaku yang tepat dengan menyediakan
informasi kinerja yang komprehensif yang dapat meningkatkan pemahaman
seseorang menejer akan pemicu suatu kinerja, dampak suatu tindakan atas rantai
nilai, dan hubungan antara bagian yang berbeda dalam operasional perusahaan.
Banker et al, (2004) menjelaskan bahwa integrasi atau penyatuan dari pengukuran
17
fungsional dalam perusahaan. Sistem pengukuran kinerja diharapkan mampu
menyediakan informasi-informasi yang dibutuhkan manajer, meningkatkan
pemahaman manajer akan peranan kerja mereka akan meningkatkan kejelasan
peran manajer. Hal ini dapat membentuk hipotesis kedua sebagai berikut :
H2 : Sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif terhadap kejelasan peran
2.3.3 Pengaruh kejelasan peran terhadap kinerja manajerial
Teori motivasional dan teori kognitif menjelaskan bahwa kejelasan peran akan
meningkatkan kinerja manajerial. Dari prespektif kognitif, maka seorang individu
memerlukan informasi yang cukup untuk melakukan pekerjaan dengan efektif.
Kurangnya informasi yang cukup untuk melakukan pekerjaannya dan prilaku
kerja dapat mengakibatkan usaha yang tidak efisien, pengaruh tugas yang salah
atau tidak efisien, sehingga akan mengurangi kinerja suatu perusahaan (Jackson
dan Schuler, 1985; Tubre dan Collins,2000).
Dari sudut perspektif motivasional, seorang individu memerlukan dorongan cukup
untuk mengerjakan sebuah tugas secara efektif. Kejelasan peran dapat
memperkuat harapan dari usaha suatu kinerja, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan motivasi dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja akan suatu
pekerjaan (Jackson dan schuler, 1985; tubre dan Collins,2000).penelitian empiris
mengindikasikan bahwa ambiguitas akan ketidak jelasan peran akan menurunkan
kinerja suatu pekerjaan (Jackson dan schuler, 1985; Abramis,1994; tubre dan
Collins,2000). Dalam hal ini hipotesis yang ketiga diajukan sebagai berikut :
18
2.3.4 Pengaruh sistem pengukuran kinerja terhadap pemberdayaan
pisikologis
Collins (1982) mengatakan bahwa system pengukuran kinerja dapat digunakan
untuk memotivasi seseorang individu untuk lebih giat bekerja. Secara khusus
informasi kinerja diyakini dapat memotivasi manajer dengan memberikan umpan
balik terhadap prilaku kerja mereka (Ilgen et al,1979 dalam Hall 2004; Collins,
1982; Luckett dan Eggleton, 1991). Teori umpan balik menyatakan bahwa
informasi kinerja dapat meningkatkan motivasi manajer dengan memberikan
informasi tentang target kinerja (Ilgen et al, 1979 dalam hall,2004).
Individu lebih berarti (meaning) karena informasi yang komperhensif tentang sebuah strategi dan kinerja dapat membantu seseorang untuk menyadari kemana
organisasi akan melangkah dan bagaimana peran mereka agar sesuai dengan
skope yang lebih luas dari organisasi. Conger dan Konungo (1998) mengatakan
bahwa informasi tentang kinerja akan memperkuat persepsi seorang individu
dalam memahami suatu tujuan (Self determination).
Gist dan Mitchell (1992) menyatakan bahwa persepsi kompetensi (Competence)
di perkuat dengan penyedia informasi yang dapat meningkatkan pemahaman
seorang individu atas sebuah tugas, kompleksitas tugas tersebut dan lingkungan
tugas. Informasi kinerja secara fundamental berguna sebagai alat untuk
memperkuat kompetensi (Ilgen et al, 1979 dalam Hall, 2004 ; lawler,1992;
Spreitzer, 1995). Thomas et al, (1993) menyatakan bahwa manajer yang
menggunakan informasi kinerja akan memiliki control yang lebih besar atas
19
mereka mempunyai pengaruh yang besar terhadap perusahaan tempat mereka
bekerja.
