ABSTRAK
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
TIPE PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MAKE A MATCH (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat
T.P 2012/2013)
Oleh
MUJI APRILIA FITRIANI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara
penggunaan model problem based instruction dan make a match terhadap hasil belajar ekonomi siswa dan untuk mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan model pembelajaran model problem based instruction dan make a match pada hasil belajar ekonomi kelas XI SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Jumlah sampel sebanyak dua kelas, masing-masing kelas berjumlah 37 siswa. Satu kelas diperlakukan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi diperlakukan sebagai kelas pembanding. Hasil uji hipotesis yang pertama dengan uji Anava diperoleh Sig. 0,016 < 0,05
menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran problem based instruction dan model
pembelajaran make a match. Sedangkan untuk hipotesis kedua dengan
perhitungan manual menggunakan rumus diperoleh hasil keefektifan adalah 1,02 yang artinya penggunaan model problem based instruction lebih efektif
dibandingkan model make a match.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah …...……… 1.2 Identifikasi Masalah …...……….. 1.3Pembatasan Masalah ...……….
1.4Rumusan Masalah …...……….
1.5Tujuan Penelitian ………..
1.6Kegunaan Penelitian ………...……….. 1.7Ruang Lingkup Penelitian………...………..
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1Tinjauan Pustaka ………...………
2.1.1 Hasil Belajar……….………..
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif ………... 2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based
Instruction………...……….. 2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match..… 2.2Penelitian yang Relevan ………
2.3Kerangka Berpikir ……….
2.4Hipotesis ………...
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian …………...……….. 3.2 Desain Penelitian ………...………... 3.3 Prosedur Penelitian ………...……
3.4 Populasi dan Sampel ……….
3.4.1 Populasi ………
3.4.2 Sampel ……….
3.5 Variabel Penelitian ………
3.6 Definisi Operasional Variabel ……….. 3.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ………... 3.8 Uji Persyaratan Instrumen ………...……….
3.8.1 Uji Validitas ………. 3.8.2 Uji Reliabilitas ………. 3.8.3 Tingkat Kesukaran ………... 3.8.4 Daya Beda ……… 3.9 Uji Persyaratan Analisis Data …………..………. 3.9.1 Uji Normalitas ………. 3.9.2 Uji Homogenitas ……….. 3.10 Teknik Analisis Data ……….. 3.10.1 Analisis Varian Satu Jalur ………. 3.10.2 Analisis Efektifitas Model Pembelajaran ……….. 3.11. Pengujian Hipotesis ………….………..
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 4.1.1 Sejarah Berdirinya SMAN 1 Sumberjaya ………. 4.1.2 Visi dan Misi Sekolah ………... 4.1.3 Situasi dan Kondisi Sekolah ……….
4.2Deskripsi Data ………..
4.2.1 Deskripsi Data Hasil Pre-Test ……….. 4.2.2 Deskripsi Data Hasil Post-Test ………. 4.3 Pengujian Persyaratan Analisis Data ……….……...
4.3.1 Uji Normalitas ………..……….
4.3.2 Uji Homogenitas ………...
4.4 Peningkatan Hasil Belajar Kelas PBI dan MaM ………... 4.5 Pengujian Hipotesis ………..
4.5.1 Pengujian Hipotesis 1 ……… 4.5.2 Pengujian Hipotesis 2 ………
4.6 Pembahasan ………..
V. SIMPULAN DAN SARAN
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini
cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada
penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan
pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam
penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa
hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit
peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran
menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional,
tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang
dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses
pembelajaran.
Upaya peningkatan prestasi belajar dan motivasi belajar siswa tidak terlepas dari
berbagai faktor yang memengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif
yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh
2
dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat
memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada
gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Salah satu
perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang
semula berpusat pada guru beralih berpusat pada murid, yaitu adanya partisipasi
aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai
motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
SMA Negeri 1 Sumberjaya yang berada di kelurahan Tugu Sari ini merupakan
satu-satunya SMA negeri yang ada di kecamatan Sumberjaya, sehingga dapat
dipastikan begitu banyak lulusan sekolah menengah pertama yang
berlomba-lomba untuk duduk di SMA Negeri 1 ini. Selain siswa dari kecamatan
Sumberjaya itu sendiri, ada pula siswa yang berasal dari kecamatan bahkan
kabupaten lain mengingat lokasi kecamatan Sumberjaya berbatasan langsung
dengan kecamatan Bukitkemuning yang berada di Lampung Utara. Akibatnya,
jumlah siswa yang diterima setiap tahunnya meningkat. Siswa di tiap kelasnya
makin ramai sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kurang kondusif.
Selama ini kegiatan pembelajaran ekonomi di SMA Negeri 1 Sumberjaya masih
menggunakan metode konvensional, yaitu guru memegang peran utama dalam
menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa.
Akibatnya dalam mempelajari materi ekonomi siswa cenderung kurang semangat
3
mengakibatkan hasil belajar juga rendah. Oleh karena itu perlu diadakan inovasi
dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan
pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sumberjaya,
Lampung Barat diperoleh data tentang hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi
kelas XI IPS tahun pelajaran 2012/2013 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Ulangan Harian Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya TP. 2012/2013.
No Kelas Interval Nilai Jumlah Siswa
<72 ≥72 Sumber: Guru mata pelajaran ekonomi SMAN 1 Sumberjaya
Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa hasil belajar ekonomi yang
diperoleh siswa secara umum masih rendah. Hal ini terlihat dari jumlah siswa
yang menguasai pelajaran ekonomi atau yang telah mencapai kriteria ketuntasan
minimum (KKM) baru mencapai 17,021% atau 24 orang siswa. Sedangkan
82,27% atau sebanyak 116 orang siswa belum mencapai kriteria ketuntasan
minimum (KKM), dimana kriteria ketuntasan minimum untuk mata pelajaran
ekonomi kelas XI adalah sebesar 72. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
penguasaan pelajaran ekonomi siswa masih tergolong rendah, sebagaimana
pendapat Dhamarah dan Zain (2006: 128) apabila bahan pelajaran yang diajarkan
kurang dari 65% dikuasai siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata
4
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar ekonomi dalam
penelitian ini, peneliti mengidentifikasi adanya minat dan motivasi belajar siswa
yang masih rendah, tidak semua siswa mempunyai buku pegangan atapun buku
paket ekonomi, dan metode mengajar guru yang masih berkisar pada ceramah,
tanya jawab serta penugasan. Selain itu masih terlihat kecenderungan siswa untuk
bicara dengan teman yang lain saat proses pembelajaran sangat besar dikarenakan
pembelajaran yang dianggap sebagian besar siswa membosankan. Hal ini
mengakibatkan sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami
materi yang disampaikan guru.
Lokasi sekolah yang jauh dari jalur angkutan umum, membuat siswa yang lokasi
rumahnya jauh dari sekolah menjadi sering terlambat. Setelah turun dari angkutan
umum, siswa masih harus berjalan sekitar dua sampai tiga kilometer ke sekolah
atau naik ojeg yang membutuhkan dana tambahan. Hal ini tentu menyulitkan siswa yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Terlebih lagi ketika sampai di
sekolah dan mereka diberi hukuman membuat jam belajar siswa menjadi
berkurang.
Keinginan bersekolah siswa tidak diimbangi dengan keadaan ekonomi orang tua
yang sering kali menghambat siswa untuk mendapatkan pelajaran yang maksimal.
Orang tua siswa SMA Negeri 1 Sumberjaya ini mayoritas adalah petani. Mereka
menunggu waktu panen untuk dapat menyekolahkan anaknya. Hal ini
menyebabkan banyak siswa yang tertunda masuk sekolah sampai beberapa tahun.
Tentu saja ini membuat siswa harus beradaptasi lagi dengan keadaan sekolah.
5
tua untuk bekerja sepulangnya dari sekolah. Ini membuat waktu belajar siswa
hanya ada di sekolah saja.
Berdasarkan pertimbangan di atas, sebaiknya guru mampu memilih dan
menerapkan model yang tepat dan sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan
guna membantu siswa agar lebih efektif dalam belajar serta meningkatkan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu model
pembelajaran yang mungkin mampu mengantisipasi kelemahan model
pembelajaran konvensional adalah dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif.
Robert E. Slavin (2008: 4) mengatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja pada
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Sedangkan Suyatno (2009: 51) berpendapat bahwa “Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.”Salah satu pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk siswa adalah Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM).
Dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM) siswa diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang materi tersebut dan meningkatkan nilai hasil belajar. Selain itu juga penggunaan model
pembelajaran diharapkan akan mempengaruhi interaksi siswa.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini mengambil judul:
6
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, masalah-masalah yang muncul dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Hasil belajar yang dicapai siswa dalam mata pelajaran ekonomi masih
tergolong rendah, terlihat dari jumlah siswa yang mencapai KKM hanya
17,021 atau sebanyak 24%.
2. Tidak semua siswa memiliki buku paket ekonomi, sehingga siswa sulit untuk
mengulangi atau membaca materi secara mandiri.
3. Lokasi sekolah yang jauh dari jalur angkutan umum membuat banyak siswa
yang terlambat lalu mendapat hukuman, sehingga kegiatan pembelajaran
menjadi tidak efektif.
4. Keadaan ekonomi mayoritas orang tua siswa yang kekurangan terkadang
membuat siswa tidak bisa berangkat ke sekolah terutama bagi siswa yang
lokasi rumahnya jauh dari sekolah karena ketiadaan ongkos.
5. Banyak siswa yang membantu orang tuanya, sehingga waktu belajar menjadi
tidak maksimal karena hanya dilakukan di sekolah, selebihnya dilakukan
untuk bekerja.
6. Kurangnya minat siswa di dalam proses belajar mengajar.
7. Motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi masih rendah.
8. Sebagian besar guru masih menggunakan metode konvensional di dalam
kegiatan pembelajaran.
9. Sebagian besar siswa dalam mengikuti pelajaran ekonomi sering mengalami
kejenuhan karena proses pembelajaran yang masih bersifat monoton dan
7
10. Guru SMA Negeri 1 Sumberjaya belum menerapkan pembelajaran yang
melibatkan siswa, sehingga hanya sebagian kecil siswa yang aktif.
1.3Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, terdapat banyak masalah yang dapat diteliti
dalam pembelajaran ekonomi. Tetapi perlu batasan permasalahan yang akan dikaji
yaitu pada kajian perbandingan antara penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM) pada mata pelajaran Ekonomi dan hasil belajar ekonomi siswa kelas XI IPS di SMA Negeri
1 Sumberjaya Lampung Barat.
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah, maka masalah yang akan dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan
model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat?
