• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan pelaksanaan khataman al-Qur'an dalam adat perkawinan Betawi : studi kasus di Rw 02 kelurahan Ceger Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan pelaksanaan khataman al-Qur'an dalam adat perkawinan Betawi : studi kasus di Rw 02 kelurahan Ceger Jakarta Timur"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PELAKSANAAN KHATAMAN

AL-QUR’AN DALAM ADAT PERKAWINAN BETAWI

(Studi Kasus di RW 02 Kelurahan Ceger Jakarta Timur)

Disusun Oleh:

NURFARIHAH

102032224692

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULATAS USHULUDDIN DAN FILASAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PERUBAHAN PELAKSANAAN KHATAMAN AL-QUR’AN DALAM

ADAT PERKAWINAN BETAWI

(Studi Kasus di Rw 02 Kelurahan Ceger Jakarta Timur)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial Strata 1 (S1)

Oleh: NURFARIHAH

1020232224692

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Joharotul Jamilah, M.Si. Edwin Syarif, MA

NIP. 150 282 401 NIP. 150 283 228

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Subhanallah Walhamdulillah Walailaha Illallah Huwallahu Akbar, segala

puji bagi Allah, Rabb semesta alam, tempat berlindung, memohon, bersandar dan berkeluh kesah. Sujud syukur kepada-Nya atas rahmat dan karunia yang diberikan kepada kita semua.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad beserta seluruh keluarganya dan para sahabatnya yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah menuju zaman pencerahan.

Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puja serta syukur Alhamdulillah atas ridha dan berkah yang telah Allah berikan berupa kemudahan dan kesehatan lahir batin kepada penulis dalam melewati beragam hambatan didalam proses penyusunan skripsi ini.

Kesuksesan dan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, karenanya penulis dengan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Amsal Bakhtiar MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan beserta para stafnya, yang telah memberikan fasilitas perkuliahan selama masa perkuliahan.

(4)

membimbing dan memberikan pengarahan tentang masalah-masalah akademik.

3. Dr. H. Suwarno Imam, Selaku Dosen Penasehat Akademik.

4. Ibu Joharotul Jamilah, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I, dan Bapak Edwin Syarif, MA, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah ikhlas hati memberikan ilmu yang tiada ternilai harganya kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Jakarta, Perpustakaan Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta, dan Perpustakaan Nasional, yang telah menyediakan data-data, literatur dan informasi yang penulis perlukan dalam penyusunan skripsi. 7. Teristimewa ucapan terimakasih penulis haturkan dengan sepenuh hati kepada

kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Abdullah Siran dan Ibunda Hj. Mardiyah, terimakasih atas segala pengorbanan yang telah Ayah dan Ibunda berikan, semoga Allah SWT selalu melimpahkan kebahagiaan kepada mereka. Ayah dan Ibunda, skipsi ini aku persembahkan sebagai sembah baktiku.

8. Kakak dan adik tercinta, Ka Yusuf beserta isteri Rahmah, terima kasih untuk bersedia memberikan fasilitas komputernya, keponakan yang lucu-lucu Najwa dan Ramzy, I love u all.

(5)

10.Rekan-rekan seperjuangan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sosiologi Agama Angkatan 2002, Aini, Eva Naelufar, Syarif, Rifai, Daus, Uus, Eva Hasanah, Ina, Erni, Cucu, Maya, Rahmawati dan semua sahabat yang tak bisa disebutkan satu persatu yang telah menjadikan hari-hari kuliah begitu indah. Jadikanlah masa perkuliahan dan kebersamaan kita sebagai sebuah kisah klasik untuk masa depan.

11.Bapak Moh. Faisol, S.Sos, selaku Lurah Ceger yang telah memberikan izinnya untuk melakukan penelitian, untuk Ibu Ratna Selaku Sekretaris Kelurahan (Sekkel), terima kasih atas data-data kependudukannya. Kepada Bapak H.E. Yusuf Selaku ketua Rw 02 dan seluruh tokoh masyarakat dan seluruh informan yang dengan senang hati telah memberikan data serta informasi yang penulis butuhkan.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan didalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan skripsi ini.

Akhirnya, harapan yang selalu menyertai penulis, semoga atas segala keterlibatan dan bantuannya, Allah SWT berkenan memberikan balasan yang setimpal. Serta memberikan kekuatan dan kedamaian kepada kita semua. Untuk itu hanya kalimat terima kasih yang dapat penulis sampaikan. Wassalam.

Jakarta, Februari 2007

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Hakikat Perubahan ... 10

1. Pengertian Perubahan Kebudayaan... 10

2. Sebab-Sebab Perubahan Kebudayaan ... 12

B. Hakikat Adat Perkawinan Betawi ... 14

1. Pengertian Adat... 14

2. Pengertian Perkawinan... 15

3. Hakikat Perkawinan Betawi... 16

a. Sebelum Perkawinan... 17

b. Pelaksanaan Perkawinan ... 19

1. Pra Akad Nikah ... 19

2. Pelaksanaan Akad Nikah ... 20

c. Sesudah Perkawinan ... 23

(7)

BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN CEGER JAKARTA TIMUR

A. Gambaran Wilayah... 28

B. Gambaran Penduduk ... 29

1. Sosial ... 31

2. Ekonomi ... 33

3. Pendidikan... 34

4. Budaya ... 35

5. Agama ... 36

BAB IV PERUBAHAN PELAKSANAAN KHATAMAN AL-QUR’AN DALAM ADAT PERKAWINAN BETAWI A. Pelaksanaan Khataman Al-Qur’an dalam Adat Perkawinan Betawi ... 39

1. Pelaksanaan Khataman Al-Qur’an dalam Adat - Perkawinan Betawi dulu ... 39

2. Pelaksanaan Khataman Al-Qur’an dalam Adat - Perkawinan Betawi Masa Kini... 39

B. Perubahan Pelaksanaan Khataman Al-Qur'an dalam Adat Perkawinan Betawi di Rw 02 Kelurahan Ceger Jakarta Timur... 45

(8)

BAB V PENUTUP

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Abad 21 ditandai dengan perubahan yang dasyat dalam berbagai kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut membawa kemaslahatan sekaligus memberikan banyak kegelisahan pada masyarakat.1 Perubahan yang terjadi merupakan gejala yang normal.

Daerah khusus Ibukota Jakarta sebagai Kota Metropolitan yang bercirikan sebagai pusat pemerintahan dan pusat perkembangan budaya Bangsa, mengalami perkembangan yang sangat besar. Pesatnya perkembangan Kota Jakarta dapat dirasakan dengan semakin meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengaruh modernisasi di berbagai bidang kehidupan sehingga mengakibatkan adanya perubahan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Jakarta menjadi potret kehidupan perkotaan yang senantiasa menghadapi berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh pembangunan ekonomi, urbanisasi, modernisasi dan pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Demikian pula permasalahan di bidang kebudayaan, khususnya kebudayaan masyarakat setempat yaitu Betawi.

Perubahan sosial budaya masyarakat Daerah Khusus Ibukota Jakarta antara lain disebabkan oleh sebagian besar penduduk Jakarta terdiri dari mereka yang berasal dari luar Jakarta. Sementara penduduk asli Jakarta (Betawi) semakin hari semakin terdesak ke pinggiran Jakarta atau keluar Jakarta, akibat dari

1

(10)

tersingkirnya orang Betawi ke daerah pinggiran, membuat orang Betawi merasa tersisih dari kehidupan Kota Metropolitan Jakarta.2 Sehingga pendukung kebudayaan Betawi kian hari kian menipis.