Sistem pengukuran kinerja juga dapat memperkuat pengetahuan seorang manajer
akan strategi dan prioritas sebuah organisasi sehingga dapat meningkatkan
kemampuan mereka untuk mempengaruhi dan bertindak sesuai prioritas
perusahaan. Tanpa informasi kinerja yang kompehensif, manajer cenderung tidak
memahami sepenuhnya operasional dari sebuah unit kerja atau organisasi secara
keseluruhan. Hal ini menciptakan perasaan tidak mampu memberikan pengaruh
pada wilayah pekerjaan mereka.
Penelitian sebelumnya menunjukan adanya hubungan positif antara informasi
kinerja dan pemberdayaan pisikologis secara keseluruhan (Spreitzer, 1997;
Randolph, 1995). Peneliti Spreitzer, (1997) menemukan bukti empiris bahwa
akses informasi kinerja berhubungan positif dengan pemberdayaan pisikologis.
Penelitian tersebut di dukung oleh Randolph, (1995) yang menyatakan bahwa
penyediaan informasi kinerja yang strategis dapat membantu mengembangkan
pemberdayaan pegawainya.
Ringkasnya, Sistem pengukuran kinerja diharapkan dapat memberikan pengaruh
positif pada persepsi manajer atas pemberdayaan pisikologis yang akan
membentuk hipotesis keempat sebagai berikut;
H4 : Sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif terhadap pemberdayaan
pisikologis.
20
Seorang individu yang diberdayakan seharusnya bekerja dengan lebih baik
dibandingkan individu yang kurang diberdayakan (Liden et al, 2000). Thomas dan
Velthouse (1990) menyatakan bahwa persepsi pemberdayaan berhubungan
langsung dengan cakupan faktor-faktor prilaku, meliputi aktivitas, konsentrasi,
langkah inisiatif,fleksibelitas, yang akan meningkatkan kinerja individu. Spreitzer,
(1995) menjelaskan bahwa pemberdayaan pisikologis memiliki potensi besar
dalam memberikan kontribusi atas kinerja manajerial karena proses kerja seorang
manajer tidak bias distrukturisasi secara lengkap dengan aturan dan prosedur.
Lebih lanjut menurut Hackman dan Oldham (1980) bahwa motivasi intrinsik yang
tinggi dapat meningkatkan efektivitas kerja individu.
Menurut Sherman dan Tymon (1997 dalam Hall, 2004) individu akan bekerja
lebih baik jika mereka memiliki motivasi intrinsik. Pemberdayaan pisikologis
yang tinggi dari individu akan memberikan motivasi yang tinggi sehingga
berdampak kepada kinerja perusahaan yang mereka tangani, selain itu akan timbul
perasaan positif terhadap pekerjaan tersebut. Ada empat elemen pemberdayaan
yang meningkatkan motivasi intrinsic dalam bekerja, yaitu keberadaan
kesempatan untuk memilih, pengakuan kompetensi, kebermaknaan dan kemajuan
dalam bekerja.
Penelitian terkini yang menguji hubungan antara pemberdayaan pisikologis secara
keseluruah dan kinerja sebuah pekerjaan memperoleh bukti empiris bahwa tingkat
pemberdayaan pisikologis yang lebih tinggi akan meningkatkan kinerja sebuah
21
untuk menguji pengaruh pemberdayaan pisikologis terhadap kinerja manajerial
adalah sebagai berikut:
H5 : Pemberdayaan pisikologis berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial
2.3.6 Pengaruh Pejelasan Peran terhadap Pemberdayaan Psikologis
Kejelasan peran dianggap sebagai titik awal dari pemberdayaan psikologis dari
individu. Individu yang tidak memiliki tanggung jawab yang jelas dan tidak tahu
bagaimana untuk mencapai hal tersebut, maka mereka cenderung tidak
mempercayai bahwa mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan dan
kemampuan untuk mengerjakan sebuah tugas dengan layak atau merasa kurang
diberdayakan (Hall, 2004) Spreitzer (1996) menyatakan bahwa untuk
menciptakan tujuan yang jelas, maka tugas dan lini tanggung jawab harus dapat
meningkatkan pemberdayaan psikologis dalam lingkungan kerja mereka.
