• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa dan Eksperimen Kolom Kayu Ganda Terhadap Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa dan Eksperimen Kolom Kayu Ganda Terhadap Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

151 Gambar 1. Sampel Pengujian Kuat Tekan

(2)

152 Gambar 3. Sampel Pengujian Kadar Air

(3)
(4)

154 Gambar 6.Alat Hydraulic Jack

(5)

155 Gambar 8. Kolom Ganda I, II & III

(6)

156 Gambar 10. Kondisi Kritis Kolom Ganda

(7)

148

DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin, Ali. 2005. Dasar-Dasar Perencanaan Sambungan Kayu. Yogyakarta: Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada.

Awaluddin, Ali dkk. 2005. Konstruksi Kayu. Yogyakarta: Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada.

Badan Standar Nasional. 2002. RSNI3 Revisi PKKI NI – 5. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia. Bandung.

Bangun, William Arthur. 2013. Analisa dan Eksperimental Tekuk Kolom Ganda Konstruksi Kayu Panggoh dengan Klos dan Sambungan Baut (Skripsi). Medan: Fakultas Teknik USU.

Danasasmita, E. Kosasih. -. Struktur Kayu I. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Daryanto, Drs. 1994. Pengetahuan Teknik Bangunan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Den Hartog, J. P. 1949. Strength of Materials. USA: McGraw-Hill Book Company.

Frick, Heinz. 1980. Ilmu Konstruksi Bangunan 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Frick, Heinz dan Moediartianto. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

(8)

149 Iswanto, Apri Heri. 2008. Sifat Fisis Kayu: Berat Jenis dan Kadar Air pada

Beberapa Jenis Kayu (Karya Tulis). Medan: Fakultas Pertanian USU.

Ramdhan, Muchamad. 2008. Kajian Perencanaan Kuda-Kuda Balok Monolit dan Kayu Lapis (Skripsi). Bandung: ITB.

Saputra, Ihsanuddin. 2013. Analisa dan Eksperimental Perilaku Tekuk Kolom Ganda Kayu Panggoh dengan Sambungan Baut (Skripsi). Medan: Fakultas Teknik USU.

Sadiyo, Sucahyo. 2011. Analisis Sasaran Batas Proporsional dan Maksimum Sambungan Geser Ganda Batang Kayu dengan Paku Majemuk Berpelat

Sisi Baja Akibat Beban Uni-Aksial Tekan.Jurnal Teknik Sipil Vol. 18 No. 2 Hal.127-136.

Suhardi, Mudji dkk.2011. Pengaruh Jarak Antara Elemen Batang Tekan Ganda terhadap Kuat Tekan.Jurnal Fakultas Teknik Universitas Janabrada Yogyakarta Vol. 7 No. 1 Hal.2-17.

(9)

76

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Persiapan dan Pelaksanaan Pengujian 3.1.1. Persiapan Pengujian

Persiapan pengujian dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan benda uji. Tahapan selanjutnya yaitu dilakukan pengujian physical properties, mechanical properties dan pengujian tekuk kolom kayu berspasi. Fungsi dari dilakukannya physical properties dan mechanical properties adalah untuk mendapatkan nilai karakteristik yang diperlukan sebagai acuan.

3.1.2. Pelaksanaan Pengujian

Material kayu yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu diuji untuk mengetahui kelayakannya sebagai bahan bangunan. Percobaan ini dilakukan dengan pengujian Physical Properties dan Mechanical Properties.Pelaksanaan pengujian yang dilakukan ialah sebagai berikut.

3.1.2.1. Pemeriksaan Kadar Air

(10)

77

Gambar 3.1. Sampel Pemeriksaan Kadar Air

Masing-masing berat benda uji sampel ditimbang dan dicatat sebagai berat awal. Penimbangan dilakukan setiap hari. Pengeringan bahan dilakukan berdasarkan kering udara yaitu bahan dibiarkan dalam ruangan dengan suhu kamar, terlindung dari pengaruh cuaca seperti panas dan lembab sehingga benda uji menunjukkan berat yang stabil atau disebut juga dengan berat kering udara. Persentase angka kadar air adalah:

... (3.1)

Dimana:

m = kadar air (m%)

Wg = berat kayu basah (gr)

Wd = berat kayu kering-oven (gr)

3.1.2.2. Pemeriksaan Berat Jenis

(11)

78

Gambar 3.2. Sampel Pemeriksaan Berat Jenis

Sampel ditimbang dan dicatat beratnya. Perhitungan akhir berat jenis sampel dengan mengambil rata-ratanya, dan perbedaan antara berat jenis tertinggi tidak boleh lebih dari 100 % berat yang terendah. Untuk mencari berat jenis kayu digunakan rumus sebagai berikut.

... (3.2)

Dimana:

Gm = berat jenis pada kadar air m% ρ = kerapatan kayu (kg/m3)

m = kadar air (%)

3.1.2.3. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat

(12)

79

sampel kering udara dengan kadar air ± 15 %, berukuran 2 cm x 2 cm x 6 cm sebanyak 6 (enam) sampel dengan arah sejajar serat.

Gambar 3.3. Sampel Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat

Sampel yang telah tersedia dimasukkan kedalam mesin tekan. Sisi ujung bagian atas dan bawahnya berada pada mesin penekan. Penekanan dilakukan secara perlahan dengan kecepatan sekitar 0,01 mm/detik. Pengujian dihentikan apabila jarum pembacaan dial berhenti dan menunjukkan angka yang tetap, yaitu pada saat keruntuhan pada sampel terjadi.

Besar nilai pembacaan akhir dicatat sebagai beban tekan (nilai P). Kekuatan tekan kayu pada arah sejajar serat dihitung dengan menggunakan rumus:

⁄ ... (3.3) Dimana:

tk // = tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2)

P = beban tekan maksimum (kg)

(13)

80

3.1.2.4. Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat

Pengujian kuat tarik sejajar serat menggunakan mesin tarik, Universal Testing Machine dengan merek Tarno Grocki. Pengujian dilakukan dengan menarik sampel dengan arah sejajar serat, sampai sampel patah. Sampel yang diuji sebanyak 3 sampel dengan ukuran 18 cm x 0,82 cm x 0,715 cm.

Gambar 3.4. Sampel Kuat Tarik Sejajar Serat

Sampel dijepit secara vertikal pada mesin, kemudian ditarik secara perlahan dengan skala 20 kN. Pembacaan dial diberhentikan sampai benda uji terputus atau saat terjadi keruntuhan sampel. Besar nilai pembacaan terakhir, dicatat sebagai beban tarik. Kekuatan tarik kayu sejajar arah serat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

... (3.4)

Dimana:

tr // = tegangan tarik sejajar serat (kg/cm2)

Pmax = beban tarik maksimum (kg)

(14)

81

3.1.2.5. Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas

Pengujian kuat lentur dilakukan dengan pemberian gaya transversal statis pada sampel kayu untuk memperoleh tegangan lentur kayu pada saat penurunan yang diizinkan tercapai. Sampel yang diuji sebanyak 3 (tiga) sampel dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 30cm dan arah serat sejajar dengan arah memanjang sampel.

Gambar 3.5. Sampel Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas

Sampel dengan panjang 30 cm diletakkan pada dua perletakan sendi-sendi dan diberi gaya (P) terpusat secara bertahap pada bagian tengah bentang. Pada saat pembebanan dilakukan maka besar gaya yang diberikan sudah langsung terbaca pada dial besar dengan skala 20 kN. Setiap penambahan beban yang diberikan nilai penurunan (f) dicatat sampai pada kondisi sampel patah. Dari parameter diatas maka nilai penurunan dan elastisitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

... (3.5)

... (3.6)

Dimana:

E = elastisitas sampel (kg/cm3) = tegangan lentur (kg/cm2)

(15)

82 f = penurunan yang terjadi (cm)

P = beban yang diberikan (kN)

L = panjang sampel (cm)

I = momen inersia sampel (cm4)

3.1.2.6. Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat

Pengujian kuat geser sejajar serat digunakan untuk mengetahui kuat kayu terhadap gaya yang berusaha menggeser satu bagian dari kayu sepanjang suatu bidang yang sumbunya sejajar serat. Sampel yang digunakan dalam pengujian berukuran 5 cm x 5 cm x 6,5 cm sebanyak 3 (tiga) sampel.

Gambar 3.6. Kuat Geser Sejajar Serat

Sampel tersebut di uji dengan menggunakan alat uji geser dimana pada salah satu bagian dari sampel akan diberi beban sejajar arah serat sehingga nilai geser pada sampel akan terlihat pada dial. Pembacaan dial diberhentikan sampai benda uji terputus atau saat terjadi keruntuhan sampel. Nilai pembacaan terakhir dicatat lalu diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(16)

83

Dimana:

fs // = kuat geser (kg/cm2) P = beban maksimum (kg) b = lebar sampel (cm) h = tinggi sampel (cm)

3.2. Rangka Dudukan Benda Uji

(17)

84

3.3. Alat Pembebanan Gaya Tekan

Pembebanan gaya tekan yang diberikan kepada benda uji, dihasilkan oleh sebuah hydraulic hand pump (dongkrak hidrolik) dilengkapi dengan proving ring. Fungsi dari proving ring sebagai penunjuk besar gaya yang dihasilkan oleh

hydraulic hand pump yang mempunyai kapasitas pembebanan sampai 25 ton.

3.4.Alat Pengukur

Alat pengukur yang digunakan untuk mengetahui besar gaya yang terjadi pada kolom ganda, antara lain:

a. Proving Ring

Alat ukur ini berfungsi untuk menunjukkan gaya pembebanan yang dihasilkan oleh dongkrak hidrolik dengan kapasitas maksimum pembebanan 25 ton.

b. Penggaris (Mistar)

(18)

85

3.5. Proses Pengujian Benda Uji

Pengujian benda uji menggunakan perencanaan kolom persegi yang digandakan dengan penambahan klos. Alasan pemilihan kolom persegi karena kolom tersebut dapat ditentukan sumbu lemahnya sehingga dapat diperkirakan arah tekuknya.

Gambar 3.7. Penampang Kolom Persegi Berspasidengan Arah Tekuk yang Dikehendaki pada Sumbu Bebas Bahan

(19)

86

Dimensi benda uji berpedoman pada peraturan-peraturan kayu sepertiPKKI NI – 52002 yang mengacu pada teori Euler dan berdasarkan batas kemampuan benda uji, dimana dalam pengujian ini dimensi benda untuk satu kayu berukuran lebar (b) 2,5 cm dan panjang (h) 5 cm. Benda uji memiliki 3 (tiga) variasi klos, seperti pada gambar di bawah ini.

(20)

87

Terdapat dua hal utama yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengujian tekuk kolom, antara lain:

1. Kolom harus lurus, agar beban yang bekerja berada tepat pada garis tengah batang yang lurus.

2. Beban harus tepat berada titik berat penampang kolom.

Kedua hal diatas perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan momen akibat adanya eksentrisitas.

Adapun langkah-langkah pengerjaan dalam pengujian benda uji yang ditempuh, antara lain:

1. Langkah pertama, penempatan benda uji pada dudukan diatur sesuai dengan panjang kolom sehingga posisi benda uji simetris dan tegak lurus.

2. Untuk kolom ganda I diletakkan dengan posisi dimana bagian panjang kayu (h) berada pada bagian horizontal sehingga arah tekuk yang dikehendaki akanmengarah pada bagian sumbu bahannya; guli-guli besi diletakkan pada bagian atas dudukan benda uji untuk menjaga tidak terjadi deformasi pada bagian sumbu bebas bahan.

3. Untuk kolom ganda I dan II diletakkan dengan posisi bagian lebar kayu (b) yang berada pada bagian horizontal sehingga arah tekuk yang dikehendaki akan mengarah pada bagian sumbu bebas bahan; guli-guli besi diletakkan pada bagian atas dudukan benda uji untuk menjaga agar tidak terjadi deformasi pada bagian sumbu bahan (sumbu x).

(21)

88

5. Penambahan pelat diberikan pada salah satu perletakkan untuk mengurangi jarak antara jack dengan salah satu tumpuan dan menjaga agar tidak terjadinya lendutan pada salah satu perletakkan sendi yang statis maupun terjadinya torsi. Perletakan kolom adalah sendi-sendi.

6. Mistar ditempatkan pada tengah bentang untuk mengetahui besar deformasi yang terjadi pada kolom.

7. Setelah pemasangan selesai, pengujian dilakukan dengan memberikan pembebanan 250 kg secara bertahap. Selama pemberian beban, dilakukan pengamatan tanda-tanda yang terjadi pada kolom, pembacaan alat pengukur, dan pencatatan data.

8. Dalam pengamatan dan pencatatan data yang sangat diperhatikan adalah dalam mencari beban elastis, kritis, dan ultimate/patah.

9. Pemberian beban dihentikan apabila kolom sudah mendapatkan beban ultimate/patah.

(22)

89

BAB IV

ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties Kayu

4.1.1.1. Hasil Pengujian Kadar Air

Pemeriksaan kadar air kayu memakai 6 buah sampel yang diambil secara acak.Penelitian ini dilakukan hingga sampel mencapai kondisi kering udara (kadar air 15 %), yaitu pada saat berat sampel menunjukkan angka yang tetap dan tidak berubah lagi. Hasil penelitian kadar air tersebut dapat dilihat pada Tabel Hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kadar Air

Keterangan:

Wg = Berat sampel mula-mula Wd = Berat sampel kering

Kadar air kayu (m%) =

Sampel Berat Wg (gr) Berat Wd (gr) Kadar Air (%)

1 76 61 24.59016393

2 79 63 25.3968254

3 78 62 25.80645161

4 80 65 23.07692308

5 76 61 24.59016393

6 77 62 24.19354839

(23)

90

Sebagai contoh diambil sampel 1:

Kadar air kayu (m%) =

= 24.59016393 %

Rata-rata sampel:

̅

Standar deviasi:

√∑ ̅

Kadar air rata-rata:

Sehingga kadar air rata-rata dari 6 sampel kayu yang digunakan adalah 22.38020518%

4.1.1.2. Hasil Pengujian Berat Jenis

(24)

91

Tabel 4. 2. Hasil Pengujian Berat Jenis

Sampel Berat (kg) Volume (m3) Berat jenis (gr/cm3)

(25)

92

Berat jenis pada kadar air 15% (G15) =

=

= 0,42593245

Rata-rata sampel:

̅

Standar deviasi:

√∑ ̅

Berat jenis rata-rata:

Sehingga berat jenis rata-rata dari 6 sampel kayu yang digunakan adalah 0.4197

4.1.1.3. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat

(26)

93

Tabel 4. 3. Hasil Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat

Sampel Beban (kg) Luas (cm2) Kuat Tekan (kg/cm2)

1 800 4 200

2 900 4 225

3 1000 4 150

4 1200 4 200

5 1000 4 125

6 1200 4 175

Total 1075

Kuat tekan,

Sebagai contoh diambil sampel 1:

Luas penampang kayu (A) = 2 cm x 2 cm = 4 cm2

= ⁄

Rata-rata sampel:

̅

Standar deviasi √∑ ̅

Tegangan karakteristik:

(27)

94

4.1.1.4. Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat

Hasil pemeriksaan kuat tarik sejajar arah serat kayu dengan3 (tiga) buah sampel dengan ukuran 18 cm x 0,82 cm x 0,715 cm ialah sebagai berikut.

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat

Rata-rata sampel:

(28)

95 √∑ ̅

Regangan karakteristik:

Sehingga regangan rata-rata dari 3 sampel kayu yang digunakan adalah 2,786 %

4.1.1.5. Pengujian Elastisitas

Penelitian elastisitas kayu dilakukan terhadap 3(tiga) sampel yang diambil secara acak untuk pencatatan dial penurunan setiap penambahan beban 10 kg. Penelitian ini juga dilakukan pada saat kayu sudah mencapai kondisi kering udara. Hasil penelitian elastisitas ini dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Elastisitas

Beban Sampel I Sampel II Sampel III Penurunan (x0,01mm)

0 0 0 0

10 38 28 34

20 81 59 86

30 115 97 127

40 153 139 175

50 186 178 214

60 227 219 224

70 260 265 258

80 317 313 313

90 359 411 372

100 424 546 441

110 544 674 571

120 868 871 740

(29)

96

Dari tabel dan gambar tegangan-regangan untuk setiap sampel (Tabel 4.5- 4.7 dan Gambar 4.1- 4.6) dapat dilihat bahwa sampel beban tertentu mengalami garis lurus yang merupakan daerah elastis. Elastisitas masing-masing sampel diambil dari bagian elastisitas dimana untuk sampel 1 pembebanan 70 kg, sampel pembebanan 70 kg dan sampel 3 diambil pembebanan 50 kg yang kemudian diambil rata-ratanya.

Tabel 4.6 Tabulasi Perhitungan Tegangan dan Regangan Sampel 1

P (kg) f

130 1187 7.3125 408.3674609 9750 0.015826667

(30)

97

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018

Tegan

g

an

Regangan

Sampel 1

Wb = x BH2 = x 20 x (20)2 = 1.333,333 mm3

Mb = x PL = x 50 x 300 = 3750 kg mm

lt = = = 2,8125 kg/mm2

Elentur = =

= 985.6892523kg/mm 2

= =

= 0.00248

(31)

98

Gambar 4.2. Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan Sampel Kayu 1

Tabel 4.7. Tabulasi Perhitungan Tegangan dan Regangan Sampel 2

P (kg) f

130 1262 7.3125 434.5780507 9750 0.016826667

(32)

99

Gambar 4.3. Grafik Tegangan-Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Sampel Kayu 2

Gambar 4.4. Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan Sampel Kayu 2 0

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.018

(33)

100

Tabel 4.8. Tabulasi Perhitungan Tegangan dan Regangan Sampel 3

P (kg) f

(x0,01mm) σ (kg/mm 2

) E (kg/mm2) M (kg.mm) ɛ

0 0 0 0 0 0

10 34 0.5625 1240.808824 750 0.000453333

20 86 1.125 981.1046512 1500 0.001146667

30 127 1.6875 996.5551181 2250 0.001693333

40 175 2.25 964.2857143 3000 0.002333333

50 214 2.8125 985.6892523 3750 0.002853333

60 224 3.375 1130.022321 4500 0.002986667

70 258 3.9375 1144.622093 5250 0.00344

80 313 4.5 1078.27476 6000 0.004173333

90 372 5.0625 1020.665323 6750 0.00496

100 441 5.625 956.6326531 7500 0.00588

110 571 6.1875 812.7189142 8250 0.007613333

120 740 6.75 684.1216216 9000 0.009866667

(34)

101

0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003

Tegan Gambar 4.5. Grafik Tegangan Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Sampel

Kayu 3

(35)

102

Tabel 4.9. Hasil Regresi Ketiga Sampel

Perhitungan Elastisitas

Rata-rata sampel:

̅

Standar deviasi:

√∑ ̅

Elastis karakteristik :

Sehingga modulus elastisitas dari kayu yang digunakan adalah 85575,7kg/ cm2.

Sampel Persamaan Y X Y Ew

Regangan Tegangan

(36)

103

4.1.1.6. Pengujian Kuat Lentur Kayu

Kuat lentur kayu dihitung berdasarkan perhitungan tegangan (sumbu y) pada tabel perhitungan elastisitas kayu.

Rata-rata sampel:

̅

Standar deviasi:

√∑ ̅

Kuat lentur rata-rata:

Sehingga kuat lentur rata-rata dari kayu yang digunakan adalah 19,36 MPa.

4.1.1.7. Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat

(37)

104

Tabel 4.10. Hasil Pemeriksaan Kuat Geser Sejajar Serat

No B (cm) H (cm) Beban Maks (N) Kuat Geser (N/mm2)

1 50 50 32000 12,8

2 50 50 38000 15,2

3 50 50 34000 13,6

Total 41,6

Rata-rata sampel:

̅

Standar deviasi:

√∑ ̅

Kuat geser rata-rata:

Sehingga kuat geser rata-rata dari kayu yang digunakan adalah 11,188kg/cm2

4.1.2. Kesimpulan Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties

(38)

105

Tabel 4.11. Rangkuman Pengujian Mechanical Properties (PKKI NI – 5 2002)

Jenis Penelitian Hasil Penelitian

Kadar Air 22,38020518%

Berat Jenis 0,4197

Kuat Tekan Sejajar Serat kg/cm2 Kuat Tarik Sejajar Serat 25,23 kg/cm2 Elastisitas Lentur Kayu 85575,7 kg/cm2 Tegangan Lentur Kayu 193,6 kg/cm2

Kuat Geser Kayu 11,188kg/cm2

Menurut ketentuan PKKI NI - 5 2002, kuat acuan berdasarkan pemilihan secara mekanis diambil berdasarkan modulus elastisitas lentur. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa menurut ketentuan kuat acuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002) seperti yang tercantum pada Tabel 2.1, maka kayu yang digunakan dengan modulus elastisitas 85575,7 kg/cm2 = 8643,146 MPa termasuk kayu dengan kode mutu E10 dan kelas kayu III dengan elastisitas sejajar serat lebih besar 80.000 kg/cm2 (PKKI 1961).

Sedangkan untuk modulus elastisitas menurut pendekatan rumus berat jenis ialah sebagai berikut:

Ew = 16000 G0.7

(39)

106

Untuk kuat acuan kayu dengan perencanaan secara ultimate (SNI – 5 2002), maka kuat acuan secara elastic dikalikan safety factor sebesar 2,75 (Yap, 1964).Hasil yang diperoleh ialah sebagai berikut.

Tabel 4.12. Rangkuman Pengujian Mechanical Properties (SNI – 5 2002)

Jenis Penelitian Hasil Penelitian

Kadar Air 22,38020518%

Berat Jenis 0,4197

Kuat Tekan Sejajar Serat kg/cm2 Kuat Tarik Sejajar Serat 69,382 kg/cm2 Elastisitas Lentur Kayu 85575,7 kg/cm2 Tegangan Lentur Kayu 532,4 kg/cm2

Kuat Geser Kayu 30,767kg/cm2

4.2. Perencanaan Batang Ganda Dengan Klos dan Baut Berdasarkan Kuat Lentur

(40)

107

PKKI NI – 5 (2002)

a. Kolom Ganda I

Cek persyaratan kolom ganda L1/d1 = 2000/25 ≤ 80 Ok! L3/d1 = 930/25= 37,2 <40 Ok! L2/d2 = 2000/50 = 40< 50 Ok!

h = 50 mm, b = 25 mm, a = 25 mm

Luas penampang bruto (A) = 2 x 25 x 50 = 2500 mm2

 Kelangsingan Sumbu Bahan

Ix= 2 x ( bh

3 )

= 2 x (

x 2,5 x 5 3

)

= 52,083cm4

ix = √ √

(41)

108

λx = 128,6

 Kelangsingan Sumbu Bebas Bahan

(42)

109

Faktor kestabilan kolom (Cp) Fc* = Fc x CM x Ct x Cpt x Cf

= 24 x 0,8 x 1 x 1 x 1 = 19,2 MPa

P0’ = A x Fc*

= 2500 x 19,2 = 48000 N ≈ 48 kN

E05 = 0,69 x Ew = 0,69 x 11.000 = 7590 Mpa

E05’= E05 x CM x Ct x Cpt = 7590 x 0,8 x 1 x 1 = 6072 Mpa

Pe = = = 12.180,347 N ≈ 12,180 kN

αc = = = 0,29957

Cp = ; dimana = = 0,8122

Maka, Cp = 0,8122 –√

= 0,2781

Tahanan tekanan terkoreksi (P’) P’ = Cp Po’

(43)

110

Gaya tekan terfaktor maksimum izin (Pu)

Puλ ɸcP’

≤ 0,8 (0,9) 13,351 ≤ 9,613 kN

Perencanaan klos tumpuan dan klos lapangan Kayu dengan kode mutu E10

E10 =>Ew = 11000

Ew = 16000 G0,71

11000 = 16000 G0,71

G = 0,5899

Untuk 0,05 ≤ G ≤ 0,6 maka nilai konstanta klos tumpuan (Ks):

Ks = {( ⁄ ) }

= 80 (0,121) = 9,68 MPa

z’ = A1 x Ks

= (2 x 25 x 50) x 9,68 = 24.200 N

Tahanan geser sambungan baut

D= ½ ” = 12,7 mm ts = 25 mm

(44)
(45)

112

Tahanan lateral acuan (N) Moda Kelelehan

11.889,971 Im

20.359,941 Is

IIIs

IV

Nilai koreksi

 Faktor aksi kelompok (Cg)

As / Am = 1

As = 2 x 25 x 50 = 2500 mm2≈ 3,88 in2 Cg = 1

 Nilai koreksi geometrik (CΔ)

 Jarak ujung (a) = 80 mm

Jarak ujung optimum (aopt) = 4D = 76,2 mm a > aopt, CΔ = 1

 Spasi dalam baris alat pengencang (s)

S pada kenyataan = 80 mm Sopt = 4D = 76,2 mm S > Sopt, CΔ = 1

 Tahanan lateral izin sambungan (Zu)

Zu ≤ ɸc λ Cg CΔ nf Z

(46)

113

Tahanan geser baut ɸ 12,7 mm ≈ 12.365,670 N, maka jumlah alat sambung yang diperlukan pada 1 klos tumpuan atau klos lapangan 24.200N / 12.365,670 N = 1,957 ≈ 2 baut, maka diambil 2 baut.

 Kelangsingan Sumbu Bahan

Iy= 2 x (

 Kelangsingan Sumbu Bebas Bahan

Ix = ¼ (It + 3Ig)

It = 2 [ hb

3

(47)

114

Faktor kestabilan kolom (Cp) Fc* = Fc x CM x Ct x Cpt x Cf

= 24 x 0,8 x 1 x 1 x 1 = 19,2 MPa

P0’ = A x Fc*

(48)

115

= 48000 N ≈ 48 kN

E05 = 0,69 x Ew

= 0,69 x 11.000 = 7590 MPa

E05’= E05 x CM x Ct x Cpt

= 7590 x 0,8 x 1 x 1 = 6072 MPa

Pe = = = 12.180,347 N ≈ 12,180 kN

αc = = = 0,29957

Cp = ; dimana = = 0,8122

Maka, Cp = 0,8122 –√

= 0,2781

Tahanan tekanan terkoreksi (P’) P’ = Cp Po’

= 0,2781 (48) = 13,351 kN

Gaya tekan terfaktor (Pu) Puλ ɸcP’

(49)

116

Perencanaan klos tumpuan dan klos lapangan Kayu dengan kode mutu E10

E10 =>Ew = 11000

Ew = 16000 G0,71

11000 = 16000 G0,71

G = 0,5899

Untuk 0,05 ≤ G ≤ 0,6 maka nilai konstanta klos tumpuan (Ks):

Ks = {( ⁄ ) }

= 80 (0,121) = 9,68 MPa

z’ = A1 x Ks

= (2 x 25 x 50) x 9,68 = 24.200 N

Tahanan geser sambungan baut

D= ½ ” = 12,7 mm ts = 50 mm

θ= 00 tm = 25 mm

Fyb= 320 N/mm2

BJ kayu = 0,5 => Fyb = 38,63 N/mm2

Fes//= Fem// = 38,63 N/mm2

Re =

=

(50)

117

Tahanan lateral acuan (N) Moda Kelelehan

11.889,971 Im

20.359,941 Is

IIIs

(51)

118

Nilai koreksi

 Faktor aksi kelompok (Cg)

As / Am = 1

As = 2 x 25 x 50 = 2500 mm2≈ 3,88 in2 Cg = 1

 Nilai koreksi geometrik (CΔ)

 Jarak ujung (a) = 80 mm

Jarak ujung optimum (aopt) = 4D = 76,2 mm a > aopt, CΔ = 1

 Spasi dalam baris alat pengencang (s)

S pada kenyataan = 80 mm Sopt = 4D = 76,2 mm S > Sopt, CΔ = 1

 Tahanan lateral izin sambungan (Zu)

Zu ≤ ɸc λ Cg CΔ nf Z

Zu≤ 0,65 x (0,8) x 1 x 1 x 2 x (11.889,971) Zu ≤ 12.365,670 N ≈ 12,366 kN ≈ 1,237 ton

Tahanan geser baut ɸ 12,7 mm ≈ 12.365,670 N, maka jumlah alat sambung yang diperlukan pada 1 klos tumpuan atau klos lapangan 24.200N / 12.365,670 N = 1,957 ≈ 2 baut, maka diambil 2 baut.

c. Kolom Ganda III

(52)

119

 Kelangsingan Sumbu Bahan

Iy= 2 x ( bh3)

 Kelangsingan Sumbu Bebas Bahan

(53)

120

ix = √ √

2,28 cm λx = 87,72

λ1 =

;

dimana L1 =

40 cm

=

= 17,54

λw = √ ; dimana baut = 3 dan m = 2

= √

=√ = 92,83

Faktor kestabilan kolom (Cp) Fc* = Fc x CM x Ct x Cpt x Cf

= 24 x 0,8 x 1 x 1 x 1 = 19,2 MPa

P0’ = A x Fc*

= 2500 x 19,2 = 48000 N ≈ 48 kN

E05 = 0,69 x Ew

= 0,69 x 11.000 = 7590 MPa

(54)

121

= 7590 x 0,8 x 1 x 1 = 6072 MPa

Pe = = = 12.180,347 N ≈ 12,180 kN

αc = = = 0,29957

Cp = ; dimana = = 0,8122

Maka, Cp = 0,8122 –√

= 0,2781

Tahanan tekanan terkoreksi (P’) P’ = Cp Po’

= 0,2781 (48) = 13,351 kN

Gaya tekan terfaktor (Pu) Puλ ɸcP’

≤ 0,8 (0,9) 13,351 ≤ 9,613 kN

Perencanaan klos tumpuan dan klos lapangan Kayu dengan kode mutu E10

E10 =>Ew = 11000

(55)

122

11000 = 16000 G0,71

G = 0,5899

Untuk 0,05 ≤ G ≤ 0,6 maka nilai konstanta klos tumpuan (Ks):

Ks = {( ⁄ ) }

= 80 (0,121) = 9,68 MPa

z’ = A1 x Ks

= (2 x 25 x 50) x 9,68 = 24.200 N

Tahanan geser sambungan baut

D= ½ ” = 12,7 mm ts = 50 mm

θ= 00 tm = 25 mm

Fyb= 320 N/mm2

BJ kayu = 0,5 => Fyb = 38,63 N/mm2

Fes//= Fem// = 38,63 N/mm2

Re =

=

= 1

Tahanan lateral acuan (z) Moda kelelehan Im

=

(56)

123

Tahanan lateral acuan (N) Moda Kelelehan

(57)

124  Jarak ujung (a) = 80 mm

Jarak ujung optimum (aopt) = 4D = 76,2 mm a > aopt, CΔ = 1

 Spasi dalam baris alat pengencang (s)

S pada kenyataan = 80 mm Sopt = 4D = 76,2 mm S > Sopt, CΔ = 1

 Tahanan lateral izin sambungan (Zu)

Zu ≤ ɸc λ Cg CΔ nf Z

Zu ≤ 0,65 x (0,8) x 1 x 1 x 2 x (11.889,971) Zu≤ 12.365,670 N ≈ 12,366 kN ≈ 1,237 ton

Tahanan geser baut ɸ 12,7 mm ≈ 12.365,670 N, maka jumlah alat sambung yang diperlukan pada 1 klos tumpuan atau klos lapangan 24.200N / 12.365,670 N = 1,957 ≈ 2 baut, maka diambil 2 baut.

4.3. Pengujian Tekuk Batang Ganda

(58)

125

Tabel 4.13. Hasil Pengujian Tekuk Kolom Ganda

No. Beban (Kg)

Pembacaan Dial (mm)

(59)

126 Gambar 4.7. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom

Ganda I (Laboratorium)

(60)

127

Gambar 4.9. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom Ganda II (Laboratorium)

(61)

128 Gambar 4.11. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom

Ganda III (Laboratorium)

(62)

129

Gambar 4.7. menunjukkan kondisi uji tekuk pada kolom ganda I yang memiliki 3 (tiga) klos. Klos memiliki dimensi a = b = 2,5 cm. Tekuk hanya terjadi terhadap sumbu bebas bahan saja. Pelastis = 1000 kg dengan penurunan = 0,45 mm. Titik (0,45 : 1000) deformasi yang terjadi masih linier dan batang kolom masih dapat kembali ke bentuk semula apabila beban yang diberikan dilepas, sementara pada titik (2.27 : 2000) deformasi sudah tidak linier dan kolom menjadi tidak stabil atau bergoyang. Pada titik ini disebut juga dengan titik kritis (Pcr) yang merupakan batas antara lendutan stabil dan tidak stabil. Pada titik (2,64 : 2250) adalah batas dimana kolom sudah mengalami keruntuhan/patah yaitu pada saat Pultimate = 2250 kg.

Maka dari pengujian diperoleh tegangan yang terjadi untuk kolom ganda I adalah sebagai berikut:

 Pelastis = 1000 kg dengan besar tegangan yang terjadi

̅

Tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan ijin ( ̅) dikarenakan adanya gaya tekuk pada kolom sebagai akibat dari kelangsingan kolom.

 Pcr = 2000 kg, besarnya tegangan yang terjadi

 Pultimate = 2250 kg, besarnya tegangan yang terjadi

(63)

130

Gambar 4.9. menunjukkan kondisi tekuk pada kolom ganda II dengan 4 (empat) klos, dimana klos memiliki dimensi a = 2b = 5 cm. Dari gambar diperoleh bahwa tekuk mempengaruhi sumbu bahan dan bebas bahan. Pada sumbu bebas bahan diperoleh Pelastis = 1250 kg dengan penurunan = 2,91 mm yaitu titik (2,91 : 1250). Pcr = 2400 kg dengan penurunan = 6,1 mm yaitu titik (6,1 : 2400). Pada titik (6,25 : 2500) adalah batas dimana kolom sudah mengalami keruntuhan/patah, yaitu pada saat Pultimate =2500 kg.

Maka dari pengujian diperoleh tegangan yang terjadi untuk kolom ganda II adalah sebagai berikut:

 Pelastis = 1250 kg dengan besar tegangan yang terjadi

̅

 Pcr = 2400 kg, besarnya tegangan yang terjadi

 Pelastis = 2500 kg dengan besar tegangan yang terjadi

̅

Titik (0,6 : 750) diketahui terjadi deformasi terhadap sumbu bahan. Deformasi linear hingga titik (3,28 : 1500) atau Pelastis = 1500 kg. Sementara itu tidak terjadi keruntuhan/ patah terhadap sumbu bahan.

(64)

131

penurunan = 1,3 mm yaitu titik (1,3 : 750). Namun tidak terjadi keruntuhan/

patah pada sumbu bebas bahan. Pada sumbu bahan deformasi mulai terjadi pada titik (0,8 : 750). Deformasi linear hingga titik (3.25 ; 1250) atau Pelastis = 1250 kg. Pcr=2450 kg terjadi pada titik (12 : 2450). Sedangkan keruntuhan/ patah terjadi pada titik (12,78 : 2500) atau pada saat Pultimate = 2500 kg.

Maka dari pengujian diperoleh tegangan yang terjadi untuk kolom ganda III pada sumbu bebas bahan adalah sebagai berikut:

 Pelastis = 1250 kg dengan besar tegangan yang terjadi

̅

 Pcr = 2450 kg, besarnya tegangan yang terjadi

 Pultimate = 2500 kg dengan besar tegangan yang terjadi

̅

4.4. Perbandingan Hasil Pengujian Laboratorium dengan Analisis Perhitungan

a. Kolom Ganda I

Cek persyaratan kolom ganda L1/d1 = 2000/25 ≤ 80 Ok!

(65)

132

h = 5cm, b = 2,5 cm, a = 2,5 cm

Luas penampang bruto (A) = 2 x 2,5 x 5 = 25cm2

 Kelangsingan Sumbu Bahan

Ix= 2 x (

 Kelangsingan Sumbu Bebas Bahan

(66)

133

=

= 36,96

λw = √ ; dimana baut = 3 dan m = 2

= √

=√ = 128,05

Nilai P kritis kolom kayu

 Terhadap Sumbu Bahan:

Ix = 52,083 cm4

Pc r = = = 1109,609 kg

√ √ cm

 Terhadap Sumbu Bebas Bahan

Iy = 81,38 cm4

Pcr = = = 1416,593 kg

(67)

134

Nilai P elastis kolom kayu (PKKI 1961)

 = 93,425 ⁄

dengan interpolasi didapat nilai ω = 5,3

93,425 diperoleh Pelastis = 540,684 kg

Nilai P ultimate kolom kayu (SNI – 5 2002)

 = ⁄

dengan interpolasi didapat nilai ω = 5,3

diperoleh Pultimate = 1511,882kg

b. Kolom Ganda II

[4 (empat) variasi klos] L1/d1 = 2000/25 ≤ 80 Ok! L3/d1 = 620/25 = 24,8<40 Ok! L2/d2 = 2000/50 = 40< 50 Ok!

h = 5 cm, b = 2,5 cm, a = 5 cm

(68)

135  Kelangsingan Sumbu Bahan

Iy= 2 x (

 Kelangsingan Sumbu Bebas Bahan

(69)

136

= √

=√

= 95,59

Nilai P kritis kayu

 Terhadap Sumbu Bebas Bahan

95,59

=

92,339 ⁄

Pcr= × A = 92,339 × 25 = 2308,473 kg

 Terhadap Sumbu Bahan

Iy = 52,083cm4

Pcr = =

= 1109,609 kg

Nilai P elastis kolom kayu (PKKI 1961)

 = 93,425 ⁄

Nilai < 100, maka digunakan rumus Tetmayer untuk mencari

(70)

137

=

= 2,76

93,425

diperoleh Pelastis = 846,241kg

Nilai P ultimate kolom kayu (SNI – 5 2002)

 = ⁄

Nilai < 100, maka digunakan rumus Tetmayer diperoleh = 2,76

diperoleh Pultimate = 2327,165 kg

c. Kolom Ganda III

[5 (lima) variasi klos] L1/d1 = 2000/25 ≤ 80 Ok! L3/d1 = 460/25 = 18,4<40 Ok! L2/d2 = 2000/50 = 40< 50 Ok!

h = 5 cm, b = 2,5 cm, a = 5 cm

(71)

138  Kelangsingan Sumbu Bahan

Iy= 2 x (

 Kelangsingan Sumbu Bebas Bahan

(72)

139

= √

=√

= 92,83

Nilai P kritis kayu

 Terhadap Sumbu Bahan

92,83

= 97,911 ⁄

Pcr = × A = 97,911 × 25 = 2447,784 kg

 Terhadap Sumbu Bebas Bahan

Iy = 52,083cm4

Pcr = = = 1109,609 kg

Nilai P elastis kolom kayu (PKKI 1961)

 = 93,425 ⁄

Nilai < 100, maka digunakan rumus Tetmayer untuk mencari

(73)

140

=

= 2,63

93,425

diperoleh Pelastis = 888,070 kg

Nilai P ultimate kolom kayu (SNI – 5 2002)

 = ⁄

Nilai < 100, maka digunakan rumus Tetmayer diperoleh

= 2,63

diperoleh Pultimate = 2470,192 kg

4.5. Pembahasan Hasil Pengujian

Hasil pengujian tekuk kolom ganda dengan klos dan sambungan baut yang dilakukan di laboratorium menunjukkan bahwa pemberian gaya tekan secara aksial yang mengakibatkan kolom mengalami tekuk (buckling).Kolom secara bertahap mengalami perubahan bentuk ditandai dengan adanya deformasi walaupun relatif kecil. Pada tahap tertentu kolom akan mencapai beban elastis. Penentuan nilai Pelastis dapat dilihat dari grafik yang merupakan hasil percobaan.

(74)

141

bahannya. Kolom yang mulai tertekuk akan ditandai dengan deformasi sehingga pada tahap tertentu kolom akan mencapai beban elastis (Pelastis). Kolom yang mencapai tahap ini masih dapat kembali ke bentuk semula apabila gaya tekan yang diberikan dihilangkan, yang disebut juga dengan kesetimbangan stabil. Besarnya nilai Pelastis yang diperoleh dalam pengujian ini sebesar 1000 kg dengan tegangan yang terjadi 40 kg/cm2. Pemberian gaya tekan yang secara terus menerus dan konstan akan mengakibatkan deformasi yang terjadi akan semakin besar. Kolom akan mencapai beban kritis (Pcr) sehingga kolom tidak dapat kembali kebentuk yang semula.Besarnya nilai Pcr yang diperoleh dalam pengujian ini sebesar 2000 kg dengan tegangan yang terjadi 80 kg/cm2. Pembebanan yang dilanjutkan secara konstan dan terus menerus akan mengubah beban kritis menjadi beban patah atau ultimate (Pultimate). Perubahan beban ini terlihat secara visual dengan deformasi semakin besar dan tidak linear hingga akhirnya terjadinya kegagalan struktur. Kondisi seperti ini dinamakan sebagai kesetimbangan tidak stabil. Nilai Pultimate yang terjadi adalah 2250 kg dengan tegangan yang terjadi 90 kg/cm2.

(75)

142

Kolom ganda III dengan variasi 5 (lima) klos yang memiliki dimensi sama dengan kolom ganda II juga mengalami fenomena tekuk yang sama, yaitu pada sumbu bebas bahan diikuti dengan sumbu bahan. Perbedaan ditunjukkan pada saat titik P kritis hingga keruntuhan kolom. Kolom ganda III mengalami P kritis dan patah pada sumbu bahan. Artinya tekuk dapat mempengaruhi sumbu bahan. Nilai Pelastis yang diperoleh pada sumbu bahannya sebesar 1250 kg dengan tegangan yang terjadi sebesar 50 kg/cm2. Nilai Pcr yang didapat dalam pengujian ini sebesar 2450 kg dengan besar tegangan yang terjadi 98 kg/cm2.Pultimate yang terjadi adalah sebesar 2500 kg dengan besar tegangan yang terjadi 100 kg/cm2.

Kolom mengalami kegagalan berupa patahnya salah satu batang kayu dan tidak adanya kegagalan pada sambungan, sehingga untuk daerah sambungannya aman. Penambahan variasi klos dapat memperkecil jarak antar klos pada sumbu bebas bahan sehingga mendekati sifat pejal dan dapat diprngaruhi oleh tekuk. Selain itu, faktor yang mempengaruhi terjadinya tekuk pada sumbu bahan adalah dimensi klos. Dimensi tebal klos untuk kolom ganda II dan III direncanakan a = 2b.

Adapun hasil perbandingan antara nilai pengujiandi laboratorium dan analitis dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14. Hasil Perbandingan Nilai Pelastis Analitis dan Laboratorium

(76)

143

Tabel 4.15. Hasil Perbandingan Nilai Pkritis Analitis dan Laboratorium

Perbandingan

Tabel 4.16. Hasil Perbandingan Nilai Pultimate Analitis dan Laboratorium

(77)

144

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan secara analitis diperoleh:

 Kolom Ganda I

Pelastis = 540,684kg; 93,425 kg/cm2

Sumbu bebas bahan : Pcr = 1416,593 kg ; kg/cm2 Sumbu bahan : Pcr = 1109,609 kg ; kg/cm2 Pultimate = 1511,882 kg ; kg/cm2

 Kolom Ganda II

Pelastis = 1250846,241kg; 93,425 kg/cm2

Sumbu bebas bahan : Pcr = 2308,473 kg ; 92,339 kg/cm2 Sumbu bahan : Pcr = 1109,609 kg ; kg/cm2

Pultimate =2327,165 kg ; kg/cm2

 Kolom Ganda III

Pelastis = 888,070kg; 93,425kg/cm2

Sumbu bahan : Pcr = 2447,784 kg ; kg/cm2 Sumbu bebas bahan : Pcr = 1109,609 kg ; kg/cm2 Pultimate = 2470,192 kg ; kg/cm2

2. Dari hasil pengujian di laboratorium diperoleh:

 Kolom Ganda I

(78)

145

Pcr = 2000 kg ; 80 kg/cm2 Pultimate = 2250 kg ; 90 kg/cm2

 Kolom Ganda II

Pelastis = 1250 kg; 50 kg/cm2 Pcr = 2400 kg ; 96 kg/cm2

Pultimate = 2500 kg ; 100 kg/cm2

 Kolom Ganda III

Pelastis = 1250 kg; 50 kg/cm2 Pcr = 2450 kg ; 98 kg/cm2

Pultimate = 2500 kg ; 100 kg/cm2

3. Penambahan variasi jumlah dan dimensi klos dapat mempengaruhi tekuk terhadap sumbu bahan dan bebas bahan. Dari pengujian di laboratorium dapat diketahui bahwa:

 Kolom ganda I memiliki variasi 3 (tiga) klos dengan dimensi 15 cm x

2,5 cm x 5 cm hanya mengalami tekuk pada sumbu bebas bahan.

 Kolom ganda II memiliki variasi 4 (empat) klos dengan dimensi 15 cm

x 5 cm x 5 cm mengalami tekuk pada sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Keruntuhan/ patah terjadi di sumbu bebas bahan.

 Kolom ganda III memiliki variasi 5 (lima) klos dengan dimensi 15 cm

(79)

146

Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah klos dapat memperkecil jarak antar klos yang menyebabkan kelangsingan pada sumbu bebas bahan mendekati sifat pejal sehingga menjadi lebih mudah untuk mengalami tekuk.

4. Keruntuhan/ patah terjadi pada batang kayu utama. Sambungan tidak mengalami patah sehingga untuk daerah sambungan aman.

5. Perbandingan nilai antara hasil pengujian dengan hasil analitis pada masing-masing kolom ganda yaitu:

 Pelastis

Kolom ganda I = 1,85%, kolom ganda II = 1,48 % dan kolom ganda III = 1,41%

 Pkritis

Kolom ganda I = 1,16 %, kolom ganda II = 1,04 %dan kolom ganda III = 1,00 %

 Pultimate

(80)

147

5.2. SARAN

1. Perlunya diadakan penelitian kembali pada kolom kayu ganda dengan menggunakan variasi jumlah dan dimensi klos agar hasil penelitian pengaruh tekuk terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan lebih akurat.

2. Perlunya diadakan penelitian kembali pada kolom kayu gandadengan perletakan yang berbeda dari penetilian penulis, seperti perletakan sendi -jepit, jepit - -jepit, dan lain lain, untuk mendapatkan hasil yang memiliki nilai akurasi yang tinggi dan variatif.

3. Perlunya alat-alat laboratorium yang memadai dan terbaru untuk mendapatkan hasil percobaan yang lebih akurat.

(81)

28

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. Kayu

Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang berasal dari alam dan merupakan salah satu bahan konstruksi yang pertama digunakan oleh manusia. Material kayu merupakan bahan struktur yang ramah lingkungan karena dapat didaur ulang dan terurai secara mudah di alam (bio-degradable), serta dapat diperbaharui kembali.

Penggunaan kayu sebagai bahan kontruksi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kesederhanaan dalam pengerjaan, ringan, sesuai dengan lingkungan (environmental compatibility). Hal tersebut membuat kayu menjadi bahan konstruksi yang dikenal di bidang konstruksi ringan (light construction). Kayu sebagai bahan konstruksi tidak hanya didasari oleh kekuatannya saja, akan tetapi juga didasari oleh segi keindahannya. Secara alami kayu memiliki bermacam-macam warna dan bentuk serat, sehingga untuk bangunan yang menggunakan material kayu tidak banyak memerlukan perlakuan tambahan serta meningkatkan keindahan bangunan.

(82)

29 arah serat yang berbentuk menampang, spiral, diagonal, mata kayu dan sebagainya. Kayu dapat memuai dan menyusut dengan perubahan kelembaban dan meskipun tetap elastis, terdapat lendutan yang relatif besar pada pembebanan berjangka lama (Felix Yap, 1964).

2.1.1. Sifat Utama Kayu

Kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama yang menyebabkan kayu selalu dibutuhkan oleh manusia (Frick, 2004). Sifat-sifat utama bahan bangunan kayu dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis jika dikelola atau diusahakan dengan baik. Artinya, jika pohon ditebang untuk diambil kayunya, harus segera ditanam kembali pohon-pohon pengganti supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan sebagai

renewable resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui).

2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan bahan lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah dapat dengan mudah diproses menjadi barang-barang seperti kertas, tekstil, dan sebagainya.

(83)

30 tidak dimiliki baja, beton, atau bahan-bahan lain yang biasa dibuat oleh manusia.

2.1.2. Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu merupakan sifat yang menampilkan suatu kondisi khusus dari struktur dan anatomi kayu itu sendiri. Sifat fisis ini dapat menunjukkan keadaan kayu, seperti kandungan air, berat jenis kayu, arah serat, dan lain sebagainya.

2.1.2.1. Kandungan Air

Kayu merupakan material higroskopis. Skar (dalam Iswanto, 2008) mengemukakan bahwa kayu memiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap atau melepas air dari lingkungannya. Tsoumis (dalam Iswanto, 2008) menambahkan bahwa air yang diserap atau dilepaskan dapat berupa uap air atau cair. Kemampuan kayu menyerap dan melepaskan air sangat tergantung dari kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembaban udara. Apabila kelembaban udara meningkat, maka kandungan air pada kayu akan meningkat pula. Lingkungan yang memiliki kelembaban udara yang stabil akan menyebabkan kandungan air cenderung tetap. Kondisi seperti ini disebut kadar air imbang (equilibrium moisture content). Kandungan air yang terdapat pada kayu bergantung pada spesies, umur dan ukuran pohon.

(84)

31 terjadi proses pengeringan maka air bebas adalah air yang pertama kali berkurang. Kondisi dimana air bebas telah habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih jenuh dinamakan titik jenuh serat (fibre saturation point).

Kayu di Indonesia yang kering udara pada umumnya mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata 15%. Apabila berat dari benda uji menunjukkan penurunan angka secara terus menerus, maka kayu belum dapat dianggap kering udara.

2.1.2.2. Kepadatan

Kepadatan (density) kayu dinyatakan sebagai berat per unit volume. Pengukuran kepadatan bertujuan untuk mengetahui persentase rongga pada kayu. Kepadatan dan volume sangat bergantung pada kandungan air. Menghitung kepadatan suatu jenis kayu adalah dengan cara membandingkan antara berat kering kayu dengan volume basah. Berat kering kayu diperoleh dengan menimbang spesimen kayu yang telah disimpan dalam oven pada suhu 105º selama 24 – 48 jam atau sampai berat spesimen kayu tetap.

2.1.2.3. Berat Jenis

(85)

32 beratjenis secara umum pada bagian pangkal lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah dan ujung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisis kayu yang penting sehubungan dengan penggunaannya sebagai bahan konstruksi.

2.1.3. Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu adalah kemampuan kayu dalam memberikan perlawanan terhadap perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya luar. Sifat mekanis merupakan syarat-syarat pemilihan kayu untuk digunakan sebagai material konstruksi.

2.1.3.1. Kuat Lentur

Kuat lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan lengkungan kayu akibat adanya beban yang bekerja tegak lurus di tengah kayu dimana pada kedua ujungnya tertumpu. Sisi atas balok sederhana yang dikenai beban akan mengalami tegangan tekan maksimal. Sementara sisi bawah akan mengalami tegangan tarik. Tegangan ini secara perlahan-perlahan menurun kebagian tengah dan menjadi nol pada sumbu netral.

(86)

33 Kuat lentur kayu dapat diketahuijika dalam pengujiannya, kayu akan mengalami tegangan dan perubahan bentuk (melentur/melendut) saat menerima beban yang besar. Tegangan yang terjadi antara lain tegangan tarik, tekan, dan geser sehingga dalam ketiga parameter ini akan didapat nilai kuat lenturnya. Kuat lentur kayu biasa dinyatakan dalam modulus retak (Modulus of Repture : MOR). Tegangan tarik akan terjadi pada bagian sisi bawah kayu dan tegangan tekan terjadi pada bagian sisi atas kayu, sedangkan tegangan geser bekerja pada sejajar penampang. Tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu akan mengalami regangan yang cukup berbahaya. Ketiga tegangan yang terjadi dialami oleh kayu pada saat pembebanan sedang berlangsung.

Gambar 2.1.BatangKayu yang Menerima Beban Lentur

2.1.3.2. Kuat Geser

Kuat geser atau tegangan geser ( ) merupakan kemampuan material kayu untuk menahan beban geser yang ditimbulkan kepadanya. Beban geser ini dapat menyebabkan serat-serat kayu menjadi tergelincir atau bergeser sehingga mengalami perubahan pada struktur seratnya.

Kuat geser pada kayu dapat terjadi pada arah sejajar serat, tegak lurus serat dan bidang miring serat. Kuat geser tegak lurus serat memiliki kekuatan

Teg. Tekan

Teg. Tarik Garis Netral

Teg. Geser

(87)

34 geser 3-4 kali lebih besar dibandingkan kuat geser sejajar serat. Sementara kuat geser pada bidang miring serat terjadi apabila kayu dibebani gaya lentur.Sifat ini tidak begitu penting disebabkan sebelum mengalami geser tegak lurus serat, kayu sudah terlebih dahulu rusak.

Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan dengan notasi (kg / cm2 ). Kuat geser diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.1)

Dimana:

= tegangan geser (kg/m2)

P = beban (kg)

A = luas penampang (m2)

cp

Gambar 2.2. Batang Kayu yang Menerima Gaya Geser

2.1.3.3. Kuat Tekan

Kuat tekan adalah kemampuan kayu menahan beban yang diberikan kepadanya, baik sejajar serat maupun tegak lurus serat. Akibatnya, kayu akan mengalami pemendekan maupun perubahan bentuk penampang melintangnya. Gaya yang diberikan sejajar serat akan menimbulkan bahaya tekuk sedangkan

Teg. Geser

(88)

35 gaya yang diberikan tegak lurus serat akan menimbulkan keretakan bahkan patah. Kedua hal tersebut merupakankondisi yang tidak diharapkan terjadi pada suatu struktur karena akan menimbulkan suatu kegagalan pada struktur itu sendiri.

Gambar 2.3. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat

Kayu yang diberikan pembebanan sejajar serat memilikikuat tekan yang lebih besar dibandingkan dengan pembebanan tegak lurus serat. Batang kayu yang panjang dan tipis seperti papan, umumnya mengalami bahaya kerusakan lebih besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu.Tegangan tekan izin diberikan notasi Fc

(MPa).

Gambar 2.4. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat

P P

P

(89)

36 2.1.3.4. Kuat Tarik

Sebuah kayu yang diberikan gaya tarik dari kedua arah yang berlawanan maka akan timbul tegangan tarik dari serat-serat kayu tersebut. Gaya tarik akan berusaha melepaskan ikatan antara serat-serat kayu.Apabila gaya tarik yang diberikan beban lebih besar dari gaya tarik serat kayu, maka serat-serat kayu akan terlepas dan menimbulkan patahan. Kondisi ini tidak boleh terjadi pada suatu struktur bangunan.

Tegangan tarik (Ft) masih diperbolehkan apabila tidak terdapat

perubahan yang dapat membahayakan suatu struktur. Nilai tegangan tarik kayu dapat ditentukan dalam tabel nilai kuat acuan pada kadar air 15% dengan kode mutu tertentu.Sebagai contoh, kayu dengan kode mutu E15 memiliki tegangan tarik izin sebesar 31 MPa (PKKI NI - 5, 2002).

Kuat tarik pada kayu dapat menahan beban aksial (sejajar serat) atau transversal (tegak lurus serat). Di antara kedua kekuatan tarik tersebut, kuat tarik aksial kayu (sejajar serat) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tarik transversal (tegak lurus serat).

`

Gambar 2.5. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tarik

(90)

37 2.1.4. Tegangan Bahan Kayu

Menurut Awaluddin (2005), tegangan pada bahan kayu merupakan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk bahan kayu tersebut. Gaya-gaya luar yang bekerja pada suatu benda dapat menimbulkan gaya-gaya dalam yang disebut tegangan dan dinyatakan dalam gaya per satuan luas (N/m2).

⁄ ... (2.2)

Perubahan ukuran dan bentuk yang terjadi akibat tegangan disebut deformasi atau regangan. Apabila tegangan yang bekerja kecil maka deformasi yang terjadi juga kecil. Bahan kayu akan kembali ke bentuk semula apabila tegangan dihilangkan sepenuhnya sesuai dengan sifat elastisitas benda tersebut. Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat-serat akan terputus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan.

Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik yang disebutLimit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Deformasi atau regangandinyatakan dalam pertambahan panjang per panjang awal bahan.

... (2.3)

(91)

38 modulus elastisitas. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut lebih kaku. Sebaliknya, semakin rendah nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut lebih lentur atau fleksibel.

⁄ ... (2.4)

Bahan yang mengalami keruntuhan atau patah tanpa adanya perubahan bentuk atau dengan sedikit perubahan bentuk disebut perilaku getas. Getas terjadi tanpa menunjukkan tanda-tanda terjadinya deformasi pada bahan. Hal ini merupakan jenis keruntuhan yang dianggap berbahaya bagi struktur bangunan.

2.1.5.Sistem Pemilahan (Grading)

2.1.5.1. Sistem Pemilahan Secara Mekanis

Pemilahan kayu secara mekanis yaitu pemilahan menggunakan alat

grading machine. Sistem pemilahan dengan menggunakan alat ini sudah mulai dilakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia.

(92)

39 Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel 2.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel 2.1. Nilai Kuat Acuan (Mpa) Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis Pada Kadar Air 15% (PKKI NI - 5 2002)

(93)

40

Fb =Kuat Lentur Fv =Kuat Geser

Ft // =Kuat Tarik Sejajar Serat Fc ┴ =Kuat Tekan Tegak Lurus Serat

2.1.5.2. Sistem Pemilahan Observasi Visual

Pemilahan kayu secara visual sudah lama dilakukan oleh manusia. Parameter pemilahan secara visual dapat diamati melalui lebar cincin tahunan, kemiringan serat, mata kayu, keberadaan jamur atau serangga pemakan kayu dan keretakan. Cara ini seringkali memberikan hasil yang kurang akurat terlebih jika si pengamat tidak memiliki keahlian dan pengalaman. Akibatnya pemilahan kelas kuat kayu akan lama dan hasilnya dapat diragukan.

Apabila pengukuran secara visual berdasarkan berat jenis, maka kuat acuan kayu berserat lurus atau tanpa cacat dapat dihitung dengan langkah sebagai berikut.

1. Kerapatan ρ (dengan satuan kg/m3) pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku

... (2.5)

Dimana:

ρ = kerapatan kayu (kg/m3)

Wg = berat kayu basah (kg)

Vg = volume basah kayu (m3)

2. Kadar air, m % (m< 30) diukur dengan prosedur baku.

(94)

41 Dimana:

m = kadar air kayu (%)

Wd = berat kayu kering oven (gr)

Wg = berat kayu basah (gr)

3. Hitung berat jenis pada m % (Gm) dengan rumus:

... (2.7)

4. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:

[ ]

... (2.8) 5. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % (G15) dengan rumus:

... (2.9)

6. Hitung estimasi kuat acuan Modulus Elastisitas Lentur dengan rumus:

... (2.10)

Dimana:

G= berat jenis kayu pada kadar air 15 % (G = G15)

Kayu yang mempunyai cacat kayu dan atau serat yang tidak lurus, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari tabel 2.1 harus direduksi dengan mengikuti ketentuan SNI 03-3527-1994 UDC (Unit Decimal Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan” dengan mengalikan estimasi nilai

(95)

42 Tabel 2.2.Nilai Rasio Tahanan (PKKI NI - 5 2002)

Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan

Tabel 2.3.Cacat Maksimum Untuk Setiap Kelas Mutu Kayu (PKKI NI - 5 2002)

Pinggul 1/10 tebal atau lebar kayu

Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan

(96)

43 2.2. Teori Euler dan Tetmayer

Teori tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhardt Euler (1759). Euler melakukan percobaan dimana sebuah kolom memiliki beban konsentris yang semula lurus dan seratnya tetap elastis sehingga akan mengalami lengkungan kecil seperti pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Kolom Euler

Euler menyelidiki batang yang dijepit pada salah satu ujungnya dan bertumpu sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Logika yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil.

Pada titik sejaiuh x, momen lentur Mx (terhadap sumbu x) pada kolom yang mengalami sedikit lendutan adalah:

Mx = P x y ... (2.11) Karena

... (2.12) Persamaan diatas menjadi:

... (2.13) P P

y

(97)

44 Bila k2 = P / EI maka persamaan (2.13) menjadi:

... (2.14) Persamaan diferensial ber-ordo dua dapat dinyatakan sebagai:

... (2.15)

Dengan syarat batas:

1. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0, didapat harga B = 0 2. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh

harga sebagai berikut:

... (2.16)

Harga kL yang memenuhi adalah kL= 0, π, 2π, 3π, .... nπ atau persamaan (2.16) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan:

a. konstanta A = 0, tidak ada lendutan b. kL = 0, tidak ada lendutan

c. kL = π, syarat terjadinya tekuk.

Karena k2 = P / EI, maka √

Kedua ruas dikuadratkan

, maka diperoleh ... (2.17)

Ragam tekuk dasar pertama, adalah lendutan dengan lengkung tunggal (y = A sin x dari persamaan 2.15), akan terjadi bila kL = π.Dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom bersendi di kedua ujungnya dengan L adalah panjang tekuk yang dinotasikan dengan Lk adalah:

(98)

45 Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, dapat dilihat hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan (λ). Dari persamaan (2.17) apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka akan diperoleh:

... (2.19) Karena i2 = I / A, maka diperoleh:

... (2.20)

Dimana adalah kelangsingan (λ), maka diperoleh:

... (2.21)

Persamaan Euler ini berlaku apabila nilai tekuk dari suatu benda uji berada diantara 100 sampai 150.Gaya tekan Euler diperoleh berdasarkan anggapan kayu berperilaku elastis, maka gaya tekan Euler sesuai untuk kolom dengan angka kelangsingan tinggi. Sedangkan untuk nilai tekuk λ ≤ 100 digunakan persamaan Tetmayer (Den Hartog, 1949):

Pk = A × ... (2.22) Dimana:

... (2.23)

Angka tekuk dalam Tetmayer (Ramdhan, 2008) ialah sebagai berikut:

... (2.24)

(99)

46 elastis). Tekuk murni akibat beban aksial terjadi bila anggapan-anggapan ini berlaku, yaitu sebagai berikut:

1. Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang; 2. Kolom lurus sempurna dan prismatis;

3. Resultan beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur;

4. Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan;

5. Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan;

6. Puntiran atau distorsi penampang melintang tidak terjadi selama melentur.

Tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dengan lendutan tidak stabil pada batang tekan di dalam suatu percobaan. Hasil percobaan mencakup pengaruh lengkungan awal pada batang eksentrisitas beban yang tidak terduga, tekuk setempat atau lateral dan tegangan sisa.

2.3. Kolom

Gambar

Gambar 4.1. Grafik Tegangan-Regangan Hasil Pengujian Sampel Kayu 1
Tabel 4.7. Tabulasi Perhitungan Tegangan dan Regangan Sampel 2
Gambar 4.4. Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan Sampel Kayu 2
Gambar 4.6. Grafik Regresi Linear Tegangan –Regangan Sampel Kayu 3
+7

Referensi

Dokumen terkait