BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Produksi
Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih lanjut Putong (2002) mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatau barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum.
Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah tersebut di atas. Dengan demikian produksi tidak terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi. Namun komoditi bukan hanya dalam bentuk output barang, tetapi juga jasa. Menurut Salvatore (2001) produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa.
Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa antara titik A dan C adalah
pertambahan produksi. Titik C adalah total produksi mencapai maksimum artinya 5 3 2 C1 B1 A1 C B A MP 1 2 TP AP TP AP MP, 1 2 3 4 0 - 1 - 2
1 4 L
[image:2.595.87.471.160.615.2]L 0 3 4 5 6
tambahan input tidak lagi menyebabkan tambahan output atau produksi yang semakin
berkurang (law of diminishing marginal productivity)marjinal (MP) adalah nol (C1).
Sedangkan produksi rata-rata (AP) mencapai maksimum adalah pada saat elastisitas
sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan MP artinya rata-rata sama dengan
tambahan output akibat tambahan 1 unit input produksi, dengan asumsi faktor
produksi lain dianggap konstan.
Dalam menggambarkan fungsi produksi dalam dua dimensi dapat
menggunakan kurva isokuan. Fungsi produksi menggambarkan kombinasi
penggunaan input dan teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan
teknologi tertentu hubungan antara input dan output tercermin pada funsgi
produksinya. Suatu fungsi produksi menggambarkan kombinasi input yang dipakai
dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama
dapat digambarkan dengan kurva isokuan (isoquant), yaitu kurva yang
menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang menghasilkan produksi
yang sama.
Isoquant hanya menjelaskan keinginan perusahaan berdasarkan fungsi
produksi yang ditentukan, dan tidak menjelaskan apa yang dapat diperbuat oleh
perusahaan. Untuk memahami ini kita harus memasukkan faktor biaya kedalam
gambar yaitu garis isocost, yang menggambarkan kombinasi biaya berbagai input
dengan input konstan dan biaya itu yang tersedia. Apabila dua input yang digunakan
dalam proses produksi menjadi variabel yang sering digunakan adalah pendekatan
dipakai dalam proses produksi yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang
sama. Jumlah produksi digambarkan oleh pergeseran kurva isoquant, jika suatu
perusahaan memutuskan untuk menambah produksinya maka kurva isoquant akan
bergeser ke kanan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.2 sebagai berikut:
Modal (K)
[image:4.595.117.369.254.498.2]
Gambar 2.2. Kurva Isoquant
Gambar 2.2 mengilustrasikan bahwa ada beberapa proses produksi sehingga
kurva isoquant contineu, dan sebenarnya yang ingin dituju oleh setiap perusahaan
adalah Titik T, namun untuk mencapai titik tersebut sangat sulit terlaksana dan tidak
akan tercapai, karena titik T menggambarkan penggunaan input yang demikian
banyak sehingga menciptakan output yang tak terhingga. 0
B A
Q0
Tenaga Kerja (L) KB
KA
TB TA
2.2. Hubungan Antara Faktor-faktor Produksi
Fungsi produksi menghubungkan input dengan output dan menentukan
tingkat output optimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu, atau
sebaliknya, jumlah input minimum yang diperlukan untuk memproduksikan tingkat
output tertentu. Fungsi produksi ditentukan oleh tingkat teknologi yang digunakan
dalam proses produksi. Karena itu hubungan output input untuk suatu sistem produksi
merupakan suatu fungsi dari tingkat teknologi pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan
baku dan lain-lain yang digunakan dalam suatu perusahaan (Arsyad, 2003).
Menurut Samuelson (2002) fungsi produksi adalah kaitan antara jumlah
output maksimum yang bisa dilakukan masing-masing dan tiap perangkat input
(faktor produksi). Fungsi ini tetap untuk tiap tingkatan teknologi yang digunakan.
Fungsi produksi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia, yaitu hubungan masukan/
keluaran untuk setiap sistem produksi adalah fungsi dari karakteristik teknologi
pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan dan sebagainya yang dipergunakan perusahaan.
