ABSTRACT
EFFECT OF VARIATION EQUIVALENT SINGLE AXLE LOADINGS WITH STAGE CONSTRUCTION CASE STUDY AT ROAD
TEGINENENG – GUNUNG SUGIH.
By
DWI GUNTORO
Traffic growth of the road is difficult to predicted. Traffic growth factor that difficult to predicted cause unefficient design (under design or over design). Stage Construction method expect can be alternative solution of that problem. The purpose of this research is to know Future Worth (FW) Step I and Step II that optimum than design Full Depth looked from construction cost..
The case of this reseach located at Tegineneng – Gunung Sugih road, wih road tipe 2/2 UD, because that road already have existing road. The method of this research is Manual Desain Perkerasan Jalan 2012 Bina Marga. Age of plan that used is 20 years, with assumption I (5+15); assumption II (6+14); assumption III (7+113); assumption IV (8+12); assumption V (9+11); and assumption VI (10+10). CBR of land is 6%, Deviation Standard is 0,5, and Reability value is 90%. Sub Base layer with CBR is 60%. Base with CBR is 90%, and Laston used for Surface layer. Modulus Elasticity value is 2500 Mpa, IP0 value is 4,2, whereas IPt is 2,5..
The research result that assumption I (5+15) more economical than other assumptions, even more cheaper than Full Depth if looked at last value of Future Worth.
ABSTRAK
PENGARUH VARIASI LINTAS EKIVALEN RENCANA PERKERASAN BERTAHAP STUDI KASUS RUAS JALAN TEGINENENG
– GUNUNG SUGIH
Oleh DWI GUNTORO
Pertumbuhan lalu lintas suatu jalan sulit untuk diprediksi. Karena sulitnya memprediksi faktor pertumbuhan lalu lintas yang menyebabkan ketidakefisien (under design atau over design), maka dengan menggunakan metode perkerasan bertahap diharapkan mampu untuk menjadi alternatif solusi dari permasalahan tersebut.Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui Umur Rencana (UR) Tahap I dan Tahap II yang optimal dibandingkan dengan desain perkerasan langsung ditinjau dari sisi biaya konstruksi.
Penelitian kali ini dilakukan pada studi kasus pelebaran ruas Jalan Tegineneng – Gunung Sugih dengan tipe jalan 2/2 UD, karena sudah ada jalan existing. Metode yang digunakan adalah Manual Desain Perkerasan Jalan 2012 Bina Marga. Umur Rencana yang dipakai 20 tahun, dengan Asumsi I (5+15); Asumsi II (6+14); Asumsi III (7+13); Asumsi IV (8+12); Asumsi V (9+11); dan Asumsi VI (10+10). CBR tanah sebesar 6%. Standar Deviasi sebesar 0,5 serta nilai Reabilitas 90%. Lapisan Sub Base dengan CBR 60%, Base dengan CBR 90%, dan Laston digunakan untuk lapisan Surface dengan nilai Modulus Elastisitas sebesar 2500 MPa. Nilai IP0 sebesar 4,2 sedangkan IPt sebesar 2,5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Asumsi I (5+15) lebih ekonomis dibandingkan dengan asumsi-asumsi lainnya, bahkan lebih murah dibandingkan dengan Konstruksi Langsung jika ditinjau pada nilai akhir Umur Rencana (Future Worth)
PENGARUH VARIASI LINTAS EKIVALEN RENCANA PERKERASAN BERTAHAP STUDI KASUS RUAS JALAN
TEGINENENG – GUNUNG SUGIH
Oleh DWI GUNTORO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
PENGARUH VARIASI LINTAS EKIVALEN RENCANA PERKERASAN BERTAHAP STUDI KASUS RUAS JALAN
TEGINENENG – GUNUNG SUGIH
(Skripsi)
Oleh DWI GUNTORO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambar struktur perkerasan lentur pada tanah asli...11
2. Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukanbeton aspal bergradasi rapat (a1) ...18
3. Ilustrasi Pengujian IDT Strengt ...19
4. Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a2) ...20
5. Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a3) ...21
6. Jarak base camp ke sisi terjauh ...29
7. Lokasi penelitian ...36
8. Arah memanjang ruas Jalan Gunung Sugih-Tegineneng ...37
9. Arah memanjang ruas Jalan Gunung Sugih-Tegineneng ...37
10.Alat Automatic Traffic Count ...38
11.Bagan alir penelitian ...41
12.Tipe jalan ...44
13.Potongan melintang jalan ... 44
14.Penentuan nilai modulus elastisitas pada base ...52
15.Penentuan nilai modulus elastisitas pada subbase ...53
16.Sketsa hasil perhitungan konstruksi langsung ...59
17.Sketsa hasil perhitungan konstruksi bertahap (asumsi I) ...62
vi
19.Sketsa hasil perhitungan konstruksi bertahap (asumsi III) ...69
20.Sketsa hasil perhitungan konstruksi bertahap (asumsi IV) ...73
21.Sketsa hasil perhitungan konstruksi bertahap (asumsi V) ...76
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...i
DAFTAR TABEL ... ...iii
DAFTAR GAMBAR ... I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Perkerasan Lentur ... 5
2.2 Kriteria Konstruksi Perkerasan Jalan ... 6
2.3 Parameter Perencanaan Tebal Lapis Konstruksi Perkerasan ... 7
2.4 Konstruksi Bertahap ... 24