Perkampungan lama Betawi dengan kehidupan tradisi dan budaya khasnya seperti arsitektur rumah, gaya bahasa, kesenian, adat dan upacara perkawinan serta yang lainnya, berangsur-angsur makin hilang. Oleh karena semakin banyaknya pendatang dan perkembangan perkotaan maka budaya dan adat istiadat semakin terpengaruh oleh adanya pendatang, salah satu adat Betawi yang terpengaruh adalah adat perkawinan.

Pada masa lalu adat istiadat perkawinan Betawi merupakan ciri yang sakral dan mempunyai arti yang cukup dalam yang benar-benar melekat pada masyarakat Betawi. Dalam pelaksanaan adat perkawinan Betawi ini diwarnai dengan nilai-nilai Islam dan hal ini yang menjadi ciri khas dari adat perkawinan masyarakat Betawi. Hal ini dimungkinkan karena waktu zaman penjajahan dahulu pedagang-pedagang Arab singgah ke Indonesia dan menetap lama hingga kawin dengan penduduk asli, memungkinkan adanya percampuran budaya unsur Arab dengan Jakarta. Oleh karena keunikan dan kekhasannya, adat perkawinan Betawi perlu dilestarikan. Dalam usaha pelestarian itu perlu adanya peran dari masyarakat asli didalamnya.

Salah satu identitas orang Betawi adalah beragama Islam, bahkan ada perkataan "Bukan orang Betawi kalau tidak Islam". Ini menunjukkan bahwa Islam sangat melekat pada masyarakat Betawi. Sebagian tata cara adat istiadatnya berlandaskan agama Islam. Sampai saat ini banyak upacara yang menurut tradisi

2

(11)

Betawi terkena pengaruh Islam, seperti upacara perkawinan. Hal ini disebabkan adanya persamaan unsur-unsur adat Betawi dengan unsur-unsur Islam.

Agama Islam dengan segala sistem keyakinan, nilai-nilai dan kaidah-kaidahnya telah memberi pengaruh yang amat kuat pada budaya Betawi. Orang Betawi termasuk orang yang taat beribadah. Dengan kata lain agama merupakan salah satu unsur penting yang mengikat dan memberinya ciri tersendiri sebagai suku bangsa. Sehingga dalam bertindak dan melakukan upacara adat, orang Betawi senantiasa mengacu pada nilai dan norma budaya (Islam), begitu pula dengan adat perkawinan yang didalamnya terdapat unsur agama Islam.

Salah satu contohnya di Rw 02 kelurahan Ceger Jakarta Timur yang sebagian besar masyarakat Betawi sebelum akad nikah melaksanakan acara khataman sebagai tanda bahwa calon mempelai pengantin telah cukup dibekali ilmu agama dapat membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.

Acara khataman yang terdapat dalam adat perkawinan Betawi tidak semua daerah Betawi melaksanakannya, seperti contohnya di Condet yang mengadakan acara khataman ketika anaknya itu sudah tamat Al-Qur'an dan ada juga yang melaksanakan acara khataman bersama dengan acara khitanan contohnya daerah Kelapa Dua.

(12)

untuk sebuah acara khataman yang lebih bermakna dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit justru tidak dilakukan.

Dari permasalahan tersebut diatas, peneliti bermaksud ingin meneliti lebih jauh dari fenomena-fenomena yang ada mengenai adat perkawinan. Khususnya acara khataman yang terjadi pada masyarakat Betawi Rw 02 kelurahan Ceger Jakarta Timur.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sesuai latar belakang permasalahan tersebut diatas, lingkup atau batasan permasalahan yang hendak diteliti dalam skripsi ini adalah mengenai acara khataman Al-Qur’an yang terdapat dalam adat perkawinan masyarakat Betawi di Kelurahan Ceger Jakarta Timur.

Adapun masalah yang diangkat adalah mengenai perubahan pelaksanaan khataman Al-Qur’an dalam adat perkawinan masyarakat Betawi.

Mengenai batasan waktu perubahan pelaksanaan acara khataman dahulu dan sekarang dalam penelitian ini adalah kalau dahulu sebelum tahun 2000, dihitung dari tahun 1994-1999, sedangkan sekarang sesudah tahun 2000, dihitung dari tahun 2000-2006.

(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian:

1. Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk mencapai gelar Strata 1 (S1) jurusan Sosiologi Agama.

2. Untuk memperoleh gambaran mengenai "Bagaimana perubahan pelaksanaan khataman Al-Qur'an dalam adat perkawinan Betawi di Rw 02 Kelurahan Ceger Jakarta Timur.

Manfaat Penelitian

1. Masyarakat, agar lebih mengenal khataman al-Qur'an dalam adat perkawinan Betawi sehingga dengan penuh kesadaran berusaha untuk melestarikannya. 2. Dunia keilmuan, guna menambah khasanah keilmuan khususnya dalam

bidang kajian sosiologis.

3. Bagi peneliti, agar dapat mengembangkan pengetahuannya mengenai khataman al-Qur'an yang terdapat dalam adat perkawinan Betawi.

4. Bagi mahasiswa, agar dapat menambah cakrawala pengetahuan yang ingin mengetahui lebih jauh tentang khataman Al-Qur’an dalam adat perkawinan Betawi.

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

(14)

Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Lexy Moleong, penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.3 Sedangkan penelitian deskriptif yang digunakan adalah bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis fenomena khataman Al-Qur’an berdasarkan data yang diperoleh untuk menyelesaikan kejadian sesungguhnya secara deskriptif dan sistematis atas fenomena yang diteliti.4

Lebih spesifik lagi, pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini akan mengambil studi kasus yang diharapkan dapat mempunyai nilai lebih dalam meneliti atau mengetahui fenomena-feomena sosial yang ada.5

2. Informan dan Key Informan

Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Betawi yang tinggal di Rw 02 kelurahan Ceger yang pernah melaksanakan adat perkawinan betawi sebanyak 7 orang.

Sedangkan subyek utama (key informan) dalam penelitian ini adalah mu’allim (guru ngaji) yang dianggap penting, yang telah menjadi guru ngaji sejak tahun 1990 sampai sekarang. Alasan diambilnya subyek tersebut karena diduga mereka lebih mengetahui permasalahan mengenai acara khataman Al-Qur'an dalam perkawinan Betawi secara mendalam sebagai sumber informasi dan data pendukung sebanyak 4 orang.

3

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3.

4

Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 19

5

(15)

3. Tehknik Pengumpulan Data

Tehknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan atau observasi sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suprayogo dan Tabrani, adalah satu proses mengamati dan mendengar dalam kerangka untuk memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap suatu fenomena.6

Dalam hal ini peneliti melakukan observasi secara langsung ketempat penelitian untuk mendapatkan data yang benar dan akurat.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden.7 Untuk keperluan wawancara diperlukan pedoman wawancara yang terlebih dahulu ditetapkan atau disiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan untuk mendapatkan kejelasan dari permasalahan yang ada.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data dengan cara melihat-lihat dokumen. Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia bisa merupakan rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip data, surat-surat, rekaman gambar, benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan peristiwa.8

6

Imam Suprayogo dan Tabrani, Metodologi dalam Penelitian Sosial Agama (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001), h. 167

7

Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 63

8

(16)

e. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Pedoman wawancara, dan buku catatan.

Pedoman wawancara digunakan agar lebih fokus menggali apa yang menjadi sasaran penelitian, sedangkan buku catatan untuk mencatat hal-hal dalam wawancara.

d. Tekhnik Analisis Data

Analisis penelitian ini dilakukan sepanjang proses penelitian berlangsung melalui tahap reduksi data, verifikasi data, display data, dan diklasifikasi secara terperinci dalam bentuk sajian data untuk selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan.

E. Sistematika Penulisan

Tekhnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku "Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat" yang diterbitkan oleh UIN syarif Hidayatullah, (Jakarta, UIN Jakarta Press, 2005/2006).

Sistematika penulisan yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Adapun kelima bab tersebut beserta penjelasannya adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan.

(17)

pelaksanaan akad nikah, selanjutnya adat sesudah perkawinan dan hakikat khataman Al-Qur'an dalam perkawinan Betawi.

BAB III : Deskripsi lokasi penelitian yang meliputi gambaran wilayah, gambaran penduduk, sosial, ekonomi, budaya dan agama.

BAB IV : Pembahasan hasil penelitian yang meliputi pelaksanaan khataman dalam adat perkawinan Betawi tempo dulu dan masa kini, serta perubahan pelaksanaan khataman Al-Qur'an dalam adat perkawinan Betawi di RW 02 Kelurahan Ceger Jakarta Timur.

(18)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Hakikat Perubahan

1. Pengertian Perubahan kebudayaan

Perubahan merupakan gejala yang terjadi pada setiap masyarakat. Pada prinsipnya tidak ada satu kelompok masyarakat yang bersifat statis, artinya bahwa setiap masyarakat dalam hidupnya akan mengalami perubahan. Perubahan dalam masyarakat merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus baik perubahan kearah kemajuan atau perubahan kearah kemunduran.

Istilah perubahan bermakna netral dan menjelaskan adanya perbedaan pada waktu selang waktu tetentu pada obyek yang mengikuti kata tersebut. Secara terpisah, perubahan itu sendiri berarti suatu proses yang mengakibatkan keadaan sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Istilah lain adalah "proses" yang menggambarkan adanya gagasan yang berkesinambungan.9

Sebelum membahas mengenai perubahan kebudayaan, terlebih dahulu mengetahui mengenai definisi kebudayaan.

Kata "kebudayaan" berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti "budi" atau "akal". Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan : "hal-hal yang bersangkutan dengan akal".10

Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.11

9

Ja'far Syah Idris, dkk., Perspektif Muslim Tentang Perubahan Sosial (Bandung: Pustaka, 1988), h. 58.

10

(19)

Dengan demikian, bahwa kebudayaan merupakan suatu gagasan yang berasal dari manusia yang menghasilkan suatu tindakan dan hasil karya yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Sedangkan untuk memperolehnya dengan cara belajar di masyarakat atau tempat mereka tinggal.

Menurut E .B. Taylor yang dikutip oleh Soerjono Soekanto kebudayaan adalah kompleks yang menyangkut pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.12

Setiap kebudayaan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi pada masyarakat, karena sifat manusia adalah selalu ingin mengalami perubahan untuk kelangsungan hidupnya. Diungkapkan pula oleh Steward yang dikutip oleh Koentjaraningrat, perubahan kebudayaan itu juga mengenai asas-asas kehidupan kekerabatan dan beberapa upacara keagamaan mereka dengan demikian juga mempengaruhi unsur-unsur kebudayaan.13

Perubahan kebudayaan menurut Theodorson merupakan perubahan dalam segala aspek (material maupun non material) dari kebudayaan itu, baik dalam penambahan, pengurangan maupun modifikasi dari sifat kebudayaan tersebut.14

Perubahan pola kebudayaan tidak hanya menyangkut perwujudan lahirnya seperti : tata cara, gaya hidup, dan sebagainya. Juga menyangkut bagian inti dari kebudayaan seperti : sistem nilai-nilai budaya dan beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat.

11

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, h. 180.

12

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 1990), h. 342.

13

Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi (Jakarta: UI Press, 1990), h. 99.

14

(20)

Perubahan kebudayaan ini terjadi dalam jangka waktu tertentu sebagai tanggapan atas hal-hal seperti masuknya orang luar atau terjadinya modifikasi perilakudan nilai-nilai didalam kebudayaan.15

2. Sebab-Sebab Perubahan Kebudayaan

Perubahan terjadi karena adanya unsur ketidakpuasan dari seseorang atau lebih terhadap kondisi kehidupan masyarakat lingkungan sekitarnya pada waktu tertentu. Dasar motivasinya adalah karena seseorang itu telah mengetahui tentang keadaan masyarakat luar yang lebih maju dibandingkan dengan lingkungan masyarakatnya sendiri. Oleh karena ada upaya untuk mengejar kemajuan itu, maka timbul keinginan untuk mempengaruhi anggota masyarakat sekitar agar segera mengubah pola kehidupan yang lama dan menggantinya dengan nilai-nilai dan paham-paham baru sebagaimana yang ia ketahui.

Selain sifat dasar manusia yang ingin berubah, perubahan kebudayaan menurut Gillin dan Gillin yang dikutip oleh Soerjono Soekanto disebabkan oleh variasi dari cara hidup yang ditempuh manusia karena adanya perubahan-perubahan dalam komposisi penduduk, letak geografis serta proses difusi dalam masyarakat.16

Perubahan kebudayaan dapat terjadi dari beberapa sebab, tetapi seringkali terjadi melalui hubungan dengan kebudayaan lain (akulturasi dan asimilasi), penemuan atau penyesuaian dalam suatu kebudayaan.17

Terjadinya perubahan pola pikir dan pola kebudayaan masyarakat juga erat hubungannya dengan perubahan dan perkembangan masyarakat itu sendiri

15

William A. Haviland, Antropologi 4, terjemahan: Soekadijo (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 351.

16

Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 299.

17

(21)

didalam kehidupannya. Hal ini merupakan perubahan yang disebabkan dari luar masyarakat seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus modernisasi yang ada turut mempengaruhi perubahan kebudayaan.

Suatu perubahan juga dapat terjadi, karena faktor-faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri, maupun yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan adalah sebagai berikut:

1. Kontak dengan kebudayaan lain 2. Sistem pendidikan formal yang maju

3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju

4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang 5. sistem terbuka lapisan masyarakat

6. penduduk yang heterogen

7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu 8. Orientasi kemasa depan

9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk menghadapi hidupnya.18

Menurut Alvind L. Betrand yang dikutip oleh Toneko bahwa awal dari perubahan itu adalah komunikasi, yaitu proses dengan nama informasi disampaikan dari individu yang satu kepad yang lain.19

Sedangkan menurut Morris Ginsberg yang dikutip oleh Soerjono Soekanto bahwa faktor-faktor penyebab perubahan yaitu:

1. Keinginan-keinginan secara sadardan keputusan para pribadi

2. Sikap tindak pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah

3. Perubahan structural dan halangan structural 4. Pengaruh-pengaruh structural

5. Pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok yang menonjol 6. Unsur-unsur yang bergabung menjadi Satu

7. Peristiwa-peristiwa tertentu 8. Munculnya tujuan bersama.20

18

Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 361.

19

(22)

B. Hakikat Adat Perkawinan Betawi 1. Pengertian Adat

Adat merupakan wujud ideal kebudayaan sebagai tata kelakuan yang timbul dan berkembang dalam suatu masyarakat dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat dan berlaku dalam peristiwa-peristiwa yang sama untuk masa yang relatif lama, dan dimasa yang akan datang. Setiap kehidupan masyarakat diatur oleh adat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan didalam lingkungan dimana ia hidup dan bergaul setiap hari.

Setiap suku bangsa mempunyai sikap hidup dan nilai budaya tertentu. Sikap dan nilai budaya itu mencerminkan kepribadian atau falsafah hidup suku bangsa yang bersangkutan. Ia tampak sebagai norma-norma hukum adat atau sopan santun didalam pergaulan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disebut dengan adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala.21 Adat merupakan tata cara hidup dari kelompok masyarakat tertentu yang dilakukan secara turun temurun dan diharuskan untuk diataati oleh anggota masyarakat tertentu itu, apabila tidak dilaksanakan biasanya dikatakan sebagai orang yang tidak tahu adat. Sedangkan dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan

20

Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h. 26.

21

(23)

yang dimaksud adat adalh kebiasaan dalam masyarakat yang sudah menjadi tradisi.22

2. Pengertian Perkawinan

Masyarakat Betawi dikenal sebagai masyarakat yang fanatik terhadap agama Islam, dan adat istiadatnya banyak dipengaruhi oleh ajaran Islam termasuk dalam hal adat perkawinan. Namun kenyataannya saat ini, adat perkawinan Betawi sudah tidak lagi mengikut adat perkawinan Betawi asli yang sudah mengalami perubahan-perubahan dari adat aslinya.

Bagi suku bangsa yang memiliki adat budaya, perkawinan merupakan suatu hal yang amat pentingdalam daur kehidupan dan dilaksanakan dalam satu upacara yang terhormat serta mengandung unsur sakral dan religi didalamnya. Sedangkan upacara itu sendiri merupakan "perbuatan yang dilakukan menurut jalur hokum atau disisi luar demi menyemarakkan keadaan yang baku".23

Dalam perkawinan Betawi diatur oleh adat yang dinamakan adat perkawinan Betawi, biasanya dimulai penjumpaan dan pendekatan, lamaran sampai dengan akad nikah yang merupakan peresmian seorang pemuda dan seorang gadis menjadi suami isteri serta pesta yang melengkapinya.

Pada masyarakat dan budaya Betawi, perkawinan mempunyai tujuan yang mulia yang wajib dipenuhi oleh setiap warga masyarakat yang sudah dewasa dan memenuhi syarat untuk itu. Orang Betawi yang mayoritasnya memeluk agama Islam, yakin bahwa perkawinan adalah salah satu sunnah (petunjuk lewat perbuatan dan perkataan) Nabi Muhammad SAW bagi umatnya, sehingga dapat

22

Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997), h. 1110.

23

(24)

dipandang sebagai suatu perintah agama untuk melengkapi norma-norma kehidupan manusia sebagai mahkluk sosial dan ciptaan Tuhan yang mulia.

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting. Karena dengan perkawinanlah seseorang baru akan dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat dimana ia berada. Perkawinan yang dilakukan biasanya dilakukan dengan suatu upacara. Karena melalui upacara itu akan nampak kesakralan suatu perkawinan. Karena pada dasarnya upacara dalam suatu perkawinan juga menunjukkan maksud dan tujuan dari kedua individu yang telah menjadi suami istri dalam menjalani kehidupannya.24

Orang Betawi beranggapan bahwa proses perkawinan harus dilakukan sebaik mungkin menurut ketentuan-ketentuan adat perkawinan yang sudah dilembagakan. Ketentuan-ketentuan adat perkawinan tersebut diberi nilai tradisi yang disakralkan, sehingga harus dipenuhi dengan sepenuh hati oleh warga masyarakat dari generasi-kegenerasi.

3. Hakikat Perkawinan Betawi

Adat perkawinan merupakan perwujudan dari suatu aktivitas kehidupan manusia yang turun temurun dari satu generasi kegenerasi berikutnya yang mengalami sedikit atau tanpa perubahan pada aspek-aspek tertentu.

Adat Betawi ditandai dengan serangkaian prosesi. Didahului masa perkenalan melalui Mak Comblang, dilanjutkan lamaran, pingitan, upacara siraman, prosesi potong cantung atau ngerik bulu, malam pacar (mempelai

memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar).25

24

Sumarsono, dkk.., Pandangan Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan Adat di Kota Jakarta (Jakarta: Pialamas Permai, 1998), h. 19.

25

(25)

Secara garis besar, pelaksanaan adat perkawinan suku Betawi dapat dibagi dalam beberapa tahapan, sebelum upacara perkawinan pada saat upacara perkawinan, dan setelah upacara perkawinan.

a. Sebelum Perkawinan

Sebelum perkawinan ini diawali dengan Ngedelengin yaitu masa pendekatan dan penelaahan terhadap seorang gadis. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui secara lebih jauh tentang sifat dan keadaan seorang gadis yang bakal dijadikan isteri.

Ngedelengin itu merupakan sesuatu hal yang wajar dilakukan dalam usaha

orang tua atau laki-laki sebagai calon suami menyelidiki lebih dahulu latar belakang atau asal-usul bakal pasangan hidupnya. Tentu saja tindakan tersebut didasari oleh maksud-maksud baik agar tidak terjadi sesuatu yang tidak

diiunginkan kelak kemudian hari.

Sesuai dengan zamannya, pada waktu itu tugas ngedelengin dipercayakan kepada orang ketiga yang biasa mengemban tugas tersebut yaitu Mak Comblang. Peranan Mak Comblang memiliki arti yang sangat penting dikalangan masyarakat Betawi dalam kaitannya dalam adat istiadat perkawinan.26

Terdapat tiga macam cara ngedelengin:

- Pertama adalah tugas ngedelengin dari awal sampai akhir diserahkan kepada Mak Comblang.

- Kedua adalah awal ngedelengin dilakukan sendiri oleh si pemuda dan melaporkannya kepada orang tuanya yang kemudian menugaskan Mak Comblang untuk meneruskan ngedelengin.

26

(26)

- Ketiga adalah si orang tua mengintip seorang calon menantu perempuan dan setelah menemukan pilihan ia menugaskan Mak Comblang untuk meneruskan ngedelengin.

Jadi jelaslah dalam Tata cara ngedelengin meskipun yang mengawali si pemuda atau orang-tuanya, akan tetapi secara resmi ngedelengin tetap dikerjakan oleh Mak Comblang.

Kemudian dilanjutkan dengan acara ngelamar (meminang) yaitu pernyataan dan permintaan resmi dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan dan dipertegaskan bahwa laki-laki itu sangat ingin mempersunting dan memperisteri perempuan tersebut. Pada permulaan lamaran, biasanya bukan dilakukan oleh orang tua si pemuda, melainkan oleh utusan dari anggota kerabat pemuda tersebut. Setelah lamaran diterima, barulah utusan beserta kedua orang tua si pemuda datang kerumah si gadis untuk melamar secara resmi sekaligus membicarakan persyaratan-persyaratan apa saja yang dipenuhi. Persyaratan-persyaratan ini meliputi mas kawin, uang belanja, kekudang apa yang diminta, uang pelangkah kalau ada abang/empo yang dilangkahi dan uang pada saat serahan. Setalah itu barulah penentuan hari perkawinan.

Pada saat lamaran, ketika si gadis menyembah dengan cara mencium tangan calon mertuanya, maka pada saat itulah calon mertua menempelkan uang ketangan si gadis. Uang pemberian dari pihak dari laki-laki ini disebut dengan uang sembah lamaran. Uang sembah lamaran ini adalah sebagai ungkapan orang tua pemuda menerima pilihan anaknya.

(27)

Diawali dengan masa piare yaitu masa calon pengantin perempuan dipelihara oleh tukang piara atau tukang rias. Masa piare ini dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan, kesehatan dan memelihara kecantikan calon pengantin perempuan untuk menghadapi hari akad nikah nanti.