Hasil penelitian dari Conger dan Kanugo, 1988 membuktikan bahwa batasan yang
jelas dari tanggung jawab dan wewenang berhubungan positif denga persepsi
kepercayaan diri dari individu. Persyaratan tugas yang jelas dan rendahnya
ketidak pastian juga berkaitan erat dengan perasaan individu terhadap kopetensi
diri (Gist dan Mitchell, 1992). Keterampilan dan kompetensi individu akan
bermanfaat jika individu memiliki kejelasan tujuan kerja dan memahami peruses
yang di tempuh untuk mencapai tujuan tersebut.
Kejelasan peran juga akan menciptakan perasaan mampu mengambil keputusan
sendiri dan mengambil tindakan untuk melakukan tugas tersebut sehingga seorang
22
1997). Rendahnya kejelasan peran berkaitan dengan individu yang merasa kurang
diberdayakan akan mengurangi persepsi pengaruh (impact) dalam lingkungan kerja mereka (Spreitzer et al, 1997). Sebaliknya, individu yang memahami
peranan kerja mereka cenderung untuk mengambil tindakan dan keputusan yang
dapat mempengaruhi hasil akhir dalam lingkungan kerja mereka (Sawyer, 1992 ).
Penelitian terdahulu memperoleh bukti bahwa tingkat ambiguitas atau ketidak
jelasan peran yang tinggi berhubungan dengan tingkat pemberdayaan psikologi
yang rendah ( Linden et al, 2000). Hal ini membentuk hipotesis keenam sebagai
berikut:
H6 : Kejelasan peran berpengaruh positif terhadap pemberdayaan pisikologis.
2.4Penelitian Terdahulu
Dalam table 2.1 penulis merangkum beberapa penulisan penelitian terdahulu yang
23
Table 2.1 Review Penelitian Terdahulu
No Peneliti Sampel Judul/
Variable Alat analisis Hasil Penelitian
1 Methew survey dari 83 manajer unit system on role clarity,
Hasil menunjukan bahwa kelengkapan
psikologisn manajer dan manajer
mengklarifikasika peran harapan, yang pada gilirannya meningkatkan
Data dari sampel 82 manbajer psikologi dan kinerja
manajerial
Diuji dengan menggunakan regresi partial kuadrat (PLS) dan SPSS
Hasil penelitian membuktikan bahwa konstruk kejelasn peran dan pemberdayaan psikologis memediasi hubungan antara system pengukuran kinerja terhadap kinerja
manajerial penelitian ini mendukung penelitian
Data dari sampel 77 manajer
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang bersumber dari objek yang
diamati dan diteliti langsung dengan mengadakan pengumpulan data melalui
penyebaran kuesioner kepada para sampel yang ditentukan. Data penelitian yang
tertuang dalam bentuk pernyataan dikumpulkan melalui data diri dari subjeknya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
melalui kuesioner. Kuesioner yang disebarkan kepada 148 pembantu ketua di
Perguruan Tinggi Swasta yang ada di wilayah Lampung.
