PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIJAMUR ANTARA
EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO
DAUN SIRIH MERAH (
Piper crocatum
Ruiz & Pav.)
TERHADAP Jamur
Candida albicans
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DELVIANA
NIM 121524016
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIJAMUR ANTARA
EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO
DAUN SIRIH MERAH (
Piper crocatum
Ruiz & Pav.)
TERHADAP Jamur
Candida albicans
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DELVIANA
NIM 121524016
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
PENGESAHAN SKRIPSI
PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIJAMUR ANTARA
EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO
DAUN SIRIH MERAH (
Piper crocatum
Ruiz & Pav.)
TERHADAP Jamur
Candida albicans
OLEH:
DELVIANA
NIM 121524016
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 11 Februari 2015 Disetujui oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji:
Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195301011983031004
Prof. Dr. Karsono, Apt. Pembimbing II, NIP 195409091982011001
Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt. Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 197812052010121004 NIP 195707231986012001
Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002
Medan, Maret 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan penulis. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Perbandingan Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Nano Simplisia Dengan Serbuk Simplisia Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Jamur Candida albicans.
Pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., dan Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt. yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah menyediakan fasilitas kepada
penulis untuk melakukan penelitian. Bapak Prof. Urip Harahap, Apt., Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku dosen
yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, motivasi beserta doa yang tulus dan tak pernah henti. Saudaraku tercinta Safrizal, Dewi Novita, Syahrul dan Zulfidiana dan seluruh keluarga besar yang selalu setia memberikan doa dan dukungan penuh kepada penulis. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2015 Penulis,
PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIJAMUR ANTARA EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP JAMUR Candida albicans
ABSTRAK
Latar Belakang: Candida albicans merupakan jamur yang sering menginfeksi manusia, yaitu penyakit kandidiasis. Tanaman Sirih merah merupakan salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai antiseptik, antioksidan, dan fungisida. Ekstrak etanol daun sirih merah memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans. Teknologi nano dalam dapat meningkatkan kelarutan senyawa aktif, mengurangi dosis pengobatan dan meningkatkan absorbsi obat herbal.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk dan serbuk nano daun sirih merah (Piper crocatum Ruitz & Pav.) terhadap jamur Candida albicans.
Metode: Daun sirih merah dicuci bersih, ditiriskan lalu dikeringkan pada suhu 40oC. Sebagian diserbukkan dengan blender dan sebagian lain dengan teknologi nano High Energy Ballmill. Pembuatan ekstrak etanol dilakukan dengan metode maserasi. Pengujian aktivitas antijamur dilakukan dengan metode difusi agar. Pencadang kertas yang mengandung ekstrak etanol daun sirih merah dengan konsentrasi 1; 2; 3; 4; 5; 6; 10; 20; 30; 40; 50; 100; 125; 150; dan 175 mg/ml diletakkan di atas permukaan media biakan jamur, diinkubasi pada suhu 25oC selama 48 jam. Setelah diinkubasi, diameter hambat pertumbuhan jamur diukur dengan menggunakan jangka sorong. Analisis statistika dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS dengan uji T dan dilanjutkan dengan anava dua arah pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol serbuk nano dan serbuk daun sirih merah memiliki aktivitas antijamur dengan konsentrasi hambat minimum yaitu masing-masing 2 mg/ml dan 5 mg/ml. Konsentrasi efektif pada ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah 125 mg/ml sedangkan konsentrasi efektif ekstrak etanol serbuk yaitu >175 mg/ml. Flukonazol sebagai kontrol positif menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dengan KHM 25 µg/ml.
Kesimpulan: Ekstrak serbuk nano daun sirih merah memiliki aktivitas antijamur lebih kuat dibandingkan ekstrak serbuk daun sirih merah.
THE COMPARISON OF ANTIFUNGAL ACTIVITY BETWEEN ETHANOL EXTRACT OF POWDER AND NANO POWDER OF
Piper crocatum Ruiz & Pav. LEAVES AGAINST
Candida albicans
ABSTRACT
Background: Candida albicans is the most of infected fungi on human, which is known as Candidiasis. The Red betel (Piper crocatum) is one of the medicinal plants used for antiseptic, antioxidant, and antifungal. Ethanol extract of
P.crocatum leaves has a antifungal activity against C.albicans. Nano technology can improve the solubility of the active compounds, reducing treatment dose and increasing herbal medicine absorption.
Objective: This study aimed to compare the antifungal activity of the ethanol extracts obtained from powder and nano powder of P. crocatum against Candida albicans.
Methods: P. crocatum leaves were washed, drained and dried at 40oC. A part of the dried plant material were reduced to powder with electrical grinder and the other part with nano technology High Energy Ballmill. The ethanol extract of plant was made by maceration. Antifungal activity test was performed by agar diffusion. Paper disks contained the ethanol extract with certain concentrations of 1; 2; 3; 4; 5; 6; 10; 20; 30; 40; 50; 100; 125; dan 175 mg/ml was placed on the surface of the fungi culture medium, and then incubated at 25°C for 48 hours. After incubation, the diameter of inhibition was measured using calipers. Statistical analysis was performed using SPSS software with T test followed by two-way anova at 95% confidence level.
Results: The results showed that the ethanol extract of nano powder and powder of P. crocatum leaves to have antifungal activity with minimum inhibitory concentration of 2 mg/ml and 5 mg/ml, respectively. The effective concentration of the ethanol extract of nano powder was 125 mg/ml while the effective concentration of powder extract was above 175 mg/ml . Fluconazol served as a positive control inhibited the growth of C.albicans with the MIC of 25 μg/ml. Conclusion: The ethanol extract of P. crocatum nano powder have a stronger antifungal activity than the extract of P.crocatum powder.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGHANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRCT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 3
1.4 Hipotesis ... 3
1.5 Tujuan Penelitian ... 4
1.6 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Jamur ... 5
2.1.1 Fase pertumbuhan jamur ... 5
2.1.2 Jamur Candida albicans ... 6
2.1.3 Patogenesis dan patologi kandidiasis ... 7
2.2 Tanaman Sirih Merah ... 8
2.2.1 Morfologi sirih merah ... 8
2.2.2 Kandungan kimia ... 8
2.2.3 Khasiat daun sirih merah ... 9
2.3 Ekstraksi ... 9
2.4 Flukonazol ... 11
2.5 Nanopartikel ... 11
2.6 Pengujian Aktivitas Antijamur ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 15
3.1 Alat dan Bahan ... 15
3.1.1 Alat-alat ... 15
3.1.2 Bahan ... ... 15
3.1.3 Jamur uji ... ... 16
3.2 Pengambilan dan Pengolahan Sampel ... 16
3.2.1 Pengambilan sampel ... 16
3.2.2 Identifikasi sampel ... 16
3.2.3 Pengolahan sampel ... 16
3.2.4 Pembuatan serbuk nano daun sirih merah ... 17
3.3 Pembuatan Ekstrak Etano Daun Sirih Merah Secara Maserasi ... 18
3.4 Pemeriksaan Organoleptis Daun Sirih Merah ... 18
3.4.1 Pemeriksaan organoleptis daun sirih merah ... 18
3.5 Pembuatan Media ... 19
3.7 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Serbuk Nano dan Serbuk Daun Sirih Merah ... 20
3.8 Pengujian Aktivitas Antijamur Fluonazol dan Etanol 35 % terhadap Jamur Candida albicans ... 21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 3 Gambar 4.1 Karakteristik simplisia daun sirih merah di bawah
mikroskop pemindai elektron ... 24 Gambar 4.2 Gambar koloni jamur Candida albicans ... 25 Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Karakteristik esktrak etanol daun sirih merah ... 24 Table 4.2 Diameter zona hambat ekstrak etanol serbuk nano daun
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 34 Lampiran 2 Tanaman sirih merah ... 35 Lampiran 3 Hasil penimbangan, rendemen, dan susut pengeringan .. 36 Lampiran 4 Bagan kerja pengolahan serbuk daun sirih merah... 37
Lampiran 5 Bagan kerja pengolahan ekstrak etanol serbuk nano dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah ... 38
Lampiran 6 Bagan pengujian aktivitas antijamur ... 39
Lampiran 7 Gambar hasil uji aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah terhadap jamur
Candida albicans ... 40
Lampiran 8 Gambar hasil uji aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk daun sirih merah terhadap jamur
Candida albicans ... 41
Lampiran 9 Gambar hasil uji aktivitas antijamur antijamur flukonazol dan etanol 70 % terhadap Candida albicans . 42
Lampiran 10 Hasil pengukuran diameter daerah hambat ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah ... 43
Lampiran 11 Hasil pengukuran diameter daerah hambat ekstrak etanol serbuk daun sirih merah ... 44
Lampiran 12 Normalitas dariserbuk nano daun sirih merah dan serbuk daun sirih merah ... 45
Lampiran 13 Analisa stastistik dengan menggunakan analisa variansi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Jamur Candida albicans adalah mikroorganisme yang mudah tumbuh di kulit, mulut, saluran cerna dan vagina. Jamur ini merupakan penyebab tersering infeksi jamur pada manusia (Kumar, dkk., 2010). Kandiasis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida. Ada beberapa macam kandidiasis antara lain kandidiasis kulit, kandidiasis kuku, kandidiasis vagina dan kandidiasis paru. Terapi yang digunakan untuk penyakit kandidiasis biasanya ditangani dengan menggunakan obat antifungi contohnya flukonazol yang memiliki efek samping yang cukup aman dibandingkan dengan obat yang lainnya (Jawetz, dkk., 2013). Namun dikarenakan flukonazol memiliki toksisitas yang kecil dan harganyapun jauh lebih mahal. Oleh karena itu diperlukan obat alternatif yang lebih aman,berkhasiat dan murah (Santoso, dkk., 2010).
adalah flavonoid, alkaloid, tannin, triterpenoid, saponin dan minyak atsiri. Senyawa kimia tersebut memiliki efek antijamur (Nisa, dkk., 2014; Sulistiyani dkk., 2007). Menurut penelitian Reveny (2011) bahwa tumbuhan sirih merah menunjukkan aktivitas antifungi terhadap jamur Candida albicans dan ekstrak etanol daun sirih merah memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans. Bahan nanopartikel banyak digunakan pada sistem penghantaran obat terbaru dalam berbagai bentuk sediaan. Sifat pembawa bahan nanopartikel mempunyai berbagai keuntungan seperti meningkatkan efek absorpsi, meningkatkan penetrasi zat aktif dan bersifat lepas terkendali. Teknologi nano dalam bidang farmasi mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan dengan herbal yang tidak dinanokan antara lain dapat meningkatkan kelarutan senyawa atau zat aktif, mengurangi dosis pengobatan dan meningkatkan absorbsi obat herbal (Rismana, dkk., 2014).
Aktivitas antijamur dari tumbuhan obat dapat di optimasi melalui teknologi nano partikel. Teknologi ini memungkinkan ukuran simplisia dibuat dalam 10 – 1000 nm. Dengan demikian, kelarutan zat aktif dalam bahan meningkat sehingga aktivitas farmakologi menjadi kuat (Mohanraj dan Chen, 2006).
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini:
Variabel bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a. apakah ekstrak etanol serbuk nano dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans? b. bagaimana perbandingan aktivitas antijamur antara ekstrak etanol serbuk
nano dan serbuk daun sirih merah terhadap jamur Candida albicans?
1.4 Hipotesis
Dari masalah yang dirumuskan diatas, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. ekstrak etanol serbuk nano dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans.
Ekstrak etanol daun sirih merah dengan berbagai konsentrasi
Diameter daya hambat
b. aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah lebih tinggi daripada ekstrak etanol serbuk daun sirih merah terhadap jamur
Candida albicans.
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. mengetahui aktivitas antijamur dari ekstrak etanol serbuk nano dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah terhadap jamur Candida albicans.
b. mengetahui perbandingan aktivitas antijamur antara ekstrak etanol serbuk nano dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah terhadap jamur Candida albicans.
1.6 Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Jamur
Jamur adalah organisme eukariotik yang tumbuh dengan cara membentuk tunas (khamir) atau filament yang di sebut hifa (kapang) (Kumar, dkk., 2010). Pertumbuhan dalam bentuk kapang terjadi melalui terbentuknya koloni – koloni yang terdiri atas tubulus – tubulus silinder yang bercabang disebut hifa. Kapang biasa berdiameter 2 µm hingga 10 µm. Massa hifa yang saling bertautan dan bertambah disebut miselium (Jawetz, dkk., 2013).
Khamir terdiri dari sel – sel tunggal, biasanya berbentuk sferis dan ellipsoid. Khamir biasa berdiameter mulai 3 µm hingga 15 µm. Kebanyakkan khamir bereproduksi dengan pertunasan. Beberapa spesies menghasilkan tunas yang secara khas tidak dapat melepaskan diri dan memanjang, proses pertunasan yang berkelanjutan ini menghasilkan rantai sel khamir yang panjang dan disebut pseudohifa (Jawetz, dkk., 2013).
2.1.1 Fase pertumbuhan jamur
Jamur mengalami pertumbuhan yang dapat dibagi dalam 4 fase menurut (Pratiwi, 2008) yaitu:
a. Fase lag
Pada saat dipindahkan ke media yang baru, jamur tidak langsung tumbuh dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk pertumbuhan. Jamur biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk menyeimbangkan pertumbuhan.
Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang teratur. Jumlah koloni jamur akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas metabolisme sel.
c. Fase stasioner
Pada fase ini jamur berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel mati.
d. Fase kematian
Pada fase ini, jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksis.
2.1.2 Jamur Candida albicans
Pada sediaan jaringan, Candida albicans berbentuk khamir, dan pseudohifa. Pseudohifa adalah sel – sel tunas yang tidak dapat melepasan diri sehingga mebentuk rantai – rantai pendek. Semua bentuk dapat berada di satu jaringan. (Kumar, dkk., 2010: Pratiwi, 2008). Candida albicans merupakan flora normal yang membentuk koloni di kulit, membran mukosa, dan saluran gastrointensinal (Jawetz, dkk., 2013).
Menurut Ali (2008) taksonomi dari jamur Candida albicans adalah sebagai berikut:
Spesies : Candida albicans
2.1.3 Patogenesis dan patologi kandidiasis
Kandidiasis superfisial (kutaneus atau mukosal) di diagnosis melalui adanya peningkatan jumlah populasi Candida dan kerusakan kulit atau epitel akibat infeksi jamur. Kandidiasis sistemik terjadi ketika Candida memasuki aliran darah dan sistem pertahanan pejamu. Candida dapat menyerang ginjal melalui sirkulasi darah, melekat ke katup jantung prostetik, atau menghasilkan infeksi kandidiasis hampir seperti arthritis, dan meningitis (Jawet, dkk., 2013).
Candida dapat tumbuh sebagai organisme komersal atau patogen. Jamur
Candida albicans mengembangkan mekanisme – mekanisme untuk cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan pejamu baik akibat terapi antibiotik, respon imun, atau perubahan fisiologi pejamu. Candida dapat mengubah fenotipe
secara reversibel dan acak. Perubahan fenotipe melibatkan regulasi terpadu gen – gen spesifik sehingga mikroorganisme ini mampu beradaptasi dengan
lingkungan (Kumar, dkk., 2013).
2.1.4 Terapi yang digunakan untuk kandidiasis
Kandidiasis selaput lendir mulut dan bentuk kandidiasis mukokutan lain biasanya ditangani dengan nistatin topikal atau ketokonazol atau flukonazol oral. Sedangkan kandidiasis sistemik diterapi dengan amfoterisin B atau kombinasi amfoterisin B dengan flusitosin, flukonazol, atau caspofungin oral. Penyembuhan lesi kulit dipercepat dengan menghilangkan faktor pendukung seperti kelembapan berlebihan (Jawet, dkk., 2013).
2.2 Tanaman Sirih Merah
Tumbuhan sirih merah merambat atau menjalar, panjangnya dapat mencapai sekitar 5 – 10 m, batang bulat, hijau merah keunguan, beruas dengan panjang ruas 3-8 cm, pada setiap buku tumbuh satu daun. Daun tunggal, kaku, duduk daun berseling, bentuk daun menjantung, permukaan helaian daun mengkilat, panjang 6,1 – 14,6 cm, lebar daun 4 – 9,4 cm, warna dasar daun hijau pada kedua permukaannya, bagian atas hijau dengan garis – garis merah jambu kemerahan, permukaan bagian bawah hijau merah tua keunguan. Tangkai daun hijau merah keunguan, panjang 2,1 – 6,2 cm, pangkal tangkai daun pada helaian daun agak ketengah sekitar 0,7 – 1 cm dari tepi daun bagian bawah (Astuti, dan Munawaroh, 2011).
Menurut Juliantina, dan kawan -kawan (2010) dan Backer dan Den (1936), taksonomi dari sirih merah adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae Genus : Piper
Species : Piper crocatum Ruiz& Pav. 2.2.2 Kandungan kimia
kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, p-simen, sineole, karyofelen, kadimen, estragol, terpen dan fenil propeda (Utami dan Desty, 2013 ).
2.2.3 Khasiat sirih merah
Sirih merah berkhasiat untuk mengobati berbagai jenis penyakit, seperti diabetes melitus, hepatitis, batu ginjal, menurunkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, prostatitis, radang mata, keputihan, tukak lambung, kelelahan dan nyeri sendi. Senyawa utama dalam sirih merah, seperti flavonoid, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri. Selain itu, tumbuhan ini juga mengandung karvakol dan eugenol. Karvakol bersifat disinfektan dan antijamur sehingga dapat digunakan sebagai obat antiseptik dan keputihan. Sementara itu, kandungan eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit (Utami dan Desty, 2013).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi dan sokletasi (Ditjen POM, 1979), refluks, digesti, infus, dan dekok (Ditjen POM, 2000).
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan (Ditjen POM, 2000).
Keuntungan dari metode ini adalah dapat menarik bahan berkhasiat dari tanaman secara total. Kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan biaya yang mahal karena dibutuhkan sejumlah besar pelarut (Agoes, 2007).
c. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Ditjen POM, 2000).
d. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C (Ditjen POM, 2000).
f. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur pada suhu 96-98°C selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
g. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30°C) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
2.4 Flukonazol
Flukonazol merupakan obat antijamur golongan azol. Dimana mekanisme
kerja obat ini mengganggu sintesis ergosterol, melalui penghambatan enzim – enzim sitokrom P450. Dari beragam azol yang ada, flukonazol
mempunyai penetrasi yang paling baik terhadap sistem saraf pusat. Flukonazol juga dapat larut dalam air sehingga memungkinkan pemberian secara intravena (Jawet, dkk., 2013; Katzung, 2004).
2.5 Nanopartikel
Nanopartikel didefinisikan sebagai disepersi partikulat atau partikel-partikel padat dengan ukuran dalam rentang 10-1000 nm. Tujuan utama dalam merancang nanopartikel sebagai sistem pemberian adalah untuk mengontrol ukuran partikel, sifat-sifat permukaan dan pelepasan bahan aktif secara farmakologik untuk mencapai tempat tindakan spesifik obat pada laju (Gupta dan Kompella, 2006).
Nanoteknologi berkembang semakin pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri akan ukuran partikel yang semakin kecil. Pemanfaatan teknologi nano tidak luput juga dalam dunia pengobatan herbal. Obat herbal yang berkhasiat biasanya diproduksi dengan menggunakan teknologi modern dan salah satunya adalah teknologi nano. Banyak negara di dunia yang telah mengenal teknologi nano sejak 1990-an, seperti Amerika Serikat dan Jepang. Di Indonesia teknologi nano baru populer sejak beberapa tahun yang lalu. Pemanfaatannya masih terbatas dan belum maksimal. Meskipun tergolong baru berkembang di Indonesia, namun teknologi nano kini telah merambah berbagai bidang, termasuk bidang produksi makanan dan minuman kesehatan yang berbasis herbal (Yadav, dkk., 2011).
keunggulan antara lain dapat meningkatkan kelarutan senyawa atau zat aktif, mengurangi dosis pengobatan dan meningkatkan absorbsi obat herbal dibandingkan dengan herbal yang tidak dinanonisasi (Rismana, dkk., 2014).
2.6 Pengujian Aktivitas Antimikroba
Penentuan kepekaan mikroba terhadap antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:
a. Metode dilusi
Metode ini mengukur kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, dengan media cair dan padat. Mikroba ini diinokulasi ke dalam media cair dan padat lalu diinkubasi. Dimasukkan larutan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi menggunakan 2 cara yaitu dengan menggunakan tabung reaksi dan microdilution plate (Pratiwi, 2008).
b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan dan biasanya menggunakan cakram. Ada beberapa jenis cakram yaitu cakram kertas, dan cakram silinder. Cakram tersebut yang berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi mikroba uji pada permukaannnya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap mikroorganisme uji (Pratiwi, 2008). c. Metode turbidimetri
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimental untuk membandingkan aktivitas antijamur antara ekstrak etanol dari serbuk dan serbuk nano daun sirih merah terhadap jamur Candida albicans. Pengujian perbandingan aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk dan serbuk nano daun sirih merah dilakukan melalui beberapa tahap meliputi pengumpulan bahan, penyiapan simplisia dan pembuatan ekstrak etanol serbuk dan nano serbuk daun sirih merah, serta pengujian aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas saring, kertas perkamen, batang pengaduk, aluminium foil, blender (Neowa), oven (Memmert), inkubator (Fischer Scientific), jarum ose, cawan petri, jangka sorong, pinset, pencadang kertas (Merck), pipet mikro (Eppendrof), autoklaf (Webeco), neraca analitik (Vibra AJ), Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200 L), mikroskop (Olympus), lemari pendingin (Toshiba), mikroskop pemindai elektron (Tm 300 hitachi), spektrofotometer visibel (Dynamic), dan alat-alat gelas (pyrex).
3.1.2 Bahan
Agar (MHA) (merck), dektrosa(merck), Infus fluonazol (generik), etanol 70%, dan air suling.
3.1.3 Jamur uji
Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur Candida albicans yang di peroleh dari laboraturium Instituti Teknologi Bandung (ITB).
Sebelum digunakan, jamur direidentifikasi di bawah mikroskop dengan cara sebagai berikut: satu tetes kalium hidroksida (KOH) 10% diletakkan secara aseptik pada gelas objek lalu satu ose biakan koloni dihomogenkan atau disuspensikan, diratakan dan setelah itu dipanaskan dengan api yang kecil hingga keringkan. Morfologi diamati di bawah mikroskop (Siregar, 2005).
3.2 Pengambilan dan Pengolahan Sampel
3.2.1 Pengambilan sampel
Daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) diperoleh dari Desa Namoriam Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari daerah lain.
3.2.2 Identifikasi sampel
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium “Bogoriense” Bidang Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor.
3.2.3 Pengolahan sampel
dengan menggunakan blender. Sebagian bahan kering lainnya diserbukkan dengan teknologi nano dengan alat High Energy Ballmill (HEM).
3.2.4Pembuatan serbuk nano daun sirih merah
Pembuatan serbuk nano daun Sirih Merah dilakukan di Pusat Penelitian Fisika-LIPI PUSPITEK Serpong. Prosedur pembuatan nanopartikel daun Sirih Merah sebagai berikut:
a. Dimasukkan bola-bola yang akan digunakan sebagai media penghancur ke dalam jar/vial HEM.
b. Bola-bola dengan ukuran diameter lebih besar dimasukkan terlebih dahulu, kemudian bola-bola dengan ukuran diameter lebih kecil, terakhir sampel dimasukkan.
c. Volume total dari bola-bola dan sampel yang bisa dimasukkan dalam jar/vial tidak boleh melebihi 2/3 volume jar/vial.
d. Sampel yang bisa digiling adalah material logam, keramik dan mineral alam, dan ukuran pada hasil giling tergantung pada material yang dimiling. e. BPR (Ball to Power Ratio) yang biasa digunakan adalah 20:1, 10:1, dan
8:1, contoh BPR 20:1 dimana setiap 20 g berat bola yang digunakan maka 1 g sampel dapat digiling.
f. Di tutup jar/vial yang telah berisi bola dan sampel dengan rapat.
3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah Secara Maserasi
Sebanyak 100 g serbuk nano daun sirih merah dimaserasi dengan 750 ml etanol 70% dalam wadah tertutup rapat dan dibiarkan pada suhu kamar selama 5 hari sambil sesekali diaduk. Setelah 5 hari maserat dipisahkan dan ampas dimaserasi kembali dengan etanol 70%, filtrat dimasukkan dalam wadah dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, kemudian dienap tuangkan (Ditjen POM, 1979). Perlakuan ekstraksi yang sama juga dilakukan pada serbuk daun sirih merah.
3.4 Pemeriksaan Organoleptis Daun Sirih Merah
3.4.1 Pemeriksaan organoleptis daun sirih merah
Daun sirih merah di karakterisasi secara organoleptis dengan mengamati bentuk, warna, dan bau, serta rendemannya.
3.4.2 Pemeriksaan partikel serbuk nano dan serbuk daun sirih merah
Pemeriksaan karakteristik serbuk nano dan serbuk daun sirih merah menggunakan mikroskop pemindai elektron. Mikroskop ini terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elekromagnetik untuk menghasilkan gambar berukuran kecil dari 10 nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau kedalam tabung layar (Angraeni, 2008).
3.4.3Pemeriksaan organoleptis ekstrak etanol daun sirih merah
3.5.1 Media Mueller Hinton agar (MHA) + dektose 2%
MHA mengandung kaldu daging 2,0 gram, kasein hidrolisat 17,5 gram, amidon 1,5 gram, agar-agar 13,0 gram, Dektrose 2,0 %.
Cara Pembuatan:
Sebanyak 34 g sediaan MHA + dektrose 2% ke dalam 1 liter air suling, lalu dipanaskan sambil diaduk hingga media larut dan menjadi jernih. Kemudian media disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
3.5.2 Larutan NaCl 0,9%
Sebanyak 0,9 g NaCl kemudian dilarutkan dalam air suling dan dicukupkan hingga 100 ml dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Ditjen POM RI, 1979).
3.5.3 Pembuatan larutan flukonazol 25 µg
Dipipet larutan infus flukonazol sebanyak 1 mL (konsentrasi 2mg/mL), dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL dan dicukupkan dengan akuadest steril hingga garis tanda (konsentarsi 200 µg/mL) larutan ini digunakan sebagai LIB I.
kemudian diipipet lagi l,25 mL dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml (25 µg/mL) larutan inilah yang digunakan sebagai kontrol positif.
3.5.4 Pembuatan agar miring
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 10 ml media MHA + 2 % dektose cair, tabung diletakkan sedemikian rupa sehingga kemiringan permukaan media lebih kurang 45o, mulut tabung ditutup dengan kapas dan dibiarkan memadat pada suhu kamar.
3.6 Pembiakan Jamur
Biakan jamur Candida albicans dari strain utama diinokulasikan pada permukaan media MHA+ 2% dektrose miring, biakan jamur tersebut diinkubasikan pada suhu 25oC selama 48 jam.
3.6.2 Penyiapan inokulum
Koloni jamur Candida albicans dari stok kultur di pindahkan secara aseptik ke dalam 10 ml larutan NaCl 0,9%, kemudian di homogenkan. Turbiditas inokulum jamur diatur menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 580 nm hingga diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM RI, 1995).
3.7 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Serbuk Nano Dan Serbuk Daun Sirih Merah
Sebanyak 2 g ekstrak etanol dari serbuk nano daun sirih merah, dilarutkan dengan 5 ml etanol 70% dan diencerkan dengan air suling steril hingga 10 ml (konsentrasi 200 mg/ml). Larutan tersebut diencerkan kembali hingga diperoleh konsentrasi ektrak etanol nano 1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, 20, 30, 40, 50, 100, 125, 150, dan 175 mg/ml. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol serbuk daun sirih merah.
3.8 Pengujian Aktivitas Antijamur Flukonazol dan Etanol 35 % terhadap Jamur Candida albicans.
diinkubasi, diameter zona hambat disekitar pencadang diukur menggunakan jangka sorong.
3.9 Pengujian Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Nano Simplisia dan Serbuk Simplisia Daun Sirih Merah terhadap Jamur Candida albicans.
Pengujian aktivitas antijamur ekstrak etanol nano simplisia dan ekstrak etanol serbuk simplisia daun sirih merah dilakukan menggunakan metode difusi agar. Sebanyak 0,1 ml inokulum jamur Candida albicans dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan lalu ditambahkan 15 ml media (MHA + dekstrose 2%) cair. Campuran dihomogenkan dan dibiarkan memadat pada suhu kamar. Pencadang kertas yang mengandung ekstrak etanol nano simplisia dan ekstrak etanol serbuk simplisia daun sirih merah dengan berbagai konsentrasi, diletakkan dipermukaan media, lalu cawan ditutup, dan dibungkus. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 25°C selama 48 jam (Ditjen POM, 1995). Setelah diinkubasi, diameter zona hambat disekitar pencadang diukur menggunakan jangka sorong.
3.10 Analisis Statistika
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor, menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 34.
4.2 Identifikasi Organolepstis Daun Sirih Merah
4.2.1 Organoleptis daun sirih merah
Secara makroskopis daun sirih merah berwarna hijau kemerahan dengan bau khas sirih yang menyengat, rasa sangat pahit, bentuk bulat memanjang membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata dan keriput, panjang daun 12,3 cm dan lebar daun 7,2 cm. Rendemen simplisia daun sirih merah mencapai 20%.
4.2.2 Partikel serbuk nano dan serbuk daun sirih merah
A B
Gambar 4.1 Karakteristik simplisia daun sirih merah di bawah mikroskop pemindai elektron. A. serbuk nano ; B. serbuk.
4.2.3 Organoleptis ekstrak etanol daun sirih merah
Tabel 4.1 Karakteristik ekstrak etanol daun sirih merah
Sampel Konsistensi Warna Bau Rasa Rendemen Ekstrak
luas permukaan kontak zat aktif dengan pelarut, sehingga meningkatkan laju penarikan zat aktif (Aiache, dkk., 1993).
4.3 Reidentifikasi Jamur
Hasil reidentifikasi menunjukkan bahwa mikroorganisme uji (Gambar 4.2) memiliki pseudohifa, kelompok sel yang menguncup, dan klamidospora yang merupakan ciri khas dari Candida albicans (Volk dan Margaret, 1989).
Gambar 4.2 Gambar koloni jamur Candida albicans.
4.4 Uji Aktivitas Antijamur Flukonazol dan Etanol
4.5 Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah
Aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk nano dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah yang ditentukan berdasarkan diameter zona hambatnya terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Diameter zona hambat ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah terhadap jamur Candida albicans.
Konsentrasi (mg/ml)
Diameter Daerah Hambat (mm)* Ekstrak etanol serbuk nano
daun sirih merah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol serbuk daun sirih
merah menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dengan KHM 5 mg/ml, dengan diameter zona hambat 7,06 mm. Ekstrak etanol serbuk nano
merah adalah 125 mg/ml dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah > 175 mg/ml. Aktivitas antijamur ekstrak etanol daun sirih merah ini diduga karena kandungan senyawa kimia seperti triterpenoid, alkaloid, flavonoid, minyak atsiri dan tanin. Flavonoid menghambat pertumbuhan jamur dengan merusak membran sel jamur. Gugus hidroksil yang terdapat pada senyawa flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transport nutrisi yang akan mengakibatkan efek toksik terhadap jamur. Senyawa triterpenoid bersifat lipofilik dapat merusak komponen lipid pada membran sel sehingga fungsi membran sel jamur terganggu. Candida albicans tumbuh baik pada kisaran pH 4,5 – 6,5. Alkaloid memiliki sifat basa dengan pH > 7 sehingga mampu menekan pertumbuhan jamur Candida albicans. Tanin yang juga terkandung dalam daun sirih segar dapat menghambat kerja enzim-enzim termasuk enzim katalase. Salah satu dari enzim tersebut adalah enzim C-14 demethylase yang berfungsi untuk memacu pembentuk ergosterol. Ergosterol merupakan komponen utama membran plasma fungi dan khamir. Dengan terganggunya fungsi enzim ini maka fungi tidak dapat mensintesis ergosterol secara normal (Lutfiyanti, dkk., 2012; Reveny, 2011; Rahman dan Aditya, 2010; Wahyuni, dkk., 2010). Namun komponen kimia yang aktif dalam ekstrak etanol daun sirih merah sebagai antijamur belum diketahui, sehingga perlu diteliti lebih lanjut.
tersebut berarti semakin banyak zat aktif yang terkandung didalam ekstrak. Selain itu, semakin besar konsentrasi zat yang teradapat dalam cakram akan memperbesar kemampuan difusi zat tersebut pada media sehingga mempermudah penetrasi zat dalam menghambat pertumbuhan jamur (Rahman dan Aditya, 2010; Pelczar dan Chan, 1986).
Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah terhadap aktivitas antijamur.
Analisis statistika dengan menggunakan anava dan uji T menunjukkan nilai signifikan 0,00. Dimana nilai sig < 0,05, hal ini berarti terdapat perbedaan secara signifikan aktivitas antijamur antara ekstrak etanol dari serbuk nano dan serbuk daun sirih merah. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas antijamur ekstrak
etanol serbuk nano daun sirih merah lebih kuat dibandingkan
ekstrak etanol serbuk daun sirih merah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari data yang di peroleh dapat disimpulan sebagai berikut:
a. ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah memiliki aktivitas antijamur pada konsentrasi hambat minimum 2 mg/ml. Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah memiliki aktivitas antijamur pada konsentrasi hambat minimum 5 mg/ml.
b. aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah lebih kuat daripada ekstrak etanol serbuk daun sirih merah Pada konsentrasi 175 mg/ml, ekstrak etanol serbuk nano memberikan daya hambat terhadap jamur Candida albicans yaitu 16,50 mm sedangkan ekstrak etanol serbuk simplisia memberikan daya hambat terhadap terhadap jamur Candida albicans yaitu 10,21 mm.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Afrida, S. (2014). Perbandingan Jumlah Komponen Pada Ukuran Partikel yang Berbeda dari Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Yang Diuji Dengan GC-MS. Medan: Universitas Muslim Nusantara Al- Washliyah. Hal. 25 - 31
Agoes, G. (2007). Teknologi Bahan Alam. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 38 – 39. Aiache, J.M., Devissaguet, J., dan Guyot, HA.M. (1993). Farmasetika 2
Biofarmasi Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 153 - 167. Ali, A.S. (2008). Oral Immune Defense Agains Chronic Hyperplastic
Candidiasis. Finland: Universitas of Helsinki. Hal. 18.
Anggraeni, N.D. (2008). Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) dalam Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite Menjadi Hematite. Seminar Nasional ke-VII. Artikel. Hal. 52.
Astuti, I.P., dan Munawaroh, E. (2011). Karakteristik Morfologi Daun Sirih Merah: Piper crocatum Ruitz & Pav dan Piper porphyrophyllum N.E.Br. Koleksi Kebun Raya Bogor. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 7A: 83-85. Backer, C.A., dan Den, B.V.B.J.R. (1963). Flora of Java. Published Under The
Auspices of The Rijksherbarium. Leyden. Hal. 167.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 713, 748, 889-892.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi Ke IV. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 854, 896.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman. 1, 10-12.
Gupta, R. B., dan Kompella, U. B. (2006). Nanoparticle Technology For Drug Delivery. Vol. 159. New York: Taylor & Francis. Hal. 14.
Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. (2013). Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Edisi Kedua puluh lima. Alih Bahasa oleh Aryandhito Widhi Nugroho, Dian Rahmadhani, Nella Yesdelita, dan Windriya Kerta Nirmala. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 629 – 671.
Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal.117 – 120.
Kumar, V., Abbas, A.K., dan Fausto, N. (2010). Dasar Patologis Penyakit. Edisi Ketujuh. Alih Bahasa oleh Brahim. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 471- 490.
Kammona, O., dan Costas, K. (2012). Recent Advances in Nanocarrier-based
Mucosal Delivery of Biomolecules. Journal of Controlled Release. 161: 781 - 794.
Lutfiyanti,R., Widodo, F.M., dan Eko, N.D. (2012). Aktivitas Antijamur Senyawa Bioaktif Ekstrak Gelidium latifolium Terhadap Candida albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 1(1): 1-8.
Mohanraj, VJ., dan Chen, Y. (2006). Nanoparticles – A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 5(1): 561 – 573.
Nisa, G.K., Wahyunanto, A.N., dan Yusuf, H. (2014). Ekstraksi Daun Sirih Merah (Piper crocatum ) Dengan Metode Microwave Assisted Extraction (Mae).
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 2(1): 1 – 7.
Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 28, 150 - 164, 171
Pelczar, M.I., dan Chan, E.C.S. (1986). Penterjemah Rama, S.H. Dasar–dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal. 144
Rahman, N., dan Aditya, R. (2010). Uji Fungistatik Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Candida albicans. Bioscientiae. 7(2) : 17 - 24.
Reveny, J. (2011). Daya Antimikroba Ekstrak dan Fraksi Daun Sirih Merah (Piper beter Linn). Jurnal Ilmu Dasar. 12(1): 6 - 12.
Rismana, E., Kusumaningrum, S., Bunga, O., Niar., dan Marhammah. (2014). Pengujian Aktivitas Antiacne Nanopartikel Kitosan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana). Media Litbangkes. 24(1): 19-27.
Santoso, Widodo., dan Abdul. A. (2010). Pengaruh Ekstrak Ethanol Bawang Bombay (Allium cepa) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Isolat 076-Sv Secara In vitro. Jurnal Penelitian Mirobiologi. 1(1): Hal. 1-11. Siregar, R.S. (2005). Penyakit Jamur Kulit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Hal. 5.
Utami, P., dan Desty, E.P. (2013). The Miracle of Herbs. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hal. 15 - 16.
Wahyuni,S., Mukarlina., dan Ari, H.Y. (2010). Aktivitas Antifungi Ekstrak Metanol Daun Buas-Buas (Premna serratifolia) Terhadap Jamur Diplodia
sp. Pada Jeruk Siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Jurnal Protobiont.
3(2): 274 -279.
Volk, W.A., dan Margaret, F.W. (1989). Mikrobiologi Dasar. Edisi ke 5. Jakarta: Erlangga. Hal. 196 - 197.
LAMPIRAN
Lampiran 2. Tanaman sirih merah
A B Keterangan:
Lampiran 3. Rendemen, dan susut pengeringan. Berat keseluruhan simplisia segar = 750 g Berat keseluruhan simplisia kering = 150 g
Rendemen ekstrak etanol nano
Berat serbuk simplisia = 100 g Berat ekstrak = 14,54 g
Rendemen ekstrak etanol serbuk
Lampiran 4. Bagan kerja pengolahan serbuk daun sirih merah
Dicuci dari pengotor sampai bersih
Ditiriskan
Ditimbang berat basahnya
Dikeringkan pada suhu ± 40ᵒC Ditimbang berat keringnya
Dihaluskan dengan blender
Dimasukkan ke dalam wadah
Ditambahkan etanol 70% sebanyak 750 ml
Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk
Dienaptuangkan
Dicuci kembali dengan etanol 70%sebanyak 250ml
Diuapkan hingga kental Daun Sirih Merah
Daun Sirih Merah
Serbuk Simplisia Daun Sirih Merah
Ekstrak Etanol Serbuk Daun Sirih Merah
Maserat Ampas
Lampiran 5. Bagan kerja pengolahan ekstrak etanol serbuk nano dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah
Dimasukkan ke dalam wadah
Ditambahkan etanol 70% sebanyak 750 ml
Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk
Dienaptuangkan
Dicuci kembali dengan etanol 70% sebanyak 250 ml
Diuapkan hingga kental
Disimpan di dalam lemari pendingin Sampel
Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah
Maserat Ampas
Lampiran 6. Bagan pengujian aktivitas antijamur
Diambil 1 ose
Disuspensikan ke dalam 10 ml NaCl 0,9 % dihomogenkan
Diinkubasi pada suhu 25oC selama 2-3 jam
Diukur kekeruhan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25%
Dimasukkan 0,1 ml inokulum ke dalam cawan petri
Ditambahkan 15 ml MHA + 2% dekstrosa steril cair ke dalam cawan petri
Dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat
Ditanamkan pencadang kertas yang telah direndam ekstrak dengan berbagai konsentasi
Diinkubasi pada suhu 25 oC selama 48 jam
Diukur diameter daerah hambat di sekitar pencadang kertas
Stok kultur
Inokulum jamur
Media padat
Lampiran 7. Uji aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah terhadap jamur Candida albicans.
Keterangan:
Lampiran 8. Uji aktivitas antijamur ekstrak etanol serbuk daun sirih merah terhadap jamur Candida albicans
Keterangan:
A = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 175 mg/ml B = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 150 mg/ml C = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 125 mg/ml D = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 100 mg/ml E = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 50 mg/ml F = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 40 mg/ml G = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 30 mg/ml H = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 20 mg/ml I = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 10 mg/ml J = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 6 mg/ml K = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 5 mg/ml L = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 4 mg/ml M = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 3 mg/ml N = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 2 mg/ml O = Ekstrak etanol serbuk daun sirih merah 1 mg/ml
A
B
Lampiran 9. Gambar hasil uji aktivitas antijamur flukonazol dan etanol 35%
Candida albicans
Keterangan:
Lampiran 10. Hasil pengukuran diameter (mm) daerah hambatan ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah
Konsentrasi
(mg/ml) D1 D2 D3 D*
175 16,50 16,30 16,70 16,50
150 15,10 15,50 15,70 15,43
125 14,00 14,75 14,30 14,35
100 13,30 13,65 13,70 13,55
50 12,20 12,25 12,25 12,23
40 12,00 11,80 11,95 11,92
30 11,30 11,35 11,55 11,40
20 10,50 10,45 10,40 10,45
10 9,90 9,80 9,85 9,85
6 9,50 9,40 9,35 9,41
5 8,95 8,90 8,90 8,91
4 8,60 8,70 8,75 8,63
3 7,70 7,65 7,55 7,70
2 7,20 7,15 7,05 7,20
1 - - - -
Keterangan
* = Rata –rata
Lampiran 11. Hasil pengukuran diameter (mm) daerah hambatan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah
Konsentrasi
- = Tidak memiliki diameter daya hambat
Lampiran 12. Normalitas dari ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah dan ekstrak etanol serbuk daun sirih merah.
Normalitas ekstrak etanol serbuk daun sirih merah
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Daya_hambat .088 36 .200* .963 36 .267
Normalitas ekstrak etanol serbuk nano daun sirih merah
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Daya_hambat .126 36 .163 .927 36 .020
Source Intercept 7878.126 1 7878.126 555014.764 .000 Konentrasi 431.928 14 30.852 2173.524 .000 ukuran_partikel_simplisia 214.184 1 214.184 15089.272 .000 konentrasi *
ukuran_partikel_simplisia
61.606 14 4.400 310.009 .000
Error .852 60 .014
Total 8586.695 90
Corrected Total 708.569 89
R squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)