• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Produksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Produksi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi

Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih lanjut Putong (2002) mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatau barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum.

Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah tersebut di atas. Dengan demikian produksi tidak terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi. Namun komoditi bukan hanya dalam bentuk output barang, tetapi juga jasa. Menurut Salvatore (2001) produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa.

(2)

Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa antara titik A dan C adalah

pertambahan produksi. Titik C adalah total produksi mencapai maksimum artinya 5 3 2 C1 B1 A1 C B A MP 1 2 TP AP TP AP MP, 1 2 3 4 0 - 1 - 2

1 4 L

[image:2.595.87.471.160.615.2]

L 0 3 4 5 6

(3)

tambahan input tidak lagi menyebabkan tambahan output atau produksi yang semakin

berkurang (law of diminishing marginal productivity)marjinal (MP) adalah nol (C1).

Sedangkan produksi rata-rata (AP) mencapai maksimum adalah pada saat elastisitas

sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan MP artinya rata-rata sama dengan

tambahan output akibat tambahan 1 unit input produksi, dengan asumsi faktor

produksi lain dianggap konstan.

Dalam menggambarkan fungsi produksi dalam dua dimensi dapat

menggunakan kurva isokuan. Fungsi produksi menggambarkan kombinasi

penggunaan input dan teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan

teknologi tertentu hubungan antara input dan output tercermin pada funsgi

produksinya. Suatu fungsi produksi menggambarkan kombinasi input yang dipakai

dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama

dapat digambarkan dengan kurva isokuan (isoquant), yaitu kurva yang

menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang menghasilkan produksi

yang sama.

Isoquant hanya menjelaskan keinginan perusahaan berdasarkan fungsi

produksi yang ditentukan, dan tidak menjelaskan apa yang dapat diperbuat oleh

perusahaan. Untuk memahami ini kita harus memasukkan faktor biaya kedalam

gambar yaitu garis isocost, yang menggambarkan kombinasi biaya berbagai input

dengan input konstan dan biaya itu yang tersedia. Apabila dua input yang digunakan

dalam proses produksi menjadi variabel yang sering digunakan adalah pendekatan

(4)

dipakai dalam proses produksi yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang

sama. Jumlah produksi digambarkan oleh pergeseran kurva isoquant, jika suatu

perusahaan memutuskan untuk menambah produksinya maka kurva isoquant akan

bergeser ke kanan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

Modal (K)

[image:4.595.117.369.254.498.2]

Gambar 2.2. Kurva Isoquant

Gambar 2.2 mengilustrasikan bahwa ada beberapa proses produksi sehingga

kurva isoquant contineu, dan sebenarnya yang ingin dituju oleh setiap perusahaan

adalah Titik T, namun untuk mencapai titik tersebut sangat sulit terlaksana dan tidak

akan tercapai, karena titik T menggambarkan penggunaan input yang demikian

banyak sehingga menciptakan output yang tak terhingga. 0

B A

Q0

Tenaga Kerja (L) KB

KA

TB TA

(5)

2.2. Hubungan Antara Faktor-faktor Produksi

Fungsi produksi menghubungkan input dengan output dan menentukan

tingkat output optimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu, atau

sebaliknya, jumlah input minimum yang diperlukan untuk memproduksikan tingkat

output tertentu. Fungsi produksi ditentukan oleh tingkat teknologi yang digunakan

dalam proses produksi. Karena itu hubungan output input untuk suatu sistem produksi

merupakan suatu fungsi dari tingkat teknologi pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan

baku dan lain-lain yang digunakan dalam suatu perusahaan (Arsyad, 2003).

Menurut Samuelson (2002) fungsi produksi adalah kaitan antara jumlah

output maksimum yang bisa dilakukan masing-masing dan tiap perangkat input

(faktor produksi). Fungsi ini tetap untuk tiap tingkatan teknologi yang digunakan.

Fungsi produksi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia, yaitu hubungan masukan/

keluaran untuk setiap sistem produksi adalah fungsi dari karakteristik teknologi

pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan dan sebagainya yang dipergunakan perusahaan.

Setiap perbaikan teknologi, seperti penambahan satu komputer pengendalian proses

yang memungkinkan suatu perusahaan pabrikan untuk menghasilkan sejumlah

keluaran tertentu dengan jumlah bahan mentah, energi dan tenaga kerja yang lebih

sedikit, atau program pelatihan yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja,

menghasilkan sebuah fungsi produksi yang baru.

Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses

produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini

(6)

masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai

berikut:

Q = f {K, L} ………...……….(2.2.1)

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni

modal dan tenaga kerja.

Cobb-Douglas mengatakan salah satu fungsi produksi yang paling sering

digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil

produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour).

Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau

jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana

fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = ALá Kâ ………...………..(2.2.2)

Di mana Q adalah output dari L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan

barang modal. A, á (alpha) dan â (beta) adalah parameter-parameter positif yang

dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi

semakin maju. Parameter á mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan

satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter â,

mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L

dipertahankan konstan. Jadi, á dan â masing-masing merupakan elastisitas output

dari modal dan tenaga kerja. Jika á + â = 1, maka terdapat tambahan hasil yang

(7)

atas skala produksi dan jika á + â < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang

menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat

dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan

hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan

tingkat pendapatan suatu usaha produksi. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta

modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi perkebunan kelapa

sawit dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang

mungkin diperoleh.

2.3. Pengaruh Faktor Produksi Tanah Pertanian

Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi

yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak

dapat berjalan. Selain itu pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung

proses produksi tersebut. Petani tradisonal sekalipun sebenarnya juga butuh

manajemen dalam menjalankan usaha taninya, tetapi tidak dalam yang betul-betul

dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan,

pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana (Daniel, 2002).

Pengusaha pertanian selalu didasarkan atau dikembangkan pada luasan lahan

pertanian tertentu, meskipun akhir-akhir ini dijumpai pula pengusaha pertanian yang

tidak semata-mata dikembangkan pada luasan lahan tertentu pada sumber daya

(8)

Pentingnya faktor produksi tanah bukan saja dilihat dari segi luas dan

sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam

penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan tofografi (tanah

dataran pantai, dataran rendah dan dataran tinggi), pemilikan tanah, nilai tanah,

fragmentasi tanah dan konsolidasi tanah (Soekartawi, 1993).

Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya, seperti air,

udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Semua secara bersama-sama

menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau sebaliknya jenis tanaman

tertentu untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tentunya

menghendaki jenis tanah tertentu, air dengan pengaliran tertentu, suhu udara dan

kelembaban.

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini

pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.

Seringkali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan

semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit,

upaya pengusahaan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan

tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha

pertanian seperti ini sering lebih efisien. Meskipun demikian, luas lahan yang terlalu

kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula (Soekartawi, 1993).

Kesuburan lahan pertanian juga menentukan produktivitas tanaman. Lahan

yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada lahan yang

(9)

struktur dan tekstur tanah. Struktur tanah dan tekstur tanah ini pada akhirnya juga

menentukan macam tanah. Misalnya tanah liat, grumosol, alluvial dan sebagainya.

Struktur tanah pertanian dan pola pemilikan tanah perlu diaplikasikan pada

sasaran ganda, peningkatan produksi pangan dan penyebaran distribusi keuntungan

dan kemajuan di bidang agraria (Todaro, 2000).

2.4. Faktor Modal Pertanian

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia

pertanian, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan

pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung

dari sudut mana meninjaunya.

Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai

kegiatan pertanian setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos

untuk pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu

output tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia.

Kemudian di dalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal

yang besarnya sama dengan seandainya petani menanamkan modalnya di dalam

sektor ekonomi lainnya dan pendapatan untuk tenaga kerja sendiri.

Struktur modal merupakan salah satu kebutuhan yang kompleks karena

berhubungan dengan keputusan pengeluaran keuangan lainnya. Untuk mencapai

(10)

harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan

resiko, hasil atau pengembalian dan nilai perusahaan.

Untuk menciptakan struktur modal yang optimal, pengalokasian modal yang

tepat antara modal sendiri dan modal dari luar sangat penting untuk memaksimalkan

penggunaan modal perusahaan. Pengeluaran biaya modal yang minimum dan struktur

keuangan yang maksimum merupakan struktur modal yang optimal.

Menurut Von Bohm Bawerk (dalam Daniel, 2002), arti modal atau kapital

adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat yang disebut

dengan kekayaan masyarakat. Sebagian kekayaan itu digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barang-barang

baru dan inilah yang disebut modal masyarakat.

Sedangkan menurut Manurung (2007) dalam membangun sebuah bisnis

dibutuhkan sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan

berkembang tanpa didukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi

jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri

memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang

bersangkutan.

Modal juga akan digunakan sebagai biaya dalam pembelian suatu sumber-

sumber produksi yang dikatakan sebagai biaya usaha. Biaya usaha ini biasanya

diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap

(variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus

(11)

adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang dijual, contohnya

biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan

biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Manurung, 2006).

Menurut Keynesian (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan pentingnya faktor

penentu investasi adalah kecenderungan marginal dari modal. Terdapat hubungan

terbalik antara investasi dan kecenderungan marginal dari modal. Bila investasi

meningkat kecenderungan marginal modal turun dan bila investasi berkurang,

kecenderungan marginal modal naik. Akan tetapi hubungan ini tidak dapat diterapkan

di negara terbelakang. Dalam perekonomian seperti itu investasi berada pada tingkat

yang rendah dan kecenderungan marginal modal juga rendah. Hal yang paradoks ini

disebabkan oleh kurangnya modal dan sumber lainnya, kecilnya pasar, rendahnya

pendapatan, rendahnya permintaan, tingginya harga, terbelakangnya pasar uang dan

modal, ketidakmenentuan, dan lain sebagainya. Seluruh faktor ini membuat

kecenderungan marginal modal (harapan laba) dan investasi pada tingkat yang

rendah.

Untuk memperjelas hal tersebut, Keynesian mengangkat sebuah contoh yaitu;

misalkan 10.000 pekerja penganggur itu di gunakan pada 100 pabrik (kebalikan dari

100 pekerja dalam 1 pabrik) yang memproduksi bermacam-macam barang konsumsi

dan para pekerja membelanjakan gaji mereka untuk membeli barang-barang tersebut.

Produsen-produsen baru itu akan saling menjadi langganan satu sama lain dan ini

menciptakan bagi barang-barang mereka. Saling melengkapi dalam permintaan

(12)

investasi. Dengan kata lain, syarat mutlak minimal pada permintaan inilah yang

memerlukan adanya suatu jumlah minimum investasi dalam industri yang berkaitan

untuk mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di negara

terbelakang.

Selain itu Rosenstein (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan tentang suatu

jumlah minimum investasi membutuhkan suatu jumlah tertentu tabungan. Jumlah

tabungan ini tidak mudah dicapai oleh negara terbelakang yang miskin karena sangat

rendahnya tingkat pendapatan. Untuk mengatasi hal ini, maka ketika pendapatan

meningkat sebagai peningkatan investasi, tingkat tabungan marginal diusahakan agar

lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan. Tapi tidak ada satu negarapun yang

pernah mempunyai tabungan marginal yang lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata

tabungan sebelumnya.

2.4.1. Pembentukan Modal

Modal dapat diciptakan dari beberapa sumber, pada umumnya modal

terbentuk karena suatu proses produksi, penabungan dari produksi, serta pemakaian

benda tabungan untuk produksi selanjutnya. Dalam kenyataannya sering ditemukan

pembentukan modal dilakukan dengan cara menggali potensi kekayaan, baik berupa

uang mupun barang yang dimiliki oleh petani yang bersangkutan (Soekartawi, 1993).

Secara makro pembentukan modal oleh petani dapat dilakukan dengan cara

memperbesar simpanan. Bentuk simpanan dapat beragam, mulai dari bentuk

simpanan yang berupa uang atau barang, misalnya tanah, bangunan atau lainnya.

(13)

dalam bentuk tabungan atau deposito. Bagi petani di pedesaan pembentukan modal

sering dilakukan dengan cara menabung, yaitu menyisihkan sebagian pendapatannya

untuk ditabung (Soekartawi, 1993).

Dalam pertanian dikenal ada modal fisik dan modal manusiawi (Daniel,

2002). Modal fisik atau modal material yaitu berupa alat-alat pertanian, bibit, pupuk,

ternak dan lainnya. Sedangkan modal manusiawi adalah biaya yang dikeluarkan

untuk pendidikan, latihan kesehatan dan lainnya. Modal manusiawi tidak memberikan

pengaruh secara langsung, dampaknya akan kelihatan di masa datang dengan

meningkatnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia pengelolanya.

2.4.2. Modal dari Kredit

Kredit merupakan suatu alat atau cara untuk menciptakan modal,

kenyataannya memang terjadi dilapangan bahwa tidak semua petani dapat memenuhi

modalnya dari kekayaan yang dimilikinya, karena itu petani memerlukan kredit untuk

mendapatkan modal yang mereka inginkan. Secara ekonomi dapat dikatakan modal

pertanian berasal dari milik sendiri (equity capital) dan pinjaman dari pihak lainnya

(pihak ketiga). Modal yang merupakan pinjaman dari pihak lainnya ini lazim disebut

sebagai utang atau kredit (Mubyarto, 2002).

Kredit adalah suatu transaksi antara dua belah pihak, pihak pertama disebut

sebagai kreditor dan pihak kedua disebut sebagai debitor. Dengan perjanjian bahwa

pihak pengutang akan membayar kembali utang tersebut pada waktu yang telah

(14)

Jika dilihat dari segi penggunaannya kredit bisa dibagi atas beberapa macam,

contohnya kredit investasi, kredit modal kerja, kredit usaha (untuk biaya operasional

usaha). Dalam usaha pertanian dikenal beberapa macam kredit yang pernah

diluncurkan pemerintah dengan tujuan membangun pengadaan modal petani agar

upaya peningkatan produksi dapat dicapai (Daniel, 2002).

2.5. Faktor Tenaga Kerja Pertanian

Dalam suatu kegiatan pertanian apapun peran tenaga kerja sangat di perlukan

sebagai suatu alat penggerak dari suatu lahan pertanian. Banyaknya tenaga kerja yang

dibutuhkan harus disesuaikan dengan pendapatan dari lahan pertanian tersebut,

semakin tinggi hasil pertanian yang dihasilkan maka akan semakin besar tenaga kerja

yang dibutuhkan dengan demikian maka cukup efektif pemakaian tenaga kerja

tersebut.

Yang dimaksud dengan angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang

bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang

mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja

adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk

memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. Tenaga

kerja ini adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun (Suryana, 2000).

Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap

perkembangan ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi

(15)

merupakan suatu sumber daya manusia (human resources) yang berperan dalam

kegiatan pembangunan masyarakat.

Hasil pertanian akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang

dibutuhkan dan pula membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian

(terampil). Biasanya petani kecil akan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit, dan

sebaliknya petani besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dan mempunyai

keahlian.

Dengan berkembangnya usaha pertanian tersebut sehingga petani akan

membutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar sebagai tenaga

kerja upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya terdapat pada usaha pertanian yang

berskala luas, rutin dan memiliki administrasi dan manajemen yang tertib dan

terencana. Tetapi dewasa ini terjadi lagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja

upahan tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas, tetapi sudah meluas

pada usaha tani kecil skala keluarga. Perkembangan ini terjadi karena terjadinya

perubahan struktural, yaitu transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian

di pedesaan ke sektor industri di perkotaan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi

yang cukup pesat yang diawali dengan pertumbuhan industri (Daniel, 2002).

Dalam analisa ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan tahapan pekerjaan

dalam perusahaan, hal seperti ini sangat penting untuk melihat alokasi sebaran

pengguna tenaga kerja selama proses produksi sehingga dengan demikian kelebihan

(16)

Di negara-negara yang sudah maju, kemajuan tenaga kerja diukur dengan

tingginya produktivitas tenaga kerja, semua diarahkan untuk meningkatkan

produktivitas. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling terbatas

jumlahnya, dalam keadaan ini mesin-mesin penghemat tenaga kerja dapat

meningkatkan produktivitas output yang dihasilkan (Mubyarto, 2002).

Penggunaan tenga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih

ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga kerja

serta harga outputnya. Pengusaha cenderung menambah tenaga kerja selama produk

marginal (nilai tambah output yang diakibatkan oleh bertambahnya 1 unit tenaga

kerja) lebih tinggi dari pada cost yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.

Suryana (2000), mengatakan bahwa penduduk dapat berperan sebagai sumber

tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan, dan tenaga usahawan yang diperlukan

untuk memimpin dan menciptakan kegiatan pembangunan ekonomi. Dengan

demikian penduduk bukan merupakan salah satu faktor produksi saja, tetapi juga

yang paling penting merupakan sumber daya yang menciptakan dan mengembangkan

teknologi serta yang mengorganisir penggunaan berbagai faktor produksi.

2.6. Konsep Pendapatan

Suatu kegiatan perekonomian yang bergerak dalam sektor apapun dalam

penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan

dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan

(17)

tujuan penting dalam berusaha. Menurut Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh

uang atau hasil material lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama

jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi.

Mankiw (2007) mengatakan bahwa apabila seluruh perusahaan dalam

perekonomian adalah kompetitif dan memaksimalkan laba, maka setiap faktor

produksi dibayar berdasarkan kontribusi marjinalnya pada proses produksi. Upah riil

yang dibayar kepada setiap pekerja sama dengan produk marjinal tenaga kerja

(marginal product of labor, MPL) dan harga sewa riil yang dibayar kepada setiap

pemilik modal sama dengan produk marjinal modal (marginal product of capital,

MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x L.

Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi

adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan. Laba ekonomis

riil adalah:

Laba Ekonomis = Y – (MPL x L ) (MPK x K) ………..(2.3.1)

Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan

di atas menjadi:

Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ………...(2.3.2)

Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian

kepada modal, dan laba ekonomis.

Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki

sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan

(18)

ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw,

2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan,

maka:

F (K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ………...(2.3.3)

Jika setiap faktor produksi dibayar pada produk marjinalnya, maka jumlah

pembayaran faktor ini sama dengan output total. Dengan kata lain skala hasil konstan,

maksimasi laba, dan persaingan sama-sama mengimplikasikan bahwa laba ekonomis

adalah nol. Namun demikian dalam dunia nyata, sebagian perusahaan memiliki

modal sendiri, dan bukan menyewa modal yang mereka gunakan. Karena pemilik

perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba ekonomis dan pengembalian modal

(return to capital) seringkali disatukan. Jika dapat kita sebut sebagai laba akuntansi

maka dapat dibuat persamaan:

Laba akuntansi = laba ekonomis + (MPK x K) ………...(2.3.4)

Jika asumsi ini mendekati dunia nyata maka laba dalam pos pendapatan ini

seharusnya menjadi pengembalian modal.

Pendapatan total rumah tangga petani adalah penjumlahan antara pendapatan

dari usaha tani, pendapatan non usaha tani, pendapatan dari bekerja di rumah tangga,

pendapatan bukan hasil bekerja serta pendapatan yang diperoleh dengan meminjam

(kredit). Pendapatan yang siap dibelanjakan adalah pendapatan total dikurangi pajak.

Pendapatan yang siap dibelanjakan akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan

(19)

2.7. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Pengertian alih fungsi tanaman secara umum berarti adanya perubahan,

pengubahan, penukaran penggunaan lahan, Wahyunto, dkk (2001) mengatakan

perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari.

Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk

memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dan kedua

berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para

ahli berpendapat bahwa perubahan-perubahan lahan lebih disebabkan oleh adanya

kebutuhan dan keinginan manusia.

Lahan merupakan suatu daerah yang ada di permukaan bumi yang memiliki

sifat-sifat tertentu seperti geologi, atmosfer, hidrologi, vegetasi dan penggunaan

lahan. Lahan merupakan kenampakan geografi yang perlu dikaji dan salah satu

kegiatan pengkajiannya adalah dengan cara mengadakan observasi terhadap

pemanfaatannya serta pengaruhnya bagi kehidupan manusia.

Faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan dapat juga

disebabkan oleh pengaruh politik, ekonomi, demografi dan budaya. Selanjutnya

pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor

penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan

akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya

perubahan penggunaan lahan. Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi

(20)

transformasi struktural yang terjadi di wilayah tersebut, baik yang berkaitan dengan

transformasi ekonomi, ketenagakerjaan, demografi, sosial dan budaya masyarakat.

Keanekaragaman dalam kegiatan perekonomian di daerah merupakan sumber

kekuatan dalam menghadapi fluktuasi ekonomi. Kalau ekonomi daerah tergantung

kepada satu komoditi saja, penduduknya akan menderita lebih banyak kalau

permintaan akan penghasilan itu hilang. Sebaliknya daerah yang sumber

penghasilannya luas dapat dianggap sehat dan lebih kuat ekonominya.

Jika dilihat dalam skala yang lebih kecil yaitu rumah tangga, dapat dikatakan

bahwa apabila rumah tangga yang tidak mengandalkan pendapatan dari satu sumber

saja, maka kondisi ekonominya akan lebih sehat dan kuat dalam menghadapi

fluktuasi ekonomi.

Perubahan kegiatan pemanfaatan lahan yang terjadi pada populasi penelitian

yaitu dari lahan tanaman padi ke perkebunan kelapa sawit merupakan suatu aktivitas

masyarakat petani dalam rangka peningkatan taraf hidup. Sejalan dengan semakin

berkembangnya aktivitas yang dilakukan, maka akan memberikan pengaruh yang

semakin kompleks terhadap kondisi ekonomi masyarakat di daerah tersebut.

Dari segi ekonomi lahan adalah merupakan suatu faktor produksi penting

yang diberikan oleh alam. Sebagai faktor produksi, maka lahan tersebut sangat

memegang peranan penting dalam kegiatan usaha tani. Selanjutnya manusia dalam

usaha dan upaya mempertahankan kehidupannya ini tidak lagi semata tergantung

pada alam melainkan dengan segala kemampuan manusia sendiri yang semakin

(21)

semaksimal mungkin untuk kesejahteraan hidupnya. Aktivitas manusia untuk

mempertahankan hidupnya beraneka ragam sesuai dengan kemampuan dan potensi

tata geografisnya.

Dijelaskan pula bahwa lahan sebagai sumber alam yang penting dalam

pemanfaatannya harus memperhatikan unsur pengawetan, kesesuaian, kemampuan

serta bentuk penggunaannya, agar tidak mengakibatkan kerusakan dan kerugian bagi

mausia itu sendiri.

Pola pemanfaatan lahan pada hakikatnya adalah hasil perpaduan antara faktor

sejarah, faktor fisik, faktor sosial budaya dan ekonomi. Pola pemanfaatan lahan

di suatu wilayah mencerminkan pada orientasi kehidupan masyarakat di wilayah

tersebut, seperti tingkat kehidupan sosial dan ekonomi, budaya dan teknologi. Jumlah

penduduk dan perubahan, penyebaran dan bidang nafkah adalah sesuatu yang

merupakan faktor penentu di dalam pola maupun orientasi pemanfaatan lahan.

Sifat perubahan pemanfaatan lahan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu

bersifat musiman dan permanen. Perubahan pemanfaatan lahan musiman biasanya

terjadi pada lahan pertanian tanaman pangan yang juga disebut rotasi tanaman.

Sebagai contoh lahan sawah pada musim penghujan digunakan untuk tanaman padi

sawah dan pada musim kemarau untuk tanaman palawija. Perubahan pemanfaatan

lahan musiman ini tidak hanya karena faktor musim saja, tetapi kehendak manusia

juga akan menentukan perubahan pemanfaatan lahan. Sedangkan perubahan

pemanfaatan lahan yang bersifat permanen yaitu perubahan pemanfaatan lahan dalam

(22)

disebabkan karena faktor perubahan alam, atau karena faktor kehendak manusianya

sendiri. Seperti pemanfaatan daerah pesisir pantai sebagai hutan bakau, hal ini

merupakan faktor perubahan alam yang didukung kehendak manusia dengan tujuan

sebagai pengaman daerah pantai dari intrusi air laut dan abrasi pantai.

I’adjarajani (2001) menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian

diakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani tersebut, yang

diidentifikasikan dari adanya:

a. Perubahan jenis mata pencaharian pokok di bidang pertanian.

b. Penurunan konsumsi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga.

c. Penurunan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga.

d. Penurunan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal keluarga.

e. Penurunan kemampuan pengembangan pendidikan keluarga.

f. Penurunan kemampuan mobilitas.

Alih fungsi lahan mengakibatkan sebagian besar rumah tangga petani

mengalami perubahan kondisi ekonomi rumah tangga. Alih fungsi lahan pertanian

sebagai akibat dari kondisi ekonomi rumah tangga petani, dapat diidentifikasikan dari

adanya:

a. Penurunan pendapatan per bulan.

b. Penurunan kemampuan investasi.

c. Penurunan kemampuan modal usaha.

d. Penurunan kemampuan menabung.

(23)

f. Penurunan akses ke lembaga keuangan.

Dengan menurunnya kemampuan pendapatan petani maka petani pada

umumnya melakukan alih fungsi lahan untuk meningkatkan kemampuan pendapatan

keluarga.

Pemanfaatan waktu yang ada memungkinkan petani untuk memperoleh

pendapatan di luar usaha tani yang ditekuninya dan menambah penghasilan

pendapatan petani, sehingga keinginan petani untuk menabung semakin tinggi.

Biasanya pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan untuk menabung,

karena semakin baik tingkat pendapatan rumah tangga petani, maka semakin besar

pengeluaran untuk konsumsi non pangan dibandingkan pengeluaran konsumsi

pangan.

Menurut Adi (2002), alasan petani lebih memilih sub sektor perkebunan

adalah karena komoditi-komoditi perkebunan dapat diekspor dan memiliki nilai

komersial yang besar. Hal ini mempengaruhi minat petani untuk bertanam padi

sawah, dengan kondisi pendapatan yang lebih jauh.

2.8. Konsep Tanaman Kelapa Sawit

Sejarah kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari

Mauritius dan Amsterdam yang kemudian ditanam di kebun Raya Bogor. Perintis

budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh Adrien Hallet

(24)

budidaya perkebunan kelapa sawit ini hingga mulai berkembang di Indonesia.

Di Sumatera perkebunan kelapa sawit ini mulai berkembang berlokasi di bagian

Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh hingga luas areal perkebunan mencapai

5.123 Ha. Tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis (daerah

khatulistiwa).

Tanaman kelapa sawit mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan

tanaman lainnya (penghasil minyak nabati). Keunggulan tersebut dapat dilihat dari

segi produktivitas minyak kelapa sawit tersebut sehingga harga produksi menjadi

lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (hingga 25 tahun) juga

akan mempengaruhi ringannya biaya produksi yang akan dikeluarkan petani. Dari

segi hama dan penyakit tanaman kelapa sawit termasuk tanaman yang tahan terhadap

hama dan penyakit jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Selain itu jika dilihat

dari kebutuhan konsumsi orang terhadap minyak kelapa sawit hingga mencapai rata-

rata 25 kg/tahun.

Sampai saat ini tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sub sektor

penyumbang devisa non migas yang terbesar karena minyak sawit dan inti sawitnya

telah di ekspor ke luar negeri sehingga saat sekarang tanaman kelapa sawit

merupakan primadona bagi masyarakat Indonesia. Dengan begitu baiknya prospek

kelapa sawit tersebut telah mendorong pemerintah untuk memacu pengembangan

(25)

2.9. Penelitian Sebelumnya

Asni (2005) mengatakan bahwa peningkatan produksi tanaman padi dan

kelapa sawit petani dipengaruhi variabel luas lahan, tenaga kerja, modal kerja secara

signifikan, kemudian peningkatan pendapatan petani tanaman padi dan kelapa sawit

dipengaruhi variabel jumlah produksi, harga jual, tenaga kerja, dan modal kerja

secara signifikan dan alih fungsi lahan padi sawah menjadi kelapa sawit rakyat

di Kabupaten Labuhanbatu dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pendapatan petani

dan kesempatan menabung.

I’adjarajani (2001) menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian

mengakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani, namun hanya dialami

oleh sebagian kecil rumah tangga petani di Kecamatan Lembang.

Purba (2009) dalam penelitian yang berjudul analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa

sawit di Kabupaten Simalungun yang menunjukkan bahwa 63,9% alih fungsi lahan

dapat dijelaskan oleh variasi variabel harga teh, harga kelapa sawit dan jumlah tenaga

kerja, sedang 36,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam

model estimasi dan signifikan terhadap alih fungsi lahan tanaman perkebunan teh

menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Simalungun.

Sudaryanto (2001) dalam hasil studinya mengatakan bahwa dari total konversi

lahan pertanian secara nasional, sekitar 68,3% diantaranya adalah lahan sawah. Hasil

(26)

konversi lahan sawah di Jawa Timur seluas 38.000 Ha, sekitar 71% adalah sawah

beririgasi dan sisanya adalah sawah tadah hujan.

Suhendry dkk (2002) mengatakan dalam penelitiannya bahwa persaingan

penggunaan lahan di daerah beriklim basah semakin kuat. Sejumlah lahan karet telah

dikonversikan ke perkebunan kelapa sawit. Evaluasi baru-baru ini atas delapan

perusahaan perkebunan menunjukkan 14.031 Ha lahan karet telah dikonversi menjadi

perkebunan kelapa sawit sepanjang beberapa tahun belakangan ini. Jumlah konversi

yang sebenarnya jauh lebih besar karena tidak semua perusahaan tersebut

mengkonfirmasikan data tersebut. Konvesi ini akan terus berlanjut baik di Sumatera

Utara maupun Kalimantan karena beberapa perusahaan perkebunan merencanakan

mengkonversi lahan karet mereka dalam jumlah ribuan hektar pada masing-masing

perusahaan.

Wahid (2006) dalam penelitian yang berjudul faktor-faktor yang

mempengaruhi masyarakat mengkonversi lahan karet menjadi lahan kelapa sawit

di Kabupaten Asahan menyimpulkan bahwa faktor sosial (pendidikan, minat) dan

faktor ekonomi (pendapatan, kemampuan menabung) berpengaruh positif dan

signifikan, sesuai dengan hasil regresi bahwa nilai (R2) sebesar 0,8835 artinya X1, X2,

X3, X4 mampu menjelaskan variasi luas lahan karet rakyat yang dikonversi menjadi

tanaman kelapa sawit rakyat di Kabupaten Asahan yaitu sebesar 88,35% sedangkan

sisanya 11,65% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model

(27)

2.10. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel

bebas dan variabel terikat. Dengan demikian maka kerangka konseptual peneliti

dalam penelitian ini adalah alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa

sawit di Kabupaten Labuhanbatu (sebagai variabel terikat) yang dipengaruhi oleh

pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja (sebagai variabel

bebas).

Faktor pendapatan masuk dalam penelitian ini karena pendapatan merupakan

harapan setiap petani. Semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan dari tanaman

kelapa sawit maka akan mempengaruhi kondisi sosial petani tersebut dan akan

semakin banyak alih fungsi lahan dapat terjadi.

Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena secara teoritis modal

kerja mempengaruhi pendapatan petani yang merupakan sebab dilakukan alih fungsi

tanaman. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi peningkatan hasil

panen atau perluasan lahan pertanian sehingga akan meningkatkan pendapatan.

Faktor total produksi kelapa sawit dimasukkan ke dalam penelitian ini agar

dapat diketahui apakah sebagai pendorong bagi petani dalam melakukan alih fungsi

lahan.

Faktor jumlah tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis

jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi pendapatan petani. Dengan menggunakan

tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan akan memudahkan dalam pengolahan

(28)

Dalam kerangka konseptual di mana terdapat hubungan antara pendapatan,

modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja, terhadap alih fungsi lahan

tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu. Hal ini dapat

dilihat pada kerangka konseptual di bawah ini:

[image:28.595.117.517.275.508.2]

Gambar 2.3.Kerangka Konseptual

2.11. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan dari berbagai hasil

kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

Jumlah Tenaga Kerja Modal Kerja Pendapatan

Total Produksi

(29)

5. Pendapatan petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi Lahan

Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu,

Ceteris Paribus.

6. Modal Kerja petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi Lahan

Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu,

Ceteris Paribus.

7. Total Produksi petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi

Lahan Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu,

Ceteris Paribus.

8. Jumlah Tenaga Kerja petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih

Fungsi Lahan Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten

Gambar

Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa antara titik A dan C adalah
Gambar 2.2. Kurva Isoquant
Gambar 2.3. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah dengan menganalisis dan mengimplementasikan Ro-bust Watermarking menggunakan penggabungan metode DWT-DCT dan optimasi GA

Pasal 1 ayat 30: upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

Dengan membandingkan kedua spektrum inframerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil reaksi dari kedua pereaksi baik diazometana maupun pereaksi BF

Juga terdapat &#34;organisasi para militer mahasiswa yang kokoh dikendalikan oleh AAD -- yang berpola ROTC AS dan dipimpin oleh seorang kolonel AD (Djuhartono) yang baru saja pulang

Perkembangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum ketika

Prosedur pembiayaan TUS pada BNI Syariah membuat pihak BNI Syariah kesulitan dalam melayani permintaan nasabah yang semakin banyak untuk mendapatkan TUS serta

Kode Limbah D240 Sumber Industri/ Kegiatan IPAL Industri Kawasan. Sludge dari Instalasi Pengolahan Air Limbah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti maka disimpulkan secara umum bahwa: Guru menanamkan perilaku disiplin dengan cara menetapkan