3.2 Sampel Penelitian
Sampel dari penelitian ini adalah organisasi nirlaba khususnya perguruan tinggi
swasta yang ada di Lampung, responden yang dijadikan sampel dalam penelitian
ini adalah pembantu ketua atau setara manajer yang telah menjabat lebih dari satu
tahun. Tehnik penyebaran kuesioner dilakukan dengan mengantar langsung untuk
wilayah Bandar Lampung dan Kotabumi, sedangkan untuk wilayah Pringsewu,
Tulang Bawang dan Metro kuesioner dikirm melalui pos, untuk memastikan
responden tersebut mengisi kuesioner yang diberikan penulis menggunakan
contac person, batas waktu yang diberikan dalam pengisian kuesioner ini adalah satu bulan. Studi pendahuluan sudah dilakukan untuk meyakinkan bahwa bahasa
terjemahan tidak membingungkan responden dalam memahami pertanyaan dari
kuesioner untuk menghindari rendahnya keinginan responden dalam pengisian
25
keakurasian terjemahan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini penulis
lakukan dengan menemui beberapa orang yang memiliki kemampuan bahasa
Inggris yang baik, seperti guru dan dosen bahasa Inggris. Hasil terjemahan atas
kuesioner tersebut dicocokkan satu sama lain untuk disusun menjadi kuesioner
yang layak disebar. Studi pendahuluan kedua dengan menyebar kuesioner ke
beberapa perguruan tinggi swasta yang ada di wilayah Lampung, perguruan tinggi
swasta tersebut adalah perguruan tinggi yang memiliki jenjang pendidikan
Diploma Tiga sampai dengan Sarjana Strata Satu dengan status aktif. Data
perguruan tinggi yang menjadi sampel dan responden dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Tabel Sampel dan Responden
Wilayah Nama Perguruan Tinggi Kuesioner
yang disebar
Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Satu Nusa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mitra Lampung Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Lampung Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lampung
STMIK Mitra Lampung Akademi Akuntansi Lampung
Akademi Bahasa Asing DCC Bandar Lampung Akademi Akuntansi dan Manajemen Mitra Lampung
AMIK DCC Bandar Lampung
Akademi Keperawatan Malahayati B. Lampung AMIK Mitra Lampung
11
Metro Universitas Muhammaddiyah Metro STKIP PGRI Metro
10 5
7 4
Pringsewu
STIE Muhammaddiyah Pringsewu STIKES Muhammaddiyah Pringsewu STKIP Muhammadiyah Pringsewu STMIK Pringsewu
Akademik Keperawatan Muhammadiyah Pringsewu
AMIK DCC Pringsewu
26
Kotabumi STMIK DCC Kotabumi
STKIP Muhammaddiyah Kotabumi STIH Muhammaddiyah Kotabumi STMIK Surya Intan Kotabumi
Akademi Bahasa Asing DCC Kotabumi
5
Universitas Magou Pak Tulang Bawang 7 5
Data Responden yang tidak konsisten (20)
Jumlah 143 93
Dari 148 kuesioner yang disebar kepada responden, jumlah yang kembali
sebanyak 113 kuesioner. Dengan demikian diperoleh responden rate dari penyebaran kuesioner ini adalah 76,3%, dari jumlah yang kembali terdapat 20
kuesioner yang tidak dapat dimasukkan sebagai sampel karena responden tidak
konsisten menjawab beberapa pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner,
sehingga sampai akhir yang dapat diikutsertakan dalam pengujian data adalah
sebanyak 93 kuesioner.
3.3 Pengukuran Variabel
3.3.1 Sistem Pengukuran Kinerja Komperhensif
Kuesioner yang mengukur sistem pengukuran kinerja (SPK) komperhensif
menanyakan seberapa besar informasi tentang system pengukuran kinerja.
Instrument ini dikembangkan oleh Hall (2004). Kuesioner ini terdiri dari
pertanyaan untuk mengetahui seberapa besar SPK bersifat komperhensif.
Responden ditanya untuk mengetahui sangat besar atau tidak sama sekali kegiatan
perusahaan yang diwakili dengan sembila pertanyaan menggunakan 7 poiny skala
likert, 1 jika tidak sama sekali hingga 7 jika sangat besar. Kuesioner untuk
variabel ini terdiri dari sembilan pertanyaan, lima pertanyaan terkait dengan
27
penting dari perusahaan jasa (Hall, 2008, p.150), sisanya empat pertanyaan
diambil dari Chanell (2005), dan berhubungan dengan tingkat integritas dalam
langkah-langkah strategi. Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa kita tertarik
pada sejauh mana SPK menyediakan informasi tentang operasi unit usaha. Hal ini
dilakukan untuk membantu memastikan bahwa manajer focus pada peran mereka
dalam SPK (Hall, 2008, p.150), responden menunjukkan yang mana dari dua
deskripsi ini yang lebih baik diwakili oleh system pengukuran kinerja.
