ANALISA DAN EKSPERIMEN KOLOM KAYU GANDA TERHADAP SUMBU BAHAN SERTA SUMBU BEBAS BAHAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
AFRISSA ISTY FADILLAH
10 0404 136
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISA DAN EKSPERIMENKOLOM KAYU GANDA TERHADAP SUMBU BAHAN DAN SUMBU BEBAS BAHAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
AFRISSA ISTY FADILLAH 10 0404 136
Dosen Pembimbing
Ir. Besman Surbakti, M.T. NIP. 19541012 198003 1 001
Penguji II
M. Agung Putra H. , S.T., M.T. NIP. 19821206 201012 1 005
Penguji I
Ir. Sanci Barus, M.T. NIP. 19520901 198112 1 001
Mengesahkan:
Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
ANALISA DAN EKSPERIMEN KOLOM KAYU GANDA TERHADAP SUMBU BAHAN DAN SUMBU BEBAS BAHAN
ABSTRAK
Kayu merupakan bahan konstruksi ringan yang banyak digunakan. Salah satu konstruksi berbahan kayu yang sering digunakan adalah kolom. Penelitian ini menggunakan benda uji berupa kolom kayu ganda dengan sambungan klos dan baut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran uji tekuk serta pengaruhnya terhadap sumbu bahan dan bebas bahan.
Kolom ganda direncanakan memiliki dimensi kayu utama 2 x (2,5 x 5 x 200) cm dengan 3 (tiga) variasi jumlah klos dan menggunakan baut berdiameter
½“. Kolom ganda I memiliki 3 (tiga) buah klos dengan dimensi 2,5 x 5 x 15 cm.
Kolom ganda II dan III memiliki 4 (empat) dan 5 (lima) buah klos dengan dimensi 5 x 5 x 15 cm. Kolom ganda memiliki perletakan sendi – sendi dan diberikan
bahannya saja. Kolom ganda II mengalami tekuk pada sumbu bebas bahan diikuti sumbu bahan dengan keruntuhan pada sumbu bebas bahan. Kolom ganda III mengalami tekuk seperti kolom ganda II, namun keruntuhan terjadi pada sumbu bahan. Penambahan jumlah klos dapat memperkecil jarak antar klos sehingga sumbu bahan menjadi lebih mudah mengalami tekuk. Keruntuhan atau patah terjadi pada batang kayu utama. Daerah sambungan tidak mengalami patah sehingga dapat dikatakan aman.
ANALYSIS AND EXPERIMENTAL OF DOUBLE TIMBER COLUMNS ON THE MATERIAL AXIS AND THE FREE-MATERIAL AXIS
ABSTRACT
Wood is lightweight construction materials are widely used. One of constructions made of wood that is often used is the column. The research used the double timber columns that are connected by spacer blocks and bolts. The purpose of this research was to obtain an overview bending test and its influence on the material axis and the free-material axis.
The double columns was planned 2 x (2,5 x 5 x 200) cms of major timber
dimensions which had 3 (three) variations of spacer blocks and used bolts ½” in
diameter. The double columns I had 3 (three) 2,5 x 5 x 15 cms spacer blocks. The double columns II and III had 4 (four) and 5 (five) 5 x 5 x 15 cms spacer blocks. It had hinge joint and axial loading was provided.
The results was obtained theoretically for the double columns I are Pelastic = 540,684 kgs and = 93,425 kgs/cms2; Pcr = 1416,593 kgs and = buckled on the material axis. The double columns II had buckled on the material axis, then followed by the material axis, which had fracture on the free-material axis. The double columns III was same as the double columns II, but it had fracture on the material axis. Increasing the number of spacer blocks can minimize the distance between them, so that the material axis can be more easily buckled. The fracture occurred on the major timber. The areas of the connector did not have any fractures so it can be said safely.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapatmenyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam
bagi Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan teladannya dalam menjalankan
aktifitas sehari-hari, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “Analisa dan Eksperimen Kolom Kayu Ganda Terhadap Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan”ini dimaksudkanuntuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana
Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera
Utara.
Dengan rendah hati penulis mohon maaf jika dalam penulisan tugas akhir
ini masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun perhitungan. Penulis juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca dalam penyempurnaan
tugas akhir ini.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada :
1. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah
sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada penulis
untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik
3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, dan Bapak M. Agung Putra Handana, ST, MT,
selaku Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada
Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Kepada pegawai administrasi dan pegawai-pegawai Departemen Teknik
Sipil USU lainnya, terkhusus Mas Bandi yang telah banyak membantu
penulis dalam mempersiapkan benda uji.
7. Kepada pegawai dan asisten Laboratorium Departemen Teknik Mesin
Politeknik Medan.
8. Orang tua penulis, Bapak Amir Fadillah dan Ibu Nurhayati RY yang selalu
memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan materi yang tiada hentinya
sehingga penulis terus termotivasi untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Kedua adik penulis, Aldian Muarrief Fadillah dan Astrid Aqilla Fadillah
yang terus memberikan dukungan dan hiburan bagi penulis.
10.Seluruh angkatan 2010, khususnya Eka Pane, Funny Siregar, Boris
Aruan, Zefa Hutasoit, Henry Hulu, Cila Sembiring, Cece Nasution, Bilher
Sihombing, Festus Simbolon, Putra Munthe, Reby dan lain-lain yang
tidak bisa penulis sebutkan satu-satu.
Steven Rajagukguk dan Ricky Simatupang yang telah banyak membantu
penulis dalam pengadaan alat dan pelaksanaan uji laboratorium.
12.Abang/ kakak angkatan 2007 (khususnya kak Ade Pradipta Putri),
angkatan 2008 (bang M. Hafiz, Arthur Bangun, Hary Yusuf, Samuel
Pakpahan, Michael Sinaga, Topan, Ibnu, Ozie, Rumanto, kak Rama
Pasaribu), angkatan 2009 (bang Ihsanuddin, Irwan dan Rahman).
13.Adik-adik angkatan 2011 dan angkatan 2013 (Agung, Ivan, Rijal, Alfred,
dkk ).
14.Penghuni kost dr. Sumarsono 19, Ririn,Winda, Riri, Yuli dan Eka yang
telah memberikan dukungan kepada penulis.
