• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Kelas X SMA Kartika III-1 Banyubiru melalui Layanan Bimbingan Kelompok T1 132009109 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Kelas X SMA Kartika III-1 Banyubiru melalui Layanan Bimbingan Kelompok T1 132009109 BAB II"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif

2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif

Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif

merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

yang dilandasi rasa tanggung jawab atas segala hasil serta akibat tersebut bagi

individu itu sendiri.

Gunarsa (1992) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar

pribadi (interpersonal behaviour) yang melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan

pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ini ditandai dengan adanya kesesuaian sosial

dan seseorang yang mampu berperilaku asertif akan mempertimbangkan perasaan

dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, kemampuan dalam perilaku asertif

menunjukkan adanya kemampuan untuk menyelesaikan diri dalam hubungan

antar pribadi.

Lazarus (dalam Rakos,1991) adalah tokoh yang pertama sekali

mendefinisikan perilaku asertif, yang mengatakan bahwa perilaku asertif adalah

cara individu dalam memberikan respon dalam situasi sosial, yang berarti sebagai

kemampuan individu untuk mengatakan tidak, kemampuan untuk menanyakan

dan meminta sesuatu, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan positif

ataupun negatif, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta

(2)

Master dan Rim (dalam Rakos, 1991) mengatakan bahwa perilaku asertif

merupakan perilaku interpersonal antar pribadi yang melibatkan kejujuran dengan

pernyataan relatif dan pikiran dan perasaan secara tepat dalam situasi sosial

dimana perasaan dan pikiran orang lain ikut dipertimbangkan. Kesemua definisi

ini menitikberatkan pada ungkapan emosi sebagai faktor utama dalam perilaku

asertif.

Corey (2007) mengatakan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi langsung,

jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak

seseorang tanpa kecemasan yang beralasan.

Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) perilaku

asertif adalah sebuah kemampuan untuk mempromosikan kesetaraan dalam

hubungan manusia, yang memungkinkan individu-individu untuk bertindak

menurut kepentingan individu sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa

kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur

dan nyaman, untuk menerapkan hak pribadi individu tanpa menyangkal

hak-hak orang lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah

perilaku antar pribadi yang menyangkut ekspresi yang tepat, jujur, terbuka,

mempunyai sikap yang tegas, positif dan mampu bersikap netral serta dapat

mengutarakan akan sesuatu objektif tanpa menyinggung perasaan orang lain.

(3)

2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Rakos (1991) mengungkapkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi

perilaku asertif. Menururt Rakos, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

asertif adalah pola asuh orang tua, jenis kelamin dan kebudayaan.

1. Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua yang demokratis dan memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri akan menciptakan perilaku aserti, sebab pola asuh yang demokratis akan membuat anak memiliki rasa percaya diri.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin, bahwa pria lebih asertif dibandingkan dengan wanita karena adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih agresif, mandiri dan kompetitf. Sedangkan pada wanita umumnya lebih pasif dan tergantung.

3. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya sikap asertif. Sebab perilaku asertif tidak dibawa sejak lahir, sesuatu yang dipelajari.

2.1.3. Ciri-Ciri Perilaku Asertif

Menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) orang yang memiliki ciri perilaku asertif antara lain merasa bebas untuk mengungkapkan dirinya, dapat berkomunikasi dengan bermacam-macam orang secara terbuka, langsung dan tepat, memiliki orientasi yang aktif terhadap kehidupan, bertindak dalam cara yang dihargainya dalam situasi menekan dan menghasilkan tingkah laku interpersonal yang efektif.

Sedangkan menurut Corey (2007), individu yang berperilaku asertif memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

1. Individu tersebut mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung dengan tidak menyakiti orang lain.

2. Tidak menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan tidak mendorong orang lain untuk mendahuluinya.

3. Tidak mengalami kesulitan untuk mengakan kata “tidak” ketika ia merasa tidak setuju terhadap suatu hal tanpa merasa takut untuk menolak.

4. Tidak mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon lain.

(4)

Berdasarkan ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki

sifat asertif adalah orang yang mempunyai keberanian untuk mengungkapkan

perasaan, pikiran dan hak-hak pribadinya tanpa menyinggung perasaan orang lain

atau menyakiti orang lain.