3.3.2 Kejelasan Peran
Sawyer (1992) mendefinisikankejelasan peran menjadi dua pengertian yaitu
keberadaan dari tujuan dan sasaran hasil suatu pekerjaan yang telah didefinisikan
dengan jelas (Goal Clarity) dan keberadaan dari setiap individu dimana mereka merasa yakin tentang bagaimana harus melakukan pekerjaannya (Process Clarity). Instrument variabel kejelasan peran terdiri dari sepuluh pertanyaan dengan menggunakan skala likert tujuh dari nilai satu jika sangat tidak setuju
hingga nilai tujuh jika sangat setuju. Kejelasan peran merujuk kepada persepsi
yang berkaitan dengan peranannya (Kahn et al, 1964 dalam oleh Hall (2004).
3.3.3 Pemberdayaan Pisikologis
Pemberdayaan pisikologis adalah konstruk yang mengacu pada motivasi intrinsik
tiap individu (Thomas dan Velthouse, 1990). Pemberdayaan pisikologis
didefinisikan secara teoritis dan secara empiris sebagai empat kognisi: nilai suatu
pekerjaan, kompetensi, penentuan diri dan pengaruh (Thomas dan Velthouse,
28
adalah skala likert satu sampai dengan tujuh, berkisar nilai satu jika sangat tidak
setuju hingga nilai tujuh jika sangat setuju.
3.3.4 Kinerja Manajerial
Kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja manajerial sebagai
kecakapan manajer dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan manajerial antara
perencanaan, investing supervise, pengaturan staf, negoisasi (Mahoney et al, 1963 dalam Hall 2004). Kinerja manajerial diukur dengan menggunakan skala linkert
dengan sembilan pertanyaan , instrument ini meminta para manajer untuk
memberikan peringkat pada kinerja berdasarkan delapan dimensi dari kinerja
manajerial yaitu perencanaan, investigasi, evaluasi, pengawasan,recruitment,
negoisasi dan perwakilan, dan keseluruhan penilaian kinerja. Instrument variabel
kinerja manajerial terdiri dari sembilan pertanyaan dengan menggunakan skala
likert tujuh dari nilai satu jika kinerja dibawah rata-rata hingga nilai tujuh jika
kinerja jauh diatas rata-rata.
3.4 analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat uji statistic Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan software Smart PLS untuk analisis data. PLS adalah persamaan structural SEM yang berbasis komponen atau varian. PLS merupakan
29
3.4.1 Pengukuran Struktur Model
Pengukuran structural model diukur dengan rata-rata R2 untuk variable
terkait dan pengujian koefisiensi jalur. Menurut Camison & lopes (2010) dan Falk
& Miller (1992) bahwa R2 lebih dari 0,1 dapat diterima.
3.5 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis atas sistem pengukuran kinerja, kejelasan peran,
pemberdayaan pisikologis dan kinerja manajerial dilakukan dengan
membandingkan hasil patch coefiencient dengan t-table. Bila T Table < T hitung pada derajat kebebasan 5% maka pengujian hipotesisnya signifikan.
3.6 Uji Jalur
Uji jalur (path analysis) adalah sebuah analisis yang dikembangkan oleh Sewal Wright and Bohrnsdetd. Digunakan untuk menganalisis hubungan antara
variable bertujuan untuk mengetahui hubungan langsung maupun tidak langsung
variable eksogen terhadap variable endogen yang di hitung menggunakan The
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini berisikan suatu model yang menguji sistem pengukuran kinerja
terhadap kejelasan peran, pemberdayaan pisikologis dan kinerja manajerial. Dari
pengujian SEM (Structural Equation Modeling) dengan menggunakan Smart PLS, disimpulkan bahwa :
1. Sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif tetapi tidak signifikan
terhadap kinerja manajerial. Penelitian ini tidak mendukung penelitian
Kren (1992), dan Rahman (2007) yang menemukan pengaruh positif
antara sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja manajerial. Tetapi
penelitian ini mendukung penelitian Hall (2004) bahwa sistem pengukuran
kinerja tidak memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja manajerial.
2. Sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif dengan kejelasan peran.
Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Hall (2004) yang menemukan
adanya pengaruh positif antara sistem pengukuran kinerja dengan
kejelasan peran. Banker et al, (2004) juga menjelaskan bahwa integritas
atau penyatuan dari pengukuran rantai nilai dapat membantu seorang
individu untuk memahami hubungan lintas fungsional dalam perusahaan.
3. Kejelasan peran berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial,
penelitian ini mendukung penelitian Purwanti (2010) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat pengaruh antara pemberdayaan pisikologis terhadap
50
(2004), Rahman (2007) dan Darlis (2013) yang menemukan adanya
pengaruh antara kejelasan peran dengan kinerja manajerial, karena
penelitian tersebut mendefinisikan kinerja manajerial sebagai kecakapan
manajer dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan manajerial.
4. Hasil penelitian ini menemukan adanya pengaruh positif antara sistem
pengukuran kinerja terhadap pemberdayaan pisikologis, hasil ini tidak
konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang memperlihatkan
adanya pengaruh antara informasi kinerja dan pemberdayaan pisikologis
secara keseluruhan (Spreitzer, 1997; Randolph, 1995). Penelitian tersebut
didukung oleh Randolph (1995) yang menyatakan bahwa penyediaan
informasi kinerja yang strategis dapat membantu mengembangkan
pemberdayaan pegawainya dan memiliki pengaruh yang positif.
5. Hipotesis kelima pemberdayaan pisikologis berpengaruh positif dengan
kinerja manajerial. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya
Thomas dan Velthouse (1990) menyatakan bahwa pemberdayaan
pisikologis berhubungan langsung dengan cakupan faktor-faktor perilaku,
meliputi aktivitas, konsentrasi, langkah inisiatif, fleksibilitas yang akan
meningkatkan kinerja individu.
6. Hipotesis enam kejelasan peran berpengaruh positif dengan pemberdayaan
pisikologis. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya Hall (2004)
yang menyatakan kejelasan sasaran dalam kejelasan peran memiliki
pengaruh positif terhadap makna, dampak dan kopetensi dalam
51
memiliki pengaruh positif terhadap kopetensi, dampak dan penentuan
nasib sendiri pada pemberdayaan pisikologis.
7. Hasil uji pengaruh tidak langsung terbukti pengaruh sistem pengukuran
kinerja terhadap kinerja manajerial dimediasi oleh kejelasan peran namun
pemberdayaan pisikologis berpengaruh tidak kuat.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian,
yaitu :
1. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini dilakukan
di Perguruan Tinggi. Oleh karena itu generalisasi hasil penelitian ini,
misalnya diperusahaan manufaktur, harus dilakukan secara hati-hati
karena beberapa penelitian sebelumnya melakukan penelitian
diperusahaan manufaktur yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda
dengan organisasi nirlaba (PSAK 45)
2. Responden penelitian ini adalah level manajer yang memiliki kesibukan
sangat padat sehingga memerlukan waktu khusus untuk mengisi kuesioner
penelitian ini.
5.3 Saran
1. Penelitian berikutnya dapat melakukan studi yang lebih luas terhadap
organisasi nirlaba lainnya, dengan melakukan perbandingan kerangka
52
2. Penelitian berikutnya dapat menambah variabel lain yang dapat
mempengaruhi kinerja manajerial untuk mendapatkan perbandingan antara
variabel yang telah diteliti dengan variabel lainnya yang dapat dijadikan