2.5 Analisa Harga Satuan ... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36
3.1 Lokasi Penelitian ... 36
3.2 Pengumpulan Data ... 37
3.3 Analisa Biaya Konstruksi ... 39
ii
IV. ANALISIS PERHITUNGAN ... 42
4.1 Data Umum ... 42
4.2 Parameter Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur ... 45
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 91
5.1 Simpulan ... 91
5.2 Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 93
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam
klasifikasi jalan ... 12
2. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate) untuk tingkat reliabilitas tertentu ... 14
3. Faktor distribusi lajur ... 15
4. Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt) ... 17
5. Indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) ... 17
6. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat (inci) ... 22
7. Umur rencana perkerasan baru ... 23
8. Klasifikasi kendaraan dan jumlah LHR ... 39
9. Pembagian umur rencana pada desain perkerasan bertahap ... 40
10. Data LHR berdasarkan jenisnya ... 43
11. Pertumbuhan lalu lintas ... 45
12. Faktor distribusi lajur ... 46
13. Nilai reabilitas menurut fungsi dan klasifikasi jalan ... 48
14. Nilai penyimpangan normal standar (ZR) yang dipakai ... 49
15. Nilai Indeks Permukaan Akhir (IPt) yang Dipakai ... 50
16. Nilai Indeks permukaan awal (IP0) yang dipakai... 50
17. Konfigurasi beban tiap kendaraan ... 54
iv
19. Perhitungan ESAL perhari ... 56
20. Hasil perhitungan konstruksi langsung ... 58
21. Hasil perhitungan konstruksi bertahap asumsi I (5+15) ... 63
22. Hasil perhitungan konstruksi bertahap asumsi I (6 + 14) ... 65
23. Hasil perhitungan konstruksi bertahap asumsi I (7 + 13) ... 69
24. Hasil perhitungan konstruksi bertahap asumsi I (8 + 12) ... 72
25. Hasil perhitungan konstruksi bertahap asumsi I (9 + 11) ... 76
26. Hasil perhitungan konstruksi bertahap asumsi I (9 + 11) ... 79
27. Rekapitulasi hasil perhitungan tebal perkerasan... 80
28. Biaya konstruksi langsung ... 81
29. Biaya konstruksi bertahap tahap I (asumsi I) ... 85
30. Biaya konstruksi tahap II ... 86
31. Rekapitulasi perhitungan biaya konstruksi (present worth) ... 90
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(Q.S. Ali Imran: 159)
“
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan
.”
(Alam nasyrah : 6)
“Sesungguhnya takdir manusia ada di ujung usahanya”
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(Q.S. Ali Imran: 159)
“
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan
.”
(Alam nasyrah : 6)
“Sesungguhnya takdir manusia ada di ujung usahanya”
PERSEMBAHAN
Teriring do’a dan cinta,
Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang saya sayangi untuk kedua orang tua ku tersayang (Bapak dan Mamak) , dan Mbak Retna, terima kasih atas semua dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan. Terima
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sidodadi, Kecamatan Pekalongan, Lampung Timur, Lampung pada tanggal 1 September 1990, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Purwadi, BA dan Ibu Sri Muryani.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Aisiyah Pekalongan, Lampung Timur, diselesaikan tahun 1996, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Sidodadi, Lampung Timur pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 3 Metro pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 3 Metro pada tahun 2008.
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Sub’hanahuwwata’ala, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Variasi Lintas Ekivalen Rencana Perkerasan
Bertahap Studi Kasus Ruas Jalan Tegineneng – Gunung Sugih” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Suharno, B.Sc., M.S., M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung;
2. Bapak Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil; 3. Bapak Drs. I Wayan Diana, S.T., M.T., selaku Pembimbing Utama atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. Bapak Sasana Putra, S.T., M.T., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Bapak Ir. Hadi Ali, M.T., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran pada seminar terdahulu;
iv
7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Fakultas Teknik, Universitas Lampung; 8. Khafidz, Bayu, Chandra, Dani, Didik, Fai, Fauzil, Fery, Ilham, Kiki, Lina,
Leni, Made, Mulia, Nando, Nung, Nurdin, Nurhayati, Onika, Qodri, Randi, Ranto, Resti, Sri dan seluruh teman-teman Teknik Sipil angkatan 2008. Terima kasih atas bantuannya selama ini.
9. Teman-teman dari FOSSI-FT, Fauzil, Oky, Syamsul, Gamal, Ferdi, Nofra, Khafidz, Dwi S, Al Hada dan Habibie. Terima kasih atas kebersamaan selama ini.