15.Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dari segi
apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan
Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga
laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Januari 2015
Penulis
Afrissa Isty Fadillah
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Abstrak ... vi
Abstract ... vii
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar ... xv
Daftar Notasi ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 3
1.3. Perumusan Masalah ... 4
1.4. Metode Penelitian ... 4
1.5. Batasan Masalah ... 5
1.6. Mekanisme Pengujian ... 6
1.7. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II STUDI PUSTAKA ... 9
2.1.1. Sifat Utama Kayu ... 10
2.1.2. Sifat Fisis Kayu ... 11
2.1.2.1. Kandungan Air ... 11
2.1.2.2. Kepadatan ... 12
2.1.2.3. Berat Jenis ... 12
2.1.3. Sifat Mekanis Kayu ... 13
2.1.3.1. Kuat Lentur ... 13
2.1.3.2. Kuat Geser ... 14
2.1.3.3. Kuat Tekan ... 15
2.1.3.4. Kuat Tarik ... 17
2.1.4. Tegangan Bahan Kayu ... 18
2.1.5. Sistem Pemilahan (Grading) ... 19
2.1.5.1. Sistem Pemilahan secara Mekanis ... 19
2.1.5.2. Sistem Pemilahan Observasi Visual ... 21
2.2. Teori Euler dan Tetmayer ... 24
2.3. Kolom ... 27
2.3.1. Klasifikasi Jenis Kolom ... 28
2.3.2. Prinsip Desain Kolom ... 31
2.3.3. Stabilitas Struktur Kolom ... 33
2.3.3.1. Kesetimbangan Stabil ... 34
2.3.3.2. Kesetimbangan Netral ... 34
2.3.3.3. Kesetimbangan Tidak Stabil... 35
2.3.4. Tekuk Kolom ... 36
2.4.1. Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan ... 40
2.5. Alat Sambung Kayu ... 44
2.6. Baut ... 45
2.6.1. Tahanan Lateral Acuan ... 46
2.6.2. Kuat Tumpu Kayu ... 48
2.6.3. Geometri Sambungan Baut... 50
2.6.4. Faktor Koreksi Sambungan Baut... 52
2.6.4.1. Faktor Aksi Kelompok ... 53
2.6.4.2. Faktor Koreksi Geometrik ... 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 57
3.1.Persiapan dan Pelaksanaan Pengujian ... 57
3.1.1. Persiapan Pengujian ... 57
3.1.2. Pelaksanaan Pengujian ... 57
3.1.2.1. Pemeriksaan Kadar Air ... 57
3.1.2.2. Pemeriksaan Berat Jenis ... 58
3.1.2.3. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 59
3.1.2.4. Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 61
3.1.2.5. Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas ... 62
3.1.2.6. Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat ... 63
3.2. Rangka Dudukan Benda Uji ... 64
3.3. Alat Pembebanan Gaya Tekan ... 65
3.4. Alat Pengukur ... 65
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 70
4.1.Hasil Penelitian ... 70
4.1.1. Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties Kayu ... 70
4.1.1.1. Hasil Pengujian Kadar Air... 70
4.1.1.2. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 71
4.1.1.3. Hasil Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat... 73
4.1.1.4. Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 75
4.1.1.5. Hasil Pengujian Elastisitas ... 76
4.1.1.6. Hasil Pengujian Kuat Lentur ... 84
4.1.1.7. Hasil Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat ... 84
4.1.2.Kesimpulan Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties ... 85
4.2. Perencanaan Batang Ganda Dengan Klos dan Baut Berdasarkan Kuat Lentur ... 87
4.2.Pengujian Tekuk Batang Ganda ... 105
4.3.Perbandingan Hasil Pengujian Laboratorium dengan Analisis Perhitungan ... 112
4.4.Pembahasan Hasil Pengujian ... 121
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 125
5.1.Kesimpulan ... 125
5.2.Saran ... 128
Daftar Pustaka ... xx
DAFTAR TABEL
BAB I
Tidak terdapat tabel
BAB II
Tabel 2.1. Nilai Kuat Acuan (Mpa) Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis
Pada Kadar Air 15% (PKKI NI - 5 2002) ... 20
Tabel 2.2. Nilai Rasio Tahanan (PKKI NI – 5 2002) ... 23
Tabel 2.3. Cacat Maksimum Untuk Setiap Kelas Mutu Kayu (PKKI NI – 5
2002) ... 23
Tabel 2.4. Konstanta Klos Tumpuan (PKKI NI – 5 2002) ... 40
Tabel 2.5. Harga Faktor Koreksi f (E. Kosasih Danasasmita) ... 43
Tabel 2.6. Tahanan Lateral Acuan Baut Atau Pasak (Z) untuk Satu Alat
Pengencang dengan Satu Irisan Yang Menyambung Dua Komponen
(PKKI NI - 5 2002) ... 46
Tabel 2.7. Tahanan Lateral Acuan Baut Atau Pasak (Z) untuk Satu Alat
Pengencang dengan Dua Irisan Yang Menyambung Tiga Komponen
(PKKI NI - 5 2002) ... 47
Tabel 2.8(a). Kuat Tumpu Kayu (Fe) dalam N/Mm2untuk Baut ½“ (Ali Awaludin,
2005) ... 49
Tabel 2.8(b). Kuat Tumpu Kayu (Fe) dalam N/Mm2untuk Baut 5/8“ (Ali
Awaludin, 2005) ... 49
Tabel 2.8(c). Kuat Tumpu Kayu (Fe) dalam N/Mm2untuk Baut 3/4“ (Ali
Tabel 2.9. Jarak Tepi, Jarak Ujung dan Persyaratan Spasi untuk Sambungan
dengan Baut (PKKI NI - 5 2002) ... 51
Tabel 2.10. National Design and Specification U.S (Ali Awaludin, 2005) ... 55
BAB III Tidak terdapat tabel BAB IV Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kadar Air ... 70
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 72
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 74
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 75
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Elastisitas ... 76
Tabel 4.6. Tabulasi Perhitungan Tegangan dan Regangan Sampel 1 ... 77
Tabel 4.7. Tabulasi Perhitungan Tegangan dan Regangan Sampel 2 ... 79
Tabel 4.8. Tabulasi Perhitungan Tegangan dan Regangan Sampel 3 ... 81
Tabel 4.9. Hasil Regresi Ketiga Sampel ... 83
Tabel 4.10. Hasil Pemeriksaan Kuat Geser Sejajar Serat ... 85
Tabel 4.11. Rangkuman Pengujian Mechanical Properties (PKKI NI -5 2002) . 86 Tabel 4.12. Rangkuman Pengujian Mechanical Properties (SNI -5 2002) ... 87
Tabel 4.13. Hasil Pengujian Tekuk Kolom Ganda ………... 106
Tabel 4.14. Hasil Perbandingan Nilai Pelastis Analitis dan Laboratorium ... 123
Tabel 4.15. Hasil Perbandingan Nilai Pkritis Analitis dan Laboratorium ... 123
BAB V
DAFTAR GAMBAR
BAB I
Gambar 1.1. Jenis Tekuk Kolom Euler ... 3
Gambar 1.2. Potongan Melintang Posisi Perletakan Kolom Kayu ... 7
Gambar 1.3. Model Pengujian dan Benda Uji ... 7
BAB II Gambar 2.1. Batang Kayu yang Menerima Beban Lentur ... 14
Gambar 2.2. Batang Kayu yang Menerima Gaya Geser ... 15
Gambar 2.3. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat ... 16
Gambar 2.4. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat 16 Gambar 2.5. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tarik ... 17
Gambar 2.6. Kolom Euler ... 24
Gambar 2.7. Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan ... 29
Gambar 2.8. Jenis Kolom Berdasarkan Posisi Beban pada Penampang ... 30
Gambar 2.9. Kondisi Perletakkan Kolom ... 33
Gambar 2.10(a). Kesetimbangan Stabil ... 34
Gambar 2.10(b). Kesetimbangan Netral ... 34
Gambar 2.10(c). Kesetimbangan Tidak Stabil ... 35
Gambar 2.11. Kolom Berspasi ... 38
Gambar 2.12. Jarak Antar Baut ... 39
Gambar 2.13. Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan ... 40
Gambar 2.15. Bentuk – bentuk baut (ASCE, 1997) ... 46
Gambar 2.16. Geometrik Sambungan Baut Horizontal ... 52
Gambar 2.17. Geometrik Sambungan Baut Vertikal ... 52
BAB III Gambar 3.1 Sampel Pemeriksaan Kadar Air ... 58
Gambar 3.2. Sampel Pemeriksaan Berat Jenis ... 59
Gambar 3.3. Sampel Pengujian Kuat Tekan dan Sejajar Serat ... 60
Gambar 3.4. Sampel Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat ... 61
Gambar 3.5. Sampel Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas ... 62
Gambar 3.6. Kuat Geser Sejajar Serat ... 63
Gambar 3.7. Penampang Kolom Persegi Berspasidengan Arah Tekuk yang Dikehendaki pada Sumbu Bahan ... 66
Gambar 3.8. Penampang Kolom Persegi Berspasidengan Arah Tekuk yang Dikehendaki pada Sumbu Bebas Bahan Bahan ... 66
Gambar 3.9. Benda Uji dengan 3 (Tiga) Variasi Klos ... 67
Gambar 3.10. Tampak Atas Benda Uji ... 69
BAB IV Gambar 4.1. Grafik Tegangan–Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Kayu Sampel 1 ... 78
Gambar 4.4. Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan Kayu Sampel 2 . 80
Gambar 4.5. Grafik Tegangan-Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Kayu
Sampel 3 ... 82
Gambar 4.6. Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan Kayu Sampel 3 . 82
Gambar 4.7. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom Ganda
I (Laboratorium) ... 107
Gambar 4.8. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom Ganda
I (Analitis) ... 107
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom Ganda
II (Laboratorium) ... 108
Gambar 4.10. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom Ganda
II (Analitis) ... 108
Gambar 4.11. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom Ganda
III (Laoratorium) ... 109
Gambar 4.12. Grafik Hubungan Pembebanan dengan Penurunan Kolom Ganda
III (Analitis) ... 109
BAB V
DAFTAR NOTASI
A Luas penampang kayu (m2)
b lebar penampang bahan
h Tinggi penampang bahan
BJ Berat jenis kayu (gr/cm3)
D Diameter baut
E Modulus elastisitas bahan (kg/cm2)
Ew Modulus elastisitas lentur
Fc Tegangan tekan izin
Fem// Kuat tumpu kayu utama sejajar serat
Fes// Kuar tumpu kayu samping sejajar serat
Fyb Kuat lentur baut (N/mm2)
G Berat jenis kayu pada kadar air 15%
I Momen inersia (cm4)
I Momen inersia yang diperhitungkan
Ig Momen inersia geser
KS Konstanta klos tumpuan (MPa)
L Panjang bentang
m Kadar air kayu (%)
P Gaya luar
Pcr Beban tekuk
Vx Volume sampel
Wd Berat kering kayu oven (gr)
Wg Berat kering kayu basah (gr)
X Sumbu bahan
Y Sumbu bebas bahan
Z Tahanan lateral acuan baut atau pasak
fs // Kuat geser (kg/cm2)
λ Angka kelangsingan
ω Faktor tekuk
Regangan
Tegangan
tk // Tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2)
tr // Tegangan tarik sejajar serat (kg/cm2)
ρ Kerapatan kayu (kg/m3)
π Phi radian
ANALISA DAN EKSPERIMEN KOLOM KAYU GANDA TERHADAP SUMBU BAHAN DAN SUMBU BEBAS BAHAN
ABSTRAK
Kayu merupakan bahan konstruksi ringan yang banyak digunakan. Salah satu konstruksi berbahan kayu yang sering digunakan adalah kolom. Penelitian ini menggunakan benda uji berupa kolom kayu ganda dengan sambungan klos dan baut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran uji tekuk serta pengaruhnya terhadap sumbu bahan dan bebas bahan.
