• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum islam dan hukum positif tentang tindak pidana pencurian dengan duplikasi credit card: analisis putusan pengadilan negeri Jakarta selatan No.1256/PId.b/2009/pn Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum islam dan hukum positif tentang tindak pidana pencurian dengan duplikasi credit card: analisis putusan pengadilan negeri Jakarta selatan No.1256/PId.b/2009/pn Jakarta"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN DUPLIKASI CREDIT CARD

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.1256/Pid.B/2009/PN.Jaksel) Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

OLEH : KHOIRUL AFANDI

105043101279

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh:

Khoirul Afandi NIM: 105043101279 Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H.A. Juaini Syukri,Lcs.MA Dedi Nursamsi, SH,M.Hum 195507061992031001 19611011993031002

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul, TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN DUPLIKASI CREDIT CARD (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.1256/Pid,B/2009/PN,Jak-Sel) telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum Fiqih.

Jakarta, 15 Juni 2010

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Dr. H. A. Mukri Adji, MA (………...) NIP.195703120985031003

2. Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag (………...) NIP.196511191998031002

3. Pembimbing I : Dr. H. A. Juaini Syukri, Lcs, MA. (………...) NIP.195507061992031001

4. Pembimbing II : Dedy Nursamsi, SH,M.Hum. (………...) NIP. 19611011993031002

5. Penguji I : Dr. Euis Amalia, M.Ag. (………...) NIP.197107011998032002

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah Jakarta.

Jakarta, 04 Maret 2010

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S I) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Juni 2010

Muhammad Agus Setiawan

(6)

Allah SWT sebab curahan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat wal ‘afiah yang diberikan-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa Shalawat serta Salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasul Rahmatan Lil’alamin Nabi Muhammad SAW, dengan kehadirannya telah memberikan pencerahan, ketenangan, dan kenyamanan hidup manusia. Tak lupa kepada keluarga, karib kerabat, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti dan mentaati agamanya hingga akhir zaman.

Setelah melewati waktu yang cukup panjang, melelahkan, dan penuh perjuangan, akhirnya dengan penuh kesabaran dan keyakinan penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semua ini tentunya tidak dapat menjadi kenyataan tanpa bantuan dan partisipasi semua pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma., SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. H Ahmad Mukri Adji, MA., Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Hukum (PMH) dan Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) yang telah

(7)

memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. H.A. Juaini Syukri, Lcs, MA dan Dedi Nursyamsi, SH.,M.Hum pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bantuan baik dari segi arahan, waktu, tenaga dan pikirannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Pimpinan, karyawan dan staf-staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pimpinan, staf, karyawan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani masa pendidikan berlangsung. Semoga ilmu yang diberikan menjadi ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat.

6. Keluarga penulis Ayahanda H. Tatang, HS, Ibunda tercinta Umi Sarnih, adinda Kamal Ludin, Muhammad Zakaria, Muhammad Alfarhani, Muhammad Romdoni, serta Nurul Hilala, S,pdi, SQ. yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat menjadi seperti sekarang ini.

(8)

iii

8. Teman-teman seperjuangan dalam mengarungi bahtera kemahasiswaan yang penuh dengan perjuangan, Masy’ari, Fahrudin, Faisal, A.Hambali, Eka Saripuddin, Dedi, Ali, Ubaidillah, Bintang, Ivan, Siro, Tedy, Kun Hendarso serta teman PMF lainnya yang tidak penulis sebutkan namanya. Thanks For All, You are the best.

Semoga segala partisipasi, dukungan dan motivasi serta do’a kepada penulis dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna bagi wacana keilmuan dan keislaman. Akhirnya kepada-Nyalah segala urusan akan kembali dan kepada-Nyalah kita memohon hidayah dan taufiq serta ampunan.

Jakarta, 04 Juni 2010 M

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 8

E. Review Studi Terdahulu (Tinjauan Pustaka) ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Menurut Hukum Islam ... 14

1. Hukum Pidana Islam... 14

2. Pengertian dan Sanksi Pencurian Menurut Hukum Islam ... 17

3. Dasar Hukum Pencurian ... 25

4. Unsur Pencurian dalam Hukum Islam ... 28

B. Menurut Hukum Positif ... 30

1. Hukum Pidana, Pemidanaan, dan Tindak Pidana ... 30

2. Pengertian dan Unsur Pencurian ... 40

(10)

C. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Kartu Kredit ... 53

D. Keuntungan dan Kerugian dari Kartu Kredit ... 54

E. Mekanisme Transaksi dengan Kartu Kredit ... 55

F. Pencurian Dengan Duplikasi Kartu Kredit ... 57

BAB IV PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NO : 1256 /Pid B / 2009 / PN JAK-SEL A. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Terhadap NO : 1256 /Pid B / 2009 / PN JAK-SEL ……….... 64

B. Analisa Putusan Hakim ... 68

1. Analisa Putusan Hakim Menurut Hukum Positif... 69

2. Analisa Putusan Hakim Menurut Hukum Islam ... 71

BABV PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, baik dalam perekonomin, perdagangan, maupun dalam hal teknologi. Perkembangan teknologi sekarang ini berdampak signifikan mempengaruhi kehidupan masyarakat global. Perkembangan teknologi tersebut dapat mempermudah dan memperluas ruang gerak manusia, termasuk dalam hal transaksi.

Perkembangan di bidang informatika telah mengubah cara pandang sebagai pelaku ekonomi di bidang bisnis komersial. Dengan sistem ini masyarakat, khususnya ekonomi menengah ke atas menggunakan kartu kredit sebagai alat transaksi yang simpel. Kecanggihan teknologi komputer memudahkan menyimpan dan mengola data yang diinginkan. Selain memiliki dampak positif, pemanfaatan jasa komputer juga berdampak negatif, berupa timbulnyah kejahatan baru. Namun seiring kemajuan teknologi, khususnya dalam bidang transaksi, modus operandi pencurian pun semakin canggih. Hanya dengan memakai kode-kode tertentu dapat membobol rekening orang lain. Idealnya kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan manusia itu sendiri, sehingga diharapkan terciptanya ketertiban dan keamanan serta usaha untuk melindungi dan mengayomi masyarakat dapat tercapai.

(12)

Lihat saja laporan soal penerbitan kartu yang masuk ke Bank Indonesia (BI). Ada 56.900 kasus kejahatan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) selama 2006. Total kerugian yang dialami ngara mencapai Rp36 miliar. Data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) juga cukup mencengangkan. Selama periode Juli 2003-April 2006, tercatat ada 89 kasus dengan total kerugian mencapai Rp41 miliar. Artinya, kalau dihitung rata-rata untuk satu kasus telah terjadi kerugian sebesar Rp 4,6 miliar. Belum lagi, data dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang memperlihatkan bahwa dari sejumlah permasalahan yang ada di perbankan, lebih dari separohnya merupakan kasus kartu kredit. Sampai November 2006, jumlah pengaduan konsumen yang mengalami masalah dengan bank sebanyak 92 kasus. Sementara pada 2005 jumlahnya lebih banyak lagi, yakni sebanyak 337 kasus.1

Data dari ketiga lembaga tersebut semakin memperlihatkan bahwa kejahatan berbasis kartu kian memperihatinkan. Selain jumlahnya yang meningkat, modus kejahatannya pun makin canggih.

Modus yang terbilang cukup canggih ditemukan pada kasus-kasus

counterfeiting. Pelaku menyasar kartu-kartu berbasis magnetic stripe yang digesekan pada alat tertentu yang berfungsi seperti electronic data capturing (EDC). Untuk modus kejahatan wire tapping (penyadapan), si pelaku melakukan penyandapan informasi melalui jaringan telepon, PABX atau LAN yang terhubung dengan jaringan EDC. Ketika melakukan transaksi di mesin EDC yang sudah disadap, secara otomatis

1

(13)

3

informasi yang ada di kartu akan tersalin semua. Setelah pelaku kejahatan mendapatkan informasi, mereka membuat kartu tiruan dan melakukan transaksi.2

Tindakan kejahatan pencurian dengan kartu kredit atau sering disebut carding

merupakan salah satu bentuk atau tidak dimensi tindakan kejahatan pada masa kini yang mendapatkan perhatian luas dan sangat serius oleh dunia internasional.

Carding adalah suatu bentuk kejahatan menggunakan kartu kredit orang lain untuk dibelanjakan barang demi kepentingan peribadi tanpa sepengetahuan pemiliknya.3

Indonesia yang nota bene sebagai negara hukum harus bisa mengakomodasi ketentuan hukum tindak pidana yang juga semakin 'canggih' ini, karena sifat hukum yang dinamis, tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dan pekembangan zaman.