10. Teman-teman dari DPM U KBM Universitas Lampung, Andhika, Gigih, Rizka, Rizki, Nurul, Ely, Ensya, Neneng, Nur Halimah, Martini, Kartika, Chusna, Nofra, Budi, Annalia, Latifah, Roni, dan Rulio. Terima kasih atas kebersamaan ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, September 2014
Penulis
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkerasan lentur berfungsi sebagai penerima beban yang bekerja di atasnya kemudian menyalurkannya ke tanah dasar tanpa merusak jalan tersebut. Keselamatan dan kenyamanan dari pengguna jalan harus diperhatikan. Dalam proses pembangunannya pun dipengaruhi beberapa faktor diantaranya pertumbuhan lalu lintas, anggaran biaya konstruksi maupun waktu periode penganggaran pembangunan. Karena beberapa faktor tadi, perkerasan lentur dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Perkerasan langsung (full depht)
Pada konstruksi langsung, struktur perkerasan dibuat agar mampu melayani beban lalu lintas selama masa layan tanpa memerlukan pelapisan tambahan diantaranya. Sehingga lapis tambahan hanya diberikan setelah masa layan dengan program peningkatan jalan.
2. Perkerasan bertahap(stage construction)
2 ke-2 dikerjakan saat kondisi perkerasan pada tahap 1 masih stabil. Hal inilah yang membedakan dengan perkerasan lapis tambahan (overlay).
Pada paragraf awal kita mengetahui bahwa salah satu faktor yang berpengaruh pada penentuan desain perkerasan adalah pertumbuhan lalu lintas. Namun pertumbuhan lalu lintas suatu jalan sangat sulit untuk diprediksi. Hal ini disebabkan karena kemungkinan adanya alternatif jalan yang lebih baik atau juga karena telah adanya transportasi massal yang baru sehingga masyarakat lebih memilihnya dibandingkan kendaraan pribadi.
Karena sulitnya memprediksi faktor pertumbuhan lalu lintas yang
menyebabkan ketidakefisien (under design atau over design), maka dengan menggunakan metode perkerasan bertahap diharapkan mampu untuk menjadi alternatif solusi dari permasalahan tersebut.
Di dalam metode perkerasan bertahap dibagi menjadi 2 tahap. Pada masing-masing tahapannya didasarkan atas konsep “sisaumur” dimana perkerasan berikutnya direncanakan sebelum perkerasanpertama mencapai keseluruhan
“masa fatique”.Untuk menetapkan ketentuan di atas maka perlu dipilih waktu tahap pertama antara 25%-50% dari waktu keseluruhan.Misalnya : UR = 20 tahun, maka tahap I antara 5-10 tahun dan tahap II antara 10-15 tahun. Namun kita belum mengetahui pengaruh variasi Lintas Ekivalen Rencana (LER) pada tahap 1 dan tahap 2 terhadap ketebalan tiap lapisan
3 1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah menentukan Umur Rencana (UR) tahap 1 dan tahap 2 yang optimal dibandingkan dengan desain perkerasan langsung ditinjau dari sisi biaya konstruksi
1.3 Batasan Masalah
Penelitian yang berjudul“Pengaruh Variasi Lintas Ekivalen Rencana
Perkerasan Bertahap Studi Kasus Ruas Jalan Tegineneng–Gunung Sugih” ini dibatasi pada :
1. Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) menggunakan data LHR ruas Jalan Tegineneng – Gunung Sugih.
2. Menggunakan Umur Rencana (UR) sebesar 20 tahun.
3. Data LHR mengggunakan data pada tahun 2011 dan 2012 karena keterbatasan sumber data.
4. Menggunakan metode “Manual Desain Perkerasan Jalan 2012 Bina
Marga”.Manual ini merupakan pelengkap pedoman desain perkerasan Pd T-01-2002-B dan Pd T-14-2003, dengan penajaman pada aspek – aspek sebagai berikut seperti penentuan umur rencana, penerapan minimalisasi lifecycle cost, pertimbangan kepraktisan pelaksanaan konstruksi,
penggunaan material yang efisien.
5. Penggunaan biaya konstruksi sebagai parameter optimum dari
4 pekerjaan Sub Base, Base, dan Surface, serta persiapan untuk tanah dasar.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat “Pengaruh Variasi Lintas Ekivalen Rencana Perkerasan Bertahap Studi Ruas Jalan Raya Tegineneng - Gunung Sugih” antara lain :
1. Sebagai bahan masukan kepada dinas terkait maupun para praktisi di lapangan tentang pengaruhvariasi Lintas Ekivalen Rencana perkerasan bertahapterhadap ketebalan tiap lapisan perkerasannya.
2. Sebagai referensi desain perkerasan bertahap pada ruas Jalan Tegineneng - Gunung Sugih.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebabkan beban lalu lintas tanah dasar . Suatu struktur perkerasan lentur biasanya terdiri atas beberapa lapisan bahan, dimana setiap lapisan akan menerima beban dari lapisan diatasnya,
6 2.2 Kriteria Konstruksi Perkerasan Jalan
Menurut Sukirman (1992) supaya perkerasan jalan dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan, maka haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Syarat-syarat berlalu lintas
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.
b. Permukaan yang cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja di atasnya.