2.1.4. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Alberti dan Emmons (dalam Siampa,2011) menyebutkan ada sepuluh pokok

kunci yang merupakan aspek-aspek yang harus ada pada setiap perilaku asertif

yang dimunculkan oleh seseorang antara lain sebagai berikut:

1. Pengungkapan diri yang baik kepada orang lain. Dalam hal ini yang dimaksud adalah mampu untuk mengkomunikasikan apa yang dirasakan, diinginkan dan dipikirkan kepada orang lain.

2. Menghormati orang lain dan tidak mengganggu hak orang lain, dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam bersikap dengan orang lain.

3. Mampu secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran dengan apa adanya, dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam berkomunikasi dengan orang lain.

4. Langsung, yang berarti mengekspresikan diri tanpa berbelit-belit dan dapat terfokus dengan benar berkomunikasi maupun bertindak.

5. Tidak membeda-bedakan orang dan menguntungkan semua pihak.

6. Verbal, termasuk isi pesan (perasaan, hak-hak, fakta, pendapat-pendapat, permintaan-permintaan dan batasan-batasan). Dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam berkomunikasi.

7. Nonverbal, termasuk gaya dan pesan (kontak mata,suara, postur, ekspresi muka, gesture, jarak, waktu, kelancaran dan mendengarkan).Dalam hal ini yang dimaksud adalah berupa tindakan atau sikap terhapad orang lain.

8. Bukan suatu yang universal,

9. Bertanggung jawab secara sosial terhadap pikiran, perasaan dan perilakunya. 10. Perilaku asertif merupakan suatu hal yang dipelajari bukan suatu hal yang

dibawa sejak lahir.

2.1.5. Kemampuan Asertif

Menurut Stain & Howard kemampuan asertif meliputi tiga komponen dasar,

yakni:

1. Kemampuan mengungkapkan perasaan misalnya untuk mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual.

(5)

ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun tidak mungkin harus mengorbankan sesuatu).

3. Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi dalam hal ini tidak membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita.

Dari ketiga komponen dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang

memiliki kemampuan perilaku asertif, orang yang mampu mengungkapkan

perasaan, mampu mengungkapkan pikiran dan mampu mempertahankan hak-hak

pribadinya.

2.1.6. Kategori Perilaku Asertif

Menurut Gunarsa (1992) perilaku asertif dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

1. Asertif penolakan, yaitu ditandai oleh ucapan untuk memperhalus seperti kata-kata maaf.

2. Asertif pujian, yaitu ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan perasaan positif seperti menyukai, menghargai, mencintai, memuji dan bersyukur.

3. Asertif permintaan, yaitu terjadi apabila individu meminta orang lain dalam mencapai tujuan individu itu sendiri tanpa tekanan atau paksaan.

Dari ketiga kategori tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki

perilaku asertif juga memiliki ketiga kategori tersebut, dapat menolak sesuatu hal

dengan cara yang halus, dapat memuji maupun dapat meminta suatu hal tanpa ada

paksaan.

2.2 Bimbingan Kelompok

2.2.1 Pengertian Bimbingan

(6)

Sedangkan menurut Kartono (1985) bimbingan merupakan pertolongan yang

diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan (dengan pengetahuan,

pemahaman, ketrampilan-ketrampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong)

kepada orang lain yang memerlukan pertolongan bimbingan dalam rangka

menemukan pribadi yang dimaksud agar individu mengenal kekuatan dan

kelemahan dirinya sendiri, serta menerima secara positif dan dinamis sebagai

modal pengembangan diri lebih lanjut.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu

proses pemberian bantuan pertolongan yang dilakukan oleh seorang ahli yang

telah mendapat latihan khusus kepada orang lain yang memerlukan pertolongan

bimbingnan dalam rangka menemukan pribadinya.

Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) bentuk – bentuk bimbingan terbagi menjadi dua yaitu bimbingan individu dan bimbingan kelompok dan ada tiga ragam bimbingan yaitu bimbingan karier, bimbingan akademik dan bimbingan pribadi sosial.

2.2.2 Pengertian Kelompok

Menurut Webster (dalam Romlah, 2001) kelompok adalah dua atau lebih benda atau orang yang membentuk suatu pola; suatu kesatuan orang – orang atau benda-benda yang membentuk suatu unit yang terpisah, suatu himpunan, suatu persatuan, suatu kumpulan objek yang mempunyai hubungan, kesamaan atau sifat-sifat yang sama.

2.2.3 Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok

Sukardi (2008) layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor).

Nurihsan (2005) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang dimaksudkan untuk memungkinkan klien/siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Bahan yang dimaksudkan adalah bahan yang digunakan untuk mengambil keputusan.

