TINJAUAN PUSTAKA
2.7 Keterampilan Proses
Menurut Dimyati & Mudjiono (2002) keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri pembelajar. Sedangkan menurut Lady, et. al.
(2012) keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar peserta didik dengan mengembangkan keterampilan memproses pengetahuan, sehingga peserta didik akan menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran.
Menurut Djamarah, sebagaimana dikutip oleh Lady, et. al. (2012) menyatakan bahwa keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyadari, memahami, dan menguasai rangkaian bentuk kegiatan yang berhubungan dengan hasil belajar yang dicapai
peserta didik. Sanderson & Kratochvil (1971:13) mengklasifikasikan keterampilan proses menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu, sebagai berikut.
(1) Keterampilan proses dasar a. Observing (mengamati)
b. Classifying (mengklasifikasikan) c. Using numbers (menghitung) d. Measuring (mengukur)
e. Using space/time relation-ships (menemukan hubungan) f. Communicating (mengkomunikasikan)
g. Predicting (memprediksi/menduga) h. Inferring (menyimpulkan)
(2) Keterampilan proses terpadu
a. Defining operationally (pendefinisian variabel secara operasional) b. Formulating hypothesis (perumusan hipotesis)
c. Interpreting data (Interpretasi data)
d. Controlling variables (pengontroling variabel) e. Experimenting (merancang eksperimen)
Dalam penelitian ini keterampilan proses dasar yang diukur adalah keterampilan proses pada kelas dengan model PBL berbasis etnomatematika dan menggunakan indikator keterampilan proses dasar dengan aspek penilaian sebagai berikut.
a. Menyebutkan atau menuliskan kembali apa yang diketahui berdasarkan pengamatan dalam soal/masalah.
b. Menyebutkan atau menuliskan kembali apa yang ditanyakan berdasarkan pengamatan dalam soal/masalah.
c. Membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai dengan pengamatan dalam soal/masalah.
d. Berdiskusi dengan teman dalam pemecahan masalah
e. Menerapkan rumus mana yang diduga digunakan dalam pemecahan masalah. f. Mengutarakan strategi pemecahan masalah dalam kelompok
g. Menghubungkan konsep yang ditemukan untuk pemecahan masalah h. Menghitung untuk pemecahan masalah
i. Memecahkan masalah yang ada dalam kelompok j. Menjelaskan pertanyaan dari teman (dalam kelompok)
k. Menyimpulkan apa yang diperoleh dari pemecahan masalah saat diskusi kelompok.
l. Memperkirakan cara lain untuk pemecahan masalah dalam diskusi kelompok. m. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
2.8 Kemampuan Pemecahan Masalah
Karatas & Baki (2013:249) menyatakan bahwa “Problem solving is recognized as an important life skill involving a range of processes including
analyzing, intrepeting, reasoning, predicting, evaluating and reflecting”. Menurut Baykul, sebagaimana dikutip oleh Aydoğdu (2014:54) menyatakan bahwa “Problem is a work, in which an individual who is facing it feel the need for solving or want to solve it, s/he does not have a way how to solve it and s/he
tries to solve it”. Sedangkan menurut Wardhani (2010:22) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, sehingga ciri dari tes atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal; (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin; dan (3) prosedur menyelesaikan masalah belum diketahui penjawab. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang dapat berupa hambatan, kesulitan, tantangan, atau situasi yang membutuhkan suatu perencanaan atau strategi pemecahan terlebih dahulu untuk mendapat solusi dari masalah tersebut.
Menurut Nyimas, et. al. (2008) soal-soal matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih peserta didik menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas. Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Berdasarkan pendapat tersebut, soal nonrutin dalah suatu soal dengan situasi baru yang belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya. Dengan adanya situasi baru tersebut, peserta didik akan menerapkan konsep yang telah dimilikinya untuk memperoleh jawaban dari soal tersebut, namun jawaban yang diperoleh tidak langsung dapat diperoleh. Memberikan soal-soal nonrutin kepada peserta didik berarti melatih mereka
untuk menerapkan berbagai konsep matematika yang telah dimiliki sebelumnya dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang diberikan oleh guru.
Suatu situasi dikatakan suatu masalah jika situasi tersebut tidak dapat langsung ditemui pemecahannya tetapi dengan menggunakan langkah atau strategi untuk pemecahan masalah terlebih dahulu. Sehingga, jika peserta didik diberikan suatu soal matematika dan peserta didik dapat langsung mengetahui jawaban yang benar tanpa menggunakan langkah atau strategi untuk memperoleh jawaban, maka soal tersebut bukan merupakan suatu masalah.
Berdasarkan Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa kemampuan untuk memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (BSNP, 2006:139). Sedangkan menurut NCTM (2000:52) dalam pemecahan masalah matematika harus memungkinkan semua peserta didik untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika dan dalam bidang lain; menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi yang tepat untuk memecahkan masalah; serta mengamati dan mengembangkan proses pemecahan masalah matematika.
Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen dalam Wardhani (2010:22) adalah sebagai berikut:
(1) mampu menunjukkan pemahaman masalah;
(2) mampu mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah;
(3) mampu menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk;
(4) mampu memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat;
(5) mampu mengembangkan strategi pemecahan masalah;
(6) mampu membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah; dan
(7) mampu menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Peran guru sangat penting dalam pembelajaran pemecahan masalah. Keberhasilan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika didukung oleh kemampuan guru dalam mengajarkan dan menerapkan model pembelajaran yang cocok untuk mengajarkan pemecahan masalah. Selain hal tersebut, dalam memecahkan masalah juga dibutuhkan suatu usaha untuk mencari jalan keluar atau suatu jawaban dari permasalahan. Dimana jawaban yang diperoleh harus memperhatikan langkah-langkah penyelesaiannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (2009:171) yaitu sebagai berikut:
cara terbaik untuk membantu siswa memecahkan masalah adalah memecahkan masalah langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu, tanpa merumuskan aturan itu secara verbal, yakni dengan menggunakan contoh, gambar-gambar, dan sebagainya, sehingga siswa dibantu dan dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan masalah itu.
Menurut Polya (1973:6-19) ada empat langkah yang harus dilakukan untuk memecahkan suatu masalah. Adapun keempat langkah tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Understanding the problem (memahami masalah), langkah ini meliputi:
a) Apakah yang tidak diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau bagaimana keterangan soal.
b) Apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan.
c) Apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan.
d) Buatlah gambar atau tulisan notasi yang sesuai.
(2) Devising a plan (merencanakan pemecahan masalah), langkah-langkah ini meliputi:
a) Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya, pernahkah ada soal yang serupa dalam bentuk lain.
b) Rumus mana yang akan digunakan dalam masalah ini. c) Perhatikan apa yang ditanyakan.
d) Dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan disini.
(3) Carrying out the plan (melaksanakan pemecahan masalah), langkah ini menekankan ada pelaksanaan rencana penyelesaian yaitu meliputi: a) Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum
b) Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar. c) Melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat.
(4) Looking back (melihat kembali hasil yang diperoleh), bagian terakhir dari langkah Polya menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, langkah ini terdiri dari:
a) Dapat diperiksa sanggahannya.
b) Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain. c) Perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik d) Menuliskan jawaban dengan lebih baik.
Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah yang diukur adalah kemampuan menyelesaikan masalah yang menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Dengan menggunakan langkah-langkah Polya diharapkan peserta didik dapat lebih runtut dan terstruktur dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini merupakan hasil belajar pada aspek kemampuan pemecahan masalah pada sub materi persegi panjang dan persegi setelah peserta didik
diberikan tes pada akhir pembelajaran. Peserta didik dikatakan mampu memecahkan masalah jika nilai peserta didik pada tes kemampuan pemecahan masalah dapat mencapai KKM individual yang telah ditentukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka ditentukan indikator kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada Tabel 2.2 untuk sub materi persegi panjang dan persegi yang akan diukur pada penelitian ini dengan mengacu pada langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya.
Tabel 2.2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Langkah-langkah
pemecahan masalah menurut Polya
Indikator kemampuan pemecahan masalah untuk sub materi pokok persegi
panjang dan persegi 1. Understanding the
problem (Memahami masalah)
1. Peserta didik dapat menuliskan kembali keterangan yang diberikan atau yang diketahui di dalam soal berkaitan dengan bangun persegi panjang dan persegi serta dapat membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai
2. Peserta didik dapat menuliskan kembali apa yang ditanyakan di dalam soal
2. Devising a plan
(merencanakan pemecahan masalah)
1. Peserta didik dapat menuliskan rumus mana yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah untuk menemukan keliling serta luas persegi panjang dan persegi
3. Carying out the plan
(melaksanakan pemecahan masalah)
1. Peserta didik dapat melaksanakan perhitungan sesuai rencana atau rumus untuk menemukan hasil keliling serta luas persegi panjang dan persegi
4. Looking back (melihat kembali hasil yang diperoleh)
1. Peserta didik dapat menuliskan kembali jawaban dari permasalahan dengan lebih baik
Berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah untuk sub materi pokok persegi panjang dan persegi dengan langkah–langkah pemecahan
masalah Polya, berikut disajikan contoh masalah dan langkah pemecahan masalahnya menurut Polya.
Masalah 1
Sumber : www.google.com
Bu Nita membeli kain batik semarangan bermotif tugu muda seperti gambar di atas untuk dijadikan gorden dari jendela rumahnya. Panjang kain yang dibeli Bu Nita adalah 1,5 meter dan lebarnya sepertiga dari panjangnya. Sebelum menjahitnya menjadi gorden, Bu Nita ingin menambahkan pita kain berwarna hijau disekeliling kain batiknya agar gorden terlihat lebih indah. Maka berapa panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita ?
Langkah pemecahan masalah menurut Polya:
(1) Memahami masalah
Diketahui :
Misalkan p = panjang kain batik l = lebar kain batik Maka p = 1,5 meter
l = meter
Ditanyakan : Berapakah panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita? (2) Merencanakan pemecahan masalah
Jawab :
Panjang pita kain untuk sekeliling kain batik = keliling kain batik Keliling kain batik = 2 × (p + l)
(3) Melaksanakan pemecahan masalah
Panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita = Keliling kain batik Keliling kain batik
(4) Melihat kembali hasil yang diperoleh
Jadi pita kain yang diperlukan Bu Nita adalah 4 meter. Masalah 2
Sumber : www.google.com p = 1,5 meter
l = 0,5 meter
Suatu hari, Annisa dan Ibunya berkunjung ke Museum Nyonya Meneer Semarang. Dia melihat aneka ragam foto-foto yang di pajang dalam bingkai di museum seperti pada gambar di atas. Setelah pulang, Annisa tertarik untuk memajang foto dirinya yang dibingkai pula di dinding kamarnya. Jika Panjang foto Annisa berukuran 30 cm dengan lebar 20 cm. Maka berapakah panjang dan lebar dari bingkai foto yang harus dibuat Annisa, jika masing-masing diberi jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm dan gambarkan pula sketsanya!
Langkah pemecahan masalah menurut Polya:
(1) Memahami masalah
Diketahui :
Misalkan p = panjang foto Annisa l = lebar foto Annisa Maka p = 30 cm
l = 20 cm
Jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm
Ditanyakan : Gambar sketsa dan berapakah panjang dan lebar dari bingkai foto yang harus dibuat Annisa, jika masing-masing diberi jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm?
(2) Merencanakan pemecahan masalah
Jawab :
Panjang bingkai foto = panjang foto + 5 = p + 5
Lebar bingkai foto = lebar foto + 5 = l + 5
(3) Melaksanakan pemecahan masalah
Panjang bingkai foto = panjang foto + 5 = p + 5
= 30 + 5 = 35
Lebar bingkai foto = lebar foto + 5 = l + 5 = 20 + 5 = 25 l = 20 cm p = 30 cm 5 cm 5 cm
(4) Melihat kembali hasil yang diperoleh
Jadi panjang dan lebar dari bingkai foto yang harus dibuat Annisa, jika masing-masing diberi jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm adalah sebagai berikut:
Panjang bingkai adalah 35 cm dan lebar bingkai adalah 25 cm.