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari
2. Syarat-syarat kekuatan/struktural
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat :
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.
7 c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di
atasnya dapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.
2.3 Parameter Perencanaan Tebal Lapis Konstruksi Perkerasan
Di dalam petunjuk teknis pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur metode Pt T-01-2002-B yang diterbitkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, menjelaskan tentang parameter dalam penentuan tebal perkerasan lentur antara lain :
1. Tanah dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan. Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil. MR dapat dihitung dengan rumus dibwah ini :
8 Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai akibat beban lalu-lintas.
b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah danjenis tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan konstruksi. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk jenistanah tertentu.
d) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yangdiakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan secarabaik pada saat pelaksanaan konstruksi.
2. Lapis pondas bawah
Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
9 b) Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan-lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).
c) Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d) Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.
Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanahdasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
3. Lapis Pondasi
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a) Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda. b) Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan
10 Bermacam-macam bahan alam/setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah yang distabilisasi dengan semen,aspal, pozzolan, atau kapur.
4. Lapis permukaan
Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi.
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a) Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
b) Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca.
c) Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu
11
Gambar 1. Struktur perkerasan lentur pada tanah asli
5. Lalu Lintas
a) Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
Menurut Koestalam dan Sutoyo (2010) formulasi perhitungan angka ekivalen (E) yang diberikan oleh Bina Marga dapat dilihat pada rumus dibawah ini :
...(2.2) Keterangan :
E = Angka ekivalen beban sumbu kendaraan P = Beban sumbu kendaraan (Ton)
12 b) Reabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree ofcertainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan karenanya memberikan tingkat
reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Pada umumnya, dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 1 memperlihatkanrekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.
Perlu dicatatbahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah, 50 % menunjukkan jalan lokal.
Tabel 1. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan
Klasifikasi Jalan Rekomendasi tingkat reabilitas Perkotaan Antar Kota Bebas hambatan 85 – 99.9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
13 Reliabilitas kinerja-perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang dikalikan denganperkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk memperoleh prediksi kinerja (W18).Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan, reliability factor merupakan fungsi dari deviasistandar keseluruhan (overall standard deviation,S0) yang memperhitungkan kemungkinanvariasi perkiraan lalu-lintas dan perkiraan kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalampersamaan desain perkerasan lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan
parameterpenyimpangan normal standar (standard normal deviate, ZR). Tabel 2 memperlihatkan nilaiZR untuk level of serviceability tertentu.
Penerapan konsep reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :
1) Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan jalan perkotaanatau jalan antar kota
2) Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2 3) Deviasi standar (S0) harus dipilih yang mewakili kondisi
14 Tabel 2. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal
deviate) untuk tingkat reliabilitas tertentu.
Reabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR
50 0,000
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)
c) Lalu Lintas Pada Lajur Rencana
Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar. Untuk mendapatkan parameter lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut ini :
ESAL = ΣLHRi * Ei...(2.3) W18 pertahun = ESAL*DD*DL*365...(2.4) Dimana :
15 DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
W18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian dimanakendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang „berat‟ dan
„kosong‟. Faktor Distribusi Lajur bisa dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Faktor distribusi lajur
Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam lajur rencana
1 100
2 80
3 60
4 50
Sumber : Manual Desain Perkerasan lentur (2012)
Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam pedoman iniadalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun (W18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut : |
| ...(2.5)
16 Dimana :
G = faktor kenaikan lalu lintas i = pertumbuhan lalu lintas n = umur pelayanan (tahun).
W18 rencana = jumlah beban gandar standar kumulatif atau di metode analisa komponen disebut Lintas Ekivalen Rencana (W18)
d) Indeks Permukaan
Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan yangberhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang lewat. Adapun beberapa ini IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini :
IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik. IP = 2,0 : menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang
masih mantap.
IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
17 Tabel 4. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas Hambatan
1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 –
1,5 1,5 – 2,0 2,0 –
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 –
– 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan Tabel 5.
