• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TIPE PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MAKE A MATCH (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat T.P 2012/2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TIPE PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MAKE A MATCH (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat T.P 2012/2013)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

TIPE PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN MAKE A MATCH (Studi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat

T.P 2012/2013)

Oleh

MUJI APRILIA FITRIANI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara

penggunaan model problem based instruction dan make a match terhadap hasil belajar ekonomi siswa dan untuk mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan model pembelajaran model problem based instruction dan make a match pada hasil belajar ekonomi kelas XI SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Jumlah sampel sebanyak dua kelas, masing-masing kelas berjumlah 37 siswa. Satu kelas diperlakukan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi diperlakukan sebagai kelas pembanding. Hasil uji hipotesis yang pertama dengan uji Anava diperoleh Sig. 0,016 < 0,05

menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa dengan perlakuan model pembelajaran problem based instruction dan model

pembelajaran make a match. Sedangkan untuk hipotesis kedua dengan

perhitungan manual menggunakan rumus diperoleh hasil keefektifan adalah 1,02 yang artinya penggunaan model problem based instruction lebih efektif

dibandingkan model make a match.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah …...……… 1.2 Identifikasi Masalah …...……….. 1.3Pembatasan Masalah ...……….

1.4Rumusan Masalah …...……….

1.5Tujuan Penelitian ………..

1.6Kegunaan Penelitian ………...……….. 1.7Ruang Lingkup Penelitian………...………..

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1Tinjauan Pustaka ………...………

2.1.1 Hasil Belajar……….………..

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif ………... 2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based

Instruction………...……….. 2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match..… 2.2Penelitian yang Relevan ………

2.3Kerangka Berpikir ……….

2.4Hipotesis ………...

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian …………...……….. 3.2 Desain Penelitian ………...………... 3.3 Prosedur Penelitian ………...……

3.4 Populasi dan Sampel ……….

3.4.1 Populasi ………

3.4.2 Sampel ……….

3.5 Variabel Penelitian ………

3.6 Definisi Operasional Variabel ……….. 3.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ………... 3.8 Uji Persyaratan Instrumen ………...……….

(7)

3.8.1 Uji Validitas ………. 3.8.2 Uji Reliabilitas ………. 3.8.3 Tingkat Kesukaran ………... 3.8.4 Daya Beda ……… 3.9 Uji Persyaratan Analisis Data …………..………. 3.9.1 Uji Normalitas ………. 3.9.2 Uji Homogenitas ……….. 3.10 Teknik Analisis Data ……….. 3.10.1 Analisis Varian Satu Jalur ………. 3.10.2 Analisis Efektifitas Model Pembelajaran ……….. 3.11. Pengujian Hipotesis ………….………..

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 4.1.1 Sejarah Berdirinya SMAN 1 Sumberjaya ………. 4.1.2 Visi dan Misi Sekolah ………... 4.1.3 Situasi dan Kondisi Sekolah ……….

4.2Deskripsi Data ………..

4.2.1 Deskripsi Data Hasil Pre-Test ……….. 4.2.2 Deskripsi Data Hasil Post-Test ………. 4.3 Pengujian Persyaratan Analisis Data ……….……...

4.3.1 Uji Normalitas ………..……….

4.3.2 Uji Homogenitas ………...

4.4 Peningkatan Hasil Belajar Kelas PBI dan MaM ………... 4.5 Pengujian Hipotesis ………..

4.5.1 Pengujian Hipotesis 1 ……… 4.5.2 Pengujian Hipotesis 2 ………

4.6 Pembahasan ………..

V. SIMPULAN DAN SARAN

(8)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini

cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada

penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan

pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam

penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa

hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit

peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran

menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu

pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional,

tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang

dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses

pembelajaran.

Upaya peningkatan prestasi belajar dan motivasi belajar siswa tidak terlepas dari

berbagai faktor yang memengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif

yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh

(9)

2

dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat

memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada

gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Salah satu

perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang

semula berpusat pada guru beralih berpusat pada murid, yaitu adanya partisipasi

aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai

motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.

SMA Negeri 1 Sumberjaya yang berada di kelurahan Tugu Sari ini merupakan

satu-satunya SMA negeri yang ada di kecamatan Sumberjaya, sehingga dapat

dipastikan begitu banyak lulusan sekolah menengah pertama yang

berlomba-lomba untuk duduk di SMA Negeri 1 ini. Selain siswa dari kecamatan

Sumberjaya itu sendiri, ada pula siswa yang berasal dari kecamatan bahkan

kabupaten lain mengingat lokasi kecamatan Sumberjaya berbatasan langsung

dengan kecamatan Bukitkemuning yang berada di Lampung Utara. Akibatnya,

jumlah siswa yang diterima setiap tahunnya meningkat. Siswa di tiap kelasnya

makin ramai sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kurang kondusif.

Selama ini kegiatan pembelajaran ekonomi di SMA Negeri 1 Sumberjaya masih

menggunakan metode konvensional, yaitu guru memegang peran utama dalam

menentukan isi dan langkah-langkah dalam menyampaikan materi kepada siswa.

Akibatnya dalam mempelajari materi ekonomi siswa cenderung kurang semangat

(10)

3

mengakibatkan hasil belajar juga rendah. Oleh karena itu perlu diadakan inovasi

dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan

pembelajaran kooperatif.

Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan di SMA Negeri 1 Sumberjaya,

Lampung Barat diperoleh data tentang hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi

kelas XI IPS tahun pelajaran 2012/2013 sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Ulangan Harian Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya TP. 2012/2013.