Khusus untuk kejahatan kartu ATM atau debit, biasanya yang sering terjadi adalah pencurian nomor PIN. Modusnya, pelaku kejahatan akan mengintip nasabah saat memasukan nomor PIN di mesin ATM. Atau, pemegang kartu ATM diminta memperlihatkan nomor kartu yang kemudian disalin ke kartu palsu. Bisa juga si pelaku berpura-pura mengalami kesulitan dalam memakai ATM dan minta dicontohkan. Bahkan, ada pelaku kejahatan yang mengaku sebagai pegawai bank yang mencoba membantu nasabah yang kesulitan dalam perubahan nomor PIN yang lalu menyalin nomor kartu dan PIN si nasabah.

2

Ibid.

3

(14)

Modus operandi yang 'cerdas' dan 'canggih' ini salah satunya adalah dengan menggandakan (mencopy) data-data, baik kode-kode maupun PIN yang terdapat di

credit card seseorang, selanjutnya dibuat credit card baru dengan memakai data-data

credit card yang dicopy tersebut. Pencurian data maupun PIN (Personal Identity Number) di dalam kartu kredit yang selalu tak terlihat, karna kejahatan tersebut di lakukan dengan sangat rapih, sehingga kejahatan ini tumbuh dan berbahaya. Tindak kejahatan pencurian data atau PIN dari kartu kredit merupakan salah satu bentuk atau dimensi tindak kejahatan pencurian yang tergolong baru dan tindakan kejahatan pada masa kini yang mendapatkan perhatian yang dunia internasional.

Data-data yang ada di dalam kartu kredit tersebut dicopy dengan menggunakan sebuah alat yang di sebut dengan skimmer. Setelah itu data tersebut disimpan di komputer, lalu ia kartu tersebut digandakan dengan memakai data-data kartu kredit yang telah dicopy.

Pencurian merupakan tindakan kejahatan yang bisa menggoncangkan stabilitas keamanan terhadap harta dan jiwa masyarakat. Oleh karena itu, al-Qur'an melarang keras tindakan kejahatan tersebut dan menegaskan ancaman secara rinci dan berat atas diri pelanggarnya.4

Ketegasan aturan hukum pencurian merupakan pengakuan Islam akan hak milik dan hak perlindungan harta dengan cara mengatur perpindahan secara adil. Di dalam hukum Islam, mencuri bukan hanya merugikan orang lain secara individu,

4

(15)

5

tetapi juga mempengaruhi sosial masyarakat luas, bangsa atau kemanusian itu sendiri, bahkan secara vertikal mencuri itu juga termasuk menzalimi Allah SWT. 5

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka Penulis tertarik untuk menganalisis putusan Perdilan Negeri Jakarta Selatan dalam tindakan pencurian dengan cara mencopy PIN dan data yang berada di dalam kartu kredit persepektif hukum Islam dan hukum pidana. Berdasarkan konsidern di atas, penulis ingin menuangkan masalah tersebut dalam sebuah karya ilmiah dan kemudian di kemas dengan judul ”TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN DUPLIKASI CREDIT CARD” (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No:

1256/Pid.B/2009/PN. Jak-Sel).

B. Batasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Hukuman yang merupakan cara pembebanan pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, atau dengan kata lain sebagai alat menegakkan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu besarnya hukuman harus disesuaikan dengan kebutuhan masarakat, yakni tidak boleh melebihi apa yang diperlukan, atau kurang dari yang diperlukan untuk melindungi kepentingan masyarakat serta untuk menjauhkan akibat-akibat buruk dari perbuatan jahat.

5

(16)

Mengingat begitu kompleknya hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat, masalah tindak pidana pemalsuan untuk keperluan pencurian, disertai menghindari kesalahpahaman serta untuk mencapai kesamaan persepsi dalam masalah yang hendak Penulis bahas, maka Penulis merasa perlu untuk memberikan suatu batasan dan rumusan terhadap masalah yang akan dikaji, pembahasan ini akan dibatasi sekitar masalah-masalah tidak pidana pemalsuan dalam kartu kredit untuk keperluan pencurian.

Dalam masalah putusan hakim yang akan di analisis oleh Penulis, maka Penulis akan menganalisis putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terjadi pada tahun 2009 dengan Nomor 1256/ Pid.B/ 2009/ PN, Jak-Sel. Namun tidak menutup kemungkinan untuk lebih memperjelas pembahasan, Penulis akan membahas hal-hal lain yang ada kaitanya dengan pemasalahan tersebut. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, pembahasan yang akan dilakukan dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana modus pencurian dengan cara penduplikasi kartu kredit ? 2. Bagaimana pemidanaan pencurian kartu kredit menurut hukum islam dan

hukum positif ?

(17)

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui modus-modus yang digunakan dalam penduplikasian kartu kredit oleh pelaku kejahatan.

b. Untuk mengetahui jenis hukuman yang diberikan oleh hukum Islam dan hukum konfensional (KUHP) bagi sipelaku kejahatan tersebut.

c. Untuk mengetahui hasil putusan dan lamanya hukuman yang diberikan oleh Hakim terhadap putusan Nomor: 1256/ Pid. B/ 2009/ PN. JAK-SEL terhadap pencurian dengan cara penduplikasian kartu kredit dalam hukum Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk memperkaya literatur khazanah komparasi hukum Islam dan hukum positif tentang kejahatan yang menggunakan kartu kredit sebagai sarananya.

b. Penelitian ini sekiranya dapat memberikan pengetahuan terhadap masyarakat tentang hukuman yang diberikan sipelaku kejahatan dalam hukum islam dan konfensional.

c. Agar sipelaku kejahatan dapat di hukum lebih berat lagi oleh hakim untuk menimbulkan efek jera dan hukum islam dapat dijadikan masukan dalam mengambil putusan..

(18)

D. Metode Penelitian

Metode diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.6

1. Jenis Penelitian

Melihat pada pendekatan keilmuan yang digunakan dalam skripsi ini, maka penelitian skripsi ini termasuk pada jenis penelitian hukum normatif, karena titik tekannya adalah pada peraturan perundang-undangan serta peraturan lainnya yang terkait dengan isi putusan hakim Pengadilan Jakarta Selatan tersebut. Selain itu, titik tekan penelitian ini juga terletak pada aturan-aturan dan pandangan para ahli hukum Islam baik klasik maupun kontemporer tentang konsep pencurian dengan modus duplikasi (pemalsuan) data dalam Islam.

2.Jenis dan Sumber Data

Ada dua jenis dan sumber yang dijadikan sebebagai bahan pengambilan data penelitian ini, yakni jenis data dari sumber primer dan sekunder. Untuk jenis penelitian normatif, data primer diambil dari undang-undang atau peraturan lainnya yang masuk dalam kategori sistematika sumber hukum di negara hukum Indonesia sedangkan sekundernya adalah komentar, penjelasan dan juga

6

(19)

9

penafsiran terhadap undang-undang dan peraturan lainnya yang terkait dengan objek penelitian. Kedua jenis data tersebut diambil langsung dari undang-undang dan buku-buku yang terkait dengan objek penelitian (das sollen).

2. Pengumpulan Data

Untuk jenis penelitian normatif dilakukan dengan cara studi kepustakaan yakni menelusuri bahan pustaka yang terkait dengan proses pengambilan keputusan oleh hakim pengadilan tersebut, baik itu dari perundang-undangan konvensional maupun dari referensi-referensi Islam yang terkait dengan objek masalah yang dikaji dalam skripsi ini.

3. Analisis data

Analisis dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara menggunakan content analisis, yaitu menganalisa dengan cara mendeskripsikan putusan tindak pidana pencurian dan menggambungkan dengan hasil wawancara dan analisis yuridis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Teknik Penulisan

(20)

F. Riview Study Terdahulu

No Judul Penulis Univ/Fakultas/

Jurusan Fokus Bahasan Perbedaan 1. Pidana Pencurian Kartu Kredit untuk Transaksi Jual Beli melalui jalur Internet Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam Tegus Santoso UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ Syariah dan Hukum/ Jinayah Siyasah, 2007 Jual-beli melalui internet dengan pen-copian data Penulis melakukan analisis terhadap Putusan Hakim yang sudah memilki kekuatan hukum tetap

2. Tindak Pidana Pemalsuan Ijasah dalam Pandangan Hukum Konvensional Ipas Paisaroh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ Syariah dan Hukum/ Jinayah

Siyasah, 2006

(21)

11 dan Hukum Islam terhadap Putusan PN Jakarta Selatan menduplikasi credit card yang terlebih dahulu dicopy melalui

skimmer . 3. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum positif terhadap sanksi Hukum Pidana Pencurian (Analisis Putusan Pengadilan Negri Depok No: 188/ Pid.b, 2008/ PN Depok) Laila Lathifah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ Syariah dan Hukum/ Jinayah

Siyasah, 2009

(22)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam bentuk bab-bab yang berhubugan dengan masalah yang diteliti. Untuk lebih mempermudah dalam memahami masalah ini, Penulis membagi menjadi lima bab, yaitu:

BAB I : Berupa pendahuluan yang berfungsi sebagai acuan pembahasan bab-bab selanjutnya sekaligus mencerminkan isi skripsi ini secara global. Bab ini mencakup Latar Belakang Masalah, Identifikasi Pembatasan, dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Penulisan, Review Studi Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Merupakan bab yang membahas tentang tinjauan hukum Islam terhadap tindak pidana pemalsuan data dan pencurian, dasar hukum larangan serta sanksi terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan data dan pencurian tersebut.

BAB III : Merupakan bab yang membahas tentang tindak pidana pemalsuan data dan pencurian dalam perspektif hukum konvensional, defenisi, dasar hukum larangan tindak pidana pemalsuan data dan pencurian, serta sanksinya.

(23)

13

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor :1256/ Pid.B/ 2009/ PN, Jak-Sel, analisis hukum Islam serta analisis hukum positif terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap perkara tersebut. Analisis fokus pada sumber dan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.

BAB V : Penutup, berisi kesimpulan umum, saran-saran dari pembahasan skripsi ini, dan lampiran putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

(24)

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta, Bumi Aksara, 1993.

Qardawi, Yusuf, Halal dan Haram, Jakarta, PT Akbar, 1994.

Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung, PT Angkasa, 1988.

(25)

BAB II

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK

PIDANA PENCURIAN

A. MENURUT HUKUM ISLAM

1. Hukum Pidana Islam

Hukum Pidana Islam merupakan salah satu bagian dari syariat Islam,

yang materinya kurang begitu dikenal oleh masyarakat muslim. Aturan hukum

Islam dibuat langsung oleh pencipta jagad raya ini bertujuan untuk kesejahteraan,

kedamaian, ketentraman bagi seluruh manusia di bumi ini. Namun anggapan

hukum Islam yang sudah tidak ada relevansinya pada zaman modern ini telah

dipengaruhi oleh pemikiran orientalis barat yang menyatakan begitu kejamnya

hukum pidana yang diterapkan pada agama Islam, Hukum pidana Islam tidak

mempunyai nilai kemanusiaan, melanggar hak asasi manusia.

Padahal kalau kita teliti lebih jauh dan seksama, tidak ada satupun

tindak pidana hukum pidana di dunia ini yang tidak merampas hak asasi manusia.

Anggapan miring yang dilakukan oleh kaum orentalis barat terhadap hukum

pidana Islam, perlu kita kikis dan elementasikan dengan cara mensosialisasikan

dengan penyebaran ilmu agama khususnya hal-hal hukum pidana ke segenap

lapisan masyarakat.

Di dalam hukum pidana islam sering kita menyebut dengan nama

“Fiqih Jinayah“ yang berarti segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana

(26)

atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang

dapat dibebani kewajiban) sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum

yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits.1

Dari pengertian di atas dapat dilihat dari objek pembahasannya itu

dengan menarik garis besarnya yaitu : Perbuatan kejahatan yang menyimpang

(Tindak pidana) dan sanksi (Hukuman). Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa

tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang di

ancam pidana dengan hukuman had atau ta’zir.2

Abdul Qodir Audah mendefinisikan tidak pidana dengan satu istilah

untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa,

harta atau yang lainnya. Sedangkan pengertian sanksi adalah pembalasan yang

ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas

ketentuan syara’.3

Macam-macam jarimah dalam pembagian yang paling penting adalah

pembagian yang ditinjau dari segi pemidanaan hukumannya yang telah ditentukan

oleh syara dan merupakan hukuman Allah secara mutlak.

Pemidanaan Hukum Islam di bagi menjadi tiga bagian :

1

H.Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Cet.I (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal.01 2

Abu Al-Hasan Al-Mawardi, Al-ahkam Al-sultoniyah, Mustofa Al-baby Al-Halaby, Mesir, cet lll, 1975, h. 219.

3

(27)

16

a. Jarimah Hudud

Jarimah Hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had.

Pengertian had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara dan merupakan

hak Allah secara mutlak 4

Dari pengertian tersebut dapat di ketahui bahwa ciri khas jarimah

hudud adalah :

1) Hukuman tertentu dan terbatas.

2) Hukuman hak Allah semata.

Karena hukuman had merupakan hak Allah, maka hukuman tersebut tidak

dapat digantikan atau digugurkan oleh seorangpun yang mewakili Negara5.

b. Jarimah qisos diyat

Jarimah qisos adalah persamaan atau kesinambungan antara jarimah

dan hukuman. Dan diyat adalah aturan pengganti atau pengguran hukuman qisos

jika di maafkan oleh keluarga korban6

Jarimah qisos dan diyat ini mempunyai dua macam, yaitu pembunuhan

dan penganiyan.

c. Jarimah Ta’zir

Jarimah Ta’zir adalah yang dihukum dengan hukuman ta’zir, pengertian ta’zir

menurut bahasa adalah pemberian pembelajaran atau hukuman pendidikan atas

4

ibid, h. 79. 5

Ibid, h. 79. 6

(28)

tindak pidana yang belum di tetapkan oleh syara7. Dari definisi ta’zir dapat di

ketahui bahwa hukuman taa’zir adalah hukuman yang belum di tetapkan oleh

[image:28.612.112.527.246.532.2]

syara’ dan wewenang untuk menetapkannya kepada Ulil Amri. Melihat dari

gambaran dari persepsi hukum pidana islam. Maka penulis menyelaraskan terkait

dengan pencurian kartu kerdit sesuai dengan tujuannya sama dengan jarimah

hudud yang diartikan dengan tindakan pencurian saja yang akan lebih lanjut.

2. Pengertian dan Sanksi Pencurian dalam Hukum Islam.

Hukuman pencuri disebut lebih banyak dari hukuman pelanggaran

lain. Disebabkan adanya gambaran bahwa potong tangan bagi pencuri merupakan

jalan satu-satunya menyelesaikan tiap bentuk penyimpangan yang sering terjadi di

masyarakat.

Melihat hukum Islam tentang definisi pencuri dan syarat yang

berkaitan dengan potong tangan. Sebaiknya di teliti terlebih dahulu. Ada baiknya

jika kita memaparkan secara luas untuk mengetahui apakah benar hukuman

potong tangan itu merupakan hukuman yang sangat kejam. Pengertian pencuri

dalam kitab Fathul Qorib mendefinisikan pencuri adalah pengambilan harta benda

secara sembunyi-sembunyi dari pemiliknya atau orang yang menggantikan

posisinya8

7

Abu Alhasan Al-Mwardi “Al-Ahkam As-Sultoniyah, Mustofa Al-Baby Al-Halaby,Mesir, cet lll, th 1975, hal .26.

8

(29)

18

Kemudian Al-jaziri menambahkan definisi pencurian mencangkup arti

yang sangat luas, artinya yang dimaksud dengan pencuri adalah mengambilnya

seseorang yang berakal dan dewasa (baligh) terhadap satu barang yang telah di

tentukan nasibnya yang tersimpan bagi pemilik orang lain dan rahasia baik

mengambilnya secara berangsur atau secara kontan9. Sang pencuri dalam ke

adaan normal tidak ada paksaan dari pihak lain, seorang muslim, baik laki-laki

maupun permpuan, baik orang itu merdeka ataupun budak. Sedangkan Pencuri

menurut A.Qodir Audah dibagi menjadi dua jenis, yaitu pencuri ringan dan

pencuri yang berat. Pencuri ringan adalah pengambilan oleh seorang mukallaf

terhadap harta milik orang lain dengan cara diam-diam, pencuri berat yaitu

dengan menggunakan kekerasan.

Sedangkan pengambilan barang tersebut telah sampai nisabnya dari

tempat simpanan tanpa ada yang subhat dalam barang yang di ambil tersebut,

perbedaan pencuri ringan dan pencuri berat di tentukan dari cara pengambilannya.

Pencuri ringan cara pengambilan hartanya dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik

dan tanpa seprtujuan pemiliknya, sedangkan pencuri berat cara pengambilan harta

dilakukan sepengetahuan pemiliknya dan walaupun ada ketidaksetujuan

pemiliknya.

Adapun mengenai rukun pencurian diantaranya adalah :

9

(30)

a) Syariq (pelaku pencuri)

Bagi pelaku diisaratkan adanya kelayakan mendapatkan hukuman potong

tangan. Seorang pencuri yang layak untuk di potong tangan . manakalah ia sudah

berakal dan baligh, oleh karna itu hukuman potong tangan tidak mengenai anak

kecil dan orang gila. Apabila anak kecil dan orang gila ikut serta beserta

sekelompok orang, alasan itu di karnakan pecuri itu adalah satu, sementara

pelakunya adalah orang yang bisa dikenai hukuman potong tangan, ini di

samakan dengan orang yang lupa dan sengaja bekerja sama dalam sebuah

perbuatan pidana. Pelaku pencuri disyaratkan tidak dalam keadan paksaan orang

lain. Imam Nawawi menjelaskan bahwa perncuri yang dalam keadan paksaan

orang lain atau orang itu sebagai kafir harbi tidak di kenakan hukuman potong

tangan10

b) Masyruq (barang curian)

Syarat-sayarat masyruq adalah pertama, barang yang dicuri berupa

harta yang dimuliakan. Seseorang mencuri alat-alat permainan atau barang-barang

yang di haramkan itu tidak dapat di potong tangan, Kedua bukan milik pelaku.

Disyaratkan dalam pidana pencuri bahwa sesuatu yang dicuri itu merupakan

“milik orang lain” yang dimaksud milik orang lain adalah pencuri harta curianya

dari tempat penyimpanan yang terpelihara. Ketentuan adalah “peristiwa kejadian”

barang tersebut tidak terjadi subhat, ketiga barang yang tersipan. Artinya

memiliki tempat penyimpanan yang aman dan layak, tempat penyimpanan harta

10

(31)

20

di bagi menjadi dua yaitu tempat yang disediakan khusus untuk penyimpanan

barang dan tidak setiap orang di perbolehkan masuk tanpa seizin pemiliknya dan

barang tersebut dalam penjagaan peribadi. Keempat, barang tersebut telah di

tentukan kadarnya. Dan tidak ada unsur subhat didalam harta tersebut.

c) Saraqah (pencuri)

Pengambilan oleh seorang mukalaf terhadap milik orang lain dengan cara

diam-diam sesuai dengan rukun-rukun di atas.

Mengenai syarat-syarat pencurian di bagi tiga bagian , yaitu

• Pencuri tidak meragukan barang yang di curi, apakah barang tersebut milik

pribadi atau milik umum. Syarat semacam ini di sebutkan oleh pakar fiqih

bahwa penguasa atas barang yang bersifat harta di serahkan kepada

pemeliharaanya kepada umat islam seperti harta yang disimpan pada kas

Negara. Jenis pencurian ini tidak di kata gorikan sebagai pencuri karna dapat

keraguan hak milik bagi seorang pencuri.

• Pencurian dilakukan di tempat yang sepi. Dengan syarat ini pencuri yang di

lakukan dalam kondisi terang-terangan (Tempat umum, di kendaraan, di jalan

raya atau pelanggaran secara paksa) atas harta benda belum juga di kata

gorikan pencurian. Pencuri jenis ini tidak boleh dilakukan hukuman potong

(32)

• Barang yang dicuri harus ditempat yang telah di jaga syarat yang berikut,

berarti mengambil suatu barang yang harus di jaga dan terpelihara11:.

Adapun ada beberapa persoalan yang di sepakati oleh para ahli fiqih, tidak

bolehnya potong tangan terhadap pencuri, jika salah satu syarat tidak terpenuhi

dengan katagorinya. Diantara syarat-syarat yang tidak boleh di gunakan potongan

tangan adalah:12

a. Kalau pencuri itu masih mempunyai hak atas barang yang di curi.

b. kalau pencuri terjadi pada tempat umum dan pencuri ikut bekerja didalamnya

atau di tempat yang lain yang telah diizinkan pencuri memasuki tempat itu

sedang barang yang di curi itu tidak terjaga dan terpelihara.

c. jika pencuri itu terjadi di antara bapak dan anak atau terjadi antara suami dan

istri.

d. Jika pemilik barang itu tidak di ketahui identitasnya.

Mengenai sanksi terhadap tindak pidana pencurian meliputi dua hal yaitu:

1. Hukum Potong Tangan

Hukuman potong tangan merupakan hukuman pokok dari tidak pidana

pencurian, hukuman potong tangan merupakan Hak Allah SWT yang tidak bisa di

gugurkan, baik oleh korban maupun Ulil Amri. Dan adapun beberapa persyaratan

hukum potong tangan bagi pencuri yaitu:

11

Ahmad Abdul Majid, Hakikat Hukum Allah, Mutiyara Ilmu, surabya 1995, h. 66. 12

(33)

22

a. Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai 1 nisab yaitu kadar harta

tertentu yang di tetapkan sesuai dengan undang-undng.

b. Barang yang dicuri itu dapat di perjual belikan.

c. Barang atau uang yang dicuri bukan milik baitul mal.

d. Pencuri usianya sudah dewasa.

e. Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain.

f. Tidak dalam kondisi dilanda krisis ekonomi.13

Hukuman potong tangan dikenakan terhadap pencuri yang pertama

dengan cara memotong tangan pencuri dari pergelangan tangannya. Apabila ia

mencuri untuk yang kedua kalinya maka ia dikenai hukuman kaki kirinya. Dan

apabila melakukan untuk yang ketiga kalinya, para ulama berbeda pendapat.

2. Pengganti Kerugian (Dam)

Menurut Imam Abu Hanifah dari murid-muridnya, pengertian

kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenai hukuman

potong tangan. Akan tetapi, Jika hukuman itu dilaksanakan, maka pencuri

tersebut tidak dikenai hukuman pengganti kerugian.14

Dengan demilkian menurut mereka, hukuman potong tangan dan

pergantian kerugian tidak dapat di laksanakan sekaligus bersama-sama. Dengan

alasan bahwa Al-Quran hanya menyebutkan tindak pidana pencuri adalah potong

tangan sebagai mana dijelaskan dalam dasar hukum pidana pencuri diatas.

13

Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, h.67 14

(34)

Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, hukuman potong tangan dan

penggantinya kerugian dapat dilaksanakan beasama. Alasan mereka bahwa

pencuri terdapat dua hak yang di singgung. Pertama, Hak Allah. Dan yang kedua,

hak manusia. Hukuman potong tangan di jatuhkan sebagai timbangan hukum dari

hak Allah sedangkan pengganti kerugian di kenakan sebagai timbangan dari hak

mausia15

Hukuman karena mencuri “Barang siapa yang melakukan kesalahan

mencuri wajib dikenakan hukuman hudud sebagaimana yang di kehendaki hukum

syara”:

a) Mencuri kali pertama dipotong tangan kanannya.

b) Mencuri yang kedua kalinya handaklah di potong kaki kirinya.

c) Mencuri untuk yang ketiga kalinya dan berikutnya hendaklah di kenakan

hukuman ta’zir dan dipenjara sehingga ia terbunuh.

3. Hal-hal yang membatalkannya dari hukuman potong tangan.

Adapun bagian dari batalnya dari hukuman potong tangan sebagai berikut:16

a. Jumlah nilai hartaatau barang yang di curi itu kurang dari satu perempat

dinar atau tiga dirham.

b. Untuk melakukan kesalahan mencuri itu tidak dapat di buktikan mengikuti

yang di kehennaki..

c. Pencuri itu bukan orang yang mukalaf.

