• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEM-PROBLEM BELAJAR SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROBLEM-PROBLEM BELAJAR SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Autisme (autism), atau gangguan autistik, adalah salah satu gangguan terparah

di masa kanak-kanak. Autisme bersifat kronis dan berlangsung sepanjang hidup. Kata Autisme berasal dari bahasa yunani, autos yang berarti “Self”. Cara berpikir autistik adalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai pusat dunia, percaya bahwa kejadian-kejadian eksternal mengacu pada diri sendiri. Gangguan autis memiliki ciri utama yaitu gangguan pada perkembangan kemampuan interaksi sosial, komunikasi, dan munculnya perilaku-perilaku berulang tak bertujuan (Suryaningrum & Yuniardi, 2009 : 3).

Dapat diketahui bahwa gangguan perkembangan autis merupakan gangguan yang berawal pada masa kanak-kanak dan berlangsung sepanjang hidup dengan ciri-ciri adanya gangguan dalam berkomunikasi, berinteraksi dengan lingkungan luarnya, serta adanya perilaku-perilaku berulang tak bertujuan. Tingkat perkembangan gangguan autisme ini terus-menerus meningkat. Sebagaimana diuraikan media elektronika Harian Kompas (2008, 8 Juni) perkembangan autisme yang terjadi sekarang ini semakin mengkhawatirkan. Mulai dari tahun 1990-an, terjadi boom autisme. Anak-anak yang mengalami gangguan autistik makin bertambah dari tahun

ke tahun.

Pernyataan tersebut diuraikan lagi pada edisi media elektronika selanjutnya

Harian Kompas (2009, 21 Desember) bahwa di Indonesia, tren peningkatan jumlah anak autis juga terlihat, meski tidak diketahui pasti berapa jumlahnya karena pemerintah Indonesia belum pernah melakukan survei. Sedangkan menurut data resmi yang dikeluarkan pemerintah AS dari Centre for Disease Control and Prevention Amerika Serikat menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita

(2)

2

Pada anak dengan penderita autis, gangguan perkembangan yang mereka alami sering menimbulkan berbagai macam masalah dan kesulitan dalam menjalani kehidupan. Seperti yang kita ketahui anak penderita autis mengalami gangguan dalam komunikasinya. Mereka kesulitan dalam menyampaikan apa yang mereka inginkan, sulit melakukan pemahaman, dan memusatkan perhatiannya. Selain itu masalah yang sering dialami oleh anak autis adalah tidak berperilaku sesuai dengan lingkungan atau situasi. Perilaku tidak sesuai yang dimaksud seperti tidak mau mengikuti arahan yang orang lain berikan, menyerang, menganggu, mengamuk, dan lain-lain.

Pada anak autis proses pembelajaran juga dibutuhkan seperti halnya anak normal lainnya dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan mereka. Ketika anak berkebutuhan khusus penderita autisme memasuki dunia pendidikan. Ada banyak pilihan dalam pelayanan pendidikan yang disediakan untuk mereka. Salah satunya adalah sekolah inklusi. Dimana anak belajar bersama-sama dengan anak normal lainnya dengan kurikulum yang disesuaikan. Pilihan sekolah lain untuk anak autisme bisa belajar adalah melalui sekolah segregasi dimana mereka berbaur bersama dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Pilihan lainnya adalah dengan sekolah dirumah yang terfokus pada peserta didik, dan satu bentuk pelayanan yang sama seperti sekolah inklusi adalah sekolah streaming, dimana anak langsung mengenyam pendidikan bersama anak-anak normal lainnya. Akan tetapi bedanya tidak dibedakan dengan anak normal lainnya.

Dengan banyaknya pilihan alternatif tersebut tentulah sangat membantu bagi

anak-anak penderita autisme untuk dapat ikut menerima pendidikan dengan menyesuaikan dengan keadaan dirinya. Dalam rangka usaha untuk memperoleh suatu keterampilan ataupun kecakapan yang tidak dimilikinya.

(3)

3

Perkembangan sekolah inklusi pada saat ini di Indonesia sangat diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini seperti pernyataan yang diuraikan dalam media elektronika Harian Today (2011, 5 Mei) dimana Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) melalui Permendiknas No. 70/2009 meminta setiap pemerintah kabupaten/kota untuk menerapkan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Langkah ini terus dikembangkan oleh pemerintah dengan mencanangkan program Inclusive Education Award 2011. Dilaksanakannya program ini tidak lain untuk memotivasi pemerintah kota/kabupaten agar memberikan perhatian lebih besar terhadap perkembangan sekolah inklusi. Perhatian pemerintah atas perkembangan sekolah inklusi ini juga terlihat dari adanya kucuran dana yang semakin besar dari pemerintah dalam mendukung perkembangan sekolah inklusi. Dimana bantuan ini membantu mengurangi beban dari orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Pernyataan ini diuraikan didalam media elektronika harian suara merdeka (2011, 24 april).

Pada penyelenggaraan sekolah inklusi pemusatan sistem penyelenggaraan harus berada pada keadaan yang sesuai dengan setting sekolah reguler. Dimana dalam pendidikan sekolah inklusi memiliki kriteria dimana sekolah sangat terbuka bagi keanekaragaman perbedaan atau tidak ada diskriminasi dalam proses penyelenggaraannya. Sekolah inklusi juga memiliki ciri-ciri mau memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan tanpa pengecualian.

Namun sistem penyelenggaraan seperti ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dimana sekolah inklusi sebagai suatu sekolah yang mau memberikan kesempatan

tanpa terkecuali pada kenyataannya memberikan batasan dalam proses penerimaannya untuk mengikuti proses pendidikan. Hal ini tidak sesuai dengan keputusan konferensi Dakar tahun 1994. Dimana dikatakan bahwa sekolah bisa dikatakan menerapkan pendidikan inklusi jika didalam sekolah dapat dipastikan tidak ada diskriminasi dan semua siswa mendapatkan layanan yang berkualitas dan sesuai di sekolah tanpa kecuali.

(4)

4

memperoleh pendidikan. Dengan demikian dapat dipahami dengan jelas bahwa pendidikan berhak didapatkan oleh semua orang, begitu juga dengan anak berkebutuhan khusus seperti halnya anak penderita autis. Hal ini diperkuat dalam pernyataan The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education tahun 1994 yang secara lebih tegas menuntut agar pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus bersifat inklusif, sehingga system pendidikan yang memisahkan individu dan komunitasnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Belajar diartikan sebagai suatu proses yang membawa suatu perubahan yang membawa keterampilan dan kecakapan baru melalui suatu usaha-usaha tertentu (Suryabrata, 2008:232). Kemudian Hergenhahn & Olson (2008:8) mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke temporary body states (keadaan tubuh temporer) seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat kita pahami bahwa belajar merupakan suatu proses. Dimana didalam proses itu kita memperoleh suatu perubahan dari tidak memiliki menjadi memiliki suatu kemampuan tertentu, yang diperoleh melalui usaha-usaha. Di dalam peraturan pemerintahan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 pasal 1 ayat 1 mengenai pendidikan dan belajar yang berbunyi bahwa Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.

Dalam proses belajar seseorang pasti memiliki hambatan – hambatan dalam

pelaksanaannya. Sering ditemui fenomena dimana banyak orang tua yang memberikan paksaan dalam menuntut anaknya untuk belajar. Mereka menganggap anak-anak mereka pemalas ketika belajar. Padahal salah satu kemungkinan penyebabnya adalah dikarenakan anak dipaksa belajar dengan cara belajar yang bukan berdasarkan gaya belajarnya (Media elektronika Harian Kompas, 2008, 12 Desember).

(5)

5

orang, dan kebanyakan diantara mereka tidak mengerti apa yang membuat mereka merasa tidak mampu. Masalahnya mungkin terletak pada adanya ketidakcocokan antara gaya belajar siswa dengan gaya mengajar gurunya.

Berdasarkan uraian masalah itu dapat diketahui bahwa pada anak normal saja dapat menemukan hambatan ketika kemampuan belajarnya tidak dipahami atau tidak sesuai dengan kemampuan penerimaan belajarnya. Begitu juga halnya pada anak penderita autis. Mereka juga memiliki keunikan-keunikan, serta kelemahan dan kelebihan dalam proses belajarnya. Oleh karena itu mereka juga memiliki perbedaan dalam memproses informasi dan memiliki kesulitan-kesulitan tersendiri dalam proses belajarnya.

Selain itu anak berkebutuhan khusus dalam hal ini anak autis juga memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda, ada yang memiliki tingkat intelegensi di atas rata-rata, namun ada pula yang mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu. Oleh karena itu anak- anak autisme juga pasti memerlukan proses pengajaran yang sesuai dengan kemampuan penerimaan informasi yang mereka miliki (Christie, Newson, Prevezer, Chandler, 2009 : 8).

Uraian diatas merupakan salah satu contoh dari permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran. Adapun faktor penghambat dalam belajar dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu faktor non sosial dalam belajar, faktor sosial, faktor fisiologis dan faktor psikologi (Suryabrata, 2008:233). Faktor non sosial merupakan hal-hal yang menyangkut situasi, waktu, tempat belajar. Kemudian faktor sosial merupakan hal yang menyangkut dengan pengaruh dari individu lain

atau orang lain terhadap proses pembelajaran. Faktor yang ketiga adalah faktor fisiologis faktor ini melingkupi keadaan fisik yang mempengaruhi individu dalam proses belajar seperti penyakit ataupun cacat secara fisik. Sedangkan faktor yang terakhir adalah faktor psikologis yang berhubungan dengan hal-hal yang ada didalam individu sendiri seperti motivasi belajarnya, emosinya, dan lain-lain.

(6)

6

bisa diakibatkan oleh karena faktor dari dalam diri siswa dengan gangguan autis ini sendiri maupun faktor yang berasal dari luar diri individu.

Dalam sekolah inklusi anak berkebutuhan khusus seperti halnya siswa autis belajar bersama dengan siswa reguler di dalam kelas. Anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak dengan gangguan autis dituntut untuk mampu berinteraksi dengan siswa reguler. Proses – proses interaksi inipun terkadang menjadi penyebab adanya hambatan-hambatan dalam proses belajar anak autis di sekolah inklusi. Hal ini merupakan salah satu contoh faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar siswa autis di sekolah inklusi.

Permasalahan lainya ketika anak autis belajar di sekolah inklusi adalah faktor pihak orang tua anak normal yang bersekolah di sekolah inklusi yang masih belum memiliki pemahaman mengenai anak-anak ABK dalam hal ini anak autis. Seperti diuraikan wakil menteri pendidikan nasional (Wamendiknas) Fasli dalam media elektronika Harian Kompas (2010, 2 Maret) bahwa tantangan terberat memberikan pendidikan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus atau ABK justru datang dari pihak orangtua. Mereka umumnya keberatan ada ABK di dalam kelas atau di sekolah yang sama dengan anaknya yang bukan ABK termasuk anak dengan gangguan autis.

Selain itu pada survey awal yang telah dilakukan oleh peneliti pada salah satu sekolah inklusi. Peneliti menemukan bahwa dalam proses penerimaan siswa autis di sekolah inklusi memiliki kriteria-kriteria tertentu dalam proses penerimaan siswa autis untuk masuk dan menjalani pendidikan di sekolah inklusi. Adapun kategori penerimaan itu dibuat berdasarkan tingkat keparahan gangguan autis yang dimiliki

oleh anak dan perilaku yang dimiliki siswa. Siswa autis yang dapat diterima di sekolah inklusi merupakan siswa autis yang memiliki tingkat keparahan tidak terlalu berat dalam artian siswa memiliki kemampuan untuk dikondisikan secara perilaku dan mampu mengikuti proses belajar di sekolah inklusi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak semua siswa autis mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan di sekolah inklusi.

(7)

7

berlandaskan atas harapan dari peneliti agar proses perkembangan pendidikan sekolah inklusi benar-benar menjadi sekolah yang membantu dan melayani adanya perbedaan, dengan mutu pelayanan pengajaran yang sesuai. Sehingga anak yang memiliki gangguan autis dapat memperoleh pendidikan seperti halnya anak normal lainnya.

B.Rumusan Masalah

Bagaimana problem-problem belajar pada siswa penderita gangguan autis di sekolah inklusi ?

C.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana problem-problem belajar pada siswa penderita gangguan autis di sekolah inklusi.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam menambah dan memperkaya pengetahuan mengenai problem-problem belajar anak

autis dalam menjalani proses pembelajaran di sekolah inklusi. 2. Manfaat praktis

a. Bagi orang tua

Membantu para orang tua atau wali yang memiliki anak penderita autis agar lebih memahami kelebihan dan kelemahan yang dimiliki anak mereka dalam menjalani proses belajar di sekolah inklusi.

b. Bagi masyarakat

Dengan penelitian ini diharapkan dapat membuka mata masyarakat tentang mereka anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya anak autis. Bahwa anak yang mengalami gangguan autis juga dapat menjalani proses pembelajaran seperti anak normal pada umumnya dengan dukungan dan bantuan orang-orang sekitarnya.

c. Pihak sekolah

(8)

8

dihadapi pada siswa penderita autis diharapkan akan dapat membantu pihak sekolah dalam melakukan perkembangan dengan menindaklanjuti secara kreatif dan tepat.

d. Lembaga terkait pendidikan inklusi

(9)

PROBLEM-PROBLEM BELAJAR SISWA AUTIS

DI SEKOLAH INKLUSI

SKRIPSI

Oleh :

Ibnu Hasfinoza

08810240

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(10)

PROBLEM-PROBLEM BELAJAR SISWA AUTIS

DI SEKOLAH INKLUSI

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Ibnu Hasfinoza

08810240

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(11)

LEMBAR PERSETUJUAN

1. Judul Skripsi : Problem–Problem Belajar Siswa Autis Di Sekolah Inklusi

2. Nama Peneliti : Ibnu Hasfinoza 3. No. Induk Mahasiswa : 08810240 4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 20 Februari – 23 Maret 2012

7. Tanggal Ujian : 14 April 2012

Malang, 14 April 2012

Pembimbing I Pembimbing II

(12)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji

Pada tanggal 14 April 2012

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dr. Latipun, M.Kes. ( )

Anggota Penguji : 1. Zainul Anwar, M.Psi. ( )

2. Dra. Nida Hasanati, M.Si. ( )

3. Adhyatman Prabowo, M.Psi. ( )

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

(13)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ibnu Hasfinoza

NIM : 08810240

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan dengan ini bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :

Problem-Problem Belajar Siwa Autis Di Sekolah Inklusi

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.

Mengetahui Malang, 27 Maret 2012

Ketua Program Studi Yang menyatakan

(14)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil „alamin. Segala puji syukur hanya pantas dihaturkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala kenikmatan yang telah Engkau berikan kepada kami dan selalu membuat kehidupan adalah kesyukuran yang larut dalam indahnya dunia. Muhammad SAW, penutup para nabi, suri taudalan umat manusia sedunia. Semoga kami termasuk umatmu yang baik “Amien”.

Rasanya hanya kesyukuran yang patut diucapkan atas terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dapat terselesaikan. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, rasanya mustahil Laporan Tugas Akhir Skirpsi ini akan dapat terselesaikan tepat waktu. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

2. Dr. Latipun, M.Kes dan Zainul Anwar, M.Psi selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang selalu membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki peneliti dengan memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. M. Shohib, M.Si , Selaku dosen wali yang selalu mengingatkan dan

memotivasi penulis untuk disiplin dan serius dalam menjalani perkuliahan. 4. Seluruh dosen-dosen di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Malang yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan membimbing peneliti selama hampir empat tahun. Semoga amal bapak-ibu sekalian dibalas oleh Yang Maha Kuasa.

(15)

6. Adikku yang selalu menjadi motivasi bagi peneliti untuk cepat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi.

7. Perempuan yang selama ini berada dibalik kuatnya semangat peneliti dan selalu membantu ketika peneliti berada dalam keadaan terburuk. Terima kasih Ismi Faridah.

8. Adik-adikku siswa-siswi SMP 18 Negeri Malang. Smp Muhammadiyah 2 Malang, dan SD-SMP Satap Merjosari 4 Malang. Terima kasih karena kalianlah peneliti sadar akan arti bersyukur dan berbagi. Semoga kalian selalu dilindungi oleh Allah SWT.

9. Guru-guru pengajar di SMP 18 Negeri Malang. Smp Muhammadiyah 2 Malang, dan SD-SMP Satap Merjosari 4 Malang. Terima kasih banyak atas bantuannya, semoga segala amal baik bapak-ibu dibalas oleh Allah SWT.

10.Rekan-rekan seperjuangan dalam menjalani perkuliahan, Fadli, Dava, Aziz, Felis, Deden, Jaka, Angga, cahyo, atenk, dan teman-temanku semua yang

tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih karena kalian telah mengajarkan peneliti untuk menikmati hidup.

11.Teman-teman angkatan 2008 khususnya kelas D yang telah memberikan banyak pelajaran kepada penulis selama di Malang.

12.Seluruh penghuni kos Bukit Cemara Tujuh Blok C-3 Ceria yang telah seperti keluarga selama hampir empat tahun.

13.Dan semua orang yang telah membantu dan hidup bersama pengalaman dalam pengerjaan skripsi ini namun tidak mungkin disebutkan satu-persatu, peneliti menyampaikan banyak terima kasih.

Akhirnya peneliti menyadari bahwa semua ini tidaklah sempurna. Masih banyak kekurangan dalam pengerjaan skripsi ini. Saran dan kritik akan peneliti terima dengan lapang hati. Semoga karya ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.

Malang, 27 Maret 2012

(16)

DAFTAR ISI

2.Faktor-Faktor Penyebab Problem Belajar ... 13

3.Bentuk-Bentuk Problem Belajar ... 15

2.3Sekolah Inklusi... ... 15

1.Pengertian Sekolah Inklusi ... 15

2.Perkembangan Sekolah Inklusi Di Indonesia ... 16

2.4Iklim Sekolah Inklusi ... 17

2.5Problem Belajar Siswa Autis Di sekolah Inklusi... ... 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian ... 20

3.2Batasan Istilah ... 20

3.3Subyek Penelitian dan Informan ... 21

3.4Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.5Instrument Penelitian ... 22

3.6Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.7Teknik Analisa Data ... 23

(17)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian ... 25

1.Gambaran subjek penelitian ... 25

2.Gambaran iklim belajar di sekolah inklusi ... 26

4.2Analisa Data ... 36

1. Problem-problem belajar siswa autis ketika proses pembelajaran ... 36

2. Problem belajar siswa autis di sekolah inklusi ketika berinteraksi dengan siswa regular………...38

3. Problem belajar siswa autis di sekolah inklusi ketika berinteraksi dengan guru mata pelajaran/guru pendidikan khusus (GPK) ... 39

4.Problem belajar siswa autis di sekolah inklusi dengan kebijakan peraturan sekolah………...39

4.3Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan... ... 47

5.2Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran : Guide wawancara...53

Lampiran : Hasil verbatim wawancara...58

Lampiran : Reduksi hasil wawancara...100

Lampiran : Hasil observasi...114

Lampiran : Tabel kegiatan...144

Lampiran : Surat keterangan penelitian...147

(19)

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic criteria from DSM-IV. Washington, DC: American Psychiatric Association

Abu, A., & Supriyono, W. (2004). Psikologi belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Andini, R. N. (2008). Penerimaan dan penolakan sosial terhadap anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi (SD Negeri Bedali 5 Lawang). Skripsi, Abstract: diakses 3 desember 2011 darihttp://skripsi.umm.ac.id

Banister, P., Burman, E., Parker, I., Tindall, T., & Tindall, C. (1994). Qualitative methods in psychology a research guide. Philadelphia: Open University Press

Cahyaning, S. , & Yuniardi, M. S. (2009). Deteksi dini gangguan psikologi pada anak. Malang: Fakultas Psikologi UMM (tidak diterbitkan)

Christie, P. , Newson, E. Prevezer, W. , & Chandler, S. (2009). Langkah awal berinteraksi dengan anak autis. Jakarta: PT Gramedia

Departement Of Health And Human Services. (2004). Autism spectrum disorders: Pervasive developmental disorders. USA : NIMH

DePorter, B. , & Hernacki, M. (2010). Quantum learning: Membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan. Bandung: Kaifa

Frith, U. (2003). Autism explaining the enigma. USA: Blackwellpublishing

Fadhli, A. (2010). Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta: Galangpress

Gulo, W. (2002). Strategi belajar mengajar. Jakarta: Grasindo

Hergenhahn, B. R. , & Olson, M. H. (2008). Theories of learning (Teori belajar). Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hadis, A. (2008). Psikologi dalam pendidikan. Bandung: Alfabeta

Istiningsih. (2005). Manajemen pendidikan inklusi di Sekolah Dasar Negeri Klego 1 (Tesis, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah).

Lenawaty, V. , Widyorini, E. , & Roswita, Y. (t.t) Efek penerapan compic terhadap kemampuan komunikasi anak autis non verbal. Diakses 3 desember 2011 dari http://psikologi.tarumanagara.ac.id

(20)

Mustaqim & Wahid, A. (1991). Psikologi pendidikan. Jakarta: Rineka Copta

Mustaqim, H. (2004). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Merry (2008). Studi desain interior pusat terapi anak berkebutuhan khusus pada anak sekolah safir di Surabaya. Jurna dimensi interior, 6, (1), 38. Diperoleh dari http://puslit.petra.ac.id/journals

Nevid, J. S. , Rathus, S. A. , & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga

Priyatna, A. (2010). Amazing autism. Jakarta: PT.Gramedia

Priyanto, A. K. (2009). Sekolah untuk anak autistik. Diakses 6 November 2011 dari http://puterakembara.org

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 47 TAHUN 2008 diakses 9 November 2011 (On-line) dari http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_47_2008.pdf

Riduwan. (2008). Belajar mudah penelitian. Bandung: AlfaBeta

Rahayu, T. I. , & Ardani, A. T. (2004). Observasi & wawancara. Malang: Bayumedia Publishing

Santoso, B., S. (2010). Sekolah alternatif. Yogyakarta : Diva Press

Suryabrata, S. (2008). Psikologi pendidikan. Jakarta: Pt Rajagrafindo

Sugiyono. (2009). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: AlfaBeta

Stubbs, S. (2002). Pendidikan inklusif : Ketika hanya ada sedikit sumber. (Terj. Septaviana, S.) The Atlas Alliance

Suprianto, E. , & Supriadi. (2011, April). Manajemen penyelenggaraan pendidikan inklusi dan tata kelola, strategi, & model pembelajaran inklusif. Makalah dipersentasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Inklusif oleh Fakultas Psikologi UMM dengan Kementerian Pendidikan Nasional Dirjen Mendikdasmen PKLK.

Suprijadi, D. (2009). Pengaruh penggunaan media pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus (ABK) terhadap hasil belajar matematika dengan konsep pendidikan inklusi. Jurnal Ilmiah Exacta, 2,(1),75. Diperoleh dari http://repository.univpancasila.ac.id/dmdocuments

Boom autisme terus meningkat. (2008, 8 Juni). Kompas diakses 9 November 2011 (On-line) dari http://nasional.kompas.com

(21)

3 gaya belajar anak. (2008,12 Desember). Kompas diakses 9 November 2011(On-Line) dari http://nasional.kompas.com

Yahhh...tantangan terberatnya justru orangtua. (2010, 2 Maret). Kompas diakses 9 Januari 2012(online) dari http://nasional.kompas.com

Kemendiknas minta setiap provinsi punya pendidikan inklusif. (2011, 5 Mei). Kompas diakses 5 januari 2012 (online) dari http://today.co.id

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian P Padmaja dkk pada tahun 2015 terhadap 100 orang, dimana 50 pasien DM tipe 2 dibandingkan dengan 50 orang sehat yang

Kondisi keuangan adalah kemampuan keuangan usaha yang tercermin dari tingkat profitabilitas ( profitability) dan arus kas (cash flow). Profitabilitas usaha merupakan

A leglátogatottabb külföldi gimnáziumok, akadémiák, kollégiumok és egyete - mek közé pedig a zágrábi jezsuita gimnázium, majd 1669-től a zágrábi egyetem, a

Akuntansi akrual yang diusulkan akan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan dan sebagai hasilnya, telah memberi perhatian yang lebih luas

Dari Gambar 6 dapat dilihat untuk terhubung dengan Personal Computer sistem minimum nRF24L01+ menggunakan konverter yang sama dengan konverter USB to Serial yang

ANGLE ( lq0?) mendefinisilan klas lll maloklu5i sebagai stlatu leadaall dirnana lerdapat mesioklusi gigi ntolar bawah terhadap gigi Molar Atas dan dalanl hal ini tidak

1) Kepribadian yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin : a) Seseorang yang memiliki kepribadian introvert,maka kegagalan akan menyebabkan dirinya salah tafsir terhadap

Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak