PEMBERITAAN KERUSUHAN ANTAR ETNIK DI LAMPUNG SELATAN
(Analisis Framing Terhadap Harian Lampung Post dan Kompas Periode Oktober - November 2012)
SKRIPSI
YUSTIKA RANI. S
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
THE NEWS RELEASE OF CONFLICT AMONG ETHNICS IN SOUTH LAMPUNG
(a framing analysis toward Lampung post and Kompas Newspaper period of October—November 2012)
BY
YUSTIKA RANI.S
The conflict happened in south lampung attract many attentions from society, where conflict on behalf of SARA—abbreviation of Ethnics, religion, race, and group alliances;killed dozen of people and injured hundreds of people. During its construction of the report, Lampung Postdaily newspaper and Kompasdaily newspaper have different opinion on how to see the conflict. By that case each newspaper has different view to be informed to the society.
Based on the background of the problem above, the formulation of problem in this research is to find out “the way how to identify problem, who is the source of problem, how is the moral judgement, and how the conflict in south lampung is being solved” according to Lampung Post newspaper and Kompas newspaper. Meanwhile the objective of the research is “to identify the problem, the source of conflict, moral judgement, and problem solving” of conflict happens in south lampung according to Lampung post daily newspaper and Kompas daily newspaper.The research is qualitative research where the researcher used framing analysis model Robert N. Entman which uses four frames in seeing a news. The frames are problem definition, source of problem, moral judgement, and problem solving. beside those four things mention above, setting agenda theory is also used as the basic of the research.
The result from annunciation of each newspaer toward the news of conflict among ethnics between Lampung Post daily newspaper and kompas daily newspapershows that they have different opinion. Lampung Post daily newspaper sees the source of problem from the sexual harrasement which was done men from balinuraga village to two girls from Agom village. In the other side Kompas daily newspaper sees the source of problem as the result of economic gap between local ethnics and migrant ethnics. The discussion above shows that same event can be meant and defined differently.
ABSTRAK
PEMBERITAAN KERUSUHAN ANTAR ETNIK Di LAMPUNG SELATAN (Analisis Framing Terhadap Harian Lampung Post dan Kompas Periode
Oktober – November 2012)
OLEH YUSTIKA RANI.S
Kerusuhan yang terjadi di Lampung Selatan menarik banyak perhatian masyarakat, dimana kerusuhan bernuansa SARA ini telah menewaskan belasan orang dan membuat ratusan orang terluka. Pada pengonstruksian berita kerusuhan di Lampung Selatan SKH Lampung Post dan SKH Kompas memiliki tanggapan yang berbeda dalam melihat konflik yang terjadi, sehingga setiap surat kabar memiliki opini yang berbeda satu sama lain untuk diberikan ke masyarakat. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah penelitian ini adalahbagaimana pendefinisian masalah, siapa sumber masalah, bagaimana keputusan moral dan penyelesaian masalah menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas, Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendefinisian masalah, sumber masalah, keputusan moral, dan penyelesaian masalah menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.Jenis penelitian ini deskripsi kualitatif, dimana penelitian ini menggunakan analisis Framing model Robert N. Entman yang menggunakan empat bingkai dalam melihat berita, yaitu Definisi Masalah, Sumber Masalah, Keputusan Moral, dan Penyelesaian Masalah, selain itu sebagaimana teori agenda setting juga menjadi dasar dalam penelitian ini.
Hasil yang didapat dalam berita Kerusuhan Antar Etnik yang terjadi di Lampung Selatan bulan Oktober dan November 2012 adalah SKH Lampung Post melihat sumber masalah terjadi akibat pelecehan seksual yang dilakukan pemuda dari desa Balinuraga kepada dua orang gadis desa Agom. SKH Kompas melihat sumber masalah terjadi akibat faktor ketimpangan ekonomi pada etnik lokal dan etnik pendatang.Berdasarkan pembahasan di atas menunjukkan peristiwa yang sama dapat dimaknai dan didefinisikan secara berbeda dalam media massa.
DAFTAR ISI
1.4 Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Penelitian Sebelumnya ... 14
2.2 Tinjauan Tentang Berita ... 15
2.3 Tinjauan tentang Surat Kabar ... 17
2.4 Tinjauan Komnikasi Massa ... 19
2.5 Framing ... 22
2.5.1 Pengertian Analisis Framing ... 22
2.5.2 Analisis Framing Menurut Robert N.Etman ... 23
2.5.3 Perangkat Framing Model Etman ... 24
2.6 Teori Penunjang Penelitian ... 26
2.7 Kerangka Pikir ... 28
4.2 Sejarah Surat Kabar Harian Kompas ... 38
4.3 Sejarah Kabupaten Lampung Selatan ... 44
4.3.1 Arti Lambang Lampung Selatan ... 46
5.1 Hasil Penelitian ... 50
5.1.1 Frame SKH Lampung Post Definisi Masalah ... 56
5.1.2 Frame SKH Kompas Definisi Masalah ... 59
5.1.3 Frame SKH Lampung Post Sumber Masalah ... 60
5.1.4 Frame SKH Kompas Sumber Masalah ... 62
5.1.5 Frame SKH Lampung Post Membuat Keputusan Moral ... 64
5.1.6 Frame SKH Kompas Membuat Keputusan Moral ... 65
5.1.7 Frame SKH Lampung Post Menekankan Penyelesaian ... 67
5.1.8 Frame SKH Kompas Menekankan Penyelesaian ... 69
5.2 Pembahasan ... 71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 84
6.2 Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 14
Tabel 2 Berita Kerusuhan Antar Etnik Di Lampung Selatan SKH Lampung Post Edisi Oktober- November 2012 ... 51
Tabel 3 Berita Kerusuhan Antar Etnik Di Lampung Selatan SKH Kompas Edisi Oktober- November 2012 ... 51
Tabel 4 Matriks Definisi Masalah ... 58
Tabel 5 Matriks Sumber Masalah ... 63
Tabel 6 Matriks Keputusan Moral ... 67
Tabel 7 Matriks Penyelesaian Masalah ... 72
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Budaya merupakan tolak ukur peradaban sebuah bangsa. Penghormatan terhadap budaya lain merupakan bagian kebesaran sebuah bangsa. Nilai-nilai keluhuran yang dimiliki bangsa inilah yang perlu dijunjung tinggi, karena nusantara
Indonesia merupakan bentukan dari berbagai kebudayaan yang ada, tidak berarti menyerap semua unsur budaya yang masuk.
Lampung merupakan Provinsi paling ujung di Pulau Sumatera. Hal ini disebabkan
letak yang sangat dekat dengan pulau Jawa, meskipun masih dipisahkan dengan Selat Sunda. Lampung memiliki posisi paling penting karena merupakan pintu gerbang bagi Pulau Sumatera. Hal ini membuat Provinsi ini menjadi salah satu
tujuan transmigrasi pertama yang didatangi oleh pendatang yang ingin mencari kehidupan di kota lain.
Penduduk Bali pertama kali datang ke Lampung pada tahun 1963 setelah Gunung
Agung meletus. Gunung tertinggi di Bali ini terakhir meletus pada tahun 1963 setelah mengalami tidur panjang selama 120 tahun. Setelah terjadinya letusan
juta” http://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/2012 /11/10/ Datang- Tahun-1952koma-Jumlah-Warga-Bali-Kini-1koma1-Juta/201107021739 (diakses pada tanggal 23 februari 2013). Sejak itu masyarakat Bali mulai
menempati Lampung Selatan dan mulai berinteraksi bersama warga Lampung asli untuk memulai kehidupan mereka.
Lampung sering disebut sebagai “Indonesia Mini”, oleh sebab itu berbagai etnik dapat hidup secara berdampingan di daerah ini. Konflik antaretnik di Lampung
memang bukan merupakan sebuah hal baru, konflik tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya dan pemicunya berawal dari masalah sepele. Bahkan di tempat yang sama dengan saat ini terjadi perang etnik saat ini yaitu di Sidorejo Kecamatan
Sidomulyo juga pernah terjadi pada bulan Januari 2012 kemarin, pemicunya adalah perebutan lahan parkir. Berikut ini beberapa perang antaretnik yang pernah
terjadi di Lampung :
1. Pembakaran pasar Probolinggo Lampung Timur oleh suku Bali.
2. 29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali antara Lampung berawal dari pencurian ayam.
3. September 2011 : Antara suku Jawa dan suku Lampung 4. Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan
5. Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali dan Lampung
Lintas Berita “Perang Suku Di Lampung- Sebuah Dendam Lama” http://www.lintasberita.web.id/perang-suku-di-lampung-sebuah-dendam-lama/ (di
Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain yang pernah
terjadi diatas, di Lampung juga sering terjadi konflik – konflik kecil antaretnik namun biasanya hal tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar.
Kerusuhan yang terjadi di Lampung Selatan menarik banyak perhatian masyarakat yang mengakibatkan kerusuhan bernuansa SARA ini telah
menewaskan belasan orang dan membuat ratusan orang terluka. Bentrokan bernuansa SARA ini terjadi di Lampung Selatan, Minggu 28 Oktober 2012.
Pertikaian massa ini diduga bermula dari kenakalan-iseng sekelompok anak muda Balinuraga, Sabtu (27/10) sore, yang menganggu dua orang gadis dari desa Agom kecamatan Kalianda. Pemicunya merupakan kecelakaan sepeda motor yang
berkembang menjadi isu pelecehan.
Berita yang dikeluarkan oleh SKH Lampung Post pada tanggal 1 November 2012, mengontruksikan kejadian bermula pada saat Nurdianan dan Emilia pergi
berbelanja di Minimaket di Desa Patok, sekitar 2 km dari rumahnya. Mengendarai sepeda motor Revo berwarna hitam, dua remaja belia ini dihadang sepuluhan
pemuda di tengah-tengah sawah. Nurdiana dan Emilia terjatuh di tengah jalan, sekitar pukul 17.00. Akibatnya Nurdiana dan Emilia luka-luka serius. Lutut, tangan, dan dada kedua remaja ini luka, memar dan sesak nafas. Jatuhnya
Nurdianan dan Emilia disebabkan paha Emilia ditarik oleh salah seorang pemuda.
“Itulah penyebab jatuhnya”, kata Rohata kakak dari Nurdiana. Rohata
Sebelum Deka tiba, kakak Nurdiana, Samsul Bahri, sudah datang terlebih dahulu
bersama pamannya, M, Yakub. Saat itu, sepuluh pemuda yang mengganggu Nur masih ada di tempat kejadian. Warga yang mendengar kejadian tersebut, tidak
dapat menerima perbuatan kesepuluh pemuda Balinuraga terhadap kedua gadis dari desa mereka. Bentrokan yang terjadi melibatkan massa dari kecamatan Way Panji dan kecamatan Kalianda dengan massa dari desa Balinuraga dan Sidoreno,
Waypanji.
Awal konflik ini bermula menyebabkan tewasnya tiga orang warga dan empat lainnya terluka berat. Kabar meninggalnya tiga warga desa di Kecamatan
Kalianda pun cepat menyebar dengan di dukung media sosial dan media online. Bersamaan dengan tersebarnya kematian tiga warga Kecamatan Kalianda, sejak
minggu (28/10) malam hingga senin (29/10) pagi, telah tersebar ajakan kepada etnik Lampung untuk melakukan pembalasan atas peristiwa itu sehingga bentrokan besar terjadi.
Senin (29/10) pagi, sekitar pukul 10.00 WIB, ratusan orang datang secara
bergelombang di Jalan Way Harong dan Simpang Patok. Semakin lama jumlah mereka mencapai belasan ribu orang. Mereka tidak hanya dari Lampung Selatan,
tetapi menurut informasi, juga berasal dari Lampung Timur, Lampung Tengah, Bandar Lampung, Tanggamus, bahkan Provinsi Banten. Massa datang menggunakan truk dan sepeda motor, sebagian besar massa membawa senjata
Massa yang bersenjata tajam secara tiba-tiba membakar rumah-rumah warga dan
merusak bangunan sekolah. Massa tidak lagi hanya mencari pemuda desa Balinuraga yang dituding telah berbuat ulah, tetapi juga menyerang siapa saja
warga Balinuraga yang melakukan perlawanan. Hal ini menyebabkan warga Balinuraga berlari menyelamatkan diri mencari tempat yang aman. Namun beberapa warga lainnya, di antaranya tertangkap dan dibunuh secara
mengenaskan. Diketahui terdapat 14 orang warga Balinuraga yang meninggal dalam serangan tersebut.
Dalam surat kabar harian Lampung Post pada tanggal 31 Oktober 2012, SKH
Lampung Post memberikan penjelasan sejauh mana kondisi pada saat konflik. Sekitar 14 orang warga tewas, 26 unit rumah rusak berat, 11 unit sepeda motor
dibakar, 166 rumah dibakar dan 2 gedung sekolah ikut dibakar massa yang bertikai. Informasi ini didapat dari Kapolres Lamsel AKBP Tatar Nugroho yang menangani langsung kasus tersebut.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bagaimana SKH Lampung Post menjabarkan
cerita di balik kerusuhan secara mendetail. SKH Lampung Post mengonstruksikan bagaimana situasi dan kondisi selama terjadinya konflik baik kepada para pelaku,
maupun masyarakat yang menjadi korban. Pada pemberitaan yang dikeluarkan oleh SKH Lampung Post, kejadian yang terjadi diakibatkan oleh dendam lama yang masih bersemayam diantar kedua kelompok sehingga pergesekan kecil dapat
mengakibatkan konflik besar.
bagaimana kejadian yang sebenarnya terjadi di lokasi. SKH Kompas
mengonstruksikan konflik yang terjadi dengan melalui sudut pandang yang berbeda. SKH Kompas melihat konflik yang terjadi di Lampung Selatan sudah
sering terjadi, hal ini di sebabkan oleh perbedaan adat kebiasaan dan agama. Selain hal itu, faktor kecemburuan sosial dan ketimpangan ekonomi yang besar antara etnik lokal dan pendatang, menjadi penyebab utama dalam konflik yang
terjadi.
SKH Kompas juga menekankan kejadian yang terjadi di Lampung Selatan ini, juga terjadi akibat faktor kelalaian pemerintah yang tidak cepat tanggap dalam
menangani kasus seperti ini. Perbedaan pengonstruksian berita ini membuat SKH Lampung Post dan SKH Kompas terdapat sesuatu yang dianggap menarik dan
perlu di teliti lebih lanjut. Kedua surat kabar ini berusaha untuk menyajikan perspektif mereka untuk memberikan pemaknaan atas suatu realitas yang berkaitan dengan kerusuhan antar etnik yang terjadi di Lampung Selatan agar
diterima khalayak.
Sebagai Surat Kabar Harian Daerah Lampung Post berperan aktif dalam memberitakan kerusuhan antar etnik yang terjadi di Lampung Selatan beberapa
waktu yang lalu. Lampung Post terbit pertama kali pada tanggal 10 Agustus 1974, berdasarkan surat keputusan MENPEN RI No: 0148 SK DIRJEN P 6 SIT 1974. Lampung Post diterbitkan oleh PT Masa Kini Mandiri dengan Surat Izin Usaha
Lampung Post adalah suatu surat kabar yang populer dikalangan masyarakat
provinsi Lampung, sebagai Surat kabar daerah “senior”, tentunya SKH Lampung Post memiliki kekuatan dalam mempengaruhi opini publik, baik melalui berita,
editorial maupun iklan. Sebagai surat kabar tertua di provinsi Lampung, SKH Lampung Post sudah cukup baik dalam menyajikan pemberitaan mengenai peristiwa konflik di Provinsi Lampung Selatan. Oleh sebab itu peneliti ingin
melihat bagaimana SKH Lampung Post dapat mendefinisikan, dan melihat sumber masalah yang terjadi pada konflik tersebut, sehingga dapat mengetahui
keputusan moral dan penyelesaian masalah dalam masyarakat yang bertikai.
Bagaimana wartawan Lampung Post mengambil sikap dalam pembuatan berita terhadap kerusuhan yang sedang terjadi. Pemberitaan mengenai bentrokan antar
dua etnik yang bertikai ini tidak hanya diliput oleh Surat Kabar Harian Daerah saja akan tetapi Surat Kabar Harian Nasional juga membahas pertikaian yang terjadi di Lampung Selatan ini, seperti surat kabar harian nasional Kompas.
Surat Kabar Harian Nasional Kompas mulai terbit pada tanggal 28 Juni 1965,
yang berkantor di Jakarta Pusat dengan tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Pada tahun2004, tiras
hariannya mencapai 530.000 eksemplar, khusus untuk edisi Minggunya malah mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca koran ini mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia.
1.850.000 orang per hari yang terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia. Dengan
oplah rata-rata 500 ribu eksemplar setiap hari dan mencapai 600 ribu eksemplar untuk edisi Minggu, Kompas tidak hanya merupakan koran dengan oplah
(sirkulasi) terbesar di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara. Untuk memastikan akuntabilitas distribusi harian Kompas, Koran Kompas menggunakan jasa ABC (Audit Bureau of Circulations) untuk melakukan audit semenjak tahun 1976.
Media massa dalam konflik ibarat pedang bermata dua. Satu sisi dapat menjadi senjata pembunuh apabila informasi yang disebarkan mengandung kebencian dan
memprovokasi kekerasan. Sisi lainnya, media massa dapat menjadi instrumen perdamaian dan pemberi solusi dalam konflik, apabila informasi yang disajian mengandung pesan-pesan toleransi, objektif, proposional, akurat dan berimbang
dalam pemberitaan.
Proses persepsi selektif yang dilakukan wartawan dan editor, disadari atau tidak berperan dalam menghasilkan judul berita, ukuran huruf untuk judul, penempatan
berita di surat kabar (apakah di halaman depan, dalam atau belakang) yang menandakan penting atau tidaknya berita, panjang atau pendeknya laporan, komentar mana yang akan ditampilkan dan akan dibuang, yang sedikit banyak
akan menunjukan keterpihakan surat kabar itu sendiri dan julukan apa yang dipilih oleh surat kabar untuk mempromosikan pihak yang Menurut Van Dijk
Kata, klausa dan ekspresi tekstual lainnya boleh jadi mengisyaratkan konsep atau
proposisi yang dapat diduga berdasarkan pengetahuan yang menjadi latar belakangnya. Ciri wacana dan komunikasi ini memiliki dimensi ideologi yang
penting. Analisis atas apa yang tidak dikatakan terkadang lebih jelas daripada studi atas apa yang sebenarnya dikatakan dalam teks. Pendeknya, berita surat kabar merupakan suatu cara untuk menciptakan realitas yang diinginkan mengenai
peristiwa atau kelompok orang yang dilaporkan. Karena telah melewati proses seleksi dan reproduksi, berita surat kabar sebenarnya merupakan laporan peristiwa
yang artificial, tetapi dapat diklaim sebagai objektif oleh surat kabar itu untuk mencapai tujuan-tujuan ideologis dan bisnis surat kabar tersebut. Dengan kata
lain, berita surat kabar bukan sekedar menyampaikan, melainkan juga menciptakan makna terselubung yang terkandung didalamnya.
Media saat ini tidak dapat hanya dilihat sebagai instirusi yang netral saja, akan tetapi media juga bertindak sebagai saluran yang menyampaikan pesan politik
dengan bertindak sebagai agen politik untuk disebarkan kepada masyarakat. Menurut Richard Nixon tahun 1968 (dalam Subiakto dan Ida 2012:13) bahwa
media massa berperan penting dalam menonjolkan suatu tokoh atau isu tertentu. Dari sinilah agenda setting mengansumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan oleh media pada suatu persoalan dengan perhatian yang
diberikan khalayak. Bisa juga yang dianggap penting oleh media akan dianggap penting oleh khalayak. Media massa senantiasa digunakan dalam komunikasi
Menurut Eriyanto (2002:3) analisis framing adalah analisis yang memusatkan
perhatian pada bagaimana media mengemas dan membingkai berita. Proses ini umumnya dilakukan untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,
kelompok dan lain-lain) dibingkai oleh media dengan melalui proses konstruksi. Dalam pandangan konstruksi, media dilihat sebaliknya, dimana media bukanlah saluran yang bebas, ia juga objek yang mengontruksikan realitas, lengkap dengan
pandangan, bias dan pemihakannya. Media memilih realitas mana yang diambil dan mana yang tidak di ambil.
Analisis framing pada penelitian ini menggunakan analisis model framing Robert
N. Etman, gagasan utama dari model ini menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat disisi yang lain. Penelitian ini juga menggunakan teori
penyusunan agenda (agenda setting theory) untuk melihat bagaimana SKH Lampung Post dan SKH Kompas menyusun agenda dalam membingkai berita mengenai Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan 2012. Hal ini dilakukan
karena dalam setiap terjadinya sebuah konflik, seorang jurnalis mempunyai andil yang cukup besar. Jika diperhatikan sebuah pemberitaan yang di terbitkan oleh media massa dapat memadamkan api amarah atau menyulutkan kembali api
dendam dalam masyarakat yang bertikai. Semua ini tergantung dari pemahaman dan keterpihakkan jurnalis dan media massa bagaimana melihat sebuah konflik.
Oleh sebab itu sebagai surat kabar senior di provinsi Lampung dan di Indonesia
tentunya SKH Lampung Post dan SKH Kompas sudah berpengalaman dalam menyajikan pemberitaan mengenai peristiwa konflik seperti yang terjadi di
“kematangan” dalam menyajikan pemberitaan mengenai peristiwa konflik inilah yang ingin diteliti. Peneliti memfokuskan diri mengenai pembingkaian berita yang disajikan SKH Lampung Post dan SKH Kompas pada masa kerusuhan tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti memiliki tujuan, untuk mengetahui definisi masalah, sumber masalah, keputusan moral, dan penyelesaian masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas pada
bulan Oktober dan November 2012. Karena rentan waktu tersebut merupakan puncak kejadian kerusuhan sehingga mengakibatkan korban jiwa, oleh karena itu penulis memilih rentan waktu tersebut untuk melihat pembingkaian berita
mengenai Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan Oktober – November 2012.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana definisi masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung
Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.
2. Siapa yang menjadi sumber masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.
3. Bagaimana keputusan moral dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui definisi masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.
2. Untuk mengetahui sumber masalah dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.
3. Untuk mengetahui keputusan moral dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.
4. Untuk mengetahui penyelesaian masalah dalam konflik yang terjadi di
Lampung Selatan menurut SKH Lampung Post dan SKH Kompas.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Akademis
Dapat dipergunakan sebagai bahan bacaan dan kajian dalam menambah
referensi yang berhubungan dengan metode penelitian komunikasi, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya mengenai metode penelitian komunikasi,
jurnalistik dan komunikasi Lintas Budaya.
2. Manfaat Bagi Penulis
Dapat memperdalam pengetahuan dan menambah pengalaman penulis
3. Manfaat Bagi Pihak Lain
Dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman yang jelas bagi masyarakat tentang arti pentingnya suatu analisis framing dalam melihat suatu berita yang disajikan oleh sebuah media, diharapkan pula dapat
menganalisa fenomena yang ada dalam berita serta bagaimana cara media mengemas berita sehingga mampu menciptakan sebuah konstruksi realitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tabel.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian, peneliti harus belajar dari peneliti lain untuk menghidari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama yang dibuat oleh peneliti sebelumnya. Berikut ini merupakan beberapa penelitian
terdahulu mengenai framing .
2 Fitra Fathillah
Menurut Assegaf (1991:179), pengertian definisi berita dalam teknis
jurnalistik adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, bisa jadi karena luar biasa, bisa karena pentingnya atau akibatnya,
bisa pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.
2.2.2 Unsur-Unsur Berita
Menurut Bruce D dan Douglas (dalam Junaedi 2007;22), dalam menulis berita wartawan atau reporter mengacu kepada unsur pokok berita atau sering
1. What : Apa yang terjadi
2. Where : Dimana hal itu terjadi 3. When : Kapan peristiwa itu terjadi
4. Why : Kenapa peristiwa itu terjadi
5. Who : Siapa yang terlibat dalam kejadian itu 6. How : Bagaimana peristiwa itu terjadi.
2.2.3 Nilai-Nilai berita
Ada beberapa faktor yang mendasari derajat nilai berita yang layak dipublikasikan ( newsworthiness), ukuran yang dipakai oleh wartawan adalah
ukuran-ukuran professional yang dinamakan sebagai nilai berita. Secara umum, nilai-nilai berita yang layak dipublikasikan dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Kedekatan (proximity), peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca akan menarik perhatian.
2. Kebaruan (timelines), berita yang baru terjadi tentunya memiliki nilai lebih dibandingkan dengan berita yang telah terjadi di masa lalu.
3. Konflik, Kejadian yang menimbulkan kontroversi berita berupa konflik
akan lebih menarik untuk dibaca dari pada berita lainnya. Dalam ungkapan itu sangat pentingnya mengukur luasnya dampak dari suatu
4. Kepopuleran, Berita yang melibatkan figur terkenal di mata khalayak
memiliki nilai berita yang lebih tinggi dibandingkan dengan khalayak biasa.
5. Konsekuensi, sering sekali diungkapkan bahwa “news” itu adalah “history in hurry”, berita adalah sejarah yang keadaannya tergesa-gesa. Tersirat dalam ungkapan itu pentingnya mengukur luasnya dampak dari suatu
peristiwa.
6. Human interest, dalam berita human interest terkandung unsur yang
menarik empati, simpati atau menggugah perasaan khalayak yang membacanya.
2.3 Tinjauan Tentang Surat Kabar 2.3.1 Pengertian Surat Kabar
Surat kabar adalah sebagai bentuk cetakan yang terbit yang memuat serba-serbi pemberitaan meliputi bidang-bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan masyarakat. Surat kabar merupakan sebutan dari media massa
cetak, yang berupa lembaran yang berisi berita-berita dan iklan yang diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan, bulanan dan dapat diterbitkan secara
umum. Isi dari berita yang disampaikan harus bersifat aktual dan bersifat universal, selain itu isi dari pemberitaan dapat diterimah, oleh seluruh golongan dan kalangan masyarakat.
yang dicetak dan terbit secara tetap atau periodik dan dijual untuk umum secara
berkala, bisa harian, mingguan, bulanan serta di edarkan secara umum.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa surat kabar merupakan salah satu media massa cetak yang berisi informasi mengenai berbagai
bidang yang ditunjukkan untuk khalayak umum dan diterbitkan secara berkala setiap harinya.
2.3.2 Pengertian Surat Kabar Harian (SKH)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:298), yang dimaksud dengan koran
harian adalah surat kabar atau koran yang terbit setiap hari, sedangkan kata umum dibelakang kata harian adalah mengenai seluruhnya atau semuanya: secara
menyeluruh, tidak menyangkut yang khusus. Dengan demikian dapat disimpulkan yang dimaksudkan dengan surat kabar harian (SKH) adalah surat kabar atau koran yang terbit setiap hari, kecuali hari libur, hari-hari besar, kepada khalayak umum.
2.3.3 Fungsi Surat Kabar
Menurut Effendi (dalam Fitra Fathillah 2012: 25) fungsi surat kabar adalah:
1. Menyiarkan Informasi
Fungsi ini adalah fungsi surat kabar yang utama. Khalayal pembaca berlangganan atau memberi surat kabar karena memerlukan informasi
2. Mendidik
Surat kabar adalah sarana pendidikan massa (massa education). Surat kabar memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga
khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. 3. Menghibur
Hal-hal yang bersifat hiburan di surat kabar dapat menyimbangi
berita-berita berat (hard news) dan artikel yang berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan dapat berupa cerita pendek, cerita bersambung, pojok,
dan karikatur. Pemuatan isi berita yang mengandung hiburan, semata-mata hanya untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah dihidangkan
berita dan artikel baru. 4. Mempengaruhi
Fungsi ini menyebabkan pers memegang peran penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Surat kabar yang ditakuti adalah surat kabar yang independent, bebas menyatakan atau menyuarakan pendapat, bebas melakukan kontrol sosial.
2.4 Komunikasi Massa
2.4.1 Pengertian Komunikasi Massa
Definisi komunikasi massa menurut Bungin (2006:71) yaitu komunikasi massa
sebagai proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas.
2.4.2 Fungsi Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah salah satu aktifitas sosial yang berfungsi di masyarakat.
Robert K. Merton (dalam Bungin 2006:78) mengemukakan, bahwa fungsi aktivitas sosial memiliki dua aspek, yaitu fungsi nyata (manifest function)
merupakan fungsi nyata yang di inginkan, kedua fungsi tidak nyata atau tersembunyi (latent function), yaitu merupakan fungsi yang tidak di inginkan.
Selain manifest function dan latent function, setiap aktivitas sosial yang berfungsi melahirkan (Beiring Function) fungsi-fungsi sosial lainnya, bahwa manusia memiliki kemampuan beradaptasi yang sangat sempurna. Setiap fungsi sosial
yang dianggap membahayakan dirinya, maka ia akan merubah fungsi-fungsi sosial yang ada. Menurut Robert K. Merton (dalam Bungin 2006:78) fungsi
komunikasi massa terdiri dari:
1. Fungsi Pengawasan merupakan medium di mana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi ini berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan pesuasif.
Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Fungsi Social Learning utama dari komunikasi massa ke media massa
dengan melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat, dimana komunikasi massa itu
menutupi kelemahan fungsi-fungsi paedagogi yang dilakukan melalui
komunikasi tatap muka saja.
3. Fungsi Penyampaian Informasi Komunikasi massa mengandalkan media massa, yang memiliki fungsi utama yaitu menjadi proses penyampaian
infotrmasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publikb tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu
cepat dan singkat.
4. Fungsi Transformasi Budaya komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen
komunikasi massa, terutama yang di dukung oleh media massa. Dimana perubahan budaya-budaya yang di pengaruhi perkembangan telematika
menjadi perhatian utama semua masyarakat di dunia, karena selain dapat dimanfaatkan sebagai pendidikan juga dapat dimanfaatkan sebagai fungsi lain, seperti politik, perdagangan, agama, hukum, militer, dan sebagainya.
5. Hiburan Komunikasi massa digunakan sebagai medium hiburan, dimana
fungsi hiburan ini sebagai bagian penting dalam fungsi komunikasi massa. Fungsi hiburan dari komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi
lainnya dalam proses komunikasi massa.
2.5 Framing
2.5.1 Pengertian Analisis Framing
umumnya di lakukan untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor,
kelompok dan lain-lain) dibingkai oleh media dengan melalui proses konstruksi. Dalam Analisis Framing, yang kita lakukan pertama kali adalah melihat
bagaimana media mengonstruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken for granted. Sebaliknya wartawan dan medialah yang secara aktif
membentuk realitas.
Bagaimana hal yang terjadi, fakta, orang, diabstraksikan menjadi peristiwa yang
kemudian hadir dihadapan khalayak. Jadi dalam penelitian framing, yang menjadi titik persoalan adalah bagaimana realitas/peristiwa dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu. Oleh
sebab itu yang menjadi titik perhatian bukan apakah media memberitakan negatif atau positif, melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media.
Dalam Eriyanto (2002:12) Analisis framing termaksud ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengontruksikan realitas. Proses pembetukan realitas itu pada akhirnya adalah bagian mana dari realitas tersebut yang lebih menonjol dan mudah di terima oleh khalayak. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.
2.5.2 Analisis Framing Menurut Robert N. Entman
menggunakan framing untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjol dari
aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam koteks yang khas sehingga isu tertentu
mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain.
Framing memberikan tekanan lebih bagian mana yang ditonjolkan/dianggap penting oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan:
membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh khalayak. Informasi yang menonjol kemungkinan lebih diterima oleh khalayak dan tersimpat di dalam memori dibandingkan disajikan secara biasa.
Menurut Entman (dalam Eriyanto 2002:220) bentuk penonjolan tersebut bisa beragam: menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan dengan yang lainnya, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang
dipandang penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab di benak masyarakat. Dengan bentuk seperti itu, sebuah ide/ gagasan/ informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan karena
berhubungan dengan skema pandangan khalayak.
2.5.3 Perangkat Framing
Entman (dalam Eriyanto 2002:221) melihat framing dalam dua dimensi besar
yaitu: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai
dalam memahami suatu realitas. Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh
media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain.
Dalam konsepsi Entman (dalam Eriyanto 2002:222), framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa
yang diwacanakan. Frame berita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari
teks berita. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa.
Konsep mengenai framing dari Entman tersebut mengambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Dengan dilihat dari
empat bingkai yang ada:
1. Define Problems (definisi masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame/bingkai
yang paling utama. Diman dalam pendefinisian ini menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau
peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami.
2. Diagnose causes (sumber masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa.
Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi juga bisa berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan
3. Make Moral Judgement (membuat keputusan moral), adalah elemen
framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah
didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut.
4. Treatment Recommendation (penyelesaian masalah), elemen ini digunakan untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Peristiwa yang terjadi dapat dilihat
bagaimana sebuah peristiwa terjadi dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.
Frame berita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi metal yang digunakan untuk memperoleh informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Misalnya
frame anti-militer yang dipakai untuk melihat dan memproses informasi demonstrasi atau kerusushan. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa. Frame berita dibentuk
dari kata kunci, metamorfora, konsep, simbol, citra yang ada dalam narasi berita.
Karenanya, frame dapat dideteksi dan diselidiki dari kata, citra, dan gambar tertentu yang memberi makna tertentu dari teks berita. Kosa kata dan gambar itu
ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol, atau menghubungkan dengan bagaian lain dalam teks berita, sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih mudah
2.6 Teori Penunjang Penelitian
2.6.1 Pengertian Teori Penyusunan Agenda (Agenda Setting Theory)
Agenda-setting Theeory diperkenalkan oleh McCombs dan Donald Shaw dalam Public Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The Agenda Setting Function of
Mass Media. Menurut McCombs dan Shaw (dalam Effendy, 2003:286), asumsi dasar teori penyusunan agenda (agenda-setting theory) adalah jika media
memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.
Jadi, apa yang dianggap penting oleh media, maka penting juga bagi masyarakat. Oleh karena itu apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu dan
mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Asumsi ini berasal dari asumsi lain bahwa media massa memiliki efek yang
sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap dan pendapat. Teori penyusunan agenda (agenda-setting theory) menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa dan
bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.
McCombs dan Donald Shaw (dalam Effendy, 2003:287) mengatakan pula, bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media
massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik
dalam suatu kampanye Pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang
penting.
Dengan kata lain, media massa menetapkan agenda kampanye tersebut dan kemudian untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek
terpenting dari kekuatan komunikasi massa.Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi agenda media kepada agenda publik. Teori yang dicetuskan oleh Profesor Jurnalisme Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Menurut
McCombs dan Shaw (dalam Effendy, 2003:287), “we judge as important what the media judge as important”.
Kita cenderung menilai sesuatu itu penting sebagaimana media massa
menganggap hal tersebut penting. Jika media massa menganggap suatu isu itu penting maka kita juga akan menganggapnya penting. Sebaliknya, jika isu
tersebut tidak dianggap penting oleh media massa, maka isu tersebut juga menjadi tidak penting bagi diri kita, bahkan menjadi tidak terlihat sama sekali.
Menurut Rakmat (2001:68) dari efek afektif ke efek kognatif, kekuatan untuk
mempengaruhi perubahan kognitif individu inilah yang dianggap aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Agenda setting menunjukkan kemampuan media massa untuk berlaku sebagai agenda bagi pembacanya. Dasar pemikiran
agenda setting adalah di antara beragam topik informasi yang disajikan media massa, topik yang lebih banyak mendapatkan perhatian dari media akan jadi lebih
berdasarkan informasi yang diterima, khalayak membentuk persepsi mereka
tentang beragam informasi yang disajikan oleh media massa.
Model ini mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian media terhadap suatu permasalahan dengan penelitian khalayak terhadap permasalahan
tersebut. Kepentingan dan keingintahuan pembaca memang menjadi suatu pertimbangan untuk menentukan apa yang akan dimuat dalam surat kabar, namun
surat kabar tetap akan menjadi penentu apa yang ingin diketahui pembaca. Khalayak akan menganggap penting apa yang dianggap penting oleh surat kabar, sebaliknya apa yang tidak diperhatikan surat kabar akan luput dari perhatian
khalayak.
2.7 Kerangka Pikir
Melihat analisis framing model Robert N. Entman maka peneliti akan melihat
konstruksi pemberitaan mengenai Kerusuhan Antar Etnik Di Lampung Selatan 2012. Analisis ini membagi struktur analisis menjadi empat bagian: Pertama, Definisi masalah merupakan asumsi bahwa sebuah peristiwa hendak
dinilai sebagai apa. Kedua, Memperkirakan masalah merupakan siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah. Ketiga, Membuat keputusan moral
merupakan penelian atas penyebab masalah dan Keempat penyelesaian masalah yakni menawarkan atau menjutifikasi suatu cara penanggulangan masalah dan memprediksi hasilnya. Perangkat framing yang dikemukakan oleh Robert N.
Gambar 1
Berita Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan
Pada Bulan Oktober dan November 2012
Teori Agenda Setting
Analisis Framing Model Robert
N. Entman
1.
Definisian Masalah
2.
Sumber Masalah
3.
KeputusanMoral
4.
Penyelesaian Masalah
Konstruksi pembingkaian (framing)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan analisis framing model Robert N. Entman. Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak
menggunakan prosedur analisis statistis, atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti
yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistic dan rumit. Menurut Jane Richie (dalam Moleong, 2007 : 6) penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia perilaku, dari segi
konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode yang
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah pada teks pemberitaan mengenai Kerusuhan Antar
Etnik pada desa Agom dan Balinuraga Kabupaten Lampung Selatan yang terjadi pada akhir Oktober dan awal November 2012, pada SKH Lampung Post dan SKH Kompas edisi Oktober – November 2012. Alasan pemilihan edisi tersebut karena dianggap relevan dengan penelitian. Dalam kerusuhan ini terjadi kerusuhan yang lebih besar sehingga menimbulkan korban jiwa.
3.3 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi, dokumen resmi eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu
lembaga sosial, misalnya majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan kepada media massa (Moleong, 2005:219). Dalam penelitian ini adalah sumber
data diperoleh dari media massa yaitu berita mengenai Konflik Antar Etnik Di Kabupaten Lampung Selatan 2012 yakni SKH Lampung Post dan SKH Kompas
periode Oktober – November 2012.
Pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data yang didapatkan dengan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh peneliti dari
teks berita yang dimuat surat kabar harian Lampung Post dan surat kabar harian nasional Kompas edisi Oktober – November 2012, penulis memilahnya hanya pemberitaan yang terkait dengan kerusuhan desa Agom dengan Balinuraga saja.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah analisa dokumen dengan mengumpulkan data
tersebut. Menurut Arikunto (2007:231), Dokumentasi yaitu mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya. Dokumen dalam penelitian sebagai sumber data karena
dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Penelitian ini menganalisa teks pemberitaan mengenai Konflik Antar Etnik Kabupaten Lampung Selatan 2012
menggunakan analisis framing model Etnman guna memperoleh data penelitian.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang sering digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis data
kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan serta menafsirkan hasil penelitian dnegna susunan kata dan kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis
kualitatif, yang meliputi tiga tahapan sebagai berikut (Moleong, 2005 : 288):
1. Reduksi data
Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk aplikasi yang
meragamkan, mengelompokkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
2. Penyajian data (display data)
Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan serta cara yang
utama bagi analisa kualitatif. Dalam display data ini sangat membutuhkan kemampuan interpretatife yang baik pada si peneliti sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik. Penyajian data dilakukan dengan
menggunakan kalimat-kalimat yang berisi penjelasan atau analisis terhadap hal-hal yang dibahas dalam penelitian.
Penyajian data (display data) dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi
peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian data ke
dalam suatu bentuk tertentu sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data tersebut kemudian dipilih untuk disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras
dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.
3. Verifikasi
Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus-menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Pada tahap ini peneliti berusaha
BAB V1
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis data pada Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas dan Surat Kabar Harian Lampung Post tentang Kerusuhan Antar Etnik di
Lampung Selatan periode Oktober - November 2012 dengan menggunakan analisis Framing Robert N. Entman, maka penulis menarik beberapa kesimpulan
penelitian sebagai berikut:
Jika kita memperhatikan teks media berita dengan seksama maka dapat dilihat bahwa ternyata teks media sebuah berita tidak hadir dalam kondisi netral,
berimbang atau tidak memihak, tetapi setiap berita pasti berada dalam posisi tidak netral dan memihak. Dengan kata lain media dalam menyajikan berita sesuai dengan kepentingannya, seperti halnya pada kasus berita surat kabar mengenai
Kerusuhan Antar Etnik di Lampung Selatan Oktober – November 2012 pada SKH Lampung Post dan SKH Kompas.
1. Frame pemberitaan yang di sajikan SKH Lampung Post dan SKH Kompas tentang kerusuhan antar etnik di Lampung Selatan menekankan bahwa
konstruksi yang berbeda, surat kabar ini melihat konflik yang terjadi dari
sudut pandang perekonomian, dimana ketimpangan perekonomian antara kedua etnik tersebut menyebabkan kerusuhan.
2. Masing-masing media memiliki sudut pandang yang berbeda dalam membingkai berita terhadap sumber masalah dari kerusuhan ini. SKH Lampung Post melihat kerusuhan terjadi akibat kasus pelecehan seksual
yang dilakukan oleh sepuluh pemuda Balinuraga sehingga menyebabkan kemarahan warga dari desa Agom. Berbeda dengan Lampung Post, SKH
Kompas melihat sumber masalah dari faktor ketimpangan ekonomi yang cukup serius sehingga menimbulkan konflik sosial antara warga
Balinuraga dan Agom.
3. Melalui media surat kabar keputusan moral terhadap korban konflik, SKH Kompas maupun SKH Lampung Post mengeluarkan pernyataan yang
berlainan dalam melihat konflik dapat terjadi. SKH Lampung Post.
Sedangkan SKH Kompas mengeluarkan pernyataan dari kalangan eksternal terhadap sistem pemerintah daerah yang harus diperbaiki
kembali.
4. Pada bingkai berita kedua surat kabar ini, SKH Lampung Post
memberikan penyelesaian masalah terhadap kasus kerusuhan ini, dengan memfokuskan kepada masyarakat yang bertikai, sedangkan SKH Kompas memberikan solusi kepada sistem pemerintahan yang harus diperbaiki
5. Dalam melihat konflik kerusuhan yang terjadi kedua surat kabar ini
memiliki pemikiran sendiri agar memperkuat argument yang diturunkan dalam melihat permasalahan-permasalan yang menyebabkan pertikaian
dapat terjadi di lingkungan masyarakat. Pada pemberitaannya SKH Kompas lebih banyak mencantumkan profesi dari narasumber-narasumber yang memiliki kedudukan baik didalam sistem pemerintahan kota maupun
pusat dan pihak eksternal yang juga mempunyai kedudukan. Sedangkan SKH Lampung Post lebih banyak menggunakan narasumber dari
tokoh-tokoh agama, adat, dan masyarakat.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil dan analisis di atas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, sebagaimana analisis framing model Robert N, Entman yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui bingkai berita yang seperti apa di
gunakan surat kabar Lampung Post dan Kompas, peneliti baru bisa menghadirkan perbedaan bingkai berita yang di sajikan oleh wartawan
kedua media ini saja, dimana pada penelitian ini perbedaan politik media pada kedua surat kabar ini masih belum ditemukan peneliti.
2. Pembaca perlu mempunyai wawasan yang luas atau referensi dari, media
hadirkan sebuah media. Sehingga pembaca tidak mudah terpengaruhi
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2011. Komunikasi Politik: Filsafat- Paradigma- Teori- Tujuan- Strategi & Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta
Assegaf, Dja’far H. 1991. Jurnalistik Massa Kini: Pengantar Kepraktek Kewartawanan. Jakarta: Ghali Indonesia.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Terknologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Budiman, Budisantoso & Saroso HN, Oyos. 2012. Merajut Jurnalisme Damai di Lampung. Bandar Lampung: AJI Bandar Lampung
Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Effendi, OnongUchjana. 2003. Ilmu, TeoridanFilsafatKomunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: Lkis. Hamad, Ibnu. 2010. Komunikasi Sebagai Wacana. Jakarta: La Tofi Enterprise.
Junaedi, Kurniawan. 1991. Ensiklopedia Pers Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaludin. 2001. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Syani Abdul. 2009. Masyarakat: Dinamika Kelompok dan Implikasi Kebudayaan Dalam Pembangunan. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Subiakto, Henry & Ida, Rachmah. 2012. Komunikasi Politik, Media, & Komunikasi. Jakarta: Kencana.
wargabali kini 1,1 juta”http://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/2012 /11/10/Datang-Tahun-1952koma-Jumlah-Warga-Bali-Kini-1koma1-Juta/201107021739 (diakses pada tanggal 23 februari 2013)
LintasBerita“ PerangSuku Di Lampung- SebuahDendam Lama” http://www.lintasberita. web.id/perang-suku-di-lampung-sebuah-dendam-lama/ (di akses pada tanggal 23 februari 2013)
Sejarah Kompas http://print.kompas.com/about/sejarahkompas.html (di akses pada tanggal 13 april 2013)
Fimadani “ Sejarah Harian Kompas Sebagai Pers Partai katolik” http://www.fimadani.com /sejarah-harian-kompas-sebagai-pers-partai-katolik/ (di akses pada tanggal 13 april 2013)
SejarahSingkat Lampung Selatanhttp://www.lampungselatankab.go.id/sejarah-singkat-lampung-selatan.html (di akses pada tanggal 13 april 2013)
“ArtiLambang Lampung Selatan” http://www.lampungselatankab.go.id/arti-lambang-lamsel.html(di akses pada tanggal 13 april 2013)
KOMPAS(Nasional) - Jumat, 02 Nov 2012 Halaman: 1 Penulis: HAR; HEI; CAL; COK; ONG; ABK; AYS Ukuran: 3327 Foto: 1
Konflik Lampung
Perdamaian Antarwarga Terus Diupayakan
Jakarta, Kompas — Kepolisian Negara RI terus memfasilitasi pertemuan antarwarga beberapa desa yang bertikai di Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Upaya tersebut
bertujuan mewujudkan perdamaian menyusul konflik sosial yang menewaskan 14 orang pada Minggu dan Senin lalu.
Demikian diungkapkan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Suhardi Alius saat berkunjung bersama Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar ke Redaksi Kompas di Jakarta, Kamis (1/11).
”Kami terus memfasilitasi berbagai pertemuan agar segera terwujud perdamaian. Sampai
sekarang komunikasi masih terus berjalan. Sebab, jika itu terjadi (penolakan perdamaian),
bisa merupakan preseden buruk,” kata Suhardi.
Pertikaian itu melibatkan warga Desa Agom, Kecamatan Kalianda, dan Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji. Desa-desa di sekitarnya turut terimbas, seperti Patok dan Sidoreno. Suhardi mengatakan, selain menjaga stabilitas keamanan di desa-desa tersebut, Polri juga terus membuka ruang komunikasi dan membangun perdamaian.
Jero Gede Bawati (59), tetua masyarakat Desa Balinuraga, menyesalkan masalah kecil yang kemudian menyulut kerusuhan. ”Pemerintah harus bisa mengambil keputusan yang adil bagi
dua pihak yang bertikai,” ujarnya.
Bawati yang tinggal di Balinuraga sejak tahun 1963 menambahkan, warga di desa-desa
tersebut sebetulnya pernah hidup berdampingan. ”Di awal masa transmigrasi di Balinuraga, antarwarga saling bantu. Keharmonisan itu harus bisa dikembalikan,” ujarnya.
Pengungsi
Ajun Komisaris Besar Harseno, petugas di pengungsian, mengatakan, daerah itu termasuk area yang sulit air. Selama ini, untuk kebutuhan 186 siswa SPN, tak cukup dengan
menggunakan air dari PDAM sehingga terpaksa dibuat sumur bor.
Kemarin sore, jumlah pengungsi berangsur berkurang, dari 1.700 menjadi 1.410 orang. Sebagian telah dijemput keluarga.
Anggota Komisi I DPR, Helmy Fauzi, menilai, merebaknya sejumlah konflik horizontal di beberapa daerah belakangan ini menunjukkan masih lemahnya kapasitas dan koordinasi intelijen.
Peneliti Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada, Rizal Panggabean, berpendapat, permulaan konflik di Lampung sepatutnya dideteksi sejak dini. Konflik ini muncul sejak Januari lalu, lalu Agustus, dan Oktober.
(HAR/HEI/CAL/COK/ONG/ABK/AYS)
Lihat Video Terkait "Ngaben Warga Balinuraga di Lampung Selatan" di vod.kompas.com/ngabenwargalampung
BACA JUGA HAL 21 Image :
KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI
Keluarga dari salah satu korban konflik antarwarga desa menghancurkan abu setelah dikremasi di Krematorium Yayasan Bodhisattva, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Lampung, Kamis (1/11). Untuk selanjutnya, abu tersebut dilarung ke laut. Sebanyak sembilan jenazah korban kerusuhan dikremasi di tempat itu. Acara itu disaksikan sekitar 60 pengungsi yang merupakan keluarga dari korban, dan dikawal polisi.
KOMPAS(Nasional) - Jumat, 02 Nov 2012 Halaman: 21 Penulis: Pascal S Bin Saju; HEI Ukuran: 5751 Infografis: 1
kasus lampung
Harus Bangkit Bangun Potensi
Pertikaian dua hari, Minggu dan Senin (28 dan 29 Oktober), telah terjadi antara warga Desa Agom, Kecamatan Kalianda, dan Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji. Beberapa desa di sekitarnya, antara lain, Desa Patok dan Sidoreno, Way Panji, terkena imbas. Hari Rabu (31/10) situasi di Pasar Patok berangsur Pulih. Balinuraga dan sebagian Sidoreno masih lengang.
Oleh Pascal S Bin Saju
Konflik komunal atau kerusuhan sosial seperti itu bukan yang pertama kali terjadi di Lampung Selatan. Sejak tahun 1990-an hingga kini, sudah lima kasus serupa, seperti disampaikan dosen FISIP Unila, Hartoyo. Namun, belum setahun pertikaian terakhir, kini muncul lagi konflik serupa.
Tahun 2012 adalah tahun kekerasan bagi Lampung Selatan. Pada 24 Januari, pernah terjadi konflik komunal serupa melibatkan warga Desa Kotadalam dan Desa Napal, Kecamatan Sidomulyo. Warga lima marga di Kotadalam membakar hampir 100 rumah di Napal hingga ratusan keluarga mengungsi. Ada rumah yang rusak di Napal belum selesai dibangun meski sebagian sudah berdiri ketika insiden Wai Panji muncul. Di gapura Desa Napal, satu regu marinir bersiaga penuh, Kamis (1/11) petang. Rumah sepi penghuni karena mengungsi.
Ikatan rapuh
Napal, Balinuraga, dan sebagian Sidoreno dihuni etnis Bali, yang oleh etnis lokal Lampung Selatan disebut ”pendatang”. Isu ”pendatang” dan penduduk ”lokal” belum pernah muncul separah ini pada tahun-tahun sebelumnya. Masalah ini timbul karena tali ikatan sosial rapuh.
Selang tiga bulan setelah peristiwa Napal, terjadi kerusuhan sosial di Kalianda. Ribuan orang, pada 30 April, berunjuk rasa ke kantor bupati dan membakar patung Zainal Abidin Pagarlam (ZAP) yang berdiri di jalan masuk kota itu, tepat di sisi jalan lintas Sumatera.
Ketika Kompas mengunjungi kota itu hari Rabu, fondasi di mana patung itu dahulu didirikan masih ada, namun compang-camping. Warga menuturkan, saat kerusuhan, leher patung diikat pakai tali dan ditarik oleh kendaraan besar hingga roboh. Kepalanya dipotong.
ZAP hendak dijadikan ikon Lampung Selatan. Rycko tidak hanya mendirikan patung kakeknya, dia juga mengganti nama Jalan Kolonel Makmun Rasyid, tokoh pejuang Lampung Selatan, dengan nama ZAP. Perubahan nama jalan mengecewakan sebagian rakyat.
Terkait insiden terbaru di Way Panji, ada yang mengejutkan. Selain meremehkan kapasitas dan kepedulian Menoza dalam meredam gejolak, para tokoh Lampung Selatan menolak berdamai dengan warga Balinuraga dan sebagian warga Sidoreno dari etnis Bali. Warga Bali lebih dari 70 tahun menetap di wilayah itu mengikuti program transmigrasi.
Kalianda ialah kota kecil yang menjadi etalase Lampung Selatan. Hampir 60 persen penduduk adalah pribumi yang sudah menetap ratusan tahun yang disebut Lampung Peminggir. Sisanya pendatang dari Bali, Jawa, Banten, dan sebagian Sumatera.
Di kota kecil paling selatan Sumatera ini sering terjadi pergolakan sosial, tetapi semakin intens setahun ini. Dahulu lebih karena persoalan tanah atau lahan perkebunan. Kini pemicunya pun hal sepele. Insiden Napal dipicu perebutan lahan parkir. Kasus Way Panji karena kenakalan remaja: dua gadis Agom pengendara sepeda motor dihadang pemuda Balinuraga bersepeda hingga mereka terjatuh.
Persoalan sepele
Mengapa persoalan sepele itu meletup menjadi masalah besar, yang justru meresahkan seluruh kawasan? ”Nah, itu masalahnya. Mengapa dari dahulu jarang ada konflik. Kami sudah lama hidup berdampingan,” kata M Zahri, Ketua Paguyuban Lima Marga Pesisir Lamsel di Kalianda.
Pemerhati masalah politik lokal, Syafarudin, yang juga dosen dan Ketua Laboratorium Politik Lokal dan Otonomi Daerah Fisip Universitas Lampung menjawab pertanyaan itu. Menurut dia, konflik yang pernah ada selama ini, yang terjadi secara horizontal dan vertikal itu tidak ditangani secara tuntas. Implementasinya rendah.
Contoh, dalam kasus Napal di Sidomulyo sebenarnya sudah berakhir damai. Bahkan semua pihak menandatangani naskah perdamaian. Tetapi, pecah lagi konflik serupa di Way Panji.
Hal sepele itu mudah meledak menjadi satu persoalan besar karena tidak maksimalnya peran pranata yang ada. Jika pranata keluarga berjalan, tetapi pranata sosial dan hukum tumpul, kelompok masyarakat cenderung main hakim.
”Ada banyak yang berbeda, tetapi bisa menjadi satu yang indah, plural namun harmonis, melahirkan satu identitas bersama,” katanya.
Peran itu belum banyak dilakukan pemerintah lokal selaku fasilitator dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Pemimpin harus hadir di tengah rakyat ketika ada letupan sekecil apa pun, dan menjadi tokoh yang dapat didengar dan mau mendengarkan, disegani. (HEI)
Grafik: Kegiatan Perekonomian di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010 (miliar rupiah)
KOMPAS(Nasional) - Sabtu, 03 Nov 2012 Halaman: 6 Penulis: Firman Noor Ukuran: 6775
Kompleksitas Konflik Lampung Oleh Firman Noor
Munculnya berbagai kasus kerusuhan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa potensi konflik tak segera selesai dengan terbukanya keran demokratisasi. Dalam konteks Indonesia, Baladas Goshal (2004) telah memperingatkan, terlepas sisi positif yang dibawanya, demokratisasi juga memberikan peluang bagi meluasnya potensi konflik.
Belum lama ini konflik besar kembali terjadi. Kali ini menimpa Lampung Selatan, tepatnya di wilayah Kalianda. Dalam kasus ini, soal pelecehan seksual yang diduga sebagai pemicu konflik, yang telah menelan belasan korban jiwa ini, sebenarnya hanyalah puncak dari gunung es.
Dilihat dari akar penyebabnya, kasus Lampung—dalam batas-batas tertentu— dapat dikatakan bersifat klasik. Di dalamnya melibatkan tipe konflik yang bernuansa primordial, yang mengingatkan kita pada konflik yang terjadi di Sampit, Sambas, Kalbar, dan sejumlah daerah pascareformasi. Meski sebagian kalangan melihat konflik antarkampung di Lampung ini tak terkait masalah etnisitas, mengabaikan faktor ini juga kurang tepat. Hal ini mengingat secara kasat mata pihak-pihak yang berkonflik memiliki keterkaitan kuat dengan kedua etnis yang terlibat, yakni etnis Lampung dan Bali. Sejak kehadirannya, etnis Bali—berbeda dengan orang Jawa—dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung. Gugus persoalan ini mencakup ”legitimasi kehadiran” masyarakat Bali yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama. Kenyataan pula bahwa kedua etnis relatif hidup terpisah dalam nuansa yang eksklusif (enclave). Tidak mengherankan jika kedua etnis itu kerap masih merasa asing satu dan lainnya. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan dan Lampung Utara.
Meski secara kultural sebenarnya kedua etnis itu memiliki kearifan lokal yang dapat diandalkan untuk menciptakan kerukunan dan mencegah konflik, tetapi dalam berbagai kasus konflik terlihat bahwa kearifan lokal itu seolah sirna.
Masyarakat Lampung punya kearifan lokal berupa Piil Pesenggiri (Piil), yang di dalamnya terkait soal kehormatan diri yang muncul karena kemampuan mengolah kedewasaan berpikir dan berperilaku. Di sini kemampuan hidup berdampingan dengan berbagai kalangan, termasuk pendatang, merupakan salah satu inti ajaran Piil itu. Begitu juga masyarakat Bali dengan ajaran Bhinneka Tunggal Ika, Tatwam Asi (kamu adalah aku dan aku adalah kamu) dan Salunglung Sabayantaka, yang mengajarkan demikian dalam arti penting hidup berdampingan secara damai.