Kolom ganda direncanakan memiliki dimensi kayu utama 2 x (2,5 x 5 x 200) cm dengan 3 (tiga) variasi jumlah klos dan menggunakan baut berdiameter
½“. Kolom ganda I memiliki 3 (tiga) buah klos dengan dimensi 2,5 x 5 x 15 cm.
Kolom ganda II dan III memiliki 4 (empat) dan 5 (lima) buah klos dengan dimensi 5 x 5 x 15 cm. Kolom ganda memiliki perletakan sendi – sendi dan diberikan
bahannya saja. Kolom ganda II mengalami tekuk pada sumbu bebas bahan diikuti sumbu bahan dengan keruntuhan pada sumbu bebas bahan. Kolom ganda III mengalami tekuk seperti kolom ganda II, namun keruntuhan terjadi pada sumbu bahan. Penambahan jumlah klos dapat memperkecil jarak antar klos sehingga sumbu bahan menjadi lebih mudah mengalami tekuk. Keruntuhan atau patah terjadi pada batang kayu utama. Daerah sambungan tidak mengalami patah sehingga dapat dikatakan aman.
ANALYSIS AND EXPERIMENTAL OF DOUBLE TIMBER COLUMNS ON THE MATERIAL AXIS AND THE FREE-MATERIAL AXIS
ABSTRACT
Wood is lightweight construction materials are widely used. One of constructions made of wood that is often used is the column. The research used the double timber columns that are connected by spacer blocks and bolts. The purpose of this research was to obtain an overview bending test and its influence on the material axis and the free-material axis.
The double columns was planned 2 x (2,5 x 5 x 200) cms of major timber
dimensions which had 3 (three) variations of spacer blocks and used bolts ½” in
diameter. The double columns I had 3 (three) 2,5 x 5 x 15 cms spacer blocks. The double columns II and III had 4 (four) and 5 (five) 5 x 5 x 15 cms spacer blocks. It had hinge joint and axial loading was provided.
The results was obtained theoretically for the double columns I are Pelastic = 540,684 kgs and = 93,425 kgs/cms2; Pcr = 1416,593 kgs and = buckled on the material axis. The double columns II had buckled on the material axis, then followed by the material axis, which had fracture on the free-material axis. The double columns III was same as the double columns II, but it had fracture on the material axis. Increasing the number of spacer blocks can minimize the distance between them, so that the material axis can be more easily buckled. The fracture occurred on the major timber. The areas of the connector did not have any fractures so it can be said safely.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Material kayu sudah digunakan sebagai bahan konstruksi telah lama
dikenal oleh masyarakat. Kayu dipilih sebagai bahan struktur karena ringan dan
memerlukan peralatan yang sederhana dalam proses pengerjaannya. Selain
merupakan bahan yang mudah pengerjaannya, kayu juga mudah ditemukan di
alam. Kayu bersifat renewable yaitu sumbernya menjamin ketersediaan sepanjang masa selama pengelolaan sumber daya alamnya dilakukan secara lestari
(Surjokusumo dkk, 2003 dalam Ali Awaluddin, 2005). Artinya, jika pohon-pohon
ditebang untuk diambil kayunya, maka tanah hutan harus segera ditanami kembali
dengan bibit pohon baru agar sumber kayu tidak habis. Diperkirakan untuk
masa-masa mendatang, kayu akan selalu tetap dibutuhkan sebagai bahan konstruksi.
Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada
istilah limbah pada konstruksi kayu (Awaluddin dkk, 2005).
Penggunaan material kayu sebagai bahan konstruksi didasari oleh faktor
kekuatan serta faktor estetika sebagai bahan dekorasi di samping bahan
konstruksi. Hal tersebut disebabkan oleh fisik alami pada kayu yang memliki
bermacam warna dan jenis serat. Penampakan alaminya dapat meningkatkan
keindahan bangunan khususnya untuk struktur terbuka (exposed structures). Kayu diketahui memiliki beberapa sifat istimewa, seperti sifat higroskopis
yaitu kemampuan kayu untuk menyerap dan melepaskan kembali uap atau cairan
ketahanan terhadap pembebanan yang tegak lurus maupun sejajar seratnya, dan
awet apabila dirawat dengan baik. Sifat-sifat ini menjadikan material kayu
memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan material lainnya, seperti beton,
baja atau kaca.
Secara umum, penggunaan material kayu dalam bidang konstruksi yang
dikenal ialah kolom (tiang). Kolom merupakan komponen struktur yang memiliki
peran penting sebagai penahan beban akibat gaya aksial. Suatu batang dapat
memikul tarik, tekan, momen ataupun kombinasinya. Kegagalan kolom akan
menyebabkan keruntuhan pada komponen struktur lain yang berhubungan dengan
kolom tersebut. Hal ini disebabkan oleh panjang, lebar, bentuk, dan tinggi suatu
komponen struktur yang mempengaruhi tekukan yang akan terjadi. Tekuk kolom
umumnya hanya mengalami kombinasi momen dengan tekan. Banyak orang telah
meneliti dan mengemukakan teori tentang tekuk pada kolom, salah satunya adalah
Leonhardt Euler pada tahun 1759.
Umumnya kolom berbentuk bujur sangkar. Jika kolom berpenampang
bujur sangkar tidak mampu menahan tekuk, maka dapat digunakan kolom ganda
yang disambung dengan klos dan baut. Kolom ganda ini biasanya disebut juga
kolom berspasi. Kolom berspasi memiliki dua sumbu utama yang melalui titik
berat penampang, yaitu sumbu bahan dan sumbu bebas bahan.
Melalui percobaan ini penulis ingin melihat sejauh mana perhitungan
kekuatan kayu ganda dengan klos yang disambung dengan baut, serta
pengaruhnya terhadap sumbu bahan dan bebas bahan. Pengujian tekuk dilakukan
Garis terputus menunjukkan diagram kolom tertekuk
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
Nilai Kc teoritis 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0
Nilai Kc yang dianjurkan untuk kolom yang mendekati kondisi idiil
0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0
Kode ujung Jepit Sendi Hall tanpa putaran sudut/Jepit bergoyang
Ujung bebas/Jepit bebas
Gambar 1.1. Jenis Tekuk Kolom Euler
Mengacu pada uraian diatas, penulis akan mencoba menganalisa teori
maupun perumusan tekuk kolom ganda dengan melakukan penelitian di
laboratorium sesuai dengan judul “Analisisdan Eksperimen Kolom Kayu Ganda
Terhadap Sumbu Bahan serta Sumbu Bebas Bahan”.
1.2. Tujuan Penelitian
b. Mendapatkan gambaran pengaruh tekuk terhadap sumbu bahan dan
sumbu bebas bahan pada kolom ganda yang diletakkan dengan dua
posisi yang berbeda.
c. Membandingkan beban kritis, panjang tekuk, dan jari-jari
kelembaman benda uji dari hasil analitis dan eksperimental.
1.3. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut:
a. Bagaimana keadaan beban kritis, panjang tekuk, dan jari-jari
kelembaman benda uji?
b. Bagaimana perilaku benda uji kolom kayu ganda dengan klos yang
disambung dengan baut apabila dibebani secara normal sentris yang
tergantung pada perletakkan dan panjang benda uji?
c. Bagaimana pengaruh tekuk terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas
bahan pada kolom kayu ganda dengan adanya variasi klos dan posisi
kolom diletakkan secara berbeda?
1.4. Metode Penelitian
Metodologi dan tahapan pelaksanaan yang dibuat penulis dalam
pengerjaan tugas akhir ini menggunakan beberapa pendekatan antara lain:
a. Analisa physical dan mechanical properties kayu;
b. Analisa perhitungan berdasarkan teori Euler dan Tetmayer;
d. Membandingkan hasil analisa perhitungandengan pengujian
laboratorium.
1.5. Batasan Masalah
Mengingat dalam penelitian yang akan dilakukan terdapat keterbatasan
alat uji tekuk, maka beberapa lingkup masalah yang dibatasi akan dibahas sebagai
berikut:
a. Pembebanan kolom kayu tersebut adalah pembebanan normal
sentris;
b. Perletakkan yang ditinjau adalah sendi-sendi;
c. Mechanical Properties yang konstan dari setiap jenis kayu;
d. Benda uji yang digunakan adalah kayu durian;
e. Pengujian dilakukan menggunakan 3 (tiga) buah benda uji dengan variasi jumlah klos;
f. Pengujian kolom kayu ganda diletakkan pada dua posisi yang
berbeda;
g. Penampang batang kayu yang diuji adalah batang ganda dengan klos
yang disambung dengan baut dan dimensi kayunya 2,5 x 5 x 15
untuk kolom ganda I, dan dimensi kayu 5 x 5 x 15 untuk kolom
ganda II dan III;
h. Bentang benda uji kayu yang akan diuji ± 2 meter;
i. Membandingkan pengaruh tekuk terhadap sumbu bahan serta sumbu
j. Analisa perhitungan berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu
Indonesia.
1.6. Mekanisme Pengujian
Pengujian dilakukan dengan meletakkan balok kayu durian secara
horizontal pada benda pengujian yang dimodifikasi dari profil baja dengan
bentang yang disesuaikan. Posisi perletakan kolom kayu ganda diletakkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Posisi pertama, sumbu bahan berada di sumbu x-x dan sumbu bebas
bahan berada di sumbu y-y. Benda uji yang digunakan adalah kolom
ganda I dengan 3 (tiga) buah klos.
b) Posisi kedua, sumbu bahan berada di sumbu y-y dan sumbu bebas
bahan berada di sumbu x-x. Benda uji yang digunakan adalah kolom
ganda II dengan 4 (empat) buah klos dan kolom ganda III dengan 5
(lima) buah klos.
Ukuran penampang kayu sudah didapat dan salah satu ujung baja dilas
sehingga menjadi perletakkan jepit, sedangkan ujung yang lain dibuat statis
sehingga dapat di geser untuk menyesuaikan ukuran balok. Beban P diberikan
secara bertahap pada salah satu ujung balok secara horizontal dengan alat jack
searah dengan normal sentrisnya. Dial gauge diletakkan pada titik-titik daerah lemah kayu sehingga dapat dilihat apabila terjadi retak dan hasil pembacaan dial
dicatat maupun retak yang terjadi diberi tanda. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 1.2. Potongan Melintang Posisi Perletakan Kolom Kayu Ganda
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara
garis besar isi setiap bab yang dibahas pada Tugas akhir ini. Sistematika penulisan
ini adalah sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan
penelitian, metodologi penelitian, batasan masalah, mekanisme pengujian, dan
sistematika penulisan dari tugas akhir ini.
BAB II. STUDI PUSTAKA
Bab ini berisi uraian umum dan khusus tentang kayu dan kolom kayu
ganda, serta sumbu bahan dan sumbu bebas bahan yang akan diteliti berdasarkan
referensi-referensi yang diperoleh oleh penulis.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang persiapan penelitian mencakup penyediaan
bahan dan pekerjaan pertukangan hingga pelaksanaan penelitian.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian benda uji dalam penelitian di
laboratorium yang meliputi: hasil pengujian pengaruh tekuk kolom kayu ganda ke
sumbu bahan dan sumbu bebas bahan, serta pembahasannya.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh kegiatan tugas
akhir ini dengan menitikberatkan pada pengaruh tekuk terhadap sumbu bahan
serta sumbu bebas bahan pada kolom kayu ganda dan beberapa saran untuk
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1. Kayu
Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang berasal dari alam dan
merupakan salah satu bahan konstruksi yang pertama digunakan oleh manusia.
Material kayu merupakan bahan struktur yang ramah lingkungan karena dapat
didaur ulang dan terurai secara mudah di alam (bio-degradable), serta dapat diperbaharui kembali.
Penggunaan kayu sebagai bahan kontruksi disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain kesederhanaan dalam pengerjaan, ringan, sesuai dengan
lingkungan (environmental compatibility). Hal tersebut membuat kayu menjadi bahan konstruksi yang dikenal di bidang konstruksi ringan (light construction). Kayu sebagai bahan konstruksi tidak hanya didasari oleh kekuatannya saja, akan
tetapi juga didasari oleh segi keindahannya. Secara alami kayu memiliki
bermacam-macam warna dan bentuk serat, sehingga untuk bangunan yang
menggunakan material kayu tidak banyak memerlukan perlakuan tambahan serta
meningkatkan keindahan bangunan.
Kayu memiliki kendala dalam penggunaannya, antara lain dapat
mengalami kerusakan oleh serangan jamur, rayap, dan pengelolaan hutan sebagai
sumber utama kayu tidak dilakukan secara berkesinambungan (Ali Awaluddin,
2005). Ketersediaan kayu menjadi langka disebabkan oleh penebang liar yang
melakukan penebangan tanpa adanya pengelolaan hutan. Kendala lainnya yang
arah serat yang berbentuk menampang, spiral, diagonal, mata kayu dan
sebagainya. Kayu dapat memuai dan menyusut dengan perubahan kelembaban
dan meskipun tetap elastis, terdapat lendutan yang relatif besar pada pembebanan
berjangka lama (Felix Yap, 1964).
2.1.1. Sifat Utama Kayu
Kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama yang menyebabkan kayu selalu
dibutuhkan oleh manusia (Frick, 2004). Sifat-sifat utama bahan bangunan kayu
dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis jika
dikelola atau diusahakan dengan baik. Artinya, jika pohon ditebang
untuk diambil kayunya, harus segera ditanam kembali pohon-pohon
pengganti supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan sebagai
renewable resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui).