Tabel 5. Indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) Jenis Lapis
Perkerasan
IP0 Ketidakrataan *) (IRI, m/km) Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)
e) Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Pedoman ini memperkenalkan korelasi antara Koefisien Kekuatan Relatif dengan nilai mekanistik, yaitu modulus resilien. Nilai Koefisien Kekuatan Relatif dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Lapis Permukaan Beton Aspal (a1)
18 dan lebih tahan terhadap lenturan, akan tetapi lebih rentan terhadap retak fatigue. Koefisien Kekuatan Relatif, a1 dapat diperkirakan dengan menggunakan hubungan berikut :
a1 = 0,249 (log10EAC) – 0,977 ...(2.8)
atau disajikan pada Gambar 2 berdasarkan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002)
Gambar 2. Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukanbeton aspal bergradasi rapat (a1)
Untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas aspal adalah dengan melakukan Pengujian Tarik Tak Langsung (Indirect Tensile Strength) di laboratorium. Kemudian dihitung menggunakan
19
Gambar 3. Ilustrasi pengujian IDT Strengt
...(2.9) Keterangan :
E = Modulus Elastisitas campuran beton aspal (N/mm2) P = Beban Maksimum (N)
ΔRv = Deformasi horizontal benda uji (mm)
Π = Jari-jari awal (mm)
t = Tebal diameter benda uji (mm)
μ = Angka Poisson
2) Lapis Pondasi Granular (a2)
Koefisien Kekuatan Relatif, a2 dapat diperkirakan dengan menggunakan hubungan berikut :
a2 = 0,249 (log10EBS) – 0,977 ...(2.10)
20
Gambar 4. Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a2)
3) Lapis Pondasi Bawah Granular (a3)
Koefisien Kekuatan Relatif, a3 dapat diperkirakan dengan menggunakan hubungan berikut :
21
Gambar 5. Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a3)
f) Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
ITP merupakan fungsi dari ketebalan lapisan dan koefisien relatif perkerasan. Untuk mendapatkan nilai ITP, bisa menggunakan rumus sesuai standar pedoman teknis jalan lentur (2002) dibawah ini :
[ ]
22 Sehingga nilai tebal perkerasan bisa didapat dari rumus :
ITP = a1*D1 + a2*D2 + a3*D3 ...(2.13)
g) Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Tabel 6 menunjukkan batas-batas tebal minimum.
Tabel 6. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasiagregat (inci)
Lalu-lintas (ESAL)
Beton aspal LAPEN LASBUTAG Lapis pondasi
23 h) Umur Rencana (UR)
Umur Rencana adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru (Bina Marga, 2002). Umur Rencana untuk perkerasan baru bisa dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Umur rencana perkerasan baru
Jenis Perkerasan Elemen Perkerasan UR (Tahun)
Perkerasan Lentur lapisan aspal dan lapisan berbutir 20 pondasi jalan
40 semua lapisan perkerasan untuk area yang
tidak diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan
Perkerasan Kaku lapis pondasi , lapis pondasi bawah, lapis beton semen
Sumber : Manual Desain Perkerasan Bina Marga, 2012
2.4 Konstruksi Bertahap
Konstruksi bertahap adalah konstruksi perkersan lentur yang memiliki satu lapis pondasi bawah, satu lapis pondasi dan dua lapis permukaan, dimana kedua lapis permukaan tersebut terbuat dari bahan aspal beton atau sejenis yang dikerjakan secara berurutan dengan selang waktu tertentu menurut ketetapan yang ditentukan dalam proses desain. Perlu dijelaskan disini, bahwa pada saat pekerjaan lapisan permukaan kedua (sebagai lapis
24 membedakan pekerjaan peningkatan jalan, diakhir masa layan, struktur
perkerasan lama telah mencapai kondisi kritis/runtuh.
Manfaat dari konstruksi bertahap antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Memungkinkan peningkatan kondisi perkerasan dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan setempat pada struktur perkerasan yang dijumpai diantara konstruksi tahap pertama dan tahap kedua. Karena perbaikan dilakukan sebelum pekerjaan konstruksi tahap kedua, maka permukaan yang lebih rata khususnya pada konstruksi tahap kedua dapat dihasilkan. 2. Jika terdapat kesalahan desain/konstruksi/material lapis pondasi atau lapis
pondasi bawah, maka koreksi masih dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah. Meskipun demikian, hal ini harus dihindari khususnya pada konstruksi bertahap karena konstruksi tahap pertama yang masih lemah, sehingga kelemahan pada lapis pondasi atau lapis pondasi bawah akan lebih berpengaruh terhadap integritas struktur perkerasan.
3. Jika beban lalu lintas tidak dapat diperkirakan dengan baik, misalnya pada jalan dengan volume lalu lintas rendah atau pada jalan perkotaan dimana perubahan dapat terjadi dengan cepat, maka penyesuaian desain dapat dilakukan pada konstruksi tahap kedua apakah dengan
mempercepat/menunda pelaksanaan pekerjaan tahap kedua atau dengan menyesuaikan tebal lapis permukaan yang diberikan pada tahap kedua. 4. Struktur perkerasan dapat didesain dengan lebih efektif sebagai
25 5. Konstruksi bertahap dapat dipertimbangkan seandainya pendanaan
pembangunan jalan juga harus disediakan secara bertahap atau jika jalan yang baru akan dibangun tersebut merupakan jalan akses yang harus melayani lalu lintas proyek selama periode pembangunan dari kawasan yang akan dilayaninya.
Namun, disamping manfaat tersebut terdapat juga kerugian yang dapat terjadi akibat pentahapan konstruksi perkerasan, seperti misalnya :
a) Meskipun konstruksi perkerasan tahap kedua dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan ringan pada permukaan perkerasan tahap pertama, namun kualitas lapis pondasi dan lapis pondasi bawah harus tetap baik sesuai dengan persyaratan yang diminta. Kegagalan pada lapis pondasi atau lapis pondasi bawah tidak dapat diperbaiki dengan menambah lapis permukaan tahap kedua saja melainkan harus membongkarnya sampai pada lapisan pondasi atau lapis pondasi bawah yang rusak. Hal ini tentunya akan memerlukan biaya yang sangat besar.
b) Karena konstruksi perkerasan tahap kedua diberikan pada saat struktur perkerasan tahap pertama masih dalam kondisi yang baik, maka hal ini dapat memberikan kesan yang keliru bagi publik, seperti kesan bahwa jalan yang masih baik sudah ditangani kembali atau kesan bahwa pekerjaan jalan tidak pernah selesai.