Selama dipiare ini calon pengantin perempuan diharuskan memakai baju terbalik sebagai lambang tolak bala. Bahkan juga dilarang mengganti bajunya. Kalau gemuk, makan dan minumnya diatur (diet), tidak boleh makan makanan yang digoreng. Makanan yang dianjurkan adalah makanan yang dibakar/dipanggang, diharuskan minum jamu godok dan jamu air secang dan seluruh tubuhnya diurut dan dan dilulur sekali sehari, dilarang mandi dan bercermin, diharuskan banyak bezikir, membaca shalawat dan membaca surat Yusuf.27

Kemudian dilanjutkan dengan acara mandiin calon pengantin perempuan dan biasanya acara mandiin ini dilakukan sehari sebelum akad nikah. Sebelum dimandikan calon pengantin perempuan memohon izin dan doa restu kepada kedua orang tua untuk melaksanakan acara mandi sebagai salah satu persiapan menuju pernikahan esok hari. Dengan harapan semoga selama mengarungi hidup berumah tangga tetap berada dalam lindungan Allah SWT.

Calon pengantin perempuan dimandikan oleh tukang piara dengan air kembang setaman. Sambil memandikan, tukang piara tidak henti membaca shalawat dan berzikir.

Tahap terakhir dalam tahapan pra akad nikah adalah acare ngerik dan acare malem pacar. Acare ngerik yaitu acara membersihkan/mencukur bulu-bulu

27

(28)

calon pengantin perempuan yng tumbuh sekitar kening, pelipis, tengkuk dan leher. Sedangkan acare malem pacar adalah memakaikan pacar pada kuku tangan dan kuku kaki calon pengantin perempuan. Hal ini dilakukan oleh tukang piara dan keluarga serta teman-teman calon pengantin.

Sementara itu kegiatan dirumah calon pengantin laki-laki disebut malem nyerondong atau malem bungkus-bungkus, malem goreng ikan dan lain-lain. Pada

malem itu pihak calon pengantin laki-laki mempersiapkan semua kebutuhan serah-serahan. Biasanya yang membantu adalah teman calon pengantin laki-laki baik laki-laki dan perempuan.

2. Pelaksanaan Akad Nikah

Pelaksanaan akad nikah ini diawali dengan acara besanan atau marhaban yaitu mengarak calon pengantin laki-laki menuju rumah calon pengantin perempuan dengan menggunakan rebana ketimpring atau marawis. Dalam acara besanan ini dibawa pula serahan berupa sepasang roti buaya, mas kawin/mahar, hadiah pelengkap untuk calon pengantin perempuan, kekudang, 2 tukon (kambing), dan berbagai macam kue-kue khas betawi yang dibungkus sedemikian rupa berbentuk parsel.28

Pada saat besanan atau marhaban ini, biasanya calon pengantin laki-laki menggunakan pakaian cara haji (yaitu pakaian yang diadaptasikan dari pakaian cara haji atau pakaian muslim dengan jubah panjang dan kain surban

28

(29)

dikepala/udeng-udeng sebagai pakaian kebesaran pengantin). Calon pengantin perempuan menggunakan baju kebaya dan kain panjang serta kerudung putih.29

Setelah rombongan besan calon laki-laki sampai didepan rumah calon pengantin perempuan, mereka tidak langsung dipersilahkan masuk tetapi harus memenuhi berbagai persyaratan. Acara ini disebut dengan acare buka palang pintu yang terdiri dari adu jago silat dan berbalas pantun. Dan biasanya calon

pengantin perempuan meminta persyaratan seperti minta dibacakan satu atau dua ayat suci Al-Qur'an.

Setelah permintaan dipenuhi dan jago silat pihak calon pengantin laki-laki berhasil mengalahkan jago silat calon pengantin perempuan, barulah calon pengantin laki-laki beserta rombongan besan dipersilahkan masuk dan dari pihak perempuan telah menyiapkan penghulu untuk menikahkan kedua calon pengantin.

Setelah itu diadakan acara akad nikah dan membaca ijab kabul sebagaimana dalam syariat Islam. Sebelum dilaksanakan akad nikah diawali dahulu dengan pembacaan tahlilan dan maulid Nabi yang dilanjutkan dengan acara serahan. Pada acara serahan ini, seperti yang dituturkan oleh seorang key

informan, dibacakan dua khutbah, yaitu khutbah untuk menyerahkan dan untuk penerimaan.30 Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan khutbah nikah dan pelaksanaan ijab kabul. Apabila ijab kabul disetujui oleh dua orang saksi, maka selesailah acara akad nikah.

Dalam acara akad nikah ini calon pengantin diwajibkan memberi mahar/mas kawin kepada calon isterinya. Selanjutnya kedua pengantin

dipertemukan dan pengantin perempuan mencium tangan pengantin laki-laki

29

Wawancara Pribadi dengan H. Yatimah, Guru Ngaji. Jakarta. tanggal 3 Agustus 2006.

30

(30)

kemudian keduanya mencium tangan kedua orang tua serta hadirin yang turut menyaksikan.

Kemudian diadakan pesta perkawinan. Pesta perkawinan biasanya dilanjutkan setelah acara akad nikah, tetapi ada juga yang melaksanakannya beberapa hari atau beberapa bulan setelah akad nikah. Pesta perkawinan ini biasanya dilakukan selama satu hari dua malam, yaitu malem mangkat dan malem rame.31 Tetapi ada juga yang melaksanakannya selama tiga hari, seperti yang diakui oleh Siti Zahriyah, resepsi pernikannya dilaksanakan selama tiga hari.32

Pada acara pesta perkawinan ini, kedua mempelai duduk bersanding diatas "taman" atau "puade", didampingi oleh gadis cilik sebagai pendamping dalam busana adat, serta orang tua kedua belah pihak. Kemudian kedua mempelai menerima ucapan selamat dari para tamu, kerabat, teman dan handai taulan.33 Pada malem rame dalam pesta perkawinan Betawi biasanya dimeriahkan oleh hiburan yang ditanggap oleh Tuan rumah. Hal ini dikarenakan pada malem rame ini banyak undangan dari pihak kedua pengantin yang kondangan.

Umumnya adalah muda-mudi baik yang berpasangan atau rombongan.

Adapun jenis hiburan yang biasa ditampilkan dalam pesta perkawinan Betawi adalah Sohibul Hikayat, lenong, layer tancep dan sebagainya.

Setelah selesai acara pesta perkawinan dirumah pengantin perempuan, pengantin laki-laki diizinkan menginap dirumah pengantin perempuan, tetapi secara adat mereka belum boleh kumpul sebagaimana layaknya suami isteri.

31

Malem Mangkat dalam istilah Betawi adalah malam dimana sanak saudara, handai taulan, kerabat-kerabat dari kedua calon pengantin berkumpul sebelum besok harinya diadakan hari pernikahan. Sedangkan malem rame yaitu malam diamana semua kerabat terdekat, handai taulan datang untuk kondangan.

32

Wawancara pribadi dengan H. Siti Zahriyah, Guru Ngaji. Jakarta. tanggal 1 Agustus 2006.

33

(31)

Selanjutnya acara pulang tige ari. Acara pulang tige ari ini tidak mutlak pengantin perempuan menginap dirumah mertuanya tetapi dapat berlangsung selama satu minggu atau lebih bisa juga hanya satu hari.

Setelah pengantin perempuan pulang tige ari dirumah mertuanya, ia akan diantar kembali kerumah orang tuanya dan akan dijemput kembali beberapa hari kemudian untuk mengadakan pesta perkawinan dirumah pengantin laki-laki. Pesta perkawinan dirumah pengantin laki-laki disebut Ngunduh Mantu.

Pesta perkawinan dirumah pengantin laki-laki tidak harus dilaksanakan, apabila tidak ada biayanya karena pesta dirumah pengantin perempuan sudah dilaksanakan.

c. Sesudah Perkawinan

Sesudah perkawinan diawali dengan sungkeman, yang mana sungkeman ini dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa kedua pengantin telah melewati malam pertama dan biasanya kedua pengantin duduk bersimpuh sambil mencium tangan kedua orang tua mereka.

Selanjutnya adalah Minta Mantu. Pada umumnya masyarakat Betawi mengenal adat atau virilokal yang menentukan bahwa pengantin baru harus menetap disekitar pusat kediaman kerabat suami. Tetapi sebelumnya sang isteri harus melalui tahapan pulang tiga ari. Setelah selesai tahapan itu, maka suami isteri akan pindah secara resmi kerumah pengantin laki-laki dengan membawa semua barang milik mereka berupa tempat tidur, lemari dan barang lainnya.34

C. Hakikat Khataman Al-Qur'an dalam Adat Perkawinan Betawi

34

(32)

Khatam Al-Qur'an (tamat atau selesai membaca Al-Qur'an). Dalam bahasa Arab, kata khatm sendiri berarti stempel, bekas stempel yang terdapat pada kertas atau benda lainnya, penutup, selesai atau tamat. Dalam peristilahan yang lazim dipakai di Indonesia, "khatam Al-Qur'an" mengacu kepada tiga pengertian berikut:35

Pertama, khatam Al-Qur'an mengacu kepada makna atau selesainya atau tamatnya seseorang atau sekelompok pelajar Qur'an membaca seluruh ayat Al-Qur'an, yang diungkapkan dengan pernyataan atau pengakuan dari gurunya, bahwa ia (mereka) telah tamat atau khatam.Pernyataan guru itu dapat diberikan secara lisan, dapat pula dalam bentuk tulisan (ijazah) atau tanda lainnya.

Kedua, khatam Al-Qur'an mengacu kepada upacara yang dilakukan setelah seseorang atau sekelompok pelajar dinyatakan telah tamat membaca seluruh ayat Al-Qur'an. Upacara khatam Al-Qur'an ini dirayakan khususnya oleh kaum muslim Indonesia. Oleh sebab itu, upacara ini dapat dikatakan sebagai salah satu kebudayaan Islam khas Indonesia.

Ketiga, khatam Al-Qur'an bermakna tamatnya pembacaan Al-Qur'an sehubungan dengan meninggalnya seorang muslim. Orang memperingati hari kematian seseorang agar senantiasa ingat akan kematian yang pasti akan dihadapinya kelak.

Khatam Qur'an merupakan suatu kegiatan atau event dari rangkaian proses pembelajaran (membaca, melagukan, atau menghafal) Al-Qur'an bagi anak-anak dan remaja, yang dilakukan sebagian masyarakat Islam Indonesia.36

35

"Khatam Al-Qur'an" Suplemen Ensiklopedi Islam, vol. 1 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), h. 323-325.

36

(33)

Upacara khatam Qur'an "pada umumnya telah membudaya hampir di semua sub etnik Indoneia yang beragama Islam dari Sabang hingga Merauke. Tetapi untuk mengetahui sejak kapan tradisi ini ada di Nusantara, tentunya memerlukan penelusuran tersendiri. Biasanya, pelaksanaan upacara khatam Qur'an dibarengkan dalam berbagai siklus kehidupan masyarakat Muslim, seperti pada saat kelahiran seorang anak, saat anak laki-laki dikhitankan atau pada saat anak gadis akan dinikahkan.

Upacara khataman Al-Qu'an merupakan bagian dari cara masyarakat tradisional dalam memandang kitab sucinya. Sebagaimana layaknya budaya masyarakat tardisional yang banyak diwarnai fenomena magis, upacara khataman Al-Qur'an bagi masyarakat Islam tradisional, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari cara mereka memandang Al-Qur'an sebagai kitab suci yang mengandung unsur adikodrati (supernatural), yang dalam kesadaran budaya masyarakat primitif disebut unsur magis. Sedangkan dalam konsep keagamaan, fenomena tersebut terkenal dengan istilah mukjizat. Dengan kata lain, Cara masyarakat Islam tradisional memandang kemukjizatan Al-Qur'an belum sepenuhnya terbebas dari kesan, bahkan kesadaran, budaya masyarakat pada umumnya.37

Ihwal selamatan yang dilakukan dalam khatam Qur'an, rupanya tidak sekedar sedekahan saja, namun sering disemarakkan dengan perayaan yang lebih meriah. Setiap daerah punya cara yang berbeda untuk itu. Sebelum khataman dilaksanakan misalnya, terlebih dahulu diadakan arak-arakan, dengan tetabuhan musik seperti rebana, tanjidor, hadrah dan lain-lain. Sementara itu yang

37

(34)

dikhatamkan diusung dengan berkendaraan kuda diringi teman-teman seperguruan dan seluruh warga, sehingga upacaranya menjadi meriah.

Suku Betawi biasa melakukan khatam Qur'an dengan membuat nasi kuning dan merangkainya dengan kegiatan kenduri dan pembacaan doa khatmul Qur'an. Belakangan, tradisi khatam Qur'an ini mulai memudar dari masyarakat Betawi. Tata caranya pun kini mulai berubah dan disederhanakan untuk ukuran manusia kota metropolitan.38

Dalam rentetan (prosesi adat perkawinan Betawi) terdapat suatu acara yaitu acara berkhatam al-Qur'an, yang dilaksanakan oleh calon pengantin perempuan sebelum melangsungkan akad nikah). Upacara ini calon pengantin perempuan akan membaca juz'ama yang akan dipandu guru ngajinya serta disaksikan oleh kaum kerabat terdekat. Hal ini membuktikan bahwa tugas ibu-bapak dalam mengasuh dan mendidik anaknya untuk menjadi orang baik sebagaimana amanah Allah telah dipenuhinya, disamping lepasnya tanggung jawab mereka terhadap anak.

Upacara khataman Qur'an di Betawi sering disebut tamatan Qur'an. Upacara ini sangat penting bagi orang Betawi karena ini sebagai pertanda bahwa yang melaksanakan upacara tamatan Qur'an dianggap telah menjadi orang yang mengerti ajaran agama Islam.

Upacara khataman Qur'an dijadikan sebagai pertanda bahwa yang melaksanakan telah menjadi orang yang mengerti ajaran agama Islam, karena ia telah menyelesaikan ngajinya membaca Al-Qur'an sebanyak 30 juz. Apalagi

38

(35)

didalam Al-Qur'an itu terdapat ajaran agama Islam dan merupakan kitab suci orang Islam.

Acara khataman yang dilakukan sebelum akad nikah sebenarnya mengikuti acara tamatan Qur'an pada anak Betawi yang telah tamat Qur'an 30 juz, dimana dalam acara tamatan Qur'an itu diadakan suatu acara syukuran karena anaknya telah tamat Qur'an. Pada acara syukuran itupun anak tersebut diharuskan membaca surah Ar-Rahman sebanyak 78 ayat dan membaca 13 surah terakhir dari juz 30, yaitu: 1). QS. Al-Takatsur, 2). QS. Al-Asr, 3). QS. Al-Humazah, 4. QS. Fiil, 5). QS. Quraisy, 6). QS. Maauun, 7). QS. Kautsar, 8). QS. Kafiruun, 9). QS. Nasr, 10). QS. Lahab, 11). QS. Ikhlas, 12). QS. Al-Falak, 13). QS. An-Naas.

(36)

BAB III

GAMBARAN UMUM KELURAHAN CEGER B. Gambaran Wilayah

Berdasarkan Surat Keputusan Guberrnur KDKI Jakarta Nomor 1227 Tahun 1989 tentang Penyempurnaan Lampiran Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1251 tahun 1986 tentang Pemecahan, Penyatuan Penetapan Batas Perubahan Nama Kelurahan yang Kembar/Sama dan Penetapan Luas Wilayah Kelurahan di DKI Jakarta, maka luas wilayah Kelurahan Ceger adalah 362, 60 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : TMII Jl. Raya Hankam (Kel. Pinang Ranti) Sebelah Timur : Jl. Raya Gempol (Kel. Bambu Apus) Sebelah Selatan : Jl. Mandor Hasan (Kel. Cipayung) Sebelah Barat : Jalan Tol Jagorawi (Kel. Rambutan)

Wilayah Kelurahan Ceger secara Geografi merupakan daratan dan mempunyai nilai strategis karena berbatasan langsung dengan Terminal Kampung Rambutan dam merupakan jalur perlintasan alternatif dari kawasan Cibubur menuju Tol Cawang ataupun Terminal Kampung Rambutan.

(37)

B. Gambaran Penduduk

Keadaan penduduk di Wilayah Kelurahan Ceger adalah sebagai berikut : - Laki-laki : 4989 jiwa

- Perempuan : 4421 jiwa

Jumlah : 9410 jiwa

Dan perlu diketahui bahwa data Kepala Keluarga adalah :

- Laki-laki : 3079 KK

- Perempuan : 325 KK

Jumlah : 3404 KK

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari penduduk perempuan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk laki-laki yang berjumlah 4989 jiwa dan perempuan berjumlah 4421 jiwa.

Adapun jumlah kepala keluarga ada 3404 kepala keluarga, terdiri dari kepala keluarga laki-laki sebanyak 3079 orang dan kepala keluarga perempuan sebanyak 325 orang.

(38)

Tabel: 1

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Sumber Data: Data Monografi Kelurahan Ceger

Mengenai mobilitas penduduk di kelurahan Ceger adalah dengan data sebagai berikut:

Tabel: 2

(39)

Sumber Data: Data Monografi Kelurahan Ceger

Adapun Jumlah Penduduk Setiap RW adalah Sebagai berikut: Tabel: 3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Setiap Rw

Sumber Data: Data Monografi Kelurahan Ceger

Dari tiap Rw diatas, jumlah penduduk terbesar adalah Rw 02, yakni dengan jumlah 2.599 jiwa, didkuti oleh Rw 01 dengan jumlah 2.495 jiwa, selanjutnya Rw 05 dengan jumlah 1.588 jiwa, selanjutnya Rw 03 dengan jumlah 1.542 jiwa, selanjutnya Rw 04 dengan jumlah 1.186 jiwa.

1. Sosial

Perkembangan permasalahan sosial di wilayah Ceger tidak terlalu menonjol,: bahkan di wilayah Kelurahan Ceger berdiri bangunan Panti-panti Sosila sebagai tempat pembinaan PMKS dari wilayah Propinsi DKI Jakarta. Berikut merupakan data sarana sosial yang ada di wilayah Kelurahan Ceger

Tabel: 4

RW Lk Pr Jumlah

01 1. 298 1.197 2. 495

02 1. 400 1. 199 2. 599

03 818 724 1. 542

04 635 551 1. 186

05 838 750 1. 588

(40)

Data Sarana Sosial

Jenis sarana Jumlah Keterangan

Panti Remaja -

Panti Bina Daya 1 Penyandang PMKS &

Cacat

Panti Sosial Anak asuh 2 Pengayoman

Sumber Data: Data Monografi Kelurahan Ceger 2. Ekonomi

Pembangunan perekonomian khususnya di Wilayah kelurahan Ceger secara umum telah digambarkan pada mata pencaharian penduduk antara lain:

Tabel: 5

Mata Pencaharian Penduduk

Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang) Keterangan Pegawai Negeri/ TNI/ POLRI 275

Pegawai Swasta 2. 580

Usaha Bidang Pertanian - Penggarap

Perdagangan/ Wiraswasta 210

Buruh Harian 450

Pensiunan/Purnawirawan 120

Lain-lain 97 Sumber Data: Data Monografi Kelurahan Ceger

(41)

3. Budaya

Aspek pembinaan bidang kebudayaan di Kelurahan Ceger banyak diuntungkan dengan keberadaan TMII sebagai pusat kebudayaan bertaraf Nasional, namun demikian mengingat akses serta faktor kemauan yang dimiliki menyebabkan asset bidang kebudayaan yang dimiliki belum dapat dioptimalkan, adapun tokoh kebudayaan Betawi pun ada di Kelurahan Ceger yaitu; Bapak H. Nasir (Juragan Lenong) namun kebudayaan asli daerah Betawi inipun semakin lama semakin banyak ditinggalkan akibat pengaruh modernisasi.

Kesenian merupakan salah satu bentuk kegiatan warga yang bertujuan untuk menyalurkan bakat dan mengembangkan serta melestarikan kebudayaan terutama kesenian, untuk mengetahui data bidang kesenian dapat diketahui dari kelompok kesenian di Kelurahan Ceger, antara lain:

Tabel : 6 Jenis Kesenian

Jenis Kesenian Jumlah

Qasidah 7

Marawis 2

Musik Keroncong 1

Band 5

Paduan Suara 5

Lenong Betawi 1

(42)

Sumber Data: Data Monografi Kelurahan Ceger 4. Agama

Dari pola kehidupan sehari-hari masyarakat Kelurahan Ceger dapat diambil kesimpulan bahwa kerukunan antar umat beragama berjalan cukup baik, perbedaan keyakinan dan paham tidak merusak kerukunan bermasyarakat dan beragama satu sama lain adalah saling menghargai.

Sebagian besar penduduk kelurahan ceger adalah menganut agama Islam dan sebagian lainnya menganut agama lain, sebagai gambaran kami rinci jumlah penduduk Kelurahan Ceger sesuai dengan agama yang dianutnya dengan rincian sebagai berikut:

Tabel: 7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Keyakinan

Agama Jumlah

Islam 9. 100

Kristen Protestan 164

Kristen Khatolik 196

Hindu 16 Budha 6

Sumber Data: Data Monografi Kelurahan Ceger

(43)

Tabel: 8

Fasilitas Peribadatan

Jenis Fasilitas Jumlah

Masjid 6

Musholla 16 Gereja 2

Kuil/wihara 2

Selain itu di wialayah Kelurahan Ceger terdapat kegiatan pembinaaan rohani yang berjalan dengan baik, indikasi ini dapat diperhatikan dari kegiatan majelis taklim di setiap Rw, hal ini merupakan cerminan bahwa pemberdayaan masyarakat di bidang keagamaan lebih aktif. Sebagai informasi disampaikan data jumlah majelis taklim di setiap Rw sebagai berikut:

Tabel : 9

Jumlah Majelis Taklim Setiap Rw

Kegiatan Taklim RW Jumlah

RW 01 11

RW 02 12

RW 03 7

RW 04 3

RW 05 6

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Alhamdulillah dengan rahmat hidayah dan taufik Allah SWT, akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Dalam penutup ini penulis mengutarakan beberapa kesimpulan dan saran.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan acara khataman Al-Qur'an dalam adat perkawinan Betawi di Rw 02 Kelurahan Ceger Jakarta Timur dewasa ini telah mengalami perubahan dari berbagai aspek. Perubahan yang terjadi antara lain: Yaitu, Pertama, Aspek waktu, dimana pelaksanaan acara khataman yang dulunya dilaksanakan bersamaan dengan hari pelaksanaan akad nikah, sekarang ini menjadi terpisah dengan hari pelaksanaan akad nikah. Kedua, dari aspek pelaku, yaitu dimana dahulunya dilakukan oleh pengantin laki-laki dan pengantin perempuan secara bersamaan, tetapi sekarang ini dilakukan oleh pengantin perempuan saja. Ketiga, dari aspek keadaan, yaitu dimana dulunya acara khataman Al-Qur'an ini masih banyak yang melaksanakannya dalam adat perkawinan Betawi dir w 02 Kelurahan Ceger Jakarta Timur, namun sekarang ini sudah jarang yang melaksanakannya.