15

Abdul Qadir Audah, II, Ibid, H, 426. 16

(35)

24

d. Orang yang memiliki harta atau barang yang dicuri itu tidak menyimpan

dan menjaga harta atau barangnya di tempat yang aman dari pencurian..

e. Pencuri itu belum lagi mendapatkan yang sepenuhnya atas barang yang

dicuri itu.

f. Harta atau barang yang di curi bukan barang yang berharga atau bernilai

g. Harta atau barang yang dicuri itu tidak memberi apa-apa faedahnya dan

tidak menilai hukum syuara seperti akibat hiburan atau minuman yang

memabukan.

h. Pencuri yang di lakukaan oleh orang yamg memberi hutang ke atas harta

atau barang yang berhutang.

i. Pencuri yang berlaku itu dalam keadaan yang mendesak seperti didalam

peperangan, disaat sangat lapar dan dahaga.

j. Pencuri yang di lakukan oleh anak keatas harta atau barang kepunyaan ibu

bapanya hingga atas (kakek dan seterusnya )

k. Pencuri yang dilakukan oleh suami atas harta atau barang kepunyaan

istrinya dan sebaliknya.

4. Pembuktian untuk tindak pidana pencurian

Kesalahan mencuri boleh di buktikan dengan salah satu dari

bukti-bukti tersebut :

a) Ikrar (pengakuan).

(36)

c) Sumpah yang mardud yaitu supah pencuri itu di kembalikan kepada

orang yang terdakwa.

Pencuri mengaku telah melakukan kesalahan tindakan pencurian, dengan

membuat pengakuan hanya melakukan sekali saja dan pengakuan itu dibuat di

depan majlis hakim. Untuk membenarkan kebenaran saksi-saksi bagi

membenarkan kesalahan pelaku itu mengenai harta atau barang yang dicuri, cara

pencurian, tempat pencurian, waktu pencurian dan lain-lainnya. Hakim

hendaknya juga menanyakan kepada saksi-saksi itu hubungan antara orang yang

menjadi korban pencurian dan orang yang mencuri.

3. Dasar Hukum

Sesuai dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 38

ﻪﱠ او

ﻪﱠ ا

ﻻﺎﻜ

ﺎ ﺴآ

ءاﺰﺟ

ﺎ ﻬ ﺪْأ

اﻮ ﻄْﻗﺎﻓ

ﺔﻗرﺎﱠﺴ او

قرﺎﱠﺴ او

ﻜﺣ

ﺰ ﺰ

)

ةدءﺎ ا

(

Artinya:“Laki-laki yang mencuri dan permpuan yang mencuri,

potonglah tangan keduanyah (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka

kerjakan dan sebagai siksaan dari allah. dan Allah maha perkasa lagi maha

bijaksana.(Q.S.Al-Maidah 4:38).17

(37)

26

Adapun dasar hukum didalam hadts Nabi Muhammad SAW yang

diriwatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi sebagai berikut:

ﱠﻟا

لﻮ ر

لﺎ

لﺎ

ةﺮْﺮه

ﻰﺑأ

ْﻦ

قرﺎﱠﺴﻟا

ﱠﻟا

ﻦ ﻟ

ﻢ و

ﷲا

ﻄْ ﺘﻓ

ْﺤْﻟا

قﺮْﺴ و

ﻄْ ﺘﻓ

ﺔﻀْﻴ ْﻟا

قﺮْﺴ

ﻢ ﺴ

اور

(

Artinya:Dari Abu Hurairah ra. Katanya:Rasulullah SAW bersabda: Allah

melaknat seorang pencuri yang mencuri telur sehingga harus di potong

tangannya kemudian ia mencuri tali lalu dipotong tangannya.( HR.Muslim)18

Ketegasan aturan mengenai “mencuri’ ini merupakan pengakuan Islam

akan hak milik atas harta benda serta perlindungannya secara adil. ( Tulisan ini

tidak akan membahas apakah format hukum potong tangan harus dilakukan

sekarang). Di dalam islam, bukan hanya dianggap merugikan orang yang dicuri

secara individual, tetapi secara sosial masyarakat, sebuah bangsa, atau

kemanusian itu sendiri bahkan secara vertikal mencuri itu termasuk mendholimi

Allah SWT. Hukuman potong tangan, yang sering di pandang sebagai tidak

manusiawi bagi yang menentangnya atau sebagai hukuman yang serta merta di

jalankan apa adanya bagi pendukung literalnya. Tanpa perktek tidaklah di lakukan

tanpa konteks. Para ahli hukum islam sering mencontohkan kisah yang terjadi

18

(38)

pada masa khalifah kedua Umar bin Khatab yang tidak menghukum pencuri yang

justru mengancam akan menghukum yang dicuri atau tuan sang pencuri.19

Dikisahkan pada suatu ketika terjadi musim paceklik ada kasus pencuri

yang dilaporkan kepada Umar untuk dihukum, tetapi Umar menolak untuk

menghukum, alasanya karena musim paceklik mngkin orang itu terpaksa untuk

mencuri dikarenakan ia takut mati kelaparan. sebaliknya Umar malah balik

mengancam, “ Kalau kamu terus menerus melaporkan pencuri hartamu padahal

kamu kaya. Malah nanti tangan kamu yang saya potong, dikarenakan kamu yang

menjadi penyebab orang ini lapar.20.

Dalam kisah lain disebutkan ada dua orang hamba sahaya yang

mencuri dari tuanya karena ia tidak diberi makan yang cukup, dan Umar tidak

menghukumnya, tetapi ia mengancam akan memotong tangan tuanya. Kisah

Serupa juga bisa didapati pada suatu kisah ketika ada beberapa budak milik

Hatnib bin Abi Balt’ah mencuri seekor unta kepunyaan tetangga, dan ia

menyembelihnya, lalu Umar bin Khatab menerima pengaduan tetapi ia tidak

segera menjatuhkan hukuman melainkan terlebih dahulu menanyakan kepada

budak-budak terlebih dahulu, tentang sebab-sebab mengapa ia mencuri. Ternyata

mereka benar-benar terpaksa untuk mengisi perut karena ditelantarkan oleh

majikannya. Umar benar-benar marah kemudian Hathib segera dipanggil dan di

19

Ibid h 79 20

(39)

28

paksanya untuk mengganti unta yang dicuri oleh budak-budaknya. Sementara

budak-budak itu sendiri ia bebaskan dari segala tututan.21.

Hal ini menunjukan bahwa dalam pelaksanaanya hukuman itu melihat

konteks atau pra-kondisinya. Setiap keputusan hukum memiliki apa yang disebut

dengan ‘illat (sebab, rasio-logis tentang kenapa hukum itu diterapkan ). Jadi

apabila pra-kondisinya tidak terpenuhi maka hukum itu sendiri tidak bisa berjalan.

4. Unsur Pencuri Menurut Hukum Islam

Pencuri adalah pengambilan harta benda secara sembunyi-sembunyi

dari pemiliknya atau orang yang menggantikan posisi pemiliknya Dari

pengertian pencurian yang telah dikemukakan di atas, dapat kita analisa

bahwa unsur-unsur pencurian meliputi sebagai berikut:

a) Pelaku pencurian, adanya tindakan pencurian berarti adanya pelaku

pencurian. Ini dibuktikan ketika adanya pengaduan dari seseorang yang telah

kehilangan suatu barang sangat berharga bagi pemiliknya. Dengan begitu

salah satu sarat-sarat pencurian merupakan adanya pelaku pencurian.

b) Pengambilan barang secara sembunyi-sembunyi. pengambilan secara

diam-diam terjadi apabila pemilik tidak mengetahui tejadinya pengambilan barang

tersebut dan ia tidak merlakanya untuk pengambilan secara sempurna

diperlukannya tiga syarat, yaitu pencuri telah mengeluarkan barang yang

dicuri, barang tersebut dikeluarkan dari kekuasaan pemiliknya dan barang

tersebut dimasukan kekuasaan pencuri.

21

(40)

c) Barang yang diambil berupa harta, salah satu unsur yang terpenting untuk

dapat dikenakanya hukuman potongan tangan adalah bahwa barang yang

dicuri itu harus barang yang bernilai Mal (harta), apbila barang yang dicuri

itu bukan harta maka pencuri tidak di kenakan hukuman had, barang yang di

curi harus mempunyai syarat-syarat yang harus di penuhi sebagai berikut

barang tersebut harus berupa harta, barang yang bergerak, barang yang

tersimpan dan telah mencapai nisabnya,

d) Harta tersebut milik orang lain, untuk terwujudnya tidak pidana pencuri dan

pelakunya dikenakan had, diisaratkan barang yang dicuri itu merupakan hak

milik orang lain, apabila yang diambil milik orang lain itu hak milik si

pencuri yang dititipkan kepadanya maka perbuatan tersebut tidak di katakan

perbuatan pencurian, walaupun pengambilannya secara diam-diam.

e) unsur yang kelima adalah adanya niat melawan hukum, unsur ini terpenuhi

apabila pelaku pencurian melakukan suatau barang padahal ia sudah

mengetahui barang itu bukan miliknya, dan karenanya haram untuk diambil,

Dengan demikian, apabila ia mengambil barang tersebut dengan keyakinan

barang tesebut adalah barang yang mubah maka ia tidak dikenakan

hukuman, dikarenakan dalam hal ini tidak ada maksud untuk melawan

(41)

30

B. MENURUT HUKUM POSITIF

1. Pidana, Pemidanaan dan tindak pidana

a. Pengertian Pidana

Sumber hukum pidana yang kita gunakan sekarang ini, masih

menggunakan kondifikasi yang bersal dari jaman hindia belanda (walaupun

mengalami adanya perubahan-perubahan dalam penyesuaian hukum Indonesia).