26 operasi kendaraan, biaya kelambatan perjalanan maupun biaya
kecelakaan. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi bahkan menghilangkan potensi keuntungan yang telah diperkirakan sebelumnya dari pentahapan konstruksi.
d) Pada saat konstruksi tahap kedua selesai, marka jalan harus dibuat ulang, dan ini berarti tambahan biaya.
e) Posisi utilitas, seperti lubang drainase atau man hole yang ada di
perkerasan, pada saat pengoperasian perkerasan tahap pertama mungkin tidak sesuai dengan posisi yang diinginkan pada akhirnya (tahap
kedua).
Analisa kepekaan konstruksi bertahap terhadap perubahan nilai-nilai parameter desain dilakukan baik untuk konstruksi tahap pertama maupun tahap kedua. Parameter desain yang ditinjau untuk konstruksi tahap pertama adalah sama dengan yang untuk konstruksi langsung, yaitu :
1. Tebal lapisan perkerasan (D1, D2, D3) 2. Kualitas bahan perkerasan (a1, a2, a3) 3. Stabilitas tanah dasar (CBR)
4. Lalu lintas (i dan Wt)
5. Asumsi desain (FR, IPo, IPt)
Sedangkan untuk konstruksi tahap kedua, parameter desain yang ditinjau adalah :
27 3. Kualitas bahan lapis tambahan (ao)
Seperti pada metoda perencanaan konstruksi bertahap (1989) didasarkan atas konsep "sisa umur". Perkerasan berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai keseluruhan "masa fatique". Untuk itu tahap kedua
diterapkan bila jumlah kerusakan (cumulative damage) pada tahap pertama sudah mencapai 60%. Dengan demikian "sisa umur" tahap pertama tinggal 40%. Untuk menetapkan ketentuan di atas maka perlu dipilih waktu tahap pertama antara 25%-50% dari waktu keseluruhan. Misalnya : UR = 20 tahun, maka tahap I antara 5-10 tahun dan tahap II antara 10-15 tahun.
ITP ii = a0*D0 ...(2.14)
2.5 Analisa Harga Satuan
Analisa Harga Satuan adalah salah satu proses utama dalam proyek
konstruksi untuk menjawabpertanyaan, “Berapa besar dana yang harus
disediakan untuk sebuah bangunan?”. Pada umumnya, biaya yang dibutuhkan dalam sebuah proyek konstruksi berjumlah besar. Ketidaktepatan yang terjadi dalam penyediaannya akan berakibat kurang baik pada pihak-pihak yang terlibat didalamnya (Ervianto, 2005).
28 volume dengan harga satuan pekerjaan yang bersangkutan, disimpulkan bahwa rencana anggaran biaya dari suatupekerjaan terlihat dalam rumus :
AHS = Σ Volume * Harga Satuan ...(2.15)
Harga satuan bahan dan upah tenaga kerja disetiap daerah berbeda-beda. Sehingga dalammenentukan perhitungan dan penyusunan anggaran biaya suatu pekerjaan harus berpedoman pada harga satuan bahan dan upah tenaga kerja dipasaran dan lokasi pekerjaan. Dalam memperkirakan anggaran biaya terlebih dahulu harus memahami proses konstruksi secara menyeluruh termasuk jenis dan kebutuhan alat, karena faktor tersebut dapat
mempengaruhi biaya konstruksi.
Menurut Nurahmi (2012) Fluktuasi kenaikan harga satuan didapat dari rumus dibawah ini :
| | ...(2.16) Keterangan :
e = Persentase perbedaan harga (%) a = harga satuan pada tahun ke n b = harga satuan pada tahun ke n-1
Harga di masa mendatang bisa dihitung menggunakan rumus :
FW = PW (1 + i)n...(2.17) Keterangan :
29 i = Persentase kenaikan harga
n = Tahun
1. Analisa Harga Satuan Dasar (HSD)
Komponen untuk menyusun Harga Satuan Pekerjaan (HSP) memerlukan HSD tenaga kerja, alat, dan bahan . Berikut ini langkah-langkah
perhitungan HSD :
a. Menghitung jarak rata-rata base camp ke lokasi pekerjaan :
Keterangan :
L = jarak rata-rata base camp ke lokasi pekerjaan (km)
a = Jarak antara base camp ke lokasi terjauh pada sisi kiri base camp b = Jarak antara base camp ke lokasi terjauh pada sisi kanan base
camp
C = Base Camp
Gambar 6. Jarak base camp ke sisi terjauh
Sumber : Analisa Harga Satuan Bina Marga (2012)
b. HSD tenaga kerja :
1) Tentukan jenis ketrampilan tenaga kerja (pekerja, tukang, dll) 2) Kumpulkan data UMR
3) Perhitungkan tenaga kerja yang dibutuhkan C
30 4) Tentukan jumlah hari efektif
5) Hitung biaya upah per jam per orang a) Pekerja
1) Hitung biaya pasti
2) Hitung biaya bahan bakar
C = 15% * Pw * Ms ...(2.21) Keterangan :
C = Biaya kebutuhan bahan bakar (Rp) Pw = Tenaga alat (HP)
31 3) Hitung biaya pelumas
4) Hitung biaya operator
5) Hitung biaya operasi per jam
Biaya operasi perjam = Biaya Pasti + Bahan Bakar + Pelumas + Operator ...(2.22) 6) Jumlahkan HSD alat
d. HSD bahan jadi :
1) Tentukan tempat dan harga setempat bahan tersebut di pabrik atau di pelabuhan
2) Hitung memuat bahan jadi, transportasi, membongkar bahan jadi a) Biaya sewa alat Excavatordan Wheel Loader
...(2.23)
Ts = Waktu siklus (menit)
Jadi biaya excavator per kubik adalah =
...(2.24)
b) Biaya sewa alat Dump Truck
32
Jadi biaya sewa dump truck per kubik adalah =
...(2.26)
c) Biaya sewa Motor Grader :
... (2.27) Keterangan :
Q3 = Kapasitas produksi/jam(m3/jam) Lh = Panjang hamparan (m) d) Biaya sewa Tandem Roller
33 Keterangan :
Q4 = Kapasitas produksi/jam(m3/jam) v = Kecepatan rata-rata (km/jam)
e) Biaya sewa Water Tank Truck Q5 = 1000*Wc
Keterangan :
Q5 = Kapasitas produksi/jam(m3/jam) Wc = Kebutuhan air/m3 dalam agregat (m3)
...(2.31) f) Biaya sewa Asphalt Finisher
Q6 = v*b*60*Fa*t*BiP Keterangan :
Q6 = Kapasitas produksi/jam(m3/jam) v = Kecepatan hamparan (km/jam) b = Lebar hamparan (m)
34 BiP = Berat isi padat
...(2.32)
g) Biaya sewaPneumatic Tire Roller
...(2.33) Keterangan :
Q7 = Kapasitas produksi/jam(m3/jam) v = Kecepatan hamparan (km/jam) b = Lebar hamparan (m)
Fa = Faktor alat t = Tebal lapisan (m) BiP = Berat isi padat N = Jumlah lajur bo = Lebar overlap (m) n = Jumlah lintasan
...(2.34)
3) Tabelkan dan beri simbol setiap bahan yang sudah dicatat
2. Analisa harga satuan pekerjaan (HSP)
komponen untuk menusun harga satuan pekerjaan (HSP) diperlukan data HSD alat, HSD upah dan HSD bahan.
Langkah-langkah analisis HSP adalah sebagai berikut :
35 b. Tentukan koefisien tenaga kerja untuk menghasilkan satu jenis
pekerjaan.
c. Tentukan harga satuan tiap kulifikasi tenaga dalam rupiah
d. Untuk mendapatkan harga komponen tenaga, jumlahkan harga-harga dari setiap kualifikasi tersebut.
3. Estimasi biaya kegiatan
36
III. METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah perkerasan lentur konstruksi
langsung yang dibandingkan dengan desain perkerasan lentur konstruksi bertahap ruas Jalan Tegineneng-Gunung Sugih.
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) pada ruas Jalan Tegineneng. Gambar 7 menunjukkan lokasi
penelitian.
Gambar 7. Lokasi penelitian Ruas jalan
37
Gambar 8. Foto lokasi ruas Jalan Gunung Sugih-Tegineneng (arah memanjang)
Gambar 9. Foto lokasi ruas Jalan Gunung Sugih-Tegineneng (arah melintang)
3.2 Pengumpulan Data
38 1. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti melalui sumber data yang sudah ada misalkan dari dinas terkait, badan pusat statistik, buku, laporan, jurnal ataupun sumber lain yang relevan. Adapun data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain :
a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)
Data LHR didapat dari Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (Satker P2JN) yang dibawah naungan Dinas Bina Marga. Data tersebut diperoleh dengan menggunakan Automatic Traffic Count (ATC). Dengan menggunakan alat ATC bisa diketahui
jumlah LHR sekaligus tipe kendaraan yang melewati jalan tersebut. Alat ATC terlihat pada Gambar 10, sedangkan Tabel 8 menunjukkan klasifikasi kendaraan yang diperoleh dari ATC.
39 Tabel 8. Klasifikasi kendaraan dan jumlah LHR
No Klasifikasi
Kendaraan
Jenis Kendaraan
1 Golongan 1 Sepeda Motor
2 Golongan 2 Sedan / Jeep
3 Golongan 3 Kendaraan Serbaguna
Penumpang
4 Golongan 4 Kendaraan Serbaguna Barang
5 Golongan 5A Bis Kecil
b. Modulus Elastisitas berdasarkan nilai minimum pada Manual Desain Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2012.
c. Nilai CBRLapangan dari subgrade
d. Harga satuan pekerjaan, berasal dari data yang dikeluarkan oleh Dinas Bina Marga Lampung.
