• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PEMAHAMAN MATERI TENTANG NILAI PANCASILA DENGAN PERUBAHAN SIKAP NASIONALISME SISWA DI SMP NEGERI 1 BELALAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PEMAHAMAN MATERI TENTANG NILAI PANCASILA DENGAN PERUBAHAN SIKAP NASIONALISME SISWA DI SMP NEGERI 1 BELALAU"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN PEMAHAMAN MATERI TENTANG NILAI PANCASILA DENGAN PERUBAHAN SIKAP NASIONALISME SISWA DI SMP

NEGERI 1 BELALAU

Oleh Leni Puspita

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan antara Hubungan Pemahaman Materi Tentang Nilai Pancasila Dengan Perubahan Sikap Nasionalisme Siswa Di SMP Negeri 1 Belalau. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Variabel X dalam penelitian ini adalah hubungan pemahaman materi tentang nilai pancasila sedangkan variabel Y nya adalah perubahan sikap nasionalisme siswa, populasi dalam penelitian ini berjumlah 132 orang yang dijadikan Sampel dalam berjumlah 26 orang, tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tehnik pokok yaitu angket/kuesioner dan tehnik penunjang yaitu, wawancara dan dokumentasi, tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) pemahaman tentang materi perilaku sesuai nilai pancasila(X) dominan pada kategori kurang paham dengan persentase 42%, (2) perubahan sikap nasionalisme siswa (Y) dominan pada kategori setuju dengan persentase 50%.

Kesimpulan hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang positif, signifikan, dan kategori keeratan rendah antara hubungan pemahaman materi tentang nilai Pancasila dengan perubahan sikap Nasionalisme siswa. Hal ini dapat dilhat dari perolehan analisis data pembagian antara nilaiCmaks 0,812 dibagi dengan 3, diperoleh nilai 0,27. disebabkan faktor-faktor dari luar seperti faktor lingkungan, faktor dari keluarga dan faktor teman bermain.

(2)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru merupakan seorang yang bertanggung jawab mencerdaskan siswa-siswinya. Pribadi siswa yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap siswa. Tidak ada seorang gurupun yang mengharapkan siswa-siswinya menjadi sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha membimbing dan membina siswa agar di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh seseorang dan memiliki tujuan untuk menjadikan manusia dewasa yang berkualitas serta dapat mengabdikan dirinya kepada masyarakat sehingga berguna bagi bangsa dan negara. Kegiatan untuk mengembangkan potensi tersebut harus dilakukan secara berencana, terarah, dan sistematis agar dapat mencapai suatu tujuan dan menghasilkan perubahan-perubahan positif dalam diri peserta didik.

Pengembangan potensi peserta didik dilakukan dengan beberapa hal sebagai berikut: 1. Toleransi

(3)

2. Taqwa

Pengembangan sikap taqwa dilakukan melalui pemberian materi dan motivasi pada mata pelajaran agama islam serta melalui kegiatan organisasi ekstrakurikuler misalnya Rohani islam.

3. Bakat

Bakat peserta didik dapat digali dan dibimbing melalui pemberian materi dan motivasi dari guru BK agar bakat siswa dapat dibina dan dikembangkan kearah yang sesuai.

Perubahan perilaku positif yang telah direncanakan secara sistematis oleh seorang guru sebagai akibat pengalaman pendidikan dapat diungkap melalui proses evaluasi yng dibedakan menjadi dua cara yaitu proses testing dan proses non testing. Dalam hal ini peran sekolah menjadi sangat besar. Sekolah merupakan jalur pembinaan dan pembentukkan sikap yang paling efektif karena dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, baik dari segi usia maupun status kehidupan warga negara Indonesia terutama bagi generasi muda yang menjadi tumpuan harapan bangsa harus mampu menjaga dan mengembangkan kualitas kehidupan sosial bangsa dimasa sekarang dan masa yang akan datang.

Seorang guru yang bertanggung jawab diantaranya memiliki sikap:: 1. Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan

2. Memikul tugas mendidik dengan bebas,berani, gembira (tugas bukan menjadi beban baginya)

3. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul (kata hati)

(4)

siswa dalam menghargai orang lain. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah membentuk karakter siswa agar dapat menjadi orang yang bersusila, berguna bagi agama, nusa dan bangsa yang akan datang.

Sesorang yang berstatus guru tidak selamanya dapat menjaga wibawa dan citra sebagai seorang guru di mata siswanya dan masyarakat. Dalam kenyataannya masih ada sebagian guru yang mencemarkan citra guru, banyak tertera di media masa baik media cetak maupun elektronik yang sering diberitakan tentang oknum-oknum guru yang melakukan tindakan asusila. Perbuatan seperti itu tidak sepatutnya di lakukan oleh seorang guru. Lebih fatal lagi perbuatan yang tergolong tindak kriminal itu dilakukan terhadap siswanya sendiri. Tidak seorangpun guru yang bisa menjadi guru yang baik kecuali guru itu sendiri yang ingin menjadi bagian dari siswanya dan mau memahami serta mendengarkan kata-katanya. Guru yang mau memahami dan mendengarkan kesulitan belajar dan masalah lain yang dihadapi oleh siswanya, maka seorang guru akan disenangi oleh siswanya karena sikapnya tersebut. Sebaliknya, apabila guru yang tidak mau mengerti atau memahami kesulitan yang dihadapi oleh siswanya maka akan menghambat sikap siswa dalam belajar.

Siswa merupakan pelajar yang bisa dikatakan masih terkait oleh aturan-aturan yang masih dibatasi kebebasannya. Siswa dapat di katakan seorang atau sekelompok orang yang menuntut ilmu di bangku sekolah. Atau dengan kata lain, siswa adalah orang yang menuntut ilmu sedalam mungkin, baik yang rela mengeluarkan segala jerih payahnya dengan tujuan untuk menempuh masa depan yang cerah dengan catatan tidak siswa itu tidak menyianyiakan kesempatan yang diberikan.

(5)

waktu, harus memakai seragam sekolah yang lengkap, dan sebagainya. Mengikuti peraturan di sekolah biasanya tidak susah untuk kita lakukan.

Ada hal lain yang harus diperhatikan sebagai siswa atau pelajar diantaranya sikap dan perilaku siswa di luar sekolah. Karena lebih banyak waktu yang kita habiskan di luar sekolah dari pada di dalam lingkungan sekolah. Tentu sebagai siswa atau pelajar kita harus menerapkan sikap atau akhlak yang baik, maksudnya tingkah laku, kata-kata maupun penampilan kita harus sesuai dengan status kita yaitu pelajar. Misalnya dengan yang lebih tua harus menghormati, sedangkan kalau yang lebih muda harus bisa memberikan contoh yang baik jangan malah meremehkan atau memamerkan kemampuan yang dipunyai.

Demikian pula penampilan kita harus sewajarnya sebagai seorang pelajar, harus dihindari misalnya bagi yang wanita memakai cat kuku, lipstic apalagi cat rambut yang mencolok dan bagi yang pria harus memotong rambut menjadi pendek dan rapi dan sebagainya. Selain sikap dan perilaku sebagai seorang siswa juga harus tetap menjaga semangat yang tinggi untuk belajar, karena belajar adalah tugas utama kita, ada yang bilang pekerjaan pelajar adalah belajar.

Tanpa belajar kita tidak mungkin bisa pandai. Yang harus diperhatikan adalah penggunaan waktu. Setiap orang mempunyai waktu yang sama yaitu 24 jam, tinggal bagaimana mengisi waktu tersebut. Di Jepang kabarnya orang sangat menghargai waktu, mereka memanfaatkan waktu luang seperti waktu sedang mengantre atau menunggu kendaraan dengan membaca. Pasti hal seperti itu juga bisa di terapkan dinegara lain khususnya oleh para pelajar di Indonesia.

(6)

siswa yang menolak dan belum dapat menghargai guru pada saat proses pembelajaran berlangsung di kelas khusunya pembelajran pendidikan kewarganegaraan. Bukti ini didapat saat melakukan survey di SMP Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat. Berikut adalah tabel sikap siswa dalam menghargai guru pada saat proses belajar

1 Menerima  Kurang memperhatikan saat guru menjelaskan pelajaran di kelas

 Tidak pernah mau bertanya pada guru setelah guru menjelaskan pelajaran

3 Menghargai  Kurang menghargai guru ketika guru menjelaskan pelajaran di kelas

4 Bertanggung jawab  Siswa bertanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh guru

Sumber: Hasil observasi atau pengamatan di kelas IX

(7)

pada saat mengajar di kelas, faktor dari siswa dan sekolah juga dapat menyebabkan sikap siswa cenderung menolak.

Faktor dari guru seperti pembuatan materi pembelajaran dan proses belajar mengajarnya kurang bervariasi sehingga kesannya membosankan akan berpengaruh pada sikap siswa, penggunaan media pembelajaran yang kurang akan berpengaruh dengan tidak fokusnya siswa pada media yang digunakan tersebut, pemilihan metode mengajar yang kurang tepat juga akan menyebabkan sikap siswa tidak memperhatikan pembelajaran.

Sikap siswa yang cenderung menolak juga terjadi terhadap teman sebayanya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti tentang siswa diketahui bahwa sikap siswa terhadap siswa yang lainnya kurang menghargai misalnya siswa memaksa temannya untuk memberikan contekan pekerjaan rumahnya.

Faktor dari siswa seperti tidak ada semangat dari dalam diri siswa itu sendiri untuk menjadi lebih baik, kurangnya motivasi atau dorongan bagi siswa baik dari guru, orang tua maupun teman-temannya, kurang terjalin komunikasi yang akrab antara guru dan siswa.

Faktor dari sekolah, sekolah harus memberikan sarana dan prasarana yang lengkap agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik sehingga maksimalisasi tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tetapi jika sarana dan prasarana yang diberikan oleh sekolah tidak lengkap maka akan mengganggu proses belajar mengajar siswa dan tujuan pembelajaran tidak tercapai dengan maksimal.

(8)

prilaku di sekolah yang berbasis religius karena guru menjadi teladan bagi siswa, kemudian sekolah menerapkan peraturan tata tertib dengan sistem poin sehingga jika ada pelanggaran yang di langgar oleh siswa maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran dan nilai poin yang telah di belakukan oleh sekolah.

Selain itu di perlukan keterlibatan masyarakat untuk mengatasi banyaknya persoalan etika moral siswa yang tidak baik antara lain:

1. Memberi nasehat secara langsung kepada siswa atau anak yang bersangkutan agar anak tersebut meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama.

2. Membicarakan dengan orang tua/wali anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluarnya untuk menyadarkan anak tersebut.

3. Masyarakat harus berani melaporkan anak tersebut kepada pejabat yang berwenang tentang pelanggaran yang dilkukan oleh siswa sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah prevensi secara menyeluruh.

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis mengambil judul “Hubungan

Pemahaman Tentang Materi Perilaku Sesuai Nilai Pancasila Dengan Perubahan Sikap Siswa Terhadap Nilai Nasionalisme Di SMP Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat Tahun Ajaran 2012/2013.”

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapatdi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(9)

2. Peran guru dalam memberikan pemahaman tentang perubahan perilaku serta sikap sesuai dengan Pancasila terhadap nila inasionalisme.

3. Keberhasi ldalam penanaman nilai dan moral pada siswa.

4. Faktor pembinaan terhadap sikap kecintaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan sikap patriotisme terhadapsesamasiswa.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas agar penelitian ini tidak meluas jangkauannya, maka penelitian ini permasalahannya akan dibatasi pada masalah pemahaman tentang materi perilaku sesuai nilai-nilai Pancasila dengan perubahan sikap siswa terhadap nilai nasionalisme.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakahhubungan pemahaman tentang materi perilaku sesuai nilai-nilai Pancasila dengan perubahan sikap siswa terhadap nilai nasionalisme Di SMP Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat Tahun Ajaran 2012/2013.

E. Tujuan Penelitian

(10)

F. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk memperkaya dan mengembangkan konsep-konsep yang berkaitan dengan ilmu pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan berkenaan dengan upaya pembentukan sikapnasionalisme peserta didik melalui pendidikan nilai/ moral Pancasila

2. Secara Praktis a. Bagi Guru

Untuk mengoptimalkanproses pembelajaran dalam penanaman nilai moral kepada siswa dan mengarahkan siswa untukmemilikisikapnasionalisme.

b. Bagi siswa

Untuk memahami pentingnya menerapkanperilaku/sikapsesuaidengannilai-nilaiPancasila dalam rangka menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki rasa kebangsaan serta menjadi warga negara yang baik.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup: 1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini merupakan ilmu pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan dalam kajian pendidikan nilai moral pancasila. 2. Ruang Lingkup Subjek

Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah siswadi SMP Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat Tahun Ajaran 2012/2013.

3. Ruang Lingkup Objek

(11)

4. Ruang Lingkup Tempat

Ruang lingkup tempat dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat.

5. Ruang Lingkup Waktu

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Tinjauan Tentang Sikap Siswa a. Pengertian Sikap Siswa

Sikap dinyatakan dengan istilah “attitude” yang berasal dari kata latin “aptus”

yang berarti keadaan sikap secara mental yang bersifat subjektif untuk melakukan kegiatan. Sikap seseorang dapat terbentuk karena adanya objek tertentu yang memberikan rangsangan langsung pada dirinya. Sikap merupakan bagian terpenting dalam berinteraksi dengan orang lain. Sikap dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif memunculkan kecenderungan untuk mendekati, menerima, bahkan untuk mengaharapkan kehadiran objek tertentu. Sedangkan sikap negatif dapat memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, menghindari keberadaan suatu objek yang tidak di sukai.

(13)

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni menurut (Sunaryo, 2004:200) :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seseorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

.

Menurut Tirandis (dalam Suit dan Almasai;2002) sikap pada umumnya disepakati mengandung 3 aspek yang dapat diselidiki secara terpisah atau bersama-sama yaitu:

1.Aspek kognitif yang berkaitan dengan gagasan atau porposi yang menyatakan hubungan antara situasi dan obyek sikap.

2. Aspek afektif yang berkaitan dengan emosi atau perasaan yang menyertai gagasan.

3. Aspek perilaku yang berkaitan dengan pradisposisi atau kesiapan untuk bertindak.

Sedangkan Mar’at (1982) membagi sikap menjadi 3 komponen yaitu: 1. kognisi:

berhubungan dengan keyakinan (belief) ide dan konsep; 2. afektif menyangkut kehidupan emosional seseorang; 3. konasi merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku.

(14)

Sikap dapat terbentuk karena faktor subyektif seseorang namun juga karena adanya interaksi sosial yang dilakukan oleh indpenden. Melalui interaksi sosial akan terjadi hubungan antar independen sebagai anggota kelompok sosial. Menurut Azwar (2002) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap seorang yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting. Media massa, instalasi atau lembaga pendidikan dan lembaga Agama serta Emisi dalam diri indenpenden.

Pengertian sikap yang dikemukakan oleh Aiken dalam Ramadhani (2009;11), mendefinisikan “sikap sebagai prediposisi atau kecendrungan yang dipelajari dari

seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, konsep atau orang lain.

Berdasakan uraian pendapat di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak yang positif ataupun negatif dalam menghadapi objek, lembaga,ide, situasi atau nilai untuk menentukan apakah orang setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu yang disukai, diharapkan,baik yang bersifat fositif maupun negatif. Sikap siswa yang positif terutama kepada guru dan mata pelajaran yang diterima merupakan tanda baik bagi siswa dalam proses belajar. Sebaliknya sikap siswa yang negatif akan diiringi dengan kebencian terhadap guru dan mata pelajarannya sehingga akan menimbulkan kesulitan belajar dan prestasi belajar siswa akan kurang memuaskan.

Pengertian siswa menurut pasal 1 ayat 4 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, siswa didefinisikan “sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan

(15)

Sedangkan menurut Shafique Ali Lihan, “siswa merupakan orang yang datang ke suatu lambang untuk memperoleh beberapa tipe pendidikan”.

Berdasarkan uraian beberapa pendapat di atas mengenai siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa merupakan subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespons dengan tindak belajar. Dalam proses belajar siswa mengunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar, siswa juga di belajarkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik.

Berdasarkan definisi-definisi sikap siswa yang telah dijelaskan di atas terdapat bukti bahwa di SMP Negeri 1 Belalau Kabupaten lampung Barat ini masih ada kecenderungan sikap siswa yang menolak dan belum dapat menghargai guru pada saat proses pembelajaran berlangsung di kelas khusunya pembelajran pendidikan kewarganegaraan.

2. Peran Guru, Orang Tua dan Masyarakat 1. Peran guru

Dilihat dari fungsi dan tugas guru sebagai pendidik dan pengajar, guru mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar-mengajar. Karena guru merupakan komponen yang paling dominan dalam dunia pendidikan baik itu pendidikan yang formal maupun yang informal.

Peran Guru Menurut WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu :

1. Peran guru sebagai pendidik

2. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. 3. Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing

(16)

2. Peran Orang Tua dan Masyarakat

Dalam lingkungan kehidupan sehari-hari, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan fisik, psikis atau spiritual. Dalam lingkungan hidup itu manusia mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan pada umumnya. Peranan keluarga dan masyarakat sangat penting dalam perkembangan anak karena keluarga merupakan orang pertama dalam mendidik anak dimana ia belajar tentang etika moral.

Dalam membangun karakter keluarga, khususnya anak, nilai yang pertama kali ditanamkan adalah aqidah, sebagaimana Luqman menasehati anaknya untuk mendirikan sholat dan tidak melakukan syirik. Setelah mengenal tauhid, anak-anak diajarkan masalah akhlak. Dinamika kehidupan anak-anak-anak-anak belakangan ini, jika hanya dibebankan kepada ibu sangatlah berat. Sebanyak apapun hasil kerja dari seorang ayah, tidak akan pernah menggugurkan kewajiban sang ayah di dalam mendidik anak-anaknya. Ayah memegang peranan penting dalam mendidik anak, baik dalam hal aqidah, syariat, kesabaran dan akhlak (karakter).

Menurut Sayyidina Ali mengatakan ada 3 tahapan pendidikan terhadap anak, yaitu:Tahap bermain, Tahap penanaman disiplin, Tahap sahabat/lawan Di samping itu, ibu memiliki peran yang luar biasa, dan jika ingin membangun pemuda yang berkarakter, maka ibunya juga harus pinter. Sebab ibu itu adalah sekolah pertama bagi anak.

(17)

1. Memberi nasehat secara langsung kepada siswa atau anak yang bersangkutan agar anak tersebut meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama.

2. Membicarakan dengan orang tua/wali anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluarnya untuk menyadarkan anak tersebut.

3. Masyarakat harus berani melaporkan anak tersebut kepada pejabat yang berwenang tentang pelanggaran yang dilkukan oleh siswa sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah prevensi secara menyeluruh.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran orang tua, sekolah dan masyarakat itu sangat penting dalam mendidik siswa supaya menjadi anak yang soleh, sopan, pandai bergaul, dan sukses.Peran orang tua dalam hal pendidikan anak sudah seharusnya berada pada urutan pertama, para orang tualah yang paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk anak-anaknya, apa saja yang mereka sukai dan apa saja yang mereka tidak sukai. Para orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang membuat anaknya malu dan hal-hal apa saja yang membuat anaknya takut. Para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah buruk.

3. Peran Siswa Yang Ideal

(18)

lain, siswa adalah orang yang menuntut ilmu sedalam mungkin, baik yang rela mengeluarkan segala jerih payahnya dengan tujuan untuk menempuh masa depan yang cerah dengan catatan siswa itu tidak menyianyiakan kesempatan yang diberikan.

Sebagai siswa atau pelajar yang baik wajib mengikuti semua peraturan atau tata tertib yang berlaku di tempat kita belajar atau sekolah, seperti; masuk sekolah dan pulang tepat waktu, harus memakai seragam sekolah yang lengkap, dan sebagainya. Mengikuti peraturan di sekolah biasanya tidak susah untuk di lakukan sebagai siswa yang baik.

Ada hal lain yang harus diperhatikan sebagai siswa atau pelajar diantaranya sikap dan perilaku kita di luar sekolah. Karena lebih banyak waktu yang kita habiskan di luar sekolah dari pada di dalam lingkungan sekolah. Tentu sebagai siswa atau pelajar kita harus menerapkan sikap atau akhlak yang baik, maksudnya tingkah laku, kata-kata maupun penampilan kita harus sesuai dengan status kita yaitu pelajar. Misalnya dengan yang lebih tua harus menghormati, sedangkan kalau yang lebih muda harus bisa memberikan contoh yang baik jangan malah meremehkan atau memamerkan kemampuan yang dipunyai.

(19)

karena belajar merupakan tugas utama kita, ada yang bilang pekerjaan pelajar adalah belajar.

Tanpa belajar kita tidak mungkin bisa pandai. Yang harus diperhatikan adalah penggunaan waktu. Setiap orang mempunyai waktu yang sama yaitu 24 jam, tinggal bagaimana mengisi waktu tersebut. Di Jepang kabarnya orang sangat menghargai waktu, mereka memanfaatkan waktu luang seperti waktu sedang mengantre atau menunggu kendaraan dengan membaca. Pasti hal seperti itu juga bisa di terapkan dinegara lain khususnya oleh para pelajar di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang ideal itu mampu menerapkan etika moral yang baik, baik didepan guru maupun dengan orang lain, akan tetapi hal tersebut sangat bertolak belakang dengan siswa yang ada di SMP Negeri 1 Belalau hal ini dapat di lihat dari cara siswa dalam beretika moral terhadap guru.

4. Pemahaman Siswa Tentang Perilaku Berpancasila. a. Pengertian Pemahaman

Berdasarkan pendapat Jalaluddin Rakhmat dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) ”Pemahaman merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia”. Pengertian ini menunjukkan bahwa aspek

pemahaman erat kaitannya dengan sikap intelektual dan ini berkaitan dengan apa yang diketahui oleh manusia.

(20)

tentang keterikatan yang terjadi dalam keterikatan yang terjadi dalam

keseluruhan”. Jadi, pemahaman merupakan suatu proses persepsi atas

keterhubungan antara beberapa faktor yang saling mengikat secara menyeluruh dan persepsi diartikan sebagai penafsiran stimulus yang telah ada dalam otak. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa pemahaman adalah mengerti atau dapat menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, sebab apa, bagaimana, dan untuk apa.

Terkait dengan pemahaman dalam penelitian ini, David O Sears , Jonathan L. Freeman dan L. Anne Peplau dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:29) mengemukakan ”teori yang disebut dengan teori pemahaman sosial (kognisi

sosial), teori ini diarahkan pada penelaahan berbagai proses kognitif yang difokuskan pada stimuli sosial, terutama terhadap perorangan dan kelompok”.

Yang menjadi inti pendekatan pemahaman sosial adalah pandangan bahwa persepsi manusia merupakan proses kognitif yang memandang orang sebagai pengamat yang terorganisasikan secara aktif, jadi bukan sekedar kotak yang pasif, mereka memiliki motivasi untuk mengembangkan kesan yang terpadu dan berarti, bukan sekedar rasa suka atau benci. Jadi, pemahaman merupakan pengertian atau mengerti benar tentang sesuatu.

b. Tinjauan Tentang Nilai-Nilai Pancasila 1). Pengertian Nilai

(21)

Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu, untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat mengatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, religius atau tidak religius. Hal ini dihubungkan dengan unsure-unsur yang ada pada manusia yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan.

Menurut Notonagoro yang dikutip oleh Darmodiharjo (1991:51) membagi nilai menjadi tiga, yaitu:

a) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.

b) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam, yaitu:

a) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia. b) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan

(emotion) manusia.

c) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,

will) manusia.

d) Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia.

2) Nilai-Nilai Yang Terkandung dalam Pancasila

Darmodiharjo (1991:52)menjelaskan,bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila antara lain sebagai berikut:

a. Dalam sila I berbunyi “Ketuhanan Yang maha Esa” terkandung nilai-nilai religius antara lain:

(22)

2) Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

3) Nilai sila I ini meliputi dan menjiwai sila-sila II, III, IV, dan V.

b. Dalam sila II yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” terkandung nilai-nilai kemanusiaan, antara lain:

1) Pengakuan terhadap adanya martabat manusia 2) Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia

3) Nilai sila II ini diliputi dan dijiwai sila I, meliputi dan menjiwai sila III, IV, dan V.

c. Dalam sila II yang berbunyi “Persatuan Indonesia” terkandung nilai persatuan bangsa, antara lain:

1) Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia

2) Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.

3) Nilai sila III ini diliputi dan dijiwai sila I dan II, meliputi dan menjiwai sila IV dan V.

d. Dalam sila IV yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” terkandung milai

kerakyatan, antara lain:

1) Kedaulatan Negara adalah di tangan rakyat

2) Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam permusyawaratan wakil-wakil rakyat

(23)

e. Dalam sila V yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia” terkandung nilai keadilan sosial, antara lain:

1) Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atas kemasyaraktan meliputi seluruh rakyat Indonesia

2) Cita-cita masyarakat adil, makmur, material, dan spiritual, yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia

3) Keseimbangan antara hak dan kewajiban dan menghormati hak orang lain

4) Nilai sila V ini diliputi dan dijiwai sila I, II, III, IV.

Berdasarkan pendapat Widjaja (2004:6) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar Negara mengandung nilai-nilai sebagai berikut:

a. Nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

b. Nilai ideal, nilai material, nilai spiritual, nilai pragmatis, dan nilai positif. c. Nilai etis, nilai estetis, nilai logis, nilai sosial, dan nilai religius.

(24)

5.Tinjauan Tentang Nasionalisme

a. Pengertian Nasionalisme

Di era globalisasi sekarang ini masalah yang penting mendapat perhatian adalah identitas kebangsaan. Derasnya arus globalisasi menyebabkan terkikisnya nilai-nilai kebangsaan. Anak-anak lebih bangga dengan budaya asing daripada budaya bangsanya sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya rasa bangga yang lebih pada diri anak manakala menggunakan produk luar negeri, dibandingkan jika menggunakan produk bangsanya sendiri. Slogan “aku cinta buatan Indonesia”

sepertinya hanya menjadi ucapan belaka, tanpa ada aksi yang mengikuti pernyataan tersebut. Dengan keadaan yang seperti ini perlu ditanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada peserta didik untuk meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap bangsa Indonesia.

Nasionalisme berasal dari kata nation ( bangsa ). Nasionalisme adalah suatu gejala psikologis berupa rasa persamaan dari sekelompok manusia yang menimbulkan kesadaran sebagai bangsa. Bangsa adalah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki rasa persatuan yang timbul karena kesamaan pengalaman sejarah, serta memiliki cita-cita bersama yang ingin dilaksanakan di dalam negara yang berbentuk negara nasional.

(25)

ideologi. Adapun bentuk-bentuk dari nasionalisme sangatlah beragam. Bentuk-bentuk nasionalisme adalah sebagai berikut:

1) Nasionalisme kewarganegaraan

Nasionalisme kewarganegaraan disebut juga nasionalisme sipil. Nasionalisme jenis ini adalah nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, ”kehendak rakyat”, ”perwakilan politik”.

Teori nasionalisme ini bermula dibangun oleh Jean Jacques Rousseau.

2) Nasionalisme etnis

Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangunoleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat")

3) Nasionalisme romantik

Nasionalisme romantik disebut juga nasionalisme organik t atau nasionalisme identitas adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik.

4) Nasionalisme budaya

(26)

budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRT karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.

5) Nasionalisme kenegaraan

(27)

6) Nasionalisme agama

Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu

Nasionalisme merupakan perpaduan dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dihindarkan. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Semangat rela berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, jika orang tersebut mengetahui untuk apa mereka berkorban

(28)

satu suku bangsa tersebut itulah yang dinamakan budaya lokal. Dari keanekaragaman budaya lokal itu tercipta multikultural.

”Multikultural budaya menciptakan kearifan budaya lokal yang kemudian

diaplikasikan dalam kearifan budaya bangsa. Salah satu contoh kearifan budaya lokal adalah Tarian Hudoq yang berasal dari suku Dayak. Tarian ini bermakna bahwa setiap manusia harus bersyukur dan meminta perlindungan kepada Tuhan. Kearifan budaya local ini kemudian diadopsi oleh kehidupan bermasyarakat di Indonesia saat ini yaitu budaya beragama”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nasioalisme adalah suatu ungkapan perasaan cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsanya dengan tetap menghormati bangsa lain karena merasa sebagai bagian dari bangsa lain di dunia. Makna nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.

b. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam nasionalisme

Dalam melakukan kerja sama kita harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan dan keselamatan bangsanya. Oleh sebab itu, nasionalisme dalam arti luas mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Prinsip kebersamaan

(29)

2. Prinsip persatuan dan kesatuan

Setiap warga negara harus mampu mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan yang dapat meimbulkan perpecahan dan anarkis (merusak). Untuk menegakkan prinsip persatuan dan kesatuan setiap warga negara harus mampu mengedepankan sikap: kesetiakawanan sosial, peduli terhadap sesame, solidaritas, dan berkeadilan sosial.

3. Prinsip demokrasi/ demokratis

Prinsip demokrasi/demokratis memandang bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Karena hakikat semangat kebangsaan adalah adanya tekad untuk hidup bersama yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, berkedaulat, adail, dan makmur.

Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa:

1. Menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan

2. Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan Bangsa dan Negara 3. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia tidak rendah diri

4. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa

5. Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia 6. Mengembangkan sikap tenggang rasa

(30)

8. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan

9. Senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan 10. Berani membela kebenaran dan keadilan

11. Merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia. 12. Menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa

lain.

6. Peran Mata Pelajaran PKn yang Strategisdalam Membina Etika Moral Siswasesuaidengannilai-nilaiPancasila

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan pengetahuan dan sikap terhadap pribadi dan perilaku siswa. Siswa berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, baik agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Hal ini bertujuan agar warganegara Indonesia menjadi cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta mempunyai karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 39 Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memberikan

pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara dengan pemerintah agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.

Pendapat Sumarsono (2002: 6) menyatakan : “Pendidikan Kewarganegaraan adalah

(31)

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai peran dalam mendidik sikap siswa dan etika moral sebagai siswa melalui upaya pengajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang ber etika moral, cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta mempunyai karakter yang khas dalam sikap moral sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai pancasila dan UUD 1945

B. Kerangka Pikir

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membina etika moral siswa untuk menyiapkan generasi muda menjadi warga negara yang baik. Wadah pembinaan tersebut dilakukan idealnya di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan di sekolah sudah selayaknya memberikan layanan dan pembinaan etika moral siswa, namun pada kenyataannya banyak sikap siswa yang tidak mencerminkan etika moral yang baik sesuai dengan nilai Pancasila dan nilai nasionalisme. Oleh karena itu peneliti merasa penting untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan Pemahaman Materi Tentang Nilai Pancasila Dengan

(32)
(33)

36

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif ini penulis ingin memaparkan data-data dan menganalisis data secara objektif serta menggambarkanhubungan pemahaman tentang materi perilaku sesuai nilai pancasila dengan perubahan sikap siswa terhadap nilai nasionalisme di SMP Negeri 1 Belalau Kab. Lampung Barat tahun ajaran 2012/2013.

Mohammad Nazir (1987: 63), “Metode Deskriptif adalah suatu metode

dalam penelitian suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set, kondisi, suatu sistem perkawinan atau kelas peristiwa pada masa sekarang”.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(34)

37

Tabel 2. Jumlah Populasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Belalau.

No Kelas Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan

1 VIII A 12 24 36

2 VIII B 13 21 34

3 VIII C 15 15 30

4 VIII D 15 17 32

Jumlah 132

Sumber : Data siswa kelas VIII SMP Negeri 1Belalau

2. Sampel

Berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 107) “menyatakan

apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih dari 100 dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih”. Berdasarkan teori di atas, maka sampel dalam penelitian ini diambil 20% dari jumlah populasi yang ada, yakni20% X 132= 26 siswa.

Tabel 3. Jumlah dan sebaran Sampel Siswa kelas VII SMP Negeri 1 Belalau

No Kelas Perhitungan

1 VIII A 36/132 x 26 = 7,09 2 VIII B 34/132 x 26 = 6,69 3 VIII C 30/132 x 26 = 5,90 4 VIII D 32/132 x 26 = 6,30

(35)

38

C. Variabel Penelitian

Di dalam suatu variabel penelitian terkandung konsep yang dapat dilihat dan diukur. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Variabel bebasnya

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pemahaman materi tentang nilai Pancasila (X).

2) Variabel terikatnya

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan sikap nasionalisme siswa (Y).

D. Definisi Operasional VariabeldanIndikatornya Definisi operasional variabel dalam penelitian ini:

1. VariabelX :Pemahaman tentang materi perilaku sesuai nilai Pancasila adalah kemampuan siswa dalam memahami secara komprehensif konsep materi perilaku sesuai Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila.

Indikator dari variable ini adalah kemampuan memahami konsep materi Pancasila, dan kemampuan memahami nilai yang terkandung dalam sila Pancasila.

(36)

39

bersifat positif maupun negatif pada siswa terhadap nilai nasionalisme.

Indikator dari variable ini adalah unsur sikap meliputi aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap nilai nasionalisme.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Teknik Pokok

1. Angket/ Kuesioner

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang hubungan pemahaman tentang materi perilaku sesuai nilai pancasila dengan perubahan sikap siswa terhadap nilai nasionalisme. Skala pengukuran untuk data ini adalah interval sehingga kuisioner yang digunakan berbentuk semantic differential.

Teknik angket atau kuisioner merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara membuat pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan maksud menjaring data dan informasi langsung dari responden yang bersangkutan. sasaran angket adalah siswa SMP Negeri 1 Belalau Tahun 2012/2013.

Responden memilih jawaban yang telah disediakan sesuai dengan keadaan subjek. Setiap item memiliki tiga alternatif jawaban yang masing-masing mempunyai skor bobot berbeda-beda,yaitu:

(37)

40

2. Alternatif jawaban yang kurang setuju diberi skor 2 3. Alternatif jawaban yang tidak setuju diberi skor 1

2. Teknik Penunjang 1. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data langsung dari responden serta untuk melengkapi data yang belum legkap atau terjawab melalui angket. Wawancara langsung dilakukan kapada responden.

2. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekunder yang berupa keterangan, catatan, laporan, yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

F. Uji Persyaratan Instrumen 1.Uji Validitas

Untuk mengatasi uji validitas angket diadakan melalui kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator-indikator variabel yang disesuaikan dengan maksud dan isi butir soal yang dilakukan melalui korelasi angket dengan berkonsultasi kepada pembimbing.

2. Uji Reliabilitas Angket

(38)

41

Suharsimi Arikunto (1982: 151) “bahwa untuk membuktikan kemantapan

alat pengumpul data maka akan diadakan uji coba angket, Reliabilitas menunjukan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk dipergunakan sebagai alat pengumpul data instrumen tersebut sudah baik”.

Uji reliabilitas angket dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Melakukan uji coba angket kepada 10 orang di luar responden

b. Hasil uji coba dikelompokkan menjadi item ganjil dan item genap c. Hasil item ganjil dan genap dikorelasikan dengan rumus Product

rxy = Koefisien Korelasi Antara Gejala X dan Y

x = Variabel Bebas

y = Variabel Terikat

N = Jumlah Sampel Yang Diteliti

(Suharimi Arikunto, 2009: 72)

(39)

42

Keterangan :

rxy : Koefisien realibilitas seluruh tes rgg : Koefisien korelasi item x dan y

e. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan tingkat reliabilitas yang dijelaskan oleh Guilford dalam Rusenffendi (1994:144) sebagai berikut :

0,00 – 0,20 = reliabilitas kecil 0,20 – 0,40 = reliabilitas rendah 0,40 – 0,70 = reliabilitas sedang 0,70 – 0,90 = reliabilitas tinggi 0,90 – 1,00 = reliabilitas sangat G. Hasil Uji Angket

3. Analisis Validitas Angket

Validitas angket didalam penelitian ini diketahui dengan cara berkonsultasi dengan Pembimbing I dan Pembimbing II, setelah dinyatakan valid, maka angket tersebut dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini.

4. Analisis Reliabilitas Angket

(40)

43

dan genap. Setelah itu mengkorelasikan hasilnya menggunakan rumus Product Moment dan dilanjutkan menggunakan rumus

Sperman Brown untuk menentukan tingkat reliabilitasnya.

Hasil dari uji coba angket kepada 10 siswa diluar responden yang sebenarnya dengan tehnik belah dua ganjil genap dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4. Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Ganjil (X).

No

Item Ganjil

Skor

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

1 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 26

2 3 3 2 2 3 2 3 3 2 3 26

3 2 3 2 2 2 2 3 3 1 2 22

4 3 2 2 2 3 2 3 3 1 2 23

5 3 3 2 2 2 3 3 3 2 1 24

6 3 3 1 1 3 2 3 2 1 3 22

7 3 1 1 1 2 2 3 3 1 3 20

8 2 1 3 1 2 2 1 1 3 2 18

9 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 24

10 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 27

Jumlah 232

Sumber: Data Analisis Uji Coba Angket

Dari data Tabel 6 diketahui ∑ X = 232 yang merupakan hasil

(41)

44

responden dengan indikator item ganjil. Hasil penjumlahan ini akan dipakai dalam Tabel kerja hasil uji coba angket antara item ganjil (X) dengan genap (Y) untuk mengetahui besar reliabilitas kevalidan instrumen penelitian.

Tabel 5. Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Genap (Y).

No

Item Genap

Skor

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 23

2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 3 21

3 2 2 1 2 1 2 3 2 2 2 19

4 3 2 2 2 1 2 3 2 3 2 22

5 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 23

6 3 2 2 1 2 3 2 2 2 3 22

7 3 2 2 1 3 1 2 3 2 3 22

8 1 2 2 1 2 3 2 3 2 1 19

9 2 2 1 2 1 3 2 3 2 2 20

10 3 1 3 2 2 3 1 3 2 2 22

Jumlah 213

Sumber: Data Analisis Uji Coba Angket

Dari data Tabel 7 diketahui ∑ Y = 213 yang merupakan hasil

(42)

45

dengan genap (Y) untuk mengetahui besar reliabilitas kevalidan instrumen penelitian.

Tabel 6. Distribusi Antara Item ganjil (X) dengan Item Genap (Y) Mengenai Hubungan Pemahaman Materi Tentang Nilai Pancasila Dengan Perubahan Sikap Nasionalisme Siswa Di SMP Negeri 1 Belalau

No X Y XY

1 26 23 676 529 598

2 26 21 676 441 546

3 22 19 484 361 418

4 23 22 529 484 506

5 24 23 576 529 552

6 22 22 484 484 484

7 20 22 400 484 440

8 18 19 324 361 342

9 24 20 576 400 480

10 27 22 729 484 594

Jumlah 232 213 5454 4557 4960

Sumber Data: Analisis Hasil Uji Coba Angket

(43)
(44)

47

Selanjutnya untuk mencari reliabilitasnya alat ukur ini maka dilanjutkan dengan penggunakan rumus Spearman Brown agar diketahui seluruh item dengan langkah sebagai berikut:

Dari hasil pengolahan data tersebut, kemudian penulis mengkorelasikan dengan kriteria reliabilitas sebagai berikut:

0,00 – 0,20 = reliabilitas kecil 0,20 – 0,40 = reliabilitas rendah 0,40 – 0,70 = reliabilitas sedang 0,70 – 0,90 = reliabilitas tinggi 0,90 – 1,00 = reliabilitas sangat

(45)

48

H. Tekhnik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan setelah data terkumpul. Untuk menjelaskan bagaimanakah hubungan pemahaman tentang materi perilaku sesuai nilai pancasila dengan perubahan sikap siswa terhadap nilai nasionalisme di SMP Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat Tahun Ajaran 2012/2013.

Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menguraikan kata-kata dalam kalimat serta angka-angka secara terperinci, kemudian disimpulkan untuk mengelola dan menganalisis data dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (1992:12) sebagai berikut :

Keterangan :

I : Interval

NT : Nilai Tertinggi

NR : Nilai Terendah

K : Kategori

(46)

49

Keterangan :

P : Besar Persentase

F : Jumlah Alternatif jawaban seluruh item

N : Jumlah perkaitan antara item dengan responden

Kriteria persentase untuk perhitungan hasil rumus diatas sebagai berikut : 76% - 100 % : Baik

51% - 75 % : Cukup

26% - 50 % : Sedang

0 - 25 % : Tidak Baik

(47)

50

Oij : Banyaknya data yang diharapkan.

Eij : Banyaknya data hasil pengamatan.

(Sudjana, 1996 : 280)

Selanjutnya data akan diuji dengan menggunakan rumus koefisien korelasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap kemampuan guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, yaitu :

n x

x

c 2

2

Keterangan :

c : koefisien kontigensi

X2 : chi kuadrat

n : jumlah sampel

(Sudjana, 1996 : 280)

Agar harga C yang diperoleh dapat digunakan untuk menilai derajat asosiasi faktor-faktor, maka harga C dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimum yang bisa terjadi. Harga C maksium ini dapat dihitung dengan rumus :

C maks

M

M 1

(48)

51

C maks : koefisien kontigensi maksimum.

M : harga minimum antara banyak baris dan kolom dengan kreteria uji hubungan “ makin dekat harga C pada Cmaks, makin besar derajat asosiasi antara faktor”.

(49)

84

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat di peroleh kesimpulan sebagai berikut:

Hubungan Pemahaman Materi Tentang Nilai Pancasila Dengan Perubahan Sikap Nasionalisme Siswa Di SMP Negeri 1 Belalau berada pada kategori keeratan rendah antara hubungan pemahaman materi tentang nilai Pancasila dengan perubahan sikap Nasionalisme siswa. Hal ini dapat dilhat dari perolehan analisis data pembagian antara nilaiCmaks 0,812 dibagi dengan 3, diperoleh nilai 0,27. dari hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa sikap siswa yang belum dapat menunjukan sikap nasionalisme terhadap guru maupun sesama siswa hal ini disebabkan faktor-faktor dari luar seperti faktor lingkungan, faktor dari keluarga yang tidak memperhatikan sikap anaknya dan faktor teman bermain yang dalam menjerumuskan anak ke hal-hal yang kurang mencerminkan.

5.2 Saran

(50)

85

a. Kepada pihak sekolah, agar dapat menjadi media yang baik dalam penyaluran aspirasi siswa.

b. Kepada Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Pembiasaan penerapan nilai Pancasila di lingkungan sekolah.

c. Kepada Guru melakukan pendampingan dengan kegiatan yang mengamalkan materi Pancasila.

(51)

DAFTAR PUSPTAKA

Aa Suryana. 2012. Guru Profesional. Bandung: PT Refika Aditama

Ali, Mohammad, M. Asrori. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara

Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta

Dariyo, A. 2007. Psikologi Perkembangan. PT Rafika Aditama: Bandung

Dimyati, Mudjiono. 2009. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, Sayful Bahri. 2010. Guru dan Anak dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta

Djohor. 2006. Guru Pendidikan dan Pembinaannya. Yogyakarta: CV. Grafika Indah.

Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta

Hartinah, Sitti. 2010. Pengembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

Kaelan, Achmad Zubaidi. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma

K. Bertens. 2004. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Nawawi, Hadari. 2003. Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta

Pratiwi. 2009. Panduan Penulisan Skripsi. Tugu Publiser: Yogyakarta.

Sudarsono. 2012. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta

(52)

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Wahyudi, Imam. 2012. Pengembangan Pendidikan. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Wibowo, Agus, Hamrin. 2012. Menjadi Guru Berkarakter. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Wikipedia. 2009. Nasionalisme, http:// Diakses 3 Mei 2013.

Gambar

Tabel. 1. Hasil Pra-survey melalui wawancara tentang sikap siswa dalam
Tabel 2. Jumlah Populasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Belalau.
Tabel 4. Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Ganjil (X)
Tabel 5. Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden diluar Sampel Untuk Item Genap (Y)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan identifikasi hasil pengolahan data menggunakan integrasi SERVQUAL dan Model Kano, pemilihan atribut kebutuhan dengan mempertimbangkan keluhan customer kafe

Maksud dalam penjelasan muqaddimah ibn khaldun yaitu,beliau menjelaskan bahwa aspek pembagian ilmu yang beliau utarakan adalah pertama ilmu hikmah ilmu ini muncul karena

Analisis Statistik Data Profil lipida Kontrol Awal.. Test distribution

Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa salah satu manajemen dalam pendayagunaan dana zakat yang dilakukan oleh lembaga amil Zakat Center Thoriqotul Jannah yaitu

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar timbal dalam darah dengan kadar hemoglobin pada pedagang Pasar Buku Belakang Sriwedari Surakarta.. SUBJEK

Kemiri sunan populasi Cinunuk dan Padahanten memiliki nilai tengah panjang biji yang tidak berbeda nyata, sedangkan nilai tengah.. lebar biji keduanya sangat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah reseptor olfaktori nyamuk Culex sp yang struktur kuartenernya diunduh dari www.pdb.org dengan kode akses 3OGN sedangkan ligan

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya