• Tidak ada hasil yang ditemukan

Balok Laminasi Sebagai Bahan Struktural

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Balok Laminasi Sebagai Bahan Struktural"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BALOK LAMINASI SEBAGAI BAHAN STRUKTURAL

OLEH:

EVALINA HERAWATI, S.Hut, M.Si

NIP. 132 303 840

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah karya tulis yang berjudul “Balok Laminasi Sebagai Bahan Struktural”. Tulisan ini merupakan hasil studi pustaka penulis. Karya tulis ini menyajikan deskripsi mengenai balok laminasi secara umum yang meliputi penggunaan, bahan baku dan proses pembuatannya.

Penulis berharap tulisan ini dapat bermafaat bagi pembacanya, khususnya bagi yang memiliki minat dan ketertarikan pada produk-produk rekayasa kayu khususnya balok laminasi. Kritik dan saran penulis harapkan untuk menjadi bahan perbaikan di masa mendatang.

Medan, Agustus 2008

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

PENDAHULUAN ... 1

PENGGUNAAN ... 3

BAHAN BAKU ... 3

PROSES PEMBUATAN ... 4

KESIMPULAN ... 7

(4)

BALOK LAMINASI SEBAGAI BAHAN STRUKTURAL

Evalina Herawati, S.Hut, M.Si Staf Pengajar Departemen Kehutanan

Fakultas Pertanian - USU

PENDAHULUAN

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural untuk keperluan bahan

bangunan rumah atau bangunan lainnya telah lama dikenal. Disamping itu, kayu

juga banyak digunakan untuk keperluan-keperluan lain seperti dalam pembuatan

kuda-kuda, rangka jembatan hingga hanggar pesawat terbang. Untuk berbagai

keperluan struktural tersebut dibutuhkan dimensi kayu yang cukup besar dengan

bentang yang panjang.

Selain dimensi, kayu yang digunakan untuk keperluan struktural juga

memerlukan persyaratan tertentu menyangkut kekuatannya dalam menahan suatu

beban. Untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan bisa dilakukan

dengan teknik laminasi dimana produknya sebagai bahan struktural biasa dikenal

sebagai balok laminasi. Penyusunan setiap lapisan dengan benar dalam

pembuatan balok laminasi dapat meningkatkan kekuatan kayu yang digunakan.

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued-laminated timber) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang tertua. Balok laminasi terbuat

dari dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu

sama lain, berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al. 1999). Serrano (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina di atas satu

dengan yang lainnya dan merekatnya sehingga membentuk penampang balok

yang diinginkan.

Penggunaan balok laminasi sebagai bahan struktural memiliki

kelebihan-kelebihan dibandingkan balok kayu tanpa laminasi. Beberapa kelebihan-kelebihan balok

laminasi adalah dalam hal ukuran, bentuk arsitektural, penampang lintang,

(5)

& Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Selanjutnya CWC (2000) menyatakan bahwa laminasi adalah cara yang efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan

tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktural yang besar dalam

berbagai bentuk dan ukuran. Sementara itu Serrano (2003) menyatakan bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri yang lebih beragam,

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk.

Di samping kelebihan yang disebutkan di atas, balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan. Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian. Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya, dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian. Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi. Faktor yang harus dipertimbangkan di awal dalam

desain balok laminasi berukuran besar, lurus atau lengkung adalah penanganan

dan pengapalan (Moody et al. 1999).

Penggunaan balok laminasi di beberapa negara untuk berbagai keperluan

telah lama dikenal. Selain di Amerika Serikat, penggunaan balok laminasi di

Eropa, Amerika Utara dan Jepang juga sudah sangat beragam, dari balok

penyangga pada rangka rumah sampai elemen struktur pada bangunan non

perumahan (Lam & Prion 2003).

Penggunaan balok laminasi di Indonesia sendiri belum berkembang

seperti negara-negara lain, walaupun beberapa penelitian mengenai balok laminasi

telah lama dilakukan. Abdurachman dan Hadjib (2005) menyatakan bahwa hal ini

disebabkan pembuatan balok laminasi memerlukan biaya investasi yang tinggi

sehingga harga produknya menjadi mahal.

Berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan balok

(6)

PENGGUNAAN

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk rangka,

balok, kolom dan kuda-kuda (CWC 2000). Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa meskipun penggunaan utama balok laminasi adalah pada

sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin

digunakan pada sistem atap dan lantai rumah. Berbagai penggunaannya pada:

1. Bangunan-bangunan komersial dan rumah; sebagai balok persegi, balok

bubungan dan lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan

kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruksi.

2. Jembatan; untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking.

3. Penggunaan struktur lain; untuk tower transmisi listrik, tonggak listrik dan penggunaan lain untuk memenuhi persyaratan ukuran dan bentuk yang tidak

dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional.

BAHAN BAKU

Bahan baku pembuatan balok laminasi pada awalnya hanya berasal dari

kayu namun belakangan bahan-bahan lain seperti batang kelapa dan bambu juga

dicoba untuk pembuatan balok laminasi. Gabungan antara kayu dan batang

kelapa atau kayu dan bambu juga telah diteliti. Bahan baku lain yang sangat

penting dalam pembuatan balok laminasi adalah perekat. Balok laminasi yang

dibuat dalam skala industri umumnya menggunakan perekat jenis eksterior.

Balok laminasi dapat dibuat dari berbagai jenis kayu. Selain dari kayu

berukuran besar, balok laminasi juga dapat dibuat dari potongan-potongan sisa

penggergajian kayu atau dari kayu berdiameter kecil. Jenis-jenis kayu kurang

dikenal (lesser known species) juga telah diteliti untuk melihat kemungkinannya sebagai bahan baku pembuatan balok laminasi. Penelitian pembuatan balok

laminasi juga dilakukan dengan menggabungkan antara satu jenis kayu dengan

(7)

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air < 16%) maupun

kondisi basah (kadar air ≥ 16%) (APA 2003). Vick (1999) menyatakan bahwa

perekat yang dapat digunakan untuk keperluan struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF), resorcinol formaldehyde (RF), Phenol resorcinol formaldehyde (PRF), isocyanate dan melamin formaldehyde (MF). PRF adalah perekat yang paling umum digunakan dalam pembuatan balok laminasi, namun

perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan memenuhi persyaratan baik

kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al. 1999).

PROSES PEMBUATAN

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al. (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan. Balok laminasi

yang dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu

dan ikatan perekat dalam kinerja struktural.

Proses pembuatan balok laminasi terdiri atas: pembuatan lamina,

pengeringan dan pemilahan, penyambungan ujung lamina, perekatan permukaan,

dan penyelesaian akhir (finishing) dan pabrikasi. Jika balok laminasi akan digunakan pada kondisi lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi

perlakuan pengawetan. Tahap akhir yang penting dalam menjamin mutu balok

laminasi adalah perlindungan selama pemindahan dan penyimpanan (Moody dan

Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Pembuatan Lamina. Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai.

Sebagai contoh, ukuran standar tebal lamina adalah 3,8 cm dan 1,9 cm dengan

ukuran lebar yang lebih bervariasi (CWC 2000).

(8)

strukturalnya. Biasanya dilakukan dengan pengeringan di dalam dry kiln (Moody et al. 1999).

Pada umumnya, kadar air maksimum lamina adalah 16% dengan perbedaan

tiap lamina maksimum 5% berdasarkan standar American National Standards Institute (ANSI). Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12% atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran

7–15%. Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang

dilakukan, pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara

berkisar antara 8–18% (Sinaga dan Hadjib 1989; Shedlauskas et al. 1996; Yanti 1998; Ginoga 1998; Darmayanti 1998; Rostina 2001; Malik dan Santoso 2005;

Abdurachman dan Hadjib 2005).

Pemilahan standar yang dipublikasikan oleh asosiasi pemilahan kayu

regional menjelaskan karakteristik alami dan cacat-cacat permesinan yang

diperbolehkan dalam berbagai mutu kayu. Standar pembuatan untuk balok

laminasi menjelaskan kombinasi mutu kayu yang penting untuk nilai desain

spesifik. Dua tipe pemilahan kayu yang digunakan untuk lamina yaitu pemilahan

visual dan penilaian-E (E-rating) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Pada proses produksi skala laboratorium pemilahan lamina dilakukan

dengan menggunakan mesin pemilah kayu (MPK) Panter seperti pada penelitian

yang dilakukan oleh Perangin-angin (2000), Rostina (2001) dan Abdurachman

dan Hadjib (2005). Begitu juga dengan penelitian Moody et al. (1993) dan Janowiak et al. (1995) menggunakan pemilahan masinal untuk menentukan kekakuan lamina yang akan dipakai dalam menyusun komposisi balok yang

dibuat. Cara ini dapat meningkatkan kekuatan balok laminasi yang dihasilkan.

Lam dan Prion (2003) menyatakan bahwa secara khusus lamina dengan kekakuan

yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik digunakan pada laminasi bagian

luar dalam penyusunan elemen balok untuk memaksimalkan efisiensinya.

Sementara itu, dari hasil penelitiannya Hernandez dan Moody (1996)

menyatakan bahwa jenis, kelompok jenis dan negara asal kayu memiliki pengaruh

(9)

bagian luar sebagai indikator sifat-sifat kekuatan lentur merupakan cara yang

efektif untuk mengelompokkan balok laminasi.

Penyambungan Ujung Lamina. Untuk membuat balok laminasi dengan panjang melebihi kayu gergajian yang umumnya tersedia harus dilakukan dengan

menyambung ujung lamina sampai panjang yang ditentukan. Sambungan ujung

yang umum adalah finger joint dengan panjang kira-kira 28 mm (1,1 in). Bentuk-bentuk lain dapat digunakan asalkan memenuhi persyaratan kekuatan spesifik dan

daya tahan (Moody et al. 1999).

Sebelum pembuatan, ujung lamina diperiksa untuk memastikan bahwa tidak

ada mata kayu atau hal-hal lain yang akan dapat mengurangi kekuatan

sambungan. Sambungan kemudian dibuat pada kedua ujung lamina dengan

menggunakan pisau khusus dan selanjutnya diberi perekat. Sambungan pada

potongan lamina yang berdekatan dipasangkan dan perekat dimatangkan dengan

pemberian tekanan pada kedua ujung lamina. Sebagian besar menggunakan

sistem pematangan frekuensi radio kontinyu (continuous radio-frequency curing

system) yang menghasilkan panas dengan cepat dan mengeraskan perekat dalam beberapa detik (Moody et al. 1999).

Perekatan Permukaan. Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan

balok laminasi. Untuk memperoleh permukaan yang bersih, sejajar dan dapat

direkat, lamina harus diketam pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses

perekatan. Hal ini menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan

yang diberikan akan merata. Perekat kemudian dilaburkan dengan menggunakan

glue extruder (Moody et al. 1999).

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan. Setelah

perekat mencapai masa tunggu (open assembly time) yang tepat selanjutnya diberikan tekanan. Metode yang paling umum dalam pemberikan tekanan adalah

dengan pengempaan (clamping beds). Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik. Dengan proses ini, perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama

6-24 jam. Beberapa sistem pengempaan automatis yang baru termasuk tekanan

(10)

beberapa menit. Setelah proses perekatan permukaan selesai, perekat diharapkan

mencapai 90% atau lebih kekuatan ikatannya. Selama beberapa hari berikutnya,

pematangan berlanjut tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10

kg/cm2 dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam. Dari hasil

penelitian Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 0,6 MPa selama 6 jam

menghasilkan kekuatan lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi. Besarnya

tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis

kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.

Penyelesaian Akhir (Finishing) dan Pabrikasi. Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan, permukaan lebar diketam untuk

menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina. Sehingga, balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih

kecil daripada ukuran nominal laminanya. Dua permukaan lainnya dapat diketam

atau diamplas menggunakan peralatan yang mudah dibawa (portable)(Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Tahap selanjutnya dalam proses pembuatan adalah pabrikasi, dimana

dilakukan pemotongan akhir, pelubangan, penambahan sambungan dan pemberian

penutup jika dipersyaratkan. Penutup ujung, penutup permukaan, cat dasar dan

pembungkusan dengan kertas tahan air atau plastik membantu untuk menstabilkan

kadar air balok laminasi antara waktu pembuatan dan pemasangannya. Tingkat

kepentingan perlindungan bergantung pada penggunaan akhir yang ditetapkan

(Moody et al. 1999).

KESIMPULAN

Ketersediaan sumberdaya kayu yang semakin terbatas mengharuskan

penggunaan kayu yang lebih efisien. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka

(11)

besar untuk menggantikan balok kayu utuh yang semakin sulit didapatkan.

Meskipun masih memiliki beberapa kelemahan untuk pengembangannya namun

mengingat semakin terbatasnya kayu-kayu yang berdiameter besar maka

kelebihan-kelebihan dari penggunaan balok laminasi ini diharapkan dapat

menutupi kelemahannya.

DAFTAR PUSTAKA

[APA] American Plywood Assosiation. 2003. Glulam product guide.

http://www.apawood.org/glu_level_b.cfm?content= prd_glu_main [15 Jul

2006].

Abdurachman, Hadjib N. 2005. Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua jenis kayu kurang dikenal. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23: 87-100.

Anshari B. 2006. Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu laminasi dari kayu meranti dan keruing. Dimensi Teknik Sipil 8: 25-33. http://puslit.petra..ac.id/~puslit/journals/article.php?PublishedlD=CIV0608010 5-7k[16 Mar 2006].

[CWC] Canadian Wood Council. 2000. Wood Reference Handbook: A guide to the architectural use of wood in building construction. Ed ke-4. Ottawa: Canadian Wood Council.

Darmayanti K. 1998. Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera) dan meranti merah (Shorea spp.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Ginoga B. 1998. Mutu dolok, berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu mangium (Acacia mangium Willd.) dan kayu sungkai (Peronema canescens Jack.). Buletin Penelitian Hasil Hutan 16:79-82.

Hernandez R, Moody RC. 1996. Analysis of Glulam Timber Beams with Mechanically Graded (E-rated) Outer Laminations. Proceedings of the International Wood Engineering Conference. Vol.1:144-150. New Orleans, L.A.

(12)

Lam F, Prion HGL. 2003. Engineered Wood Products for Structural Purposes. Di dalam: Thelandersson S, Larsen HJ, editor. Timber Engineering. New York: Jhon Wiley & Sons, Ltd. hlm 81-102.

Malik J, Santoso A. 2005. Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis kayu limbah pembalakan hutan tanaman. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23: 385-397.

Moody RC, Hernandez R, Davalos JF, Sonti SS. 1993. Yellow Poplar Glulam Timber Beam Performance. Res. Pap. FPL-RP-520. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory. 28 p.

Moody RC, Hernandez R. 1997. Engineered Wood Products, A Guide for Specifiers, Designers and Users. (S. Smulski, ed.). Wisconsin: PFS Research Foundation. hlm 1.1 – 1.39

Moody RC, Hernandez R, Liu JY. 1999. Glued structural members. Di dalam: Wood Handbook, Wood as an Engineering Material. Madison, WI: USDA, Forest Product Service, Forest Products Laboratory. hlm. 19.1 – 19.14.

Perangin-angin B. 2000. Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis (Desr.) A. Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb.) R. Br.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Rostina T. 2001. Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa (Cocos nucifera Linn.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Serrano E. 2003. Mechanical Performance and Modelling of Glulam. Di dalam: Thelandersson S, Larsen HJ, editor. Timber Engineering. West Sussex: Jhon Wiley & Sons, Ltd. hlm 67-79.

Shedlauskas JP et al. 1996. Efficient use of red oak for glued-laminated beams. American Society of Agricultural Engineers 39: 203-209.

Sinaga M, Hadjib N. 1989. Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus dan eucalytus. Duta Rimba 15:113-114.

Vick CB. 1999. Adhesive bonding of wood material. Di dalam: Wood Handbook, Wood as an Engineering Material. Madison, WI: USDA, Forest Product Service, Forest Products Laboratory. hlm. 9.1 – 9.24.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari analisis menunjukkan bahwa variabel audit delay dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap pergantian KAP secara voluntary ,

RANGKUMAN.. negatif, dan keping warna putih menunjukkan bilangan positif. Bilangan 1 dapat direpresentasikan dengan satu keping berwarna putih, dan bilangan − 1

Aniza (2013) yang telah mengembangkan formulasi rincian biaya kualitas yang berhubungan dengan total biaya manufaktur dimana biaya yang terlibat didalamnyaadalah

Sirosis hati adalah fase lanjut dari penyakit hati kronik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatis yang berlangsung secara  progresif, yang ditandai dengan

Penekanan yang kuat pada nilai sosial menjelaskan bahwa interaksi dengan hewan peliharaan juga membuat pemilik memiliki nilai sosial yang tinggi, karena mereka

Berdasarkan hasil konstruksi realitas berita serangan ISIS di Paris pada surat kabar harian Waspada, SIB dan Analisa dijeaskan bahwa konstruksi berita serangan

Melalui percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami pengaruh keberadaan suatu zat terlarut dalam sifat fisis larutan, dan menggunakan penurunan titik didih