Setiap perbaikan teknologi, seperti penambahan satu komputer pengendalian proses
yang memungkinkan suatu perusahaan pabrikan untuk menghasilkan sejumlah
keluaran tertentu dengan jumlah bahan mentah, energi dan tenaga kerja yang lebih
sedikit, atau program pelatihan yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja,
menghasilkan sebuah fungsi produksi yang baru.
Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses
produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini
masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut:
Q = f {K, L} ………...……….(2.2.1)
Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni
modal dan tenaga kerja.
Cobb-Douglas mengatakan salah satu fungsi produksi yang paling sering
digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil
produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour).
Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau
jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana
fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Q = ALá Kâ ………...………..(2.2.2)
Di mana Q adalah output dari L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan
barang modal. A, á (alpha) dan â (beta) adalah parameter-parameter positif yang
dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi
semakin maju. Parameter á mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan
satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter â,
mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L
dipertahankan konstan. Jadi, á dan â masing-masing merupakan elastisitas output
dari modal dan tenaga kerja. Jika á + â = 1, maka terdapat tambahan hasil yang
atas skala produksi dan jika á + â < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang
menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).
Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat
dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan
hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan
tingkat pendapatan suatu usaha produksi. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta
modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi perkebunan kelapa
sawit dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang
mungkin diperoleh.
2.3. Pengaruh Faktor Produksi Tanah Pertanian
Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi
yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak
dapat berjalan. Selain itu pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung
proses produksi tersebut. Petani tradisonal sekalipun sebenarnya juga butuh
manajemen dalam menjalankan usaha taninya, tetapi tidak dalam yang betul-betul
dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan,
pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana (Daniel, 2002).
Pengusaha pertanian selalu didasarkan atau dikembangkan pada luasan lahan
pertanian tertentu, meskipun akhir-akhir ini dijumpai pula pengusaha pertanian yang
tidak semata-mata dikembangkan pada luasan lahan tertentu pada sumber daya
Pentingnya faktor produksi tanah bukan saja dilihat dari segi luas dan
sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam
penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan tofografi (tanah
dataran pantai, dataran rendah dan dataran tinggi), pemilikan tanah, nilai tanah,
fragmentasi tanah dan konsolidasi tanah (Soekartawi, 1993).
Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya, seperti air,
udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Semua secara bersama-sama
menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau sebaliknya jenis tanaman
tertentu untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tentunya
menghendaki jenis tanah tertentu, air dengan pengaliran tertentu, suhu udara dan
kelembaban.
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini
pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.
Seringkali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan
semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit,
upaya pengusahaan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan
tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha
pertanian seperti ini sering lebih efisien. Meskipun demikian, luas lahan yang terlalu
kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula (Soekartawi, 1993).
Kesuburan lahan pertanian juga menentukan produktivitas tanaman. Lahan
yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada lahan yang
struktur dan tekstur tanah. Struktur tanah dan tekstur tanah ini pada akhirnya juga
menentukan macam tanah. Misalnya tanah liat, grumosol, alluvial dan sebagainya.
Struktur tanah pertanian dan pola pemilikan tanah perlu diaplikasikan pada
sasaran ganda, peningkatan produksi pangan dan penyebaran distribusi keuntungan
dan kemajuan di bidang agraria (Todaro, 2000).
2.4. Faktor Modal Pertanian
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia
pertanian, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan
pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung
dari sudut mana meninjaunya.
Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai
kegiatan pertanian setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos
untuk pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu
output tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia.
Kemudian di dalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal
yang besarnya sama dengan seandainya petani menanamkan modalnya di dalam
sektor ekonomi lainnya dan pendapatan untuk tenaga kerja sendiri.
Struktur modal merupakan salah satu kebutuhan yang kompleks karena
berhubungan dengan keputusan pengeluaran keuangan lainnya. Untuk mencapai
harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan
resiko, hasil atau pengembalian dan nilai perusahaan.
Untuk menciptakan struktur modal yang optimal, pengalokasian modal yang
tepat antara modal sendiri dan modal dari luar sangat penting untuk memaksimalkan
penggunaan modal perusahaan. Pengeluaran biaya modal yang minimum dan struktur
keuangan yang maksimum merupakan struktur modal yang optimal.
