• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBUAT BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM HAL TRANSAKSI JUAL BELI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBUAT BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM HAL TRANSAKSI JUAL BELI"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

   

KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBUAT BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM HAL TRANSAKSI JUAL BELI

(STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SINGARAJA)

SKRIPSI

OLEH :

GEDE OKKY ANDIKA DANANJAYA

NPM : 010.3.0025

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANJI SAKTI

SINGARAJA

(2)

  2014     DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……….………i DAFTAR ISI……….….ii BAB I PENDAHULUAN………...………..1

1.1       Latar Belakang Masalah………...…...1

1.2       Rumusan Masalah………4

BAB II METODE PENELITIAN……….………...5

2.1   Jenis Penelitian……….………6 2.2  Sifat Penelitian………...6 2 / 53

(3)

2.3  Lokasi Penelitian………...6

2.4  Sumber dan Jenis Data………...6

2.5  Teknik Pengumpulan Data……….…...7

2.6 Pengolahan dan Analisis Data………...7

BAB III HASIL PENELITIAN ……….………8

BAB IV PENUTUP………..…………...13 4.1   Kesimpulan………...13 4.2   Saran-saran……….14 DAFTAR PUSTAKA………..15    

(4)

ii   1 4 / 53

(5)

  BAB I PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah

(6)

Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Semakin maju suatu

masyarakat maka kedudukan tanah akan semakin menjadi topik dalam hal kebutuhan akan tempat tinggal dan sebagai tanah garapan. Apalagi terhadap suatu daerah yang penduduknya begitu padat. Yang terpenting sekali adalah kedudukan hak-hak atas tanah itu. Demikian pula dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara 1960 Nomor 104) yang dikenal sebagai UUPA, telah ditentukan bahwa tanah-tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia harus diinventariskan. Untuk melakukan inventarisasi tanah, perlu dilakukan pendaftaran hak atas tanah

Seseorang perlu mengidentifikasikan tanahnya, agar dapat memberikan kepastian hukum terhadap pemilikan hak milik atas tanah tersebut, sehingga semua peralihan hak atas tanah harus dibawah pengawasan pemerintah, karena bisa saja tanah yang kurang jelas identitasnya

(7)

itu dapat menimbulkan suatu permasalahan dikemudian hari. Penyebab terjadinya hal tersebut

dikarenakan adanya kecerobohan seseorang mengenai jual beli tanah yang sudah jelas peralihan hak atas tanah itu hanya dilakukan atas dasar kepercayaan, yang sering terjadi di pedesaan yang pada umumnya masih kurang paham mengenai segala peraturan

perundang-undangan yang berlaku saat ini.

2

 

(8)

Sertifikat hak milik atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah, berisi data fisik mengenai keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, dan bangunan yang dianggap perlu, serta data yuridis mengenai keterangan tentang status tanah terdaftar, pemegang hak milik atas tanah, dan hak-hak lain, serta beban-beban lain yang berada di atasnya. Dengan sertifikat hak milik atas tanah, maka kepastian berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya, subjek hak, dan objek haknya menjadi nyata. Oleh karena itu, dibandingkan dengan alat bukti tertulis lainnya, sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat. Artinya, harus dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan bukti yang lain.

Pada dasarnya hubungan antara kepastian hukum hak milik atas tanah dan perlindungan hukum dapat disinergikan bahwa kepastian hukum itu adalah sarana untuk memperoleh perlindungan hukum. Kepastian hukum yang meliputi kepastian objek, kepastian hak dan

(9)

kepastian subjek merupakan sasaran untuk mendapatkan perlindungan hukum atas pemilikan tanah yang sudah bersertifikat. Dengan demikian, hak milik atas tanah yang sudah bersertifikat, mendapat perlindungan hukum terhadap tindakan sewenang-wenang. Perlindungan hukum itu sendiri merupakan upaya berdasarkan hukum, baik bersifat preventif maupun represif, agar sertifikat sebagai tanda bukti hak yang kuat dapat memperoleh perlindungan hukum.

Kenyataan yang terjadi bahwa sertifikat hak milik atas tanah yang diterbitkan, mengandung kelemahan terhadap kepastian haknya, karena masih dapat dipersoalkan oleh masyarakat di lembaga peradilan. Oleh karena itu, sertifikat hak milik atas tanah memiliki kekuatan hukum pasti setelah memperoleh putusan hakim.

(10)

3

 

Adapun kultur hukum dalam masyarakat yang meliputi kesadaran hukum masyarakat dan realitas sosial berpengaruh dalam proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah dan proses pengujian kepastian hukum di Lembaga Pengadilan. Proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah, kultur hukum masyarakat berperan dalam memberikan keterangan kebenaran data fisik dan data yuridis tanah. Kultur hukum masyarakat juga berperan dalam proses peradilan yang merupakan lembaga tempat mencari keadilan.

(11)

        Masalah yang sering dijumpai dalam masyarakat terkait dengan transaksi jual beli hak atas tanah yang belum sampai kepada pembuatan akta, sebagaimana bunyi dari Pasal 37 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang menyebutkan bahwa : Pemberian hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah,

pemasukan dalam pengusahaan (impreng) dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1.         Transaksi jual beli hak atas tanah hanya dibuktikan oleh adanya kwitansi pembayaran yang disaksikan oleh kepala desa yang belum sampai kepada pembuatan akta, salah satu diantaranya, karena dengan alasan pada saat terjadinya transaksi jual beli tanah tersebut, uang pembeli belum mencukupi untuk membuat akta, sehingga pembuatan akta jual

(12)

beli tersebut ditangguhkan. Setelah pembeli memiliki cukup uang untuk membuat akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disebut dengan PPAT, maka diajaklah penjual untuk menyelesaikan akta tersebut. Akan tetapi penjual tersebut menolak untuk menandatangani akta dengan bermacam-macam alasan, sehingga pembeli mengalami kesulitan dalam pembuatan akta yang dibuat atas nama pembeli oleh PPAT serta penyelesaian penerbitan sertifikat tanah.

4   12 / 53

(13)

Sehingga salah satu jalan yang harus ditempuh oleh pembeli untuk mengatasi kesulitan dalam pembuatan akta tersebut, tidak lain dengan jalan membuat surat gugatan yang diajukan kepada ketua pengadilan negeri. Dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai hukum tetap, maka putusan pengadilan tersebut dapat didaftarkan di Kantor Pertanahan untuk memperoleh sertifikat hak milik atas tanah. Dengan demikian, putusan pengadilan tersebut mempunyai pengaruh dan fungsi yang sama dengan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT.

1.2       Rumusan Masalah

 

 

(14)

BAB II METODE PENELITIAN 5   14 / 53

(15)

        Penelitian dalam ilmu hukum ada 2 (dua) jenis. Yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dititikberatkan pada substansi hukum, yaitu apakah dalam suatu aturan hukum terjadi konflik norma, norma kabur atau norma kosong. Penelitian hukum empiris adalah penelitian untuk melihat dan menganalisa norma atau aturan hukum yang ada kemudian disesuaikan dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Ciri-ciri dari suatu penelitian hukum empiris adalah sebagai berikut:

1. Adanya kesenjangan antara das sollen dengan das sein yaitu kesenjangan antara teori dengan praktek dilapangan, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum,

dan/atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik;

2. Umumnya menggunakan hipotesis;

(16)

4. Menggunakan data primer dan data skunder, dimana data skunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier.

5. Data primer dan data skunder kontribusinya sama pentingnya dalam penelitian yang sedang dikerjakan. Dalam hal ini tidak ada data yang satu lebih unggul dari data yang lain atau berkedudukan sebagai data utama sedangkan data yang lain