(45)
(46)

B. Saran

Sebagai salah satu budaya, tradisi khatam Qur'an yang terdapat dalam perkawinan Betawi hendaknya harus terus dilestarikan dan jangan sampai dihilangkan begitu saja. Ada beberapa hal yang harus segera dilakukan:

1. Untuk para orang tua hendaknya memberi bekal agama yang cukup kepada anak-anaknya dan memperkenalkan kepada mereka tentang adat-istiadat masyarakat Betawi khususnya acara khataman yang terdapat dalam adat perkawinan Betawi. Supaya acara khataman tetap lestari sehingga tidak ada lagi generasi muda yang tidak mengetahuinya dan malu untuk melaksanakan acara khataman karena tidak bisa membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar beserta tajwidnya.

2. Untuk para generasi muda hendaknya jangan pernah melupakan adat-istiadat yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi sebelumnya. Apalagi acara khataman Al-Qur'an dalam perkawinan Betawi yang banyak membawa manfaat bagi generasi muda yang akan memasuki bahtera rumah tangga.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

A. George and Theodorson, Archilles G. A Modern Dictionary of Sociology. New York: Barness and Noble Books, 1997.

Aziz, Abdul. Islam dan Masyarakat Betawi. Jakarta: Logos, 2002.

Babe. “Adat dan Upacara Perkawinan Betawi.” Artikel diakses tanggal 15 November 2006 dari http://www.bamu.dikmentidki.go.id/budaya/index.htm. ---. “Budaya Khatam Qur'an Sebagai Potensi Pariwisata.” Artikel diakses

tanggal, 15 November 2006 dari http://www.bamu.dikmentidki.go.Id/budaya/index.htm.

Dagun, Save M. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan . Jakarta: Lembaga Pengkajian kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997.

Dahlan, Abdul Aziz. Suplemen Ensiklopedi Islam. Vol. I. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Haviland, William A. Antropologi 4, Terjemahan: R.G. Soekadijo. Jakarta: Erlangga, 1985.

Idris, Ja'far Syah. dkk. Perpektif Muslim Tentang Perubahan Sosial. Bandung: Pustaka, 1988.

Ilyas, Imam. Beragama di Abad Dua Satu. Jakarta: Zikrul Hakim, 1997. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990. ---. Sejarah Teori Antropologi I dan II. Jakarta: UI Press, 1985. Mardimin, Johanes. Jangan Tangisi Tradisi: Transformasi Budaya Menuju

Masyarakat Indonesia Modern. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000.

Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama, 1993.

(48)

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.

Nuh, M. Imran. Pengetahuan, Keyakinan, Sikap dan Perilaku Generasi Muda Berekenaan dengan Perkawinan Tradisional. Jakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang, 1998.

"Perkawinan Adat Pengantin Betawi". Artikel diakses tanggal 15 November 2006 dari http://www.weddingku.com/community.htm

Soerjono Soekanto. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: Rajawali, 1983.

---. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

---. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: CV. Rajawali, 1982. ---. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, 1990. Sumardi Suryabrata. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1997.

Sumarsono. Dkk, Pandangan Generasi Muda Terhadap Upcara Perkawinan di Jakarta. Jakarta: Pialamas Permai, 1998.

Suprayogo, Imam dan Tabrani. Metodologi dalam Penelitian Sosial Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Toneko, Soleman B. Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Rajawali Press, 1990.

Yin, Robert K. Studi Kasus. Jakarta: PT; Raja Grafindo Persada, 1997.

Yunus, Ahmad. Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Daur Hidup Pada Masyarakat Betawi. Jakarta: Dirjen Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud, 1993.

Wawancara Pribadi dengan H. Abdullah Siran. Jakarta, tanggal 2 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan H. Abdurrahman. Jakarta, tanggal4 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Hj. Siti Zahriyah. Tanggal, 1 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Hj. Yatimah. Tanggal, 3 Agustusustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Yuli. Tanggal, 5 Agustus 2006.

(49)

Idris, Ja'far Syah. dkk. Perpektif Muslim Tentang Perubahan Sosial. Bandung: Pustaka, 1988.

Dahlan, Abdul Aziz. Suplemen Ensiklopedi Islam. Vol. I. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999.

Yunus, Ahmad. Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Daur Hidup Pada Masyarakat Betawi. Jakarta: Dirjen Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud, 1993.

Ilyas, Imam. Beragama di Abad Dua Satu. Jakarta: Zikrul Hakim, 1997.

Suprayogo, Imam dan Tabrani. Metodologi dalam Penelitian Sosial Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Mardimin, Johanes. Jangan Tangisi Tradisi: transformasi Budaya Menuju Masyarakat Indonesia Modern. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama, 1993.

……….Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1990. ……….. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press, 1990.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.

(50)

……….Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: CV. Rajawali, 1982.

Soekanto, Soerjono. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

---. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: Rajawali, 1983.

Soekanto, Soerjono. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: CV. Rajawali, 1982.

Sumarsono. Dkk, Pandangan Generasi Muda Terhadap Upcara Perkawinan di Jakarta. Jakarta: Pialamas Permai, 1998.

Toneko, Soleman B. Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Rajawali Press, 1990.

Wawancara Pribadi dengan H. Abdullah Siran. Jakarta. tanggal 2 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan H. Abdurrahman. Jakarta. tanggal 4 Agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Hj. Siti Zahriyah. Jakarta. tanggal 1 agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Hj. Yatimah. Jakarta. tanggal 3 agustus 2006. Wawancara Pribadi dengan Yuli. Jakarta. tanggal 5 Agustus 2006.

Gambar

gambaran penduduk, sosial, ekonomi, budaya dan agama.
GAMBARAN UMUM  KELURAHAN CEGER
   Tabel: 2 Mobilitas Penduduk
Tabel: 3
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah dana yang dibutuhkan Rp49,460,000 Lokasi Kegiatan Jumlah Tahun n-1 Jumlah Tahun n Rp31,500,000 Capaian Program Masukan.. Koordinasi Penyelenggaraan Peningkatan

(2) seberapa jauh perilaku beragama Ibu rumah tangga muslimah dipengaruhi oleh pola menonton dan kegiatan pendalaman keagamaan. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanasi dengan

H1 H2 H3 Manajemen Organisasi Kondisi Lingkungan Kerja Fisik Perilaku Keselamatan Kerja Pelatihan Keselamatan Kerja Komunikasi Keselamatan Kerja Peraturan & Prosedur

Belanja jasa konsultan perencanaan Teknis Pembangunan Gedung Laboratorium Komputer SMAN 1 Kec. Bunguran

Tetilik puniki matetujon nelatarang indik (1) Sapunapi soroh campuh kode (campur kode) sane wenten ring wayang kulit inovatif Cenk Blonk sane mamurda Lata Mahosadhi, (2)

bisa disebabkan oleh: (1) mungkin beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis; (2) sebelum diangkat menjadi rasul, beliau tidak pernah membaca kitab-kitab samawi, maka

Beberapa manfaat bersepeda disampaikan oleh Oja et al., (2011), diantaranya adalah : 1) Kegiatan mengayuh pada bersepeda menyebabkan tidak tertekannya lutut oleh karena

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada perhitungan beban kerja mental mahasiswa Universitas XYZ Yogyakarta jurusan Teknik Industri