• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK SMP KELAS VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK SMP KELAS VII"

Copied!
384
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PESERTA DIDIK SMP KELAS VII

Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Erni Widyadini

4101411083

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah:6)

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. Al’Ashr:1-3)

Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : “Jadilah!” maka terjadilah ia (QS. Yaasiin:82)

Don’t give up, just try, do the best and then pray to Allah SWT, believe that Allah always with us if we always remember Allah

PERSEMBAHAN

Untuk kedua orang tua tercinta, Bapak Azis Karmani dan Ibu Sumiyatun yang tidak pernah lelah memberikan do’a dan semangat di setiap langkahku

Untuk kakak-kakakku yang selalu memberikan semangat, do’a dan bantuan.

Untuk sahabat-sahabatku

Untuk keluarga Kos Trisanja 2

Untuk teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika Angkatan 2011

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Model

Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik SMP Kelas VII”. Penyelesaian skripsi

ini tidak terlepas dari bantuan, kerjasama, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada.

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Prof Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

4. Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd. dan Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt., Dosen

Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Iwan Junaedi, S.Si., M.Pd., Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan

arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Prof. YL. Sukestiyarno, Doses Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi

(7)

vii

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kedua orang tua yaitu Bapak dan Ibu tersayang yang senantiasa mendo’akan

yang terbaik bagi penulis serta kakak-kakakku dan keluarga besar tercinta, atas

doa, perjuangan, pengorbanan, dan segala dukungannya hingga penulis dapat

menyelesaikan studi ini.

9. Sholihul Hadi, S.Pd. Kepala SMP Kesatrian 2 Semarang yang telah memberikan

izin penelitian.

10. Heru Bagus Candrayana, S.Pd. Guru matematika kelas VII SMP Kesatrian 2

Semarang yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

11. Peserta didik kelas VII E, VII F dan VII B SMP Kesatrian 2 Semarang yang telah

membantu proses penelitian.

12. Sahabat-sahabatku (Ice Afriyanti, Ratna Ambarwati, Rizka Nurul Oktavia, Pinta

Dian Lestari, Putri Rizki Amalia, Ratna Dyah Kusumastuti, Wasis Sukrisno) dan

semua sahabat yang selalu memberikan dorongan, semangat dan do’a.

13. Ratna Ambarwati yang telah menjadi observer keterampilan proses pada kelas

eksperimen.

14. Teman-teman di Kos Trisanja 2 yang selalu memberikan semangat dan do’a.

15. Seluruh mahasiswa matematika serta teman-teman seperjuangan yang telah

memeberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

16. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat

(8)

viii

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi penulis dan para pembaca. Terima kasih.

Semarang,

(9)

ix

ABSTRAK

Widyadini, Erni. 2015. Keefektifan Model Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik SMP Kelas VII. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd., Pembimbing Pendamping Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt.

Kata Kunci : Keefektifan, Problem Based Learning (PBL), Etnomatematika, Kemampuan Pemecahan Masalah, Keterampilan Proses.

Kemampuan pemecahan masalah dalam matematika merupakan hal penting bagi peserta didik untuk menerapkan keterampilan pemecahan masalah di situasi sosial. Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah antara lain model PBL berbasis etnomatematika. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: (1) penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik efektif; (2) bagaimana keterampilan proses peserta didik kelas VII pada pembelajaran model PBL berbasis etnomatematika.

Populasi dalam penelitian adalah peserta didik kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang tahun ajaran 2014/2015. Sampel penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling yang diperoleh kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data dengan metode dokumentasi, observasi dan tes. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji rata-rata, uji proporsi, dan uji perbedaan rata-rata.

Hasil penelitian menunjukkan: (1)model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik efektif, ditunjukkan dengan kemampuan pemecahan masalah peserta didik mencapai ketuntasan individual dan ketuntasan klaksikal, serta rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas eksperimen adalah 82,33 dan kelas kontrol adalah 76,11; (2)rata-rata skor keterampilan proses adalah sebesar 73,89, dengan skor keterampilan proses terendah adalah 61,15 dan tertinggi 87,31.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Bagi Peserta Didik ... 11

1.4.2 Bagi Guru ... 11

(11)

xi

1.5 Penegasan Istilah ... 10

1.5.1 Keefektifan ... 11

1.5.2 Model Pembelajaran PBL ... 11

1.5.3 Etnomatematika ... 11

1.5.4 Keterampilan Proses ... 12

1.5.5 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 12

1.5.6 Persegi Panjang dan Persegi ... 13

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 13

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Definisi Belajar ... 15

2.2 Teori Belajar ... 16

2.3 Pembelajaran Matematika ... 18

2.4 Model Problem Based Learning ... 19

2.5 Etnomatematika ... 23

2.6 Pembelajaran konvensional ... 28

2.7 Keterampilan Proses ... 28

2.8 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 30

2.9 Tinjauan Materi ... 40

2.10 Penelitian yang Relevan ... 41

2.11 Kerangka Berfikir ... 42

2.12 Hipotesis Penelitian ... 46

(12)

xii

3.1 Desain Penelitian ... 48

3.2 Populasi dan Sampel ... 51

3.2.1 Populasi ... 51

3.2.2 Sampel ... 51

3.3 Variabel Penelitian ... 52

3.3.1 Variabel Independen ... 52

3.3.2 Variabel Dependen ... 52

3.4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 52

3.4.1 Data ... 52

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.4.2.1 Dokumentasi ... 53

3.4.2.2 Observasi ... 53

3.4.2.3 Tes ... 53

3.5 Instrumen Penelitian ... 54

3.5.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 54

3.5.2 Lembar Pengamatan Keterampilan Proses ... 55

3.6 Analisis Instrumen Tes Pemecahan Masalah ... 56

3.6.1 Tes Pemecahan Masalah ... 56

3.6.2 Validitas Item ... 57

3.6.3 Reliabilitas ... 58

3.6.4 Taraf Kesukaran ... 60

(13)

xiii

3.7 Analisis Instrumen Penelitian ... 62

3.7.1 Analisis Data Awal... 62

3.7.1.1 Uji Normalitas ... 62

3.7.1.2 Uji Kesamaan Varians (Homogenitas) ... 64

3.7.1.3 Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 64

3.7.2 Analisis Data Akhir ... 65

3.7.2.1 Analisis lembar pengamatan keterampilan proses ... 66

3.7.2.2 Analisis tes kemampuan pemecahan masalah ... 67

3.7.2.2.1 Uji Normalitas ... 67

3.7.2.2.2 Uji Homogenitas ... 68

3.7.2.2.3 Uji Hipotesis ... 69

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

4.1. Hasil Penelitian ... 73

4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ... 73

4.1.2 Hasil Analisis Data Akhir ... 73

4.1.2.1 Analisis Deskriptif ... 73

4.1.2.2 Uji Normalitas ... 74

4.1.2.3 Uji Homogenitas ... 75

4.1.2.4 Uji Hipotesis ... 75

4.2. Pembahasan ... 80

4.2.1 Proses Pembelajaran ... 80

(14)

xiv

5. PENUTUP ... 98

5.1 Simpulan ... 98

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tahapan Model PBL ... 23

2.2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah ... 35

3.1 Desain Penelitian ... 48

3.2 Pedoman Penskoran dan Rubrik Penilaian ... 57

3.3 Hasil Uji Normalitas Data Awal ... 63

4.1 Data Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 74

4.2 Persentase Keterampilan Proses Pertemuan II dan IV ... 89

4.3 Hasil analisis pengamatan keterampilan proses di kelas eksperimen ... 91

4.4 Kriteria Tingkat Keterampilan Proses... 92

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Petikan hasil jawaban ... 4

2.1 Keanekaragaman Budaya di Semarang... 26

2.2 Batik Semarangan motif Tugu Muda ... 36

2.3 Museum Nyonya Meneer Semarang ... 37

2.4 Bagan Alur Kerangka Berpikir ... 46

4.1 Hasil Petikan jawaban peserta didik kelas model PBL ... 85

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 105

2. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Kontrol ... 106

3. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Uji Coba ... 107

4. Data Nilai UAS Matematika ... 108

5. Uji Normalitas Data Awal... 114

6. Uji Homogenitas Data Awal ... 117

7. Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 118

8. Kisi-kisi Tes Uji Coba ... 120

9. Lembar Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 124

10. Kunci dan Pedoman Penskoran Tes Uji Coba ... 128

11. Data Nilai Tes Uji Coba ... 140

12. Analisis Butir Soal Uji Coba ... 142

13. Perhitungan Validitas Butir Soal ... 145

14. Perhitungan Reliabilitas Butir Soal ... 149

15. Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 151

16. Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 153

17. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal Uji Coba ... 155

18. Silabus Kelas Eksperimen ... 156

(18)

xviii

20. LKPD Pertemuan 1 ... 189

21. Kunci LKPD Pertemuan 1 ... 195

22. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 198

23. LKPD Pertemuan 2 ... 204

24. Kunci LKPD Pertemuan 2 ... 205

25. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 206

26. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 2... 210

27. Kuis Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 214

28. Kunci Kuis Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 215

29. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 216

30. LKPD Pertemuan 3 ... 222

31. Kunci LKPD Pertemuan 3 ... 223

32. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 224

33. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 3... 227

34. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 230

35. LKPD Pertemuan 4 ... 236

36. Kunci LKPD Pertemuan 4 ... 238

37. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 240

38. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 4... 243

39. Kuis LKS Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 246

40. Kunci Kuis LKS Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 247

(19)

xix

42. LKPD Pertemuan 5 ... 253

43. Kunci LKPD Pertemuan 5 ... 254

44. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 5 ... 255

45. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 5... 259

46. Silabus Kelas Kontrol ... 263

47. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 269

48. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 275

49. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 276

50. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 279

51. Latihan Soal Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 283

52. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 287

53. Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 291

54. Kunci Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 292

55. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 293

56. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 297

57. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 301

58. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 305

59. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 309

60. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 312

61. Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 315

62. Kunci Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 316

(20)

xx

64. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 5 ... 322

65. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 5 ... 325

66. Lembar Pengamatan Pertemuan 2 Observer 1 ... 332

67. Lembar Pengamatan Pertemuan 2 Observer 2 ... 335

68. Lembar Pengamatan Pertemuan 4 Observer 1 ... 338

69. Lembar Pengamatan Pertemuan 4 Observer 2 ... 341

70. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 344

71. Lembar Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 348

72. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 352

73. Daftar Nilai Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 363

74. Daftar Skor Keterampilan Proses Kelas Eksperimen ... 369

75. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 370

76. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Kontrol ... 373

77. Uji Homogenitas Data Akhir ... 376

78. Uji Hipotesis ... 378

79. Dokumentasi ... 393

80. SK Dosen Pembimbing ... 395

81. Surat Ijin Penelitian ... 396

(21)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut

pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Trianto, 2010:3). Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak

hanya mempersiapkan para peserta didiknya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi

untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–

hari (Trianto, 2007: 1).

Matematika merupakan salah satu pelajaran di sekolah yang dinilai cukup

memegang peranan penting untuk memajukan daya pikir peserta didik. Standar Isi

untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa matematika

(22)

mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir

manusia (BNSP, 2006:139).

Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa kemampuan yang harus

dimiliki oleh peserta didik. Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan

pemecahan masalah. Di dalam memecahkan masalah peserta didik harus mengikuti

proses untuk memecahkan masalah. Karatas & Baki (2013) mengemukakan bahwa “Problem solving is recognized as an important life skill involving a range of

processes including analyzing, interpreting, reasoning, predicting, evaluating and

reflecting”.

Dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan

bahwa pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran

matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka

dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara peyelesaian (BNSP,

2006:139). Kemampuan memecahkan masalah yang harus dimiliki oleh peserta didik

meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (BNSP, 2006:140).

Berdasarkan prinsip-prinsip dan standar matematika sekolah dari National Council of

Teacher Mathematics (NCTM, 2000:52) menyatakan bahwa “Problem solving is an

(23)

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah menurut Brannick & Prince,

Griffin, et al., National Research Council, dan Rosen & Rimor dalam Draft

Collaborative Problem Solving Framework PISA 2015 (OECD, 2013:4) adalah:

The requirements for teaching and assessing collaborative problem solving skills are strongly driven by the need for students to prepare for careers that require abilities to work effectively in groups and to apply their problem solving skills in these social situations.

Pendapat tersebut dapat diartikan persyaratan untuk mengajar dan menilai

kemampuan memecahkan masalah kolaboratif sangat didorong oleh kebutuhan bagi

peserta didik untuk mempersiapkan diri untuk karir yang membutuhkan kemampuan

untuk bekerja secara efektif dalam kelompok dan menerapkan keterampilan

pemecahan masalah mereka di situasi sosial. Sehingga di dalam kehidupan sehari-hari

peserta didik sudah terbiasa untuk memecahkan masalah. Hal tersebut menunjukkan

perlunya penguasaan kemampuan pemecahan masalah bagi peserta didik, karena

kemampuan pemecahan masalah diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari

maupun dalam menghadapi perkembangan teknologi modern.

Berdasarkan observasi di SMP Kesatrian 2 Semarang, Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) SMP Kesatrian 2 Semarang adalah 72 dan ketuntasan klaksikal

sebesar 75%. Salah satu sub materi pada semester genap adalah bangun datar persegi

panjang dan persegi. Berdasarkan wawancara terhadap peserta didik, mereka

menganggap sub materi persegi panjang dan persegi yang merupakan bagian dari

materi segiempat adalah salah satu materi yang sulit untuk dipahami, karena

(24)

sehingga peserta didik masih banyak yang mengalami kesukaran dalam

menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu diberikan satu masalah terkait

keliling dan luas bangun persegi panjang kepada peserta didik pada kelas yang telah

mendapatkan materi bangun persegi panjang dan persegi. Dari hasil penyelesaian

peserta didik terlihat rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik,

dimana peseta didik kurang memahami masalah yang diketahui sehingga masih salah

dalam merencanakan penyelesaian masalah. Berikut disajikan masalah dan petikan

hasil pekerjaan peserta didik pada Gambar 1.1.

Masalah

Permukaan sebuah kolam renang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 50 m x 16 m. pada keliling kolam, terdapat jalan yang lebarnya 4 m. Tentukan luas jalan tersebut dan gambarkan pula sketsa ilustrasinya!

Petikan hasil pekerjaan peserta didik

Pada petikan di atas diketahui bahwa peserta didik belum memahami permasalahan

yang ada dalam pertanyaan. Hal ini terlihat dari jawaban peserta didik yang belum

lengkap dalam menjelaskan apa yang diketahui dalam soal. Peserta didik juga belum

(25)

masalah yang terlihat dari langkah penyelesaian yang kurang lengkap. Sehingga

diperoleh hasil akhir yang salah serta menunjukkan rendahnya kemampuan

pemecahan masalah pada peserta didik.

Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP Kesatrian 2

Semarang, pembelajaran dilaksanakan dengan guru menjelaskan materi disertai

tanya jawab dan dibantu dengan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang

berisi materi dan latihan soal. Dengan berpedoman pada kurikulum, seorang

guru diharapkan mampu melaksanakan tujuan pembelajaran di sekolah yaitu

mengembangkan kemahiran atau kecakapan matematika. Proses kondisi

berkesinambungan antara keaktifan dan kefaktualan dalam proses pembelajaran

akan tercipta apabila seorang guru selaku fasilitator dapat menerapkan model

pembelajaran yang tepat untuk suatu pokok bahasan tertentu yang mampu

menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membentuk kemampuan

pemecahan masalah peserta didik adalah model Problem Based Learning.

Model Problem Based Learning (PBL) menurut Barrows, sebagaimana dikutip

oleh Barrett (2010:8) menyatakan bahwa PBL adalah “The learning that results

from the process of working towards the understanding of a resolution of a

problem. The problem is ecountered first in the learning process”. Dari pendapat tersebut menyatakan bahwa PBL adalah suatu pembelajaran yang

dihasilkan dari proses bekerja menuju pemahaman masalah, dimana masalah

(26)

aktif, guru hanya sebagai fasilitator karena guru memberikan suatu permasalahan

bagi peserta didik. Pada model pembelajaran ini, peserta didik dikelompokkan

dalam kelompok kecil kemudian bekerja sama memberikan motivasi untuk

keterlibatan berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan

peluang untuk penyelidikan dan dialog bersama, serta untuk pengembangan

keterampilan sosial (Arends, 2012:397). Oleh karena itu, model PBL menjadi

salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengasah

kemampuan pemecahan masalah peserta didik serta mengembangkan

keterampilan sosial yang dimiliki peserta didik pada saat diskusi kelompok.

Model PBL adalah model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru

pada saat proses pembelajaran terutama pada Jenjang Sekolah Menengah

Pertama (SMP), dimana SMP adalah salah satu bagian pendidikan formal di

Indonesia yang pada jenjang ini merupakan bagian perkembangan siswa yang

sangat menentukan dalam pembentukan sikap, kecerdasan, dan kepribadian atau

karakter peserta didik. Sifat mendasar inilah yang memerlukan perhatian dalam

pengajaran matematika.

Sirate (2012) menyatakan bahwa pengajaran matematika bagi setiap orang

seharusnya disesuaikan dengan budayanya. Menurut Sirate (2012) matematika

bukanlah domain pengetahuan formal yang universal, tetapi merupakan

kumpulan representasi dan prosedur simbolik yang terkontruksi secara kultural

dalam kelompok masyarakat tertentu. Untuk itu diperlukan suatu yang dapat

(27)

sekolah. Salah satu cara adalah dengan menggunakan ethnomathematics sebagai

awal dari pengajaran matematika formal yang sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik yang berada pada tahapan operasional konkret

(Sirate, 2012). Menurut Tandililing (2013) etnomatematika adalah antropologi

budaya (cultural anthropology of mathematics) dari matematika dan pendidikan

matematika. Pentingnya etnomatematika dalam pendidikan khususnya

pendidikan matematika menurut Wahyuni, et. al., (2013) adalah sebagai berikut.

Peserta didik dapat lebih memahami matematika dan dapat lebih memahami budaya mereka, dan nantinya para pendidik dapat lebih mudah untuk menanamkan nilai budaya itu sendiri dalam diri peserta didik, sehingga nilai budaya yang merupakan bagian karakter bangsa tertanam sejak dini dalam diri peserta didik.

Oleh karena itu pada saat pembelajaran matematika di sekolah, peserta didik

juga dapat mengenal budaya mereka disamping memperoleh materi pelajaran

dengan adanya etnomatematika.

Menurut Herliana, dkk (2013) peran guru dalam membelajarkan matematika

akan sangat berpengaruh agar peserta didik menyenangi dan dapat memahami

matematika. Seorang guru harus dapat memotivasi peserta didik agar aktif, dan

berpikir secara kritis untuk menyelesaikan soal matematika yang sebelumnya

mereka anggap sebagai suatu masalah. Proses dalam pembelajaran juga

merupakan salah satu hal yang penting, sehingga diperlukan suatu keterampilan

proses dalam pembelajaran.

Keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan

(28)

kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri

pembelajar (Dimyati & Mudjiono, 2002:138). Keterampilan proses dipandang

oleh banyak pakar paling sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat dewasa ini (Nyimas, et.al.,

2008). Menurut Nyimas, et.al. (2008) dalam pembelajaran matematika,

keterampilan proses sangat cocok digunakan, karena struktur matematika yang

berpola deduktif kadang-kadang memerlukan proses kreatif yang induktif. Untuk

sampai pada suatu kesimpulan, kadang-kadang dapat digunakan pengamatan,

pengukuran, intuisi, imajinasi, penerkaan, observasi, induksi bahkan mungkin

mencoba-coba.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, akan diadakan penelitian yang

berjudul “Keefektifan Model Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Peserta Didik SMP Kelas VII”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan dari latar belakang sebelumnya, permasalahan yang

diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.2.1 Apakah penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap

kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub

(29)

1.2.2 Bagaimana keterampilan proses peserta didik kelas VII pada pembelajaran

model PBL berbasis etnomatematika?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan,

maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1.3.1 Mengetahui penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap

kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub

materi persegi panjang dan persegi efektif.

1.3.2 Mengetahui keterampilan proses peserta didik kelas VII pembelajaran

model PBL berbasis etnomatematika.

1.4 Manfaat Penelitian

Harapan yang diperoleh setelah penelitian dilaksanakan adalah adanya

beberapa manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat selama penelitian berlangsung,

yaitu sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat bagi peserta didik

(1) Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik

dalam pembelajaran matematika.

(2) Dapat menanamkan nilai-nilai budaya yang merupakan bagian karakter

(30)

(3) Dapat memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan

bekerja sama dengan yang lainnya.

(4) Dengan suasana yang menyenangkan peserta didik akan dapat

meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam memahami mata

pelajaran matematika yang dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit.

1.4.2 Manfaat bagi guru

(1) Guru dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini berupa perangkat

pembelajaran.

(2) Mendorong munculnya inovasi dan kreativitas guru dalam menciptakan

dan mengembangkan pendidikan yang kondusif dan menyenangkan di

SMP.

1.4.3 Manfaat bagi Sekolah

Sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan meningkatkan

prestasi peserta didik. Selain itu juga dapat meningkatkan kualitas guru dalam

rangkaian implementasi model PBL berbasis etnomatematika.

1.5 Penegasan Istilah

Agar diperoleh pengertian yang sama tentang istilah dalam pengertian ini

dan tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari pembaca yang

berhubungan dengan judul penelitian ini, maka perlu adanya penegasan istilah

(31)

1.5.1 Keefektifan

Keefektifan adalah suatu usaha atau perbuatan yang membawa keberhasilan.

Indikator efektif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang

menggunakan model PBL berbasis etnomatematika mencapai ketuntasan

belajar, yaitu 72 secara individual dan secara klaksikal mencapai 75 % dari

jumlah peserta didik yang ada dikelas tersebut telah tuntas belajar.

(2) Hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan

model PBL berbasis etnomatematika lebih baik dari kelas yang

menggunakan model pembelajaran konvensional.

1.5.2 Model Pembelajaran PBL

Menurut Barrows, sebagaimana dikutip oleh Barrett (2010:8) menyatakan bahwa PBL adalah “The learning that results from the process of working

towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is

ecountered first in the learning process”. Pendapat tersebut dapat diartikan dimana PBL adalah suatu pembelajaran yang dihasilkan dari proses bekerja

menuju pemahaman masalah, dimana masalah diberikan pada awal proses

pembelajaran.

1.5.3 Etnomatematika

Etnomatematika adalah bentuk matematika yang dipengaruhi atau

(32)

ini dibatasi pada pemberian masalah yang bernuansa budaya lokal di Kota

Semarang pada kelas dengan pembelajaran model PBL.

1.5.4 Keterampilan proses

Keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan

keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari

kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri

pembelajar (Dimyati & Mudjiono, 2002:138). Keterampilan dasar dari

keterampilan proses yang diukur dalam penelitian ini menggunakan sesuai

kemampuan dasar dari keterampilan proses oleh Sanderson & Kratochvil

(1971:131) yaitu: (1) mengamati, (2) mengklasifikasikan, (3) menghitung, (4)

mengukur, (5) menemukan hubungan (6) mengkomunikasikan, (7) memprediksi

(8) menyimpulkan.

1.5.5 Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan

yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal

(Wardhani, 2010:22). Indikator kemampuan pemecahan masalah yang diukur

dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam

menyelesaikan masalah pada sub materi persegi panjang dan persegi berbentuk

tes tertulis yaitu berupa sejumlah soal tertulis uraian menggunakan

langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (1973:33), yaitu:

(1) Memahami masalah (understanding the problem)

(33)

(3) Melaksanakan pemecahan masalah (carrying out the plan)

(4) Melihat kembali hasil yang diperoleh (looking back)

1.5.6 Persegi Panjang dan Persegi

Pada Penelitian ini, materi yang akan diteliti pada sub materi segiempat

yaitu keliling dan luas bangun persegi panjang dan persegi yang terdapat pada

kurikulum KTSP 2006 dengan standar kompetensi berikut.

6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium,

jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang

6.3 Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta

menggunakannya dalam pemecahan masalah.

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian

awal, bagian isi, dan bagian akhir, yang masing-masing diuraikan sebagai

berikut.

1.6.1 Bagian Awal

Bagian ini terdiri dari halaman judul, pernyataan, pengesahan, motto dan

persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar

lampiran.

1.6.2 Bagian Isi

(34)

BAB 1 : Pendahuluan

Bagian pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan, manfaat, penegasan istilah, dan sistematika penulisan

skripsi.

BAB 2 : Tinjauan Pustaka

Bagian tinjauan pustaka berisi landasan teori, kerangka berpikir,

dan hipotesis penelitian.

BAB 3 : Metode Penelitian

Bagian metode penelitian berisi desain penelitian, populasi dan

sampel, variabel penelitian, teknik dan alat pengumpulan data,

instrumen penelitian, analisis instrumen tes pemecahan masalah,

analisis Instrumen penelitian yang terdiri dari analisis data awal

dan analisis data akhir.

BAB 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bagian hasil penelitian dan pembahasan berisi hasil penelitian dan

pembahasan hasil penelitian.

BAB 5 : Penutup

Bagian penutup berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran

peneliti.

1.6.3 Bagian Akhir

(35)

15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Belajar

Dalam permendiknas No. 41 Tahun 2007 dituliskan bahwa belajar adalah

perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai

akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya. Menurut Rifa’i (2012:66), belajar adalah proses penting bagi

perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang

dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang.

Menurut Fontana, sebagaimana dikutip oleh Suherman et. al. (2003:7),

belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai

hasil dari pengamatan. Sedangkan menurut Jihad (2013:1), belajar adalah

kegiatan berproses dan merupakan unsur utama yang sangat fundamental dalam

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Berdasarkan pendapat-pendapat

dari ahli tersebut, dapat diketahui bahwa belajar adalah proses perubahan

tingkah laku baik berupa pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan atau

kecakapan baru yang diperoleh dari pengalaman seseorang untuk menjadi

(36)

2.2 Teori Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan bagaimana terjadinya

belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik.

Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan pembelajaran dapat lebih

meningkatkan perolehan hasil belajar peserta didik (Trianto, 2007:12). Beberapa

teori belajar yang melandasi pembahasan dalam penelitian ini antara lain:

2.2.1 Teori Piaget

Menurut Piaget, sebagaimana dikutip oleh Rifa’i (2012:170)

mengemukakan tiga prinsip utama terjadinya pembelajaran yaitu:

1. Belajar Aktif

Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak dapat belajar sendiri misalnya melakukan percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan, dan membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.

2. Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara subyek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama, baik diantara sesama, anak-anak maupun dengan orang dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka.

3. Belajar lewat pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa yang digunakan berkomunikasi.

Sesuai dengan teori Piaget peserta didik harus berperan aktif di dalam kelas

(37)

Hal tersebut sesuai dengan model PBL berbasis etnomatematika yang

menekankan keaktifan peserta didik yaitu ketika pada awal pembelajaran peserta

didik diberikan permasalahan berbudaya lokal sehingga peserta didik akan aktif

menggali informasi dan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah nyata

berdasarkan pengalaman sendiri.

2.2.2 Teori Belajar Vigotsky

Teori Vigotsky lebih menekankan pada aspek sosial dalam pembelajaran.

Vigotsky juga mengemukakan pentingnya scaffolding. Scaffolding adalah

pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan

mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk

mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat

melakukannya (Trianto, 2007: 27).

Sesuai dengan Teori Belajar Vigotsky, bahwa pembelajaran model PBL

juga membimbing peserta didik pada saat penyelidikian individu atau kelompok

untuk memecahkan masalah. Di dalam diskusi kelompok tersebut terjadi

interaksi sosial antara peserta didik dengan guru memberikan arahan atau

bimbingan kepada peserta didik.

2.2.3 Toeri Belajar Bermakna David Ausubel

Inti dari teori belajar Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna (Rifa’i, 2012:173). Berdasarkan teori ausubel, dalam membantu peserta didik

menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan

(38)

yang akan dipelajari. Jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan

masalah, dimana peserta didik mampu mengerjakan permasalahan yang autentik

sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya

untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata (Trianto, 2007:

26).

Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran akan bermakna saat peserta didik

mengaitkan konsep awal untuk memecahkan masalah nyata. Dengan demikian

jika dikaitkan dengan model PBL berbasis etnomatematika yang memberikan

permasalahan nyata bernuansa budaya lokal supaya pengetahuan peserta didik

terbentuk dengan sendirinya dari pengalaman peserta didik saat diskusi

kelompok.

2.3 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah suatu proses yang konstruktif, bukanlah suatu proses

yang mekanis sehingga pembelajaran berpusat pada peserta didik. Tujuan

pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang

dilakukan peserta didik. Dalam permendiknas No. 41 Tahun 2007 dituliskan

bahwa pembelajaran adalah sebagai berkut:

(39)

Menurut Suherman et. al., (2003:68) pembelajaran matematika di sekolah

tidak dapat terlepas dari sifat–sifat matematika yang abstrak, maka terdapat

beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika adalah sebagai

berikut.

(1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang.

(2) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.

(3) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif.

(4) Pembelajaran matematika mengikuti kebenaran konsistensi.

Pembelajaran disekolah merupakan proses interaksi yang dilakukan antara

peserta didik yang satu dengan lainnya maupun peserta didik dengan guru pada

suatu lingkungan belajar. Pembelajaran tersebut merupakan sarana pembentukan

pola pikir peserta didik agar dapat berpikir kritis, sistematis, dan kreatif pada

saat peserta didik memecahkan masalah matematika.

2.4 Model

Problem Based Learning

Menurut Barrows and Tamblyn, sebagaimana dikutip oleh Barrett (2010:8), “Problem Based Learning is the learning that results from the process of

working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is

ecountered first in the learning process”, yang dapat diartikan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang dihasilkan dari

(40)

awal proses pembelajaran. Menurut Fogarty, sebagaimana dikutip oleh Chen

(2013:235) menyatakan bahwa “PBL as a course model that focuses on

real-world problems”, yang artinya PBL sebagai model pembelajaran yang fokus pada masalah dunia nyata.

Pada saat pembelajaran PBL, peserta didik menemukan sendiri konsep atau

pengetahuan yang diperoleh pada saat pemecahan masalah yang diberikan pada

awal pelajaran. Permasalahan nyata yang diberikan pada awal pelajaran tersebut

membuat peserta didik tertantang untuk segera memecahkan masalah, sehingga

peserta didik akan menggali pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang

diberikan. Permasalahan nyata yang diberikan akan membuat pembelajaran lebih

bermakna karena peserta didik dapat memperoleh pengetahuan atau pemahaman

materi berdasarkan masalah yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.

Arends (2012:396-397) menyatakan bahwa “The essence of PBL involves

the presentation of authentic and meaningful situations that serve as foundations

for student. Student collaboration in PBL encourages shared inquiry and

dialogue and the development of thinking and social skills”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa inti dari PBL adalah melibatkan presentasi masalah

autentik dan bermakna yang berfungsi sebagai dasar bagi penyelidikan peserta

didik. Kerja sama dalam PBL mendorong penyelidikan bersama dan

mengembangkan pemikiran serta keterampilan sosial. Ini berarti model PBL

dapat mengembangkan pemikiran dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta

(41)

Arends (2010:397) menyatakan karakteristik model PBL adalah sebagai

berikut.

(1) Driving question or problem (pengajuan pertanyaan atau masalah). (2) Interdisciplinary focus (berfokus pada keterkaitan antar disiplin

ilmu).

(3) Authentic investigation (penyelidikan autentik).

(4) Production of artifacts and exhibits (membuat produk atau presentasi).

(5) Collaboration (kerja sama).

Berdasarkan karakteristik dari pembelajaran model PBL tersebut, dapat

diketahui bahwa model PBL yang menyajikan permasalahan nyata pada yang

mengatur pengajuan pertanyaan dan masalah. Pengajuan pertanyaan atau

masalah secara pribadi bermakna bagi siswa. Masalah yang disajikan membahas

situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana atau dikenal

dengan masalah nonrutin. Meskipun pelajaran berbasis masalah dapat

dipusatkan dalam mata pelajaran tertentu (sains, matematika), masalah yang

sebenarnya sedang diselidiki dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk

menyelidiki berbagai mata pelajaran. Sehingga masalah yang disajikan

sebenarnya dapat memiliki keterkaitan dengan ilmu pengetahuan yang lainnnya.

Pembelajaran model PBL didesain supaya peserta didik mengadakan

penyelidikan otentik yang mencari solusi nyata untuk masalah nyata. Peserta

didik harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan

hipotesis, dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi,

melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat kesimpulan, dan menarik

(42)

dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi dan terlibat untuk

menyelesaikan tugas-tugas kompleks serta meningkatkan peluang penyelidikan

dan dialog bersama untuk pengembangan keterampilan sosial. Dengan adanya

kerja sama kelompok tersebut, pada akhirnya mereka dituntut untuk membangun

produk atau hasil kerja sama yang kemudian dipresentasikan untuk menjelaskan

solusi dari masalah yang diajukan.

Sanjaya (2007:220) menjelaskan bahwa model PBL mempunyai kelebihan

dan kelemahan sebagai berikut.

(1) Kelebihan

a) Meningkatkan minat, motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik.

b) Menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik.

c) Membantu peserta didik mentransfer pengetahuan peserta didik untuk memahami masalah dunia nyata.

d) Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

e) Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

f) Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

(2) Kelemahan

a) Memerlukan waktu yang panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.

b) Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.

Arends (2012:411) menguraikan tahapan-tahapan model PBL yang

(43)
[image:43.612.110.533.135.428.2]

Tabel 2.1 Tahapan Model PBL

2.5 Etnomatematika

Etnomatematika diperkenalkan oleh D’Ambrosio, seorang matematikawan

Brasil pada tahun 1977 (Wahyuni, et. al., 2013). Etnomatematika menurut D’Ambrisio berawalan “ethno” yang diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas

yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode

perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema” berarti menjelaskan,

mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean,

mengukur, mengklasifikasikan, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tics

berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik (Rosa & Orey, 2011:35). Langkah-langkah

Model PBL Kegiatan yang dilakukan guru

1. Orientasi peserta didik pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, dan memotivasi peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.

2. Mengorganisir peserta didik dalam belajar

Guru membagi peserta didik kedalam kelompok. Guru membantu peserta didik dalam mendefinisikan dan mengorganisir tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

3. Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok.

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4. Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model dan membantu mereka membagi tugas dengan temannya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

(44)

Sedangkan menurut istilah, D’Ambrisio (1985:45) menyatakan bahwa

etnomatematika adalah matematika yang dipraktekkan di antara kelompok

budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh,

anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas professional. Contohnya adalah

aktivitas membilang. Hartoyo (2012:16) mengemukakan bahwa :

membilang merupakan salah satu aktivitas yang sering dilakukan masyarakat, berkaitan dengan banyaknya sesuatu. Penyebutan bilangan oleh masyarakat sering menggunakan istilah yang berbeda di antara satu sub suku dengan sub suku lainnya, misalnya masyarakat Dayak Kanayath menyebut bilangan satu dengan sebutan asa’/sabiti’/sete; bilangan dua adalah duwa/duwabiti’/duaete’; bilangan tiga adalah talu/talubiti’/taluete’, sedangkan sub suku Dayak Sakapat menyebut bilangan satu dengan sebutan sutik; bilangan dua adalah Duaitik; bilangan tiga adalah tiga. Penyebutan seperti diatas tersebut digunakan masyarakat sub suku Dayak misalnya pada pembuatan kain tenun yang dilakukan ketika seorang penenun menghitung banyaknya bahan benang yang diperlukan untuk membuat kain tenun, banyaknya bahan benang disesuaikan dengan banyaknya kain yang ingin dihasilkan.

Selain itu tujuan adanya etnomatematika yang dikemukakan oleh D’Ambrisio (1985:46) adalah:

untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika yang dikembangkan dalam berbagai sektor masyarakat serta dengan mempertimbangkan cara yang berbeda dalam aktivitas masyarakat seperti cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan dan alat, bermain dan lainnya.

Pendapat lain tentang etnomatematika menurut Tandililing (2013)

menyatakan bahwa etnomatematika adalah antropologi budaya (cultural

(45)

Etnomatematika merupakan suatu jembatan antara budaya di suatu daerah

dengan pendidikan yang ada di sekolah.

Seorang pendidik selain memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik

pada pembelajaran matematika dengan adanya etnomatematika juga dapat

menanamkan nilai-nilai budaya kepada peserta didik agar lebih mengenal dan

melestarikan budaya lokal mereka, sehingga dengan adanya etnomatematika,

pendidik juga ikut berperan dalam pembentukan nilai dan karakter peserta didik,

salah satunya adalah karakter cinta budaya.

Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah yang terletak

disebelah utara Pulau Jawa. Budaya di Kota Semarang beraneka ragam, yang

dapat dilihat dari cagar budaya di Kota Semarang seperti Lawang Sewu,

Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong, Gedung Jiwasraya, Tugu Muda,

Museum Ronggowarsito, Masjid Agung Semarang, Goa Kreo dll. Tarian-tarian

tradisional di Semarang juga merupakan salah satu kebudayaan asli Kota

Semarang, seperti Tari Semarangan dan Tari Topeng. Jika dilihat dari makanan

khas tradisional di Kota Semarang seperti lumpia Semarang, ikan bandeng

presto, wingko babat, dll. Sedangkan untuk tradisi seni budaya di Kota

Semarang misalnya adalah tradisi Dugderan. Batik Semaragan juga merupakan

karya seni budaya Kota Semarang. Berikut ini disajikan gambar-gambar yang

(46)
[image:46.612.113.506.105.656.2]

Sumber: www.google.com

(47)

Penerapan etnomatematika dalam penelitian ini adalah pemberian masalah

pembelajaran model PBL yang bernuansa budaya lokal. Masalah matematika

yang diberikan merupakan masalah nyata yang dihubungkan dengan cagar

budaya lokal atau hasil budaya lokal yang ada di Kota Semarang seperti

pemecahan masalah matematika untuk menghitung keliling dan luas kain batik

semarangan.

Pemberian masalah bernuansa budaya lokal bertujuan supaya peserta didik

lebih termotivasi dan tidak jenuh pada saat pembelajaran. Permasalahan tersebut

diberikan pada awal pelajaran sesuai dengan tahapan model PBL yang pertama

yaitu mengorientasikan peserta didik pada masalah. Kemudian dibentuk

kelompok belajar yang terdiri 4-5 orang peserta didik dengan tujuan untuk

menyelesaikan tugas belajar yang diberikan oleh guru serta memecahkan

permasalahan yang ada dengan diskusi kelompok.

Pada saat diskusi kelompok yang terdiri dari beberapa kelompok belajar

untuk menyelesaikan tugas belajar penemuan konsep pada LKPD dan

pemecahan masalah bernuansa budaya lokal tersebut, peserta didik juga

dibimbing oleh guru jika peserta didik mengalami kesulitan, kemudian peserta

didik mempresentasikan hasil diskusi dengan perwakilan satu kelompok terkait

penemuan konsep pada LKPD dan pemecahan masalah yang ada pada lembar

(48)

2.6 Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang sesuai

pembelajaran disekolah. Pembelajaran diawali dengan guru menjelaskan materi

pelajaran namun juga disertai dengan tanya jawab dari peserta didik dan peserta

didik menggunakan bantuan LKPD, sehingga disamping peserta didik

mendengarkan penjelasan dari guru, peserta didik juga dibantu dengan adanya

LKPD untuk pemahaman konsep serta latihan soal pada akhir pelajaran.

2.7 Keterampilan Proses

Menurut Dimyati & Mudjiono (2002) keterampilan proses adalah wawasan

atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan

fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada

prinsipnya telah ada dalam diri pembelajar. Sedangkan menurut Lady, et. al.

(2012) keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar peserta didik

dengan mengembangkan keterampilan memproses pengetahuan, sehingga

peserta didik akan menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep

serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran.

Menurut Djamarah, sebagaimana dikutip oleh Lady, et. al. (2012)

menyatakan bahwa keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik untuk menyadari, memahami, dan menguasai

(49)

peserta didik. Sanderson & Kratochvil (1971:13) mengklasifikasikan

keterampilan proses menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses

terpadu, sebagai berikut.

(1) Keterampilan proses dasar a. Observing (mengamati)

b. Classifying (mengklasifikasikan) c. Using numbers (menghitung) d. Measuring (mengukur)

e. Using space/time relation-ships (menemukan hubungan) f. Communicating (mengkomunikasikan)

g. Predicting (memprediksi/menduga) h. Inferring (menyimpulkan)

(2) Keterampilan proses terpadu

a. Defining operationally (pendefinisian variabel secara operasional) b. Formulating hypothesis (perumusan hipotesis)

c. Interpreting data (Interpretasi data)

d. Controlling variables (pengontroling variabel) e. Experimenting (merancang eksperimen)

Dalam penelitian ini keterampilan proses dasar yang diukur adalah

keterampilan proses pada kelas dengan model PBL berbasis etnomatematika dan

menggunakan indikator keterampilan proses dasar dengan aspek penilaian

sebagai berikut.

a. Menyebutkan atau menuliskan kembali apa yang diketahui berdasarkan

pengamatan dalam soal/masalah.

b. Menyebutkan atau menuliskan kembali apa yang ditanyakan berdasarkan

pengamatan dalam soal/masalah.

c. Membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai dengan pengamatan dalam

(50)

d. Berdiskusi dengan teman dalam pemecahan masalah

e. Menerapkan rumus mana yang diduga digunakan dalam pemecahan masalah.

f. Mengutarakan strategi pemecahan masalah dalam kelompok

g. Menghubungkan konsep yang ditemukan untuk pemecahan masalah

h. Menghitung untuk pemecahan masalah

i. Memecahkan masalah yang ada dalam kelompok

j. Menjelaskan pertanyaan dari teman (dalam kelompok)

k. Menyimpulkan apa yang diperoleh dari pemecahan masalah saat diskusi

kelompok.

l. Memperkirakan cara lain untuk pemecahan masalah dalam diskusi kelompok.

m. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

2.8 Kemampuan Pemecahan Masalah

Karatas & Baki (2013:249) menyatakan bahwa “Problem solving is

recognized as an important life skill involving a range of processes including

analyzing, intrepeting, reasoning, predicting, evaluating and reflecting”. Menurut Baykul, sebagaimana dikutip oleh Aydoğdu (2014:54) menyatakan

bahwa “Problem is a work, in which an individual who is facing it feel the need

for solving or want to solve it, s/he does not have a way how to solve it and s/he

(51)

diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, sehingga ciri

dari tes atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan

dalam materi tugas atau soal; (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan

menggunakan prosedur rutin; dan (3) prosedur menyelesaikan masalah belum

diketahui penjawab. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui

bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses menerapkan pengetahuan

untuk memecahkan masalah yang dapat berupa hambatan, kesulitan, tantangan,

atau situasi yang membutuhkan suatu perencanaan atau strategi pemecahan

terlebih dahulu untuk mendapat solusi dari masalah tersebut.

Menurut Nyimas, et. al. (2008) soal-soal matematika dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal

latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas.

Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk

melatih peserta didik menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas.

Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan

pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan

prosedur yang dipelajari di kelas. Berdasarkan pendapat tersebut, soal nonrutin

dalah suatu soal dengan situasi baru yang belum pernah diperoleh peserta didik

sebelumnya. Dengan adanya situasi baru tersebut, peserta didik akan

menerapkan konsep yang telah dimilikinya untuk memperoleh jawaban dari soal

tersebut, namun jawaban yang diperoleh tidak langsung dapat diperoleh.

(52)

untuk menerapkan berbagai konsep matematika yang telah dimiliki sebelumnya

dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menggunakan

berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah

dalam kehidupan sehari-hari yang diberikan oleh guru.

Suatu situasi dikatakan suatu masalah jika situasi tersebut tidak dapat

langsung ditemui pemecahannya tetapi dengan menggunakan langkah atau

strategi untuk pemecahan masalah terlebih dahulu. Sehingga, jika peserta didik

diberikan suatu soal matematika dan peserta didik dapat langsung mengetahui

jawaban yang benar tanpa menggunakan langkah atau strategi untuk

memperoleh jawaban, maka soal tersebut bukan merupakan suatu masalah.

Berdasarkan Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

bahwa kemampuan untuk memecahkan masalah meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh (BSNP, 2006:139). Sedangkan menurut

NCTM (2000:52) dalam pemecahan masalah matematika harus memungkinkan

semua peserta didik untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui

pemecahan masalah; menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika

dan dalam bidang lain; menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi

yang tepat untuk memecahkan masalah; serta mengamati dan mengembangkan

proses pemecahan masalah matematika.

Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Peraturan Dirjen

(53)

(1) mampu menunjukkan pemahaman masalah;

(2) mampu mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah;

(3) mampu menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk;

(4) mampu memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat;

(5) mampu mengembangkan strategi pemecahan masalah;

(6) mampu membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah; dan

(7) mampu menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

Peran guru sangat penting dalam pembelajaran pemecahan masalah.

Keberhasilan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika didukung

oleh kemampuan guru dalam mengajarkan dan menerapkan model pembelajaran

yang cocok untuk mengajarkan pemecahan masalah. Selain hal tersebut, dalam

memecahkan masalah juga dibutuhkan suatu usaha untuk mencari jalan keluar

atau suatu jawaban dari permasalahan. Dimana jawaban yang diperoleh harus

memperhatikan langkah-langkah penyelesaiannya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Nasution (2009:171) yaitu sebagai berikut:

cara terbaik untuk membantu siswa memecahkan masalah adalah memecahkan masalah langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu, tanpa merumuskan aturan itu secara verbal, yakni dengan menggunakan contoh, gambar-gambar, dan sebagainya, sehingga siswa dibantu dan dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan masalah itu.

Menurut Polya (1973:6-19) ada empat langkah yang harus dilakukan untuk

memecahkan suatu masalah. Adapun keempat langkah tersebut adalah sebagai

berikut:

(54)

a) Apakah yang tidak diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau bagaimana keterangan soal.

b) Apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan.

c) Apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan.

d) Buatlah gambar atau tulisan notasi yang sesuai.

(2) Devising a plan (merencanakan pemecahan masalah), langkah-langkah ini meliputi:

a) Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya, pernahkah ada soal yang serupa dalam bentuk lain.

b) Rumus mana yang akan digunakan dalam masalah ini. c) Perhatikan apa yang ditanyakan.

d) Dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan disini.

(3) Carrying out the plan (melaksanakan pemecahan masalah), langkah ini menekankan ada pelaksanaan rencana penyelesaian yaitu meliputi: a) Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum

b) Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar. c) Melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat.

(4) Looking back (melihat kembali hasil yang diperoleh), bagian terakhir dari langkah Polya menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, langkah ini terdiri dari:

a) Dapat diperiksa sanggahannya.

b) Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain. c) Perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik d) Menuliskan jawaban dengan lebih baik.

Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah yang diukur adalah

kemampuan menyelesaikan masalah yang menggunakan langkah-langkah

pemecahan masalah menurut Polya. Dengan menggunakan langkah-langkah

Polya diharapkan peserta didik dapat lebih runtut dan terstruktur dalam

memecahkan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah dalam

penelitian ini merupakan hasil belajar pada aspek kemampuan pemecahan

(55)

diberikan tes pada akhir pembelajaran. Peserta didik dikatakan mampu

memecahkan masalah jika nilai peserta didik pada tes kemampuan pemecahan

masalah dapat mencapai KKM individual yang telah ditentukan.

Berdasarkan hal tersebut, maka ditentukan indikator kemampuan

pemecahan masalah peserta didik pada Tabel 2.2 untuk sub materi persegi

panjang dan persegi yang akan diukur pada penelitian ini dengan mengacu pada

[image:55.612.125.515.305.646.2]

langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya.

Tabel 2.2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Langkah-langkah

pemecahan masalah menurut Polya

Indikator kemampuan pemecahan masalah untuk sub materi pokok persegi

panjang dan persegi 1. Understanding the

problem (Memahami masalah)

1. Peserta didik dapat menuliskan kembali keterangan yang diberikan atau yang diketahui di dalam soal berkaitan dengan bangun persegi panjang dan persegi serta dapat membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai

2. Peserta didik dapat menuliskan kembali apa yang ditanyakan di dalam soal

2. Devising a plan

(merencanakan pemecahan masalah)

1. Peserta didik dapat menuliskan rumus mana yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah untuk menemukan keliling serta luas persegi panjang dan persegi

3. Carying out the plan

(melaksanakan pemecahan masalah)

1. Peserta didik dapat melaksanakan perhitungan sesuai rencana atau rumus untuk menemukan hasil keliling serta luas persegi panjang dan persegi

4. Looking back (melihat kembali hasil yang diperoleh)

1. Peserta didik dapat menuliskan kembali jawaban dari permasalahan dengan lebih baik

Berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah untuk sub

(56)

masalah Polya, berikut disajikan contoh masalah dan langkah pemecahan

masalahnya menurut Polya.

Masalah 1

Sumber : www.google.com

Bu Nita membeli kain batik semarangan bermotif tugu muda seperti

gambar di atas untuk dijadikan gorden dari jendela rumahnya.

Panjang kain yang dibeli Bu Nita adalah 1,5 meter dan lebarnya

sepertiga dari panjangnya. Sebelum menjahitnya menjadi gorden, Bu

Nita ingin menambahkan pita kain berwarna hijau disekeliling kain

batiknya agar gorden terlihat lebih indah. Maka berapa panjang pita

kain yang diperlukan Bu Nita ?

Langkah pemecahan masalah menurut Polya:

(1) Memahami masalah

Diketahui :

Misalkan p = panjang kain batik

l = lebar kain batik

Maka p = 1,5 meter

[image:56.612.200.452.167.288.2]

l = meter

(57)

Ditanyakan : Berapakah panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita?

(2) Merencanakan pemecahan masalah

Jawab :

Panjang pita kain untuk sekeliling kain batik = keliling kain batik

Keliling kain batik = 2 × (p + l)

(3) Melaksanakan pemecahan masalah

Panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita = Keliling kain batik

Keliling kain batik

(4) Melihat kembali hasil yang diperoleh

Jadi pita kain yang diperlukan Bu Nita adalah 4 meter.

Masalah 2

Sumber : www.google.com p = 1,5 meter

[image:57.612.181.403.509.634.2]

l = 0,5 meter

(58)

Suatu hari, Annisa dan Ibunya berkunjung ke Museum Nyonya

Meneer Semarang. Dia melihat aneka ragam foto-foto yang di

pajang dalam bingkai di museum seperti pada gambar di atas.

Setelah pulang, Annisa tertarik untuk memajang foto dirinya

yang dibingkai pula di dinding kamarnya. Jika Panjang foto

Annisa berukuran 30 cm dengan lebar 20 cm. Maka berapakah

panjang dan lebar dari bingkai foto yang harus dibuat Annisa,

jika masing-masing diberi jarak pada lebar dan panjang foto ke

bingkai sebesar 3 cm dan gambarkan pula sketsanya!

Langkah pemecahan masalah menurut Polya:

(1) Memahami masalah

Diketahui :

Misalkan p = panjang foto Annisa

l = lebar foto Annisa

Maka p = 30 cm

l = 20 cm

Jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm

Ditanyakan : Gambar sketsa dan berapakah panjang dan lebar dari

bingkai foto yang harus dibuat Annisa, jika masing-masing diberi jarak

(59)

(2) Merencanakan pemecahan masalah

Jawab :

Panjang bingkai foto = panjang foto + 5

= p

Gambar

Gambar 1.1 Petikan hasil jawaban
Tabel 2.1 Tahapan Model PBL
Gambar 2.1 Keanekaragaman Budaya di Semarang
Tabel 2.2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai

The thesis is meant to question or to argue against the Chinese stereotypesof women using the contribution of the major female character in Buck’s selected novels The Good Earth,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pola Pendidikan Keluarga Miskin Pada Remaja Putus Sekolah Di Desa Lalosingi Kecamatan Wolasi Kabupaten Konawe Selatan

Penelitian mengenai aplikasi perpustakaan berbasis web dan android ini pernah dilakukan oleh Aprisal Ramada tentang “Aplikasi Perpustakaan Untuk Siswa SMAN 2

Mulai dari produk awal Yamaha Vixion yaitu Yamaha Vixion generasi pertama yang didatangkan oleh PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing hingga Yamaha Vixion

KEEMPAT : Biaya yang dikeluarkan akibat ditetapkannya Keputusan mi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2014

Hal ini disebabkan, teknik yang digunakan pada pembuatan polimer emulsi etil akrilat pada penelitian ini adalah semikontinu dengan feeding 5 jam, inisiator dan monomer

Bank Indonesia (BI) mencatat, selama tahun 2011 lalu, banyak kasus sengketa antara bank dengan nasabah di bidang sistem pembayaran, paling banyak didominasi oleh