3.3 Analisa Biaya Konstruksi
Metode analisis pada penelitian ini meliputi : a. Analisa volume pekerjaan
b. Analisa harga satuan
3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini yaitu :
a. Pengumpulan data primer dan sekunder
40 c. Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL) dan Faktor Distribusi Arah
(DD)
d. Menghitung Modulus Resilien tanah dasar (MR) {Rumus 2.1} e. Menentukan nilai Reabilitas (R) dan Standard Normal Deviate (ZR) f. Menentukan nilai Indeks Permukaan awal (Ipt) dan Indeks Permukaan
Akhir (IP0)
g. Menghitung Faktor Kekuatan Relatif (a) tiap lapisan {Rumus 2.8 ; 2.10 ; 2.11}
h. Menghitung Jumlah Beban Gandar Standar Kumulatif selama umur rencana(W18) {Rumus 2.2 ; 2.3 ; 2.4 ; 2.6 ; 2.7}
i. Menghitung nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) pada Konstruksi Langsung {Rumus 2.12} kemudian menentukan tebal perkerasan yang dipakai {Rumus 2.13}
j. Menentukan asumsi pembagian persentase tahapan konstruksi bertahap. Umur rencana yang dipakai selama 20 tahun.
Tabel 9. Pembagian umur rencana pada desain perkerasan bertahap Asumsi Tahap I (Tahun) Tahap II (Tahun)
k. Menghitung nilai ITP Tahap I (Rumus 2.12) kemudian menentukan tebal lapisan yang dipakai (Rumus 2.13)
41 m. Menentukan tebal lapis Tahap II (Rumus 2.14)
n. Membandingkan nilai D1, D2, D3 hasil Konstruksi Langsung dengan hasil dari Perkerasan Bertahap
o. Menghitung biaya konstruksi dari hasil Konstruksi Langsung dengan hasil dan Perkerasan Bertahap. Untuk tebal D0 pada tahap II dikalikan dengan faktor pertumbuhan harga satuan (e) {Rumus 2.15 sampai Rumus 2.34}
p. Menganalisis hasilnya untuk mendapatkan simpulan dan saran.
91
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
Secara umum, penelitian ini telah memberikan gambaran tentang pengaruh dari variasi Lintas Ekivalen Rencana, dan juga pengaruh nilai suku bunga Bank Indonesia (BI rate) terhadap kenaikan Harga Satuan Dasar tiap
tahunnya yang tentu saja berpengaruh pada biaya konstruksinya.Oleh karena itu, berdasarkan dari analisis pada Bab IV, maka dapat ditarik simpulan : a. Dari segi biaya total konstruksi, Konstruksi Langsung masih lebih murah
dibandingkan Konstruksi Bertahap.
b. Dari segi biaya konstruksi pada akhir Umur Rencana, Asumsi I (5+15) menghasilkan biaya yang lebih ekonomis dibandingkan dengan asumsi-asumsi lainnya, yang mampu mengurangi biaya konstruksi sebesar 7,59% dibandingkan dengan Konstruksi Langsung.
c. Karena Asumsi I (5+15) lebih ekonomis dibandingkan asumsi-asumsi lainnya, maka penulis menganjurkan menggunakan Asumsi I jika akan melaksanakan perkerasan jalan secara bertahap.
92 5.2 Saran
Saran yang bisa diberikan melalui penelitian ini antara lain :
1. Pada penelitian ini, data yang diambil hampir seluruhnya menggunakan data sekunder, sebaiknya data-data seperti nilai Modulus Elastisitas bahan diuji langsung di laboratorium.
2. Pada penelitian ini hanya menggunakan satu ruas jalan saja, untuk
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung.Bandar Lampung.
Atmaja, Siegfried. Deskripsi Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Menggunakan Metode AASHTO 1993. www.scribd.com . Diakses 17 Juni 2013.
Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Rayadengan Metode Analisa
Komponen.YayasanBadanPenerbitPU. Jakarta.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2012. Manual Desain Perkerasan Jalan. YayasanBadanPenerbit PU. Jakarta.
Ervianto, W.I., 2005. Manajemen Proyek Konstruksi. CV. Andi Offset. Yogyakarta.
Hendarsin, S. L. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung.
Ibrahim, H.B., 2003. Rencana dan Estimate Real Of Cost. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Kementrian Pekerjaan Umum. 2013. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Badan Litbang PU. Jakarta.
Paluta, Shandy. 2011. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Perkerasan Lentur AASHTO dan Beton Semen serta Estimasi Biayanya. Universitas Kristen Petra. Surabaya
Sukirman, Silvia. 1995.PerkerasanLenturJalan Raya. Penerbit Nova. Bandung. Tm, Suprapto. 2004. Bahan dan Struktur Jalan Raya. Biro Penerbit Teknik Sipil