No Kelas Interval Nilai Jumlah Siswa

<72 ≥72 Sumber: Guru mata pelajaran ekonomi SMAN 1 Sumberjaya

Berdasarkan data tersebut dapat terlihat bahwa hasil belajar ekonomi yang

diperoleh siswa secara umum masih rendah. Hal ini terlihat dari jumlah siswa

yang menguasai pelajaran ekonomi atau yang telah mencapai kriteria ketuntasan

minimum (KKM) baru mencapai 17,021% atau 24 orang siswa. Sedangkan

82,27% atau sebanyak 116 orang siswa belum mencapai kriteria ketuntasan

minimum (KKM), dimana kriteria ketuntasan minimum untuk mata pelajaran

ekonomi kelas XI adalah sebesar 72. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

penguasaan pelajaran ekonomi siswa masih tergolong rendah, sebagaimana

pendapat Dhamarah dan Zain (2006: 128) apabila bahan pelajaran yang diajarkan

kurang dari 65% dikuasai siswa maka prestasi keberhasilan siswa pada mata

(11)

4

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar ekonomi dalam

penelitian ini, peneliti mengidentifikasi adanya minat dan motivasi belajar siswa

yang masih rendah, tidak semua siswa mempunyai buku pegangan atapun buku

paket ekonomi, dan metode mengajar guru yang masih berkisar pada ceramah,

tanya jawab serta penugasan. Selain itu masih terlihat kecenderungan siswa untuk

bicara dengan teman yang lain saat proses pembelajaran sangat besar dikarenakan

pembelajaran yang dianggap sebagian besar siswa membosankan. Hal ini

mengakibatkan sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami

materi yang disampaikan guru.

Lokasi sekolah yang jauh dari jalur angkutan umum, membuat siswa yang lokasi

rumahnya jauh dari sekolah menjadi sering terlambat. Setelah turun dari angkutan

umum, siswa masih harus berjalan sekitar dua sampai tiga kilometer ke sekolah

atau naik ojeg yang membutuhkan dana tambahan. Hal ini tentu menyulitkan siswa yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Terlebih lagi ketika sampai di

sekolah dan mereka diberi hukuman membuat jam belajar siswa menjadi

berkurang.

Keinginan bersekolah siswa tidak diimbangi dengan keadaan ekonomi orang tua

yang sering kali menghambat siswa untuk mendapatkan pelajaran yang maksimal.

Orang tua siswa SMA Negeri 1 Sumberjaya ini mayoritas adalah petani. Mereka

menunggu waktu panen untuk dapat menyekolahkan anaknya. Hal ini

menyebabkan banyak siswa yang tertunda masuk sekolah sampai beberapa tahun.

Tentu saja ini membuat siswa harus beradaptasi lagi dengan keadaan sekolah.

(12)

5

tua untuk bekerja sepulangnya dari sekolah. Ini membuat waktu belajar siswa

hanya ada di sekolah saja.

Berdasarkan pertimbangan di atas, sebaiknya guru mampu memilih dan

menerapkan model yang tepat dan sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan

guna membantu siswa agar lebih efektif dalam belajar serta meningkatkan

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu model

pembelajaran yang mungkin mampu mengantisipasi kelemahan model

pembelajaran konvensional adalah dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif.

Robert E. Slavin (2008: 4) mengatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja pada

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Sedangkan Suyatno (2009: 51) berpendapat bahwa “Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.”Salah satu pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk siswa adalah Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM).

Dengan pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM) siswa diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang materi tersebut dan meningkatkan nilai hasil belajar. Selain itu juga penggunaan model

pembelajaran diharapkan akan mempengaruhi interaksi siswa.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini mengambil judul:

(13)

6

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, masalah-masalah yang muncul dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Hasil belajar yang dicapai siswa dalam mata pelajaran ekonomi masih

tergolong rendah, terlihat dari jumlah siswa yang mencapai KKM hanya

17,021 atau sebanyak 24%.

2. Tidak semua siswa memiliki buku paket ekonomi, sehingga siswa sulit untuk

mengulangi atau membaca materi secara mandiri.

3. Lokasi sekolah yang jauh dari jalur angkutan umum membuat banyak siswa

yang terlambat lalu mendapat hukuman, sehingga kegiatan pembelajaran

menjadi tidak efektif.

4. Keadaan ekonomi mayoritas orang tua siswa yang kekurangan terkadang

membuat siswa tidak bisa berangkat ke sekolah terutama bagi siswa yang

lokasi rumahnya jauh dari sekolah karena ketiadaan ongkos.

5. Banyak siswa yang membantu orang tuanya, sehingga waktu belajar menjadi

tidak maksimal karena hanya dilakukan di sekolah, selebihnya dilakukan

untuk bekerja.

6. Kurangnya minat siswa di dalam proses belajar mengajar.

7. Motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran ekonomi masih rendah.

8. Sebagian besar guru masih menggunakan metode konvensional di dalam

kegiatan pembelajaran.

9. Sebagian besar siswa dalam mengikuti pelajaran ekonomi sering mengalami

kejenuhan karena proses pembelajaran yang masih bersifat monoton dan

(14)

7

10. Guru SMA Negeri 1 Sumberjaya belum menerapkan pembelajaran yang

melibatkan siswa, sehingga hanya sebagian kecil siswa yang aktif.

1.3Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, terdapat banyak masalah yang dapat diteliti

dalam pembelajaran ekonomi. Tetapi perlu batasan permasalahan yang akan dikaji

yaitu pada kajian perbandingan antara penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe Problem Based Instruction (PBI) dan Make a Match (MaM) pada mata pelajaran Ekonomi dan hasil belajar ekonomi siswa kelas XI IPS di SMA Negeri

1 Sumberjaya Lampung Barat.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, maka masalah yang akan dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan

model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat?

2. Apakah ada perbedaan model pembelajaran yang lebih efektif antara model

(15)

8

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan

perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

2. Untuk mengetahui perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

1.6 Kegunaan Penelitian

1. Menyajikan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI)dan Make a Match (MaM)dalam pembelajaran ekonomi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori yang

belum digunakan dalam kegiatan penelitian ini.

1.7Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Objek Penelitian

(16)

9

b. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya.

c. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sumberjaya kecamatan

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1Tinjauan Pustaka

Pembahasan dalam tinjauan pustaka ini difokuskan pada pengertian hasil belajar,

pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction, dan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

2.1.1 Hasil Belajar

Tinjauan mengenai hasil belajar terdiri dari pengertian hasil belajar, penilaian

hasil belajar, serta faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar. Pembahasan

lebih lengkap akan diuraikan sebagai berikut:

2.1.1.1Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “ hasil “ dan “ belajar “ yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami

lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu pengertian “

hasil “ dan “ belajar”.

Menurut Djamarah (2000: 45), hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan

pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan

(18)

11

Hanya dengan keuletan, sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa

optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.

Belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) adalah berusaha

memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan

harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada

daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan.

Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104) menyatakan

bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan

atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar

memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena

adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam

tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut.

Sementara itu, Arikunto ( 1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil

akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan

yang dapat diaamati,dan dapat diukur”. Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan

bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud

tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan,

sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil

dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu

perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan

(19)

12

pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar.

Menurut Purwanto (1990:3), evaluasi dalam pendidikan adalah penafsiran atau

penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju kearah

tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam kurikulum.

Hasil penilaian ini pada dasarnya adalah hasil belajar yang diukur. Hasil penilaian

dan evaluasi ini merupakan umpan balik untuk mengetahui sampai dimana proses

belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan perubahan tingkah laku siswa akibat belajar. Perubahan itu

diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.

2.1.1.2Penilaian Hasil Belajar

Penilaian dapat dilakukan baik dengan instrumen dalam bentuk tes dan non tes.

1) Bentuk Instrumen Tes

Bentuk instrumen (soal) tes terbagi menjadi dua, yaitu bentuk soal uraian dan

objektif. Soal uraian dapat mengungkap banyak aspek dari hasil belajar, tetapi

mempunyai keterbatasan yaitu tidak dapat mencakup materi yang lebih luas. Soal

objektif dapat mencakup bahan yang cukup banyak, tetapi data yang diperoleh

dari hasil belajar mempunyai kemungkinan tidak valid (misal karena menebak).

Oleh karena itu penggunaan keduanya diharapkan dapat saling mengisi.

Soal uraian dapat dibedakan antara soal uraian bebas dan soal uraian terbatas.

(20)

13

jawaban siswa sangat bervariasi. Siswa yang kaya akan pengetahuan dapat

mengembangkan jawabannya secara luas dan mendalam, sedangkan bagi siswa

yang kurang memahami akan kurang dapat mengembangkan jawabannya. Oleh

karena itu perlu dibuatkan rambu-rambu jawaban yang harus muncul, sebagai

kriteria pensekoran. Pensekoran dapat menggunakan skala 1-10 atau 1-100.

2. Soal uraian terbatas (Uraian Objektif) yaitu pertanyaan terbuka, tetapi jawabannya sudah ditentukan atau dibatasi. Sebagai pembatas dapat berupa

jumlah, acuan, ataupun aspek materi. Soal uraian terbatas mempunyai kriteria

jawaban yang pasti sebagai pembatas jawaban siswa. Siswa tidak dapat

menjawab pertanyaan tersebut dengan kriteria lain, sehingga bagi siswa yang

tidak memahami kriteria tersebut akan tidak dapat menjawabnya, walaupun

sangat memahami objek tersebut berdasarkan kriteria-kriteria yang lain.

3. Soal uraian terstruktur, yaitu soal yang menuntut siswa untuk menjawab berdasarkan data yang tersedia.

2) Bentuk-Bentuk Instrumen Non Tes.

Penilaian non tes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran

mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian melalui:

a. Pengamatan, yakni alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku siswa, baik perorangan maupun kelompok, di kelas maupun di luar kelas.

b. Skala sikap, yaitu penilaian yang digunakan untuk mengungkapkan sikap siswa melalui pengerjaan tugas tertulis dengan soal-soal yang elbih mengukur daya nalar atau pendapat siswa.

c. Angket, yaitu alat penilaian yang menyajikan tugas-tugas atau mengerjakan dengan cara tertulis.

(21)

14

e. Daftar cek, yaitu suatu daftar yang dipergunakan untuk mengecek terhadap perilaku siswa telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.

(Purwanto, 2009: 69)

2.1.1.3Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Hasil Belajar

Banyak faktor yang memengaruhi hasil belajar dikarenakan siswa berinteraksi

dengan sesuatu yang ada disekitarnya. Siswa SMA Negeri 1 Sumberjaya

Lampung Barat menginjak masa remaja dengan masalah yang sangat kompleks

sebagai salah satu faktor yang memengaruhi hasil belajar, namun pada akhirnya

lebih dominan terletak pada usaha yang dilakukan oleh siswa itu sendiri.

Menurut Slameto (2003:54) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:

1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang di sebut faktor individu (Intern), yang meliputi : (1). Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar. (2). Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir. (3). Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk mengahsilkan sesuatu akan hilang. 2. Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut dengan faktor Ekstern, yang

meliputi: (1). Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2). Faktor Sekolah, meliputi : metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. (3). Faktor Masyarakat, meliputi : bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat dikaji

bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar

(22)

15

kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit mencerna mata

pelajaran. Dalam keadaan dimana anak didik/siswa dapat belajar sebagaimana

mestinya, itulah yang disebut belajar.

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif

Tinjauan mengenai pembelajaran kooperatif terdiri dari pengertian pembelajaran

kooperatif, teori yang melandasi pembelajaran kooperatif, karakteristik

pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, ciri-ciri pembelajaran

kooperatif, kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif.

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama

dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif

dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih

dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar

kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga

memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat

interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14). Hubungan

kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang

dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan

kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama

(23)

16

Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model

pembelajaran gotong royong, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif.

b. Tanggung jawab perseorangan.

c. Tatap muka.

d. Komunikasi antar anggota.

e. Evaluasi proses kelompok

2.1.2.2 Teori yang melandasi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi

dengan temannya. Siswa secara rutin bekerjasama untuk saling membantu

menyelesaikan masalah.

Berikut adalah beberapa teori yang melandasi pembelajaran kooperatif.

1. Teori pembelajaran konstruktivis

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.

Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,

harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,

(24)

17

2. Teori perkembangan kognitif Piaget

Teori piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana

anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui

pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Perkembangan kognitif

mempunyai empat aspek, yaitu kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan

syaraf; pengalaman, yaitu hubungan timbale balik antara organism dengan

dunianya; interkasi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam

hubungannya dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan

atau sistem mengatur dalam diri organism agar dia selalu mempertahankan

keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

3. Teori kognitif Bruner

Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan

manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada

dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan, pengetahuan itu perlu

dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi

dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi

secara sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga

tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses

pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian, jika tahap belajar yang

pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap

(25)

18

selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga,

yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.

4. Teori pembelajaran sosial Vygotsky

Teori Vygotsky yang dikenal dengan Scalfholding yaitu memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan

kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak

tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia

mampu mengerjakan sendiri.

Vygotsky menggambarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: (1)

menghendaki susunan kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi

dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam

masing-masing zone of proximal development mereka; (2) pendekatan vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar vygotsky

menekankan pada aspek sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran

kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial

yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.

5. Teori pembelajaran Humanis

Teori belajar humanistik menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap diri manusia

adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang

dan menentukan perilakunya. Untuk itu dalam pembelajaran ini guru sebagai

pembimbing memberi pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya

sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada

(26)

19

Menurut Carl Rogers seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya

sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan therapist) dalam

membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers meyakini

bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya

dan tugas terapi hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar.

Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting dalam treatment kepada klien (Lapono, 2010:37).

2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kerja siswa akademik

antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri,

serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam

pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan

dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota

kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin dalam Trianto. 2009:

57).

Zamroni dalam Trianto (2009: 57) mengemukakan bahwa manfaat penerapan

belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya

dalam wujud input pada level individual dan dapat mengembangkan solidaritas

sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan akan muncul

generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki

motivasi belajar yang tinggi. Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran

(27)

20

pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan

pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000: 7).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas belajar dengan model kooperatif dapat

diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengungkapkan pendapatnya,

menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat. Selain itu dalam

belajar biasanya siswa dapat bekerjasama dan saling tolong menolong menguasai

tugas yang dihadapinya. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal

maka usaha yang harus dilakukan adalah dengan mengefektifkan pembelajaran.

2.1.2.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Arends (dalam Trianto, 2009: 65) menyatakan bahwa pelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar;

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajarn kooperatif

memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur

pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini

tergantung dari keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan

masing-masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat

(28)

21

2.1.2.5 Tahapan Dalam Pembelajaran Kooperatif

Berdasarkan kajian terhadap tipe-tipe pembelajaran kooperatif, Arends (1989),

mengidentifikasi sintaks umum dalam pembelajaran kooperatif. Umumnya,

terdapat enam fase atau tahapan pembelajaran dam pembelajaran kooperatif yaitu

sebagai berikut:

1. Menyediakan obyek dan perangkat, yaitu guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.

2. Menghadirkan/ menyajikan informasi yaitu guru menghadirkan/ menyajikan informasi untuk peserta didik baik secara presentasi verbal ataupun dengan tulisan.

3. Mengorganisasi peserta didik dalam belajar kelompok, yaitu guru

menjelaskan pada peserta didik bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4. Membimbing bekerja dan belajar, yaitu guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.

5. Evaluasi, yaitu guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya.

6. Mengenali prestasi, yaitu guru mencari cara untuk mengenali baik usaha dan prestasi individu juga kelompoknya dan member penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

2.1.2.6Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Jarolimek dan Parker (1993: 24-25), mengatakan dalam pembelajaran cooperative learning memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah:

1. Saling ketergantungan yang positif

2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu 3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas 4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru 6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi

(29)

22

Kelemahan pembelajaran kooperatif yang berasal dari dalam (intern) adalah:

1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.

2. Agar proses pembelajaran berjalan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.

3. Selama kegiatan diskusi kelompok belangsung, kecenderungan topic

permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang maka dapat mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tidak terlepas dari kelemahan di samping kekuatan yang ada padanya.

Kelemahan tersebut antara lain terkait dengan kesiapan guru dan siswa untuk

terlibat dalam suatu strategi pembelajaran yang memang berbeda dengan

pembelajaran yang selama ini diterapkan. Guru terbiasa memberikan semua

materi kepada para siswanya, mungkin memerlukan waktu untuk dapat

berangsur-angsur mengubah kebiasaan tersebut.

Terlepas dari kelemahannya, model pembelajaran kooperatif mempunyai

kekuatan dalam mengembangkan softskills siswa seperti kemampuan

berkomunikasi, berfikir kritis, bertanggung jawab, serta bekerja sama. Jika

kelemahan dapat diminimalkan, maka kekuatan model ini akan membuahkan

proses dan hasil belajar yang dapat memacu peningkatan potensi siswa secara

optimal. Oleh sebab itu, sangat diharapkan guru mencoba menerapkan model

pembelajaran kooperatif. Guru dapat mengembangkan model ini sesuai dengan

bidang studinya, bahkan mungkin dari model para guru dapat mengembangkan

(30)

23

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Instruction (PBI)

Problem Based Instruction yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) telah dikenal sejak zaman John Dewey.

Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19) pembelajaran berbasis masalah adalah

interaksi antara stimulus dengan respons,merupakan hubungan antara dua arah

belajar dan lingkungan. Lingkungan member masukan kepada siswa berupa

bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan

bantuan itu secara efektif sehingga yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,

dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. Jadi, dalam PBI mendominasi

pembelajaran student centered daripada teacher centered.

Ada banyak definisi tentang Problem Based Instruction, seperti yang

dikemukakan oleh Arends, Ibrahim dan Nur,dan Duch J.B. Arends (Trianto, 2007:

68) mendefinisikan PBIsebagai berikut:Problem Based Instruction merupakan

suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik

dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan

inkuiridan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan

kepercayaan diri.

Ibrahim dan Nur (2005: 3) menyatakan bahwa “Problem Based Instruction merupakan pembelajaran yang menyajikan siswa situasi masalah yang autentik

dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk

melakukan penyelidikan”.

Problem Based Instruction merupakan suatu metode pembelajaran yang

(31)

24

untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan

untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud

(Duch J.B, 1995).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa PBI

merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai

suatu konteks pembelajaran bagi siswa melalui proses berfikir dan keterampilan

pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang

esensial dari materi pembelajaran. Dengan demikian PBI dapat digunakan untuk

melatih dan mengembangkan berbagai keterampilan dan kecakapan sains tingkat

tinggi, serta meningkatkan pencapaian hasil belajar.

Model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI) yang bertujuan untuk mengembangkan siswa dalam belajar dari pengalaman, kehidupan

nyata yang berupa masalah yang dihadapi. Hasan F. Maufur (2009:117) Problem Based Instruction (PBI) memusatkan perhatian pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan

dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog sangat penting untuk mengenali

masalah secara tepat dan jelas.

Kelebihan dari model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar

diserapnya dengan baik, siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan

mereka secara mandiri serta memupuk sifat inquiri siswa dan sesuai dengan

kebutuhan siswa. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa

(32)

25

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang

dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain).

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesa, dan pemecahan masalah.

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. 5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan (Maufur, 2009: 118).

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match (MaM)

Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa

kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses

pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan

siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya

tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok

diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar

sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap

oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan

jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa ternyata dengan

pendekatan pembelajaran seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal.

Hal ini tampak pada pencapaian nilai akhir siswa. Dalam satu tahun belakangan

(33)

26

Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran

yang dilakukan selama ini belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum

mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit

untuk mengukur keterampilan siswa.

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam

pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan

kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah peneliti mencoba

mengembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode

Make a Match (MaM).

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif

merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik

dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur

yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung

jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses

kelompok (Lie, 2003:30).

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam

kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan

rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku

(34)

27

kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk

menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan

pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan

metode pembelajaran Make a Match (MaM). Metode Make a Match (MaM) atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada

siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari

pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa

yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Teknik metode pembelajaran Make a Match (MaM) atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah

siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam

suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode Make a Match (MaM) sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah). 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi

poin.

6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan

hukuman, yang telah disepakati bersama.

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

(35)

28

9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran(Suyatno, 2009: 121)

2.2Penelitian yang Relevan

Untuk membandingkan hasil penelitian penulis dengan penelitian terdahulu maka

di bawah ini peneliti akan menuliskan beberapa penelitian yang relevan yang ada

kaitannya dengan pokok masalah.

Rita Dwi Anggraini (2011)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model pembelajaran make a match untuk meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas III SDN Bareng 5 Kota Malang”,

menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Make a Match (MaM) dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas III SDN Bareng 5 Kota Malang. Perolehan rata-rata hasil belajar siswa meningkat, dari rata-rata pretes ke siklus I sebesar 39% dari siklus I ke siklus II sebesar 31% dengan ketuntasan belajar 89%. Aktivitas belajar siswa juga meningkat dari 54 pada siklus I menjadi 78 pada siklus II terjadi

peningkatan sebesar 44%.

Abdul Firman (2011) Dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan metode pembelajaran make a match guna meningkatkan motivasi dan kreativitas belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Cepogo Surakarta”, menyimpulkan bahwa ada peningkatan motivasi dan kreativitas belajar yaitu :1) Motivasi

mendengarkan penjelasan guru sebelum tindakan sebesar 36%, setelah siklus I menjadi 68%, setelah siklus II meningkat menjadi 76%, dan setelah siklus III menjadi 88%. 2) Memberi tanggapan dari guru atau siswa lain sebelum tindakan sebesar 16%, setelah siklus I menjadi 28%, setelah siklus II meningkat menjadi 40%, dan setelah siklus III menjadi 56% . 3)

Mengerjakan soal di depan kelas sebelum tindakan sebesar 12%, setelah siklus I menjadi 28%, setelah siklus II meningkat menjadi 44%, dan setelah siklus III menjadi 64%. 4)

(36)

29

(Lanjutan)

Herry Prasetyo (2011)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Instruction (PBI) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX H SMP Negeri 2 Majenang”, menyimpulkan bahwa (1) Rata-rata skor tes pemecahan masalah meningkat pada tiap aspeknya, yaitu pemahaman masalah dari skor 3.15 pada siklus 1 meningkat menjadi 3.94 pada siklus 2, rencana pemecahan masalah dari 2.15 meningkat menjadi 3.59, melaksanakan rencana dari 5.5 meningkat menjadi 7, menafsirkan hasil dari 0.5 meningkat menjadi 3.25. Secara keseluruhan rata-rata skor tes

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat, yaitu skor pada siklus 1 adalah 11.29 dan pada siklus 2, _2_24 (sangat baik). (2) Persentase aktivitas siswa dalam diskusi memecahkan masalah matematika mengalami peningkatan yaitu, 49.72% aktif berdiskusi dalam memecahkan masalah matematika pada siklus 1 dan pada siklus 2 menjadi 75.42 % (kategori baik).

Sari Anggraini (2012)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Instruction dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Palembang”

menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model problem based instruction diperoleh dari gabungan nilai latihan (35%) dan nilai tes akhir (65%). Dengan demikian hasil belajar siswa setelah penerapan model problem based instruction dalam pembelajaran matematika termasuk dalam kategori baik dengan rata-rata 75,8.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam proses pembelajaran, belajar berkaitan dengan proses pemahaman siswa

terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru untuk memperoleh hasil

terbaik bagi siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, tingkat keberhasilannya

tergantung dari proses belajar mengajar yang terjadi. Tinggi rendahnya

pencapaian prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi mencerminkan

tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Agar mencapai tujuan

tersebut, siswa harus berperan aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri

(37)

30

Arends (2001: 24) berpendapat bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang

paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran

dapat dirasakan baik apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi

pelajaran tertentu. Dengan demikian, model pembelajaran yang dipilih harus

mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa dan tidak menimbulkan kejenuhan

bagi siswa ketika belajar. Oleh karena itu, dalam implementasinya di lapangan

seorang guru harus membuat variasi atau kombinasi model mengajar sesuai

dengan sifat dan karakteristik dari materi yang akan dipelajari yang pada akhirnya

dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran

ekonomi.

Metode Make a Match (MaM) atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari

teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal

sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Teknik metode pembelajaran Make a Match (MaM) atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah

siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam

suasana yang menyenangkan diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar

(38)

31

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai

berikut:

Gambar 1. Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan model

pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat. 2. Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based

Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Hipotesis ini dirumuskan menjadi hipotesis verbal dan statistic.

1. Hipotesis Verbal

a. Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan

perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

(39)

32

Ha: Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan

perlakuan model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

b. Ho: Tidak ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran

Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung

Barat.

Ha: Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

2. Hipotesis Statistik

a. Ho: µ1 = µ2 Ha: µ1 ≠ µ2

(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian komparatif atau eksperimen. Penelitian

komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Menguji

hipotesis komparatif berarti menguji parameter populasi yang berbentuk

perbandingan (Sugiyono, 2005: 115).

Metode ini digunakan sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu

mengetahui perbandingan suatu variabel, yaitu hasil belajar ekonomi siswa

dengan perlakuan yang berbeda. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan

eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel

tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi terkontrol secara ketat (Sugiyono,

2005: 7).

3.2 Desain Penelitian

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok

kontrol non-ekuivalen, yaitu jenis yang dianggap sudah baik karena sudah

memenuhi persyaratan yaitu adanya kelompok kontrol atau kelompok

pembanding yang tidak diberi perlakuan sama dengan kelompok eksperimen

(41)

34

penelitian pendidikan. Desain penelitian digambarkan pada gambar 2 sebagai

berikut:

R1 : O1 A1 O2 R2 : O3 A2 O4 (Sugiono, 2005: 70)

Gambar 2. Desain Penelitian

Keterangan:

R1 : Kelas eksperimen R2 : kelas pembanding O1O3 : pretest

O2O4 : posttest

A1 : pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe PBI kelas XI IPS 1 A2 : pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe MaM kelas XI IPS 2

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pra penelitian dan pelaksanaan

penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai berikut.

a. Pra Penelitian

Kegiatan yang dilakukan pada pra penelitian adalah sebagai berikut.

1. Membuat izin penelitian ke sekolah

2. Mengadakan observasi ke sekolah tempat dilaksanakannya penelitian,

untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti.

3. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

4. Membuat media pembelajaran mengenai materi yang akan diajarkan.

5. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari lembar kerja siswa

(42)

35

6. Membuat instrumen evaluasi yaitu soal pretest dan posttest berupa soal

pilihan ganda.

b. Pelaksanaan Penelitian

Mengadakan kegiatan pembelajaran menerapkan model pembelajaran

Problem Based Instruction untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran Make A Match untuk kelas pembanding.

Penelitian ini direncanakan sebanyak 6 kali pertemuan. Langkah-langkah

pembelajarannya sebagai berikut.

1. Kelas Eksperimen

a. Pendahuluan

(1) Guru memberikan tes awal (pretest) sebanyak 20 butir soal dengan

bentuk soal pilihan ganda mengenai materi yang akan diajarkan.

(2) Guru membacakan Stakdar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar

(KD), dan indicator pembelajaran.

(3) Guru memberikan motivasi kepada siswa.

(4) Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengajukan

pertanyaan.

b. Kegiatan Inti

(1) Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.

(2) Guru memberikan informasi tentang langkah-langkah pembelajaran

Problem Based Instruction.

(3) Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan membimbing

(43)

36

(5) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya

mengenai materi yang belum jelas.

c. Penutup

Guru mengadakan tes akhir (posttest) sebanyak 20 soal pilihan ganda

mengenai materi yang telah dipelajari.

2. Kelas Pembanding

a. Pendahuluan

1. Guru memberikan tes awal (pretest) sebanyak 20 butir soal

dengan bentuk soal pilihan ganda mengenai materi yang akan

diajarkan.

2. Guru membacakan Stakdar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar

(KD), dan indicator pembelajaran.

3. Guru memberikan motivasi kepada siswa.

4. Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengajukan

pertanyaan.

b. Kegiatan Inti

1. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.

2. Guru memberikan informasi tentang langkah-langkah

pembelajaran Make A Match.

3. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan membimbing

siswa saat melakukan kegiatan Make A Match.

4. Guru meminta siswa mengumpulkan LKS yang telah dikerjakan.

5. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya

(44)

37

c. Penutup

Guru mengadakan tes akhir (posttest) sebanyak 20 soal pilihan ganda

mengenai materi yang telah dipelajari.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi merupakan suatu keseluruhan subyek penelitian. Populasi yang

ditetapkan pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1

Sumberjaya Lampung Barat yang berjumlah 205 siswa yang terbagi dalam 4

kelas. Pertimbangan penentuan populasi berdasarkan asumsi bahwa kelas XI

memiliki kemampuan yang homogen.

3.4.2 Sampel

Sampel yang terpilih dalam penelitian ini adalah kelas XI IPS.1 yang berjumlah

37 siswa, sebagai kelas eksperimen. Siswa kelas XI IPS.2 yang berjumlah 37

siswa, sebagai kelas pembanding. Sampel diambil dengan teknik purposive random sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Penentuan sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan

hasil observasi, yaitu kelas yang dipilih memiliki kesamaan meliputi tingkat

kemampuan siswa, potensi siswa, jumlah siswa, lingkungan belajar, sarana dan

(45)

38

3.5 Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas

(independent) dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Instruction (PBI)sebagai X1 dan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (MaM) sebagai X2 sedangkan variabel terikatnya (dependent) adalah hasil belajar ekonomi/akuntansi. Hasil belajar yang diperoleh melalui pembelajaran

kooperatif tipe sebagai Y1 Problem Based Instruction (PBI) dan melalui

pembelajaran kooperatif tipe Make a Match (MaM)sebagai Y2, kemudian Y1 dan Y2 dibandingkan.

3.6 Definisi Operasional Vasiabel

Definisi variabel adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau

konstak dengan memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun

memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau

variabel tersebut (Nazir, 2010: 126).

(46)

39

3.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.7.1 Jenis Data

Data penelitian ini berupa data kuantitatif, yaitu hasil belajar ekonomi siswa yang

diperoleh dari nilai pretest dan posttest. Kemudian dijumlahkan antara nilai pretest

dan posttest dan dibagi dua. Hasil rata-rata nilai pretest dan posttest tersebut

(47)

40

3.7.2 Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi Langsung

Observasi langsung adalah metode atau cara pengambilan data dengan

menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan

tersebut (Nazir, 2005: 175). Observasi dilakukan pada saat melakukan

penelitian pendahuluan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan

jumlah siswa, fasilitas-fasilitas yang ada dan sejarah atau gambaran umum

mengenai SMA N 1 Sumberjaya, Lampung Barat.

c. Tes

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar ekonomi sebagai

hasil penelitian.

3.8 Uji Persyaratan Instrumen

Untuk mempermudah menghitung uji persyaratan instrumen meliputi validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran, daya beda, digunakan alat bantu program Anates

versi 4.0.9 yang dikembangkan oleh Drs Karno To, M.Pd dan Yudi Wibisono, ST.

3.8.1 Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah alat ukur yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan

suatu instrumen. Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus Korelasi

(48)

41

r

hit =

√{ } { }

keterangan:

rhit = koefisien korelasi ∑X = jumlah skor item

∑Y = jumlah skor total (seluruh item)

N = jumlah sampel (Arikunto, 2006: 170)

Kriteria pengujian, apabila rhitung > rtabeldengan dk = n dan α = 0,05 maka item instrumen tersebut valid, dan sebaliknya jika rhitung< rtabeldengan dk = n dan α = 0,05 maka instrumen tersebut tidak valid.

Hasil uji validitas soal terdapat pada lampiran. Dalam perhitungan uji validitas

soal pretest dan posttest didapat semua soal valid, sehingga instrumen dapat

dilanjutkan ke tahap penelitian.

3.8.2 Uji Reliabilitas

Salah satu aspek penting yang tercakup dalam syarat tes yang baik adalah

reliabilitas. Oleh karena itu, sebelum instrumen digunakan maka harus dilakukan

uji coba untuk memenuhi tingkat reliabilitasnya. Untuk mengetahui tingkat

reliabilitas kuesioner maka digunakan rumus Spearman Brown, sebagai berikut:

r11 =

Keterangan :

(49)

42

rb = koefisien product moment antar belahan.

Kriteria pengujian, apabila r11 > rtabel berarti reliabel dan apabila r11 < rtabel berarti tidak reliabel yang dihitung pada derajat kebebasan dk = n-2 dan α = 0,05.

Selanjutnya untuk menginterpretasikan besar nilai kesahihan angket dapat dilihat

pada tabel interpretasi berikut.

Tabel 3 Interpretasi Reliabilitas

No. Besarnya Nilai r Kriteria 1. 0,80 sampai 1,00 Sangat tinggi

2. 0,60 sampai 0,79 Tinggi

3. 0,40 sampai 0,59 Sedang/Cukup 4. 0,20 sampai 0,39 Sangat rendah (Arikunto, 2002: 85)

Kriteria uji reliabilitas dengan rumus alpha adalah r11 > rtabel maka alat ukur tersebut reliabel dan sebaliknya, jika r11 < rtabel maka alat ukur tidak reliabel.

Hasil perhitungan uji reliabilitas soal pretest dan posttest adalah sebesar 0,92,

berarti soal tersebut tergolong soal yang memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi.

Perhitungan uji reliabilitas terdapat pada lampiran.

3.8.3 Tingkat Kesukaran

Selain validitas dan reliabilitas suatu alat tes harus memenuhi persyaratan yang

berupa tingkat kesukaran. Alat tes yang baik tidak boleh terlalu mudah dan juga

tidak terlalu sulit. Menurut Arikunto (2003: 207), soal yang baik adalah soal yang

tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak akan

merangsang siswa untuk menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak

(50)

43

Untuk menguji tingkat kesukaran soal digunakan rumus:

P =

Keterangan:

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar

JS = Jumlah seluruh peserta tes

Adapun kriteria uji taraf kesukaran yang digunakan dinyatakan sebagai berikut

Tabel 4 Kriteria Taraf Kesukaran Butir Soal Taraf Kesukaran Kriteria

0,00 – 0,29 Sukar

0,30 – 0,69 Sedang

0,70 – 1,00 Mudah

(Arikunto, 2003: 210)

Hasil perhitungan soal pretest dan posttest dari 20 item soal terdapat 5 soal

tergolong mudah (nomor 1, 3, 10, 13, dan 17), 10 soal tergolong sedang (2, 6, 9,

11, 12, 15, 16 18, 19, 20), dan 5 soal tergolong sukar ( 4, 5, 7, 8, 14). Perhitungan

pada lampiran.

3.8.4 Daya Beda

Daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang

berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Rumus yang digunakan untuk mengetahui daya pembeda adalah:

D =

(51)

44

Dimana:

J : jumlah peserta tes

JA : banyaknya peserta kelompok atas JB : banyaknya jumlah kelompok siswa

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar (Arikunto, 2003: 211)

Tabel 5 Kriteria Daya Beda Pembeda Butir Soal

Daya Beda Kriteria

0,00 – 0,20 Jelek 0,21 – 0,40 Cukup 0,41 – 0,70 Baik 0,71 – 1,00 Baik Sekali

Hasil perhitungan pretest dan posttest dari 20 item soal terdapat 7 soal tergolong

baik sekali ( 2, 7, 8, 9, 12, 17, 18), 8 soal tergolong baik (3, 5, 6, 10,11, 13, 15, 19,

20), 3 soal tergolong cukup (1, 4, 14) dan 1 soal tergolong jelek (16).

3.9 Uji Persyaratan Analisis Data 3.9.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi secara

normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan pada data tes

kemampuan awal (pre test) dengan analisis statistik non parametric menggunakan metode One-Sample Kolmogorov Smirnov Test dengan bantuan SPSS 16.

Jika dalam hipotesis penelitian:

Ho = data berasal dari populasi berdistribusi normal

(52)

45

Kriteria pengambilan keputusan:

1. Tolak Ho apabila nilai signifikansi (sig) < α 0,05

2. Terima Ho apabila nilai signifikansi (sig) > α 0,05

3.9.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk

menentukan keragaman suatu data. Pada penelitian ini uji homogenitas dilakukan

untuk menguji data motivasi awal dengan menggunakan uji analisis one way anava dengan bantuan program SPSS 16. Analisis varian jenis ini digunakan untuk menentukan dua rata-rata atau lebih kelompok yang berbeda secara nyata

yaitu kelas eksperimen dan kelas pembanding.

Jika dalam hipotesis penelitian:

Ho = kedua kelompok memiliki varians yang homogen

Ha = kedua kelompok memiliki varians yang tidak homogen

Kriteria pengambilan keputusan:

1. Jika probabilitas (sig) > 0,05 maka Ho diterima

(53)

46

3.10 Teknik Analisis Data

3.10.1 Analisis Varian Satu Jalur

Analisis varians atau Anava merupakan sebuah teknik inferensial yang digunakan

untuk menguji rerata nilai. Anava memiliki beberapa kegunaan, antara lain dapat

mengetahui mengetahui atar variabel manakah yang memang mempunyai

perbedaan secara signifikan, dan variabel manakah yang berinteraksi satu sama

lain (Arikunto, 2007: 401-402).

Penelitian ini menggunakan Anava satu jalur untuk mengetahui apakah ada

perbedaan hasil belajar atara model pembelajaran problem based instruction dan make a match pada mata pelajaran ekonomi.

3.10.2 Analisis Efektifitas Model Pembelajaran

Keefektifan model pembelajaran akan sulit jika diukur dari proses pembelajaran

karena ada banyak hal yang perlu diamati. Cara yang paling mungkin dilakukan

adalah mengukur peningkatan seberapa jauh target tercapai dari awal sebelum

perlakuan (pretest) hingga target hasil belajar setelah diberi perlakuan (posttest).

Target yang ingin dicapai tentunya 100% materi dikuasai siswa, dan minimal

telah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Untuk mengetahui

efektifitas model pembelajaran digunakan rumus sebagai berikut.

(54)

47

Dengan kriteria sebagai berikut.

Apabila hasilnya ≥1 maka model PBI yang lebih efektif.

Apabila hasilnya <1 maka model MaM yang lebih efektif.

(Suhartati, 2010: 143)

3.11 Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini dilakukan dua pengujian hipotesis, yaitu.

Hipotesis 1

Ha: Ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan

model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar Ekonomi antara siswa dengan perlakuan

model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

Hipotesis 2

Ha: Ada perbedaan efektifitas antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat.

(55)

48

Adapun kriteria pengujiannya sebagai berikut.

Hipotesis 1

Ho diterima apabila thitung < ttabel, Fhitung< Ftabel atau apabila taraf Sig. <0,05

Ho ditolak apabila thitung>ttabel, Fhitung>Ftabel atau apabila taraf Sig. >0,05

dengan taraf signifikansi 0,05

Hipotesis 2

Apabila hasilnya ≥1 maka model PBI yang lebih efektif

Apabila hasilnya <1 maka model MaM yang lebih efektif

Gambar

Gambar 1. Paradigma Penelitian
Tabel 2 : Definisi Operasional Variabel
Tabel 3 Interpretasi Reliabilitas
Tabel 5 Kriteria Daya Beda Pembeda Butir Soal

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah sesuai dengan visi misi Gubernur berdasarkan Undang-Undang Nomor

Kompetensi SDM mempengaruhi kepuasan kerja dan kualitas pelayanan, terbukti melalui keahlian, sifat dan motivasi dokter dan perawat yang baik, maka kualitas pelayanan

[r]

B   Informasi merupakan kebutuhan sehari- hari, sehingga harus tersedia secara. cepat, mudah,

Telah banyak perturan undang- undang yang dapat mencegah terjadinya kegiatan tersebut dari mulai UUD 1945, KUHP dan undang-undang lain akan tetapi masyarakat

Dan tujuan penelitian pengembangan ini adalah: (1) Mengembangkan materi dalam platform Course Networking sebagai media pembelajaran secara blended learning dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan (Lembaran Negara Republik

[r]