Menurut Von Bohm Bawerk (dalam Daniel, 2002), arti modal atau kapital
adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat yang disebut
dengan kekayaan masyarakat. Sebagian kekayaan itu digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barang-barang
baru dan inilah yang disebut modal masyarakat.
Sedangkan menurut Manurung (2007) dalam membangun sebuah bisnis
dibutuhkan sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan
berkembang tanpa didukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi
jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri
memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang
bersangkutan.
Modal juga akan digunakan sebagai biaya dalam pembelian suatu sumber-
sumber produksi yang dikatakan sebagai biaya usaha. Biaya usaha ini biasanya
diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap
(variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus
adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang dijual, contohnya
biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan
biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Manurung, 2006).
Menurut Keynesian (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan pentingnya faktor
penentu investasi adalah kecenderungan marginal dari modal. Terdapat hubungan
terbalik antara investasi dan kecenderungan marginal dari modal. Bila investasi
meningkat kecenderungan marginal modal turun dan bila investasi berkurang,
kecenderungan marginal modal naik. Akan tetapi hubungan ini tidak dapat diterapkan
di negara terbelakang. Dalam perekonomian seperti itu investasi berada pada tingkat
yang rendah dan kecenderungan marginal modal juga rendah. Hal yang paradoks ini
disebabkan oleh kurangnya modal dan sumber lainnya, kecilnya pasar, rendahnya
pendapatan, rendahnya permintaan, tingginya harga, terbelakangnya pasar uang dan
modal, ketidakmenentuan, dan lain sebagainya. Seluruh faktor ini membuat
kecenderungan marginal modal (harapan laba) dan investasi pada tingkat yang
rendah.
Untuk memperjelas hal tersebut, Keynesian mengangkat sebuah contoh yaitu;
misalkan 10.000 pekerja penganggur itu di gunakan pada 100 pabrik (kebalikan dari
100 pekerja dalam 1 pabrik) yang memproduksi bermacam-macam barang konsumsi
dan para pekerja membelanjakan gaji mereka untuk membeli barang-barang tersebut.
Produsen-produsen baru itu akan saling menjadi langganan satu sama lain dan ini
menciptakan bagi barang-barang mereka. Saling melengkapi dalam permintaan
investasi. Dengan kata lain, syarat mutlak minimal pada permintaan inilah yang
memerlukan adanya suatu jumlah minimum investasi dalam industri yang berkaitan
untuk mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di negara
terbelakang.
Selain itu Rosenstein (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan tentang suatu
jumlah minimum investasi membutuhkan suatu jumlah tertentu tabungan. Jumlah
tabungan ini tidak mudah dicapai oleh negara terbelakang yang miskin karena sangat
rendahnya tingkat pendapatan. Untuk mengatasi hal ini, maka ketika pendapatan
meningkat sebagai peningkatan investasi, tingkat tabungan marginal diusahakan agar
lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan. Tapi tidak ada satu negarapun yang
pernah mempunyai tabungan marginal yang lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata
tabungan sebelumnya.
2.4.1. Pembentukan Modal
Modal dapat diciptakan dari beberapa sumber, pada umumnya modal
terbentuk karena suatu proses produksi, penabungan dari produksi, serta pemakaian
benda tabungan untuk produksi selanjutnya. Dalam kenyataannya sering ditemukan
pembentukan modal dilakukan dengan cara menggali potensi kekayaan, baik berupa
uang mupun barang yang dimiliki oleh petani yang bersangkutan (Soekartawi, 1993).
Secara makro pembentukan modal oleh petani dapat dilakukan dengan cara
memperbesar simpanan. Bentuk simpanan dapat beragam, mulai dari bentuk
simpanan yang berupa uang atau barang, misalnya tanah, bangunan atau lainnya.
dalam bentuk tabungan atau deposito. Bagi petani di pedesaan pembentukan modal
sering dilakukan dengan cara menabung, yaitu menyisihkan sebagian pendapatannya
untuk ditabung (Soekartawi, 1993).
Dalam pertanian dikenal ada modal fisik dan modal manusiawi (Daniel,
2002). Modal fisik atau modal material yaitu berupa alat-alat pertanian, bibit, pupuk,
ternak dan lainnya. Sedangkan modal manusiawi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk pendidikan, latihan kesehatan dan lainnya. Modal manusiawi tidak memberikan
pengaruh secara langsung, dampaknya akan kelihatan di masa datang dengan
meningkatnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia pengelolanya.
2.4.2. Modal dari Kredit
Kredit merupakan suatu alat atau cara untuk menciptakan modal,
kenyataannya memang terjadi dilapangan bahwa tidak semua petani dapat memenuhi
modalnya dari kekayaan yang dimilikinya, karena itu petani memerlukan kredit untuk
mendapatkan modal yang mereka inginkan. Secara ekonomi dapat dikatakan modal
pertanian berasal dari milik sendiri (equity capital) dan pinjaman dari pihak lainnya
(pihak ketiga). Modal yang merupakan pinjaman dari pihak lainnya ini lazim disebut
sebagai utang atau kredit (Mubyarto, 2002).
Kredit adalah suatu transaksi antara dua belah pihak, pihak pertama disebut
sebagai kreditor dan pihak kedua disebut sebagai debitor. Dengan perjanjian bahwa
pihak pengutang akan membayar kembali utang tersebut pada waktu yang telah
Jika dilihat dari segi penggunaannya kredit bisa dibagi atas beberapa macam,
contohnya kredit investasi, kredit modal kerja, kredit usaha (untuk biaya operasional
usaha). Dalam usaha pertanian dikenal beberapa macam kredit yang pernah
diluncurkan pemerintah dengan tujuan membangun pengadaan modal petani agar
upaya peningkatan produksi dapat dicapai (Daniel, 2002).
2.5. Faktor Tenaga Kerja Pertanian
Dalam suatu kegiatan pertanian apapun peran tenaga kerja sangat di perlukan
sebagai suatu alat penggerak dari suatu lahan pertanian. Banyaknya tenaga kerja yang
dibutuhkan harus disesuaikan dengan pendapatan dari lahan pertanian tersebut,
semakin tinggi hasil pertanian yang dihasilkan maka akan semakin besar tenaga kerja
yang dibutuhkan dengan demikian maka cukup efektif pemakaian tenaga kerja
tersebut.
Yang dimaksud dengan angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang
bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang
mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja
adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. Tenaga
kerja ini adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun (Suryana, 2000).
Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap
perkembangan ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi
merupakan suatu sumber daya manusia (human resources) yang berperan dalam
kegiatan pembangunan masyarakat.
Hasil pertanian akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang
dibutuhkan dan pula membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian
(terampil). Biasanya petani kecil akan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit, dan
sebaliknya petani besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dan mempunyai
keahlian.
Dengan berkembangnya usaha pertanian tersebut sehingga petani akan
membutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar sebagai tenaga
kerja upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya terdapat pada usaha pertanian yang
berskala luas, rutin dan memiliki administrasi dan manajemen yang tertib dan
terencana. Tetapi dewasa ini terjadi lagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja
upahan tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas, tetapi sudah meluas
pada usaha tani kecil skala keluarga. Perkembangan ini terjadi karena terjadinya
perubahan struktural, yaitu transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian
di pedesaan ke sektor industri di perkotaan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi
yang cukup pesat yang diawali dengan pertumbuhan industri (Daniel, 2002).
Dalam analisa ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan tahapan pekerjaan
dalam perusahaan, hal seperti ini sangat penting untuk melihat alokasi sebaran
pengguna tenaga kerja selama proses produksi sehingga dengan demikian kelebihan
Di negara-negara yang sudah maju, kemajuan tenaga kerja diukur dengan
tingginya produktivitas tenaga kerja, semua diarahkan untuk meningkatkan
produktivitas. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling terbatas
jumlahnya, dalam keadaan ini mesin-mesin penghemat tenaga kerja dapat
meningkatkan produktivitas output yang dihasilkan (Mubyarto, 2002).
Penggunaan tenga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih
ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga kerja
serta harga outputnya. Pengusaha cenderung menambah tenaga kerja selama produk
marginal (nilai tambah output yang diakibatkan oleh bertambahnya 1 unit tenaga
kerja) lebih tinggi dari pada cost yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.