Pada jaman hindia belanda tatanan hukum dijadikan dua bagian yaitu; hukum

pidana dan hukum perdata. KUHP yang berlaku setelah kemerdekaan pada

tanggal 17 agustus 1945 adalah warisan hukum belanda dengan perubahan

penting berdasarkan UU No 1 tahun 1946.22

Hukuman pidana adalah hukuman yang mengikat kepada suatu perbuatan

yang memenuhi sarat-sarat tertentu dan suatu akibat berupa pidana atau

hukuman,23 hukuman pidana juga dapat diartikan dengan penderitaan yang

sengaja di bebankan kepada orang yang melakukan perbuatan syarat-syarat

tertentu.24

Berarti pidana adalah suatu reaksi atas tindakan kejahatan dan ini berujud

pada suatu yang sengaja ditimpakan kepada pembuat kejahatan atau

pelanggaran,.25 Hukum pidana sebagai suatu hukuman yang bersifat keras,

contoh, dalam perbuatan pencurian yang diatur dalam pasal 362 KUHP”Barang

22

S. Soetami, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, PT, Eresc, Bandung, 1992,h 52. 23

R, Soedarto, Ilmu Hukum, UNDIP, Semarang 1982, h 7 24

Ibid h,8 25

(42)

siapa yang mengambil satu barang kepunyaan orang lain dengan maksud

memiliki di kenakan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda

Rp.900”. Kerasnyah hukuman pidana terletak hukumanbagi si pelaku. Hukuman

pidana terbagi menjadi 2 macam yaiu:

1) Hukuman pidana yang bersifat objektif yang artinya hukuman pidana yang

bersifat sekumpulan peraturan yang isinya larangan-larangan, keharusan dan bagi

siapa saja yang melanggar akan di kenankan pidana. Hukum pidana yamg bersifat

objektif dibagi menjadi dua yaitu:

a) Hukum Pidana Materil adalah perturan yang berisikan mengenai

perbuatan-perbuatan yang dilarang kemudian diancam hukumannya bagi siapa saja

yang melanggar.

b) Hukum pidana formil adalah kumpulan perturan untuk mengetahui

bagaimana cara pidana materil dalam persidangan (peroses beracara) .

2) Hukuman pidana bersifat subjektif adalah aturan yang berupa hak untuk

menjatuhkan hukuman.

Jenis-jenis pidana menurut pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, menyebutkan bahwa:

1. Pidana pokok yaitu:

a) Hukuman Mati,

b) Hukuman Penjara.

c) Hukuman Kurung.

(43)

32

e) Hukuman tutupan

2. Pidana tambahan yaitu:

a) Pencabutan Hak.

b) Perampasan Barang.

c) Pengumuman Putusan Hakim26.

b. Pemidanaan

Pengertian pemidanaan dapat dimungkinkan mempunyai dua arti .

kesatuan sebagai hak atau wewenang dan kedua sebagai perturan hukum.27

Dengan adanya pengertian pemidanaan sebagai hak untuk memindanakan

seseorang, persoalan ini timbul menjadi dasar pemikiran dari teori-teori hukum

pidana yaitu pada pesoalan: Kenapa Negara mempuyai hak untuk memidana

seseorang yang melakukan kejahatan? Dalam Hukum pidana. Manusia terikat

dengan suatu cara yang mendalam.

Dilihat dari sistem pemidanaan terhadap seseorang bukan hanya

seseorang itu melakukan kejahatan atau menyimpang, tetapi juga menyinggung

kepada korban-korbanya. Untuk itu, Negara memerintahkan pesuruh-pesuruhnya

untuk menegakan keaadilan dengan melibatkan alat-alat Negara yaitu Hakim,

Jaksa, Polisi bahkan masyarakat itu sendiri yang terlibat utuk menuntaskan

perkara-perkara penyimpangan. Sebagai asas pemidanaan, pada umumnya telah

26

KUHP, Pasal 10, h 6 27

(44)

diakui dengan perkenalan azas legalitas yaitu dengan penerapan “tindak dipidana

seseorang jika ada kesalahan yang diperbuatkannyan” dan sebagai unsur

kesalahan, ditegaskan pula tidak hanya kesengajaan, tetapi kemampuan seseorang

dalam bertanggung jawab. Asas-asas inilah yang menggeserkan kita akan

pemidanaan diartikan sebagai perturaan hukum. Dalam praktek hukum

pemidanaan, mempunyai 3 aliran teori yang mendsar28

Termaksuk pemidanaan di Indonesia dengan memakai salah satu ketiga

aliran tersebut. Ketiga aliran tersebut yaitu: aliran Legisme, aliran hukum bebas,

dan aliran penemuan hukum.

1). Aliran Legisme

Aliran legisme beranjak ketika adanya penyelewengan keputusan raja

di Perancis, raja dengan semena-mena memutuskan hukuman kepada rakyatnya

tanpa mengetahui unsur-unsur kesalahan yang di perbuat rakyatnya. Pada zaman

refolusi perncis kondifikasi hukum legalitas di Negara perancis mengangap kode

sipil sudah sempurna dan lengkap serta dapat menampung aspirasi rakyat dalam

masalah perturan hukum. Aliran legisme berpendapat bahwa:

a) Aliran satu-satunya dalam undang-undang.

b) Di luar Undang-undang tidak adanya hukuman.

Dalam aliran ini, Hakim hanya merupakan Sub sumite authomat dan

dalam pemutusan perkara di dasarkan melalui undang-undang saja. Pada waktu

itu alieran tersebut di anggap suatu usaha yang sangat baik yang menghasilkan

28

(45)

34

kesatuan dan kepastian hukum tersebut, maka bayak Negara-negara lain

mengikuti aliran ini terutama pada Negara belanda, belgia, dan suwis.

Setelah berjalan kuarang lebih dari 40 tahun, aliran ini menunjukan

kekurangnanya yaitu permasalahan kasus penyimpangan golongan baru yang

timbul, kemudian tidak dapat di pecahkan. Oleh undang-undang yang telah di

bentuk.

2) Aliran hukum bebas

Aliran ini bertolak belakang dari aliran legalisme, lahirnya aliran ini

justeru karna melihat kekurangan aliran legalisme yang ternyata tidak dapat

memenuhi kebutuhan dan tidak dapat mengatasi persoalan-persoalan baru.

Aliran-aliran ini merupakan Aliran-aliran bebas yang hukumanyah tidak di buat oleh badan

legislative dan menyatakan bahwa hukum terdapat pada undang-undang. Hukum

bebas ini timbul di dalam masyarakat dan diputuskan oleh masyarakat itu sediri

berupa kebiasaan di dalam kehidupan masyarakat (Hukum yang sudah menjadi

tradisi baik yang diajarkan oleh adat istiadat maupun itu dari agama). Tujuan

aliran hukum bebas ini adalah:

a) Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara memberikan kebebasan

hakim tanpa terikat undang-undang.

b) Membuktikan bahwa undang-undang tedapat kekurangan dan harus di

lengkapi.

c) Hakim memutuskan perkara didasarkan keadilan

(46)

. Dalam perkembangn lebih lanjut perundang-undangan terhadap

hukum mempunyai perubahan-perubahan oleh karena itu:

a) Hukum itu harus adil

b) Membuat Undang-undang tidak dapat mengikuti kecepatan peroses

perkembangansosial.

c) Undang-undang tidak dapat menyelesaikan setiap persoalan yang timbul.

d) Hakim harus memperjelas makna yang tersirat setiap permasalahan yang

timbul.

e) Hakim harus memperjelas makna yang tersirat dalam penafsiran

undang-undang

Aliran ini merupakan aliran analisa dari kedua aliran tersebut. Aliran ini

tetap berpegang kepada undang-undang tetapi aliran tersebut tidak seketat liran

legalisme dan tidak sebebas aliran hukum bebas dengan menggunakan kekuatan

hakim saja. Menurut aliran ini hakim harus tunduk pada kehendak perbuatan

Undang-Undang yang bersangkutan dan sewaktu hakim menentukan dan

menetapkan hukuman, hakim harus teliti dan jeli atas tindakan keputusan dengan

menyesuaikan ke adaan sosial yang ada.

4. Aliran yang berlaku di Indonesia

Indonesia mempergunakan aliran penemuan hukum ini berarti bahwa

hakim dalam menentukan putusan perkara berpegang kepada Undang-Undang

dan hukum lainya yang berlaku di dalam masarakat secara mutlak, Tindakan

(47)

36

bahwa hakim, harus mengadili dan tidak boleh menolak pengadilan perkara yang

diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkapnya Undang-Undang.

Pemidanaan di Indonesia mempunyai dua konsep yaitu:

a) seorang yang melakukan penyimpangan harus mengalami pidananya

dengan di asingkan atau di penjara.

b) Kekuasaan hakim.

1. Sebelum sidang

2. Saat sidang

3. Setelah sidang

Kekuasaan hakim di dalam Undang-undang pokok kekuasaan hakim

dengan tujuan mengetahui efektifitasnya dari keputusan penjatuhan pidana.

C. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana di pakai sebagai istilah resmi dalam KUHP di

Indonesia,i tindak pidana ini tumbuh dari pihak kementerian kehakiman,

karma tindak pidana sering di pakai dalam undang-undang, tindak pidana

meliputi satu perbuatan atau kelalaian yng menimbulkan suatu akibat atau ke

adaan yang ditimbulkan oleh perbuatan yang melalaikan itu.

Tindak pidana di istilahkan dengan perbuatan tindak pidana yaitu

dengan alasan pertimbangan hukum. Perkataan perbuatan pidana sudalah lazim

dipergunakan dalam percakapan sehari-hari seperti perbuataan jahat, melakukan

hal-hal yang tidak senonoh dan banyak lagi yang lainnya yang mengenai tindak

(48)

dibuat oleh seseorang yang menunjukan perbuatan dengan menimbulkan suatu

akibat. Tindak pidana adalah suatu perbuataan penyimpangan baik yang di

sengaja atupun tidak di sengaja, dimana hukum telah melarng perbuataan terebut

serta mengancam perbuataan tersebut dalam sanksi pidana.

1) Jenis-jenis Tindak Pidana

Penggolangan tindak pidana didalam KUHP terdiri atas kejahatan dan

pelanggaran. Pengolongan untuk tindak kejahatan disusun dalam buku ke dua di

dalam KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan

pelanggaran saja, akan tetapi tindak memberikan arti yang cukup jelas. Dalam

pembagiaan dalam dua jenis tindak pidana, berdasarkan perbuatan bahwa

kejahatan adalah perbuataan-perbuatan yang melanggar ketentuan hukum yang

berlaku dan di sebut dengan perbuatan pidana. Perbuatan pidana dikenal dalam

prakteknya teorinya yaitu:

a. Delik Formil & Materil

1) Delik formil adalah delik yang perumusannya di titik beratkan kepada

perbuatan yang di larang.29 Misalnya: penghasutan dan pencurian.

2) Delik materil adalah delik yang perumusanya dititik beratkan kepada akibat

yang tidak di kehendaki..30 misalnya : Pembakaran, penipuaan, dan

pembunuhan.

b. Delik Commissions, Ommisionis dan Commisisionis Omisionen commisa.

29

R, seodarto, Ilmu Hukum , UNDIP, Semarang, 1989, h 35 30

(49)

38

1) Delik commissisons adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan

( berbuat sesuatu yang dilarang).31

2) Delik ommistionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah

misalnya: Tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan32 .

3) Delik commissionis perommisionen commisa adalah delik yang berupa

pelanggaran terhadap larangan dengan cara tidak berbuat33 misalnya :

seorang ibu memberi makan anaknya dengan tidak memberi makan

anaknya.

c. Delik Dolus dan Culpa

Delik Dolus adalah delik yang memuat dengan cara kesengajaan.,

sedangkan delik culpa adalah delik yang mengatur unsur kealpaan. 34.

d. Delik tunggal dan Berganda

Delik tunggal adalah delik yang dilakukan dengan perbuaatan satu

kali. Sedangkan delik berganda delik yang melakukan dengan perbuatan dua atau

lebih.35

e. Delik aduan dan Bukan delik Aduan

31

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum pidana bagian 1, PT Raja Gerafindo Persda, Jakarta:2000, h 50.

32

Ibid, h 37

33

Ibid, h36

34

Wirjono Perojodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung, 2003, h71.

35

(50)

Delik aduan adalah delik yang menutunnya hanya bisa di lakukan apabila adanya

pengaduan dari pihak korban. Sedangkan delik Aduan adalah delik yang

penentuaanya tidak perlu di lakukan pengaduan dari pihak korban.36

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Pada hakekatnya tiap-tiap tindak pidana, itu harus terdiri dari unsur yang

merupakan syarat untuk diadakannya pemidanaan bagi seseorang yang

perbuatanya telah memenuhi perumusan tindak pidana sebagaimana telah di

rumuskan di dalam undang-undang. Para sarjana hukum dalam membagi unsur

perumusan tindak pidana mempuyai jalan pikiran yang berlainan.

Pembagian unsur tindak pidana secara terperinci didasarkan atas

sususnan isi perumusan tiap-tiap tindak pidana yang bersangkutan, sehingga

setiap tindak pidana harus mempuyai unsur yang luas dari isi rumusan tindak

pidana yang berkembaang dari ilmu pengetahuan. Para sarjana mengkategorikan

berupa unsur tindak pidana antara lain:37

A. Ancaman pidana

B. Unsur melawan hukum

C. Melakukan penyimpangan hukum

D. Mampu bertanggung jawab.

36

Ibid, 50

37

(51)

40

2. Pengertian Pencurian dan Unsur Pencurian

a. Pengertian pencurian

Hukum pencurian merupakan bentuk penyimpangan yang sering

terjadi di masyarakat dan pencuri sering di kaitkan dengan faktor ekonomi

yang lemah, orang-orang yang sangat rakus terhadap harta dan lain-lain.

Pengertian pencuri dalam kitab undang-undang hukum pidana pasal

362 yang merumuskan bahwa’barang siapa mengambil suatu barang suatu

yang sama sekali atau sebagian termaksuk kepunyaan orang lain dengan

maksud akan memiliki barang tersebut dengan melawan hak, dihukum karna

pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda

sebanyak-bayaknya Rp 900. Pencurian adalah pengambilaan harta benda

milik orang lain dengan maksud akan memilikinya,38 pengambilan barang

dapat di kategorikan sebagai pencuri apbila sudah sampai ditangan mereka.

b. Rukun pencurian

1) Rukun Pencurian di bagi Menjadi tiga bagian

a. Pelaku pencurian

Sesuai dengan perumusan pengertian pencurian alam KUHP psal

362 yaitu menunjukan adanya pelaku. Dalam pelaku pencurian

merupakan salah satu rukun dari tindak pidana pencurian. Tidak ada

pencuri jika tidak ada kesempatan atau yang melakukan pencurian.

Pelaku pencuri dalam suatu barang yang apabila masih memiliki harta

38

(52)

tersebut tidak di pidana atau tidak terkena sanksi (pencurian harta suami

atau harta istri) ini sesuai dengan KUHP pasal 7 ayat 1. namun jika

pencurian tersebut dilakukan pada sanak saudara, tetap akan di kenakan

hukuman pidana jika adanya delik aduaan

b. Delik aduan

Segala sesatu ysang berujud, termasuk juga binatang, dalam

pengertian barang dimaksudkan juga sumberdaya alam termaksuk juga

gas, minyak bumi, batu bara dan listrik, meskipun listrik tidak berwujud,

harga barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis. Oleh karena itu

mengambil beberapa helai rambut wanita untuk kenang-kenangan tidak

dengan ijin wanita, itu termaksud tindak pencurian, meskipun beberapa

helai saja yang tidak ada harganya.

c) Pencuri

Pencuri adalah pengambilan harta benda milik orang lain yang

sudah dikategorikan sebagai melawan hukum.39

Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk ”memiliki”

barang itu dengan melawan hukum. “Mengambil” sama juga mencuri untuk

menguasai suatu barang yang bukan miliknya. Maksudnya, waktu pencuri

mengambil barang itu dan barang tersebut belum ada dalam kekuasaanya,

perbuatan tersebut di kategorikan sebagai penggelapan, dan barang tersebut di

milikinya. Contohnya : seseorang menemukan suatu barang di jalanan,

(53)

42

kemudian di ambilnya dan waktu mengambilnya terlintas akan menyerahkan

barang tersebut kepada polisi, maka tidak bermaksud tindakan pencurian.

Namun apabila barang tersebut tidak diserahkan kepada polisi maka di

kategorikan sebagai tindak penggelapan.

c. Dasar Hukum

Sesuai dalam KUHP pasal 362 yaitu:

Barang siapa yang mengambil suatu barang yang sama sekali atau

sebagian termaksud akan memiliki barang tersebut dengan melawan hak, di

hukum karna pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun

atau denda sebayak-banyaknya Rp 900,-

d. Unsur-unsur dalam Pencurian

Sesuai dengan KUHP pasal 362 maka dapat kita analisa tentang

unsur-unsur dalam tindakan pencurian meliputi, yaitu :

1) Unsur pertama yaitu, “Barang siapa” unsur ini menunjukan pelaku.

Pengertian pelaku disini diartikan sebagai “perbuataan manusia” siapa

yang melakukan

2) Unsur Kedua yaitu perbuataan mengambil, bentuk pengambilan sudah

dapat dikatakan selesai jika barang tersebut berpindah tempat, apabila

pelakunya memegang saja, maka belum dikatakan tindakan pencurian.

Melainkan tindakan percobaan pencurian.

3) Unsur Ketiga yaitu, Objek yang diambil, “berupa barang” yaitu segala

(54)

termaksud) atau tidak berwujud sepert gas, listerik, dan tidak perlu

mempunyai harga yang ekonomis seperti 2 helai rambut wanita yang di

ambil tanpa seizin pemiliknya dapat di katakan tindakan pencurian.

4) Unsur Keempat adalah adanya niat yang melawan hukum, yaitu pelaku

pencuri mengambil suatu barang padahal ia mengetahui barang tersebut

bukan miliknya, dan tidak boleh di ambil. Dengan demikian, apabila ia

mengambil barang tersebut dengan keyakinan bahwa barang tersebut

adalah barang yang sah maka ia tidak dikenakan hukuman, dikarenakan

dalam hal ini tidak ada maksud untuk melawan hukum.

e. Sanksi Pencurian

Sesuai dalam KUHP pasal 362 yaitu: Barang siapa yang mengambil

suatu barang yng sama sekali atau sebagian termaksud akan memiliki barang

tersebut dengan melawan hak, dihukum karma pencurian dengan hukuman

penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,-.

Dengan demikian jelaslah bahwa sanksi bagi pelaku pencurian dalam hukum

positif adalah 5 tahun penjara atau membayar denda sebesar Rp. 900

Namun dalam pasal 363 ayat 1 KUHP diterangkan tindakan pencurian

diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, dengan ketentuan :

(55)

44

b. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, gunung

meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara,

pemberontakan, atau bahaya perang,

c. Pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup

yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak

diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak,

d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,

e. Pencurian yang untuk masuk ketempat kejahatan atau untuk sampai pada

barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau

memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, dan

pakaian jabatan palsu.

Yang dimaksud dengan pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih

dangan bersekutu yaitu kejahatanya tidak dilakukan oleh seorang diri melainkan

dilakuakan secara brsama-sama lebih dari seorang, denagancara mengorganisir

dalam melakukan kejahatan tersebut, artinya kejahatan tersebut dilakukan dengan

perencanaan-perencanaan tertentu dan adanya pembagian tugas-tugas tertentu yang

dilakukan oleh pelaku tindak kejahatan tersebut.

Adapun sanksi yang dapat dikenakan bagi para pelaku kejahatan secara

bersama-sama itu tergantung dari peran masing-masing pelaku dalam melakukan

pencurian tersebut, maka hukumannya pun akan berbeda sesuai dengan apa yang

dilakukannya, apakah pelaku tersebut sebagai pelaku utama, pelaku ikut serta

(56)

pelaku pencurian diancam hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun berdasarkan

(57)

BAB III

PENCURIAN DENGAN DUPLIKASI KARTU KREDIT A. Pengertian Kartu Kredit

Kartu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kertas panjang berukuran persegi panjang1, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kredit adalah cara menjual barang dengan pembayaran secara tidak tunai (pembayaran ditangguhkan atau di angsur)2. Salah satu kegiatan bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dan dana tersebut berasal dari dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito. Penyaluran dana ini dikenal juga dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit.

Menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dalam pasal 1 butir 11, pengertian kartu kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga3.

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 510.

2

Ibid, h. 599.

3

Rahmat Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Abadi, h.130.

(58)

Kartu kredit yaitu kartu yang diterbitkan oleh bank atau perusahaan pengelola kartu kredit yang memberikan hak kepada orang yang memenuhi persyaratan tertentu yang namanya tertera dalam kartu untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran secara kredit atas perolehan barang atau jasa, atau untuk menarik uang tunai dalam batas kredit sebagaimana telah ditentukan oleh bank atau perusahaan pengelolaan kartu kredit.4

Istilah kredit dalam Bank Syariah disebut dengan pembiayaan, pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang di biayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil5.

Pengertian kartu kredit dalam penggunaan yang semakin meluas dan perlu untuk ditelusuri sejauh mana relevansi penggunaannya dalam peraktek bisnis umumnya dan perbankan khususnya. Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi “Ceredere” yang berarti percaya atau “Ceredo” atau

“cereditum” yang berarti saya percaya. Maksud dari percaya bagi pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkan pasti akan dikembalikan sesuai perjanjiaan, sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai

4

Depag RI, Istilah Ekonomi Syariah, Dirjen Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2008, h.

5

(59)

48

kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu yang telah disepakati bersama.

Kredit diberikan atas dasar kepercayaan. Artinya prestasi yang diberikan diyakini dapat dikembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat yang telah disepakati bersama di antara kedua belah pihak.

Berdasarkan hal di atas, unsur-unsur yang terdapat dalam kartu kredit tersebut adalah.6:

a. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikan kepada debitur yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu yang telah diperjanjikan di antara belah pihak.

b. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya dan jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu memberikan kesepakataan bersama antara antara pihak bank dan debitur. c. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi

pada saat tercapainya persetujuan antara kesepakataan perjanjian pemberian kredit antara bank dan debitur maka bank akan memperoleh uang dan bunga atau imbalan.

d. Resiko, yaitu adanya resiko yang memungkinkan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasaan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari debitur, maka diadakan pengikataan jaminan anggunan.

6

(60)

Keempat unsur tersebut di atas keseluruhannya saling berkaitan. Pemberian kredit tidak dapat dilakukan tanpa adanya kepercayaan,. Dengan kepercayaan yang diberikan oleh bank, dijanjikan periode waktu yang disepakati bersama untuk penggunaan dan pelunasannya. Sebagai objek perjanjian kredit bank, ada prestasi timbal balik yang di berikan oleh masing-mas

Gambar

gambaran dari persepsi hukum pidana islam. Maka penulis menyelaraskan terkait

Referensi

Dokumen terkait

Tidak konsistennya Majelis Hakim menerapkan ketentuan tindak pidana yang didakwakan, karena Majelis Hakim dalam membuktikan unsur "barang siapa" dan unsur "yang dengan

Kepastian hukum atas suatu perjanjian jual beli di bawah tangan akan timbul apabila para pihak yang ada dalam perjanjian mengakui dan menyatakan bahwa tandatangan

Dari uraian judul di atas dapat dikatakan bahwa judul ini berbeda dengan judul yang telah dipaparkan membahas tentang alat bukti keterangan saksi dikesampingkan

Terdakwa Mustofa Ahmad bin Bawadi Ahmad oleh Penuntut Umum didakwa dengan Pasal 36 UU RI Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 9 yang berbunyi:

Pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Oelamasi Nomor 4/Pid.Sus/2017/PN Olm di atas sesuai dengan aturan hukum pidana Islam, karena tindak pidana perdagangan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI DENGAN KEKERASAN DI MINIMARKET INDOMARET Studi Putusan Pengadilan Negeri Binjai Nomor 24/Pid.B/2021/PN Bnj TESIS

Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana pengaturan hukum tindak pidana pencurian disertai dengan kekerasan di minimarket Indomaret, bagaimana pertanggungjawaban pelaku tindak