2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan
bahan lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah
dapat dengan mudah diproses menjadi barang-barang seperti kertas,
tekstil, dan sebagainya.
3. Kayu mempunyai sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan
lain buatan manusia. Misalnya, kayu mempunyai sifat elastis, ulet,
tahan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau
tidak dimiliki baja, beton, atau bahan-bahan lain yang biasa dibuat
oleh manusia.
2.1.2. Sifat Fisis Kayu
Sifat fisis kayu merupakan sifat yang menampilkan suatu kondisi khusus
dari struktur dan anatomi kayu itu sendiri. Sifat fisis ini dapat menunjukkan
keadaan kayu, seperti kandungan air, berat jenis kayu, arah serat, dan lain
sebagainya.
2.1.2.1. Kandungan Air
Kayu merupakan material higroskopis. Skar (dalam Iswanto, 2008)
mengemukakan bahwa kayu memiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap atau
melepas air dari lingkungannya. Tsoumis (dalam Iswanto, 2008) menambahkan
bahwa air yang diserap atau dilepaskan dapat berupa uap air atau cair.
Kemampuan kayu menyerap dan melepaskan air sangat tergantung dari kondisi
lingkungan seperti temperatur dan kelembaban udara. Apabila kelembaban udara
meningkat, maka kandungan air pada kayu akan meningkat pula. Lingkungan
yang memiliki kelembaban udara yang stabil akan menyebabkan kandungan air
cenderung tetap. Kondisi seperti ini disebut kadar air imbang (equilibrium moisture content). Kandungan air yang terdapat pada kayu bergantung pada spesies, umur dan ukuran pohon.
Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan dalam dua bentuk, yaitu air
terjadi proses pengeringan maka air bebas adalah air yang pertama kali berkurang.
Kondisi dimana air bebas telah habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih
jenuh dinamakan titik jenuh serat (fibre saturation point).
Kayu di Indonesia yang kering udara pada umumnya mempunyai kadar air
(kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata 15%. Apabila berat dari benda uji
menunjukkan penurunan angka secara terus menerus, maka kayu belum dapat
dianggap kering udara.
2.1.2.2. Kepadatan
Kepadatan (density) kayu dinyatakan sebagai berat per unit volume. Pengukuran kepadatan bertujuan untuk mengetahui persentase rongga pada kayu.
Kepadatan dan volume sangat bergantung pada kandungan air. Menghitung
kepadatan suatu jenis kayu adalah dengan cara membandingkan antara berat
kering kayu dengan volume basah. Berat kering kayu diperoleh dengan
menimbang spesimen kayu yang telah disimpan dalam oven pada suhu 105º
selama 24 – 48 jam atau sampai berat spesimen kayu tetap.
2.1.2.3. Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara kepadatan kayu dengan kepadatan
air pada volume yang sama. Kayu terdiri dari sel kayu sebagai bagian padat, air
dan udara. Ketika kayu dikeringkan di dalam oven maka volume yang tertinggal
hanya volume bagian padat dan volume udara. Hal ini disebabkan oleh air yang
beratjenis secara umum pada bagian pangkal lebih tinggi dibandingkan dengan
bagian tengah dan ujung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon,
tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu
merupakan salah satu sifat fisis kayu yang penting sehubungan dengan
penggunaannya sebagai bahan konstruksi.
2.1.3. Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu adalah kemampuan kayu dalam memberikan
perlawanan terhadap perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya luar.
Sifat mekanis merupakan syarat-syarat pemilihan kayu untuk digunakan sebagai
material konstruksi.
2.1.3.1. Kuat Lentur
Kuat lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan
lengkungan kayu akibat adanya beban yang bekerja tegak lurus di tengah kayu
dimana pada kedua ujungnya tertumpu. Sisi atas balok sederhana yang dikenai
beban akan mengalami tegangan tekan maksimal. Sementara sisi bawah akan
mengalami tegangan tarik. Tegangan ini secara perlahan-perlahan menurun
kebagian tengah dan menjadi nol pada sumbu netral.
Kuat lentur dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kuat lentur statik dan kuat
lentur pukul. Kuat lentur statik adalah kekuatan bahan dalam menahan gaya yang
diberikan secara perlahan-lahan, sedangkan kuat lentur pukul adalah kekuatan
Kuat lentur kayu dapat diketahuijika dalam pengujiannya, kayu akan
mengalami tegangan dan perubahan bentuk (melentur/melendut) saat menerima
beban yang besar. Tegangan yang terjadi antara lain tegangan tarik, tekan, dan
geser sehingga dalam ketiga parameter ini akan didapat nilai kuat lenturnya. Kuat
lentur kayu biasa dinyatakan dalam modulus retak (Modulus of Repture : MOR). Tegangan tarik akan terjadi pada bagian sisi bawah kayu dan tegangan tekan
terjadi pada bagian sisi atas kayu, sedangkan tegangan geser bekerja pada sejajar
penampang. Tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu akan
mengalami regangan yang cukup berbahaya. Ketiga tegangan yang terjadi dialami
oleh kayu pada saat pembebanan sedang berlangsung.
Gambar 2.1.BatangKayu yang Menerima Beban Lentur
2.1.3.2. Kuat Geser
Kuat geser atau tegangan geser ( ) merupakan kemampuan material kayu
untuk menahan beban geser yang ditimbulkan kepadanya. Beban geser ini dapat
menyebabkan serat-serat kayu menjadi tergelincir atau bergeser sehingga
mengalami perubahan pada struktur seratnya.
Kuat geser pada kayu dapat terjadi pada arah sejajar serat, tegak lurus
serat dan bidang miring serat. Kuat geser tegak lurus serat memiliki kekuatan
Teg. Tekan
Teg. Tarik Garis Netral
Teg. Geser
geser 3-4 kali lebih besar dibandingkan kuat geser sejajar serat. Sementara kuat
geser pada bidang miring serat terjadi apabila kayu dibebani gaya lentur.Sifat ini
tidak begitu penting disebabkan sebelum mengalami geser tegak lurus serat, kayu
sudah terlebih dahulu rusak.
Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada
pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan dengan notasi (kg /
cm2 ). Kuat geser diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
... (2.1)
Dimana:
= tegangan geser (kg/m2)
P = beban (kg)
A = luas penampang (m2)
cp
Gambar 2.2. Batang Kayu yang Menerima Gaya Geser
2.1.3.3. Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan kayu menahan beban yang diberikan
kepadanya, baik sejajar serat maupun tegak lurus serat. Akibatnya, kayu akan
mengalami pemendekan maupun perubahan bentuk penampang melintangnya.
Gaya yang diberikan sejajar serat akan menimbulkan bahaya tekuk sedangkan
Teg. Geser
gaya yang diberikan tegak lurus serat akan menimbulkan keretakan bahkan patah.
Kedua hal tersebut merupakankondisi yang tidak diharapkan terjadi pada suatu
struktur karena akan menimbulkan suatu kegagalan pada struktur itu sendiri.
Gambar 2.3. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat
Kayu yang diberikan pembebanan sejajar serat memilikikuat tekan yang
lebih besar dibandingkan dengan pembebanan tegak lurus serat. Batang kayu yang
panjang dan tipis seperti papan, umumnya mengalami bahaya kerusakan lebih
besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya
tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan
menimbulkan tegangan tekan pada kayu.Tegangan tekan izin diberikan notasi Fc
(MPa).
Gambar 2.4. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat
P P
P
2.1.3.4. Kuat Tarik
Sebuah kayu yang diberikan gaya tarik dari kedua arah yang berlawanan
maka akan timbul tegangan tarik dari serat-serat kayu tersebut. Gaya tarik akan
berusaha melepaskan ikatan antara serat-serat kayu.Apabila gaya tarik yang
diberikan beban lebih besar dari gaya tarik serat kayu, maka serat-serat kayu akan
terlepas dan menimbulkan patahan. Kondisi ini tidak boleh terjadi pada suatu
struktur bangunan.
Tegangan tarik (Ft) masih diperbolehkan apabila tidak terdapat perubahan yang dapat membahayakan suatu struktur. Nilai tegangan tarik kayu
dapat ditentukan dalam tabel nilai kuat acuan pada kadar air 15% dengan kode
mutu tertentu.Sebagai contoh, kayu dengan kode mutu E15 memiliki tegangan
tarik izin sebesar 31 MPa (PKKI NI - 5, 2002).
Kuat tarik pada kayu dapat menahan beban aksial (sejajar serat) atau
transversal (tegak lurus serat). Di antara kedua kekuatan tarik tersebut, kuat tarik
aksial kayu (sejajar serat) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tarik
transversal (tegak lurus serat).
`
Gambar 2.5. Batang Kayu yang Menerima Gaya Tarik
2.1.4. Tegangan Bahan Kayu
Menurut Awaluddin (2005), tegangan pada bahan kayu merupakan
kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha
merubah ukuran dan bentuk bahan kayu tersebut. Gaya-gaya luar yang bekerja
pada suatu benda dapat menimbulkan gaya-gaya dalam yang disebut tegangan dan
dinyatakan dalam gaya per satuan luas (N/m2).
⁄ ... (2.2)
Perubahan ukuran dan bentuk yang terjadi akibat tegangan disebut
deformasi atau regangan. Apabila tegangan yang bekerja kecil maka deformasi
yang terjadi juga kecil. Bahan kayu akan kembali ke bentuk semula apabila
tegangan dihilangkan sepenuhnya sesuai dengan sifat elastisitas benda tersebut.
Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat-serat akan
terputus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan.
Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada
satu titik yang disebutLimit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan.
Deformasi atau regangandinyatakan dalam pertambahan panjang per panjang awal
bahan.
... (2.3)
modulus elastisitas. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut
lebih kaku. Sebaliknya, semakin rendah nilai modulus elastisitas maka kayu
tersebut lebih lentur atau fleksibel.
⁄ ... (2.4)
Bahan yang mengalami keruntuhan atau patah tanpa adanya perubahan
bentuk atau dengan sedikit perubahan bentuk disebut perilaku getas. Getas terjadi
tanpa menunjukkan tanda-tanda terjadinya deformasi pada bahan. Hal ini
merupakan jenis keruntuhan yang dianggap berbahaya bagi struktur bangunan.
2.1.5.Sistem Pemilahan (Grading)
2.1.5.1. Sistem Pemilahan Secara Mekanis
Pemilahan kayu secara mekanis yaitu pemilahan menggunakan alat
grading machine. Sistem pemilahan dengan menggunakan alat ini sudah mulai dilakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia.
Batang kayu dibentuk menjadi ukuran struktur atau masih berupa utuh
(kayu log) dibebani beban terpusat. Lendutan yang terjadi akibat pembebanan dicatat besarnya tepat di bawah beban yang bekerja. Prinsip pengujian ini disebut
pengujian lentur statik. Pengujian ini dilakukan pada setiap jarak tertentu,
misalnya setiap 1 (satu) meter. Nilai Modulus Elastisitas Lentur (MOE) dapat
diperoleh dari data beban dan lendutan. Mengacu pada nilai MOE, tegangan lain
Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat
acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan
tabel 2.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang
mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.
Tabel 2.1. Nilai Kuat Acuan (Mpa) Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis Pada Kadar Air 15% (PKKI NI - 5 2002)
Fb =Kuat Lentur Fv =Kuat Geser
Ft // =Kuat Tarik Sejajar Serat Fc ┴ =Kuat Tekan Tegak Lurus Serat
2.1.5.2. Sistem Pemilahan Observasi Visual
Pemilahan kayu secara visual sudah lama dilakukan oleh manusia.
Parameter pemilahan secara visual dapat diamati melalui lebar cincin tahunan,
kemiringan serat, mata kayu, keberadaan jamur atau serangga pemakan kayu dan
keretakan. Cara ini seringkali memberikan hasil yang kurang akurat terlebih jika
si pengamat tidak memiliki keahlian dan pengalaman. Akibatnya pemilahan kelas
kuat kayu akan lama dan hasilnya dapat diragukan.
Apabila pengukuran secara visual berdasarkan berat jenis, maka kuat
acuan kayu berserat lurus atau tanpa cacat dapat dihitung dengan langkah sebagai
berikut.
1. Kerapatan ρ (dengan satuan kg/m3) pada kondisi basah (berat dan
volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih
kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku
... (2.5)
Dimana:
ρ = kerapatan kayu (kg/m3)
Wg = berat kayu basah (kg)
Vg = volume basah kayu (m3)
2. Kadar air, m % (m< 30) diukur dengan prosedur baku.
Dimana:
m = kadar air kayu (%)
Wd = berat kayu kering oven (gr)
Wg = berat kayu basah (gr)
3. Hitung berat jenis pada m % (Gm) dengan rumus:
... (2.7)
4. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus:
[ ]
... (2.8)
5. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % (G15) dengan rumus:
... (2.9)
6. Hitung estimasi kuat acuan Modulus Elastisitas Lentur dengan rumus:
... (2.10)
Dimana:
G= berat jenis kayu pada kadar air 15 % (G = G15)
Kayu yang mempunyai cacat kayu dan atau serat yang tidak lurus, estimasi
nilai modulus elastisitas lentur acuan dari tabel 2.1 harus direduksi dengan
mengikuti ketentuan SNI 03-3527-1994 UDC (Unit Decimal Classification)
691.11 tentang “εutu Kayu Bangunan” dengan mengalikan estimasi nilai
modulus elastisitas lentur acuan dari persamaan 2.10 dimana nilai rasio tahanan
pada tabel 2.2 bergantung pada Kelas Mutu Kayu. Kelas mutu kayu ditetapkan
Tabel 2.2.Nilai Rasio Tahanan (PKKI NI - 5 2002)
Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan
Tabel 2.3.Cacat Maksimum Untuk Setiap Kelas Mutu Kayu (PKKI NI - 5 2002)
Pinggul 1/10 tebal atau lebar kayu
Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan
2.2. Teori Euler dan Tetmayer
Teori tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhardt Euler
(1759). Euler melakukan percobaan dimana sebuah kolom memiliki beban
konsentris yang semula lurus dan seratnya tetap elastis sehingga akan mengalami
lengkungan kecil seperti pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Kolom Euler
Euler menyelidiki batang yang dijepit pada salah satu ujungnya dan
bertumpu sederhana (simply supported) pada ujung lainnya. Logika yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang
rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil.
Pada titik sejaiuh x, momen lentur Mx (terhadap sumbu x) pada kolom
yang mengalami sedikit lendutan adalah:
Mx = P x y ... (2.11)
Karena
... (2.12)
Persamaan diatas menjadi:
... (2.13)
P P
y
Bila k2 = P / EI maka persamaan (2.13) menjadi:
... (2.14)
Persamaan diferensial ber-ordo dua dapat dinyatakan sebagai:
... (2.15)
Dengan syarat batas:
1. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0, didapat harga B = 0
2. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh
harga sebagai berikut:
... (2.16)
Harga kL yang memenuhi adalah kL= 0, π, 2π, 3π, .... nπ atau persamaan (2.16) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan:
a. konstanta A = 0, tidak ada lendutan b. kL = 0, tidak ada lendutan
c. kL = π, syarat terjadinya tekuk.
Karena k2 = P / EI, maka √
Kedua ruas dikuadratkan
, maka diperoleh ... (2.17)
Ragam tekuk dasar pertama, adalah lendutan dengan lengkung tunggal (y = A sin x dari persamaan 2.15), akan terjadi bila kL = π.Dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom bersendi di kedua ujungnya dengan L adalah panjang tekuk yang dinotasikan dengan Lk adalah:
Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, dapat dilihat
hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan
dengan (λ). Dari persamaan (2.17) apabila kedua ruas dibagi dengan luas
penampang, maka akan diperoleh:
... (2.19)
Karena i2 = I / A, maka diperoleh:
... (2.20)
Dimana adalah kelangsingan (λ), maka diperoleh:
... (2.21)
Persamaan Euler ini berlaku apabila nilai tekuk dari suatu benda uji berada
diantara 100 sampai 150.Gaya tekan Euler diperoleh berdasarkan anggapan kayu
berperilaku elastis, maka gaya tekan Euler sesuai untuk kolom dengan angka
kelangsingan tinggi. Sedangkan untuk nilai tekuk λ ≤ 100 digunakan persamaan
Tetmayer (Den Hartog, 1949):
Pk= A × ... (2.22)
Dimana:
... (2.23)
Angka tekuk dalam Tetmayer (Ramdhan, 2008) ialah sebagai berikut:
... (2.24)
Kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang
elastis). Tekuk murni akibat beban aksial terjadi bila anggapan-anggapan ini
berlaku, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang;
2. Kolom lurus sempurna dan prismatis;
3. Resultan beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang
mulai melentur;
4. Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara
sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan;
5. Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku
dan gaya geser dapat diabaikan;
6. Puntiran atau distorsi penampang melintang tidak terjadi selama
melentur.
Tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dengan
lendutan tidak stabil pada batang tekan di dalam suatu percobaan. Hasil percobaan
mencakup pengaruh lengkungan awal pada batang eksentrisitas beban yang tidak
terduga, tekuk setempat atau lateral dan tegangan sisa.
2.3. Kolom
Struktur kolom adalah batang vertikal dari rangka struktur yang memikul
beban dari balok serta rangka atap. Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, kolom
adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban
aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga
Pembebanan kolom didominasi oleh beban aksial tekan yang bekerja pada
ujung-ujungnya tanpa ada beban tranversal yang bekerja. Akibatnya, kolom tidak
mengalami lentur secara langsung karena tidak ada beban tegak lurus terhadap
sumbu kolom. Beban aksial tekan yang menyebabkan adanya perilaku tekuk pada
kolom juga dipengaruhi oleh panjang, lebar, bentuk, dan tinggi suatu
komponenstruktur.Perilaku tekuk ini dipengaruhi oleh nilai kelangsingan kolom
yaitu nilai banding antara panjang efektif kolom dengan jari-jari girasi penampang
kolom.
Kolom merupakan elemen struktur yang penting agar bangunan tidak
roboh. Apabila kolom mengalami kegagalan, maka struktur yang ditopangnya
akan mengalami keruntuhan.Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk
terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan ini disebut tekuk
in elastis (tidak elastis). Kolom yang ideal memiliki sifatelastis, lurus, dan sempurna jika diberi pembebanan secara konsentris.
2.3.1. Klasifikasi Jenis Kolom
Klasifikasi jenis kolom dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, yaitu:
Kolom segiempat/bujursangkar dengan tulangan memanjang dan
sengkang berbentuk segiempat.
Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa
Kolom komposit yaitu kolom yang bahan – bahannya terdiri dari dua
jenis material yang berbeda sifat dan bersatu sehingga memiliki
kekuatan yang lebih baik.
Kolom kayu dapat berfungsi sebagai kolom struktural dan
non-struktural. Penampang kolom struktural kayu pada umumnya berbentuk
persegi/ bujursangkar, bulat, kolom tunggal maupun kolom ganda.
Gambar 2.7. Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan
2. Jenis kolom berdasarkan posisi beban pada penampangnya, yaitu:
Kolom yang mengalami beban sentris (tidak mengalami lentur,
Gambar 2.7a.).
Kolom dengan beban eksentrisitas (Gambar 2.7b.) mengalami
momen lentur selain gaya aksial dan dapat dikonversikan
menjadi suatu beban
(a) (b)
Gambar 2.8. Jenis Kolom Berdasarkan Posisi Beban pada Penampang
3. Jenis kolom berdasarkan panjang kolom dalam hubungannya dengan
dimensi lateralnya, yaitu:
Kolom pendek adalah kolom yang nilai perbandingan antara
panjangnya dengan dimensi penampang melintang relatif kecil.
Jenis kolom ini tidak tergantung pada panjangnya dan apabila
mengalami beban berlebihan akan mengalami kegagalan karena
hancurnya material. Hal ini berarti, kolom pendek tidak
mengalami bahaya tekuk. Oleh karena itu, kapasitas pikul-beban
batas kolom ini tergantung pada kekuatan material yang
digunakan.
Kolom panjang yaitu jika ketinggian dari kolom lebih besar dari
tiga kali dimensi lateralnya (panjang/ lebar). Jenis kolom ini akan
mengalami kegagalan akibat tekuk dan ketinggiannya atau
panjangnya turut mempengaruhi kapasitas pikul-beban. Perilaku
kolom panjang terhadap beban tekan diilustrasikan pada gambar
P P
2.10a. Apabila bebannya kecil, kolom masih dapat
mempertahankan bentuk linearnya, begitu pula jika bebannya
bertambah. Hingga pada saat beban yang diterima terus
bertambah mencapai taraf tertentu, kolom tersebut tiba-tiba
berubah bentuk seperti pada gambar 2.10b. Inilah yang disebut
dengan fenomena tekuk (buckling). Apabila suatu kolom telah menekuk, maka kolom tersebut tidak akan mampu lagi menerima
beban tambahan sehingga sedikit saja penambahan beban akan
dapat menyebabkan kolom tersebut runtuh/hancur seperti gambar
2.10c. Dengan demikian, kapasitas pikul bebannya adalah besar
beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal.
2.3.2. Prinsip Desain Kolom
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kolom akan mengalami
keruntuhan jika gagal menopang beban yang bekerja padanya. Hal tersebut terjadi
karena kolom mengalami tekuk (buckling). Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabakan suatu kolom menekukyang disebut juga dengan beban kritis (Pcr).
Elemen struktur kolom yang memiliki nilai perbandingan antara panjang
dan dimensi penampang melintang yang relatif kecil disebut kolom pendek.
Kemampuan kolom pendek memikul beban tidak tergantung pada panjang kolom.
Kolom pendek mengalami kegagalanjika tidak mampu menahan beban karena
material akan hancur.Kemampuan pikulbeban batas tergantung pada kekuatan
perubahan proporsi relatif elemen hingga mencapai keadaan yang disebut elemen
langsing. Perilaku elemen langsing berbeda dengan elemen tekan pendek.
Perilaku elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah apabila
bebannya kecil maka elemen masih dapat mempertahankan bentuk liniernya.
Begitu pula apabila bebannya bertambah. Saat beban mencapai nilai tertentu maka
elemen tersebut akan tidak stabilsecara tiba-tiba dan berubah bentuk.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya tekuk. Salah satu
faktor penting yang mempengaruhi tekuk yaitu panjang kolom. Pada umumnya
kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen.
Faktor lain yang juga mempengaruhi besar beban tekuk adalah karakteristik
kekakuan elemen struktur, yaitu jenis material dan bentuk, serta ukuran
penampang. Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah
mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen berkekakuan besar. Semakin
panjang suatu elemen struktur maka kekakuannya semakin kecil.
Kekakuan elemen struktur juga berkaitan dengan banyaknya dan distribusi
material yang ada dan sifat material. Ukuran distribusi ini pada umumnya dapat
dinyatakan dengan momen inersia I yang menggabungkan banyak material yang ada dengan distribusinya. Sedangkan ukuran untuk sifat material adalah modulus elastisitas E. Semakin tinggi nilai E, semakin tinggi pula kekakuannya dan semakin besar pula tahanan kolom yang terbuat dari material itu untuk mencegah
tekuk.
Faktor lain yang turut mempengaruhi besarnya beban tekuk adalah kondisi
ujung elemen struktur. Kolom dengan ujung-ujung bebas berotasi mempunyai
ujung-ujungnya dijepit. Penambahan bracing pada ujung kolom dapat menambah kekakuan, sehingga dapat meningkatkan kestabilan dalam mencegah tekuk.
Berikut ini adalah keterkaitan besarnya beban tekuk dengan berbagai kondisi
ujung elemen struktur.
Garis terputus
menunjukkan diagram
kolom tertekuk
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
Nilai Kc teoritis 0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0
Nilai Kc yang dianjurkan
untuk kolom yang
mendekati kondisi idiil
0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0
Kode ujung Jepit Sendi Hall tanpa putaran sudut/Jepit bergoyang
Ujung bebas/Jepit bebas
Gambar 2.9. Kondisi Perletakkan Kolom
2.3.3. Stabilitas Struktur Kolom
Masalah kesetimbangan kolom erat kaitannya dengan stabilitas suatu
struktur batang. Konsep stabilitas sering diterangkan dengan menggangap
2.3.3.1. Kesetimbangan Stabil
Gambar 2.10(a). Kesetimbangan Stabil
Berdasarkan gambar 2.10(a), bola pejal berada di permukaan yang cekung.
Kemudian bola pejal berubah posisinya ketika diberikan gaya F. Saat gaya F
hilang, posisi bola pejal kembali seperti semula. Kondisi ini adalah penganalogian
dari suatu kolom bermuatan P < Pcr yang diberikan gaya F tegak lurus sumbu
kolom sehingga mengalami lendutan. Jika gaya F dihilangkan maka kolom akan
kembali ke bentuk linearnya. Kondisi kesetimbangan ini disebut kesetimbangan
stabil (stable equilibrium).
2.3.3.2. Kesetimbangan Netral
Kolom dengan beban P = Pcr dianalogikan dengan bola pejal yang berada
di permukaan datar. Bola pejal tersebut diberi gaya F dan berpindah tempat tanpa
kembali ke tempatnya semula. Berdasarkan anggapan itulah suatu kolom
bermuatan P = Pcr jika diberikan beban sebesar F, maka kolom tersebut akan
mengalami tekuk. Ketika gaya F dilepaskan, kolom tidak akan kembali ke bentuk
linearnya. Kondisi kesetimbangan ini disebut kesetimbangan netral (precarious equilibrium).
2.3.3.3. Kesetimbangan Tidak Stabil
Gambar 2.10(c). Kesetimbangan Tidak Stabil
Bola pejal berada pada permukaan yang cembung kemudian diberikan
gaya F maka akan terjadi pergeseran mendadak. Hal ini merupakan penganalogian
untuk kolom dengan P > Pcr. Kolom diberikan gaya F tegak lurus sumbu kolom
kemudian mengalami deformasi. Apabila beban diberikan secara konstan maka
2.3.4. Tekuk Kolom
Kemampuan batas pikul beban suatu struktur tekan sangat tergantung
pada panjang relatif, karakteristik dimensi penampang melintang dan sifat
material yang digunakan. Struktur tekan yang diberikan beban besar yang
melebihi kemampuan pikulnya maka struktur tersebut akan mengalami perubahan
bentuk yang disebut dengan fenomena tekuk (buckling). Tekuk merupakan suatu ragam kegagalan yang disebabkan oleh ketidakstabilan suatu struktur yang
dipengaruhi oleh aksi beban.
Fenomena tekuk memiliki hubungan dengan kekakuan elemen struktur.
Elemen yang mempunyai kekakuan yang kecil akan lebih mudah mengalami
tekuk dibandingkan dengan kekakuan yang besar. Semakin langsing suatu elemen
struktur, semakin kecil pula kekakuannya. Angka kelangsingan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut. (Ir.K.H. Felix Yap)
... (2.25)
Karena:
√
... (2.26)
Dimana:
λ = angka kelangsingan
lk = panjang tekuk (cm)
imin = jari-jari inersia minimum (cm)
Dalam suatu konstruksi tiap batang tekan mempunyai λ ≤ 150 (Ir.K.H.
Felix Yap). Untuk menghindari bahaya tekuk pada batang tekan, gaya yang
ditahan oleh batang harus digandakan dengan faktor ω sehingga:
... (2.27)
Dimana:
= tegangan yang timbul (kg/cm2)
S = gaya yang timbul pada batang (Ton) ω = faktor tekuk
2.4. Kolom Berspasi
Kolom berspasi merupakan komponen struktur tekan dari suatu rangka
batang, titik kumpul yang dikekang secara lateral pada ujung dari kolom berspasi,
dan elemen pengisi pada titik kumpul tersebut dinamakan sebagai klos tumpuan
(Anonim, 2000).
Menurut Awaluddin (2005), kolom berspasi memiliki dua sumbu utama
yang melalui titik berat penampang, yaitu sumbu bahan dan sumbu bebas bahan.
Sumbu bahan adalah sumbu yang arahnya tegak lurus (sumbu x) dan memotong
kedua komponen struktur kolom. Sumbu bebas bahan adalah sumbu yang arahnya
Gambar 2.11. Kolom Berspasi
Pada kolom berspasi yang merupakan komponen struktur tekan dari
suatu rangka batang, titik kumpul yang dikekang secara lateral dianggap sebagai
ujung dari kolom berspasi. Elemen pengisi pada titik kumpul tersebut dianggap
sebagai klos tumpuan. Klos tumpuan pada kolom berspasi harus memiliki lebar
dan panjang yang memadai serta ketebalan minimum yang sama dengan ketebalan
kolom tunggal dan posisinya berada dekat ujung kolom. Klos tumpuan yang
memiliki ukuran yang sama sedikitnya harus mempunyai satu klos lapangan yang
letaknya di daerah tengah kolom, sehingga l3 = 0,50 l1.
Masing-masing bagian pada ujung-ujung batang ganda berspasi dan
sepertiga panjang batang dari setiap ujung batang tertekan harus diberikan
perangkai yang disebut dengan klos. Penggunaan klos sebagai alat sambung
batang kayu ganda adalah untuk menghindari bahaya tekuk. Momen inersia juga
disambungkan pada kayu ganda dan dihubungkan dengan menggunakan baut
maupun dengan paku. Jika disambungkan dengan baut, maka lebar bagian b ≤ 18
cm dipakai 2 (dua) baut dan jika b > 18 cm dipakai 4 (empat) baut sedangkan
untuk paku dapat disesuaikan jumlahnya sesuai dengan keperluan dan
pemasangannya harus disesuaikan dengan peraturan.
Gambar 2.12. Jarak antar baut
Alat sambung pada setiap bidang kontak antara klos tumpuan dan
komponen struktur kolom di setiap ujung kolom harus memilki tahanan geser
yang ditentukan dalam persamaan berikut.
z’ = A1 KS ... (2.28)
Dimana:
z' = tahanan geser terkoreksi klos tumpuan (N)
Tabel 2.4. Konstanta Klos Tumpuan (PKKI NI - 5 2002)
Berat Jenis (G) KS (MPa)*
G ≥ 0,60 (l1/d1–11) x 143 tetapi ≤ 7 εpa
0,50 ≤ G ≤ 0,60 (l1/d1–11) x 121 tetapi ≤ 6 εpa
0,42 ≤ G ≤ 0,50 (l1/d1–11) x 100 tetapi ≤ 5 εpa
G ≤ 0,42 (l1/d1–11) x 74 tetapi ≤ 4 εpa
* Untuk l1/d1≤ 11, KS = 0
2.4.1. Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan
Menurut Awaluddin (2005), kolom berspasi memiliki dua sumbu utama
yang melalui titik berat penampang, yaitu sumbu bahan dan sumbu bebas bahan.
Sumbu bahan adalah sumbu yang arahnya tegak lurus (sumbu y) dan memotong
kedua komponen struktur kolom. Sumbu bebas bahan adalah sumbu yang arahnya
sejajar muka yang berspasi pada kolom (sumbu x).
Gambar 2.13. Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan
Secara umum, tekuk selalu berada di sumbu bahan. Hal ini dapat terjadi
karena momen inersia bernilai lebih kecil sehingga sumbu bahan lebih lemah jika