Suryana (2000), mengatakan bahwa penduduk dapat berperan sebagai sumber
tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan, dan tenaga usahawan yang diperlukan
untuk memimpin dan menciptakan kegiatan pembangunan ekonomi. Dengan
demikian penduduk bukan merupakan salah satu faktor produksi saja, tetapi juga
yang paling penting merupakan sumber daya yang menciptakan dan mengembangkan
teknologi serta yang mengorganisir penggunaan berbagai faktor produksi.
2.6. Konsep Pendapatan
Suatu kegiatan perekonomian yang bergerak dalam sektor apapun dalam
penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan
dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan
tujuan penting dalam berusaha. Menurut Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh
uang atau hasil material lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama
jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi.
Mankiw (2007) mengatakan bahwa apabila seluruh perusahaan dalam
perekonomian adalah kompetitif dan memaksimalkan laba, maka setiap faktor
produksi dibayar berdasarkan kontribusi marjinalnya pada proses produksi. Upah riil
yang dibayar kepada setiap pekerja sama dengan produk marjinal tenaga kerja
(marginal product of labor, MPL) dan harga sewa riil yang dibayar kepada setiap
pemilik modal sama dengan produk marjinal modal (marginal product of capital,
MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x L.
Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi
adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan. Laba ekonomis
riil adalah:
Laba Ekonomis = Y – (MPL x L ) – (MPK x K) ………..(2.3.1)
Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan
di atas menjadi:
Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ………...(2.3.2)
Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian
kepada modal, dan laba ekonomis.
Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki
sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan
ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw,
2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan,
maka:
F (K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ………...(2.3.3)
Jika setiap faktor produksi dibayar pada produk marjinalnya, maka jumlah
pembayaran faktor ini sama dengan output total. Dengan kata lain skala hasil konstan,
maksimasi laba, dan persaingan sama-sama mengimplikasikan bahwa laba ekonomis
adalah nol. Namun demikian dalam dunia nyata, sebagian perusahaan memiliki
modal sendiri, dan bukan menyewa modal yang mereka gunakan. Karena pemilik
perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba ekonomis dan pengembalian modal
(return to capital) seringkali disatukan. Jika dapat kita sebut sebagai laba akuntansi
maka dapat dibuat persamaan:
Laba akuntansi = laba ekonomis + (MPK x K) ………...(2.3.4)
Jika asumsi ini mendekati dunia nyata maka laba dalam pos pendapatan ini
seharusnya menjadi pengembalian modal.
Pendapatan total rumah tangga petani adalah penjumlahan antara pendapatan
dari usaha tani, pendapatan non usaha tani, pendapatan dari bekerja di rumah tangga,
pendapatan bukan hasil bekerja serta pendapatan yang diperoleh dengan meminjam
(kredit). Pendapatan yang siap dibelanjakan adalah pendapatan total dikurangi pajak.
Pendapatan yang siap dibelanjakan akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan
2.7. Alih Fungsi Lahan Pertanian
Pengertian alih fungsi tanaman secara umum berarti adanya perubahan,
pengubahan, penukaran penggunaan lahan, Wahyunto, dkk (2001) mengatakan
perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari.
Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dan kedua
berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para
ahli berpendapat bahwa perubahan-perubahan lahan lebih disebabkan oleh adanya
kebutuhan dan keinginan manusia.
Lahan merupakan suatu daerah yang ada di permukaan bumi yang memiliki
sifat-sifat tertentu seperti geologi, atmosfer, hidrologi, vegetasi dan penggunaan
lahan. Lahan merupakan kenampakan geografi yang perlu dikaji dan salah satu
kegiatan pengkajiannya adalah dengan cara mengadakan observasi terhadap
pemanfaatannya serta pengaruhnya bagi kehidupan manusia.
Faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan dapat juga
disebabkan oleh pengaruh politik, ekonomi, demografi dan budaya. Selanjutnya
pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor
penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan
akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya
perubahan penggunaan lahan. Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi
transformasi struktural yang terjadi di wilayah tersebut, baik yang berkaitan dengan
transformasi ekonomi, ketenagakerjaan, demografi, sosial dan budaya masyarakat.