2.1       

6

(17)

 

Jenis Penelitian

        Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian ilmu hukum empiris secara yuridis dan pendekatan sosiologis, yaitu berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat dan dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(18)

2.2       Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang saya gunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif (menggambarkan) yang bertujuan untuk menggambarkan/melukiskan secara tepat sifat-sifat suatu individu,

keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat

2.3       Lokasi Penelitian

(19)

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Singaraja dan Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, jadi berdasarkan

tujuan-tujuan tertentu, yang terutama adalah untuk memudahkan proses pencarian dan konfirmasi data mengenai permasalahan yang diajukan dalam tulisan ini.

2.4       Sumber dan Jenis Data

(20)

ini maka penulis mempergunakan data yang berasal dari :

1. Sumber Data Primer

Yaitu keterangan atau fakta yang diperoleh dengan jalan membaca buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dan karangan ilmiah dari para sarjana khususnya di bidang hukum perdata yang relevan dengan permasalahan ini.

7

(21)

 

Sumber Data Sekunder

Yaitu dilakukan dengan jalan mengumpulkan data yang ada di Pengadilan Negeri Singaraja dan Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng khususnya yang menyangkut masalah yang ada hubungannya dengan tulisan ini.

(22)

2.5       Teknik Pengumpulan Data

        Dalam memperoleh data di lapangan, dilakukan dengan tehnik studi dokumenter yaitu dalam hal ini putusan-putusan pengadilan dan dengan wawancara atau interview

dengan Hakim Pengadilan Negeri Singaraja yaitu Bapak Amin Immanuel Bureni di Pengadilan Negeri Singaraja dan Kepala Bidang Sengketa Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng yaitu Bapak I Gede Sujana di Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng, khususnya mengenai masalah jual beli tanah yang belum mempunyai akta jual beli.

2.6       Pengolahan dan Analisis Data

(23)

Dari data yang telah terkumpul, maka selanjutnya akan diadakan suatu analisis yang

merupakan tahap yang sangat penting dan menentukan. Penganalisaan ini dilakukan secara kualitatif dan penyajiannya secara deskriptif analitis. Bahan yang dikumpulkan, dideskripsikan dan dijelaskan secara sistematis, logis dan rasionalis yang kemudian akan di pelajari sebagai sesuatu yang utuh

8

 

(24)

    BAB III HASIL PENELITIAN

3.1  Pengaruh Putusan Pengadilan Tentang Transaksi Jual Beli Atas Tanah Terkait dengan Permohonan Serifikat Hak Milik

(25)

        Apabila timbul sengketa antara pihak, maka yang termuat dalam akta otentik merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan alat-alat

pembuktian lainnya, dimana dalam praktek hukum memudahkan pembuktian dan memberikan kepastian hukum yang lebih kuat. Berbeda dengan akta di bawah tangan yang masih dapat disangkal dan baru mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna apabila diakui oleh kedua belah pihak, atau dikuatkan lagi dengan alat bukti lainnya. Oleh karenanya, dikatakan bahwa akta di bawah tangan merupakan permulaan bukti tertulis.

        Akta jual beli merupakan dokumen yang membuktikan adanya peralihan hak atas tanah dari pemilik sebagai penjual kepada pembeli sebagai pemilik baru. Pada prinsipnya jual beli

(26)

tanah bersifat terang dan tunai, yaitu dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan harganya telah dibayar lunas.

Hal yang dilakukan PPAT sebelum transaksi dilakukan adalah pemeriksaan sertifikat hak atas tanah yang bertujuan agar memastikan bahwa tanah tersebut tidak sedang terlibat sengketa hukum, tidak sedang dijaminkan, atau tidak sedang dalam penyitaan pihak berwenang.