(7)

mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan.

Dari pengertian layanan bimbingan kelompok di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu proses pemberian bantuan

kepada individu/ layanan bimbingan yang diberikan oleh narasumber dalam

kegiatan kelompok yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan

sosial masing-masing individu dalam kelompok guna mencapai tujuan untuk

mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.4 Manfaat Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) manfaat layanan bimbingan kelompok :

1. Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa, dengan memberikan layanan bimbingan kelompok dapat bertemu dengan banyak siswa dan dapat mengerti perkembangan siswa.

2.Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa, dengan berkontak dengan banyak siswa, dapat mengetahui yang dibutuhkan oleh siswa sehingga kita dapat memberikan informasi.

3.Siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi, setelah pemberian informasi.

4. Siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok, dalam hal ini yang dimaksud lebih terbuka dalam berkomunikasi. 5. Diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama.

6. Lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor.

Sedangkan menurut Sukardi (2008) manfaat layanan bimbingan kelompok

sebagai berikut :

1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakanberbagai hal yang terjadi disekitarnya.

2. Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan.

3. Menimbulkan sikapyang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok. 4. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap

(8)

5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana yang mereka programkan semula.

Dari manfaat layanan bimbingan kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa

manfaat dari layanan bimbingan kelompok adalah kesempatan berkontak dengan

siswa dari berkontak dengan siswa dapat memberikan informasi yang dibutuhkan

siswa, dari informasi yang diberikan siswa dapat menyadari tantangan yang akan

dihadapi, siswa dapat berpendapat secara terbuka maupun pandangan yang luas

akan suatu hal yang dibicarakan, dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan

dalam kelompok siswa dapat menyusun program-program kegiatan untuk

mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik

serta dapat melaksanakan kegiatan secara nyata.

2.2.5 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan.

Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) tujuan layanan bimbingan kelompok

adalah sebagai berikut :

1. Memberi kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial.

2. Memberi layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok. 3. Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan

efektif dari pada melalui kegiatan bimbingan individual.

4. Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif. Berdasarkan tujuan layanan bimbingan kelompok tersebut dapat

disimpulkan bahwa tujuan dari layanan bimbingan kelompok adalah

(9)

2.2.6 Teknik-teknik Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok ada beberapa

teknik yang biasa digunakan. Romlah (2001) mengemukakan teknik – teknik

dalam bimbingan kelompok tersebut antara lain pemberian informasi atau

ekspositori, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan peran, permainan

simulsai, teknik penciptaan suasana kekeluargaan dan karyawisata.

a. Pemberian informasi atau ekspositori

Pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Bisa juga diberikan secara tertulis misal pada papan bimbingan, majalah sekolah, rekaman, selebaran,video dan film.

b. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, dibawah pimpinan seorang pemimpin.

c. Pemecahan masalah

Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah :

1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah

2. Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah 3. Mencari alternatif pemecahan masalah

4. Menguji kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya

5. Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan 6. Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai

d. Permainan Peran

Suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan dimana seseorang berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku yang berlawanan dengan apa yang sebenarnya diharapkan, dirasakan atau diinginkan. Memerankan sikap yang berlawanan dengan yang sebenarnya, semisal pemalu berperan sebagai orang yang memiliki perecaya diri yang tinggi.

e. Permainan Simulasi

Bermain simulasi adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan, bersifat kompetitif, atau kedua-duanya. Permainan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya.

f. Teknik penciptaan suasana kekeluargaan

(10)

g. Karyawisata

Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk mengunjungi obyek-objek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus.

Dari beberapa teknik diatas tidak semua teknik akan digunakan dalam

layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku asertif, teknik yang

digunakan adalah yang sesuai atau membantu dalam meningkatkan perilaku

asertif.

2.2.7 Asas - Asas Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (1995), asas-asas layanan bimbingan kelompok adalah asas

kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan dan asas kenormatifan.

a. Asas kerahasiaan, para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain

b. Asas keterbukaan, para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu.

c. Asas kesukarelaan, semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok.

d. Asas kenormatifan, semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.

2.2.8 Tahap- Tahap Layanan Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok berlangsung melalui empat tahap. Menurut Prayitno (

1995), tahap-tahap bimbingan kelompok adalah sebagai berikut tahap

pembentukan, tahap peralihan , tahap kegiatan dan tahap pengakhiran.

a. Tahap Pembentukan

(11)

b. Tahap Peralihan

Langkah selanjutnya ke tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut dalam kegiatan kelompok.

Pemimpin kelompok menjelaskan peranan anggota kelompok dalam kegiatan, kemudian menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Dalam tahap ini pemimpin kelompok mampu menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka. Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Dalam hal ini pemimpin kelompok membawa para anggota meniti jembatan tersebut dengan selamat. Bila perlu, beberapa hal pokok yang telah diuraikan pada tahap pertama seperti tujuan dan asas-asas kegiatan kelompok ditegaskan dan dimantapkan kembali, sehingga anggota kelompok telah siap melaksankan tahap bimbingan kelompok selanjutnya.

c. Tahap kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari layanan bimbingan kelompok dimana masing - masing anggota kelompok saling berinteraksi memberikan tanggapan. Namun, kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini amat tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Jika dua tahap sebelumnya berhasil dengan baik, maka tahap ketiga itu akan berhasil dengan lancar. d. Tahap Pengakhiran

Pada tahap ini merupakan tahap berhentinya kegiatan. Dalam pengakhiran ini terdapat kesepakatan kelompok apakah kelompok akan melanjutkan kegiatan dan bertemu kembali serta berapa kali kelompok itu bertemu. Dengan kata lain kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan melakukan kegiatan. Dapat disebutkan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:

1.Penyampaian pengakhiran kegiatan oleh pemimpin kelompok 2. Pengungkapan kesan-kesan dari anggota kelompok

3.Penyampaian tanggapan-tanggapan dari masing-masing anggota 4. Pembahasan kegiatan lanjutan

5. Penutup

2.3 Temuan Penelitian yang Relevan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ichda Satria Figraha (2012) dengan

judul Upaya Peningkatan Sikap Asertif Melalui Sosiodrama pada Siswa Kelas X.1

Administrasi Perkantoran SMK Sudirman 1 Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012,

menunjukkan adanya peningkatan perilaku asertif setelah dilakukan layanan

bimbingan kelompok yang berupa teknik sosiodrama. Hal ini ditunjukkan dengan

adanya peningkatan asertif. Pra tindakan yang dilakukan dengan menyebar

(12)

kelas mencapai 49%. Pada siklus pertama yang terdiri dari tiga tindakan tingkat

persentase siswa meningkat menjadi 72,51%. Siklus kedua dilakukan peneliti

dikarenakan hasil post test pertama belum mencapai pada kriteria keberhasilan

yang peneliti harapkan. Siklus kedua yang juga terdiri dari tindakan mampu

meningkat persentase siswa yang semula 72,5% menjadi 77,3% atau sudah masuk

pada persentase baik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa adanya perubahan

sikap dari siswa yang semula kurang asertif lambat laun sudah menunjukkan

asertif.

Sedangkan penelitian Tri Astutik (2005) dengan judul efektifitas layanan

bimbingan kelompok dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas II SMP

Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006 menunjukkan siswa sebelum

mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 2,28 setelah

mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 3,25, sehingga

dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif.

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang

akan dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya

dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di

lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data, maka

peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Ada peningkatan yang signifikan perilaku asertif siswa kelas X SMA

Kartika III-1 Banyubiru melalui layanan bimbingan kelompok atau dengan kata

lain layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan perilaku asertif siswa kelas

Referensi

Dokumen terkait

Surat Ket erangan Dukungan Keuangan dari Bank digant i dengan Referensi

Gedung Pagelaran Seni di Banda Aceh merupakan suatu wadah bagi para seniman untuk dapat menampilkan suatu karya baik dari seni musik dan tari sehingga dapat ditonton oleh penikmat

Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi Tahun Anggaran 2012 dengan

Dalam rangka penguatan kewenangan Mahkamah Partai Politik terkait dengan penyelesaian konflik internal partai politik maka disarankan agar kewenangan Mahkamah Partai lebih

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan mengembangkan basis data evaluasi diri dosen dan mahasiswa jurusan PTBB yang sudah teruji secara

Beberapa hal yang diperoleh menjelang berakhirnya sesi, bahwa ada harapan akan terjadinya pemulihan/pembaruan kehidupan, hidup rohani relasi dengan Tuhan (pembaruan doa,

dengan media visual terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII.. SMPN 3

Hasil perancangan ini adalah furniture outdoor yang mampu memberikan fasilitas untuk anak usia 4-8 tahun agar fokus belajar motorik halus (membaca, menulis, menggambar dan