Keanekaragaman dalam kegiatan perekonomian di daerah merupakan sumber
kekuatan dalam menghadapi fluktuasi ekonomi. Kalau ekonomi daerah tergantung
kepada satu komoditi saja, penduduknya akan menderita lebih banyak kalau
permintaan akan penghasilan itu hilang. Sebaliknya daerah yang sumber
penghasilannya luas dapat dianggap sehat dan lebih kuat ekonominya.
Jika dilihat dalam skala yang lebih kecil yaitu rumah tangga, dapat dikatakan
bahwa apabila rumah tangga yang tidak mengandalkan pendapatan dari satu sumber
saja, maka kondisi ekonominya akan lebih sehat dan kuat dalam menghadapi
fluktuasi ekonomi.
Perubahan kegiatan pemanfaatan lahan yang terjadi pada populasi penelitian
yaitu dari lahan tanaman padi ke perkebunan kelapa sawit merupakan suatu aktivitas
masyarakat petani dalam rangka peningkatan taraf hidup. Sejalan dengan semakin
berkembangnya aktivitas yang dilakukan, maka akan memberikan pengaruh yang
semakin kompleks terhadap kondisi ekonomi masyarakat di daerah tersebut.
Dari segi ekonomi lahan adalah merupakan suatu faktor produksi penting
yang diberikan oleh alam. Sebagai faktor produksi, maka lahan tersebut sangat
memegang peranan penting dalam kegiatan usaha tani. Selanjutnya manusia dalam
usaha dan upaya mempertahankan kehidupannya ini tidak lagi semata tergantung
pada alam melainkan dengan segala kemampuan manusia sendiri yang semakin
semaksimal mungkin untuk kesejahteraan hidupnya. Aktivitas manusia untuk
mempertahankan hidupnya beraneka ragam sesuai dengan kemampuan dan potensi
tata geografisnya.
Dijelaskan pula bahwa lahan sebagai sumber alam yang penting dalam
pemanfaatannya harus memperhatikan unsur pengawetan, kesesuaian, kemampuan
serta bentuk penggunaannya, agar tidak mengakibatkan kerusakan dan kerugian bagi
mausia itu sendiri.
Pola pemanfaatan lahan pada hakikatnya adalah hasil perpaduan antara faktor
sejarah, faktor fisik, faktor sosial budaya dan ekonomi. Pola pemanfaatan lahan
di suatu wilayah mencerminkan pada orientasi kehidupan masyarakat di wilayah
tersebut, seperti tingkat kehidupan sosial dan ekonomi, budaya dan teknologi. Jumlah
penduduk dan perubahan, penyebaran dan bidang nafkah adalah sesuatu yang
merupakan faktor penentu di dalam pola maupun orientasi pemanfaatan lahan.
Sifat perubahan pemanfaatan lahan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu
bersifat musiman dan permanen. Perubahan pemanfaatan lahan musiman biasanya
terjadi pada lahan pertanian tanaman pangan yang juga disebut rotasi tanaman.
Sebagai contoh lahan sawah pada musim penghujan digunakan untuk tanaman padi
sawah dan pada musim kemarau untuk tanaman palawija. Perubahan pemanfaatan
lahan musiman ini tidak hanya karena faktor musim saja, tetapi kehendak manusia
juga akan menentukan perubahan pemanfaatan lahan. Sedangkan perubahan
pemanfaatan lahan yang bersifat permanen yaitu perubahan pemanfaatan lahan dalam
disebabkan karena faktor perubahan alam, atau karena faktor kehendak manusianya
sendiri. Seperti pemanfaatan daerah pesisir pantai sebagai hutan bakau, hal ini
merupakan faktor perubahan alam yang didukung kehendak manusia dengan tujuan
sebagai pengaman daerah pantai dari intrusi air laut dan abrasi pantai.
I’adjarajani (2001) menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian
diakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani tersebut, yang
diidentifikasikan dari adanya:
a. Perubahan jenis mata pencaharian pokok di bidang pertanian.
b. Penurunan konsumsi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga.
c. Penurunan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga.
d. Penurunan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal keluarga.
e. Penurunan kemampuan pengembangan pendidikan keluarga.
f. Penurunan kemampuan mobilitas.