        Timbulnya sengketa hukum mengenai tanah berawal dari pengaduan satu pihak (orang atau badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh

(27)

penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Alasan yang sebenarnya menjadi tujuan akhir dari sengketa adalah ada pihak yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah yang disengketakan, oleh karena itu penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tersebut tergantung dari sifat permasalahan yang diajukan dan prosesnya akan memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum diperoleh suatu keputusan. Mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian sengketa hukum atas tanah belum diatur secara konkrit, seperti mekanisme pemohonan hak atas tanah (Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999), oleh karena itu penyelesaian kasus tidak dilakukan dengan pola penyelesaian yang seragam tetapi dari beberapa pengalaman

(28)

 

        Apabila terjadinya suatu transaksi jual beli tanah hingga menimbulkan suatu perkara sampai ke Pengadilan maka sebelum akan menjatuhkan putusannya, hakim harus melakukan tiga tindakan secara bertahap yaitu mengkonstatir, mengkualifisir, dan kemudian mengkonstituir agar putusan yang diberikan oleh hakim dapat memberikan pertimbangan tentang benar

tidaknya suatu peristiwa atau menentukan hukumnya.

        Mengkonstatir artinya melihat, mengakui atau membenarkan bahwa telah terjadi peristiwa yang diajukan kepadanya. Untuk sampai kepada konstatir, hakim harus mempunyai

(29)

kepastian sehingga konstateringnya itu tidak hanya sekedar dugaan atau gegabah tentang adanya peristiwa yang bersangkutan, untuk itu hakim harus melakukan pembuktian dengan alat-alat bukti yang tersedia untuk mendapatkan kepastian tentang peristiwa yang diajukan kepadanya. 10  

(30)

kemudian ialah mengkualifisir peristiwanya itu. Mengkualifisir berarti menilai peristiwa yang benar-benar telah dianggap terjadi, termasuk ke dalam hubungan hukum yang mana. Dengan kata lain menemukan hukumnya bagi peristiwa yang telah dikonstatir. Dalam tahap akhir sesudah mengkonstatir dan mengkualifisir peristiwa, maka hakim harus mengkonstituir atau memberi konstitusinya. Ini berarti hakim akan menetapkan hukumnya kepada yang

bersangkutan dan memberi keadilan.

        Terhadap perkara transaksi jual beli tanah yang belum mempunyai akta jual beli dalam rangka memperoleh sertifikat tanah, maka perkara tersebut akan diselesaikan sesuai dengan tugasnya berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Dalam hal ini, pengadilan tidak boleh menciptakan hukum melainkan hanya mencari dan menyatakan adanya peraturan

hukum.

(31)

        Putusan hakim dalam hubungannya dengan pembuatan sertifikat tanah adalah untuk dapat dipakai sebagai dasar dalam memohon sertifikat hak atas tanah, tetapi hal ini tergantung dari isi putusan. Apabila isi putusan itu mengesahkan suatu jual beli, maka putusan pengadilan tersebut dapat dipakai dasar untuk memohon sertifikat tanah. Fungsi dari putusan pengadilan yaitu mengesahkan suatu proses jual beli tanah yang sama fungsinya dengan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Oleh karena baik dari akta PPAT maupun putusan pengadilan adalah sama-sama merupakan alat bukti otentik tentang terjadinya transaksi jual beli tanah.

(32)

11

 

Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Yang Dibuat Berdasarkan Putusan Pengadilan Dalam Hal Transaksi Jual Beli

Usaha yang menuju kearah kepastian hukum atas tanah tercantum dalam ketentuan-ketentuan

(33)

dari pasal-pasal yang mengatur tentang pendaftaran tanah, dalam Pasal 19 UUPA disebutkan untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum, dengan di selenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang memiliki dan

beban-beban apa yang melekat di atas tanah tersebut.

Menurut ketentuan Pasal 19 UUPA tersebut, sudah dinyatakan bahwa pemerintah akan

memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hak atas tanah yang didaftar dengan memberikan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang “kuat”. Makna “kuat” dalam konteks ini harus disandingkan dengan makna “mutlak” atau tidak dapat

(34)

diganggu gugat. Makna kuat artinya tidaklah mutlak atau masih dapat diganggu gugat. Makna kuat ini lah yang selalu dijadikan persoalan hukum bagi pihak-pihak yang kepentingannya dirugikan.

Kekuatan hukum sertifikat hak atas tanah yang dibuat berdasarkan akta otentik adalah jika tidak dapat dibuktikan sebaliknya perbuatan hukum (akta otentik) yang menjadi dasar dikeluarkannya sertifikat hak atas tanah itu. Pada saat lahirnya sertifikat hak milik berdasarkan putusan

pengadilan, pada saat itu juga akta otentik lain yang isinya bertentangan dengan putusan

pengadilan yang menyangkut obyek yang sama menjadi gugur. Kepala kantor Pertanahan akan mencatat putusan pengadilan tersebut dalam daftar buku tanah dan dalam sertifikat yaitu

tentang pemilik sesungguhnya dari tanah yang telah ada sertifikat hak milik sebelumnya.

(35)

12

 

Kasus jual beli tanah yang belum sampai pembuatan akta jual beli, jika didasarkan oleh bukti-bukti yang dimiliki oleh pembeli tanah tersebut, pembuatan sertifikat hak milik atas

tanahnya dapat terlaksana dengan didasarkan atas putusan pengadilan tersebut. Jadi kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah yang dibuat berdasarkan putusan pengadilan adalah sama dengan kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah yang dibuat berdasarkan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT.

(36)

13   BAB IV PENUTUP 36 / 53

(37)

4.1       Simpulan

        Berdasarkan latar belakang dan kajian yang diuraikan diatas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Pengaruh putusan pengadilan tentang transaksi jual beli atas tanah terkait dengan permohonan serifikat hak milik adalah dapat dijadikan dasar untuk menerbitkan sertifikat hak milik atas tanah oleh Kantor Pertanahan, bilamana putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian putusan pengadilan tersebut memiliki kekuatan hukum yang

(38)

sama dengan akta jual beli tanah yang dibuat dihadapan PPAT.

2. Kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah yang dibuat berdasarkan putusan pengadilan dalam hal transaksi jual beli yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah sama dengan kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah yang dibuat berdasarkan akta yang dibuat dihadapan PPAT.

14   38 / 53

(39)

4.2       Saran-saran

        Mengingat pentingnya sertifikat hak atas tanah, khususnya yang menyangkut hak milik, maka peneliti mengemukakan beberapa saran, sebagai gambaran dalam perolehan sertifikat hak milik atas tanah sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat, bilamana melakukan transaksi jual beli hak milik atas tanah maka sedapat mungkin dilakukan dihadapan PPAT, hal ini untuk menghindari adanya permasalahan dikemudian hari di antara para pihak.

2. Bagi pemerintah, hendaknya dapat meningkatkan upaya sosialisasi tentang proses transaksi jual beli hak atas tanah dan proses penerbitan sertifikatnya, demi terjaminnya

(40)

kepastian hukum. 15   DAFTAR PUSTAKA 40 / 53

(41)

Ateng Afandi. 1989. Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata. Bandung. Alumni bandung.

Bachtiar Effendie.S.H. 1983. Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan-Peraturan

Pelaksanaannya . Jakarta. Jilid Pertama Bagian Kedua. Penerbit

Alumni Bandung.

Boedi Harsono. 1981. Sejarah Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria. Jakarta. Penerbit Djambatan.

(42)

______________1994. (Edisi Revisi), Hukum Agraria Indonesia. Jakarta.Penerbit Djambatan.

______________1977. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pemmbentukan Undang-Undang

Pokok Agraria isi dan pelaksanaannya . Jakarta. Djembatan.

Dr. Sudikno Mertokusumo, SH. 1982. Hukum Acara Perdata Indonesia. Jogjakarta. Penerbit Liberty.

(43)

Fakultas Hukum. 2010. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Singaraja. Fakultas Hukum Universitas Panji Sakti

H.A. Mukti Arto. 2004. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta. Cet. I Rineka Cipta.

Irawan Soerodjo. 2003. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Surabaya: Penerbit Arkola.

(44)

Iqbal Hasan, M. 2002. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Kartini.J.Soedjendro. 1999. Perjanjian Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik. Semarang : Penerbit Kanisius.

K.Wantjik Saleh, 1977, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia.

(45)

Mariam Darus Badrulzaman. 1978. Perjanjian Kredit Bank. Bandung. Alumni Bandung.

Moleong. 1995. Metode Penelitian Hukum. Bandung. PT. Remaja Kodakarya.

Muchtar Wahid. 2008. Memaknai Kepastian Hukum Hak Atas Tanah. Jakarta : Penerbit Republika.

 

(46)

16

 

Muhammad Abdulkadir. 1986. Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet III. Bandung : Penerbit Alumni Bandung.

(47)

Murad Rusmadi. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum Hak Atas Tanah. Bandung. Mandar Maju.

Retnowulan Sutantio. 1986. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung. Cet V bandung.

(48)

R. Subekti. 1975. Hukum Pembuktian. Jakarta. Cetakan III Pradnya.

R. Supomo. 1980. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta. Penerbit Pradnya Paramita.

Sri Sudewi Sofwan. 1981. Hak Jaminan Atas Tanah. Yogyakarta. Cet IV Penerbit Liberty

(49)

Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta.PT Raja Grafindo Persada.

Sunindhia dan Widiyanti. 1988. Pembaharuan Hukum Agraria. Jakarta. Bina Aksara.

Sunaryati Hartono. 1978. Beberapa Pemikiran ke Arah Pembaharuan Hukum Tanah. Bandung. Alumni.

(50)

Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Andalas.

Usman Rachmadi. 2003. Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung. Citra Aditya Bakti

Sumber Internet :

M.Yahya Harahap, SH “Kewenangan Pengadilan Untuk Mengadili”. Diakses dari www.legalak

(51)

ses.com/kewenangan-mengadili/

, pada tanggal 21 April 2014. Pukul 21.00.

Sri Winarsi. “Wewenang Pertanahan Pada Era Otonomi Daerah”. Diakses dari www.academia .edu/3408767/Wewenang_Pertanahan_Pada_Era_Otonomi_Daerah

, pada tanggal 21 April 2014. Pukul 20.00

17

(52)

 

Peraturan Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria. (UUPA)

(53)

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa Terdakwa pada hari Kamis tanggal 22 Oktober 2009 sekira pukul 19.00 Wit Terdakwa meminta ijin secara lisan kepada Danki Lettu Inf Yulian Syafitri untuk pergi ke

Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia yaitu ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah yaitu kayu, ongkos produksi yang jauh lebih murah, dan

Pengelolaan memori utama sangat penting untuk sistem komputer, penting untuk memproses dan fasilitas masukan/keluaran secara efisien, sehingga memori dapat

“Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Pelayanan Makanan di Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2017”. 1.2

Hal ini se- bagaimana yang penulis rasakan sendiri, bahwa sebelumnya pandangan dunia penulis terhadap et- nis Tionghoa buruk seperti etnis Tionghoa mau untung sendiri, tidak

Rated Based , merupakan indikator untuk mengukur proses pelayanan pasien atau keluaran (outcome) dengan standar yang diharapkan dapat. berkisar

Sumber data primer adalah pengusaha kerajinan tempurung kelapa dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh informasi mengenai berapa besar pendapatan dan kelayakan usaha

melakukan sendiri setelah mereka mengenal teknologi yang diberikan oleh tim pelaksana. Mereka berharap dengan melakukan sendiri teknologi pengolahan pakan, produksi