2. Apakah ada perbedaan model pembelajaran yang lebih efektif antara model
8
1.5Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan
perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
2. Untuk mengetahui perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
1.6 Kegunaan Penelitian
1. Menyajikan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI)dan Make a Match (MaM)dalam pembelajaran ekonomi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori yang
belum digunakan dalam kegiatan penelitian ini.
1.7Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Objek Penelitian
9
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya.
c. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sumberjaya kecamatan
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
2.1Tinjauan Pustaka
Pembahasan dalam tinjauan pustaka ini difokuskan pada pengertian hasil belajar,
pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction, dan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
2.1.1 Hasil Belajar
Tinjauan mengenai hasil belajar terdiri dari pengertian hasil belajar, penilaian
hasil belajar, serta faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar. Pembahasan
lebih lengkap akan diuraikan sebagai berikut:
2.1.1.1Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “ hasil “ dan “ belajar “ yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami
lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu pengertian “
hasil “ dan “ belajar”.
Menurut Djamarah (2000: 45), hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan
pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan
11
Hanya dengan keuletan, sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa
optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.
Belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan
harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada
daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan.
Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104) menyatakan
bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan
atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar
memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena
adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam
tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut.
Sementara itu, Arikunto ( 1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil
akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan
yang dapat diaamati,dan dapat diukur”. Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan
bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud
tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan,
sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil
dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu
perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan
12
pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar.
Menurut Purwanto (1990:3), evaluasi dalam pendidikan adalah penafsiran atau
penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju kearah
tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam kurikulum.
Hasil penilaian ini pada dasarnya adalah hasil belajar yang diukur. Hasil penilaian
dan evaluasi ini merupakan umpan balik untuk mengetahui sampai dimana proses
belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku siswa akibat belajar. Perubahan itu
diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.1.1.2Penilaian Hasil Belajar
Penilaian dapat dilakukan baik dengan instrumen dalam bentuk tes dan non tes.
1) Bentuk Instrumen Tes
Bentuk instrumen (soal) tes terbagi menjadi dua, yaitu bentuk soal uraian dan
objektif. Soal uraian dapat mengungkap banyak aspek dari hasil belajar, tetapi
mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat mencakup materi yang lebih luas. Soal
objektif dapat mencakup bahan yang cukup banyak, tetapi data yang diperoleh
dari hasil belajar mempunyai kemungkinan tidak valid (misal karena menebak).
Oleh karena itu penggunaan keduanya diharapkan dapat saling mengisi.
Soal uraian dapat dibedakan antara soal uraian bebas dan soal uraian terbatas.
13
jawaban siswa sangat bervariasi. Siswa yang kaya akan pengetahuan dapat
mengembangkan jawabannya secara luas dan mendalam, sedangkan bagi siswa
yang kurang memahami akan kurang dapat mengembangkan jawabannya. Oleh
karena itu perlu dibuatkan rambu-rambu jawaban yang harus muncul, sebagai
kriteria pensekoran. Pensekoran dapat menggunakan skala 1-10 atau 1-100.
2. Soal uraian terbatas (Uraian Objektif) yaitu pertanyaan terbuka, tetapi jawabannya sudah ditentukan atau dibatasi. Sebagai pembatas dapat berupa
jumlah, acuan, ataupun aspek materi. Soal uraian terbatas mempunyai kriteria
jawaban yang pasti sebagai pembatas jawaban siswa. Siswa tidak dapat
menjawab pertanyaan tersebut dengan kriteria lain, sehingga bagi siswa yang
tidak memahami kriteria tersebut akan tidak dapat menjawabnya, walaupun
sangat memahami objek tersebut berdasarkan kriteria-kriteria yang lain.
3. Soal uraian terstruktur, yaitu soal yang menuntut siswa untuk menjawab berdasarkan data yang tersedia.
2) Bentuk-Bentuk Instrumen Non Tes.
Penilaian non tes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran
mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian melalui:
a. Pengamatan, yakni alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku siswa, baik perorangan maupun kelompok, di kelas maupun di luar kelas.
b. Skala sikap, yaitu penilaian yang digunakan untuk mengungkapkan sikap siswa melalui pengerjaan tugas tertulis dengan soal-soal yang elbih mengukur daya nalar atau pendapat siswa.
c. Angket, yaitu alat penilaian yang menyajikan tugas-tugas atau mengerjakan dengan cara tertulis.
14
e. Daftar cek, yaitu suatu daftar yang dipergunakan untuk mengecek terhadap perilaku siswa telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
(Purwanto, 2009: 69)
2.1.1.3Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Hasil Belajar
Banyak faktor yang memengaruhi hasil belajar dikarenakan siswa berinteraksi
dengan sesuatu yang ada disekitarnya. Siswa SMA Negeri 1 Sumberjaya
Lampung Barat menginjak masa remaja dengan masalah yang sangat kompleks
sebagai salah satu faktor yang memengaruhi hasil belajar, namun pada akhirnya
lebih dominan terletak pada usaha yang dilakukan oleh siswa itu sendiri.
Menurut Slameto (2003:54) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang di sebut faktor individu (Intern), yang meliputi : (1). Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar. (2). Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir. (3). Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk mengahsilkan sesuatu akan hilang. 2. Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut dengan faktor Ekstern, yang
meliputi: (1). Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2). Faktor Sekolah, meliputi : metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. (3). Faktor Masyarakat, meliputi : bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat dikaji
bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar
15
kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit mencerna mata
pelajaran. Dalam keadaan dimana anak didik/siswa dapat belajar sebagaimana
mestinya, itulah yang disebut belajar.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif
Tinjauan mengenai pembelajaran kooperatif terdiri dari pengertian pembelajaran
kooperatif, teori yang melandasi pembelajaran kooperatif, karakteristik
pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, ciri-ciri pembelajaran
kooperatif, kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif.