Alih fungsi lahan mengakibatkan sebagian besar rumah tangga petani
mengalami perubahan kondisi ekonomi rumah tangga. Alih fungsi lahan pertanian
sebagai akibat dari kondisi ekonomi rumah tangga petani, dapat diidentifikasikan dari
adanya:
a. Penurunan pendapatan per bulan.
b. Penurunan kemampuan investasi.
c. Penurunan kemampuan modal usaha.
d. Penurunan kemampuan menabung.
f. Penurunan akses ke lembaga keuangan.
Dengan menurunnya kemampuan pendapatan petani maka petani pada
umumnya melakukan alih fungsi lahan untuk meningkatkan kemampuan pendapatan
keluarga.
Pemanfaatan waktu yang ada memungkinkan petani untuk memperoleh
pendapatan di luar usaha tani yang ditekuninya dan menambah penghasilan
pendapatan petani, sehingga keinginan petani untuk menabung semakin tinggi.
Biasanya pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan untuk menabung,
karena semakin baik tingkat pendapatan rumah tangga petani, maka semakin besar
pengeluaran untuk konsumsi non pangan dibandingkan pengeluaran konsumsi
pangan.
Menurut Adi (2002), alasan petani lebih memilih sub sektor perkebunan
adalah karena komoditi-komoditi perkebunan dapat diekspor dan memiliki nilai
komersial yang besar. Hal ini mempengaruhi minat petani untuk bertanam padi
sawah, dengan kondisi pendapatan yang lebih jauh.
2.8. Konsep Tanaman Kelapa Sawit
Sejarah kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari
Mauritius dan Amsterdam yang kemudian ditanam di kebun Raya Bogor. Perintis
budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh Adrien Hallet
budidaya perkebunan kelapa sawit ini hingga mulai berkembang di Indonesia.
Di Sumatera perkebunan kelapa sawit ini mulai berkembang berlokasi di bagian
Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh hingga luas areal perkebunan mencapai
5.123 Ha. Tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis (daerah
khatulistiwa).
Tanaman kelapa sawit mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan
tanaman lainnya (penghasil minyak nabati). Keunggulan tersebut dapat dilihat dari
segi produktivitas minyak kelapa sawit tersebut sehingga harga produksi menjadi
lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (hingga 25 tahun) juga
akan mempengaruhi ringannya biaya produksi yang akan dikeluarkan petani. Dari
segi hama dan penyakit tanaman kelapa sawit termasuk tanaman yang tahan terhadap
hama dan penyakit jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Selain itu jika dilihat
dari kebutuhan konsumsi orang terhadap minyak kelapa sawit hingga mencapai rata-
rata 25 kg/tahun.
Sampai saat ini tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sub sektor
penyumbang devisa non migas yang terbesar karena minyak sawit dan inti sawitnya
telah di ekspor ke luar negeri sehingga saat sekarang tanaman kelapa sawit
merupakan primadona bagi masyarakat Indonesia. Dengan begitu baiknya prospek
kelapa sawit tersebut telah mendorong pemerintah untuk memacu pengembangan
2.9. Penelitian Sebelumnya
Asni (2005) mengatakan bahwa peningkatan produksi tanaman padi dan
kelapa sawit petani dipengaruhi variabel luas lahan, tenaga kerja, modal kerja secara
signifikan, kemudian peningkatan pendapatan petani tanaman padi dan kelapa sawit
dipengaruhi variabel jumlah produksi, harga jual, tenaga kerja, dan modal kerja
secara signifikan dan alih fungsi lahan padi sawah menjadi kelapa sawit rakyat
di Kabupaten Labuhanbatu dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pendapatan petani
dan kesempatan menabung.
I’adjarajani (2001) menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian
mengakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani, namun hanya dialami
oleh sebagian kecil rumah tangga petani di Kecamatan Lembang.
