KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING
BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
PESERTA DIDIK SMP KELAS VII
Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh Erni Widyadini
4101411083
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
v
MOTTO
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah:6)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. Al’Ashr:1-3)
Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : “Jadilah!” maka terjadilah ia (QS. Yaasiin:82)
Don’t give up, just try, do the best and then pray to Allah SWT, believe that Allah always with us if we always remember Allah
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tua tercinta, Bapak Azis Karmani dan Ibu Sumiyatun yang tidak pernah lelah memberikan do’a dan semangat di setiap langkahku
Untuk kakak-kakakku yang selalu memberikan semangat, do’a dan bantuan.
Untuk sahabat-sahabatku
Untuk keluarga Kos Trisanja 2
Untuk teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika Angkatan 2011
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Model
Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik SMP Kelas VII”. Penyelesaian skripsi
ini tidak terlepas dari bantuan, kerjasama, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada.
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Prof Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
4. Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd. dan Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt., Dosen
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Iwan Junaedi, S.Si., M.Pd., Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan
arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Prof. YL. Sukestiyarno, Doses Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi
vii
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Kedua orang tua yaitu Bapak dan Ibu tersayang yang senantiasa mendo’akan
yang terbaik bagi penulis serta kakak-kakakku dan keluarga besar tercinta, atas
doa, perjuangan, pengorbanan, dan segala dukungannya hingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini.
9. Sholihul Hadi, S.Pd. Kepala SMP Kesatrian 2 Semarang yang telah memberikan
izin penelitian.
10. Heru Bagus Candrayana, S.Pd. Guru matematika kelas VII SMP Kesatrian 2
Semarang yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
11. Peserta didik kelas VII E, VII F dan VII B SMP Kesatrian 2 Semarang yang telah
membantu proses penelitian.
12. Sahabat-sahabatku (Ice Afriyanti, Ratna Ambarwati, Rizka Nurul Oktavia, Pinta
Dian Lestari, Putri Rizki Amalia, Ratna Dyah Kusumastuti, Wasis Sukrisno) dan
semua sahabat yang selalu memberikan dorongan, semangat dan do’a.
13. Ratna Ambarwati yang telah menjadi observer keterampilan proses pada kelas
eksperimen.
14. Teman-teman di Kos Trisanja 2 yang selalu memberikan semangat dan do’a.
15. Seluruh mahasiswa matematika serta teman-teman seperjuangan yang telah
memeberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
16. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat
viii
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis dan para pembaca. Terima kasih.
Semarang,
ix
ABSTRAK
Widyadini, Erni. 2015. Keefektifan Model Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik SMP Kelas VII. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd., Pembimbing Pendamping Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt.
Kata Kunci : Keefektifan, Problem Based Learning (PBL), Etnomatematika, Kemampuan Pemecahan Masalah, Keterampilan Proses.
Kemampuan pemecahan masalah dalam matematika merupakan hal penting bagi peserta didik untuk menerapkan keterampilan pemecahan masalah di situasi sosial. Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah antara lain model PBL berbasis etnomatematika. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: (1) penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik efektif; (2) bagaimana keterampilan proses peserta didik kelas VII pada pembelajaran model PBL berbasis etnomatematika.
Populasi dalam penelitian adalah peserta didik kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang tahun ajaran 2014/2015. Sampel penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling yang diperoleh kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data dengan metode dokumentasi, observasi dan tes. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji rata-rata, uji proporsi, dan uji perbedaan rata-rata.
Hasil penelitian menunjukkan: (1)model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik efektif, ditunjukkan dengan kemampuan pemecahan masalah peserta didik mencapai ketuntasan individual dan ketuntasan klaksikal, serta rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas eksperimen adalah 82,33 dan kelas kontrol adalah 76,11; (2)rata-rata skor keterampilan proses adalah sebesar 73,89, dengan skor keterampilan proses terendah adalah 61,15 dan tertinggi 87,31.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.4.1 Bagi Peserta Didik ... 11
1.4.2 Bagi Guru ... 11
xi
1.5 Penegasan Istilah ... 10
1.5.1 Keefektifan ... 11
1.5.2 Model Pembelajaran PBL ... 11
1.5.3 Etnomatematika ... 11
1.5.4 Keterampilan Proses ... 12
1.5.5 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 12
1.5.6 Persegi Panjang dan Persegi ... 13
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 13
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15
2.1 Definisi Belajar ... 15
2.2 Teori Belajar ... 16
2.3 Pembelajaran Matematika ... 18
2.4 Model Problem Based Learning ... 19
2.5 Etnomatematika ... 23
2.6 Pembelajaran konvensional ... 28
2.7 Keterampilan Proses ... 28
2.8 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 30
2.9 Tinjauan Materi ... 40
2.10 Penelitian yang Relevan ... 41
2.11 Kerangka Berfikir ... 42
2.12 Hipotesis Penelitian ... 46
xii
3.1 Desain Penelitian ... 48
3.2 Populasi dan Sampel ... 51
3.2.1 Populasi ... 51
3.2.2 Sampel ... 51
3.3 Variabel Penelitian ... 52
3.3.1 Variabel Independen ... 52
3.3.2 Variabel Dependen ... 52
3.4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 52
3.4.1 Data ... 52
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 53
3.4.2.1 Dokumentasi ... 53
3.4.2.2 Observasi ... 53
3.4.2.3 Tes ... 53
3.5 Instrumen Penelitian ... 54
3.5.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 54
3.5.2 Lembar Pengamatan Keterampilan Proses ... 55
3.6 Analisis Instrumen Tes Pemecahan Masalah ... 56
3.6.1 Tes Pemecahan Masalah ... 56
3.6.2 Validitas Item ... 57
3.6.3 Reliabilitas ... 58
3.6.4 Taraf Kesukaran ... 60
xiii
3.7 Analisis Instrumen Penelitian ... 62
3.7.1 Analisis Data Awal... 62
3.7.1.1 Uji Normalitas ... 62
3.7.1.2 Uji Kesamaan Varians (Homogenitas) ... 64
3.7.1.3 Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 64
3.7.2 Analisis Data Akhir ... 65
3.7.2.1 Analisis lembar pengamatan keterampilan proses ... 66
3.7.2.2 Analisis tes kemampuan pemecahan masalah ... 67
3.7.2.2.1 Uji Normalitas ... 67
3.7.2.2.2 Uji Homogenitas ... 68
3.7.2.2.3 Uji Hipotesis ... 69
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73
4.1. Hasil Penelitian ... 73
4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ... 73
4.1.2 Hasil Analisis Data Akhir ... 73
4.1.2.1 Analisis Deskriptif ... 73
4.1.2.2 Uji Normalitas ... 74
4.1.2.3 Uji Homogenitas ... 75
4.1.2.4 Uji Hipotesis ... 75
4.2. Pembahasan ... 80
4.2.1 Proses Pembelajaran ... 80
xiv
5. PENUTUP ... 98
5.1 Simpulan ... 98
5.2 Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 100
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Tahapan Model PBL ... 23
2.2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah ... 35
3.1 Desain Penelitian ... 48
3.2 Pedoman Penskoran dan Rubrik Penilaian ... 57
3.3 Hasil Uji Normalitas Data Awal ... 63
4.1 Data Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 74
4.2 Persentase Keterampilan Proses Pertemuan II dan IV ... 89
4.3 Hasil analisis pengamatan keterampilan proses di kelas eksperimen ... 91
4.4 Kriteria Tingkat Keterampilan Proses... 92
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Petikan hasil jawaban ... 4
2.1 Keanekaragaman Budaya di Semarang... 26
2.2 Batik Semarangan motif Tugu Muda ... 36
2.3 Museum Nyonya Meneer Semarang ... 37
2.4 Bagan Alur Kerangka Berpikir ... 46
4.1 Hasil Petikan jawaban peserta didik kelas model PBL ... 85
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 105
2. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Kontrol ... 106
3. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Uji Coba ... 107
4. Data Nilai UAS Matematika ... 108
5. Uji Normalitas Data Awal... 114
6. Uji Homogenitas Data Awal ... 117
7. Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 118
8. Kisi-kisi Tes Uji Coba ... 120
9. Lembar Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 124
10. Kunci dan Pedoman Penskoran Tes Uji Coba ... 128
11. Data Nilai Tes Uji Coba ... 140
12. Analisis Butir Soal Uji Coba ... 142
13. Perhitungan Validitas Butir Soal ... 145
14. Perhitungan Reliabilitas Butir Soal ... 149
15. Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 151
16. Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 153
17. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal Uji Coba ... 155
18. Silabus Kelas Eksperimen ... 156
xviii
20. LKPD Pertemuan 1 ... 189
21. Kunci LKPD Pertemuan 1 ... 195
22. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 198
23. LKPD Pertemuan 2 ... 204
24. Kunci LKPD Pertemuan 2 ... 205
25. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 206
26. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 2... 210
27. Kuis Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 214
28. Kunci Kuis Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 215
29. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 216
30. LKPD Pertemuan 3 ... 222
31. Kunci LKPD Pertemuan 3 ... 223
32. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 224
33. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 3... 227
34. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 230
35. LKPD Pertemuan 4 ... 236
36. Kunci LKPD Pertemuan 4 ... 238
37. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 240
38. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 4... 243
39. Kuis LKS Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 246
40. Kunci Kuis LKS Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 247
xix
42. LKPD Pertemuan 5 ... 253
43. Kunci LKPD Pertemuan 5 ... 254
44. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 5 ... 255
45. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 5... 259
46. Silabus Kelas Kontrol ... 263
47. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 269
48. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 275
49. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 276
50. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 279
51. Latihan Soal Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 283
52. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 287
53. Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 291
54. Kunci Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 292
55. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 293
56. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 297
57. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 301
58. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 305
59. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 309
60. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 312
61. Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 315
62. Kunci Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 316
xx
64. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 5 ... 322
65. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 5 ... 325
66. Lembar Pengamatan Pertemuan 2 Observer 1 ... 332
67. Lembar Pengamatan Pertemuan 2 Observer 2 ... 335
68. Lembar Pengamatan Pertemuan 4 Observer 1 ... 338
69. Lembar Pengamatan Pertemuan 4 Observer 2 ... 341
70. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 344
71. Lembar Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 348
72. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 352
73. Daftar Nilai Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 363
74. Daftar Skor Keterampilan Proses Kelas Eksperimen ... 369
75. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 370
76. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Kontrol ... 373
77. Uji Homogenitas Data Akhir ... 376
78. Uji Hipotesis ... 378
79. Dokumentasi ... 393
80. SK Dosen Pembimbing ... 395
81. Surat Ijin Penelitian ... 396
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut
pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Trianto, 2010:3). Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak
hanya mempersiapkan para peserta didiknya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–
hari (Trianto, 2007: 1).
Matematika merupakan salah satu pelajaran di sekolah yang dinilai cukup
memegang peranan penting untuk memajukan daya pikir peserta didik. Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa matematika
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir
manusia (BNSP, 2006:139).
Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa kemampuan yang harus
dimiliki oleh peserta didik. Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan
pemecahan masalah. Di dalam memecahkan masalah peserta didik harus mengikuti
proses untuk memecahkan masalah. Karatas & Baki (2013) mengemukakan bahwa “Problem solving is recognized as an important life skill involving a range of
processes including analyzing, interpreting, reasoning, predicting, evaluating and
reflecting”.
Dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan
bahwa pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka
dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara peyelesaian (BNSP,
2006:139). Kemampuan memecahkan masalah yang harus dimiliki oleh peserta didik
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (BNSP, 2006:140).
Berdasarkan prinsip-prinsip dan standar matematika sekolah dari National Council of
Teacher Mathematics (NCTM, 2000:52) menyatakan bahwa “Problem solving is an
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah menurut Brannick & Prince,
Griffin, et al., National Research Council, dan Rosen & Rimor dalam Draft
Collaborative Problem Solving Framework PISA 2015 (OECD, 2013:4) adalah:
The requirements for teaching and assessing collaborative problem solving skills are strongly driven by the need for students to prepare for careers that require abilities to work effectively in groups and to apply their problem solving skills in these social situations.
Pendapat tersebut dapat diartikan persyaratan untuk mengajar dan menilai
kemampuan memecahkan masalah kolaboratif sangat didorong oleh kebutuhan bagi
peserta didik untuk mempersiapkan diri untuk karir yang membutuhkan kemampuan
untuk bekerja secara efektif dalam kelompok dan menerapkan keterampilan
pemecahan masalah mereka di situasi sosial. Sehingga di dalam kehidupan sehari-hari
peserta didik sudah terbiasa untuk memecahkan masalah. Hal tersebut menunjukkan
perlunya penguasaan kemampuan pemecahan masalah bagi peserta didik, karena
kemampuan pemecahan masalah diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari
maupun dalam menghadapi perkembangan teknologi modern.
Berdasarkan observasi di SMP Kesatrian 2 Semarang, Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) SMP Kesatrian 2 Semarang adalah 72 dan ketuntasan klaksikal
sebesar 75%. Salah satu sub materi pada semester genap adalah bangun datar persegi
panjang dan persegi. Berdasarkan wawancara terhadap peserta didik, mereka
menganggap sub materi persegi panjang dan persegi yang merupakan bagian dari
materi segiempat adalah salah satu materi yang sulit untuk dipahami, karena
sehingga peserta didik masih banyak yang mengalami kesukaran dalam
menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu diberikan satu masalah terkait
keliling dan luas bangun persegi panjang kepada peserta didik pada kelas yang telah
mendapatkan materi bangun persegi panjang dan persegi. Dari hasil penyelesaian
peserta didik terlihat rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik,
dimana peseta didik kurang memahami masalah yang diketahui sehingga masih salah
dalam merencanakan penyelesaian masalah. Berikut disajikan masalah dan petikan
hasil pekerjaan peserta didik pada Gambar 1.1.
Masalah
Permukaan sebuah kolam renang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 50 m x 16 m. pada keliling kolam, terdapat jalan yang lebarnya 4 m. Tentukan luas jalan tersebut dan gambarkan pula sketsa ilustrasinya!
Petikan hasil pekerjaan peserta didik
Pada petikan di atas diketahui bahwa peserta didik belum memahami permasalahan
yang ada dalam pertanyaan. Hal ini terlihat dari jawaban peserta didik yang belum
lengkap dalam menjelaskan apa yang diketahui dalam soal. Peserta didik juga belum
masalah yang terlihat dari langkah penyelesaian yang kurang lengkap. Sehingga
diperoleh hasil akhir yang salah serta menunjukkan rendahnya kemampuan
pemecahan masalah pada peserta didik.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP Kesatrian 2
Semarang, pembelajaran dilaksanakan dengan guru menjelaskan materi disertai
tanya jawab dan dibantu dengan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang
berisi materi dan latihan soal. Dengan berpedoman pada kurikulum, seorang
guru diharapkan mampu melaksanakan tujuan pembelajaran di sekolah yaitu
mengembangkan kemahiran atau kecakapan matematika. Proses kondisi
berkesinambungan antara keaktifan dan kefaktualan dalam proses pembelajaran
akan tercipta apabila seorang guru selaku fasilitator dapat menerapkan model
pembelajaran yang tepat untuk suatu pokok bahasan tertentu yang mampu
menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
Salah satu model pembelajaran yang dapat membentuk kemampuan
pemecahan masalah peserta didik adalah model Problem Based Learning.
Model Problem Based Learning (PBL) menurut Barrows, sebagaimana dikutip
oleh Barrett (2010:8) menyatakan bahwa PBL adalah “The learning that results
from the process of working towards the understanding of a resolution of a
problem. The problem is ecountered first in the learning process”. Dari pendapat tersebut menyatakan bahwa PBL adalah suatu pembelajaran yang
dihasilkan dari proses bekerja menuju pemahaman masalah, dimana masalah
aktif, guru hanya sebagai fasilitator karena guru memberikan suatu permasalahan
bagi peserta didik. Pada model pembelajaran ini, peserta didik dikelompokkan
dalam kelompok kecil kemudian bekerja sama memberikan motivasi untuk
keterlibatan berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan
peluang untuk penyelidikan dan dialog bersama, serta untuk pengembangan
keterampilan sosial (Arends, 2012:397). Oleh karena itu, model PBL menjadi
salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengasah
kemampuan pemecahan masalah peserta didik serta mengembangkan
keterampilan sosial yang dimiliki peserta didik pada saat diskusi kelompok.
Model PBL adalah model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru
pada saat proses pembelajaran terutama pada Jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dimana SMP adalah salah satu bagian pendidikan formal di
Indonesia yang pada jenjang ini merupakan bagian perkembangan siswa yang
sangat menentukan dalam pembentukan sikap, kecerdasan, dan kepribadian atau
karakter peserta didik. Sifat mendasar inilah yang memerlukan perhatian dalam
pengajaran matematika.
Sirate (2012) menyatakan bahwa pengajaran matematika bagi setiap orang
seharusnya disesuaikan dengan budayanya. Menurut Sirate (2012) matematika
bukanlah domain pengetahuan formal yang universal, tetapi merupakan
kumpulan representasi dan prosedur simbolik yang terkontruksi secara kultural
dalam kelompok masyarakat tertentu. Untuk itu diperlukan suatu yang dapat
sekolah. Salah satu cara adalah dengan menggunakan ethnomathematics sebagai
awal dari pengajaran matematika formal yang sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik yang berada pada tahapan operasional konkret
(Sirate, 2012). Menurut Tandililing (2013) etnomatematika adalah antropologi
budaya (cultural anthropology of mathematics) dari matematika dan pendidikan
matematika. Pentingnya etnomatematika dalam pendidikan khususnya
pendidikan matematika menurut Wahyuni, et. al., (2013) adalah sebagai berikut.
Peserta didik dapat lebih memahami matematika dan dapat lebih memahami budaya mereka, dan nantinya para pendidik dapat lebih mudah untuk menanamkan nilai budaya itu sendiri dalam diri peserta didik, sehingga nilai budaya yang merupakan bagian karakter bangsa tertanam sejak dini dalam diri peserta didik.
Oleh karena itu pada saat pembelajaran matematika di sekolah, peserta didik
juga dapat mengenal budaya mereka disamping memperoleh materi pelajaran
dengan adanya etnomatematika.
Menurut Herliana, dkk (2013) peran guru dalam membelajarkan matematika
akan sangat berpengaruh agar peserta didik menyenangi dan dapat memahami
matematika. Seorang guru harus dapat memotivasi peserta didik agar aktif, dan
berpikir secara kritis untuk menyelesaikan soal matematika yang sebelumnya
mereka anggap sebagai suatu masalah. Proses dalam pembelajaran juga
merupakan salah satu hal yang penting, sehingga diperlukan suatu keterampilan
proses dalam pembelajaran.
Keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan
kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri
pembelajar (Dimyati & Mudjiono, 2002:138). Keterampilan proses dipandang
oleh banyak pakar paling sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat dewasa ini (Nyimas, et.al.,
2008). Menurut Nyimas, et.al. (2008) dalam pembelajaran matematika,
keterampilan proses sangat cocok digunakan, karena struktur matematika yang
berpola deduktif kadang-kadang memerlukan proses kreatif yang induktif. Untuk
sampai pada suatu kesimpulan, kadang-kadang dapat digunakan pengamatan,
pengukuran, intuisi, imajinasi, penerkaan, observasi, induksi bahkan mungkin
mencoba-coba.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, akan diadakan penelitian yang
berjudul “Keefektifan Model Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Peserta Didik SMP Kelas VII”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dari latar belakang sebelumnya, permasalahan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apakah penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap
kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub
1.2.2 Bagaimana keterampilan proses peserta didik kelas VII pada pembelajaran
model PBL berbasis etnomatematika?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan,
maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap
kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub
materi persegi panjang dan persegi efektif.
1.3.2 Mengetahui keterampilan proses peserta didik kelas VII pembelajaran
model PBL berbasis etnomatematika.
1.4 Manfaat Penelitian
Harapan yang diperoleh setelah penelitian dilaksanakan adalah adanya
beberapa manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat selama penelitian berlangsung,
yaitu sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat bagi peserta didik
(1) Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik
dalam pembelajaran matematika.
(2) Dapat menanamkan nilai-nilai budaya yang merupakan bagian karakter
(3) Dapat memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan yang lainnya.
(4) Dengan suasana yang menyenangkan peserta didik akan dapat
meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam memahami mata
pelajaran matematika yang dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit.
1.4.2 Manfaat bagi guru
(1) Guru dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini berupa perangkat
pembelajaran.
(2) Mendorong munculnya inovasi dan kreativitas guru dalam menciptakan
dan mengembangkan pendidikan yang kondusif dan menyenangkan di
SMP.
1.4.3 Manfaat bagi Sekolah
Sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan meningkatkan
prestasi peserta didik. Selain itu juga dapat meningkatkan kualitas guru dalam
rangkaian implementasi model PBL berbasis etnomatematika.
1.5 Penegasan Istilah
Agar diperoleh pengertian yang sama tentang istilah dalam pengertian ini
dan tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari pembaca yang
berhubungan dengan judul penelitian ini, maka perlu adanya penegasan istilah
1.5.1 Keefektifan
Keefektifan adalah suatu usaha atau perbuatan yang membawa keberhasilan.
Indikator efektif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang
menggunakan model PBL berbasis etnomatematika mencapai ketuntasan
belajar, yaitu 72 secara individual dan secara klaksikal mencapai 75 % dari
jumlah peserta didik yang ada dikelas tersebut telah tuntas belajar.
(2) Hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan
model PBL berbasis etnomatematika lebih baik dari kelas yang
menggunakan model pembelajaran konvensional.
1.5.2 Model Pembelajaran PBL
Menurut Barrows, sebagaimana dikutip oleh Barrett (2010:8) menyatakan bahwa PBL adalah “The learning that results from the process of working
towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is
ecountered first in the learning process”. Pendapat tersebut dapat diartikan dimana PBL adalah suatu pembelajaran yang dihasilkan dari proses bekerja
menuju pemahaman masalah, dimana masalah diberikan pada awal proses
pembelajaran.
1.5.3 Etnomatematika
Etnomatematika adalah bentuk matematika yang dipengaruhi atau
ini dibatasi pada pemberian masalah yang bernuansa budaya lokal di Kota
Semarang pada kelas dengan pembelajaran model PBL.
1.5.4 Keterampilan proses
Keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan
keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari
kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri
pembelajar (Dimyati & Mudjiono, 2002:138). Keterampilan dasar dari
keterampilan proses yang diukur dalam penelitian ini menggunakan sesuai
kemampuan dasar dari keterampilan proses oleh Sanderson & Kratochvil
(1971:131) yaitu: (1) mengamati, (2) mengklasifikasikan, (3) menghitung, (4)
mengukur, (5) menemukan hubungan (6) mengkomunikasikan, (7) memprediksi
(8) menyimpulkan.
1.5.5 Kemampuan Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal
(Wardhani, 2010:22). Indikator kemampuan pemecahan masalah yang diukur
dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam
menyelesaikan masalah pada sub materi persegi panjang dan persegi berbentuk
tes tertulis yaitu berupa sejumlah soal tertulis uraian menggunakan
langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (1973:33), yaitu:
(1) Memahami masalah (understanding the problem)
(3) Melaksanakan pemecahan masalah (carrying out the plan)
(4) Melihat kembali hasil yang diperoleh (looking back)
1.5.6 Persegi Panjang dan Persegi
Pada Penelitian ini, materi yang akan diteliti pada sub materi segiempat
yaitu keliling dan luas bangun persegi panjang dan persegi yang terdapat pada
kurikulum KTSP 2006 dengan standar kompetensi berikut.
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium,
jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang
6.3 Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi
Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
awal, bagian isi, dan bagian akhir, yang masing-masing diuraikan sebagai
berikut.
1.6.1 Bagian Awal
Bagian ini terdiri dari halaman judul, pernyataan, pengesahan, motto dan
persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar
lampiran.
1.6.2 Bagian Isi
BAB 1 : Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, manfaat, penegasan istilah, dan sistematika penulisan
skripsi.
BAB 2 : Tinjauan Pustaka
Bagian tinjauan pustaka berisi landasan teori, kerangka berpikir,
dan hipotesis penelitian.
BAB 3 : Metode Penelitian
Bagian metode penelitian berisi desain penelitian, populasi dan
sampel, variabel penelitian, teknik dan alat pengumpulan data,
instrumen penelitian, analisis instrumen tes pemecahan masalah,
analisis Instrumen penelitian yang terdiri dari analisis data awal
dan analisis data akhir.
BAB 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bagian hasil penelitian dan pembahasan berisi hasil penelitian dan
pembahasan hasil penelitian.
BAB 5 : Penutup
Bagian penutup berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran
peneliti.
1.6.3 Bagian Akhir
15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Belajar
Dalam permendiknas No. 41 Tahun 2007 dituliskan bahwa belajar adalah
perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai
akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya. Menurut Rifa’i (2012:66), belajar adalah proses penting bagi
perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang
dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang.
Menurut Fontana, sebagaimana dikutip oleh Suherman et. al. (2003:7),
belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai
hasil dari pengamatan. Sedangkan menurut Jihad (2013:1), belajar adalah
kegiatan berproses dan merupakan unsur utama yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Berdasarkan pendapat-pendapat
dari ahli tersebut, dapat diketahui bahwa belajar adalah proses perubahan
tingkah laku baik berupa pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan atau
kecakapan baru yang diperoleh dari pengalaman seseorang untuk menjadi
2.2 Teori Belajar
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan bagaimana terjadinya
belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik.
Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan pembelajaran dapat lebih
meningkatkan perolehan hasil belajar peserta didik (Trianto, 2007:12). Beberapa
teori belajar yang melandasi pembahasan dalam penelitian ini antara lain:
2.2.1 Teori Piaget
Menurut Piaget, sebagaimana dikutip oleh Rifa’i (2012:170)
mengemukakan tiga prinsip utama terjadinya pembelajaran yaitu:
1. Belajar Aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak dapat belajar sendiri misalnya melakukan percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan, dan membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
2. Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara subyek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama, baik diantara sesama, anak-anak maupun dengan orang dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka.
3. Belajar lewat pengalaman sendiri
Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa yang digunakan berkomunikasi.
Sesuai dengan teori Piaget peserta didik harus berperan aktif di dalam kelas
Hal tersebut sesuai dengan model PBL berbasis etnomatematika yang
menekankan keaktifan peserta didik yaitu ketika pada awal pembelajaran peserta
didik diberikan permasalahan berbudaya lokal sehingga peserta didik akan aktif
menggali informasi dan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah nyata
berdasarkan pengalaman sendiri.
2.2.2 Teori Belajar Vigotsky
Teori Vigotsky lebih menekankan pada aspek sosial dalam pembelajaran.
Vigotsky juga mengemukakan pentingnya scaffolding. Scaffolding adalah
pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat
melakukannya (Trianto, 2007: 27).
Sesuai dengan Teori Belajar Vigotsky, bahwa pembelajaran model PBL
juga membimbing peserta didik pada saat penyelidikian individu atau kelompok
untuk memecahkan masalah. Di dalam diskusi kelompok tersebut terjadi
interaksi sosial antara peserta didik dengan guru memberikan arahan atau
bimbingan kepada peserta didik.
2.2.3 Toeri Belajar Bermakna David Ausubel
Inti dari teori belajar Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna (Rifa’i, 2012:173). Berdasarkan teori ausubel, dalam membantu peserta didik
menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan
yang akan dipelajari. Jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan
masalah, dimana peserta didik mampu mengerjakan permasalahan yang autentik
sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya
untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata (Trianto, 2007:
26).
Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran akan bermakna saat peserta didik
mengaitkan konsep awal untuk memecahkan masalah nyata. Dengan demikian
jika dikaitkan dengan model PBL berbasis etnomatematika yang memberikan
permasalahan nyata bernuansa budaya lokal supaya pengetahuan peserta didik
terbentuk dengan sendirinya dari pengalaman peserta didik saat diskusi
kelompok.
2.3 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah suatu proses yang konstruktif, bukanlah suatu proses
yang mekanis sehingga pembelajaran berpusat pada peserta didik. Tujuan
pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang
dilakukan peserta didik. Dalam permendiknas No. 41 Tahun 2007 dituliskan
bahwa pembelajaran adalah sebagai berkut:
Menurut Suherman et. al., (2003:68) pembelajaran matematika di sekolah
tidak dapat terlepas dari sifat–sifat matematika yang abstrak, maka terdapat
beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika adalah sebagai
berikut.
(1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang.
(2) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.
(3) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.
(4) Pembelajaran matematika mengikuti kebenaran konsistensi.
Pembelajaran disekolah merupakan proses interaksi yang dilakukan antara
peserta didik yang satu dengan lainnya maupun peserta didik dengan guru pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran tersebut merupakan sarana pembentukan
pola pikir peserta didik agar dapat berpikir kritis, sistematis, dan kreatif pada
saat peserta didik memecahkan masalah matematika.
2.4 Model
Problem Based Learning
Menurut Barrows and Tamblyn, sebagaimana dikutip oleh Barrett (2010:8), “Problem Based Learning is the learning that results from the process of
working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is
ecountered first in the learning process”, yang dapat diartikan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang dihasilkan dari
awal proses pembelajaran. Menurut Fogarty, sebagaimana dikutip oleh Chen
(2013:235) menyatakan bahwa “PBL as a course model that focuses on
real-world problems”, yang artinya PBL sebagai model pembelajaran yang fokus pada masalah dunia nyata.
Pada saat pembelajaran PBL, peserta didik menemukan sendiri konsep atau
pengetahuan yang diperoleh pada saat pemecahan masalah yang diberikan pada
awal pelajaran. Permasalahan nyata yang diberikan pada awal pelajaran tersebut
membuat peserta didik tertantang untuk segera memecahkan masalah, sehingga
peserta didik akan menggali pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang
diberikan. Permasalahan nyata yang diberikan akan membuat pembelajaran lebih
bermakna karena peserta didik dapat memperoleh pengetahuan atau pemahaman
materi berdasarkan masalah yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.
Arends (2012:396-397) menyatakan bahwa “The essence of PBL involves
the presentation of authentic and meaningful situations that serve as foundations
for student. Student collaboration in PBL encourages shared inquiry and
dialogue and the development of thinking and social skills”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa inti dari PBL adalah melibatkan presentasi masalah
autentik dan bermakna yang berfungsi sebagai dasar bagi penyelidikan peserta
didik. Kerja sama dalam PBL mendorong penyelidikan bersama dan
mengembangkan pemikiran serta keterampilan sosial. Ini berarti model PBL
dapat mengembangkan pemikiran dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta
Arends (2010:397) menyatakan karakteristik model PBL adalah sebagai
berikut.
(1) Driving question or problem (pengajuan pertanyaan atau masalah). (2) Interdisciplinary focus (berfokus pada keterkaitan antar disiplin
ilmu).
(3) Authentic investigation (penyelidikan autentik).
(4) Production of artifacts and exhibits (membuat produk atau presentasi).
(5) Collaboration (kerja sama).
Berdasarkan karakteristik dari pembelajaran model PBL tersebut, dapat
diketahui bahwa model PBL yang menyajikan permasalahan nyata pada yang
mengatur pengajuan pertanyaan dan masalah. Pengajuan pertanyaan atau
masalah secara pribadi bermakna bagi siswa. Masalah yang disajikan membahas
situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana atau dikenal
dengan masalah nonrutin. Meskipun pelajaran berbasis masalah dapat
dipusatkan dalam mata pelajaran tertentu (sains, matematika), masalah yang
sebenarnya sedang diselidiki dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk
menyelidiki berbagai mata pelajaran. Sehingga masalah yang disajikan
sebenarnya dapat memiliki keterkaitan dengan ilmu pengetahuan yang lainnnya.
Pembelajaran model PBL didesain supaya peserta didik mengadakan
penyelidikan otentik yang mencari solusi nyata untuk masalah nyata. Peserta
didik harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan
hipotesis, dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi,
melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat kesimpulan, dan menarik
dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi dan terlibat untuk
menyelesaikan tugas-tugas kompleks serta meningkatkan peluang penyelidikan
dan dialog bersama untuk pengembangan keterampilan sosial. Dengan adanya
kerja sama kelompok tersebut, pada akhirnya mereka dituntut untuk membangun
produk atau hasil kerja sama yang kemudian dipresentasikan untuk menjelaskan
solusi dari masalah yang diajukan.
Sanjaya (2007:220) menjelaskan bahwa model PBL mempunyai kelebihan
dan kelemahan sebagai berikut.
(1) Kelebihan
a) Meningkatkan minat, motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik.
b) Menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
c) Membantu peserta didik mentransfer pengetahuan peserta didik untuk memahami masalah dunia nyata.
d) Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
e) Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
f) Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
(2) Kelemahan
a) Memerlukan waktu yang panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.
b) Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
Arends (2012:411) menguraikan tahapan-tahapan model PBL yang
Tabel 2.1 Tahapan Model PBL
2.5 Etnomatematika
Etnomatematika diperkenalkan oleh D’Ambrosio, seorang matematikawan
Brasil pada tahun 1977 (Wahyuni, et. al., 2013). Etnomatematika menurut D’Ambrisio berawalan “ethno” yang diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas
yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode
perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema” berarti menjelaskan,
mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean,
mengukur, mengklasifikasikan, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tics”
berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik (Rosa & Orey, 2011:35). Langkah-langkah
Model PBL Kegiatan yang dilakukan guru
1. Orientasi peserta didik pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, dan memotivasi peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.
2. Mengorganisir peserta didik dalam belajar
Guru membagi peserta didik kedalam kelompok. Guru membantu peserta didik dalam mendefinisikan dan mengorganisir tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
3. Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok.
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model dan membantu mereka membagi tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Sedangkan menurut istilah, D’Ambrisio (1985:45) menyatakan bahwa
etnomatematika adalah matematika yang dipraktekkan di antara kelompok
budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh,
anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas professional. Contohnya adalah
aktivitas membilang. Hartoyo (2012:16) mengemukakan bahwa :
membilang merupakan salah satu aktivitas yang sering dilakukan masyarakat, berkaitan dengan banyaknya sesuatu. Penyebutan bilangan oleh masyarakat sering menggunakan istilah yang berbeda di antara satu sub suku dengan sub suku lainnya, misalnya masyarakat Dayak Kanayath menyebut bilangan satu dengan sebutan asa’/sabiti’/sete; bilangan dua adalah duwa/duwabiti’/duaete’; bilangan tiga adalah talu/talubiti’/taluete’, sedangkan sub suku Dayak Sakapat menyebut bilangan satu dengan sebutan sutik; bilangan dua adalah Duaitik; bilangan tiga adalah tiga. Penyebutan seperti diatas tersebut digunakan masyarakat sub suku Dayak misalnya pada pembuatan kain tenun yang dilakukan ketika seorang penenun menghitung banyaknya bahan benang yang diperlukan untuk membuat kain tenun, banyaknya bahan benang disesuaikan dengan banyaknya kain yang ingin dihasilkan.
Selain itu tujuan adanya etnomatematika yang dikemukakan oleh D’Ambrisio (1985:46) adalah:
untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika yang dikembangkan dalam berbagai sektor masyarakat serta dengan mempertimbangkan cara yang berbeda dalam aktivitas masyarakat seperti cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan dan alat, bermain dan lainnya.
Pendapat lain tentang etnomatematika menurut Tandililing (2013)
menyatakan bahwa etnomatematika adalah antropologi budaya (cultural
Etnomatematika merupakan suatu jembatan antara budaya di suatu daerah
dengan pendidikan yang ada di sekolah.
Seorang pendidik selain memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik
pada pembelajaran matematika dengan adanya etnomatematika juga dapat
menanamkan nilai-nilai budaya kepada peserta didik agar lebih mengenal dan
melestarikan budaya lokal mereka, sehingga dengan adanya etnomatematika,
pendidik juga ikut berperan dalam pembentukan nilai dan karakter peserta didik,
salah satunya adalah karakter cinta budaya.
Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah yang terletak
disebelah utara Pulau Jawa. Budaya di Kota Semarang beraneka ragam, yang
dapat dilihat dari cagar budaya di Kota Semarang seperti Lawang Sewu,
Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong, Gedung Jiwasraya, Tugu Muda,
Museum Ronggowarsito, Masjid Agung Semarang, Goa Kreo dll. Tarian-tarian
tradisional di Semarang juga merupakan salah satu kebudayaan asli Kota
Semarang, seperti Tari Semarangan dan Tari Topeng. Jika dilihat dari makanan
khas tradisional di Kota Semarang seperti lumpia Semarang, ikan bandeng
presto, wingko babat, dll. Sedangkan untuk tradisi seni budaya di Kota
Semarang misalnya adalah tradisi Dugderan. Batik Semaragan juga merupakan
karya seni budaya Kota Semarang. Berikut ini disajikan gambar-gambar yang
Sumber: www.google.com
Penerapan etnomatematika dalam penelitian ini adalah pemberian masalah
pembelajaran model PBL yang bernuansa budaya lokal. Masalah matematika
yang diberikan merupakan masalah nyata yang dihubungkan dengan cagar
budaya lokal atau hasil budaya lokal yang ada di Kota Semarang seperti
pemecahan masalah matematika untuk menghitung keliling dan luas kain batik
semarangan.
Pemberian masalah bernuansa budaya lokal bertujuan supaya peserta didik
lebih termotivasi dan tidak jenuh pada saat pembelajaran. Permasalahan tersebut
diberikan pada awal pelajaran sesuai dengan tahapan model PBL yang pertama
yaitu mengorientasikan peserta didik pada masalah. Kemudian dibentuk
kelompok belajar yang terdiri 4-5 orang peserta didik dengan tujuan untuk
menyelesaikan tugas belajar yang diberikan oleh guru serta memecahkan
permasalahan yang ada dengan diskusi kelompok.
Pada saat diskusi kelompok yang terdiri dari beberapa kelompok belajar
untuk menyelesaikan tugas belajar penemuan konsep pada LKPD dan
pemecahan masalah bernuansa budaya lokal tersebut, peserta didik juga
dibimbing oleh guru jika peserta didik mengalami kesulitan, kemudian peserta
didik mempresentasikan hasil diskusi dengan perwakilan satu kelompok terkait
penemuan konsep pada LKPD dan pemecahan masalah yang ada pada lembar
2.6 Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang sesuai
pembelajaran disekolah. Pembelajaran diawali dengan guru menjelaskan materi
pelajaran namun juga disertai dengan tanya jawab dari peserta didik dan peserta
didik menggunakan bantuan LKPD, sehingga disamping peserta didik
mendengarkan penjelasan dari guru, peserta didik juga dibantu dengan adanya
LKPD untuk pemahaman konsep serta latihan soal pada akhir pelajaran.
2.7 Keterampilan Proses
Menurut Dimyati & Mudjiono (2002) keterampilan proses adalah wawasan
atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan
fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada
prinsipnya telah ada dalam diri pembelajar. Sedangkan menurut Lady, et. al.
(2012) keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar peserta didik
dengan mengembangkan keterampilan memproses pengetahuan, sehingga
peserta didik akan menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep
serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran.
Menurut Djamarah, sebagaimana dikutip oleh Lady, et. al. (2012)
menyatakan bahwa keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk menyadari, memahami, dan menguasai
peserta didik. Sanderson & Kratochvil (1971:13) mengklasifikasikan
keterampilan proses menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses
terpadu, sebagai berikut.
(1) Keterampilan proses dasar a. Observing (mengamati)
b. Classifying (mengklasifikasikan) c. Using numbers (menghitung) d. Measuring (mengukur)
e. Using space/time relation-ships (menemukan hubungan) f. Communicating (mengkomunikasikan)
g. Predicting (memprediksi/menduga) h. Inferring (menyimpulkan)
(2) Keterampilan proses terpadu
a. Defining operationally (pendefinisian variabel secara operasional) b. Formulating hypothesis (perumusan hipotesis)
c. Interpreting data (Interpretasi data)
d. Controlling variables (pengontroling variabel) e. Experimenting (merancang eksperimen)
Dalam penelitian ini keterampilan proses dasar yang diukur adalah
keterampilan proses pada kelas dengan model PBL berbasis etnomatematika dan
menggunakan indikator keterampilan proses dasar dengan aspek penilaian
sebagai berikut.
a. Menyebutkan atau menuliskan kembali apa yang diketahui berdasarkan
pengamatan dalam soal/masalah.
b. Menyebutkan atau menuliskan kembali apa yang ditanyakan berdasarkan
pengamatan dalam soal/masalah.
c. Membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai dengan pengamatan dalam
d. Berdiskusi dengan teman dalam pemecahan masalah
e. Menerapkan rumus mana yang diduga digunakan dalam pemecahan masalah.
f. Mengutarakan strategi pemecahan masalah dalam kelompok
g. Menghubungkan konsep yang ditemukan untuk pemecahan masalah
h. Menghitung untuk pemecahan masalah
i. Memecahkan masalah yang ada dalam kelompok
j. Menjelaskan pertanyaan dari teman (dalam kelompok)
k. Menyimpulkan apa yang diperoleh dari pemecahan masalah saat diskusi
kelompok.
l. Memperkirakan cara lain untuk pemecahan masalah dalam diskusi kelompok.
m. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
2.8 Kemampuan Pemecahan Masalah
Karatas & Baki (2013:249) menyatakan bahwa “Problem solving is
recognized as an important life skill involving a range of processes including
analyzing, intrepeting, reasoning, predicting, evaluating and reflecting”. Menurut Baykul, sebagaimana dikutip oleh Aydoğdu (2014:54) menyatakan
bahwa “Problem is a work, in which an individual who is facing it feel the need
for solving or want to solve it, s/he does not have a way how to solve it and s/he
diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, sehingga ciri
dari tes atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan
dalam materi tugas atau soal; (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan
menggunakan prosedur rutin; dan (3) prosedur menyelesaikan masalah belum
diketahui penjawab. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui
bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses menerapkan pengetahuan
untuk memecahkan masalah yang dapat berupa hambatan, kesulitan, tantangan,
atau situasi yang membutuhkan suatu perencanaan atau strategi pemecahan
terlebih dahulu untuk mendapat solusi dari masalah tersebut.
Menurut Nyimas, et. al. (2008) soal-soal matematika dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal
latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas.
Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk
melatih peserta didik menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas.
Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan
pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan
prosedur yang dipelajari di kelas. Berdasarkan pendapat tersebut, soal nonrutin
dalah suatu soal dengan situasi baru yang belum pernah diperoleh peserta didik
sebelumnya. Dengan adanya situasi baru tersebut, peserta didik akan
menerapkan konsep yang telah dimilikinya untuk memperoleh jawaban dari soal
tersebut, namun jawaban yang diperoleh tidak langsung dapat diperoleh.
untuk menerapkan berbagai konsep matematika yang telah dimiliki sebelumnya
dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menggunakan
berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari yang diberikan oleh guru.
Suatu situasi dikatakan suatu masalah jika situasi tersebut tidak dapat
langsung ditemui pemecahannya tetapi dengan menggunakan langkah atau
strategi untuk pemecahan masalah terlebih dahulu. Sehingga, jika peserta didik
diberikan suatu soal matematika dan peserta didik dapat langsung mengetahui
jawaban yang benar tanpa menggunakan langkah atau strategi untuk
memperoleh jawaban, maka soal tersebut bukan merupakan suatu masalah.
Berdasarkan Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
bahwa kemampuan untuk memecahkan masalah meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh (BSNP, 2006:139). Sedangkan menurut
NCTM (2000:52) dalam pemecahan masalah matematika harus memungkinkan
semua peserta didik untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui
pemecahan masalah; menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika
dan dalam bidang lain; menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi
yang tepat untuk memecahkan masalah; serta mengamati dan mengembangkan
proses pemecahan masalah matematika.
Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Peraturan Dirjen
(1) mampu menunjukkan pemahaman masalah;
(2) mampu mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah;
(3) mampu menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk;
(4) mampu memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat;
(5) mampu mengembangkan strategi pemecahan masalah;
(6) mampu membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah; dan
(7) mampu menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Peran guru sangat penting dalam pembelajaran pemecahan masalah.
Keberhasilan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika didukung
oleh kemampuan guru dalam mengajarkan dan menerapkan model pembelajaran
yang cocok untuk mengajarkan pemecahan masalah. Selain hal tersebut, dalam
memecahkan masalah juga dibutuhkan suatu usaha untuk mencari jalan keluar
atau suatu jawaban dari permasalahan. Dimana jawaban yang diperoleh harus
memperhatikan langkah-langkah penyelesaiannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nasution (2009:171) yaitu sebagai berikut:
cara terbaik untuk membantu siswa memecahkan masalah adalah memecahkan masalah langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu, tanpa merumuskan aturan itu secara verbal, yakni dengan menggunakan contoh, gambar-gambar, dan sebagainya, sehingga siswa dibantu dan dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan masalah itu.
Menurut Polya (1973:6-19) ada empat langkah yang harus dilakukan untuk
memecahkan suatu masalah. Adapun keempat langkah tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Apakah yang tidak diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau bagaimana keterangan soal.
b) Apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan.
c) Apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan.
d) Buatlah gambar atau tulisan notasi yang sesuai.
(2) Devising a plan (merencanakan pemecahan masalah), langkah-langkah ini meliputi:
a) Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya, pernahkah ada soal yang serupa dalam bentuk lain.
b) Rumus mana yang akan digunakan dalam masalah ini. c) Perhatikan apa yang ditanyakan.
d) Dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan disini.
(3) Carrying out the plan (melaksanakan pemecahan masalah), langkah ini menekankan ada pelaksanaan rencana penyelesaian yaitu meliputi: a) Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum
b) Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar. c) Melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat.
(4) Looking back (melihat kembali hasil yang diperoleh), bagian terakhir dari langkah Polya menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, langkah ini terdiri dari:
a) Dapat diperiksa sanggahannya.
b) Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain. c) Perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik d) Menuliskan jawaban dengan lebih baik.
Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah yang diukur adalah
kemampuan menyelesaikan masalah yang menggunakan langkah-langkah
pemecahan masalah menurut Polya. Dengan menggunakan langkah-langkah
Polya diharapkan peserta didik dapat lebih runtut dan terstruktur dalam
memecahkan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah dalam
penelitian ini merupakan hasil belajar pada aspek kemampuan pemecahan
diberikan tes pada akhir pembelajaran. Peserta didik dikatakan mampu
memecahkan masalah jika nilai peserta didik pada tes kemampuan pemecahan
masalah dapat mencapai KKM individual yang telah ditentukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka ditentukan indikator kemampuan
pemecahan masalah peserta didik pada Tabel 2.2 untuk sub materi persegi
panjang dan persegi yang akan diukur pada penelitian ini dengan mengacu pada
[image:55.612.125.515.305.646.2]langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya.
Tabel 2.2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Langkah-langkah
pemecahan masalah menurut Polya
Indikator kemampuan pemecahan masalah untuk sub materi pokok persegi
panjang dan persegi 1. Understanding the
problem (Memahami masalah)
1. Peserta didik dapat menuliskan kembali keterangan yang diberikan atau yang diketahui di dalam soal berkaitan dengan bangun persegi panjang dan persegi serta dapat membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai
2. Peserta didik dapat menuliskan kembali apa yang ditanyakan di dalam soal
2. Devising a plan
(merencanakan pemecahan masalah)
1. Peserta didik dapat menuliskan rumus mana yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah untuk menemukan keliling serta luas persegi panjang dan persegi
3. Carying out the plan
(melaksanakan pemecahan masalah)
1. Peserta didik dapat melaksanakan perhitungan sesuai rencana atau rumus untuk menemukan hasil keliling serta luas persegi panjang dan persegi
4. Looking back (melihat kembali hasil yang diperoleh)
1. Peserta didik dapat menuliskan kembali jawaban dari permasalahan dengan lebih baik
Berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah untuk sub
masalah Polya, berikut disajikan contoh masalah dan langkah pemecahan
masalahnya menurut Polya.
Masalah 1
Sumber : www.google.com
Bu Nita membeli kain batik semarangan bermotif tugu muda seperti
gambar di atas untuk dijadikan gorden dari jendela rumahnya.
Panjang kain yang dibeli Bu Nita adalah 1,5 meter dan lebarnya
sepertiga dari panjangnya. Sebelum menjahitnya menjadi gorden, Bu
Nita ingin menambahkan pita kain berwarna hijau disekeliling kain
batiknya agar gorden terlihat lebih indah. Maka berapa panjang pita
kain yang diperlukan Bu Nita ?
Langkah pemecahan masalah menurut Polya:
(1) Memahami masalah
Diketahui :
Misalkan p = panjang kain batik
l = lebar kain batik
Maka p = 1,5 meter
[image:56.612.200.452.167.288.2]l = meter
Ditanyakan : Berapakah panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita?
(2) Merencanakan pemecahan masalah
Jawab :
Panjang pita kain untuk sekeliling kain batik = keliling kain batik
Keliling kain batik = 2 × (p + l)
(3) Melaksanakan pemecahan masalah
Panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita = Keliling kain batik
Keliling kain batik
(4) Melihat kembali hasil yang diperoleh
Jadi pita kain yang diperlukan Bu Nita adalah 4 meter.
Masalah 2
Sumber : www.google.com p = 1,5 meter
[image:57.612.181.403.509.634.2]l = 0,5 meter
Suatu hari, Annisa dan Ibunya berkunjung ke Museum Nyonya
Meneer Semarang. Dia melihat aneka ragam foto-foto yang di
pajang dalam bingkai di museum seperti pada gambar di atas.
Setelah pulang, Annisa tertarik untuk memajang foto dirinya
yang dibingkai pula di dinding kamarnya. Jika Panjang foto
Annisa berukuran 30 cm dengan lebar 20 cm. Maka berapakah
panjang dan lebar dari bingkai foto yang harus dibuat Annisa,
jika masing-masing diberi jarak pada lebar dan panjang foto ke
bingkai sebesar 3 cm dan gambarkan pula sketsanya!
Langkah pemecahan masalah menurut Polya:
(1) Memahami masalah
Diketahui :
Misalkan p = panjang foto Annisa
l = lebar foto Annisa
Maka p = 30 cm
l = 20 cm
Jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm
Ditanyakan : Gambar sketsa dan berapakah panjang dan lebar dari
bingkai foto yang harus dibuat Annisa, jika masing-masing diberi jarak
(2) Merencanakan pemecahan masalah
Jawab :
Panjang bingkai foto = panjang foto + 5
= p