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif
dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih
dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar
kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat
interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14). Hubungan
kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang
dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan
kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama
16
Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model
pembelajaran gotong royong, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif.
b. Tanggung jawab perseorangan.
c. Tatap muka.
d. Komunikasi antar anggota.
e. Evaluasi proses kelompok
2.1.2.2 Teori yang melandasi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerjasama untuk saling membantu
menyelesaikan masalah.
Berikut adalah beberapa teori yang melandasi pembelajaran kooperatif.
1. Teori pembelajaran konstruktivis
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,
17
2. Teori perkembangan kognitif Piaget
Teori piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana
anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif
mempunyai empat aspek, yaitu kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan
syaraf; pengalaman, yaitu hubungan timbale balik antara organism dengan
dunianya; interkasi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan
atau sistem mengatur dalam diri organism agar dia selalu mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
3. Teori kognitif Bruner
Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan
manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada
dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan, pengetahuan itu perlu
dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi
dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi
secara sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga
tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses
pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian, jika tahap belajar yang
pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap
18
selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga,
yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.
4. Teori pembelajaran sosial Vygotsky
Teori Vygotsky yang dikenal dengan Scalfholding yaitu memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan
kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak
tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia
mampu mengerjakan sendiri.
Vygotsky menggambarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: (1)
menghendaki susunan kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi
dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam
masing-masing zone of proximal development mereka; (2) pendekatan vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar vygotsky
menekankan pada aspek sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial
yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.
5. Teori pembelajaran Humanis
Teori belajar humanistik menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap diri manusia
adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang
dan menentukan perilakunya. Untuk itu dalam pembelajaran ini guru sebagai
pembimbing memberi pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya
sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada
19
Menurut Carl Rogers seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya
sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan therapist) dalam
membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers meyakini
bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya
dan tugas terapi hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar.
Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting dalam treatment kepada klien (Lapono, 2010:37).
2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kerja siswa akademik
antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri,
serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam
pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan
dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota
kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin dalam Trianto. 2009:
57).
Zamroni dalam Trianto (2009: 57) mengemukakan bahwa manfaat penerapan
belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya
dalam wujud input pada level individual dan dapat mengembangkan solidaritas
sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan akan muncul
generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki
motivasi belajar yang tinggi. Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran
20
pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan
pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000: 7).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas belajar dengan model kooperatif dapat
diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengungkapkan pendapatnya,
menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat. Selain itu dalam
belajar biasanya siswa dapat bekerjasama dan saling tolong menolong menguasai
tugas yang dihadapinya. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal
maka usaha yang harus dilakukan adalah dengan mengefektifkan pembelajaran.
2.1.2.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Arends (dalam Trianto, 2009: 65) menyatakan bahwa pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar;
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan
4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajarn kooperatif
memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur
pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini
tergantung dari keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan
masing-masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat
21
2.1.2.5 Tahapan Dalam Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan kajian terhadap tipe-tipe pembelajaran kooperatif, Arends (1989),
mengidentifikasi sintaks umum dalam pembelajaran kooperatif. Umumnya,
terdapat enam fase atau tahapan pembelajaran dam pembelajaran kooperatif yaitu
sebagai berikut:
1. Menyediakan obyek dan perangkat, yaitu guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.
2. Menghadirkan/ menyajikan informasi yaitu guru menghadirkan/ menyajikan informasi untuk peserta didik baik secara presentasi verbal ataupun dengan tulisan.
3. Mengorganisasi peserta didik dalam belajar kelompok, yaitu guru
menjelaskan pada peserta didik bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
4. Membimbing bekerja dan belajar, yaitu guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.
5. Evaluasi, yaitu guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya.
6. Mengenali prestasi, yaitu guru mencari cara untuk mengenali baik usaha dan prestasi individu juga kelompoknya dan member penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
2.1.2.6Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Jarolimek dan Parker (1993: 24-25), mengatakan dalam pembelajaran cooperative learning memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah:
1. Saling ketergantungan yang positif
2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu 3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas 4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan
5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru 6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi
22
Kelemahan pembelajaran kooperatif yang berasal dari dalam (intern) adalah:
1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
2. Agar proses pembelajaran berjalan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.
3. Selama kegiatan diskusi kelompok belangsung, kecenderungan topic
permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
4. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang maka dapat mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tidak terlepas dari kelemahan di samping kekuatan yang ada padanya.
Kelemahan tersebut antara lain terkait dengan kesiapan guru dan siswa untuk
terlibat dalam suatu strategi pembelajaran yang memang berbeda dengan
pembelajaran yang selama ini diterapkan. Guru terbiasa memberikan semua
materi kepada para siswanya, mungkin memerlukan waktu untuk dapat
berangsur-angsur mengubah kebiasaan tersebut.
Terlepas dari kelemahannya, model pembelajaran kooperatif mempunyai
kekuatan dalam mengembangkan softskills siswa seperti kemampuan
berkomunikasi, berfikir kritis, bertanggung jawab, serta bekerja sama. Jika
kelemahan dapat diminimalkan, maka kekuatan model ini akan membuahkan
proses dan hasil belajar yang dapat memacu peningkatan potensi siswa secara
optimal. Oleh sebab itu, sangat diharapkan guru mencoba menerapkan model
pembelajaran kooperatif. Guru dapat mengembangkan model ini sesuai dengan
bidang studinya, bahkan mungkin dari model para guru dapat mengembangkan
23
2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Instruction (PBI)
Problem Based Instruction yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19) pembelajaran berbasis masalah adalah
interaksi antara stimulus dengan respons,merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan. Lingkungan member masukan kepada siswa berupa
bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan
bantuan itu secara efektif sehingga yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,
dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. Jadi, dalam PBI mendominasi
pembelajaran student centered daripada teacher centered.
Ada banyak definisi tentang Problem Based Instruction, seperti yang
dikemukakan oleh Arends, Ibrahim dan Nur,dan Duch J.B. Arends (Trianto, 2007:
68) mendefinisikan PBIsebagai berikut:Problem Based Instruction merupakan
suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan
inkuiridan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan
kepercayaan diri.
Ibrahim dan Nur (2005: 3) menyatakan bahwa “Problem Based Instruction merupakan pembelajaran yang menyajikan siswa situasi masalah yang autentik
dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk
melakukan penyelidikan”.
Problem Based Instruction merupakan suatu metode pembelajaran yang
24
untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan
untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud
(Duch J.B, 1995).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa PBI
merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks pembelajaran bagi siswa melalui proses berfikir dan keterampilan
pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari materi pembelajaran. Dengan demikian PBI dapat digunakan untuk
melatih dan mengembangkan berbagai keterampilan dan kecakapan sains tingkat
tinggi, serta meningkatkan pencapaian hasil belajar.
Model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI) yang bertujuan untuk mengembangkan siswa dalam belajar dari pengalaman, kehidupan
nyata yang berupa masalah yang dihadapi. Hasan F. Maufur (2009:117) Problem Based Instruction (PBI) memusatkan perhatian pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan
dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog sangat penting untuk mengenali
masalah secara tepat dan jelas.
Kelebihan dari model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar
diserapnya dengan baik, siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan
mereka secara mandiri serta memupuk sifat inquiri siswa dan sesuai dengan
kebutuhan siswa. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
25
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang
dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain).
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesa, dan pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. 5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan (Maufur, 2009: 118).
2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (MaM)
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa
kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses
pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan
siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya
tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok
diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar
sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap
oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan
jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.
Setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa ternyata dengan
pendekatan pembelajaran seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal.
Hal ini tampak pada pencapaian nilai akhir siswa. Dalam satu tahun belakangan
26
Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran
yang dilakukan selama ini belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum
mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit
untuk mengukur keterampilan siswa.
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam
pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan
kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah peneliti mencoba
mengembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode
Make a Match (MaM).
Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik
dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur
yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung
jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses
kelompok (Lie, 2003:30).
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam
kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan
rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku
27
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran.
Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan
metode pembelajaran Make a Match (MaM). Metode Make a Match (MaM) atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada
siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa
yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Teknik metode pembelajaran Make a Match (MaM) atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah
siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode Make a Match (MaM) sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah). 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan
hukuman, yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
28
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran(Suyatno, 2009: 121)
2.2Penelitian yang Relevan
Untuk membandingkan hasil penelitian penulis dengan penelitian terdahulu maka
di bawah ini peneliti akan menuliskan beberapa penelitian yang relevan yang ada
kaitannya dengan pokok masalah.
Rita Dwi Anggraini (2011)
Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model pembelajaran make a match untuk meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas III SDN Bareng 5 Kota Malang”,
menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make a Match (MaM) dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas III SDN Bareng 5 Kota Malang. Perolehan rata-rata hasil belajar siswa meningkat, dari rata-rata pretes ke siklus I sebesar 39% dari siklus I ke siklus II sebesar 31% dengan ketuntasan belajar 89%. Aktivitas belajar siswa juga meningkat dari 54 pada siklus I menjadi 78 pada siklus II terjadi
peningkatan sebesar 44%.
Abdul Firman (2011) Dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan metode pembelajaran make a match guna meningkatkan motivasi dan kreativitas belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Cepogo Surakarta”, menyimpulkan bahwa ada peningkatan motivasi dan kreativitas belajar yaitu :1) Motivasi
mendengarkan penjelasan guru sebelum tindakan sebesar 36%, setelah siklus I menjadi 68%, setelah siklus II meningkat menjadi 76%, dan setelah siklus III menjadi 88%. 2) Memberi tanggapan dari guru atau siswa lain sebelum tindakan sebesar 16%, setelah siklus I menjadi 28%, setelah siklus II meningkat menjadi 40%, dan setelah siklus III menjadi 56% . 3)
Mengerjakan soal di depan kelas sebelum tindakan sebesar 12%, setelah siklus I menjadi 28%, setelah siklus II meningkat menjadi 44%, dan setelah siklus III menjadi 64%. 4)
29
(Lanjutan)
Herry Prasetyo (2011)
Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Instruction (PBI) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX H SMP Negeri 2 Majenang”, menyimpulkan bahwa (1) Rata-rata skor tes pemecahan masalah meningkat pada tiap aspeknya, yaitu pemahaman masalah dari skor 3.15 pada siklus 1 meningkat menjadi 3.94 pada siklus 2, rencana pemecahan masalah dari 2.15 meningkat menjadi 3.59, melaksanakan rencana dari 5.5 meningkat menjadi 7, menafsirkan hasil dari 0.5 meningkat menjadi 3.25. Secara keseluruhan rata-rata skor tes
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat, yaitu skor pada siklus 1 adalah 11.29 dan pada siklus 2, _2_24 (sangat baik). (2) Persentase aktivitas siswa dalam diskusi memecahkan masalah matematika mengalami peningkatan yaitu, 49.72% aktif berdiskusi dalam memecahkan masalah matematika pada siklus 1 dan pada siklus 2 menjadi 75.42 % (kategori baik).
Sari Anggraini (2012)
Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Instruction dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Palembang”
menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model problem based instruction diperoleh dari gabungan nilai latihan (35%) dan nilai tes akhir (65%). Dengan demikian hasil belajar siswa setelah penerapan model problem based instruction dalam pembelajaran matematika termasuk dalam kategori baik dengan rata-rata 75,8.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam proses pembelajaran, belajar berkaitan dengan proses pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru untuk memperoleh hasil
terbaik bagi siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, tingkat keberhasilannya
tergantung dari proses belajar mengajar yang terjadi. Tinggi rendahnya
pencapaian prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi mencerminkan
tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Agar mencapai tujuan
tersebut, siswa harus berperan aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri
30
Arends (2001: 24) berpendapat bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang
paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran
dapat dirasakan baik apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi
pelajaran tertentu. Dengan demikian, model pembelajaran yang dipilih harus
mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa dan tidak menimbulkan kejenuhan
bagi siswa ketika belajar. Oleh karena itu, dalam implementasinya di lapangan
seorang guru harus membuat variasi atau kombinasi model mengajar sesuai
dengan sifat dan karakteristik dari materi yang akan dipelajari yang pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran
ekonomi.
Metode Make a Match (MaM) atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari
teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal
sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Teknik metode pembelajaran Make a Match (MaM) atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah
siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar
31
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai
berikut:
Gambar 1. Paradigma Penelitian
2.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model
pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat. 2. Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based
Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
Hipotesis ini dirumuskan menjadi hipotesis verbal dan statistic.
1. Hipotesis Verbal
a. Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan
perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
32
Ha: Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan
perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
b. Ho: Tidak ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran
Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung
Barat.
Ha: Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
2. Hipotesis Statistik
a. Ho: µ1 = µ2 Ha: µ1 ≠ µ2
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian komparatif atau eksperimen. Penelitian
komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Menguji
hipotesis komparatif berarti menguji parameter populasi yang berbentuk
perbandingan (Sugiyono, 2005: 115).
Metode ini digunakan sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu
mengetahui perbandingan suatu variabel, yaitu hasil belajar ekonomi siswa
dengan perlakuan yang berbeda. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan
eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel
tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi terkontrol secara ketat (Sugiyono,
2005: 7).
3.2 Desain Penelitian
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok
kontrol non-ekuivalen, yaitu jenis yang dianggap sudah baik karena sudah
memenuhi persyaratan yaitu adanya kelompok kontrol atau kelompok
pembanding yang tidak diberi perlakuan sama dengan kelompok eksperimen
34
penelitian pendidikan. Desain penelitian digambarkan pada gambar 2 sebagai
berikut:
R1 : O1 A1 O2 R2 : O3 A2 O4 (Sugiono, 2005: 70)
Gambar 2. Desain Penelitian
Keterangan:
R1 : Kelas eksperimen R2 : kelas pembanding O1O3 : pretest
O2O4 : posttest
A1 : pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe PBI kelas XI IPS 1 A2 : pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe MaM kelas XI IPS 2
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pra penelitian dan pelaksanaan
penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai berikut.
a. Pra Penelitian
Kegiatan yang dilakukan pada pra penelitian adalah sebagai berikut.
1. Membuat izin penelitian ke sekolah
2. Mengadakan observasi ke sekolah tempat dilaksanakannya penelitian,
untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti.
3. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
4. Membuat media pembelajaran mengenai materi yang akan diajarkan.
5. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari lembar kerja siswa
35
6. Membuat instrumen evaluasi yaitu soal pretest dan posttest berupa soal
pilihan ganda.
b. Pelaksanaan Penelitian
Mengadakan kegiatan pembelajaran menerapkan model pembelajaran
Problem Based Instruction untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran Make A Match untuk kelas pembanding.
Penelitian ini direncanakan sebanyak 6 kali pertemuan. Langkah-langkah
pembelajarannya sebagai berikut.
1. Kelas Eksperimen
a. Pendahuluan
(1) Guru memberikan tes awal (pretest) sebanyak 20 butir soal dengan
bentuk soal pilihan ganda mengenai materi yang akan diajarkan.
(2) Guru membacakan Stakdar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar
(KD), dan indicator pembelajaran.
(3) Guru memberikan motivasi kepada siswa.
(4) Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengajukan
pertanyaan.
b. Kegiatan Inti
(1) Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.
(2) Guru memberikan informasi tentang langkah-langkah pembelajaran
Problem Based Instruction.
(3) Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan membimbing
36
(5) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
mengenai materi yang belum jelas.
c. Penutup
Guru mengadakan tes akhir (posttest) sebanyak 20 soal pilihan ganda
mengenai materi yang telah dipelajari.
2. Kelas Pembanding
a. Pendahuluan
1. Guru memberikan tes awal (pretest) sebanyak 20 butir soal
dengan bentuk soal pilihan ganda mengenai materi yang akan
diajarkan.
2. Guru membacakan Stakdar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar
(KD), dan indicator pembelajaran.
3. Guru memberikan motivasi kepada siswa.
4. Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengajukan
pertanyaan.
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.
2. Guru memberikan informasi tentang langkah-langkah
pembelajaran Make A Match.
3. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan membimbing
siswa saat melakukan kegiatan Make A Match.
4. Guru meminta siswa mengumpulkan LKS yang telah dikerjakan.
5. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
37
c. Penutup
Guru mengadakan tes akhir (posttest) sebanyak 20 soal pilihan ganda
mengenai materi yang telah dipelajari.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi merupakan suatu keseluruhan subyek penelitian. Populasi yang
ditetapkan pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1
Sumberjaya Lampung Barat yang berjumlah 205 siswa yang terbagi dalam 4
kelas. Pertimbangan penentuan populasi berdasarkan asumsi bahwa kelas XI
memiliki kemampuan yang homogen.
3.4.2 Sampel
Sampel yang terpilih dalam penelitian ini adalah kelas XI IPS.1 yang berjumlah
37 siswa, sebagai kelas eksperimen. Siswa kelas XI IPS.2 yang berjumlah 37
siswa, sebagai kelas pembanding. Sampel diambil dengan teknik purposive random sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Penentuan sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan
hasil observasi, yaitu kelas yang dipilih memiliki kesamaan meliputi tingkat
kemampuan siswa, potensi siswa, jumlah siswa, lingkungan belajar, sarana dan
38
3.5 Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas
(independent) dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI)sebagai X1 dan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (MaM) sebagai X2 sedangkan variabel terikatnya (dependent) adalah hasil belajar ekonomi/akuntansi. Hasil belajar yang diperoleh melalui pembelajaran
kooperatif tipe sebagai Y1 Problem Based Instruction (PBI) dan melalui
pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (MaM)sebagai Y2, kemudian Y1 dan Y2 dibandingkan.
3.6 Definisi Operasional Vasiabel
Definisi variabel adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau
konstak dengan memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun
memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau
variabel tersebut (Nazir, 2010: 126).
39
3.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Jenis Data
Data penelitian ini berupa data kuantitatif, yaitu hasil belajar ekonomi siswa yang
diperoleh dari nilai pretest dan posttest. Kemudian dijumlahkan antara nilai pretest
dan posttest dan dibagi dua. Hasil rata-rata nilai pretest dan posttest tersebut
40
3.7.2 Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi Langsung
Observasi langsung adalah metode atau cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan
tersebut (Nazir, 2005: 175). Observasi dilakukan pada saat melakukan
penelitian pendahuluan.
b. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan
jumlah siswa, fasilitas-fasilitas yang ada dan sejarah atau gambaran umum
mengenai SMA N 1 Sumberjaya, Lampung Barat.
c. Tes
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar ekonomi sebagai
hasil penelitian.
3.8 Uji Persyaratan Instrumen
Untuk mempermudah menghitung uji persyaratan instrumen meliputi validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran, daya beda, digunakan alat bantu program Anates
versi 4.0.9 yang dikembangkan oleh Drs Karno To, M.Pd dan Yudi Wibisono, ST.
3.8.1 Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah alat ukur yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrumen. Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus Korelasi
41
r
hit =
√{ } { }
keterangan:
rhit = koefisien korelasi ∑X = jumlah skor item
∑Y = jumlah skor total (seluruh item)
N = jumlah sampel (Arikunto, 2006: 170)
Kriteria pengujian, apabila rhitung > rtabeldengan dk = n dan α = 0,05 maka item instrumen tersebut valid, dan sebaliknya jika rhitung< rtabeldengan dk = n dan α = 0,05 maka instrumen tersebut tidak valid.
Hasil uji validitas soal terdapat pada lampiran. Dalam perhitungan uji validitas
soal pretest dan posttest didapat semua soal valid, sehingga instrumen dapat
dilanjutkan ke tahap penelitian.
3.8.2 Uji Reliabilitas
Salah satu aspek penting yang tercakup dalam syarat tes yang baik adalah
reliabilitas. Oleh karena itu, sebelum instrumen digunakan maka harus dilakukan
uji coba untuk memenuhi tingkat reliabilitasnya. Untuk mengetahui tingkat
reliabilitas kuesioner maka digunakan rumus Spearman Brown, sebagai berikut:
r11 =
Keterangan :
42
rb = koefisien product moment antar belahan.
Kriteria pengujian, apabila r11 > rtabel berarti reliabel dan apabila r11 < rtabel berarti tidak reliabel yang dihitung pada derajat kebebasan dk = n-2 dan α = 0,05.
Selanjutnya untuk menginterpretasikan besar nilai kesahihan angket dapat dilihat
pada tabel interpretasi berikut.
Tabel 3 Interpretasi Reliabilitas
No. Besarnya Nilai r Kriteria 1. 0,80 sampai 1,00 Sangat tinggi
2. 0,60 sampai 0,79 Tinggi
3. 0,40 sampai 0,59 Sedang/Cukup 4. 0,20 sampai 0,39 Sangat rendah (Arikunto, 2002: 85)
Kriteria uji reliabilitas dengan rumus alpha adalah r11 > rtabel maka alat ukur tersebut reliabel dan sebaliknya, jika r11 < rtabel maka alat ukur tidak reliabel.
Hasil perhitungan uji reliabilitas soal pretest dan posttest adalah sebesar 0,92,
berarti soal tersebut tergolong soal yang memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi.
Perhitungan uji reliabilitas terdapat pada lampiran.
3.8.3 Tingkat Kesukaran
Selain validitas dan reliabilitas suatu alat tes harus memenuhi persyaratan yang
berupa tingkat kesukaran. Alat tes yang baik tidak boleh terlalu mudah dan juga
tidak terlalu sulit. Menurut Arikunto (2003: 207), soal yang baik adalah soal yang
tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak akan
merangsang siswa untuk menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak
43
Untuk menguji tingkat kesukaran soal digunakan rumus:
P =
Keterangan:
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh peserta tes
Adapun kriteria uji taraf kesukaran yang digunakan dinyatakan sebagai berikut
Tabel 4 Kriteria Taraf Kesukaran Butir Soal Taraf Kesukaran Kriteria
0,00 – 0,29 Sukar
0,30 – 0,69 Sedang
0,70 – 1,00 Mudah
(Arikunto, 2003: 210)
Hasil perhitungan soal pretest dan posttest dari 20 item soal terdapat 5 soal
tergolong mudah (nomor 1, 3, 10, 13, dan 17), 10 soal tergolong sedang (2, 6, 9,
11, 12, 15, 16 18, 19, 20), dan 5 soal tergolong sukar ( 4, 5, 7, 8, 14). Perhitungan
pada lampiran.
3.8.4 Daya Beda
Daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui daya pembeda adalah:
D =
44
Dimana:
J : jumlah peserta tes
JA : banyaknya peserta kelompok atas JB : banyaknya jumlah kelompok siswa
BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar (Arikunto, 2003: 211)
Tabel 5 Kriteria Daya Beda Pembeda Butir Soal
Daya Beda Kriteria
0,00 – 0,20 Jelek 0,21 – 0,40 Cukup 0,41 – 0,70 Baik 0,71 – 1,00 Baik Sekali
Hasil perhitungan pretest dan posttest dari 20 item soal terdapat 7 soal tergolong
baik sekali ( 2, 7, 8, 9, 12, 17, 18), 8 soal tergolong baik (3, 5, 6, 10,11, 13, 15, 19,
20), 3 soal tergolong cukup (1, 4, 14) dan 1 soal tergolong jelek (16).
3.9 Uji Persyaratan Analisis Data 3.9.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi secara
normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan pada data tes
kemampuan awal (pre test) dengan analisis statistik non parametric menggunakan metode One-Sample Kolmogorov Smirnov Test dengan bantuan SPSS 16.
Jika dalam hipotesis penelitian:
Ho = data berasal dari populasi berdistribusi normal
45
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Tolak Ho apabila nilai signifikansi (sig) < α 0,05
2. Terima Ho apabila nilai signifikansi (sig) > α 0,05
3.9.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menentukan keragaman suatu data. Pada penelitian ini uji homogenitas dilakukan
untuk menguji data motivasi awal dengan menggunakan uji analisis one way anava dengan bantuan program SPSS 16. Analisis varian jenis ini digunakan untuk menentukan dua rata-rata atau lebih kelompok yang berbeda secara nyata
yaitu kelas eksperimen dan kelas pembanding.
Jika dalam hipotesis penelitian:
Ho = kedua kelompok memiliki varians yang homogen
Ha = kedua kelompok memiliki varians yang tidak homogen
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Jika probabilitas (sig) > 0,05 maka Ho diterima
46
3.10 Teknik Analisis Data
3.10.1 Analisis Varian Satu Jalur
Analisis varians atau Anava merupakan sebuah teknik inferensial yang digunakan
untuk menguji rerata nilai. Anava memiliki beberapa kegunaan, antara lain dapat
mengetahui mengetahui atar variabel manakah yang memang mempunyai
perbedaan secara signifikan, dan variabel manakah yang berinteraksi satu sama
lain (Arikunto, 2007: 401-402).
Penelitian ini menggunakan Anava satu jalur untuk mengetahui apakah ada
perbedaan hasil belajar atara model pembelajaran problem based instruction dan make a match pada mata pelajaran ekonomi.
3.10.2 Analisis Efektifitas Model Pembelajaran
Keefektifan model pembelajaran akan sulit jika diukur dari proses pembelajaran
karena ada banyak hal yang perlu diamati. Cara yang paling mungkin dilakukan
adalah mengukur peningkatan seberapa jauh target tercapai dari awal sebelum
perlakuan (pretest) hingga target hasil belajar setelah diberi perlakuan (posttest).
Target yang ingin dicapai tentunya 100% materi dikuasai siswa, dan minimal
telah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Untuk mengetahui
efektifitas model pembelajaran digunakan rumus sebagai berikut.
47
Dengan kriteria sebagai berikut.
Apabila hasilnya ≥1 maka model PBI yang lebih efektif.
Apabila hasilnya <1 maka model MaM yang lebih efektif.
(Suhartati, 2010: 143)
3.11 Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini dilakukan dua pengujian hipotesis, yaitu.
Hipotesis 1
Ha: Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan
model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan
model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
Hipotesis 2
Ha: Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.
48
Adapun kriteria pengujiannya sebagai berikut.
Hipotesis 1
Ho diterima apabila thitung < ttabel, Fhitung< Ftabel atau apabila taraf Sig. <0,05
Ho ditolak apabila thitung>ttabel, Fhitung>Ftabel atau apabila taraf Sig. >0,05
dengan taraf signifikansi 0,05
Hipotesis 2
Apabila hasilnya ≥1 maka model PBI yang lebih efektif
Apabila hasilnya <1 maka model MaM yang lebih efektif