Purba (2009) dalam penelitian yang berjudul analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Simalungun yang menunjukkan bahwa 63,9% alih fungsi lahan
dapat dijelaskan oleh variasi variabel harga teh, harga kelapa sawit dan jumlah tenaga
kerja, sedang 36,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam
model estimasi dan signifikan terhadap alih fungsi lahan tanaman perkebunan teh
menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Simalungun.
Sudaryanto (2001) dalam hasil studinya mengatakan bahwa dari total konversi
lahan pertanian secara nasional, sekitar 68,3% diantaranya adalah lahan sawah. Hasil
konversi lahan sawah di Jawa Timur seluas 38.000 Ha, sekitar 71% adalah sawah
beririgasi dan sisanya adalah sawah tadah hujan.
Suhendry dkk (2002) mengatakan dalam penelitiannya bahwa persaingan
penggunaan lahan di daerah beriklim basah semakin kuat. Sejumlah lahan karet telah
dikonversikan ke perkebunan kelapa sawit. Evaluasi baru-baru ini atas delapan
perusahaan perkebunan menunjukkan 14.031 Ha lahan karet telah dikonversi menjadi
perkebunan kelapa sawit sepanjang beberapa tahun belakangan ini. Jumlah konversi
yang sebenarnya jauh lebih besar karena tidak semua perusahaan tersebut
mengkonfirmasikan data tersebut. Konvesi ini akan terus berlanjut baik di Sumatera
Utara maupun Kalimantan karena beberapa perusahaan perkebunan merencanakan
mengkonversi lahan karet mereka dalam jumlah ribuan hektar pada masing-masing
perusahaan.
Wahid (2006) dalam penelitian yang berjudul faktor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat mengkonversi lahan karet menjadi lahan kelapa sawit
di Kabupaten Asahan menyimpulkan bahwa faktor sosial (pendidikan, minat) dan
faktor ekonomi (pendapatan, kemampuan menabung) berpengaruh positif dan
signifikan, sesuai dengan hasil regresi bahwa nilai (R2) sebesar 0,8835 artinya X1, X2,
X3, X4 mampu menjelaskan variasi luas lahan karet rakyat yang dikonversi menjadi
tanaman kelapa sawit rakyat di Kabupaten Asahan yaitu sebesar 88,35% sedangkan
sisanya 11,65% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
2.10. Kerangka Konseptual
Dalam kerangka konseptual perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel
bebas dan variabel terikat. Dengan demikian maka kerangka konseptual peneliti
dalam penelitian ini adalah alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa
sawit di Kabupaten Labuhanbatu (sebagai variabel terikat) yang dipengaruhi oleh
pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja (sebagai variabel
bebas).
Faktor pendapatan masuk dalam penelitian ini karena pendapatan merupakan
harapan setiap petani. Semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan dari tanaman
kelapa sawit maka akan mempengaruhi kondisi sosial petani tersebut dan akan
semakin banyak alih fungsi lahan dapat terjadi.
Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena secara teoritis modal
kerja mempengaruhi pendapatan petani yang merupakan sebab dilakukan alih fungsi
tanaman. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi peningkatan hasil
panen atau perluasan lahan pertanian sehingga akan meningkatkan pendapatan.
Faktor total produksi kelapa sawit dimasukkan ke dalam penelitian ini agar
dapat diketahui apakah sebagai pendorong bagi petani dalam melakukan alih fungsi
lahan.
Faktor jumlah tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis
jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi pendapatan petani. Dengan menggunakan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan akan memudahkan dalam pengolahan
Dalam kerangka konseptual di mana terdapat hubungan antara pendapatan,
modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja, terhadap alih fungsi lahan
tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu. Hal ini dapat
dilihat pada kerangka konseptual di bawah ini:
[image:28.595.117.517.275.508.2]
Gambar 2.3.Kerangka Konseptual
2.11. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan dari berbagai hasil
kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
Jumlah Tenaga Kerja Modal Kerja Pendapatan
Total Produksi
5. Pendapatan petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi Lahan
Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu,
Ceteris Paribus.
6. Modal Kerja petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi Lahan
Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu,
Ceteris Paribus.
7. Total Produksi petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi
Lahan Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu,
Ceteris Paribus.
8. Jumlah Tenaga Kerja petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih
Fungsi Lahan Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten