• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Permanen Oleh Dokter Gigi di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Permanen Oleh Dokter Gigi di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENANGANAN KASUS TRAUMA GIGI PERMANEN

OLEH DOKTER GIGI DI KECAMATAN MEDAN BARU, MEDAN

SUNGGAL, MEDAN HELVETIA, MEDAN PETISAH

MEDAN MAIMUN DAN MEDAN SELAYANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: Rudini Ritonga NIM : 080600006

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Kedokteran Gigi Anak

Tahun 2014

Rudini Ritonga

Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Permanen Oleh Dokter Gigi di

Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan

Maimun dan Medan Selayang.

xi + 59 halaman

Trauma gigi pada saat ini merupakan masalah yang cukup serius pada

kesehatan masyarakat, khususnya pada anak dan remaja. Penelitian melaporkan

sebanyak sepertiga dari anak di taman kanak-kanak mengalami trauma pada gigi

sulung dan seperempat anak sekolah telah mengalami trauma gigi permanen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak jumlah kasus dan perawatan

dari kasus trauma gigi permanen yang dirawat oleh dokter gigi di kecamatan Medan

Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan

Selayang.

Rancangan penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel adalah 96

dokter gigi di kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan

Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang. Pengumpulan data dilakukan dengan

(3)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kasus yang ditemukan oleh

dokter gigi secara keseluruhan dalam setahun adalah 685 kasus sebagian besar terjadi

pada usia 7-8 tahun sebanyak 27,6% dan tempat kejadian paling sering terjadi adalah

sekolah sebanyak 28,6%, dengan jumlah kasus yang paling banyak ditemukan adalah

enamel fracture sebanyak 148 kasus (21,61%) yang ditemukan oleh 49 dokter gigi,

enamel dentin fracture 129 kasus (18,83%) yang ditemukan oleh 48 dokter gigi.

Sebagian besar perawatan yang dilakukan terhadap beberapa kasus trauma gigi oleh

dokter gigi tidak sesuai dengan standar perawatan yang ditetapkan oleh International

Association of Dental Traumatology (IADT) guidelines.

Disimpulkan bahwa jumlah kasus trauma gigi permanen yang ditemukan oleh

65 dokter gigi di Kota Medan dalam 1 tahun sebanyak 685 kasus. Usia anak-anak

yang paling sering terjadi trauma adalah pada usia 7 – 8 tahun sebanyak 27,6%

dengan tempat kejadian paling sering adalah sekolah sebanyak 28,6%. Jenis trauma

gigi permanen yang paling sering ditemukan adalah trauma enamel fracture

sebanyak 49 dokter gigi (18,99%) dan enamel dentin fracture sebanyak 48 dokter gigi (18,60%). Berdasarkan jawaban atas pertanyaan mengenai perawatan yang telah dilakukan oleh dokter gigi terhadap kasus-kasus trauma dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan yang tidak sesuai dengan standar

perawatan terhadap beberapa kasus-kasus trauma.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 27 Maret 2014

Pembimbing: Tanda Tangan

Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., M.Sc ……….

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi Pada tanggal 27 Maret 2014

TIM PENGUJI

Ketua : Yati Roesnawi, drg

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Ucapan terima kasih yang tiada henti penulis haturkan kepada Ibunda Nurdiani dan Ayahanda Daud Ritonga tercinta yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan serta memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis, juga kepada adik tersayang Rini Hardianti, Ayu Kumala dan Muslich Yusuf Al-Adha atas motivasi dan doanya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, dukungan, motivasi serta doa dari berbagai pihak oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing Akademik.

2. Yati Roesnawi, drg., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA).

3. Ami Angela Harahap, drg., Sp.KGA., M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi Departemen IKGA yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.

5. Teman-teman sejawat angkatan 2008, khususnya teman-teman seperjuangan menulis Skripsi di Departemen IKGA, Mala, Kiki, Wanda, Vita.

(7)

disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kekompakan dan persahabatan yang telah tercipta, semoga persahabatan kita tak lekang termakan waktu.

7. Seluruh dokter gigi di kotamadya Medan khususnya di kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

8. Keluarga besar K-Mus FKG USU, drg. Andryas, drg. Armia, drg Hubban, Bang Eko, Bang Aizat, Bang Yogi, Bang Fauzan, Bang Yusuf, Mike, Ridwan, Ridho, Riyan, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan, motivasi, dan kekeluargaan selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehingga skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk kedepannya.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga penulisan skripsi ini diridhoi Allah SWT dan dapat memberikan sumbangan ilmu yang berguna bagi fakultas dan masyarakat umumnya.

Medan, 22 Maret 2014 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma ... 4

2.1.1 Trauma Gigi ... 4

2.2 Epidemiologi dan Prevalensi ... 4

2.3 Etiologi ... 7

2.3.1 Faktor Lingkungan... 7

2.3.2 Faktor Perilaku ... 8

2.3.3 Faktor Tidak Sengaja ... 9

2.3.4 Faktor Disengaja ... 10

2.4 Klasifikasi Trauma Gigi ... 11

2.4.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi ... 11

2.4.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal ... 14

(9)

2.4.3 Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung ... 17

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27

(10)

Crown Fracture) ... 40

4.4.4 Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna... 41

4.4.5 Complicate Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna ... 42

4.4.6 Fraktur Alveolar ... 43

4.4.7 Concussion ... 44

4.4.8 Subluxation ... 45

4.4.9 Extrusive Luxation ... 46

4.4.10 Intrusive Luxation ... 46

4.4.11 Avulsi ... 47

BAB 5 PEMBAHASAN ... 49

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin pada Sekolah

Dasar di Kota Sulaimani, Irak ... 6

2. Distribusi Trauma Gigi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Regio Gigi pada Sekolah Dasar Kota Sulaimani, Irak ... 6

3. Distribusi Trauma Gigi Berdasarkan Jenis dan Regio Gigi di Kota Maduravoyal, Chennai India ... 7

4. Karakteristik Responden Dokter Gigi ... 35

5. Lama Praktik Dokter Gigi ... 35

6. Persentase Dokter Gigi yang Pernah Mendapat Kasus Trauma Gigi Permanen ... 36

7. Persentase Dokter Gigi yang Pernah Melakukan Perawatan Trauma ... 36

8. Persentase Dokter Gigi yang Punya Rekam Medik Khusus Trauma ... 36

9. Distribusi Trauma Gigi Berdasarkan Usia Anak yang Mengalami Trauma ... 37

10.Persentase Tempat Kejadian Trauma ... 37

11.Persentase Distribusi Kasus Trauma Gigi Permanen ... 38

12.Persentase Penanganan Kasus Enamel Infraction... 39

13.Persentase Perawatan Kasus Enamel Infraction ... 39

14.Persentase Penanganan Kasus Enamel Frcture ... 40

15.Persentase Perawatan Kasus Enamel Fracture ... 40

16.Persentase Penanganan Kasus Enamel Dentin Fracture ... 41

17.Persentase Perawatan Kasus Enamel Dentin Fracture ... 41

(12)

19.Persentase Perawatan Kasus Complicated Crown Fracture dengan

Akar Belum Tertutup Sempurna ... 42

20.Persentase Penanganan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna ... 42

21.Persentase Perawatan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna ... 43

22.Persentase Penanganan Kasus Fraktur Alveolar ... 43

23.Persentase Perawatan Kasus Fraktur Alveolar ... 44

24.Persentase Penanganan Kasus Concussion ... 44

25.Persentase Perawatan Kasus Concussion ... 45

26.Persentase Penanganan Kasus Subluxation ... 45

27.Persentase Perawatan Kasus Subluxation ... 45

28.Persentase Penanganan Kasus Extrusive Luxation ... 46

29.Persentase Perawatan Kasus Extrusive Luxation ... 46

30.Persentase Penanganan Kasus Intrusive Luxation ... 47

31.Persentase Perawatan Kasus Intrusive Luxation ... 47

32.Persentase Penanganan Kasus Avulsi ... 47

33.Persentase Perawatan Kasus Avulsi ... 48

34.Persentase Tempat Rujukan ... 48

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Terjadinya Trauma ... 8

2. Crown Infraction ... 12

3. Uncomplicated Crown Fracture (Enamel Fracture) ... 12

4. Uncomplicated Crown Fracture (Enamel Dentin Fracture) ... 13

5. Complicated Crown Fracture ... 13

6. Uncomplicated Crown-Root Fracture ... 13

7. Complicated Crown-Root Fracture ... 14

8. Root Fracture ... 14

9. Concussion ... 14

10.Subluxation (Loosening) ... 15

11.Intrusive Luxation ... 15

12.Extrusive Luxation ... 16

13.Lateral Luxation... 16

14.Avulsion... 16

15.Kerusakan pada Gingiva dan Mukosa ... 17

16.Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung ... 18

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Persetujuan Komisi Etik

2.

Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 3. Informed Consent

4. Kuesioner

(15)

2

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Kedokteran Gigi Anak

Tahun 2014

Rudini Ritonga

Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Permanen Oleh Dokter Gigi di

Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan

Maimun dan Medan Selayang.

xi + 59 halaman

Trauma gigi pada saat ini merupakan masalah yang cukup serius pada

kesehatan masyarakat, khususnya pada anak dan remaja. Penelitian melaporkan

sebanyak sepertiga dari anak di taman kanak-kanak mengalami trauma pada gigi

sulung dan seperempat anak sekolah telah mengalami trauma gigi permanen.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak jumlah kasus dan perawatan

dari kasus trauma gigi permanen yang dirawat oleh dokter gigi di kecamatan Medan

Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan

Selayang.

Rancangan penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel adalah 96

dokter gigi di kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan

Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang. Pengumpulan data dilakukan dengan

(16)

pada usia 7-8 tahun sebanyak 27,6% dan tempat kejadian paling sering terjadi adalah

sekolah sebanyak 28,6%, dengan jumlah kasus yang paling banyak ditemukan adalah

enamel fracture sebanyak 148 kasus (21,61%) yang ditemukan oleh 49 dokter gigi,

enamel dentin fracture 129 kasus (18,83%) yang ditemukan oleh 48 dokter gigi.

Sebagian besar perawatan yang dilakukan terhadap beberapa kasus trauma gigi oleh

dokter gigi tidak sesuai dengan standar perawatan yang ditetapkan oleh International

Association of Dental Traumatology (IADT) guidelines.

Disimpulkan bahwa jumlah kasus trauma gigi permanen yang ditemukan oleh

65 dokter gigi di Kota Medan dalam 1 tahun sebanyak 685 kasus. Usia anak-anak

yang paling sering terjadi trauma adalah pada usia 7 – 8 tahun sebanyak 27,6%

dengan tempat kejadian paling sering adalah sekolah sebanyak 28,6%. Jenis trauma

gigi permanen yang paling sering ditemukan adalah trauma enamel fracture

sebanyak 49 dokter gigi (18,99%) dan enamel dentin fracture sebanyak 48 dokter gigi (18,60%). Berdasarkan jawaban atas pertanyaan mengenai perawatan yang telah dilakukan oleh dokter gigi terhadap kasus-kasus trauma dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan yang tidak sesuai dengan standar

perawatan terhadap beberapa kasus-kasus trauma.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma gigi pada saat ini merupakan masalah yang cukup serius pada kesehatan masyarakat, khususnya pada anak dan remaja. Walaupun regio rongga mulut hanya mencakup 1%, namun berdasarkan penelitian di Swedia menunjukkan 5% trauma di rongga mulut terjadi mencakup seluruh usia. Berbagai penelitian juga memperlihatkan tingginya insiden cedera pada rongga mulut dibandingkan dengan cedera lainnya.1,2 Penelitian melaporkan sebanyak sepertiga dari anak di taman kanak-kanak mengalami trauma pada gigi sulung dan seperempat anak sekolah telah mengalami trauma gigi permanen. Namun data epidemiologi dari berbagai penelitian menunjukkan prevalensi dan insidensi yang berbeda disetiap daerah. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan, sosial ekonomi, kebiasaan dan latar belakang budaya yang berbeda serta perbedaan metodologi dan sistem klasifikasi trauma gigi yang digunakan berbeda.2,3

Penyebab utama trauma gigi pada anak adalah jatuh, bermain, saat berolah raga dan kecelakaan. Penyebab lain yang dapat menyebabkan trauma adalah kekerasan pada anak dan penggunaan gigi yang tidak sesuai.1-4 Penelitian Hecova et.al melaporkan bahwa jatuh dan benturanpada saat bermain baik di rumah maupun di sekolah merupakan faktor utama terjadinya trauma gigi pada anak usia 7 - 10 tahun.5

(18)

Berdasarkan konsensus penanganan trauma gigi, pasien yang terkena trauma gigi harus segera datang ke rumah sakit dan dievaluasi oleh dokter gigi.6 Dokter gigi cukup sering menghadapi kasus cedera gigi di praktik mereka. Lebih lanjut diperoleh data bahwa 40% anak datang untuk pertama kali ke dokter gigi karena trauma gigi.7 Penatalaksanaan perawatan trauma gigi harus didasari oleh diagnosa yang tepat dan harus segera dilakukan untuk menghindari komplikasi lebih lanjut. Dokter gigi diharapkan dapat memberikan perawatan yang adekuat dan kompeten untuk melakukan perawatan trauma gigi. Berdasarkan beberapa laporan penelitian pada berapa tahun terakhir mengenai perawatan trauma gigi oleh dokter gigi mendapatkan hasil yang mengecewakan, seperti perawatan trauma gigi yang tidak adekuat. Penelitian yang dilakukan Kostopoulo & Duggal melaporkan pengetahuan perawatan darurat dari trauma gigi antara dokter gigi yang baru lulus dengan dokter gigi yang sudah lama berpraktik tidak adekuat. Hamilton et.alcited in Glendor U, menunjukkan bahwa pengetahuan dokter gigi tentang waktu splinting gigi kasus avulsi dan perawatan abses akut karena trauma tidak akurat.8

Perawatan yang tidak adekuat dan kurangnya pengetahuan dokter gigi dan personal pada unit gawat darurat dapat menimbulkan konsekuensi yang serius pada hasil perawatan dan akan menyebabkan komplikasi lebih lanjut dan akan mempengaruhi kualitas hidup anak dikemudian hari.8,9

Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengetahuan dokter gigi terhadap trauma anak di Medan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Berapa banyak kasus trauma gigi permanen anak usia 6 – 12 tahun yang datang ke praktik dokter gigi di kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang.

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui berapa banyak jumlah kasus trauma gigi yang dirawat oleh dokter gigi di kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang.

2) Untuk mengetahui perawatan kasus trauma gigi permanen yang dilakukan oleh dokter gigi di kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Menjadi masukan bagi dokter gigi dan peneliti terhadap pentingnya penanganan kasus trauma gigi permanen pada anak.

2) Memberikan informasi pada peneliti dan institusi pendidikan terhadap berapa banyak kasus trauma gigi permanen dan perawatan yang telah dilakukan oleh dokter gigi di kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang.

3) Memberikan landasan bagi intitusi pendidikan untuk lebih menekankan materi trauma gigi pada mahasiswa dan dokter gigi melalui kegiatan perkuliahan dan seminar.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma

Trauma berasal dari kata Yunani yang berarti luka. Pengertian luka adalah cedera yang serius pada tubuh, sering timbul dari kekerasan atau kecelakaan, atau kejadian yang menyebabkan kecacatan. Trauma dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan memerlukan suatu pengambilan keputusan perawatan dengan segera serta melakukan keterampilan perawatan yang akan mempengaruhi prognosa dari gigi tersebut. The American Trauma Society mendefinisikan trauma sebagai suatu cedera yang disebabkan oleh tekanan fisik. Trauma dapat disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, tenggelam, tembakan, luka bakar, penusukan atau serangan dari benda tumpul.10,11

2.1.1 Trauma Gigi

Trauma gigi adalah trauma yang terjadi pada mulut dan gigi, termasuk struktur mulut, seperti lidah, bibir dan pipi, merupakan cedera aksidental yang terjadi pada masa bayi, anak, remaja serta dewasa. 12,13

2.2 Epidemiologi dan Prevalensi

Kasus trauma gigi masih terabaikan, walaupun prevalensi kasus ini cukup tinggi, serta dampaknya yang sangat signifikan terhadap individu dan masyarakat. Disamping itu penurunan yang luar biasa dari prevalensi dan keparahan dari karies gigi pada kalangan anak dibeberapa negara maju, tetapi kasus trauma gigi cenderung meningkat. Melihat kecenderungan itu beberapa negara memberikan perhatian khusus pada penanganan kasus trauma gigi.2

(21)

penelitian prevalensi dan insiden. Hal ini berkaitan dengan beragam aktivitas sosial, olah raga dan berbagai aktivitas kebudayan yang menyebabkan terjadinya trauma gigi, bahkan di Australia terdapat perbedaan yang signifikan antar komunitas.6

Trauma gigi yang paling sering terjadi pada gigi sulung antara usia 2-4 tahun serta pada gigi permanen 8-10 tahun.14 Kecelakaan di dalam dan di sekitar rumah serta sekolah adalah penyebab utama dari trauma gigi dengan kondisi injuri yang berbeda-beda seperti fraktur sederhana sampai kehilangan gigi. Berbagai penelitian telah memastikan bahwa prevalensi trauma gigi, lebih tinggi pada pasien yang memiliki nilai overjet insisivus, overbite, open bite yang besar serta pada pasien kelas II divisi 1.15

Baghdadi et.al, melaporkan prevalensi trauma gigi anak di Baghdad pada usia 6-12 tahun sebesar 7,7%. Al-Sayyab melaporkan trauma gigi anterior di daerah pedesaan Irak pada anak usia 2-13 tahun sebesar 15,3% dan Al-Hayadi melaporkan prevalensi trauma gigi pada usia 4-15 tahun sebesar 29,6% di wilayah pusat Irak.15 Insidensi trauma gigi pada usia antara 0-19 tahun di Swedia adalah 13,2% per 1000 orang dalam satu tahun. Sebanyak 14% tercatat sebagai complicated Traumatic Dental Injury (TDI) pada gigi permanen dengan trauma pada pulpa atau ligamen periodontal.8

Kejadian trauma berdasarkan jenis kelamin berbeda disetiap negara, namun secara umum ditemukan bahwa anak laki-laki cenderung dua kali lebih besar dibandingkan anak perempuan.2 Penelitian Noori dan Al-Obaidi melaporkan hal yang berbeda bahwa 50,8% trauma gigi terjadi pada anak laki-laki dan 49,2% tejadi pada anak perempuan pada usia 6-13 tahun.15 Jokic melaporkan dari 447 pasien berusia 6-25 tahun pada periode 2001-2006 terjadi trauma gigi pada anak laki-laki 56,2% dan 43,8% pada anak perempuan. Hal ini disebabkan karena anak laki-laki lebih agresif dalam melakukan aktifitas olahraga dan kebiasaan atau permainan mereka lebih menantang, berbahaya dan berisiko tinggi.14

(22)

trauma mengenai trauma lebih dari satu gigi. Noori dan Al-Obaidi melaporkan bahwa insisivus sentralis maksila merupakan gigi yang paling sering terkena trauma gigi diikuti gigi insisivus sentralis mandibula dan gigi insisivus lateralis maksila. Gigi geligi anterior disebelah kanan pada maksila lebih sering terkena dibandingkan dengan gigi disebelah kiri.15 Ingel et.al, melaporkan bahwa dari 600 anak sekolah pada usia 11-13 tahun di Chenai, insisivus sentralis maksila merupakan gigi yang paling sering fraktur 72,2%, insisivus lateralis maksila 12,7%, insisivus sentralis mandibula 7,6%, kaninus maksila 5,1%, insisivus lateralis mandibula 1,3%, kaninus mandibula 1,3%.16

Hal di atas merupakan hal yang wajar mengingat gigi insisivus sentralis maksila merupakan gigi yang paling protrusif, sehingga gigi tersebut mudah terkena berbagai objek, gigi yang pertama kali terbentur ketika jatuh dan gigi insisivus permanen maksila merupakan gigi yang pertama kali erupsi pada usia 6-7 tahun, dan gigi tersebut telah ada sejak anak mulai bermain atau melakukan aktifitas di sekolah.

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan usia dan jenis kelamin pada Sekolah Dasar di Kota Sulaimani, Irak15

Tabel 2. Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis dan regio gigi pada Sekolah Dasar Kota Sulaimani, Irak15

Kelompok usia Jenis kelamin

(23)

Tabel 3. Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis dan regio gigi di kota Maduravoyal, Chennai India16

2.3 Etiologi

Trauma gigi disebabkan karena adanya benturan yang dapat menimbulkan energi mekanis yang cukup memproduksi suatu injuri. Setiap objek, yang bergerak atau tidak bergerak, bernyawa atau tidak bernyawa dalam pergerakannya memiliki energi yang tergantung pada masa dan kecepatan. Peningkatan pada masa atau kecepatan akan meningkatkan energi, oleh sebab itu sangat relevan untuk mengerti bahwa pergerakan dan keadaan dapat membangkitkan energi mekanis dan bisa menimbulkan trauma. Kekerasan, olahraga dan kecelakaan lalu lintas, dan jatuh merupakan penyebab dari trauma gigi. Penyebab trauma ini mengarahkan bahwa faktor lingkungan dan faktor tingkah laku merupakan penyebab dari trauma gigi.2

2.3.1 Faktor Lingkungan

Penyebab utama trauma gigi dari lingkungan adalah hilang atau berkurangnya lahan bermain. Data di Inggris menunjukkan bahwa prevalensi trauma gigi lebih tinggi pada daerah yang mempunyai lahan bermain sedikit dengan daerah yang memiliki lahan bermain lebih luas, contoh prevalensi trauma gigi di Newham sebesar 43,8% dan 34,4% di Bury dan Salford sedangkan jika dibandingkan dengan prevalensi trauma gigi keseluruhan di Inggris hanya berkisar 17%-15%. Sebagai tambahan, area bermain anak yang terbatas pada daerah yang kurang lahan bermain lebih cenderung terkena trauma dibandingkan dengan anak yang memilki lahan bermain yang cukup.2Daerah padat penduduk merupakan salah satu faktor terjadinya trauma. Hal ini disebabkan karena arena bermain yang mereka miliki kurang aman.

(24)

Begitu juga dengan fasilitas olahraga, jalan yang sempit, dan daerah perumahan yang tidak nyaman. Lingkungan ini memfasilitasi terjadinya benturan yang dapat menyebabkan trauma.2

Gambar 1. Bagan terjadinya trauma2

2.3.2 Faktor Perilaku

Perilaku juga memilki peran yang sangat penting untuk terjadinya trauma gigi. Anak yang terlalu aktif lebih cenderung mempunyai risiko yang tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak aktif. Lallo cited in Glendor melaporkan bahwa anak yang hiperaktif secara signifikan jauh lebih banyak mengalami trauma gigi dari pada anak yang non-hiperaktif.2

Di seluruh dunia, aktivitas fisik, tingkat kekerasan dan kecelakaan lalulintas tercatat sebagian besar sebagai penyebab trauma gigi. Penggunaan gigi dengan tidak sesuai seperti menggigit benda-benda keras dan aktifitas kasar lainnya dapat menyebabkan terjadinya trauma gigi, tetapi dalam tingkat yang kecil.2

FAKTOR MANUSIA FAKTOR

LINGKUNGAN

VEKTOR

(ENERGI MEKANIS)

(25)

2.3.3 Faktor Tidak Disengaja

a) Jatuh dan Benturan

Jatuh, benturan dan tertimpa oleh suatu benda merupakan penyebab utama dari trauma gigi. Rumah dan lingkungan adalah tempat yang sering terjadinya trauma dan penting untuk mengetahui penyebab jatuh dan benturan yang yang terjadi.2,4,18 Yi Gong melaporkan bahwa 39,6% pasien gawat darurat trauma gigi yang berobat ke rumah sakit gigi dan mulut di kota Beijing disebabkan oleh jatuh.18

b) Aktifitas Olah Raga

Penyebab utama yang terjadi pada kasus trauma gigi di waktu luang pada usia remaja adalah olahraga. Federation Dentaire International (FDI) telah mengkelompokkan olahraga kedalam dua kategori yang berisiko untuk terjadinya trauma gigi: olahraga dengan risiko tertinggi yaitu American football, Hockey, ice hockey, lacrosse, beladiri, rugby, dan skating; dan olahraga dengan risiko yang sedang seperti bola basket, renang, squash, senam, parachutting dan polo air. Olah raga kontak seperti ice hockey, soccer, baseball, American football, baseball, rugby, gulat dan hanball telah dikonfirmasi merupakan olahraga yang dapat menyebabkan trauma.2

c) Kecelakaan Lalulintas

(26)

biasanya cukup berat dan mengenai jaringan keras dan jaringan lunak, dampak dari vektor kecepatan.2

d) Penggunaan Gigi Tidak Sesuai Fungsi

Ada beberapa penelitian yang memasukkan hal ini ke dalam kategori etiologi dikarenakan masih banyak orang menggunakan gigi ini tidak sesuai fungsinya. Nicolau et al, melaporkan bahwa 6% trauma gigi disebabkan karena penggunaan gigi yang tidak sesuai fungsi. Umumnya penggunaan gigi tidak sesuai fungsi telah banyak dijelaskan diberbagai literatur, seperti menggigit pulpen, membuka penjepit rambut, membuka bungkusan makanan ringan, memotong atau menahan objek dan membuka tutup botol.2

e) Penyakit dan Berkebutuhan Khusus

Penyakit yang menyerang merupakan kasus yang langka sebagai penyebab trauma gigi, umumnya penyakit yang diderita adalah epilepsi, cerebral palsy, anemia dan sakit kepala. Sebuah penelitian dari 437 pasien pada sebuah lembaga melaporkan 52% mengalami trauma gigi. Sepertiga dari kasus kejadian trauma gigi berulang pada sebagian pasien berhubungan langsung dengan pasien yang terkena epilepsi. Pada penelitian lainnya pada pasien epilepsi melaporkan selama setahun pasien yang menderita epilepsi mengalami trauma gigi sebesar 10%.2

2.3.4 Faktor Disengaja

a) Kekerasan Fisik

(27)

yang sebagian besar yang mengunjungi rumah sakit terkena cedera kepala, wajah, mulut atau leher. Hasil pemeriksaan yang didapat sangat fatal, seperti adanya perdarahan intrakranial. Dokter gigi telah melihat 16-29% kasus kekerasan, tetapi hanya 6-14% yang dokter gigi yang melaporkan kasus tersebut.2

b) Tindakan Iatrogenik Kedokteran Gigi

Insiden yang terjadi dari kasus perianesthetic trauma gigi bervariasi dari 0,04% hingga 12% dan anestesi dianggap merupakan kasus yang paling sering diklaim di Inggris dan sepertiga yang diklaim dari semua kasus yang ada. Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan di Prancis melaporkan bahwa terjadi 9,5 kasus dari 100 kali anestesi dalam satu tahun. Sedangkan penelitian yang lain melaporkan kasus yang terjadi pertahunnya sekitar 1:150 hingga 1:1000 kasus. Umumnya gigi yang terkena adalah insisivus maksila merupakan yang sering terkena, khususnya gigi 21. Skeie dan Schwartz melaporkan spektrum gigi yang trauma akibat perianesthetic yang terjadi adalah 47%, disposisi atau mobility 41% dan gigi yang avulsi 10%. Givol et al melaporkan bahwa 72% pasien yang berusia antara 50-70% umumnya mengalami trauma pada insisivus maksila (87%) dan insisivus mandibula (12,5%). Sebagian besar faktor risiko trauma yang terjadi karena dentin yang tipis.2

2.4 Klasifikasi Trauma Gigi

Terdapat beberapa klasifikasi trauma gigi, diantaranya adalah klasifikasi Andreasen, WHO, Garcia-Godoy, serta klasifikasi Ellis Davey.18 Klasifikasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah klasifikasi Andreasen yang diadopsi oleh WHO, yang membagi klasifikasi berdasarkan trauma yang mengenai jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan pada jaringan periodontal, kerusakan jaringan tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva dan mukosa mulut.1

2.4.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi

(28)

terlihat jelas, terutama dengan transiluminasi, biasa terlihat garis yang jelas pada mahkota gigi dan gambar radiografi.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 2. Crown Infraction: (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

2) Uncomplicated crown fracture (enamel fracture) adalah fraktur yang hanya mengenai daerah lapisan enamel saja.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 3. Uncomplicated crown fracture (enamel farcture) (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

(29)

1 2 3 4 5

Gambar 4. Uncomplicated crown fracture (enamel-dentin fracture) (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

4) Complicated crown fracture adalah fraktur pada enamel dan dentin serta telah mengenai pulpa dan ada ditemukannya kehilangan struktur gigi dengan pulpa terpapar.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 5. Complicated crown fracture (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

5) Uncomplicated crown-root fracture adalah fraktur yang mengenai atau yang melibatkan enamel, dentin, sementum tanpa adanya mengenai pulpa disertai dengan adanya kehilangan dari struktur gigi tanpa disertai dengan terlihatnya pulpa. Fraktur meluas hingga daerah gingiva cekat.19-23

1 2 3 4 5

(30)

6) Complicated crown-root fracture adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, sementum, hingga mencapai pulpa.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 7. Complicated crown-root fracture (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

7) Root fracture adalah fraktur yang mengenai enamel, dentin, sementum dan pulpa.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 8. Root fracture (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

2.4.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal

1) Concussion adalah cedera pada gigi atau struktur di sekitar gigi tanpa adanya mobilitas dan perpindahan gigi, tetapi memiliki rasa sakit ketika diperkusi.19-23

(31)

Gambar 9. Concussion (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

2) Subluxation (loosening) adalah cedera pada periodonsium tanpa adanya disposisi pada gigi tetapi disertai dengan sedikit mobiliti.19-23

1 2 3 4 5

Gambar 10. Subluxation (loosening) (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

3) Intrusive luxation adalah perpindahan bagian apikal gigi ke dalam tulang alveolar. Gigi terdorong ke dalam soket, menekan ligamen periodontal dan akibat dari fraktur tersebut hancurnya soket alveolar. Di bawah ini adalah gambar dari intrusive luxation. Cedera ini merupakan cedera yang paling serius diantara yang disposisi apikal lainnya.19-23

Gambar 11. Intrusive luxation (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

4) Extrusive luxation adalah fraktur yang menyebabkan terjadinya disposisi pada gigi secara aksial dari soketnya dan terjadinya avulsi secara parsial. Biasanya pada daerah ligamen periodontal pecah.19-23

(32)

1 2 3 4 5

Gambar 12. Extrusive luxation (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi

5) Lateral luxation adalah disposisi pada gigi selain dari arah aksial. Ligamen periodontal robek dan memar dan patahnya tulang pendukung dari tulang alveolar. 19-23

1 2 3 4 5

Gambar 13. Lateral luxation (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22

6) Exarticulation (complete luksasi/avulsion) adalah kondisi dimana keadaan gigi keluar dari soketnya. Secara klinis soket ditemukan kosong atau diisi dengan koagulum.19-23

1 2 3 4 5

(33)

2.4.3 Kerusakan pada Gingiva dan Mukosa Mulut

1) Laserasi adalah luka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut seperti robeknya jaringan epitel dan jaringan subepitel.2

2) Kontusio adalah luka memar disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan meyebabkan terjadi perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai robek daerah submukosa. 2

3) Abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena adanya gesekan atau goresan pada suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet. 2

1 2 3

Gambar 15. Kerusakan pada gingiva dan mukosa (1) Laserasi, (2) Kontusi, (3) Abrasi.2

2.4.4 Kerusakan pada Jaringan Tulang Pendukung

1) Comminution of the maxillary and mandibular alveolar socket adalah kerusakan dan kompresi yang terjadi pada soket alveolar. Hal ini dapat dilihat pada kasus intrusi dan luksasi lateral.2

2) Fraktur soket alveolar maksila dan mandibula adalah fraktur tulang alveolar pada maksila dan mandibula yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket. 2

(34)

4) Fraktur korpus maksila dan mandibula adalah fraktur pada korpus maksila dan mandibula yang melibatkan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi. 2

1 2 3 4 5 6

Gambar 16. Kerusakan pada jaringan tulang pendukung (1) Comminution of alveolar socket, (2)

Fractures of facial or lingual alveolar socket wall, (3) dan (4) fraktur proses alveolaris

dengan atau tanpa melibatkan soket gigi, (5) dan (6) fraktur korpus maksila atau mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.2

2.5 Pemeriksaan

Trauma gigi merupakan keadaan yang harus ditangani dengan baik untuk mengembalikan fungsi gigi yang terkena trauma. Prognosis yang baik pada trauma gigi tidak hanya bergantung pada jenis trauma tetapi juga pada terapi yang tepat. 23 Terapi yang benar tergantung pada diagnosa yang tepat. Diagnosa yang tepat dapat diperoleh dengan berbagai pemeriksaan yang kompleks, seperti pemeriksaan klinis, riwayat trauma pasien dan radiologi gigi. Informasi yang diperoleh dari berbagai seluruh pemeriksaan akan membantu dokter gigi dalam menentukan diagnosa trauma dan menentukan prioritas perawatan yang dilakukan.24

2.5.1 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis yang memadai tergantung pada pemeriksaan dari seluruh daerah yang terkena trauma dan penggunaan pemeriksaan khusus trauma. Prosedur diagnostik dapat disimpulkan seperti berikut :24

(35)

3. Pemeriksaan pada mahkota gigi untuk melihat adanya dan besarnya keretakan, pemaparan pulpa serta perubahan warna.

4. Pencatatan perpindahan gigi (seperti, intrusi, ekstrusi, perpindahan lateral atau avulsi)

5. Gangguan pada oklusi

6. Mobiliti yang abnormal pada gigi atau adanya fragmen pada tulang alveolar 7. Melakukan palpasi untuk mengetahui keadaan tulang alveolar

8. Melakukan perkusi untuk mengetahui keterlibatan jaringan pendukung gigi 9. Melakukan tes termal untuk mengetahui vitalitas gigi.

2.5.2 Pemeriksaan Riwayat Pasien

Informasi yang dibutuhkan seperti kapan, dimana, dan bagaimana trauma gigi terjadi dapat diperoleh dari pasien atau pendamping pasien. Waktu kapan terjadinya trauma gigi sangat penting diketahui karena informasi ini akan mempengaruhi jenis perawatan yang akan dilakukan serta prognosis dari kasus trauma tersebut. Tentukan bagian rongga mulut yang terlibat dan perluasan trauma gigi. Jika pasien atau pendamping melaporkan adanya fragmen gigi yang hilang, dapat ditanyakan apakah ada fragmen gigi atau gigi avulsi tersebut juga dibawa ke klinik.25

Perlu ditanyakan beberapa tanda-tanda adanya trauma pada kepala. Trauma pada kepala merupakan hal yang paling umum mengakibatkan kematian. 25%-50% dari seluruh kecelakaan pada anak sampai usia 14 tahun meliputi cedera pada kepala. Tanda-tanda cedera pada kepala yang harus dipertanyakan meliputi: hilang kesadaran sewaktu terjadinya trauma, perdarahan pada kepala atau telinga, adanya disorientasi, sakit kepala yang berkepanjangan, kehilangan penglihatan atau pupil yang dilatasi, kejang, kesulitan berbicara. Semua informasi yang diperoleh dari pencatatan ini dimasukkan kedalam rekam medik khusus trauma seperti di bawah ini.25

(36)

REKAM MEDIK PADA TRAUMA GIGI AKUT

Apakah ada rasa nyeri pada gigi terhadap udara dingin ? Ya Tidak Jika ya, gigi yang mana ? ………

Apakah ada rasa sakit pada saat oklusi ? Ya Tidak

Pemeriksaan riwayat umum: apakah terdapat penyakit sistemik Ya Tidak Jika Ya, jelaskan………...

Apakah ada alergi ? Ya Tidak

Jika Ya, jelaskan………

Pernahkah anda melakukan suntik anti tetanus ? Ya Tidak Jika ya, kapan ?………..

Apakah sebelumnya saudara pernah mengalami trauma gigi ? Ya Tidak Jika ya,

Kapan ?……….. Gigi mana yang terkena trauma ?

Perawatan yang diberikan dan siapa tenaga medisnya ? ……….

Trauma pada saat ini : ……….

Tanggal : ……….. Waktu : ……….

Lokasi kejadian : ………..

Proses kejadian : ………..

Apakah kamu pernah sakit kepala atau merasakan sakit pada saat ini ? Ya Tidak

Apakah kamu pernah mual atau merasakan mual pada saat ini ? Ya Tidak

Apakah kamu pernah muntah atau muntah pada saat ini ? Ya Tidak

Apakah kamu pingsan pada saat kecelakaan ? Jika ya, berapa lama ?

Ya Tidak

Dapatkah kamu mengingat apa yang terjadi, sebelum, pada saat atau

setelah kecelakaan ? Ya Tidak

(37)

Jika ya, gigi yang mana ? ………

Apakah pernah melakukan perawatan pada di tempat yang lain ? Ya Tidak

Setelah avulsi, berikut informasi yang dibutuhkan :

Di mana gigi di temukan (tanah, aspal, lantai, dan lain-lain) ? ………...

Apakah gigi kotor ? Ya / Tidak

Bagaimana anda menyimpan gigi tersebut ? ………...

Bagaimana anda membersihkan gigi tersebut sebelum dipasangkan kembali ? ……….

Kapan gigi tersebeut di pasangkan kembali ? ………..

Apakah diberikan antitoxoid tetanus ? ……… Apakah diberikan antibiotik ? ……….. Jenis antibiotik ? ……….. Dosis ? ……….

Pemeriksaan objektif – yang ditemukan pada pemeriksaan ekstraoral

Apakah kondisi umum pasien terganggu ? Ya Tidak

Jika Ya :  Nadi

 Tekanan darah  Reflex pupil  Kondisi serebral

Temuan objektif pada bagian luar kepala dan leher ? Ya Tidak Jika Ya, jenis dan lokasinya ? ………

Temuan objektif pada bagian dalam kepala dan leher ? Ya Tidak Jika Ya, jenis dan lokasinya ?

Gambar 17. Rekam medik khusus trauma2

2.5.3 Pemeriksan Fisik

(38)

luka pada ekstra oral dan palpasi pada tulang wajah, luka pada mukosa dan gingiva, palpasi pada tulang alveolar, disposisi gigi, oklusi yang abnormal, keadaan gigi yang terkena trauma, mobiliti dan vitalitas dari gigi.25 Pembersihan pada luka atau debris harus dilakukan secara hati-hati. Tes vitalitas dilakukan dengan menggunakan es, thermal test, heated gutta-percha, ethyl chlorida. Penilaian pada beberapa syaraf kranial yang termasuk pada trauma wajah yaitu: persarafan olfaktorius, optikus, trigeminal, okulomotorius, facialis, hypoglous dan lainnya.24

2.5.4 Pemeriksaan Radiografi

Setiap gigi yang terkena trauma harus dilakukan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan ini memiliki dua tujuan yaitu melihat pembentukan dan perkembangan akar gigi serta melihat seberapa dekat trauma tersebut mengenai gigi dan jaringan periodontal. Pemeriksaan radiografi dibutuhkan untuk melihat perkembangan akar gigi fraktur akar, mengetahui subluksasi dan luksasi ektrusi dan intrusi gigi serta fraktur tulang alveolar. Pengambilan radiografi dari sudut yang berbeda terkadang dibutuhkan juga untuk pemeriksaaan yang akurat dan tergantung pada jenis fraktur dan dislokasi gigi dan fraktur akar.23-25

Metode yang ideal adalah penggunaan tiga gambaran radiografi periapikal dengan angulasi yang berbeda dan satu foto oklusal. Foto panoramik diindikasikan pada kasus fraktur rahang atau adanya masalah pada TMJ. Khusus pada kasus LeFort 1,2,3 disarankan menggunakan conventional computed tomograph (CT) scanning. Sekarang teknik Micro CT scanning telah diperkenalkan yang mempunyai resolusi yang optimal serta tingkat radiasi yang lebih rendah. Mendiagnosa secara tiga dimensi, dan sangat Micro CT scanning dapat digunakan. penting dan sangat dianjurkan.23-25

2.6 Perawatan

(39)

pada gigi sulung dan perawatan pada gigi permanen. Perawatan pada gigi permanen meliputi perawatan pada kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa serta struktur jaringan pendukung.23,25

Perawatan pada kasus enamel infraction, dilakukan perawatan dengan menggunakan resin komposit untuk mencegah terjadinya perubahan warna, jika tidak ada tidak perlu perawatan. Tujuan perawatannya untuk menjaga integritas dari struktur enamel dan vitalitas pulpa. Progonosis kasus ini tidak dijumpai adanya komplikasi.18, 20-22

Perawatan yang dilakukan pada kasus complicated crown fracture adalah untuk menjaga vitalitas pulpa dan mengembalikan estetika dan fungsi normal dari gigi.9 Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping dan pulpotomi parsial.18, 20-22

Perawatan pada kasus uncomplicated crown fracture (enamel fracture) adalah jika masih terdapatnya fragmen gigi, maka fragmen tersebut dilekatkan kembali pada gigi tersebut. Lakukan penghalusan atau merestorasi kembali dengan resin komposit tergantung pada lokasi dan luasnya fraktur.18, 20-22

Perawatan pada kasus uncomplicated crown fracture (enamel-dentin fracture) adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa dan mengembalikan estetika serta mengembalikan fungsi secara normal. Jika bibir, lidah dan gingival terluka, harus dilakukan pemeriksaan pada fragmen gigi. Ketika menemukan laserasi pada pada jaringan lunak, maka perlu dilakukan pemeriksaan radiografi.9 Jika fragmen gigi masih ada, maka dapat dilekatkan kembali pada gigi yang fraktur tersebut dan pengkonturan atau merestorasi dengan resin komposit dapat dilakukan tergantung pada luas dan lokasi dari fraktur.18, 20-22

Pada kasus concussion tidak memerlukan perawatan yang spesifik tetapi hanya melakukan perawatan pada proses penyembuhan pada ligamen periodontal dan menjaga vitalitas pulpa serta memantau kondisi pulpa selama satu tahun.18, 20-22

(40)

dereajat maka untuk mendapatkan kenyamanan pada gigi pasien, dilakukan perawatan selama dua minggu dengan menggunakan splinting yang fleksibel.18, 20-22

Perawatan pada kasus intrusive luxation dapat dilakukan perawatan mereposisi gigi secara pasif (mengembalikan posisi gigi pada posisi sebelum kejadian), pengembalian posisi secara aktif (reposisi dengan menggunakan daya tarik), atau pembedahan dan kemudian menstabilkan posisi gigi dengan menggunakan splinting selama 4 minggu pada posisi anatomi fisiologisnya untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pada ligamen periodontal dan suplai neurovascular serta tetap menjaga integritas fungsi gigi dan pada gigi permanen yang berpotensi erupsi kembali hanya dilakukan observasi intrusi lebih dari 3 mm, dengan tujuan agar terjadi erupsi secara spontan. Pada gigi permanen tujuannya adalah mereposisikan gigi dengan perawatan ortodontik dan diawali dengan perawatan endodontik dalam tiga minggu setelah trauma.18, 20-22

Perawatan extrusive luxation yaitu melakukan reposisi pada gigi yang terlibat secepat mungkin kemudian menstabilkan gigi pada posisi anatomi yang benar untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pada daerah ligamen periodontal dan suplai neurovascular untuk menjaga integritas estetik dan fungsional. Reposisi tersebut dilakukan dengan cara memberikan tekanan pada daerah apikal dengan pelan namun pasti secara bertahap dengan menghilangkan gumpalan darah yang terbentuk di antara apeks akar dan dasar soket. Splin dilakukan selama dua minggu.18, 20-22

(41)

Perawatan yang diberikan pada pasien dengan kasus exarticulation (completed luksasi/avulsion) pada gigi permanen sebaiknya gigi yang avulsi segera dimasukkan kembali kedalam soket dan gigi tersebut diposisikan pada lokasi anatomi yang benar agar penyembuhan pada ligamen periodontal dapat optimal, kemudian dilakukan perawatan saluran akar sesuai kondisi pertumbuhan dan perkembangan akar gigi yang terkena trauma.18, 20-22

(42)

2.7Kerangka Teori

2.8 Kerangka Konsep

Trauma Gigi Permanen Berdasarkan Klasifikasi Andreason yang di Adopsi oleh WHO

Perawatan Trauma Gigi Permanen oleh Dokter Gigi

Perawatan Emerjensi

Klasifikasi Andreasen-WHO

Trauma Gigi

Gigi Permanen

Gigi Sulung

Faktor Predisposisi

Faktor Etiologi

Anak Pencegahan

Perawatan Lanjutan Kerusakan pada

Jaringan Keras Gigi

Kerusakan pada Jaringan Periodontal

Kerusakan pada Jaringan Tulang

(43)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional dimaksud yaitu subjek penelitian hanya diobservasi satu kali saja yaitu pada saat survei lapangan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada praktik dokter gigi di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Proposal dilakukan awal Januari 2014. Waktu penelitian dimulai pada minggu kedua Januari sampai minggu kedua Februari 2014. Pengolahan dan analisa data dilakukan satu minggu, mulai minggu ketiga Februari 2014 sampai minggu keempat Februari 2014. Penyusunan laporan penelitian pertama Maret 2014 sampai minggu ketiga Maret 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(44)

3.3.2 Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah praktik yang ada di kotamadya Medan. Secara administrasi kota Medan terdiri atas 21 kecamatan yang digolongkan lagi menjadi 2 golongan yaitu lingkar luar dan lingkar dalam. Lingkar luar terdiri atas 11 kecamatan yaitu: kecamatan Medan Tuntungan, Selayang, Sunggal, Johor, Denai, Perjuangan, Amplas, Tembung, Marelan, Labuhan dan Belawan. Lingkar dalam terdiri atas 10 kecamatan yaitu: kecamatan Medan Baru, Petisah, Barat, Helvetia, Polonia, Medan Area, Medan Kota, Maimun, Medan Timur dan Medan Deli. Penentuan kecamatan dengan metode purposive sampling (sampel dengan kondisi tertentu). Penetuan besar sampel berdasarkan penaksiran proporsi populasi dengan ketelitian absolute (absolute precision).

Penggunaan rumus dibawah ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan skala pengukuran kategorikal yaitu skala nominal. Skala nominal tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya sekedar pemberian label.

N = Z 21-α/2.P(1-P)/ d2

= 1,962. 0, 5 . (1-0, 5)/(0,1)2

= 96,04

Dengan ketentuan : N : jumlah sampel

Zα : nilai kepercayaan 0,95%= 1,96

P : proporsi populasi 50%= 0,5

d : presisi (0,1)

(45)

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang harus dipenuhi oleh subjek sehingga dapat diikutsertakan ke dalam penelitian. Dalam penelitian ini, kriteria inklusi:

a. Dokter gigi yang praktik kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang.

b. Keadaan umum dokter gigi baik.

c. Dokter gigi yang bersedia mengisi kuesioner.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi adalah hal-hal yang menyebabkan subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Kriteria eksklusinya adalah:

a. Dokter gigi yang menolak ikut serta peneltian

b. Dokter gigi yang tidak berada di tempat saat dilakukan penelitian.

3.5Variabel Penelitian

Variabel Independen :

- Perawatan trauma gigi yang dilakukan oleh dokter gigi selama 1 tahun (01 Januari 2012 – 31 Desember 2012)

Variabel Dependen :

(46)

3.6 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Oprasional Cara Ukur Alat Ukur

Dokter Gigi

Dokter gigi yang melakukan praktik di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang.

Wawancara Kuesioner

Pendidikan Terkahir

Ijazah pendidikan terakhir yang diterima oleh

dokter gigi Wawancara Kuesioner

Lokasi Praktik

Tempat dokter gigi melakukan praktik, baik

praktik bersama maupun praktik pribadi. Wawancara Kuesioner Jenis

Kelamin

Pertanda gender seseorang, yaitu laki-laki atau

perempuan Wawancara Kuesioner

Lama Praktik

Lamanya dokter gigi melakukan praktik hingga

pengisian kuesioner ini dilakukan Wawancara Kuesioner

Daerah

Praktik Tempat dimana dokter gigi tersebut praktik Wawancara Kuesioner

Usia

Usia responden dihitung berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran subjek penelitian pada saat diteliti

Wawancara Kuesioner

Lokasi

Kejadian Tempat dimana pasien mengalami trauma gigi Wawancara Kuesioner Trauma

1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa

- Enamel infraction yaitu fraktur pada mahkota yang hanya mengalami keretakan saja, tanpa adanya kehilangan dari struktur lain dari gigi.

- Uncomplicated crown fracture (enamel fracture) adalah fraktur yang hanya mengenai daerah lapisan enamel saja.

- Complicate crown fracture adalah fraktur pada enamel dan dentin dan telah mengenai pulpa dan ada ditemukannya kehilangan struktur gigi dengan pulpa terpapar.

(47)

2. Kerusakan pada jaringan periodontal

- Concussion adalah cedera pada gigi atau struktur di sekitar gigi tanpa adanya mobilitas dan perpindahan gigi, tetapi memiliki rasa sakit ketika diperkusi

- Subluxation (loosening) adalah cedera pada periodonsium tanpa adanya disposisi pada gigi tetapi disertai dengan sedikit mobiliti.

- Intrusive luxation adalah perpindahan bagian apikal gigi ke dalam tulang alveolar. Gigi terdorong ke dalam soket, menekan ligamen periodontal dan akibat dari fracture tersebut hancurnya soket alveolar.

- Extrsusive luxation adalah fracture yang menyebabkan terjadinya disposisi pada gigi secara aksial dari soketnya dan terjadinya avulsi secara parsial.

- Lateral luxation adalah disposisi pada gigi selain dari arah aksial. Ligamen periodontal robek dan memar dan patahnya tulang pendukung dari tulang alveolar.

- Exarticulation (complete luksasi/avulsion) adalah kondisi dimana keadaan gigi keluar dari soketnya. Secara klinis soket ditemukan kosong atau diisi dengan koagulum.

3.7 Cara Pengambilan Data

(48)

dilakukan terlebih dahulu pada satu kecamatan Medan Helvetia dengan membagi tiga hingga lima kuesioner perhari pada waktu hari kerja di daerah tersebut sampai selesai kemudian penyebaran kuesioner dibagikan pada kecamatan Medan Sunggal, Medan Baru dan Medan Petisah. Berhubung karena dokter gigi di keempat kecamatan diatas tidak memenuhi jumlah sampel maka dipilih lagi dua kecamatan lain yaitu kecamatan Medan Maimun dan kecamatan Medan Selayang.

3.8 Alur Penelitian

3.9 Pengolahan dan Analisa Data

3.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Pengolahan data secara komputerisasi melalui proses:

a) Editing ( Penyuntingan Data)

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyutingan (editing) terlebih dahulu. Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut.

b) Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)

Coding dilakukan untuk mengubah data yang telah terkumpul ke dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.

c) Memasukkan Data (Data Entry)

Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

Pengolahan dan analisa data Pengisisan

kuesioner oleh responden Izin Ethical

(49)

d) Penyimpanan data (saving)

Merupakan penyimpanan data sebelum data diolah dan di analisa.

e) Tabulasi

Membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian.

f) Cleaning

Merupakan kegiatan pengetikan kembali data yang sudah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

3.9.2 Analisa Data

Data diolah secara deskriptif yaitu data univariat dan dihitung dalam bentuk persentase. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel.

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut: 1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Penelitian meminta secara sukarela responden penelitian untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Responden yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan responden penelitian untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.

2. Kerahasiaan ( Confidentialty)

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh peneliti, karena itu data yang ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data pribadi masing-masing responden.

3. Ethical Clearance

(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Karakteristik Responden Dokter Gigi

Karakteristik dokter gigi yang menjadi responden meliputi jenis kelamin, pendidikan terakhir dokter gigi, tahun tamat, jenis praktik, dan lama praktik serta rerata jumlah kasus yang ditemukan dalam satu tahun. Responden tersebut berasal dari 6 kecamatan yaitu Medan Baru 27 dokter gigi (28,12%), Medan Sunggal 18 dokter gigi (18,75%), Medan Helvetia 20 dokter gigi (20,83%), Medan Petisah 16 dokter gigi (16,67%), Medan Maimun 8 dokter gigi (8,34%) dan Medan Selayang 7 dokter gigi (7,29%) dengan jumlah responden 96 dokter gigi (Tabel 4).

(51)

Tabel 4. Karateristik Responden Dokter Gigi

Karakteristik n (%)

Distribusi Praktik Dokter Gigi Medan Baru Dokter gigi spesialis

90 (94)

Praktik dokter gigi umum Praktik dokter gigi spesialis

91 (95) 5 (5)

Tabel 5. Lama Praktik Dokter Gigi

Lama Praktik Dokter Gigi n (%)

4.2 Gambaran Umum Kasus Trauma Gigi Permanen yang Dirawat oleh

Dokter Gigi

(52)

(72,31%) melakukan perawatan, 14 dokter gigi (21,54%) kadang-kadang melakukan perawatan dan 4 dokter gigi (6,15%) tidak melakukan perawatan (Tabel 7). Pencatatan kasus trauma gigi hanya 13 dokter gigi (20%) yang mempunyai rekam medik khusus trauma di praktik dan 52 dokter gigi (80%) tidak ada yang mempunyai rekam medik khusus trauma (Tabel 8).

Kasus trauma gigi permanen yang paling sering ditemukan dokter gigi adalah pada anak usia 7-8 tahun yaitu sebanyak 18 dokter gigi (27,7%), dan usia 9-10 tahun sebanyak 14 dokter gigi (21,53%), 6-7 tahun dijawab oleh 13 dokter gigi (20%), 8-9 tahun sebanyak 8 dokter gigi (12,3%), 10-11 tahun 7 dokter gigi (10,77%) dan 11-12 tahun 5 dokter gigi (7,7%) (Tabel 9).

Tabel 6. Persentase Dokter Gigi yang Pernah Mendapat Kasus Trauma Gigi Permanen

Dokter yang Pernah Mendapat Kasus Trauma Gigi

Permanen n (%)

Tabel 7. Persentase Dokter Gigi yang Pernah Melakukan Perawatan Trauma Dokter Gigi yang Pernah Melakukan Perawatan Trauma n (%)

•Ya

Tabel 8. Persentase Dokter Gigi yang Punya Rekam Medik Khusus Trauma Dokter yang Punya Rekam Medik Khusus Trauma n (%)

•Ya

•Tidak

13 (20) 52 (80)

(53)

Tabel 9. Distribusi Trauma Gigi Berdasarkan Usia Anak yang Mengalami Trauma

Usia Rerata Pasien yang Sering Terkena Trauma n (%)

• 6-7 tahun

Tempat kejadian trauma gigi permanen yang paling sering ditemukan oleh dokter gigi adalah di sekolah yaitu sebanyak 23 dokter gigi (35,39%), diikuti jalan raya dan rumah yaitu masing-masing sebanyak 15 dokter gigi (23,07%), yang menemukan arena bermain yaitu sebanyak 12 dokter gigi (18,47%) (Tabel 10).

Tabel 10. Persentase Tempat Kejadian Trauma

Tempat Paling Sering Terjadinya Trauma n (%)

• Rumah

4.3 Prevalensi Trauma Gigi Permanen

(54)

kasus (5,55%), kasus subluxation ditemukan oleh 18 dokter gigi sebanyak 18 dokter gigi sebanyak 35 kasus (5,11%), kasus extrusive luxation ditemukan oleh 17 dokter gigi sebanyak 54 kasus (7,89%) dan intrusive luxation ditemukan 17 dokter gigi sebanyak 32 kasus (4,67%) sebanyak. Kasus trauma yang paling jarang ditemukan ada dua kasus yaitu fracture alveolar sebanyak 18 kasus (2,63%) oleh 12 dokter gigi dan avulsi 29 kasus (4,24%) oleh 17 dokter gigi (Tabel 11).

Tabel 11. Persentase Distribusi Kasus Trauma Gigi Permanen

No Jenis Trauma

4 Complicate Crown Fracture dengan Akar

Belum Tertutup Sempurna 16 54 (7,9)

5 Complicate Crown Fracture dengan Akar

Tertutup Sempurna 14 45 (6,57)

6 Fracture Alveolar 12 18 (2,63)

7 Concussion 17 38 (5,55)

8 Subluxation 18 35 (5,11)

9 ExtrusiveLuxation/Partial Displacement 17 54 (7,89)

10 Intrusive Luxation 17 32 (4,67)

11 Avulsi 17 29 (4,24)

Jumlah 685 (100)

4.4 Penanganan dan Perawatan Trauma Gigi permanen yang Dilakukan

oleh Dokter Gigi

(55)

4.4.1 Enamel Infraction

Dokter gigi yang pernah menemui kasus enamel infraction dari 65 dokter gigi sebanyak 33 dokter gigi (50,8%) dan 32 dokter gigi (49,2%) tidak pernah menemukan kasus ini (Tabel 12). Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi untuk kasus enamel infraction melakukan observasi sebanyak 15 dokter gigi (45,46%), penambalan dengan bahan tetap sebanyak 10 dokter gigi (30,3%), dan pengahalusan mahkota gigi yang tajam sebanyak 8 dokter gigi (24,24%).

Tabel 12. Persentase Penanganan Kasus Enamel Infraction

Kasus Enamel Infraction n (%) Jumlah

Kasus

Tabel 13. Persentase Perawatan Enamel Infraction

Perawatan yang Dilakukan pada Kasus Enamel Infraksi n (%)

•Dibiarkan/Observasi

•Dihaluskan Mahkota Gigi yang Tajam

•Ditambal dengan Bahan Tambalan Sementara

•Ditambal dengan Bahan Tambalan Tetap

•Perawatan lain

(56)

sementara dan dokter gigi yang melakukan perawatan lain masing-masing sebanyak 1 dokter gigi (2,04%) (Tabel 15).

Table 14. Persentase Penanganan Kasus Enamel Fracture

Kasus Enamel Frcature n (%) Jumlah

Tabel 15. Persentase Perawatan Kasus Enamel Fracture

Perawatan yang Dilakukan pada Kasus Enamel Fracture n (%)

• Dibiarkan/observasi

• Dihaluskan Mahkota Gigi yang Tajam

• Ditambal dengan Bahan Tambalan Sementara

• Ditambal dengan Bahan Tambalan Tetap

• Perawatan Lain

(57)

Tabel 16. Persentase Penanganan Kasus Enamel-Dentin Fracture

Jumlah Kasus Enamel Dentin Fracture n (%) Jumlah kasus

Tabel 17. Persentase Perawatan Kasus Enamel Dentin Fracture

Perawatan yang Dilakukan pada Kasus Enamel Dentin Fracture n (%)

•Dibiarkan/observasi

•Dihaluskan Mahkota Gigi yang Tajam

•Ditambal dengan Bahan Tambalan Sementara

•Ditambal dengan Bahan Tambalan Tetap

•Perawatan lain (pemasangan crown)

•Dirujuk ke Sp.KGA

4.4.4 Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup

Sempurna

(58)

Tabel 18. Persentase Penanganan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna

Penanganan Kasus Complicated Crown Fracture dengan

Akar Belum Tertutup Sempurna n (%)

Jumlah

Tabel 19. Persentase Perawatan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna

Perawatan yang Dilakukan pada Kasus Complicated Crown

Fracture dengan Akar belum Tertutup Sempurna n (%)

• Dibiarkan/Observasi

• Pulpotomi + Restorasi

• Pulpektomi + Restorasi

• Pulp capping + Restorasi

• Apeksifikasi

4.4.5 Complicated Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna

Sebanyak 14 dokter gigi (21,53%) dari 65 dokter gigi pernah mendapat 45 kasus complicated crown fracture dengan akar tertutup sempurna dan 51 dokter gigi (78,46%) tidak pernah menemukan kasus ini (Tabel 20) dan perawatan yang paling banyak dilakukan pada kasus ini oleh dokter gigi adalah pulpektomi dan restorasi yaitu sebanyak 7 dokter gigi (50%), 3 dokter gigi (21,43%) melakukan apeksogenesis, 2 dokter gigi (14,29%) melakukan apeksifikasi, yang melakukan observasi dan merujuk masing-masing sebanyak 1 dokter gigi (7,14%) (Tabel 21).

Tabel 20. Persentase Penanganan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna

Jumlah Kasus Complicated Crown Fracture dengan

Akar yang Tertutup Sempurna n (%)

(59)

Tabel 21. Persentase Perawatan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna

Perawatan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar

Tertutup Sempurna n (%)

• Dibiarkan/Observasi

• Pulpotomi + Restorasi

• Pulpektomi + Restorasi

• Pulp capping + Restorasi

• Apeksifikasi

• Apeksogenesis

• Perawatan Lain (Splinting)

• Dirujuk ke Sp.KGA

4.4.6 Fraktur Alveolar

Sebanyak 12 dokter gigi (18,46%) dari 65 dokter gigi pernah mendapat 18 kasus trauma fraktur alveolar dan 53 dokter gigi (81,54%) tidak pernah menemukan kasus ini (Tabel 22). Perawatan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi pada kasus trauma fraktur alveolar adalah reposisi dan splinting sebanyak 5 dokter gigi (41,67%), 4 dokter gigi (33,33) melakukan perawatan lain yaitu hanya melakukan splinting, 2 dokter gigi (16,67%) melakukan perawatan observasi dan hanya 1 dokter gigi (8,33%) (Tabel 23).

Tabel 22. Persentase Penanganan Kasus Fraktur Alveolar

Jumlah Kasus Fraktur Alveolar n (%) Jumlah

(60)

Tabel 23. Persentase Perawatan KasusFraktur Alveolar

Perawatan yang Diberikan pada Kasus Fraktur Alveolar n (%)

•Dibiarkan/Observasi

•Reposisi dan Splinting

•Perawatan Pulpektomi

•Perawatan Pulpotomi

•Ortodonti : Ekstrusikan Gigi

•Pencabutan dan Gigi di Ekstrusikan dan Splinting

•Perawatan Lain

Sebanyak 17 dokter gigi (26,15%) dari 65 dokter gigi pernah mendapat 38 kasus concussion dan 48 dokter gigi (73,85%) tidak pernah menemukan kasus ini (Tabel 24). Perawatan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi pada kasus trauma concussion adalah observasi sebanyak 6 dokter gigi (35,29%) dan dokter gigi yang melakukan perawatan splinting dan reposisi yang disertai splinting masing-masing sebanyak 4 dokter gigi (23,53%), dokter gigi yang melakukan perawatan lain yaitu pemasangan ortodonti sebanyak 3 dokter gigi (17,65%) (Tabel 25).

Tabel 24. Persentase Penanganan Kasus Concussion

Jumlah Kasus Concussion n (%) Jumlah

(61)

Tabel 25. Persentase Perawatan Kasus Concussion

Perawatan yang Diberikan pada Kasus Concussion n (%)

•Dibiarkan/Observasi

•Splinting

•Reposisi dan Splinting

•Pencabutan Gigi

Sebanyak 18 dokter gigi (27,7%) dari 65 dokter gigi pernah mendapat 35 kasus trauma subluxation dan 47 dokter gigi tidak pernah mendapat kasus ini (Tabel 26). Secara keseluruhan, perawatan kasus trauma subluxation yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi adalah splinting sebanyak 7 dokter gigi (36%) dan yang melakukan reposisi disertai splinting sebanyak 4 dokter gigi (22,22%) serta dokter gigi yang melakukan observasi, pencabutan gigi dan perawatan lain yaitu perawatan ortodonti masing-masing sebanyak 2 dokter gigi (11,11%) (Tabel 27).

Tabel 26. Persentase Penanganan Kasus Subluxation

Jumlah Kasus Subluxation n (%) Jumlah

kasus

Tabel 27. Persentase Penanganan Kasus Subluxation

Perawatan yang Diberikan pada Kasus Subluxation n (%)

•Dibiarkan/Observasi

•Splinting

•Reposisi dan Splinting

•Pencabutan Gigi

•Perawatan Lain (pemasangan ortodonti)

(62)

4.4.9 Extrusive Luxation

Sebanyak 17 dokter gigi (26,15%) dari 65 responden yang pernah mendapat kasus trauma extrusive luxation dan 48 dokter gigi (73,85%) tidak pernah menemukan kasus ini (Tabel 28). Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada kasus extrusive luxation adalah reposisi disertai splinting sebanyak 11 dokter gigi (64,7%), diikuti dengan 3 dokter gigi (17,65%) melakukan pencabutan gigi, 2 dokter gigi (11,75%) melakukan observasi, dan 1 dokter gigi (5,56%) melakukan splinting serta 1 dokter gigi (5,56%) merujuk ke dokter gigi spesialis anak (Sp.KGA) ( (Tabel 29).

Tabel 28. Persentase Penanganan Kasus Extrusive Luxation

Jumlah Kasus Extrusive Luxation n (%) Jumlah kasus

Tabel 29. Persentase Penanganan Kasus Extrusive Luxation

Perawatan yang Diberikan pada Kasus Extrusive Luxation n (%)

•Dibiarkan/Observasi

•Splinting

•Reposisi + Splinting

•Pencabutan Gigi

(63)

Tabel 30. Persentase Penanganan Kasus Intrusive Luxation

Jumlah Kasus Intrusive Luxation n (%) Jumlah kasus

•Ada

Tabel 31. Persentase Perawatan Kasus Intrusive Luxation

Perawatan yang Diberikan pada Kasus Intrusive Luxation n (%)

•Dibiarkan/Observasi

•Splinting

•Reposisi + Splinting

•Pencabutan Gigi

Sebanyak 17 dokter gigi (26,15%) dari 65 responden pernah mendapat 29 kasus avulsi, 48 dokter gigi (73,85%) tidak pernah menemukan kasus avulsi (Tabel 32). Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada kasus ini adalah melakukan reposisi dan splinting sebanyak 12 dokter gigi (68,18%), dokter gigi yang melakukan perawatan lain yaitu pemasangan protesa dan merujuk ke Sp.KGA masing-masing sebanyak 2 dokter gigi (11,76%) dan 1 dokter gigi (5,89%) hanya melakukan observasi (Tabel 33).

Tabel 32. Persentase Penanganan Kasus Avulsi

Gambar

Tabel  2. Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis dan regio gigi pada Sekolah Dasar Kota Sulaimani, Irak15
Tabel 3. Distribusi trauma gigi berdasarkan jenis dan regio  gigi di kota Maduravoyal, Chennai India16
Gambar 3. Uncomplicated crown fracture (enamel farcture) (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal  (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22
Gambar  6. Uncomplicated crown-root fracture (1) Tampak depan (2) Tampak oklusal (3) Tampak depan animasi (4) Tampak lateral animasi (5) Gambar radiografi.22
+7

Referensi

Dokumen terkait

This paper aimed to provide (1) the pollution map covering areas within 300 km from the Fukushima NPP where the radiation intensity exceeded 0.5 µSv/h, (2) pollution

[r]

 Siswa menjelaskan makna kata, frase, dan kalimat dalam hiwar/teks lisan yang diperdengarkan oleh guru.

[r]

Melafalkan huruf hijaiyah, kata, kalimat dan wacana tertulis tentang يف ،ةسردملا يف ،لمعلا يف ةبتكملا ، يف فصقملا 6 Menemukan makna, gagasan atau ide

[r]

Memahami informasi lisan melalui kegiatan mendengarkan dalam bentuk paparan atau dialog tentang perkenalan, alat- alat madrasah, dan profesi2. 1.1 Mengidentifikasi bunyi

Demikian atas perhatian dan partisipasinya diucapkan terima kasih.. Semarang, 18 Juli 2013